Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita Stunting
Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita Stunting
Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita Stunting
RESEARCH ARTICLE
Abstract
Indonesia still faced serious nutritional problems which are in line with the high number of stunting cases. The
results of Basic Health Research show that the prevalence of stunting in Indonesia reached 30.8% in 2018 and fell to
27.7% in 2019. Compared to the results of the Indonesian Toddler Nutrition Status Survey (SSGBI), the incidence of
stunting in Indonesia was successfully reduced to 3.1% in the last year. However, this data was still higher than the
World Health Organization (WHO) limit on stunting, which is <20%. Lampung is the 36th city with the highest
prevalence of stunting. The number of toddlers in the short and very short categories in 2018 almost reached 30%.
Handling stunting in Lampung was divided into two priorities or stunting loci, namely the first and second
priorities. The first priority was the area of South Lampung, East Lampung and Central Lampung, while the second
priority was the Tanggamus area, one of which is Sinar Petir Village which is included in the working area of the
Bulok Public Health Center. The results of a preliminary survey conducted by researchers in January 2020 at the
Bulok Public Health Center, it was revealed that there were 32 cases of stunting in the period January to December
2019. The toddlers diagnosed with stunting will be given supplementary feeding that are high in calories and
protein as well monitored through the Integrated Service Post of toddlers every month to determine their progress.
This study used a quantitative research design with a retrospective cohort approach. The data were taken through
the medical records of the Public Health Center and the MCH handbook of Toddler stunting. Weight gain will be
displayed in the form of the average (mean) weight per month after the Toddler has received recovering
supplementary feeding. The monitoring was carried out up to 3 months after the giving of recovering
supplementary feeding.
1, 3, 4
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu
2
Program Studi Sarjana Terapan Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu
5
Program Studi Sarjana Terapan Fakultas Kesehatan Universitas Fort De Kock Bukittinggi
6
Program Studi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kupang
*) corresponding author
UKInstitute
Journal of Current Health Sciences. 2021; 1(1), – 18
cukup serius yang sejalan dengan tingginya kasus Stunting. merencanakan strategi 5 pilar penanganan stunting yaitu
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan (1) komitmen dan visi kepemimpinan, (2) kampanye
prevalensi Stunting di Indonesia mencapai 30,8% dan turun nasional dan komunikasi perubahan prilaku, (3)
menjadi 27,7% pada tahun 2019. Dibandingkan dengan konvergensi, koordinasi konsolidasi program pusat, daerah
hasil Survey Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) angka dan desa, (4) gizi dan ketahanan pangan serta (5)
kejadian stunting di Indonesia berhasil ditekan hingga 3,1% pemantauan dan evaluasi. Penanganan stunting juga
dalam setahun terakhir. Tetapi data ini masih lebih tinggi mendapatkan perhatian tersendiri dari kementerian
bila dibandingkan dengan Batasan World Health keuangan melalui dana desa. Dana tersebut akan
Organization (WHO) tentang stunting yaitu sebesar <20%. dianggarkan oleh masing-masing desa untuk membantu
Tingginya angka kejadian Stunting juga menunjukkan tidak percepatan penurunan stunting di wilayahnya masing-
maksimalnya pertumbuhan yang dialami oleh sekitar 8,9 masing.
juta anak Indonesia atau 1 dari 3 anak Indonesia Hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
mengalami Stunting berusia di bawah 5 tahun. Dalam hal pada bulan Januari 2020 di Puskesmas Bulok diketahui
ini Kementerian Kesehatan berharap angka stunting dapat bahwa kasus Stunting pada periode Januari sampai
terus turun 3% setiap tahun sehingga target 19% pada Desember 2019 sebanyak 32 kasus. Balita yang terdiagnosa
tahun 2024 dapat tercapai (Kemenkes RI, 2019). mengalami stunting akan diberikan makanan tambahan
Lampung termasuk dalam urutan ke-36 Kota tertinggi yang tinggi kalori dan protein serta dipantau melalui
prevalensi stunting. Jumlah balita dengan kategori pendek posyandu balita setiap sebulan sekali untuk mengetahui
dan sangat pendek pada tahun 2018 hampir mencapai perkembangannya. Berdasarkan latar belakang diatas,
angka 30%. Penanganan stunting di Lampung dibagi maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
menjadi dua prioritas atau lokus stunting yaitu prioritas judul “Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan
pertama dan kedua. Prioritas pertama yaitu daerah Pemulihan (PMT-P) Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita
Lampung Selatan, Lampung Timur dan lampung Tengah Stunting.
sedangkan prioritas kedua yaitu daerah Tanggamus. Ada 10
desa yang menjadi lokasi fokus (lokus) penanganan
stunting di tanggamus salah satunya Desa Sinar Petir yang
termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bulok (TNP2K, METODE PENELITIAN
2018).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak
metode preeksperimen. Penelitian ini dilakukan dengan
bawah lima tahun (balita) yang berkaitan erat dengan
cara pendekatan observasi, pengumpulan data sekaligus
kekurangan gizi yang terjadi sejak bayi dalam kandungan
pada satu waktu dan menggunakan data yang lalu
dan pada masa awal setelah bayi lahir. Karena itu,
(Notoatmodjo, 2014). Rancangan penelitian ini bertujuan
pencegahan balita stunting yang paling efektif dilakukan
untuk menganalisa efektivitas pemberian makanan
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang meliputi
tambahan terhadap kenaikan berat badan balita stunting di
270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah
wilayah kerja Puskesmas Bulok Kabupaten Tanggamus
bayi yang dilahirkan. Kondisi stunting ini baru nampak
Lampung Tahun 2020.
setelah bayi berusia dua tahun (Cynthia, Suryawan dan
Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan untuk
Widiasa, 2019).
mendeskripsikan distribusi frekuensi status balita. Total
Balita berusia 2–5 tahun merupakan usia rawan
Subjek penelitian ini adalah sebanyak 32 balita. Berikut
terjadinya kurang gizi karena pada usia ini ASI sudah tidak
adalah distribusi frekuensi status balita.
diberikan sehingga zat gizi yang diterima oleh balita hanya
berasal dari diet saja. Balita sudah mampu memilih
Tabel 1
makanan sendiri. Balita yang mengalami kekurangan gizi
Distribusi Frekuensi Status Balita (N=32)
sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang
baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai
Karakteristik Balita Jumlah (n) Persentase (%)
dengan perkembangannya, sebaliknya apabila
intervensinya terlambat, balita tidak akan dapat mengejar Jenis Kelamin
keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan Perempuan 12 37,5
gagal tumbuh. Begitu pula dengan balita yang normal Laki-Laki 20 62,5
kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan Status Balita
yang diterima tidak mencukupi (Sunarti dan Nugrohowati, Pretest
2014). Normal 0 0
Stunting memiliki berbagai dampak negatif pada anak, Pendek 25 78,12
tidak hanya dampak jangka pendek namun juga dampak Sangat Pendek 7 21,88
jangka panjang. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan Postest
dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan Normal 13 40,62
otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan Pendek 15 46,87
gangguan metabolisme dalam tubuh, sedangkan dalam Sangat Pendek 4 12,51
jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan
adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi Dari tabel 1 diketahui bahwa balita berjenis kelamin
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah Laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, balita perempuan, yaitu 20 balita (62,5%). Dilihat dari
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, status balita pada saat pretest, lebih banyak berstatus
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas pendek dengan jumlah 25 balita (78,12%). Namun pada
kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya saat posttest terjadi kenaikan, yaitu yang pada saat pretest
produktivitas ekonomi (Cynthia, Suryawan & Widiasa, tidak ada balita yang berstatus normal, pada saat posttest
2019). balita yang berstatus normal ada 13 balita (40,65%).
Pemerintah saat ini melakukan penanganan serius
terhadap stunting. Kementerian kesehatan (2018)
UKInstitute
Journal of Current Health Sciences. 2021; 1(1), – 19
Table 2 Hasil Uji Wilcoxon Rank Sum Test Hal tersebut juga telah dibuktikan oleh Ismawati, et al
(2020) dalam penelitiannya yang menunjukkan hasil
Variabel Negative Positive P Value bahwa anak dengan stunting memiliki asupan gizi (energy,
Rank Rank protein, kalsium dan fosfor) dibawah rata-rata ukuran diet
Kenaikan 0 7 0,000 harian yang direkomendasikan. Asupan nutrisi yang tidak
Berat Badan memadai, terutama dari jumlah energi akan
mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan fisik pada
anak. Protein yang rendah juga dapat mengakibatkan
Hasil analisis uji Wilcoxon diatas terlihat bahwa data
terjadinya penyakit infeksi pada anak sehingga
Negative Rank atau selisih antara pretest dan postest berat
menyebabkan menurunnya nafsu makan yang berimbas
badan bernilai 0. Hal ini berarti tidak ada penurunan nilai
pada penurunan berat badan anak.
dari pretest ke posttest berat badan. Pada baris Positive
Peneliti berpendapat bahwa kebutuhan nutrisi pada
Rank menunjukkan angka 7, artinya ada 7 balita yang
balita sangat penting dan harus diperhatikan oleh orang
mengalami peningkatan berat badan dari pretest ke
tua. Variasi makanan dalam menu sehari-hari menjadi
postest. P value pada hasil pretest postest menunjukkan p
alternatif untuk memenuhi asupan gizi yang diperlukan
value = 0,000.
oleh balita. Selain variasi makanan, kebersihan lingkungan
dan juga kedisiplinan pola makan juga menjadi faktor
untuk mencegah terjadinya stunting pada balita.
HASIL PENELITIAN
UKInstitute
Journal of Current Health Sciences. 2021; 1(1), – 20
Kemenkes RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017 TNP2K. (2017). 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi
Anak Kerdil (Stunting) Ringkasan. Sekretariat Wakil
Kemenkes RI. (2018). Buku Saku Pemantauan status Gizi tahun Presiden RI. Jakarta.
2017.
Trihono, dkk. (2015). Pendek (stunting) di Indonesia, masalah
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. dan solusinya. Jakarta. Lembaga penerbit Balitbangkes.
Kemenkes RI. (2011). Standar antropometri penilaian status Saadah Nurlailis. 2020. Modul Deteksi Dini Pencegahan dan
gizi anak. Penanganan Stunting. Scopindo Media Pustaka : Surabaya
Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (stunting) di Simbolon Demsa. 2019. Pencegahan Stunting Melalui
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 1. Intervensi Gizi Spesifik pada Ibu Menyusui Anak Usia 0-24
Bulan. Media Sahabat Cendekia: Surabaya
Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Millward Joe. 2017. Nutrition, Infection and Stunting: The
Roles of Deficiencies of Individual Nutrients and Foods, and
Sunarti, Nugrohowati, AK. (2014). Korelasi Status Gizi, Asupan of Inflammation, as Determinants of Reduced Linear
Zat Besi denganKadar Feritin pada Anak Usia 2-5 Tahun di Growth of Children. Nutrition Research Reviews. Doi :
Kelurahan Semanggi Surakarta. KESMAS. Vol.8, pp. 1. 10.1017/S0954422416000238
Supariasa. (2012). Pendidikan Dan Konsultasi Gizi. Jakarta : Ismawati Rita, et al. 2019. Nutrition Intake and Causative
EGC Factor of Stunting Among Children Aged Under-5 Years in
Lamongan City. Enfermeria Clinica. Doi:
10.1016/j.enfcli.2019.10.043
UKInstitute