Artikel ANALISIS YURIDIS SENGKETA PERALIHAN HAK ATAS
Artikel ANALISIS YURIDIS SENGKETA PERALIHAN HAK ATAS
Artikel ANALISIS YURIDIS SENGKETA PERALIHAN HAK ATAS
Absract
This research examines the transfer of ownership rights to certified land without the process of
name transfer, focusing on the legal regulations governing such transfers and the considerations
of the judge in Decision No.61/Pdt.G 2016. The study adopts a normative legal research
approach, analyzing relevant legislative provisions. Data are obtained from primary legal
sources, such as Government Regulation No. 18 of 2021 on Rights of Management, Rights to
Land, Housing Units, and Land Registration, as well as secondary legal materials, including
books, articles, journals, and expert opinions. Data collection is conducted through accessing
relevant websites and journals related to the legal issues under investigation. Data processing
utilizes deduction and descriptive analysis methods to provide an overview of the legal case
based on Supreme Court decisions.
The research findings indicate that the legal basis for the transfer of ownership rights to certified
land without name transfer is stipulated in Article 1338 of the Civil Code, which recognizes the
validity of agreements as law for the parties involved, allowing rightful land ownership to be
based on valid sales agreements or deeds of sale established by Land Deed Officials (PPAT).
Additionally, Article 1857 of the Civil Code recognizes the evidentiary power of private deeds
equivalent to authentic deeds, enabling valid deed evidence to establish rightful land ownership.
The legal considerations in Decision No.61/Pdt.G 2016 acknowledge the evidence presented by
the plaintiff but fall short in imposing further sanctions on the National Land Agency for
violations regarding the issuance of certificates to the plaintiff.
Abstrak
Penelitian ini mengkaji peralihan hak atas tanah bersertifikat tanpa proses balik nama, dengan
fokus pada aturan hukum yang mengatur peralihan tersebut dan pertimbangan hakim dalam
Putusan No.61/Pdt.G 2016. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan
analisis peraturan perundang-undangan yang relevan. Data diperoleh melalui sumber bahan
hukum primer dan sekunder, serta melalui pengumpulan data secara daring. Pengolahan data
dilakukan dengan metode deduksi dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dasar hukum peralihan hak tanah terdapat pada Pasal 1338 dan 1857 KUH Perdata, yang
mengakui kekuatan pembuktian perjanjian dan akta di bawah tangan. Pertimbangan hakim dalam
putusan No.61/Pdt.G 2016 mengakui alat bukti yang diajukan oleh penggugat, namun kurang
memberikan sanksi terhadap Badan Pertanahan Nasional.
PENDAHULUAN
Sesuai pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia diklasifikasikan sebagai
negara hukum.Pendeklarasian diri sebagai negara hukum berimplikasi terhadap sistem tata
negara di Indonesia dengan adanya pembatasan kekuasaan sebagai salah satu ciri negara hukum
yang dituangkan dalam UUD 1945 (konstitusi) agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam
bernegarai.Adanya hukum di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,
adil, makmur, yang merata baik materiil maupun spiritual sebagaimana yang dituangkan dalam
pembukaan UUD 1945.ii
UUD 1945 mengatur berbagai hal, dimana salah satunya adalah mengenai pertanahan. Hal
ini tertuang dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan "Bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat" sebagai perundang-undangan tertinggi mengenai pemanfaatan tanah di
Indonesia. Selain itu terdapat beberapa peraturan lainnya yang mengatur mengenai pertanahan
seperti UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, PP. No. 20 Tahun 2021 tentang
Penertiban Kawasan dan Tanah terlantar serta peraturan lain yang bertujuan mengatur
penggunaan dan pengelolaan tanah di Indonesia secara adil dan
terdaftar.
Tanah merupakan bagian permukaan bumi yang atas dasar hak menguasai dari Negara
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain serta badan-badan hukum (UU No. 5 Tahun 1960 Pasal 4). Tanah juga bisa dikatakan
lapisan lepasan permuakan bumi yang paling atas yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuhan
disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan, sedangkan yang
digunakan untuk mendirikan banguan disebut dengan tanah bangunan.iii Menurut Fungsi dari
tanah yaitu 1) Potensi Ekonomis, dimana sebagai potensi yang meningkatkan pendapatan
masyarakat yang berada diatas tanah meliputi
Hutan, Sungai, Gunung, Sumber Mineral dan Lahan Pertanian dan 2) Potensi Budaya, dimana
sebagai titik bertemunnya dan interaksi dua atau lebih budaya dalam suatu masyarakat.iv
Dari fungsi tanah yang beragam, tanah juga memiliki berbagai macam hak. Menurut UU.
No. 5 Tahun 1960 dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan Hak-hak atas tanah ialah: a) hak milik, b)
hak guna-usaha, c) hak guna-bangunan, d) hak pakai,
e) hak sewa, f.) hak membuka tanah, g) hak memungut hasil hutan, h) hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-
hak yang sifatnya sementara. Selain itu pada pasal 20 ayat 1 menyatakan hak milikadalah hak
turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah serta pada ayat 2
menyatakan Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Peralihan hak milik atas tanah dapat dilakukan melalui jual beli. Proses jual beli tersebut
diatur dalam PP. No. 18 Tahun 2021 Pasal 90 yang berbunyi pihak yang berkepentingan dapat
mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas
Tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan untuk mendapatkan Sertifikat Hak Atas Tanah. Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) diangkat oleh pemerintah untuk berperan mengesahkan pemilikan
atas tanah sesuai peraturan yang berlaku. Maka peralihan atas tanah tidak dapat dilakukan tanpa
memenuhi persyaratan perundangan yang ada.
Dalam kondisi nyata pada kehidupan masyarakat sehari-hari, masih banyak terjadi
peralihan tanah melalui proses jual beli yang dilakukan tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Salah satu kasus yang terjadi adalah pada tahun 2016 di Kota Bima, seorang
pembeli melakukan pembelian tanah kebun/tegalan seluas lebih kurang 0,50 Hektar yang terletak
di So Kota, Watasan Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota pada tahun 2016 pada seseorang yang
dikatakan dengan bukti kwitansi dan sertifikat. Namun dikarenakan keterbatasan dana, pembeli
belum melakukan balik nama atas tanah yang dibelinya. Pembeli rutin melakukan pembayaran
pajak atas tanah tersebut yang digunakan sebagai lahan penanaman pohon jambu mete. Ketika
pembeli tanah atau Penggugat akan melakukan balik nama dengan pengajuan permohonan
penerbitan sertifikat pada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima selaku Tergugat
II, ternyata atas keterangan Badan Pertanahan Nasional tanah yang telah dibeli tersebut telah
dibalik nama dan disertifikat oleh pihak tergugat I. Pembeli atau Penggugat yang merasa kecewa
atas perbuatan yang dilakukan pihak tergugat I dan II melakukan gugatan pada Pengadilan
Negeri Rababima yang terdaftar dalam register perkara Nomor 61/Pdt.G/2016/PN.RBI untuk
menuntut Badan Pertanahan Nasional Kota Bima melakukan pencabutan dan pembatalan
sertifikat atas tanah sengketa serta pembayaran kerugian moriil kepada pihak tergugat sebesar
Rp. 100.000.000,- secara tanggung renteng.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti akan melakukan penelitian
mengenai permasalahan tersebut dengan judul Analisis Yuridis Sengketa Peralihan Hak Atas
Tanah Yang Melibatkan Badan Pertanahan Nasional (Studi Putusan Nomor: 61/ Pdt.G / 2016/
PN.RBI.).
Sesuai permasalahan yang telah dipaparkan, perumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana aturan mengenai peralihan hukum atas tanah bersertifikat tanpa
melakukan proses balik nama?
2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan No Pdt.G 2016 atas tanah
bersertifikat tanpa melakukan proses balik nama?
Kajian Pustaka
Tanah
Tanah merupakan bagian dari bumi yang biasa disebut permukaan bumi dalam ruang
lingkup agrariav.
Hukum Tanah adalah keseluruhan peraturan-peratuuran hukum baik yang tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga
hukum dan hubungan-hubungan hukum yang konkret.vi Hukum Tanah adalah keseluruhan
ketentuan-ketentuan hukum, ada yang tertulis ada pula yang tidak tertulis, yang semuanya
mempunyai obyek pengaturan yang sama, yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-
lembaga hukum konkrit, beraspek Publik dan Perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara
sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem. vii Hukum
tanah ini diatur dalam hukum agraria yang merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum,
yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu.
Dalam hukum tanah dan negara-negara yang menggunakan apa yang disebut
“Azas Accesie” atau “Azas Perlekatan”, bangunan dan tanaman yang ada di atas dan merupakan
satu ketentuan dengan tanah merupakan “bagian” dari tanah yang bersangkutan, maka hak atas
tanah dengan sendirinya, karena hukum meliputi juga pemikiran bagunan dan tanaman yang ada
di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun
atau menanamnya (KUHP Pasal 500 dan 571). Perbuatan hukum mengenai tanah dengan
sendirinya meliputi tanaman dan bangunan, karena hukum meliputi juga tanaman dan bangunan
yang ada di atasnya.
Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria, Hak atas tanah dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
bersifat primer dan bersifat sekunder. Tanah yang bersifat primer adalah hak atas tanah yang
berasal dari tanah negara yang terdiri dari: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
atas tanah negara dan Hak Pakai atas tanah negara. Sedangkan hak atas tanah yang bersifat
sekunder adalah tanah sekunder berasal dari tanah yang dikuasai pihak lain, meliputi Hak Guna
Bangunan (HGB) diatas tanah Hak Pengelolaan atau HaB tanah Hak Milik, Hak
Pakai diatas Tanah Pengelolaan atau Hak Pakai diatas tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk
Bangunan, Hak Gadai (gadai tanah). Hak Usaha Bagi Hasil (perjanjian bagi hasil), Hak
Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak
penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional, yaitu:
1) Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam Pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah
yang tertinggi, beraspek Perdata dan Publik.
2) Hak menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2, semata-mata beraspek publik.
3) Hak Ulayat masyarakat hukum adat yang disebut dalam Pasal 3, beraspek
Perdata dan Publik.
4) Hak-hak perorangan/individu, semuanya beraspek Perdata, terdiri atas:
a. Hak-hak atas tanah sebagai hakhak individual yang semuanya secara langsung ataupun
tidak langsung bersumberkan pada hak bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 dan 53
b. Wakaf, yaitu hak milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49.
c. Hak jaminan atas tanah yang disebut “Hak Tanggungan” dalam Pasal
25, 33, 39 dan 51
Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan Hak Atas Tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak yang
lama kepada pemegang hak yang baru.viiiPeralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau
beralihnya penguasaan tanah yang semula milik seseorang atau sekelompok masyarakat
kemasyarakat lainnya.ix Peralihan hak atas tanah dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang berwenang. Ada beberapa aturan khusus yang mengatur tentang peralihan hak atas
tanah, yaitu:
1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok
Agraria, yang dimuat dalam Staatsblaad nomor 104 tahun 1960.
2) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
3) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai Atas Tanah, yang dimuat dalam Staatsblaad nomor 58 tahun 1996.
4) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang dimuat dalam
Staatsblaad nomor 59 tahun 1997.
5) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, yang dimuat dalam Staatsblaad nomor 52 tahun 1998.
6) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu
“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak tas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta
badan-badan hukum”. Hak atas permukaan bumi, yang disebut hak atas tanah bersumber dari hak
menguasai negara atas tanah. Hak atas tanah dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
perorangan, baik warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan
di Indonesia, badan hukum privat atau badan hukum publik.
UUPA mengatur peralihan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas tanah, yaitu:
a. Pasal 20 ayat (1) UUPA
Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
b. Pasal 28 ayat (3) UUPA
Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
c. Pasal 35 ayat (3) UUPA
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
d. Pasal 43 UUPA
(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maka Hak Pakai
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
(2) Hak Pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan
Dari Pasal-pasal yang mengatur tentang Peralihan Hak-hak Atas Tanah tersebut, yaitu:
(Pasal 20 ayat (1), 28 ayat (3), 35 ayat (3), dan 43). Bahwa Hak Milik merupakan hak yang
terkuat dan terpenuh dari hak-hak yang lainnya, karena Hak Milik ini tidak ada jangka waktunya
serta tidak dapat di ganggu gugat. Sedangkan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai merupakan hak yang hanya dapat menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut/ apa yang
ada di atas tanah tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Terdapat dua cara dalam proses peralihan hak atas tanah yaitu beralih dan dialihkan.
Beralih menunjukkan berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatanhukum yang dilakukan
oleh pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Beralih adalah pindahnya hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun dari pihak yang satu kepada pihak lain, yang disebabkan
meninggalnya pemegang hak atau melalui pewarisan, maka ahli warisnya mendapatkan hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Sedangkan dialihkan menunjuk pada berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan
hukum yang dilakukan pemiliknya, misalnya melalui jual beli. Peralihan hak atas tanah secara
dialihkan atau pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun dari pemegang (subjek) hanya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum
yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak
tersebut.
Perjanjian jual beli adalah persetujuan dimana penjual mengikatkan dirinya untuk kepada
pembeli suatu barang sebagai milik (en eigendom te leveren) dan menjaminnya (vrijwaren)
pembeli mengikat diri untuk membayar harga ynag diperjanjikan. Ada tiga hal yang tercantum
dalam defenisi ini, yaitu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan barang kepada pembeli dan
menjaminnya, serta membayar harga. Dalam Pasal 26 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjelaskan bahwa: jual
beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur
dengan peraturan pemerintah. Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan
wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping
kewarganegaraan Indonesia-nya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan
hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 Ayat 2, adalah batal
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain
yang membebaninya tetap
berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut
kembali.
Penjual berhak dan berwenang menjual hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susunnya, dengan persyaratan berikut ini:
a. Yang berhak menjual adalah orang yang namanya tercantum dalam
sertifikat atau selain sertifikat.
b. Seseorang berwenang menjual tanahnya kalau dia sudah dewasa.
c. Kalau penjualnya belum dewasa, maka dia diwakili oleh pengampunya.
d. Kalau penjualnya diwakili oleh orang lain sebagai penerima kuasa, maka penerima kuasa
menunjukkan surat kuasa notariil.
e. Kalau hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijual adalah
harta bersama, maka penjualnya harus mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari suami atau isteri.
Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka jual beli hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejaba
Pembuat Akta Tanah. Syarat jual beli harus dibuktikan dengan akta PPAT sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu: “Peralihan
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat
oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Agar hak atas tanah beralih dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka diperlukan
suatu perbuatan hukum lain, yaitu berupa penyerahan yuridis (balik nama). Penyerahan yuridis
atau lebih dikenal dengan balik nama ini bertujuan untuk mengukuhkan hak-hak si pembeli
sebagai pemilik yang baru. Sehingga tidak terjadi kesalahan dan mengurangi perselisihan karena
sudah dilakukan peralihan hak atas tanah secara hukum. Yaitu bukti hak atas tanah yang berlaku,
sertifikat tanah merupakan bukti penting atas kepemilikan suatu hak atas tanah.
Surat ini dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan dibawah tangan tanpa adanya akta jual beli
yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Apabila suatu peralihan hak sudah
dibuatkan secara bawah tangan maka untuk
mengajukan balik nama sertifikat tersebut harus dibuatkan lagi akta jual beli di PPAT. Hal-hal
tersebut sering terjadi dan harus diperhatikan sebelum melakukan jual beli tanah adalah
pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada kantor pertanahan yang berwenang, dan
para pihak harus melunasi pajak jual beli atas tanah dan bangunan tersebut.
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 dan Pasal 53 UUPA, yang
dikelompokkan menjadi tiga bidang, yaitu:
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA
masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Jenis-jenis hak tanah
ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah, Hak Sewa untuk Bangunan, dan
Hak Memungut Hasil Hutan.
b. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, yaitu hak atas tanah yang
akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undangundang. hak atas tanah ini
jenisnya belum ada.
c. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam
waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan,
mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah
secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai
tanah-tanah tertentu yang ada di wilayahwilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan
penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di
bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.x
Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terusmenerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun, termasuk surat pemberian tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya. Pendaftaran tanah menentukan hubungan hukum antara seseorang dengan tanah
sebagai benda tetap. Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah sebagai benda tetap
termasuk dalam hukum pertanahan dan bagian dari hukum agraria
Untuk itu dasar hukum penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah UndangUndang Nomor
5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berbunyi untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Menurut pasal
19 Ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria proses pendaftaran tanah terdiri atas 3 kegiatan yaitu
a) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan buku tanah, b) Pendaftaran hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut dan c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan aturan tersebut diketahui bahwa dalam melakukan
pendaftaran tanah, hal yang dilakuakn terlebih dahulu adalah melakukan pengukuran tanah yang
akan didaftarakan. Pengukuran biasanya disaksikan oleh pejabat terkait sebagai bukti keabsahan
pengukuran.
Setelah tahap pertama tersebut selesai, maka diikuti dengan pendaftaran hak atas tanah tersebut
termasuk peralihan hak tersebut di kemudian hari. Setelah proses pendaftaran hak maupun
peralihan hak tersebut selesai, maka sebagai tahap akhir adalah pemberian sertipikat sebagai
surat tanda bukti hak. Kegiatan penyelenggaraan tanah tersebut saling berurutan, berkaitan satu
dengan yang lain, dan merupakan satu kesatuan rangkaian yang akan menghasilkan tanda bukti
hak atas tanah yang disebut sertifikat.
Pengertian pendaftaran tanah tersebut ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA yang
meliputi:
1. Pengukuran, Perpetaan dan Pembukuan Tanah
2. Pendaftaran hak atas tanah dan Peralihan Hak-Hak tersebut
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dijelaskan bahwa pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2)
UUPA, harus meliputi :
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah yang mengahsilkan peta pendaftaran
1.
tanah dan surat ukur serta luas tanah yang bersangkutan
(asas spesialitas)
2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak lain serta bebanbeban terhadap
tanah yang bersangkutan. Pendaftaran tanah ini memberi keterangan tentang status
tanah dan siapa yang berhak atas tanah tersebut (Asas Open Baarhelt). Pemberian
surat-surat tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat (Sertifikat).
Tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal
19 Undang-Undang Pokok Agraria. Yaitu bahwa pendaftaran tanah merupakan tugas Pemerintah
yang diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan (suatu
“rechtskadaster” atau “legalcadaster”). Rincian tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan
dalam Pasal 3 PP 24 Tahun 1997 adalah :
1) Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar. Agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, untuk itu kepada
pemegang haknya
diberikan sertifikat sebagai surat tanda buktinya.
2) Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah,
agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
terdaftar.
3) Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, terselenggaranya pendaftaran tanah secara
baik merupakan dasar dari perwujudan tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan
satuan rumah susun, termasuk peralihan dan hapusnya. Tujuan pendaftaran tanah di
Indonesia telah tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA adalah menjamin kepastian
hukum terhadap hak-hak atas tanah.
Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 2 menyatakan bahwa asas-asas pendaftaran tanah
yaitu:
1) Asas Sederhana
Asas ini dimaksudkan agar ketentuanketentuan pokonya maunpun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihakpihak yang berkepentingan,
terutama para pemegang hak atas tanah
2) Asas Aman
Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah
perludiselenggarakan secara teliti dan cerat sehingga hasilnya dapat memberikan
jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri
3) Asas Terjangkau
Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan,
khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi
lemah. Pelayanan yan diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah
harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan
4) Asas Mutakhir
Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
berkesinambungan dalam pemeliharaan datanya.
5) Asas Terbuka
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor
Pertanahan Kabupatan/Kota.
Kegiatan Pendaftaran tanah dilakukan melalui dua cara,xi yaitu :
1) Pendaftaran tanah secara sistematik.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran yang belum
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara
sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja
jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
2) Pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah suatu
desa/kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik
dilaksanakan atas permintaan atau inisiatif dari pemilik tanah secara individual atau juga
dilakukan oleh beberapa pemilik tanah secara masal dengan biaya dari pemilik tanah itu
sendiri.
Metode Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif yang mendasarkan analisisnya pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan permasalahan hukum yang
menjadi fokus penelitianxii.
Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian yuridis
normatif.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (Case
Approach). Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan secara intensif, terperinci dan
mendalam mengenai gelaja tertentu.xiii Selain itu juga digunakan pendekatan Undang-Undang
(Statute Approach) dimana penelitian dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-
undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditanganixiv
Penelitian ini menggunakan beberapa sumber yang mendukung pelaksanaan penelitian,
antara lain: Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Bahan Hukum Primernya adalah
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Sumber bahan primer ini menjadi data basis utama yang
digunakan dalam penelitian. Sedangkan Sumber bahan hukum sekunder adalah dokumen atau
bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku,
artikel, jurnal, hasil penelitian, makalah dan lain sebagainya yang relevan dengan permasalahan
yang akan dibahas. Sumber bahan kukum sekunder yang digunakan adalah jurnal-jurnal
terdahulu, buku dan pendapat pakar yang berhubungan dengan penelitian ini.
Pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini dilakukan dengan metode Internet Dimana
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengaksesan website internet dan jurnal-jurnal
yang dipublikasikan online mengenai permasalahan hukum yang sesuai dengan tema penelitian.
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan metode deduksi. Metode deduksi adalah
metode yang membahas pernyataan permasalahan dari yang bersifat umum menuju kesimpulan
yang bersifat khusus. Sementara metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analisis
dimana bertujuan untuk memberikan deskripsi atau gambaran mengenai kasus hukum yang
didapatkan dari putusan Makhmah Agung.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
ANALISA PUTUSAN HAKIM No. 61/ Pdt.G / 2016/ PN.RBI
Posisi Kasus
Kasus ini bermula dari adanya gugatan dari MUSA H. MUHAMMAD yang mengajukan
gugatan kepada:
1) MARYATI A.RAHMAN alias MERI selaku Tergugat I yang bertempat tinggal di RT.010
Rw.020 Desa Sai Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima.
2) Pemerintah RI Cq.BPN/Mentri Agraria di Jakarta selaku Tergugat II yaitu Kepala Kantor
Badan Pertanahan Nasional,Kota Bima,Beralamat di Jalan Kartini Keluraha Paruga,Kecamatan
Rasanae Barat,Kota Bima.
Dasar Gugatan yang Diajukan Penggugat
Pada tahun 2000, Pengugat melakukan pembelian tanah kebun kebun/tegalan seluas lebih
kurang 0,50 Hektar yang terletak di So Kota, Watasan Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota pada
tahun 2020 pada seseorang yang dikatakan dengan bukti kwitansi dan sertifikat dengan nomor
00141. Tetapi dikarenakan keterbatasan dana, pembeli belum melakukan balik nama atas tanah
yang dibelinya. Pembeli secara rutin melakukan pembayaran pajak atas tanah tersebut yang
digunakan sebagai sebagai lahan penanaman pohon jambu mete.
Ketika pembeli tanah atau Penggugat akan melakukan balik nama dengan pengajuan
permohonan penerbitan sertifikat pada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima
selaku Tergugat II, ternyata atas keterangan Badan Pertahanan Nasional, tanah yang telah dibeli
tersebut telah dibalik nama dan disertifikat oleh pihak tergugat I. Pembeli atau Penggugat yang
merasa kecewa akan atas perbuatan yang dilakukan pihak tergugat I dan II melakukan gugatan
pada Pengadilan Negeri Rababima yang terdaftar dalam register perkara Nomor
61/Pdt.G/2016/PN.RBI untuk menuntut Badan Pertanahan Nasional Kota Bima melakukan
pencabutan dan pembatalan sertifikat atas tanah sengketa serta pembayaran kerugian moriil
kepada pihak tergugat sebesar Rp. 100.000.000,- secara tanggung renteng.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan, antara
lain:
1. Dasar hukum mengenai peralihan hak atas tanah bersertifikat tanpa melakukan proses balik
nama adalah pada Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan pembuatan perjanjian secara
sah yang berlaku sebagai undangundang bagi para pihak yang membuat” sehingga
seseorang yang memiliki bukti perjanjian penjualan yang sah dari bukti kwitansi penjualan
dan akta jual beli yang telah ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat
dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah. Selain itu, Pasal 1857 KUHPerdata yang
menyatakan akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama
dengan suatu Akta Otentik sehingga seseorang yang memiliki bukti akta yang sah dapat
dinyatakan sebagai pemilik sah tanah.
2. Pertimbangan hukum dalam Putusan No.61/Pdt.G 2016 atas peralihan hak atas tanah
bersertifikat tanpa melakukan proses balik nama dinyatakan telah sesuai berdasarkan alat
bukti yang dihadirkan oleh Pengugat. Namun tidak adanya pemberian sanksi lebih lanjut
terhadap Badan Pertanahan Nasional yang terbukti melakukan pelanggaran akan
pemberian sertifikat kepada pihak Pengugat menjadi kekurangan dari pertimbangan hakim
pada Putusan No.61/Pdt.G 2016.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan penelitian yang didapatkan, adapun beberapa saran yang
diberikan peneliti, yaitu:
1. Diharapkan bagi pihak pemerintah untuk memperjelas persyaratan dan pencatatan transaksi
peralihan hak atas tanah tanpa sertifikat seperti memberikan persyaratan peralihan hak atas
tanah yang harus disaksikan oleh perangkat desa setempat.
2. Diharapkan bagi Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu
mengenai Akta Jual Beli (AJB) yang dimiliki pemilik tanah dari Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) sehingga tidak terjadi pengesahan tanah secara ilegal.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Hari Hariman Maulana, and Betty Dina Lambok. “Akibat Hukum Peralihan Hak Atas
Tanah Berdasarkan Sppt Pbb (Study Di Badan
Pertanahan Naional Kabupaten Kuningan).” Hukum Responsif 10, no. 2 (2019): 45–54.
https://doi.org/10.33603/responsif.v10i2.5057.
Al-Himni, Muhammad Aldi, and Edith Ratna M.S. “Peralihan Hak Atas Tanah Jual Beli Dibawah
Tangan Untuk Tanah Yang Belum Bersertifikat Di
Kabupaten Kubu Raya.” Notarius 15, no. 1 (2022): 475–84.
https://doi.org/10.14710/nts.v15i1.46055.
Asriawati, Dinawita. “KENDALA DALAM MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH
(STUDI PADA KANTOR NOTARIS DAN PPAT FAUZIAH HAMNI, SH KABUPATEN
PADANG LAWAS UTARA).”
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasimriau, 2015.
Benuf, Kornelius, Siti Mahmudah, and Ery Agus Priyono. “Perlindungan Hukum
Terhadap Keamanan Data Konsumen Financial Technology Di Indonesia.” Refleksi Hukum:
Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 2 (2019): 145–60. https://doi.org/10.24246/jrh.2019.v3.i2.p145-
160.
Carma. 3rd International Conference on Advanced Research Methods and Analytics (CARMA
2020). Carma 2020, 2020. https://doi.org/10.4995/CARMA2018.2018.8742.
Ekawati, Dian, Dwi Kusumo Wardhani, Dian Eka Prastiwi, Suko Prayitno, and Agus Purwanto.
“Prosedur Peralihan Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Indonesia.” JAMAIKA : Jurnal Abdi
Masyarakat Program Studi Teknik Informatika Universitas Pamulang 2, no. 1 (2020): 90–
101.
Hadjon, Philipus M., and R. Sri Soemantri Marto Soewgnjo. Pengantar Hukum Administrasi
Negara Indonesia. Gadjah Mada University Press, 2008.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi Dan
Pelaksanaannya. Jakarta: Universitas Trisakti, 2013.
———. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional. Jakarta: Universitas
Trisakti, 2007.
———. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional. Edited by Cet. 3.
Jakarta: Universitas Trisakti, 2017.
Indah, S.C, Maya. Perlindungan Korban, Suatu Perspektif Viktimologi Dan Kriminologi. Jakarta:
Prenadamedia Group., 2014.
Isnaini, Diyan. “Peran Notaris Dalam Pendirian Pt Usaha Mikro Dan Kecil.” Jurnal Hukum Dan
Kenotariatan 5, no. 2 (2021).
Kurniaji, Danar Fiscusia. “Pendaftaran Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan Pengadilan.” FIAT
JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum 10, no. 3 (2017): 433–56.
https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v10no3.786.
Manthovani, Reda, and Istiqomah Istiqomah. “Pendaftaran Tanah Di Indonesia.” Jurnal
Magister Ilmu Hukum 2, no. 2 (2021): 23. https://doi.org/10.36722/jmih.v2i2.744.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007.
Maulidi, Muhammad Jeffry, M. Arba, and Kaharuddin Kaharuddin. “Analisis Hukum Tentang
Peralihan Hak Milik Atas Tanah Dengan Bukti Akta Di Bawah Tangan Sebagai Dasar
Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali (Studi
Di Kabupaten Lombok Tengah).” Jurnal IUS Kajian Hukum Dan Keadilan 5, no. 3 (2017):
414. https://doi.org/10.29303/ius.v5i3.504.
Perangin, Effendi. Praktek Jual Beli Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Raharjo, Andi. “Pengaruh Eva Dan Mva Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Idx30 Di
Bei.” Jurnal Ilmiah Manajemen Ubhara 3, no. 1 (2021): 169.
https://doi.org/10.31599/jmu.v3i1.860.
Rasyidi, Mudemar A. “Hukum Tanah Adalah Hukum Yang Sangat Penting, Dibutuhkan Oleh
Masyarakat/Bangsa Indonesia Di Dalam Kehidupan Sehari-Hari.” Jurnal Mitra Manajemen
Volume 12, no. 2 (2021): hlm. 53-59.
Romadhon, Moh Lubsi Tuqo. Tinjauan Hukum Hak Kepemilikan Tanah Tanpa Sertipikat Tanah
Di Desa Meddelan Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2019.
Sihombing, B. F. Evolusi Kebijakakan Pertanahan Dalam Hukum Tahan Indonesia. Jakarta,
2005.
Tiara, A Y. “Implementasi Pemberian Surat Garapan Oleh Kepala Desa Pilanjau Kecamatan
Sambaliung Kabupaten Berau Kalimantan Timur Dalam Perspektif Sosiologi Hukum.”
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2016.
Wahyuni, S. Qualitative Research Method: Theory and Practice. Jakarta: Salemba Empat, 2012.
i
Danar Fiscusia Kurniaji, “Pendaftaran Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan Pengadilan,” FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu
Hukum 10, no. 3 (2017): 433–56, https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v10no3.786.
ii
Diyan Isnaini, “Peran Notaris Dalam Pendirian Pt Usaha Mikro Dan Kecil,” Jurnal Hukum Dan Kenotariatan 5, no. 2
(2021).
iii
Moh Lubsi Tuqo Romadhon, Tinjauan Hukum Hak Kepemilikan Tanah Tanpa Sertipikat Tanah Di Desa Meddelan
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep (Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2019).
iv
Moh Lubsi Tuqo Romadhon, Tinjauan Hukum Hak Kepemilikan Tanah Tanpa Sertipikat Tanah Di Desa Meddelan
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep (Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2019).
v
Dinawita Asriawati, “Kendala Dalam Melakukan Peralihan Hak Atas Tanah (Studi Pada Kantor Notaris Dan Ppat
Fauziah Hamni, SH Kabupaten Padang Lawas Utara)” (Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasimriau, 2015).
vi
Op Cit., Asriawati, “Kendala Dalam Melakukan Peralihan Hak Atas Tanah (Studi Pada Kantor Notaris Dan Ppat
Fauziah Hamni, SH Kabupaten Padang Lawas Utara).”
vii
Mudemar A. Rasyidi, “Hukum Tanah Adalah Hukum Yang Sangat Penting, Dibutuhkan Oleh Masyarakat/Bangsa
Indonesia Di Dalam Kehidupan Sehari-Hari,” Jurnal Mitra Manajemen Volume 12, no. 2 (2021): hlm. 53-59.
viii
Dian Ekawati et al., “Prosedur Peralihan Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Indonesia,” JAMAIKA : Jurnal Abdi
Masyarakat Program Studi Teknik Informatika Universitas Pamulang 2, no. 1 (2020): 90–101,
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JAMAIKA/article/view/9169/6766.
ix
Muhammad Jeffry Maulidi, M. Arba, and Kaharuddin Kaharuddin, “Analisis Hukum Tentang
Peralihan Hak Milik Atas Tanah Dengan Bukti Akta Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Pendaftaran
Tanah Untuk Pertama Kali (Studi Di Kabupaten Lombok Tengah),” Jurnal IUS Kajian Hukum Dan Keadilan 5, no. 3
(2017): 414, https://doi.org/10.29303/ius.v5i3.504.
x
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, ed. Cet. 3 (Jakarta: Universitas Trisakti, 2017).
xi
Reda Manthovani and Istiqomah Istiqomah, “Pendaftaran Tanah Di Indonesia,” Jurnal Magister Ilmu Hukum 2, no. 2
(2021): 23, https://doi.org/10.36722/jmih.v2i2.744.
xii
Kornelius Benuf, Siti Mahmudah, and Ery Agus Priyono, “Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Data Konsumen
Financial Technology Di Indonesia,” Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 2 (2019): 145–60,
https://doi.org/10.24246/jrh.2019.v3.i2.p145-160.
xiii
S Wahyuni, Qualitative Research Method: Theory and Practice. (Jakarta: Salemba Empat, 2012).
xiv
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007).