Aktivitas Fisik Dan Massa Otot Lansia Non Panti Di Pangkalpinang

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 9

JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.

2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

Aktivitas Fisik dan Massa Otot Lansia Non Panti


di Pangkalpinang

Ratmawati1*, Siti Fatimah-Muis2, Muchlis Achsan Udji Sofro2,Ani Margawati2, dan Martha
Irena Kartasurya2
1. Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang, Indonesia
2. Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Email Korespondensi : [email protected]

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas fisik dan massa otot lansia non panti di Pangkalpinang.
Desain penelitian adalah studi cross sectional dengan melibatkan 132 orang lansia non panti (34 orang
laki-laki dan 98 orang perempuan), usia 60-69 tahun. Data didapatkan dari wawancara dan
pengukuran fisik (berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, massa otot). Penelitian ini menggunakan
uji korelasi dalam analisis variabel. Aktivitas jalan kaki/bersepeda berkorelasi positif dengan indeks
massa otot (r=0,303; p<0,001) pada lansia non panti. Disarankan untuk memberikan edukasi gizi pada
lansia sebagai upaya promosi kesehatan tentang pentingnya aktivitas fisikdalam menghambat proses
sarkopenia. Serta memberikan edukasi gizi pada masyarakat pra lansia tentang perubahan yang
terjadi selama proses penuaan sebagai peluang mencegah penurunan massa otot dan fungsi fisik.

Kata kunci: aktivitas fisik, lansia non panti, massa otot

Physical Activity and Muscle Mass of Independently Living Elderly


in Pangkalpinang

Abstract
The purpose of this study to analyze the physical activity and muscle mass of independently living
elderly in Pangkalpinang. The study design was a cross-sectional study involving 132 people of
independently living elderly (34 men and 98 women), aged 60-69 years. Data were obtained from
interviews and physical measurements (weight, height, physical activity, muscle mass). This study used
correlation test in variable analysis. Walking activities/bicycle were positively correlated with muscle
mass index (r = 0.303; p <0.001) of independently living elderly. It is recommended to provide
nutritional education to the elderly as a health promotion effort on the importance of physical
activityin inhibiting the sarcopenia process. As well as providing nutritional education to the pre-
elderly community about changes that occur during the aging process as an opportunity to prevent a
decrease in muscle mass and physical function.

Keywords: physical activity, independently living elderly, muscle mass

Vol. 6, No.2, Desember 2018 54


JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

PENDAHULUAN dengan pendekatan etnis, genetik, ukuran


Sarkopenia merupakan sindrom tubuh, gaya hidup dan latar belakang budaya
geriatri pada lansia (lanjut usia) ≥ 60 tahun (Vitriana et al, 2016; Chen et al. 2016; Chen et
yang ditandai kehilangan secara progresif al. 2014). Penelitian Kim et al tahun 2013
massa otot, kekuatan otot dan kemampuan dilakukan pada lansia non panti karena
fisik sehingga menurunkan kualitas hidup dan mempunyai interaksi sosial lebih baik dan
kemandirian serta meningkatkan kecacatan aktivitas fisik lebih aktif dibandingkan lansia
dan mortalitas (Naseeb et al, 2017). Etiologi di panti.
sarkopenia bersifat multifaktorial terbagi atas Badan Pusat Statistik melaporkan
primer (fisiologi) dan sekunder atau patologi bahwa rata-rata proporsi lansia (> 60 tahun)
(Deutz et al, 2014). Sarkopenia primer pada tahun 2015, 2016, 2017 adalah 6,31% di
merupakan fenomena kehilangan massa otot Bangka Belitung; 6,38% di Kota
dan fungsi otot karena resistensi anabolik Pangkalpinang;dan 0,9% di Kecamatan
berhubungan dengan usia. Sarkopenia Girimaya. Peningkatan proporsi lansia dapat
sekunder sebagai konsekuensi paparan dari dipengaruhi derajat kesehatan dan
berbagai faktor yang mempengaruhi otot kesejahteraan penduduk, tetapi karena
dengan adanya proses katabolik (Cruz-Jentoft dipengaruhi rendahnya aktivitas fisik dan
et al, 2010). asupan energi protein tidak sesuai kebutuhan
Upaya memperlambat proses menjadi faktor risiko terjadinya sarkopenia
terjadinya sarkopenia terutama aktivitas fisik (Naseeb et al, 2017).
dan asupan protein untuk meningkatkan massa Olahraga memiliki efek positif
otot, fungsi fisik, serta mencapai terhadap massa otot, kekuatan otot dan fungsi
keseimbangan protein otot yang positif. fisik pada populasi lansia dalam penelitian
Sintesis protein otot (muscle protein synthesis) observasional dan intervensi. The Society for
dapat melebihi pemecahan protein otot Sarcopenia, Cachexia, and Wasting
(muscle protein breakdown) melalui asupan merekomendasikan latihan aerobik selama 20
protein adekuat dan olahraga(Naseeb et al, sampai 30 menit tiga kali seminggu, dan
2017). PROT-AGE Study Group merekomendasikan
Individu sehat mengalami penurunan 30 menit per hari(Naseeb et al, 2017).
massa otot 1% per tahun antara usia 20 dan 30 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tahun; sedikit perubahan massa otot, daya otot aktivitas fisik dan massa otot lansia non panti.
dan kekuatan otot antara usia 30 dan 50 tahun; Berdasarkan informasi tersebut, perlu
serta dipercepat usia 50 tahun(Naseeb et al, dilakukan analisis aktivitas fisik dalam
2017). The Asian Working Group for mencegah penurunan massa otot pada lansia
Sarcopenia (AWGS) menyatakan prevalensi non panti.
sarkopenia di Asia mulai dari 2,5% sampai
45,7% (Wu et al, 2016). Penelitian Vitriana et METODE
al (2016), menunjukkan prevalensi sarkopenia Penelitian observasional menggunakan
pada lansia (60-85 tahun) di Bandung desain cross sectional. Penelitian dilakukan di
berdasarkan nilai cut-off rekomendasi AWGS Kecamatan Girimaya wilayah kerja Puskesmas
adalah 9,1%, sedangkan berdasarkan nilai cut- Girimaya Kota Pangkalpinang, bulan Januari –
off populasi Taiwan sebesar 40,6%, karena Februari 2018.
belum adanya nilai cut-off populasi lansia di Subjek penelitian adalah lansia non
Indonesia. panti yang memenuhi kriteria inklusi dan
Penelitian ini menggunakan metode eksklusi di Kecamatan Girimaya wilayah kerja
bioelectrical impedance analysis (BIA) untuk Puskesmas Girimaya Kota Pangkalpinang.
menilai massa otot karena reliabel dan mudah Penentuan jumlah sampel dan wilayahdengan
digunakan (Naseeb et al, 2017). Indikator teknik purposive samplingberdasarkan
penilaian status massa otot lansia berdasarkan pertimbangan kelengkapan data kunjungan Pos
cut-off populasi Taiwan, karena karakteristik Pembinaan Terpadu (Posbindu) Dinas
antropometri dan usia harapan hidupnya Kesehatan Kota Pangkalpinang. Ada 5 (lima)
menyerupai populasi lansia di Indonesia kelurahan di Kecamatan Girimaya, yaitu

55 Vol. 6, No.2, Desember 2018


JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

Kelurahan Batu Intan, Bukit Besar, Pasar Padi, Perempuan 98 74,2


Semabung Baru, dan Sriwijaya. Jumlah subjek Status gizi (IMT)
penelitian berdasarkan perhitungan besar Kurang (< 18,5 kg/m2) 9 6,8
sampel adalah132 orang. Normal (18,5 – 22,9 kg/m2) 29 22,0
Kriteria inklusi: pasien berumur 60-69 Overweight (23,0 – 24,9 kg/m2) 27 20,5
tahun; mampu berjalan secara mandiri tanpa Obesitas (≥ 25 kg/m2) 67 50,7
alat bantu; tidak bertempat tinggal di institusi
Status Pekerjaan
lansia; serta bersedia menjadi partisipan dan
kooperatif. Kriteria eksklusi: penderita Bekerja 96 72,7
alzheimer; penderita diabetes melitus, Laki-laki 27 28,1
kardiovaskular berat dan masalah otot; dan Perempuan 69 71,9
sedang menjalani terapi. Tidakbekerja 36 27,3
Pengambilan data dilakukan setelah Laki-laki 7 19,4
mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Perempuan 29 80,6
Kesehatan (KEPK) FK UNDIP dengan Jenispekerjaan
sertifikat nomor 19/EC/FK-RSDK/I/2018. Laki-laki 27 28,1
Sebelumnya semua subjek diinformasikan
(berkebun, mendakibukit, menebangpohon,
prosedur penelitian dan informed consent serta
mencangkul, tukangbangunan, tukanglas,
menandatangani lembar persetujuan. pengrajinkusen, buruhharian)
Variabel bebas adalah aktivitas fisik, Perempuan 69 71,9
sedangkan variabel terikat adalah massa
(berkebun, mendakibukit, berjualan di pasar,
otot.Pengumpulan datakarakteristik individu
buruhcuci, menimba air, jualananekamakanan,
dan aktivitas fisik dilakukan dengan mengasuhcucu, cleaning service, aktivitas RT)
wawancara menggunakan kuesioner, Keterangan: IMT: indeks massa tubuh (kategori
sedangkan pengukuran massa otot menurut Asia)(Vitriana et al, 2016)
menggunakan Bioelectrical Impedence
Analysis (BIA), digital, body fat monitor FEP- Karakteristik lansia non panti yang
103 (Oserio), dengan menghitung indeks terdiri atas usia, berat badan, tinggi badan, dan
massa otot melalui perbandingan massa otot indeks massa tubuh dapat dilihat pada Tabel 2.
dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan
dalam meter (massa otot/TB2).Data frekuensi Tabel 2. Deskripsi Karakteristik Subjek
aktivitas fisik diambil dalam seminggu Penelitian (n = 132)
terakhir. Variabel X ± SB Median Min - Maks
Semua data diolah melalui proses Usia (tahun)a - 63 60 - 69
editing, coding, dan tabulasi. Analisis data Beratbadan (kg) b
58,7 ± 11,8 - 28,2 – 92,1
menggunakan software statistik secara Tinggibadan (m)b 1,5 ± 0,1 - 1,4 – 1,7
univariat (variabel jenis kelamin, usia, berat Indeksmassatubuh 25,3 ± 4,6 - 13,6 – 37,8
badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, (kg/m2)b
massa otot, indeks massa otot) dan bivariat Keterangan: X : rata-rata; SB: simpangan baku; a:
(variabel aktivitas fisik dan indeks massa otot). tidak terdistribusi normal; b: terdistribusi normal
Analisis bivariat menggunakan uji korelasi
dengan nilai kemaknaan p<0,05. Distribusi frekuensi aktivitas fisik
lansia non panti dapat dilihat pada Tabel 3.
HASIL
Subjek penelitian adalah lansia non Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subjek
panti usia antara 60 - 69 tahun. Karakteristik Penelitian Berdasarkan Aktivitas
subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Fisik (n = 132)
Variabel n %
Tabel 1. Distribusi FrekuensiSubjek Penelitian Tingkat aktivitas fisika
BerdasarkanKarakteristik (n = 132) Aktivitas fisik berat 12 9,1
Variabel n % Aktivitas fisik sedang 84 63,6
Jeniskelamin Aktivitas fisik ringan 36 27,3
Laki-laki 34 25,8
Vol. 6, No.2, Desember 2018 56
JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

Kategori aktivitasb Massa otot (kg)a - 35,1 22,7 – 53,6


Aktif 96 72,7 Indeks massa otot 15,6 ± 1,5 - 10,1 – 20,2
b
Kurang aktif 36 27,3 (kg/m²)
Keterangan: : rata-rata; SB: simpangan baku; a:
Kebiasaan jalan kaki/bersepeda
tidak terdistribusi normal; b: terdistribusi normal
Ya 128 97
Tidak 4 3 Uji korelasi aktivitas fisik dengan
Aktivitas sedentaryc massa otot lansia non panti dapat dilihat pada
< 3 jam (banyak aktivitas) 94 71,2 Tabel 7.
≥ 3 jam 38 28,8
Keterangan: Kategori variabel a,b,c berdasarkan Tabel 7. Uji Korelasi Aktivitas Fisik dengan
Riskesdas (Balitbangkes, 2013) Indeks massa otot
Indeks Massa Otot
Deskripsi aktivitas fisik lansia non Variabel
panti dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai p Nilai r

Tabel 4. Deskripsi Aktivitas Fisik Subjek Aktivitas jalan kakia 0,000** 0,303
Penelitian (n = 132) Aktivitas fisik seharib 0,658 -0,039
b
Variabel X ± SB Median Min-Maks Aktivitas sedentary 0,725 0,031
(menit/hr) (menit/hr) (menit/hr)Keterangan: a: korelasi Pearson; b: korelasi
Aktivitas fisik - 740 600 – 810Spearman; nilai p < 0,001**: sangat bermakna;
seharia nilai p < 0,05*: bermakna; nilai r: koefisien
Aktivitas jalan 19,8 ± 21,1 - 0 – 120 korelasi dan arah korelasi (positif atau negatif)
kaki/bersepedab
Aktivitas - 150 120 – 300 Sebelum analisis korelasi bivariat,
sedentary(duduk/be dilakukan eksplorasi data secara grafis. Pola
rbaring)a hubungan antara variabel dapat terlihat dengan
Keterangan: : rata-rata; SB: simpangan baku; a: memplotkan pasangan sampel data pada
tidak terdistribusi normal; b: terdistribusi normal scatterplots (diagram pencar). Perubahan salah
satu variabel diikuti dengan perubahan
Distribusi frekuensi indeks massa otot variabel lain, baik dalam arah yang sama
lansia non panti dapat dilihat pada Tabel 5. ataupun arah sebaliknya. Kekuatan dan arah
hubungan linier diantara kedua variabel
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Subjek berdasarkan nilai koefisien korelasi (nilai r).
Penelitian Berdasarkan Indeks Massa
Otot(n = 132)
Variabel n %
Indeks massa otot (kg/m2)
Tidak sarkopenia 132 100,0
(laki-laki: ≥ 8,87;
perempuan: ≥ 6,42)
Sarkopenia 0 0
Keterangan: Nilai cut-off berdasarkan indikator
Populasi Taiwan (Vitriana et al, 2016)

Deskripsi parameter sarkopenia


berdasarkan massa otot dan indeks massa otot
lansia non panti dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Deskripsi Parameter Sarkopenia


Subjek Penelitian (n = 132)
Variabel X ± SB Median Min -
Maks

57 Vol. 6, No.2, Desember 2018


JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

dimungkinkan mempengaruhi massa otot


lansia non panti. Risiko mengalami sarkopenia
obesitas juga akan meningkat seiring
bertambahnya usia jika pola makan dan gaya
hidup tidak seimbang (Deutz et al, 2014).
Hal ini memperjelas bahwa sarkopenia
obesitas menjadi beban ganda terhadap lansia
kurang aktif secara fisik karena dapat
meningkatkan risiko resistensi insulin,
dislipidemia, penyakit jantung dan penyakit
metabolisme (Naseeb et al, 2017; Deutz et al,
2014; Cruz-Jentoft et al, 2010). Sarkopenia
berhubungan dengan gangguan fungsional dan
disabilitas yang berdampak terhadap kualitas
hidup dan kemampuan bertahan hidup
sehingga perlu intervensi tepat (Vitriana et al,
2016).
Diketahui dari Tabel 1, ada 96 orang
(72,7%) masih bekerja dan hidup mandiri.
Aktivitas fisik yang dilakukan lansia non panti
berkaitan dengan jenis pekerjaannya setiap
hari. Aktivitas fisik berat seperti berkebun,
mendaki bukit, menebang pohon, mencangkul,
tukang bangunan, tukang las, pengrajin kusen,
buruh harian, berjualan di pasar, buruh cuci,
Gambar 1. Scatterplot Korelasi Aktivitas Jalan menimba air, jualan aneka makanan,
Kaki (A), Aktivitas Fisik (B.), dan Waktu mengasuh cucu, cleaning service; dan aktivitas
Sedentary dengan Indeks Massa Otot (C) fisik sedang seperti aktivitas rumah tangga
(menyapu, mengepel, memasak, berbelanja ke
PEMBAHASAN pasar dan mencuci). Hal ini kemungkinan
Tabel 1 menjelaskan lansia non panti dapat menghambat penurunan kualitas hidup
jenis kelamin terbanyak adalah perempuan: 98 lansia non panti yang aktif secara fisik,
orang (74,2%). Jenis kelamin merupakan salah walaupun status gizi obesitas dan overweight
satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadi pada 94 orang (71,2%).
kekuatan otot dan kinerja fisik lansia. Tabel 2 menjelaskan rata-rata usia
Penelitian Zeng et al (2016) menunjukkan lansia non panti adalah 63 tahun. Usia juga
adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat
berdasarkan metode gait speed. Perempuan mempengaruhi kekuatan otot dan kinerja fisik
memiliki kekuatan otot lebih lemah dan fungsi lansia. Penelitian Zeng et al menyatakan
fisik lebih rendah, sehingga perlu korelasi kekuatan otot dan kinerja fisik
memperhatikan penurunan fungsional selama bervariasi menurut kategori usia serta
proses penuaan dibandingkan laki-laki (Zeng bermakna pada kelompok lansia (Zeng et al,
et al, 2016). Proses penuaan pada laki-laki 2016).
terjadi secara bertahap, sedangkan perempuan Rata-rata indeks massa tubuh (IMT)
terjadi drastis pasca menopause (Naseeb et al, lansia non panti 25,3 kg/m2 dengan kategori
2017). obesitas. Peningkatan massa lemak lansia non
Tabel 1 juga menjelaskan kategori panti dimungkinkan dapat mempengaruhi
status gizi lansia non panti berdasarkan indeks massa otot dengan bertambahnya usia (Wu et
massa tubuh (IMT) terbanyak adalah obesitas: al, 2016).
67 orang (50,7%). Kategori overweight pada Tubuh akan mengalami perubahan luar
27 orang (20,5%) berisiko mengalami biasa selama proses penuaan, salah satunya
obesitas. Pada penelitian ini, status gizi kehilangan otot rangka setelah lima dekade
kurang, overweight, dan obesitas kehidupan, yang disebut sarkopenia (Kim et al,
Vol. 6, No.2, Desember 2018 58
JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

2010). Orang sehat mengalami penurunan Aktivitas fisik berat adalah kegiatan
massa otot 1% per tahun antara usia 20 dan 30 yang dilakukan secara terus menerus minimal
tahun; sedikit perubahan massa otot, daya otot, 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi
dan kekuatan otot antara usia 30 dan 50 tahun; dan napas lebih cepat dari biasanya (seperti
kemudian dipercepat setelah usia 50 tahun menimba air, mendaki gunung, lari cepat,
(Naseeb et al, 2017). Sebelum usia 60 tahun, menebang pohon, mencangkul, dan lainnya)
masih ada peluang mencegah penurunan selama minimal tiga hari dalam satu minggu.
massa otot atau fungsi fisik (Zeng et al, 2016). Aktivitas fisik sedang seperti menyapu,
Perubahan komposisi tubuh merupakan mengepel, dan lainnya minimal lima hari atau
karakteristik dari proses penuaan yang lebih dengan total lamanya beraktivitas 150
dikaitkan dengan penurunan massa otot menit dalam satu minggu. Aktivitas sedentary
skeletal dan peningkatan massa lemak. Status adalah perilaku duduk atau berbaring dalam
gizi obesitas menyebabkan gangguan sehari-hari (membaca, nonton TV, duduk
metabolisme dan mempengaruhi fungsi fisik dalam perjalanan/transportasi, main game, dan
terutama pada populasi lansia wanita di Asia lainnya), tetapi tidak termasuk waktu tidur
(Wu et al, 2016). (Balitbangkes, 2013).
Tabel 3 menjelaskan tingginya tingkat Aktivitas fisik dapat juga
aktivitas fisik lansia non panti kategori aktif dikategorikan menjadi aktif dengan melakukan
(aktivitas fisik berat dan sedang): 96 orang aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya,
(72,7%) dan kebiasaan jalan kaki atau sedangkan kategori kurang aktif dengan tidak
bersepeda: 128 orang (97%). Lansia non panti melakukan aktivitas fisik sedang ataupun
melakukan aktivitas sedentary (duduk atau berat. Perilaku sedentary menjadi faktor risiko
berbaring) < 3 jam: 94 orang (71,2%). Jenis terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh
aktivitas yang dilakukan diantaranya: aktivitas darah, penyakit jantung dan mempengaruhi
berat seperti berkebun, mendaki bukit, umur harapan hidup (Balitbangkes, 2013).
mencangkul, menimba air, menebang pohon, Tabel 5 menjelaskan indeks massa otot
tukang bangunan, buruh harian, upah mencuci, lansia non panti dengan kategori baik (tidak
dan berjualan; aktivitas sedang seperti sarkopenia) sejumlah 132 orang (100%). Hal
menyapu, mengepel, memasak, ke pasar, ini kemungkinan dipengaruhi oleh kebiasaan
mencuci, mengasuh cucu; serta aktivitas lansia non panti dalam melakukan aktivitas
sedentary (duduk atau berbaring) seperti jalan kaki atau bersepeda (97%), rendahnya
membaca, nonton TV, dan duduk dalam aktivitas sedentary dengan perilaku duduk atau
perjalanan. Hal ini kemungkinan dapat berbaring (71,2%), serta sejumlah 72,7%
menghambat penurunan massa otot, menjaga lansia non panti dengan aktivitas fisik dalam
kualitas hidup serta mobilitas lansia non panti. kategori aktif (lihat Tabel 3).
Tabel 4 menjelaskan rata-rata waktu Tabel 6 menjelaskan rata-rata massa
aktivitas fisik lansia non panti setiap hari: 740 otot lansia non panti 35,1 kg dengan indeks
menit, untuk melakukan aktivitas rutin; 19,8 massa otot 15,6 kg/m². Alur penegakan
menit, untuk aktivitas jalan kaki atau diagnosis sarkopenia rekomendasi AWGS
bersepeda; dan 150 menit untuk aktivitas menyatakan jika salah satu atau keduanya dari
sedentary (duduk atau berbaring). Aktivitas pengukuran kekuatan otot dan kecepatan
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang berjalan rendah maka dilanjutkan dengan
dilakukan oleh otot rangka dan memerlukan pengukuran massa otot, jika hasilnya normal
energi (Kobayashi et al, 2013; Tompuri, maka belum dikategorikan sarkopenia dan
2015). Penelitian Kim et al proses tersebut dapat dihambat (Chen et al,
(2012)membuktikan olahraga memiliki efek 2014). Konsensus European Working Group
positif terhadap massa otot, kekuatan otot, dan on Sarcopenia in Older People (EWGSOP)
fungsi fisik populasi lansia. The Society for tahun 2010 menyatakan diagnosis sarkopenia
Sarcopenia, Cachexia, and Wasting dan ditetapkan dengan kriteria rendahnya massa
PROT-AGE Study Group merekomendasikan otot, rendahnya kekuatan otot dan rendahnya
olahraga selama 20 sampai 30 menit selama kemampuan fisik pada lansia (Yu et al, 2016).
tiga kali seminggu (Naseeb et al, 2017).

59 Vol. 6, No.2, Desember 2018


JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

Pengukuran massa otot merupakan (duduk/berbaring) tidak berkorelasi dengan


salah satu penilaian antropometri langsung indeks massa otot (p > 0,05).
yang menggambarkan otot skeletal lansia Hal ini sejalan dengan penelitian
dengan sarkopenia (Naseeb et al, 2017). Zampieri et al (2015), membandingkan fungsi
Perubahan komposisi tubuh terkait usia perlu dan struktur otot pada tiga kelompok, yaitu
diperhatikan dalam intervensi sarkopenia (Kim kelompok pertama: laki-laki mantan instruktur
et al, 2014). Perubahan hormon, inflamasi olahraga, usia 70 tahun (n=5), dan masih rutin
sitokin, stres oksidatif, asupan energi dan gaya berolahraga lebih dari tiga kali seminggu;
hidup merupakan faktor yang berpengaruh kelompok kedua: laki-laki sehat yang
(Chang et al, 2014). sedentary (n=9) dan hanya melakukan
Gambar 1 menjelaskan jika nilai aktivitas rutin sehari-hari; serta kelompok
aktivitas jalan kaki atau bersepeda meningkat, ketiga: laki-laki muda, aktif, usia 27 tahun
maka nilai indeks massa otot juga meningkat. (n=5), dan berolahraga tiga sampai lima kali
Sebaran titik-titik pasangan data membentuk seminggu. Hasil penelitian menyatakan otot
garis serong, menunjukkan kekuatan korelasi skeletal lansia yang terlatih dengan baik lebih
antara aktivitas jalan kaki/bersepeda dengan mirip dengan laki-laki muda yang aktif
indeks massa otot dalam kategori lemah. daripada laki-laki sedentary, sehingga aktivitas
Aktivitas jalan kaki atau bersepeda berkorelasi fisik teratur dapat mengurangi kehilangan
positif dengan indeks massa otot (p < 0,001) struktur dan fungsi otot selama proses penuaan
pada lansia non panti (lihat Tabel 7). (Naseeb et al, 2017).
Gambar 1 juga menjelaskan aktivitas Studi Lifestyle Interventions and
fisik tidak menunjukkan adanya pola Independence for Elders Pilot (LIFE-P)
hubungan linier dengan indeks massa otot. menyatakan bahwa lansia dengan sarkopenia
Tabel 7 menjelaskan waktu melakukan mampu merespon aktivitas fisik untuk
aktivitas fisik sehari-hari tidak berkorelasi memperbaiki kinerja fisik, dengan melakukan
dengan indeks massa otot (p > 0,05). Hal ini latihan aerobik, kekuatan, keseimbangan dan
dimungkinkan karena aktivitas fisik dilakukan fleksibilitas selama 12 sampai 18 bulan dengan
tidak teratur serta 71,2% berstatus gizi berjalan sebagai aktivitas utama. Kondisi
overweight dan obesitas. Status obesitas tanpa sarkopenia atau faktor risiko penyebab
olahraga selama proses penuaan berkontribusi sarkopenia tidak menjadi penghalang bagi
terhadap penurunan massa otot dan kualitas lansia untuk melakukan aktivitas fisik (Liu et
otot disebabkan infiltrasi lemak ke dalam otot al, 2014).
(Deutz et al, 2014).
Hal ini sejalan dengan penelitian Kim SIMPULAN
et al tahun 2013, tentang efek olahraga dan Aktivitas jalan kaki atau bersepeda
suplementasi teh catechin (antioksidan) berkorelasi positif dengan indeks massa otot
terhadap massa otot, kekuatan otot, dan pada lansia non panti.
kemampuan berjalan pada wanita lansia
dengan sarkopenia di Jepang. Kelompok SARAN
latihan berpartisipasi dalam program pelatihan Memberikan edukasi gizi pada lansia
selama 60 menit dua kali seminggu selama sebagai upaya promosi kesehatan tentang
tiga bulan, termasuk peregangan, penguatan pentingnya aktivitas fisik dalam menghambat
otot, keseimbangan, dan latihan berjalan proses sarkopenia.
dengan intensitas sedang. Kombinasi olahraga Memberikan edukasi gizi pada
dan suplementasi teh catechin terbukti masyarakat pra lansia tentang perubahan yang
meningkatkan massa otot dan kemampuan terjadi selama proses penuaan sebagai peluang
berjalan, sehingga memperbaiki fungsi fisik, mencegah penurunan massa otot dan fungsi
sementara olahraga saja dapat meningkatkan fisik.
kemampuan berjalan (Naseeb et al, 2017).
Gambar 1 menjelaskan jika waktu UCAPAN TERIMA KASIH
sedentary tidak menunjukkan adanya pola Pemberi dukungan dana dari BPPSDM
hubungan linier dengan indeks massa otot. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Tabel 7 menjelaskan waktu sedentary
Vol. 6, No.2, Desember 2018 60
JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

serta tenaga gizi dan kader di Puskesmas muscle function with aging:
Girimaya Pangkalpinang. Recommendations from the ESPEN
Expert Group. Clinical Nutrition. 2014;
DAFTAR PUSTAKA 33: 929-936.
Arnold P, Bautmans I. 2014. The influence of Kim HK, Suzuki T, Saito K, Yoshida H,
strength training on muscle activation Kobayashi H, Kato H, et al. Effects of
in elderly persons: A systematic review exercise and amino acid
and meta-analysis. Experimental supplementation on body composition
Gerontology 58:58-68. and physical function in community-
http://dx.doi.org/10.1016/j.exger.2014. dwelling elderly japanese sarcopenic
07.012. women: a randomized controlled trial.
Badan Penelitian dan Pengembangan Journal American Geriatrics Society.
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2012; 60: 1.
Laporan Nasional Riset Kesehatan Kim JH, Choi SH, Lim S, Kim KW, Lim JY,
Dasar (Riskesdas). 2013. p. 139-142. Cho NH, et al. Assessment of
Badan Pusat Statistik Kota Pangkalpinang. appendicular skeletal muscle mass by
Kota Pangkalpinang dalam angka 2015, bioimpedance in older community-
2016, 2017 (proyeksi penduduk). dwelling Korean adults. Archives of
Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Gerontology and Geriatric. 2014; (58):
Bangka Belitung. Provinsi Kepulauan 303-307.
Bangka Belitung dalam angka 2015, Kim JS, Wilson JM, Lee SR. Dietary
2016, 2017 (proyeksi penduduk). implications on mechanisms of
Chang CI, Chen CY, Huang KC, Wu CH, sarcopenia: roles of protein, amino
Hsiung CA, Hsu CC. Comparison of acids and antioxidants (reviews).
three BIA muscle indices fro Journal of Nutritional Biochemistry.
sarcopenia screening in old adults. 2010; 21: 1-13.
European Geriatric Medicine. 2013; Kobayashi S, Asakura K, Suga H, Sasaki S.
(4): 145-149. High protein intake is associated with
Chen LK, Liu LK, Woo J, Assantachai P, low prevalence of frailty among old
Auyeung TW, Bahyah KS, et al. Japanese women: a multicenter cross
Sarcopenia in Asia: consensus report of sectional study. Nutrition Journal.
the Asian Working Group for 2013; 12: 164.
Sarcopenia. Journal Jamda. American http://www.nutritionj.com/
Medical Directors Association. 2014; content/12/1/164.
15 (2): 95–101. doi: Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar J, Lwanga
10.1016/j.jamda.2013.11.025. SK. Adequacy of sample size in health
Chen LK, Lee WJ, Peng LN, Liu LK, Arai H, studies. World Health Organization.
Akishita M. Recent advances in 1990. p. 41-86.
sarcopenia Research in Asia: 2016 Liu CK, Leng X, Hsu FC, Kritchevsky SB,
Update from the Asian Working Group Ding J, Earnest CP, Ferrucci L,
for Sarcopenia. Journal Jamda. 2016; Goodpaster BH, Guralnik JM, Lenchik
xxx: 1.e1-1.e7. L, et al. 2014. The impact of sarcopenia
Cruz-Jentoft AJ, Baeyens JP, Bauer JM, Boirie on a physical activity intervention: the
Y, Cederholm T, Landi F, et al. Lifestyle Interventions and
Sarcopenia: European consensus on Independence for Elders Pilot Study
definition and diagnosis Report of the (LIFE-P). J Nutr Health Aging
European Working Group on 18(1):59-64. doi:10.1007/s12603-013-
Sarcopenia in Older People. 2010; 39: 0369-0.
412-423. doi: 10.1093/ageing/afq034. Liu LK, Lee WJ, Liu CL, Chen LY, Lin MH,
Deutz NEP, Bauer JM, Barazzoni R, Biolo G, Peng LN, Chen LK. 2013. Age-related
Boirie Y, Bosy-Westphal A, et al. skeletal muscle mass loss and physical
Protein intake and exercise for optimal performance in Taiwan: implications to

61 Vol. 6, No.2, Desember 2018


JURNAL KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG Vol. 6, No.2, Desember 2018
P-ISSN.2339-2150, E-ISSN 2620-6234

diagnostic strategy of sarcopenia in for sarcopenia and its management,


Asia. Japan Geriatrics Society review article. Current Gerontology and
13(4):964-71. doi: 10.1111/ggi.12040. Geriatrics Research. Volume 2016.
Morley JE, Argiles JM, Evans WJ, Bhasin S, Article ID 5978523. 10
Cella D, Deutz NEP, Doehner W, pages.http://dx.doi.org/10.1155/2016/5
Fearon KCH, Ferrucci L, Hellerstein 978523.
MK, et al. 2010. Nutritional Zeng P, Han Y, Pang J, Wu S, Gong H, Zhu J,
Recommendations for the Management Li J, Zhang T. 2016. Sarcopenia-related
of Sarcopenia. Journal Jamda. features and factors associated with
American Medical Directors lower muscle strength and physical
Association 11(6):391–396. performance in older Chinese: a cross
doi:10.1016/j.jamda. 2010.04.014. sectional study. BMC Geriatrics (16):
Naseeb MA, Volpe SL. 2017. Protein and 45. DOI 10.1186/s12877-016-0220-7.
exercise in the prevention of sarcopenia
and aging. Nutrition Research.
doi:10.1016/j.nutres.2017.01.001.
Tompuri TT. Metabolic equivalents of task are
confounded by adiposity, which
disturbs objective measurement of
physical activity. Front Physiol. 2015;
6: 226. doi:10.3389/fphys.2015.00226.
Triatmaja NT, Khomsan A, Dewi M. 2013.
Asupan kalsium, status gizi, tekanan
darah, dan hubungannya dengan
keluhan sendi lansia di Panti Werdha
Bandung [skripsi]. Jurnal Gizi dan
Pangan 8(1):25-32. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Vitriana, Defi IR, Nugraha GI, Setiabudiawan
B. 2016. Prevalensi sarkopenia pada
lansia di komunitas (community
dwelling) berdasarkan dua nilai cut-off
parameter diagnosis. MKB 48 (3):164-
170.
Verhoeven S, Vanschoonbeek K, Verdijk LB,
Koopman R, Wodzig WK, Dendale P,
Loon LJCV. 2009. Long-term leucine
supplementation does not increase
muscle mass or strength in healthy
elderly men. Am J Clin Nutr
89(5):1468-1475.
Wardani Z. 2018. Diabetes pada lansia:
Asuhan gizi dan latihan fisik. Buletin
SDM Kesehatan. Edisi Oktober. p: 56-
57.
Wu YH, Hwang AC, Liu LK, Peng LN, Chen
LK. 2016. Sex differences of
sarcopenia in Asian populations: the
implications in diagnosis and
management. Journal of Clinical
Gerontology and Geriatrics (7):37-43.
Yu SCY, Khow KSF, Jadczak AD,
Visvanathan R. Clinical screening tools
Vol. 6, No.2, Desember 2018 62

You might also like