Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Ekstrak Etanol Daun Kenitu (Chrysophyllum cainito L.)
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Ekstrak Etanol Daun Kenitu (Chrysophyllum cainito L.)
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Ekstrak Etanol Daun Kenitu (Chrysophyllum cainito L.)
Abstract
Kenitu (Chrysophyllum cainito L.) grows in Jember region, East Java, with several variants which
can be distinguished from the color and shape of the fruit. They are small round (BK), large round
(BB), green oval (HL), and red round (MB). Kenitu leaves have been shown to provide antidiabetic
activity in vivo, but the molecular mechanism still unknown yet. One of the oral antidiabetic is a
class of α-glucosidase inhibitor. This research aimed to test the activity of Saccharomyces
cerevisiae α-glucosidase inhibitor of several variants of kenitu leaves in Jember, as well as
phytochemical screening. Simplicia powder was extracted using 70% ethanol with ultrasonication
method to obtain a thick extract. α-glucosidase inhibitor activity test was carried out on the negative
control solution (without extract) and the sample solution (extract) using chromogenic method.
Phytochemical screening was done by TLC and tube test. IC50 value of ethanol extract kenitu
leaves variant BK, BB, HL, and MB were 5.476 ± 0.039, 4.869 ± 0.018, 9.465 ± 0.012, and 11.836
± 0.048 µg/ml, respectively. Based on the LSD test, IC50 values between variants of kenitu leaves
were significantly different (p < 0,05). Phytochemical screening result showed that ethanol extract
kenitu leaves contain saponin, triterpenoids, flavonoids, and phenolic compounds. Those
compounds were suspected to contribute on α-glucosidase inhibitor activity, but more study still
needed to isolate the active compounds and evaluate each isolate for its α-glucosidase inhibitor
activity.
Abstrak
Kenitu (Chrysophyllum cainito L.) tumbuh di Daerah Jember, Jawa Timur dengan beberapa varian
yang dapat dibedakan dari warna dan bentuk buahnya yaitu bulat kecil (BK), bulat besar (BB), hijau
lonjong (HL) dan merah bulat (MB). Daun kenitu telah diteliti memberikan aktivitas antidiabetes in
vivo, namun mekanisme molekuler yang memberikan aktivitas tersebut belum diketahui. Salah satu
antidiabetes oral adalah golongan inhibitor α-glukosidase. Penelitian ini dilakukan untuk menguji
aktivitas inhibitor α-glukosidase (dari Sccharomyces cerevisiae) dari daun kenitu beberapa varian
di Jember dan skrining fitokimia. Serbuk simplisia diekstraksi menggunakan etanol 70% dengan
metode ultrasonikasi hingga didapatkan ekstrak kental. Uji aktivitas inhibitor α-glukosidase
dilakukan terhadap larutan kontrol negatif (tanpa sekstrak) dan larutan sampel (ekstrak)
menggunakan metode kromogenik. Skrining fitokimia dilakukan menggunakan metode KLT dan
tube test. Nilai IC50 ekstrak etanol daun kenitu varian BK, BB, HL, dan MB berturut-turut adalah
5,476 ± 0,039; 4,869 ± 0,018; 9,465 ± 0,012; dan 11,836 ± 0,048 µg/ml. Berdasarkan uji LSD, nilai
IC50 antar varian daun kenitu berbeda signifikan (p < 0,05). Hasil skrining fitokimia menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun kenitu semua varian mengandung saponin, triterpenoid, flavonoid dan
fenolik. Senyawa tersebut diduga memberikan aktivitas inhibitor α-glukosidase, namun perlu
dilakukan studi lebih lanjut dengan melakukan isolasi senyawa tersebut.
Ampas dan filtrat dipisahkan dengan cara beberapa varian daun kenitu. Selanjutnya, bila
disaring. Filtrat yang dihasilkan dari masing- diperoleh hasil yang berbeda signifikan dengan
masing varian diuapkan pelarutnya harga p < 0,05 maka dilanjutkan dengan uji LSD
menggunakan rotary evaporator hingga (Least Significant Difference) [12].
didapatkan ekstrak cair. Ekstrak cair diuapkan
pelarutnya di atas waterbath hingga diperoleh Skrining fitokimia
ekstrak kental. Selanjutnya, ekstrak kental a. Alkaloid (Uji Wagner, Mayer dan KLT)
ditimbang untuk mengetahui rendemennya dan Ekstrak sebanyak 300 mg ditambah
disimpan pada suhu rendah, terlindung dari dengan 5 mL HCL 2N kemudian dipanaskan di
cahaya matahari. atas penangas air 2-3 menit, sambil diaduk.
Setelah dingin ditambahkan NaCl 0,3 gram,
Uji aktivitas inhibitor α-glukosidase diaduk kemudian disaring. Filtrat ditambah 5 mL
Uji aktivitas inhibitor α-glukosidase HCl 2N dan dibagi menjadi tiga bagian yang
menggunakan metode kromogenik yang disebut larutan A, B dan C. Larutan A digunakan
dikemukakan oleh Moradi et al. [11] dengan sebagai blanko, larutan B ditambah dengan
beberapa modifikasi sesuai hasil optimasi yang pereaksi wagner dan larutan C ditambah
dilakukan pada penelitian ini. Uji aktivitas dengan pereaksi mayer. Ekstrak mengandung
inhibitor α-glukosidase dilakukan terhadap alkaloid apabila menimbulkan kekeruhan atau
larutan kontrol negatif (larutan tanpa ekstrak) endapan. Selanjutnya, larutan C ditambah
dan larutan sampel (ekstrak). Setiap larutan uji NH4OH 28% sampai larutan menjadi basa,
dibuat larutan blanko masing-masing sebagai kemudian diekstraksi dengan 5 mL kloroform
faktor koreksi. Campuran reaksi terdiri dari 10 µL bebas air, lalu disaring. Filtrat diuapkan sampai
larutan sampel ditambah 120 µL dapar fosfat pH kering, kemudian dilarutkan dalam metanol dan
6,8 dan 20 µL larutan enzim α-glukosidase 0,1 siap untuk pemeriksaan dengan KLT
U/mL dalam microwell. Selanjutnya diinkubasi (Kromatografi Lapis Tipis). Fase diam berupa
selama 15 menit suhu 37oC. Setelah itu, kiesel gel GF 254 sedangkan fase gerak berupa
ditambahkan 20 µL substrat PNPG 10 mM, lalu etil asetat : metanol : air (9 : 2 : 2) dengan
diinkubasi selama 60 menit suhu 37oC. Reaksi menggunakan penampak noda berupa pereaksi
dihentikan dengan penambahan 80 µL natrium dragendorf. Jika timbul warna jingga
karbonat 0,2 M. P-nitrofenol yang dihasilkan menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak
dibaca absorbansinya pada 415 nm [13].
menggunakan microplate reader. Pada blanko, b. Saponin (Uji Forth)
dilakukan tanpa penambahan enzim. Semua Ekstrak 300 mg dimasukkan tabung
pengujian dilakukan tiga kali replikasi. reaksi, kemudian ditambah 10 mL air, dikocok
Aktivitas inhibitor α-glukosidase dari kuat-kuat selama ± 30 detik. Ekstrak
sampel dapat dihitung dengan rumus pada mengandung saponin jika terbentuk busa yang
persamaan 1. stabil dengan ketinggian 1-10 cm dan tidak
K−S hilang setelah ditetesi HCl 2N [13].
Inhibisi (%) = x 100% …(1) c. Steroid dan Triterpenoid (Uji Liebermann-
K
Burchard)
Keterangan:
Ekstrak sebanyak 30 mg pada plat tetes
K = Absorbansi kontrol negatif - blanko kontrol
ditambahkan dengan CH3COOH glasial
negatif
sebanyak 5 tetes dan H2SO4 pekat sebanyak 2
S = Absorbansi sampel - blanko sampel
tetes. Ekstrak mengandung steroid jika
terbentuk warna biru atau hijau sedangkan
IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan
ekstrak mengandung triterpenoid jika
regresi linier, konsentrasi sampel sebagai
memberikan warna merah atau ungu [14].
sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y.
d. Flavonoid (Uji Wilstater dan KLT)
Persamaan regresi y = bx + a yang diperoleh,
Ekstrak sebanyak 100 mg dikocok
digunakan untuk menentukan IC50 dengan
dengan 1 mL n-heksana berkali-kali hingga
rumus pada persamaan 2.
ekstrak n-heksana tidak berwarna. Residu
50−a dilarutkan dalam etanol kemudian ditotolkan
IC50 = … (2)
b pada fase diam lempeng KLT berupa kiesel gel
Data IC50 yang diperoleh kemudian GF 254. Selanjutnya, dieluasi pada fase gerak
dianalisis dengan uji one way ANOVA, tingkat butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) yang dibuat
kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan IC50 dengan cara mencampur ketiga komponen
tersebut, maka akan terjadi dua lapisan. Lapisan 0,05). Artinya, varian daun kenitu mempengaruhi
atas diambil dan dipakai sebagai fase gerak aktivitas inhibitor α-glukosidase. Aktivitas
untuk mengevaluasi senyawa flavonoid. inhibitor α-glukosidase terbesar hingga terkecil
Penampak noda yang digunakan adalah berturut turut adalah ekstrak daun kenitu varian
pereaksi sitroborat. Adanya flavonoid BB > BK > HL > MB.
ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna
kuning intensif [13]. Uji wilstater dilakukan
dengan cara 30 mg ekstrak ditambahkan
dengan 10 mL air panas, dididihkan selama 5
menit, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL
ditambahkan 0,05 mg serbuk Mg dan HCl pekat,
kemudian dikocok kuat-kuat sedangkan sisa
filtrat digunakan sebagai blanko. Uji positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah,
kuning atau jingga [14].
e. Fenolik (Uji ferriklorida)
Ekstrak sebanyak 200 mg ditambahkan
7 mL akuades panas, diaduk dan dibiarkan
hingga suhu kamar, lalu ditambahkan 3-4 tetes
10% NaCl, diaduk, dan disaring. Filtrat dibagi glukosidase dari empat varian
menjadi dua bagian yaitu larutan A dan larutan daun kenitu. Data berupa rata-rata
B. Larutan A digunakan sebagai blanko IC50 ± SD. Nilai a,b, c dan d
sedangkan larutan B ditambah 5 tetes FeCl3. berbeda signifikan (p < 0,05)
Ekstrak positif mengandung fenol apabila berdasarkan uji annova-LSD.
menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru
atau hitam pekat [13]. Hasil skrining fitokimia sampel ekstrak
etanol daun kenitu berbagai varian dapat dilihat
Hasil Penelitian pada Tabel 2.
Hasil ekstraksi daun kenitu yang
dilakukan dengan metode ultrasonikasi Tabel 2. Hasil skrining fitokimia dalam ekstrak
ditunjukkan pada Tabel 1. daun kenitu.
Metabolit Varian Daun Kenitu
Tabel 1. Rendemen ekstrak daun kenitu Sekunder BK BB HL MB
Bobot Bobot Rendemen Alkaloid - - - -
Varian Saponin + + + +
Serbuk Ekstrak (%)
Daun Triterpenoid + + + +
Simplisia Kental
Kenitu Steroid - - - -
(g) (g)
BK 100 11,05 11,05 Flavonoid + + + +
BB 100 12,68 12,68 Fenolik + + + +
HL 100 14,61 14,61
MB 100 7,05 7,05 Pembahasan
Ekstraksi daun kenitu yang dilakukan
Uji aktivitas inhibitor α-glukosidase dengan metode ultrasonikasi ditunjukkan
dilakukan pada konsentrasi 7, 6, 5, 4, 3, dan 2 dengan bobot rendemen. Rendemen adalah
µg/mL untuk varian BK dan BB, sedangkan perbandingan antara ekstrak yang diperoleh
varian HL dan MB dilakukan pada konsentrasi dengan simplisia awal [8]. Tabel 4.1
larutan uji 20, 15, 10, 5, 1, dan 0,1 µg/mL. Hasil menunjukkan adanya perbedaan rendemen
uji aktivitas inhibitor α-glukosidase ditunjukkan yang dihasilkan antar varian daun kenitu karena
dengan nilai IC50 (inhibition concentration 50). jumlah senyawa yang terekstraksi dalam etanol
IC50 adalah konsentrasi sampel atau standar 70% berbeda-beda antar varian [15].
yang dibutuhkan untuk menghambat 50% enzim Skrining fitokimia dilakukan pada
α-glukosidase. Jadi, semakin kecil nilai IC50, golongan senyawa alkaloid, saponin, steroid,
semakin besar aktivitas inhibitor α-glukosidase. triterpenoid, flavonoid dan fenolik. Hasil skrining
Gambar 1. menunjukkan perbedaan nilai. IC50 fitokimia sampel ekstrak etanol daun kenitu
yang signifikan antar varian daun kenitu (p < berbagai varian dapat dilihat pada Tabel 2.
Semua varian daun kenitu mengandung sebagai inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
golongan senyawa saponin, triterpenoid, [22].
flavonoid, fenolik dan tidak mengandung Tabel 3. menunjukkan bahwa IC50 fraksi
golongan senyawa alkaloid serta steroid. Hal ini etanol dan fraksi etil asetat daun kenitu lebih
sama dengan yang dilaporkan Shailajan dan kecil daripada ekstrak etanol daun kenitu,
Gurjar [16] bahwa tidak ditemukan senyawa artinya aktivitas inhibitor α-glukosidase fraksi
alkaloid pada ekstrak metanol daun kenitu etanol dan fraksi etil asetat daun kenitu lebih
namun, tidak sesuai dengan hasil penelitian besar daripada ekstrak etanol daun kenitu.
Koffi et al. [7] yang melaporkan bahwa terdapat
golongan senyawa alkaloid pada ekstrak air Tabel 3. IC50 inhibitor α-glukosidase ekstrak
daun kenitu. Faktor yang dapat menyebabkan etanol daun kenitu, fraksi etanol daun
perbedaan tersebut adalah lingkungan tempat kenitu dan fraksi etil asetat daun
tumbuh yang berbeda. Sahputra [17] kenitu.
melaporkan bahwa ekstrak kulit buah salak yang Varian
IC50 rata-rata ± SD (µg/mL)
berasal dari Yogyakarta mengandung senyawa Fraksi etil
Daun Fraksi etanol
Ektrak etanol asetat
golongan tanin sedangkan ekstrak kulit buah Kenitu [23]
[24]
salak yang berasal dari Balikpapan tidak BK 5,476 ± 0,039 0,285 ± 0,005 0,372 ± 0,003
mengandung golongan senyawa tanin. BB 4,869 ± 0,018 0,287 ± 0,005 0,352 ± 0,001
Beberapa penelitian telah melaporkan HL 9,465 ± 0,012 0,280 ± 0,003 0,327 ± 0,002
MB 11,836 ± 0,048 0,932 ± 0,015 0,185 ± 0,002
bahwa golongan senyawa metabolit sekunder
dalam tumbuhan memiliki peran penting dalam *pengukuran IC50 dilakukan tiga kali replikasi
memberikan aktivitas inhibitor α-glukosidase,
yaitu golongan senyawa alkaloid dari batang Perbedaan tersebut dikarenakan dalam
Tinospora cordifolia [18], golongan senyawa konsentrasi yang sama antara crude ekstrak
triterpenoid dari daun dan ranting Fagus dan fraksinya, senyawa yang diduga
hayatae [19], golongan senyawa polifenol memberikan aktivitas inhibitor α-glukosidase
seperti flavonoid [10]. Gugus hidroksil dari lebih pekat pada fraksinya, sehingga aktivitas
senyawa polifenol membentuk kompleks dengan inhibitor α-glukosidase pada fraksi lebih besar.
menempati sisi aktif enzim sehingga aktivitas Hal tersebut serupa dengan penelitian Siama
enzim α-glukosidase terhambat, tidak terjadi [25] bahwa fraksi etanol dan etil asetat dari kulit
pemecahan oligosakarida menjadi buah maja (Aegle marmelos (L.) Correa)
monosakarida [20]. memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase yang
Oligosakarida dalam lumen usus akan lebih besar daripada ekstrak etanol. Pada Tabel
dipecah oleh enzim α-glukosidase menjadi 3. dapat dilihat bahwa varian MB pada ekstrak
monosakarida, seperti glukosa [3]. Hasil etanol dan fraksi etanol memiliki IC50 terbesar
pemecahan tersebut akan dibawa oleh daripada varian yang lain. Hasil tersebut
transporter menuju pembuluh darah [4]. berkebalikan dengan fraksi etil asetat bahwa
Senyawa polifenol juga berperan dalam varian MB memiliki IC50 terkecil daripada varian
menghambat transporter glukosa seperti SGLT1 yang lain. Perbedaan tersebut dimungkinkan
dan GLUT2 [21]. Jadi, jika ekstrak mengandung karena perbedaan kandungan senyawa pada
polifenol, maka terdapat dua keuntungan yaitu ekstrak etanol, fraksi etanol dan fraksi etil asetat
tidak hanya menghambat enzim α-glukosidase daun kenitu. Ekstrak etanol dan fraksi etanol
tetapi, juga menghambat transporter pembawa daun kenitu tidak mengandung senyawa steroid
glukosa sehingga dapat menurunkan kadar sedangkan fraksi etil asetat mengandung
glukosa dalam darah. senyawa steroid. Senyawa yang diduga lebih
Perbedaan nilai IC50 yang signifikan berperan dalam memberikan aktivitas inhibitor
antar varian daun kenitu dikarenakan perbedaan α-glukosidase pada fraksi etil asetat daun kenitu
kandungan senyawa. Walaupun dari hasil varian MB adalah senyawa steroid. Oleh karena
kualitatif penapisan fitokimia memiliki itu, disarankan untuk melakukan penelitian lebih
persamaan antar varian yaitu tidak mengandung lanjut dengan mengisolasi senyawa aktif yang
alkaloid, steroid dan mengandung saponin, diduga memberikan aktivitas inhibitor α-
triterpenoid, flavonoid serta fenolik, namun jenis glukosidase.
dan kadar senyawa yang menyumbang aktivitas
inhibitor α-glukosidase dapat berbeda-beda. Simpulan dan Saran
Varian tumbuhan yang berbeda berpengaruh Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
terhadap jenis dan jumlah zat berkhasiat disimpulkan bahwa sampel ekstrak etanol daun
[20] Ahmed D, Kumar V, Sharma M, Verma A. [23] Hikmah Z. Uji aktivitas inhibitor alfa-
Target guided isolation, in vitro antidiabetic, glukosidase fraksi etanol daun kenitu
antioxidant activity and molecular docking (Chrysophyllum cainito L.) berbagai varian
studies of some flavonoids from Albizzia dari daerah Jember. Fakultas Farmasi
lebbeck Benth. Bark. BMC Complement Unej; 2015.
Altern Med. 2014; 14: 1-12. [24] Putri LA. Uji inhibitor enzim alfa-
[21] Hanhineva K, Törrönen R, Bondia-Pons I, glukosidase fraksi etil asetat beberapa
Pekkinen J, Kolehmainen M, Mykkänen H, varian daun kenitu (Chrysophyllum cainito
et al. Impact of dietary polyphenols on L.) daerah Jember sebagai antidiabetes.
carbohydrate metabolism. Int. J. Mol Sci. Fakultas Farmasi Unej; 2015 [belum
2010; 11: 1365-1402. dipublikasikan].
[22] Babu MA, Suriyakala MA, Gothandam KM. [25] Siama Y. Uji aktivitas hipoglikemik fraksi
Varietal impact on phytochemical contents kulit buah maja (Aegle marmelos (L.)
and antioxidant properties of Musa Correa sebagai inhibitor alfa glukosidase
acuminata (banana). J. Pharm. Sci. & Res. secara in vitro dan in vivo pada mencit
2012; 4 (10): 1950-1955. jantan (Mus musculus). Fakultas Farmasi
Unhas; 2015.