Tugas Terstruktur Kedua (Tugas Report) : Dokumentasi Jurnal-Jurnal Geometri Ruang

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 56

Tugas Terstruktur Kedua

(Tugas Report)

DOKUMENTASI JURNAL-JURNAL GEOMETRI RUANG

Dosen Pengampu: Reflina, M.Pd

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Yang Diwajibkan


Dalam Mengikuti Perkuliahan GEOMETRI RUANG

Oleh,
KELOMPOK : II
1. ALYA ASTAMI / 0305181024
2. DINI SYARA SAGALA / 0305183201
3. KHOIRUNNISA HASIBUAN / 0305183174
4. NUR AFIFAH USNA PANJAITAN / 0305182115
5. WILDA HUSNA / 0305182087

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Deswita, Nurrahmawati
Vol 2 No 1 Oktober 2019

THE INFLUENCE OF COOPERATIVE LEARNING BASED


ON THE VAN HIELE THEORY TOWARD PROBLEM
SOLVING ABILITY ON GEOMETRY OF MATHEMATICS
EDUCATION STUDENTS

Hera Deswita1, Nurrahmawati2


1,2Universitas Pasir Pengaraian

[email protected]

ABSTRACT One of the mathematical problems whose solution requires the problem solving
ability is geometry. Van Hiele's Theory is a learning solution that can be applied to practice the
problem solving ability of geometry. Van Hiele states that the 5 levels of geometry thinking are
the stages of introduction, analysis, sequencing, deduction and accuracy. The purpose of this
study was to determine whether or not the influence of Van Hiele's theory-based cooperative
learning on the geometrical problem solving abilities of students of Mathematics Education at
Pasir Pengaraian University on space geometry. This study uses a quasi-experimental method
with the design of Two Group Posttest Only. The population in this study were students of
mathematics education at the Pasir Pengaraian University. The technique used for sampling is
saturated samples, namely fifth semester students taking three-dimentional geometry. The
instrument used was a test of problem solving ability. Data analysis using t-test. The results
showed that the acquisition value of sig 0.001 <0.05. Thus it can be concluded that there is an
influence of Van Hiele's theory-based cooperative learning on the ability of problem solving
geometry of students of Mathematics Education at Pasir Pengaraian University on space
geometry.

Kata-kata Kunci: Van Hiele theory, Problem Solving ability, space geometry.

ABSTRAK Salah satu masalah matematika yang penyelesaiannya membutuhkan kemampuan


pemecahan masalah adalah geometri. Teori Van Hiele merupakan solusi pembelajaran yang
dapat diterapkan untuk melatih kemampuan pemecahan masalah geometri. Van Hiele
menyatakan bahwa 5 level berpikir geometri yaitu tahap pengenalan, analisis, pengurutan,
deduksi dan keakuratan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak
pengaruh pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan
pemecahan masalah geometri mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Pasir
Pengaraian pada materi bangun ruang. Penelitian ini menggunakan metode quasi
eksperimen dengan rancangan Two Group Posttest Only. Populasi pada penelitian ini adalah
mahasiswa Pendidikan matematika Universitas pasir Pengaraian. Teknik yang digunakan
untuk pengambilan sampel adalah sampel jenuh yaitu mahasiswa semester lima yang
mengambil matakuliah geometri ruang. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan
pemecahan masalah. Analisis data menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perolehan nilai sig 0.001< 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan pemecahan
masalah geometri mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Pasir Pengaraian pada
materi bangun ruang.

Kata-kata Kunci: Teori Van Hiele, Kemampuan Pemecahan Masalah, Geometri Ruang

Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518 129


Vol 2 No 1 Oktober 2019 Deswita, Nurrahmawati

PENDAHULUAN
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh mahasiswa dalam menghadapi
tantangan global di abad 21, baik masalah di bidang ekonomi, kesehatan, sosial dan
pendidikan adalah kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan
masalah adalah kemampuan memahami masalah, merencanakan strategi dan
melaksanakan rencana pemecahan masalah. keterampilan pemecahan masalah
dapat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang
akan dihadapai dalam kehidupan sehati-hari.
Sebagai calon guru matematika mahasiswa dituntut agar nantinya ketika mengajar
dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa di sekolah.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa
Indonesia masih rendah. Hal ini dibuktikan oleh hasil studi TIMSS (Trend In International
Mathematics And Science Study) 2015 yang baru dipublikasikan Desember 2016 lalu
menunjukkan prestasi siswa Indonesia bidang matematika mendapat peringkat 46
dari 51. Selain itu juga menunjukkan bahwa Indonesia berada pada rangking 36 dari
49 negara dalam hal melakukan prosedur ilmiah. TIMSS memaparkan bahwa
penekanan pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan
keterampilan dasar, hanya sedikit sekali pada penekanan penerapan dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Fakta tersebut membuktikan bahwa tujuan pembelajaran
matematika belum tercapai, yang salah satu adalah menumbuhkan kemampuan
pemecahan masalah. Dengan demikian mahasiswa calon guru matematika dituntut
memiliki kemampuan pemecahan masalah sebelum mengajar matematika di
sekolah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika mahasiswa masih rendah. Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2015:
67-73) menyimpulkan bahwa keterampilan pemecahan masalah mahasiswa masih
rendah. Proses pemecahan masalah yang meliputi: identifikasi soal dan materi
prasyarat, penyusunan rencana penyelesaian, dan mengevaluasi hasil dan rencana
penyelesaian belum dilaksanakan oleh mahasiswa. Kenyataan ini hampir sama
dengan hasil penelitian Rahmatina (2016: 294) yang menyimpulkan bahwa
mahasiswa belum sepenuhnya bisa mengkomunikasikan kemampuan matematisnya
dalam pemecahan masalah bangun ruang sisi lengkung, walaupun soal yang
diberikan merupakan soal matematika untuk SMP kelas IX, namun ternyata
mahasiswa belum mampu menjawab semua soal dengan tepat. Beberapa kesulitan
yang dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah bangun
ruang sisi lengkung diantaranya: mahasiswa tidak memahami maksud pada gambar
yang diberikan sehingga mangalami kesulitan dalam mengkomunikasikan konsep
matematis dalam pemecahan masalah geometri dan kesulitan lainnya yaitu
menentukan rumus yang akan digunakan karena ada bangun di dalam bangun
ruang.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian tersebut maka perlu menemukan solusi
untuk melatih kemampuan pemecahan masalah mahasiswa. Salah satu materi
matematika yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah adalah
geometri. Geometri merupakan cabang matematika yang dipelajari di semua

130 Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518


Deswita, Nurrahmawati
Vol 2 No 1 Oktober 2019
jenjang pendidikan baik pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas
maupun kejuruan seperti teknik dan tata boga. Benda-benda visual yang berkaitan
dengan geometri dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari diantaranya
piramida, rumah, bak mandi, kolam, sawah dan drum dan lain sebagainya.
Mahasiswa sebaiknya dilatih untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena
sering muncul dalam keseharian. Permasalahan tersebut misalnya adalah berapa
besar tangki yang dibutuhkan untuk mengisi air dengan debit dan waktu yang
diketahui.
Sebagai calon guru matematika mahasiswa diharapkan mampu dan terlatih dalam
menghadapi berbagai masalah bidang geometri khususnya bangun ruang. Salah
satu cara ynag dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif. Penerapan Pembelajaran kooperatif dapat melatih mahasiswa
bekerjasama dalam memecahkan masalah yang akan diberikan. Dalam
penerapannya setiap kelompok akan mempelajari modul dan dilengkapi dengan
soal pemecahan masalah yang harus diselesaikan bersama. Untuk menstimulasi agar
mahasiswa menjadi pemecah masalah yang baik, NCTM (1989) menganjurkan agar
pembelajaran memberikan kesempatan agar mahasiwa
1. Dapat membangun pengetahuan matematis baru melalui pemecahan masalah
2. Memecahkan masalah baik yang terdapat dalam matematika maupun konteks
lain
3. Menerapkan berbagai strategi yang cocok dalam memecahkan masalah
4. Memonitor dan melakukan refleksi terhadap proses-proses yang dilakukan dalam
memacahkan masalah-masalah matematika.
Salah satu teori yang dapat diterapkan untuk mendukung peningkatan keterampilan
tersebut adalah Teori Van Hiele. Menurut Safrina (2014: 10) teori ini menjelaskan
bahwa dalam mempelajari geometri, mahasiswa akan melalui tingkatan berpikir
yang berurutan yaitu pengenalan, pengurutan, dedukasi dan akurasi. Musa
(2016:107) menggambarkan bahwa objek (ide-ide) dari level teori Van Hiele tentang
berpikir geometri lebih rinci dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Objek/Ide-ide dari Teori van Hiele

Proses berpikir yang demikian akan melatih siswa agar sistematis dalam
memecahkan masalah dan berpikir agar memperoleh hasil yang diharapkan. Piere
van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof (Usiskin, 1982) mengusulkan tahap-tahap belajar

Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518 131


Vol 2 No 1 Oktober 2019 Deswita, Nurrahmawati

dalam geometri berbasis teori van Hiele diterapkan secara berurutan yaitu tahap
informasi, orientasi terarah, eksplisitasi, orientasi bebas, dan integrasi.
Penerapan tahapan tersebut dalam perkuliahan dapat dilakukan sebagai berikut. 1)
Tahap Inquiri/ tahap informasi merupakan tahap awal yang diisi dengan kegiatan
tanya jawab antara dosen dan mahasiswa mengenai objek-objek yang dipelajari
pada tingkat analisis. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awal
mahasiswa mengenai topik yang akan dipelajari serta mendata mahasiswa sesuai
dengan tingkat berpikirnya. 2) Tahap orientasi terarah, merupakan tahap kedua
yang dilakukan dalam pembelajaran berbasis teori van Hiele. Pada tahap ini,
mahasiswa diarahkan untuk mengamati karakteristik khusus dari objek-objek yang
dipelajari melalui tugas yang diberikan dosen. 3)Tahap penjelasan, merupakan
lanjutan dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini, mahasiswa diarahkan agar dapat
menyatakan pandangan mereka yang muncul mengenai hubungan konsep-konsep
geometri yang telah dikaji dengan bahasa mereka sendiri (misalnya mengenai sifat-
sifat dari bangun geometri yang diamati). 4) Tahap orientasi bebas, pada tahap ini
mahasiswa dihadapkan pada tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang
dapat diselesaikan dengan banyak cara dan memerlukan banyak langkah. Misalnya
mahasiswa ditugaskan untuk membuat memecahkan masalah geometri yang lebih
kompleks. 5) Tahap integrasi, pada tahap ini mahasiswa meringkas dan
menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dengan membuat hubungan antara
objek-objek geometri yang diamati.
Dengan demikian perlu dilakukan penelitian apakah pembelajaran teori van hiele ini
dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa
pendidikan matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan
pemecahan masalah geometri mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Pasir
Pengaraian pada materi bangun ruang.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang termasuk dalam eksperimen semu
dengan menggunakan rancangan Two Group Posttest Only. Populasi di dalam
penelitian adalah seluruh mahasiswa Semester ganjil Program studi Pendidikan
matematika FKIP UPP. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa semester 5 (lima) Pendidikan matematika FKIP UPP yang terdiri dari 2 kelas.
Kepada kedua kelas dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians. Hasil uji
tersebut menyatakan bahwa kedua kelas normal dan homogen sehingga teknik
pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh dapat dilakukan. Instrumen
dalam penelitian ini meliputi instrumen soal pemecahan masalah untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah geometri mahasiswa. Teknik yang digunakan
dalam memperoleh data penelitian adalah tes. Tes dilakukan diakhir penelitian
setelah diterapkan pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele. Tes yang telah
dilaksanakan dinilai dengan menggunakan pedoman penskoran. Pedoman
penskoran yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penskoran Charles,
R., Lester, F., & O'Daffer, P, dan Holistic Rubric Scoring dan dimodifikasi dari rubric

132 Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518


Deswita, Nurrahmawati
Vol 2 No 1 Oktober 2019
penskoran yang digunakan oleh Isharyadi ( 2015: 37). Pedoman penskoran untuk tes
kemampuan pemecahan masalah matematis tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1 . Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Skor Kriteria
4 Jawaban benar dan semua aspek pemecahan
masalah matematis dijawab dengan jelas dan
lengkap
3 Menerapkan strategi penyelesaian yang benar,
namun hanya sebagian aspek pemecahan
masalah matematika yang dijawab dengan benar
2 Memiliki rencana penyelesaian masalah yang
mengarah pada solusi apabila diterapkan dengan
benar
1 Memahami masalah, namun tidak memiliki rencana
penyelesaian yang jelas
0 Tidak memahami masalah sama sekali/ tidak ada
jawaban

Analisis data dilakukan dengan uji-t yaitu independent sample t-test. Sebelum
melakukan uji hipotesis maka dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogorof-Smirnov dan uji homogenitas dengan menggunakan uji levene. Seluruh
proses analisis data dibantu dan memanfaatkan aplikasi program komputer SPSS 18.0
for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data hasil penelitian yang dideskripsikan adalah data post-test tentang kemampuan
pemecahan masalah matematis mahasiswa yang diajarkan dengan pembelajaran
kooperatif berbasis teori Van Hiele dan pembelajaran konvensional pada mata kuliah
geometri ruang. Hasil analisis skor post-test kemampuan pemecahan masalah
matematis dapat dilihat pada Tabel 2 berikut
Tabel 2. Hasil Analisis Skor Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kelas N "
𝒙 S 𝑺𝟐 Xmax Xmin
Eksperimen 26 66,539 16,719 279,538 95 30
Kontrol 22 49,091 15,325 234,848 75 20

Uji normalitas kedua data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa


dilakukan menggunakan uji statistik one-sample Kolmogorov-Smirnov. Kriteria
pengujian yang digunakan adalah jika nilai p-value (Sig.) lebih besar dari nilai 𝛼 =
0.05, maka terima H0. Berikut hipotesis pengujiannya:
H0: kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa berdistribusi normal
H1: kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa tidak berdistribusi
normal

Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518 133


Vol 2 No 1 Oktober 2019 Deswita, Nurrahmawati

Hasil uji normalitas distribusi data kemampuan pemecahan masalah matematis


mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Mahasiswa
Kelas Kormogorov-Sminov Z Sig. Kesimpulan

Eksperimen .156 .106 Terima H0


Kontrol .115 .200 Terima H0

Pada Tabel 3 terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis


mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai nilai Sig. lebih besar dari
taraf nyata (𝛼 = 0,05), hal ini berarti bahwa terima H0. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.
Setalah uji normalitas dilakukan uji homogenitas kedua varians. Uji homogenitas
dilakukan untuk mengetahui apakah variansi data post-test kedua kelas homogen
atau tidak. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai p-value (Sig.) lebih
besar dari nilai 𝛼 = 0.05, maka terima H0.
Hasil perhitungan uji homogenitas data post-test kemampuan pemecahan masalah
matematis dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Mahasiswa Pendidikan Matematika UPP

Levene Statistic df1 df2 Sig. Kesimpulan


0.001 1 46 0.970 Terima Ho

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi
data kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa adalah 0.970.
Karena nilai signifikansinya lebih besar dari taraf signifikansi 𝛼 = 0.05, maka kesimpulan
yang diperoleh adalah terima H0, artinya data kemampuan pemecahan masalah
matematis kedua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians
yang homogen.
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas pada kedua kelas sampel diketahui
bahwa data kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa berdistribusi
normal dan memiliki variansi yang homogen maka selanjutnya dilakukan uji t untuk
menguji hipotesis penelitian. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai p-
value (Sig.) lebih besar dari nilai 𝛼 = 0.05, maka terima H0. Berikut hipotesis statistiknya:
H0 : 𝜇1= 𝜇2
H1 : 𝜇1≠ 𝜇2
Hipotesis yang diuji adalah:

134 Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518


Deswita, Nurrahmawati
Vol 2 No 1 Oktober 2019
H0 : Tidak ada pengaruh pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele
terhadap kemampuan pemecahan masalah geometri mahasiswa
pendidikan matematika Universitas Pasir Pengaraian
H1 : Ada pengaruh pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap
kemampuan pemecahan masalah geometri mahasiswa pendidikan
matematika Universitas Pasir Pengaraian
hasilnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Kemampuan Pemecahan masalah atematis


Mahasiswa Pendidikan Matematika UPP
Standar Sig. Sig. Simpula
Kelas N Rerata
Deviasi (2-tailed) (1-tailed) n
Eksperimen 26 66.539 16.719
0.001 0.0005 Tolak H0
Kontrol 22 49.091 15.325

Berdasarkan Tabel 5 di atas, nilai signifikansi (1-tailed) yang diperoleh adalah 0,0005.
Nilai signifikansi tersebut lebih rendah daripada taraf signifikansi 𝛼 = 0.05, sehingga
kesimpulan yang diperoleh adalah tolak H0. Artinya, ada pengaruh pembelajaran
kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan pemecahan masalah
geometri mahasiswa pendidikan matematika Universitas Pasir Pengaraian
Hasil pengujian hipotesis terhadap data kemampuan pemecahan masalah
matematis mahasiswa menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan
pemecahan masalah geometri mahasiswa pendidikan matematika Universitas Pasir
Pengaraian. Berdasarkan data yang diperoleh dari kedua kelas sampel, rata-rata
nilai mahasiswa dikelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata nilai mahasiswa di kelas
kontrol.
Penyebab rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata nilai kelas
kontrol karena kelas ekperimen diberi perlakuan dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele. Pembelajaran kooperatif
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar bersama dalam
kelompok untuk memahami konsep matematika dengan lebih menyenangkan
sesuai dengan penjelasan Slavin (2009:100) yang menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif bukan hanya sebuah teknik pengajaran yang ditujukan untuk
meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, ini juga merupakan cara untuk
menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial di dalam kelas, yang merupakan
salah satu manfaat penting untuk memperluas perkembangan interpersonal dan
keefektifan. Setiap mahasiswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda, ada yang
berkemamuan tinggi, sedang dan rendah. Pembelajaran berkelompok membuat
mahasiswa bebas untuk bertanya dan berdiskusi dengan teman sebaya terhadap

Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518 135


Vol 2 No 1 Oktober 2019 Deswita, Nurrahmawati

konsep yang belum dipahami. Adakalanya seseorang lebih paham jika suatu konsep
dijelaskan oleh teman dari pada penjelasan guru.
Penerapan teori Van Hiele sangat berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa
pada materi geometri. Pembelajaran berdasarkan teori van Hiele ini memiliki
tahapan-tahapan yang sesuai dengan karakteristik geometri. Dalam pembelajaran
geometri membutuhkan strategi yang tepat agar pemahaman mahasiswa dalam
mempelajari geometri lebih sistematis dan hirarki. Van Hiele menjelaskan tahap-
tahap atau perkembangan mental siswa dalam memahami Dengan demikian teori
Van Hiele sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran geometri dari sekolah
tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan uji hipotesis maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan
pemecahan masalah geometri mahasiswa pendidikan matematika Universitas Pasir
Pengaraian.
Pembelajaran berbasis teori van hiele ini dapat dijadikan sebagai salah satu
alternative bagi pengajar baik guru maupun dosen dalam pembalajaran
matematika khususnya geometri.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Kemenristek Dikti yang telah memberikan dana hibah penelitian
sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Isharyadi, Ratri. 2015. “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Beliefs Matematis
Siswa SMP”. Tesis. Bandung: UPI
Kurniawan. 2015. Analisis Keterampilan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran
Matematika. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : 67-73.
Musa. 2016. Level Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele Berdasarkan
Kemampuan Geometri dan Perbedaan Gender Siswa Kelas VII SMPN 8 Pare-
Pare. Jurnal Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 4(2):103-
116.
NCTM. 2000. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston
VA: Authur.
Rahmatina. 2016. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Calon Guru
Matematika Dalam Pemecahan Masalah Bangun Ruang Sisi Lengkung.
Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika: 287-
294.

136 Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518


Deswita, Nurrahmawati
Vol 2 No 1 Oktober 2019
Safrina, Khusnul dkk. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri
melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Didaktik
Matematika. Vol. 1, No. 1 : 9-20.
Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.

Copyright ã 2019, Jurnal Absis e-ISSN 2654-8739, p-ISSN 2655-4518 137


JOURNAL OF SONGKE MATH
Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59
P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X
http://ejournal.stkipsantupaulus.ac.id/index.php/jsm

RELASI ANTARA VISUALISASI SPASIAL DAN ORIENTASI


SPASIAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
GEOMETRI RUANG
Silfanus Jelatu1, Kanisius Mandur2, Ricardus Jundu3, Yohanes Kurniawan4
1
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Santu Paulus, [email protected]
2
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Santu Paulus, [email protected]
3
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Santu Paulus, [email protected]
4
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Santu Paulus, [email protected]

Abstract
Geometry is one of the critical subjects of mathematics. It includes concepts as points,
lines, planes, space and their relations. Representations of three-dimensional objects using
two-dimensional diagrams bring the difficulties of identification of their properties. The
subfactors of spatial ability were identified as the primary variables in the performances of
students related to geometry subject. The purpose of this study is to investigate the
relationship between spatial visualisation and spatial orientation to the students
understanding of space geometry concepts matter of the eighth-grade students. There are
60 eighth grade students as a sample of the study. The reliability and the validity studies
of the tests were carried out In the first part of the study. In the second part, correlation and
regression analyses were carried out. Significant correlations were found between each
factor. For clarifying the relationships between more than one-factor multiple regression
analyses were used. The results showed that the two predictor variables explained the
65,61 % of the variance in plane geometry test scores. However, a degree of contribution
of each factor differed. The relative impact of spatial orientation ability (B=. 55) was
higher than the spatial visualisation ability (B=. 28).
Keyword: Spatial visualization, Spatial orientation, Understanding conceptual, space
geometry

Cara mensitasi:
Jelatu, S., Mandur, K., Jundu, R., & Kurniawan, Y. (2018). Relasi Antara Visualisasi
Spasial dan Orientasi Spasial terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang. Journal of
Songke Math, 1(1), 47-59.

PENDAHULUAN

Tujuan umum mempelajari matematika ialah membuat seseorang memperoleh pengetahuan


matematika yang dibutuhkan setiap hari, mengajarkan bagaimana memecahkan masalah,
membuatnya memiliki metode memecahkan masalah dan memperoleh metode penalaran (Altun &
Memnun, 2008). Untuk mencapai tujuan ini seseorang harus memiliki pemahaman. Pemahaman

47
48 P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X

untuk menguasai dan memperoleh konsep-konsep matematika. Pemahaman konsep yang kuat
merupakan fondasi terbentuknya kemampuan-kemampuan matematika lainnya.
Gagne membagi konsep matematika menjadi dua yakni, konsep konkret dan abstrak. Konsep
konkret dipelajari mulai dari awal kehidupan oleh orang itu sendiri. Namun untuk mempelajari
konsep abstrak kadang-kadang perlu diajarkan oleh orang lain. Dalam konteks ini, pembelajaran
matematika harus dilakukan agar memperoleh tujuan; 1) siswa memperoleh konsep matematika, 2)
siswa memahami operasi matematika, dan 3) siswa membuat koneksi antara konsep (Özerem,
2012). Selain itu, semua konsep dalam mateematika saling terhubung satu sama lain. Oleh karena
itu, penguasaan konsep prasyarat sangat penting sehingga sebelum proses mengajar latar belakang
siswa harus diuji.
Salah satu topik penting dalam pembelajaran matematika adalah geometri. Pembelajaran
geometri dikatakan penting karena banyak topik dalam pembelajaran matematika seperti kalkulus,
dan lain-lain ditopang oleh geometri. Selain itu, geometri diklaim sebagai komponen penting dari
belajar matematika karena memungkinkan siswa untuk menganalisis dan menafsirkan dunia tempat
mereka tinggal serta memahami kegunaannya untuk dapat terapkan di bidang matematika lainnya.
Membangun pemahaman tentang konsep geometri merupakan satu hal yang penting
dilakukan. Sebagaimana yang diungkapkan Maarif (2015) bahwa salah satu kemampuan yang harus
dimiliki siswa dalam mempelajari geometri adalah membangun pengetahuan tentang konsep dan
prinsip-prinsip geometri baik datar maupun ruang dari perspektif formal dan informal.
Namun, beberapa kajian menunjukan bahwa sebagian siswa masih mengalami kesulitan
dalam membangun pemahaman konsep geometri. Özerem (2012) dalam penelitiannya tentang
“Misconceptions In Geometry And Suggested Solutions For Seventh Grade Students”,
mendeskripsikan bahwa sebagian besar kesulitan belajar geometri siswa disebabkan oleh
pengalaman belajar statis sebelumnya. Siswa harus menonton, mendengar, mencatat, dan berpikir
ketika pelajaran berlangsung. Mereka terpaku pada pembelajaran statis dan memasukkannya ke
dalam ingatan mereka. Hal ini akan menyebabkan kegagalan kognitif dan menimbulkan efek negatif
pada pembelajaran siswa. Kesulitan lainnya adalah kurang memahami bahasa geometrik. Özerem
(2012) menjelaskan bahwa banyak guru telah mengamati dan menemukan bahwa sebagian besar
siswa memiliki banyak kesalahpahaman tentang geometri ketika guru membahas tentang
pembuktian geometri yang pada umumnya melibatkan presentasi lisan dari bukti formal.
Banyak peneliti telah bereksperimen tentang berbagai cara mengajar dan menemukan
masalah serius tentang kesulitan belajar geometri siswa. Beberapa diantaranya menemukan adanya
masalah seperti kurang memahami masalah secara lengkap dan simbol matematika, menghasilkan

JSM, Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59


JSM ISSN 2621-3566 49

bukti berdasarkan elemen visual langsung (Healy & Hoyles, 2000), serta kurang pengetahuan awal
dalam menghasilkan bukti, dan lain-lain. Mengatasi kesulitan dalam belajar geometri, Jelatu (2017)
menjelaskan bahwa pembelajaran geometri seringkali lebih kompleks daripada operasi numerik
atau aljabar dasar. Oleh karena itu lebih penting apabila pembelajaran geometri perlu
menggabungkan pendekatan baru dan teruji seperti menggunakan alat visual dan multimedia di
kelas.
Menurut Gunhan (2014:3) melibatkan proses kognitif visualisasi dan penalaran adalah alur
untuk memperoleh pemahaman konsep geometri (pemikiran geometrik). Visualisasi adalah
keterampilan yang membantu siswa untuk mengenali dan membuat bentuk atau objek baru, dan
mengungkapkan hubungan di antara mereka. Sedangkan geometric reasoning mengacu pada
tindakan menciptakan dan menggunakan sistem konseptual formal untuk menyelidiki bentuk dan
ruang. Kedua proses kognitif ini dapat ditingkatkan melalui metode pembelajaran.
Susilawati et.al (2017) menjelaskan bahwa pemahaman terhadap konsep geometri dapat
dioptimalkan apabila siswa memiliki kemampuan visual spasial yang baik. Memahami aspek
spasial siswa merupakan arah pengajaran matematika yang efektif karena hidup kita dikelilingi dan
dibentuk oleh geometri (ruang dan permukaan). Tujuan utama belajar geometri adalah untuk
memungkinkan siswa agar memiliki pemahaman yang baik tentang konsep-konsep dan prosedur
spasial yang dihadapi dalam kehidupan mereka, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah spasial dalam situasi kehidupan nyata mereka (Lappan, et al. 2014.
Beberapa studi empiris pembelajaran geometri baik di Indonesia maupun tingkat
internasional menemukan bahwa kemampuan spasial yang rendah menyebabkan hasil pembelajaran
geometri kurang memuaskan, (Risma et al., 2013). Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa
kompetensi visualisasi spasial matematis siswa yang masih rendah menyebabkan pembelajaran
geometri belum memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari; (1) ketidakmampuan siswa untuk
memvisualisasikan objek tiga dimensi dan dua dimensi. Data empiris menunjukkan bahwa banyak
siswa membuat kesalahan dalam menggambar objek tiga dimensi menjadi dua dimensi atau
sebaliknya dari dua dimensi ke dalam objek tiga dimensi. (2) kurangnya penginderaan spasial
kreatif yang menyebabkan kesalahan dalam visualisasi spasial, (3) kurang mampu memahami objek
spasial dalam gambar, misalnya garis berpotongan dianggap paralel, (4) kurang mampu
memgkonstruksi representasi visual dalam pikiran, pada kertas, atau menggunakan perangkat
teknologi.

Relasi Antara Visualisasi Spasial Dan Orientasi Spasial Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang
Jelatu, Mandur, Jundu, & Kurniawan,
50 P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X

Kemampuan spasial adalah kemampuan untuk melihat dunia keruangan secara akurat dan
kemampuan untuk melakukan perubahan dengan penglihatan atau membayangkan (Armstrong,
2009). Siswa berkemampuan spasial mampu mengenal, mengelola dan menciptakan gambar,
bentuk, dan ruang tiga dimensi. Oleh karena itu, tinggi rendahnya kemampuan spasial akan
memungkinkan terjadinya diversitas pemahaman terhadap konsep-konsep geometri khususnya pada
materi tentang keruangan (bangun ruang). Beberapa kajian telah menunjukan bahwa kemampuan
spasial berhubungan positif dengan prestasi belajar matematika siswa (Turgut & Yilmas, 2012;
Yarmohammadian, 2014).
McGee (dalam Karaman and Toğrol, 2009) mendeskripsikan bahwa ada dua faktor utama
yang mendasari kemampuan spasial: Visualisasi Spasial (VS) dan Orientasi Spasial (OS). VS
adalah kemampuan untuk membayangkan memanipulasi, memutar, memutar, atau membalikkan
objek tanpa merujuk ke pada objek lain. McGee menjelaskan dimensi penting lainnya, OS sebagai
kemampuan memahami elemen-elemen dari sebuah objek visual untuk tetap tidak terganggu oleh
perubahan orientasi di mana konfigurasi spasial dapat disajikan. Singkatnya, Orientasi Spasial
dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk membayangkan penampakan suatu objek dari
perspektif yang berbeda.
Sebagian besar peneliti melakukan studi tentang kemampuan spasial tanpa memisahkan
perbedaan antara subfaktor kemampuan spasial dan menganggapnya sebagai sebuah kemampuan
tunggal. Namun, Karaman, & Toğrol, (2009) menyatakan bahwa pendekatan lain untuk
menganalisis hubungan antara kemampuan spasial dan kemampuan matematika, seperti yang
dilakukan dalam penelitian ini, adalah membagi kemampuan spasial ke dalam subfaktornya. Oleh
karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terhadap hubungan yang
positif dan signifikan antara sub faktor dari kemampuan spasial yakni antara visualisasi spasial dan
orientasi spasial terhadap pemahaman konsep geometri ruang siswa SMP kelas VII.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara sub faktor dari
kemampuan spasial yakni antara visualisasi spasial dan orientasi spasial terhadap pemahaman
konsep geometri siswa SMP, maka jenis penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian
korelasional. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Stanislaus Borong dengan sampel
sebanyak 60 siswa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kemampuan spasial
siswa dengan kategori kemampuan visualisasi spasial dan orientasi spasial, serta data pemahaman

JSM, Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59


JSM ISSN 2621-3566 51

konsep geometri ruang. Data kemampuan spasial siswa dikumpulkan melalui tes kemampuan
spasial dan data pemahaman konsep geometri dikumpulkan melalui tes pemahaman konsep
geometri.
Sebelum dilakukan pengumpulan data, instrumen yang dibuat dianalisis untuk mengukur
validitas dan reliabilitasnya. Sedangkan sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi regresi, yang terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, uji multikolinearitas, uji
heterokedatisitas, dan uji autokorelasi.
Analisis korelasi dan regresi digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian. Tujuannya
untuk memperjelas hubungan antara lebih dari satu faktor. Pertama, analisis korelasi digunakan
untuk mengetahui keeratan hubungan, dalam hal ini keeratan hubungan antara VS dan OS
terhadap pemahaman konsep geometri ruang. Sedang metode regresi akan membahas tentang
kontribusi VS dan OS terhadap pemahaman konsep geometri ruang dan mengidentifikasi total
kontribusi bersama dua subfaktor kemmapuan spasial terhadap pemahaman konsep geometri ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil tes dilakukan terhadap sampel penelitian maka diperoleh data akhir
kemampuan visualisasi spasial, orientasi spasial dan pemahaman konsep geometri seperti tampak
pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Deskripsi data

Descriptive Statistics
Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Geometry 40 100 68,68 15,038
VS 20 100 60.25 26,262
OS 10 100 56,75 26,262
Berdasarkan hasil pada Tabel 1, nilai rata-rata siswa untuk kecerdasan visualisasi spasial
adalah 60,25 dari skala 100. Hal tersebut menunjukan bahwa kecerdasan visualisasi spasial siswa
berada pada kategori cukup. Data orientasi spasial siswa menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa
adalah 56,75 dari skala 100 sehingga kemampuan orientasi spasial siswa tergolong berada pada
kategori baik.

Relasi Antara Visualisasi Spasial Dan Orientasi Spasial Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang
Jelatu, Mandur, Jundu, & Kurniawan,
52 P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X

Nilai rata-rata yang diperoleh siswa dalam tes pemahaman konsep geometri ruang adalah
62,08 dari skala 100. Skor tersebut masih relatif kecil, apalagi jika di bandingkan dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sekolah yang berkisar pada angka 75. Hal ini sangatlah perlu untuk
mendapat perhatian lebih dari pihak sekolah khususnya para guru matematika di sekolah masing-
masing
Sebelum uji hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi regresi, yang terdiri
dari uji normalitas, uji linieritas, uji multikolinearitas, uji heterokedatisitas, dan uji autokorelasi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 20.0, maka diperoleh
kesimpulan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas (Normal Probality Plot terlihat
titik-titik mendekati dan mengikuti garis diagonalnya), model regresi yang dipakai sudah
berdistribusi linier (signifikansi dari model adalah 0,000 yang lebih kecil dari nilai sig. 0,05), tidak
terjadi kasus multikolinearitas (nilai VIF< 10), tidak terjadi kasus heterokedatisitas (Berdasarkan
gambar plot, data sudah berpola acak, sehingga varian error data konstan), dan tidak terjadi kasus
autokorelasi .
Karena kelima uji asumsi untuk regresi telah terpenuhi, maka dari itu uji hipotesis dapat
dilakukan. Uji korelasi dan regresi dilakukan dalam penelitian ini. Ringkasan hasil analisis korelasi
disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Analsisis Korelasi


Correlations
Visualisasi Orientasi Geometri
Pearson Correlation 1 ,851** ,796**
Visualisasi Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 60 60 60
Pearson Correlation ,851** 1 ,756**
Orientasi Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 60 60 60
**
Pearson Correlation ,796 ,756** 1
Geometri Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 60 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari tabel 2 diatas diperoleh Korelasi Pearson 0.796 artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara kemampuan visualisasi spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang.
Hubungan korelasi antara visualisasi spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang adalah
sangat kuat yang ditunjukkan dengan nilai korelasi mendekati +1, dengan P-value / Sig. sama

JSM, Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59


JSM ISSN 2621-3566 53

dengan 0.00 < 0,05. Jadi, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua
variabel. Selain itu, tanda positif menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara visualisasi spasial
dengan pemahaman konsep geometri ruang adalah hubungan yang positif (berbanding lurus) artinya
semakin tinggi visualisasi spasial seseorang, maka semakin tinggi pula nilai pemahaman konsep
geometri ruang.
Dari tabel 2 diatas diperoleh Korelasi Pearson 0.756 artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara kemampuan orientasi spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang.
Hubungan korelasi antara orientasi spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang adalah
sangat kuat yang ditunjukkan dengan nilai korelasi mendekati +1, dengan P-value / Sig. sama
dengan 0.00 < 0,05. Jadi, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua
variabel. Selain itu, tanda positif menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara orientasi spasial
dengan pemahaman konsep geometri ruang adalah hubungan yang positif (berbanding lurus) artinya
semakin tinggi orientasi spasial seseorang, maka semakin tinggi pula nilai pemahaman konsep
geometri ruang.
Selanjutnya dilakukan analisis regresi. Pertama, dilakukan uji regresi sederhana untuk
menentukan kekuatan hubungan atau besar kontribusi dari masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Proses analisis data dilakukan dengan bantuan SSPS 20.0. Adapun
hasil analisis tersebut dapat ditunjukan pada tabel 3 berikut:
Tabel 3 Ringkasan Analisis regresi Linear sederhana
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Sig.
Square Estimate
VS ,566a ,320 ,594 9,587 ,000
OS ,664a ,435 ,616 9,323 ,000
a. Predictors: (Constant), VS , OS

Ternyata koefisien korelasi R untuk kemampuan visualisasi spasial besarnya 0,566 dan
koefisien determinasi atau R2 besarnya 0,320. Koefisien korelasi tersebut signifikan karena nilai
signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi  yang ditetapkan (0,000 < 0,05). Jadi, kontribusi
variabel kemampuan visualisasi spasial terhadap pemahaman konsep geometri besarnya 32%.
Hasil yang berbeda ditunjukan oleh kemampuan orientasi spasial. Koefisien korelasi R untuk
kemampuan orientasi spasial besarnya 0,664 dan koefisien determinasi atau R2 besarnya 0,435.
Koefisien korelasi tersebut signifikan karena nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi 

Relasi Antara Visualisasi Spasial Dan Orientasi Spasial Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang
Jelatu, Mandur, Jundu, & Kurniawan,
54 P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X

yang ditetapkan (0,000 < 0,05). Jadi, kontribusi variabel kemampuan orientasi spasial terhadap
pemahaman konsep geometri besarnya 43,5%.
Kedua, analisis regresi ganda dilakukan untuk mengetahui apakan ada pengaruh secara
simultan kedua variable independen terhadap variable dependen.
Tabel 4. Koefisien dari analisis regresi berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 17,004 4,990 3,408 ,001
1 Visualisasi ,515 ,143 ,283 1,912 ,000
Orientasi ,274 ,137 ,555 3,750 ,000
a. Dependent Variable: Geometri
Dari tabel 4 di atas, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah:
Y = 17.00 + .55x1 + .27x2
Tampak pada tabel di atas bahwa pengujian koefisien VS diperoleh t sebesar 1, 912 dengan
signifikansi (sig.) lebih kecil dari  = 0,05. Jadi, koefisien persamaan regresi untuk VS signifikan.
Selanjutnya untuk pengujian koefisien OS diperoleh t sebesar 3,750 dengan signifikansi (sig.) lebih
kecil dari  = 0,05. Jadi, koefisien persamaan regresi untuk OS signifikan.
Harga koefisien korelasi ganda antara pemahaman konsep geometri dengan kemampuan VS
dan OS ditampilkan pada tabel yang berbeda seperti tampak di bawah ini.

Tabel 5. Model Summary


Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate F Sig.
a
1 ,810 ,656 ,644 9,315 54,367 ,000b
a. Predictors: (Constant), Orientasi, Visualisasi
b. Dependent Variable: Geometri

Dari kolom luaran SPSS di atas, dapat diperoleh informasi bahwa koefisien korelasi ganda R
besarnya 0,810, sehingga koefisien determinasi atau R2 besarnya 0,656. Pengujian koefisien korelasi
ganda dilakukan dengan statistik F. Perhitungan SPSS meperoleh koefisien F sebesar 54,367
dengan signifikansi 0,000, auh lebih kecil dari taraf signifikansi  yang diteteapkan yakni 0,05.
Jadi koefisien korelasi antara pemahaman konsep geometri ruang dengan VS dan OS signifikan.
Nilai ini menunjukkan bahwa kontribusi semua variabel bebas terhadap variabel terikat secara
simultan adalah sebesar 65,61%. Sementara itu 34,31% sisanya merupakan kontribusi dari faktor-
faktor lain selain faktor yang diwakili oleh variabel bebas.

JSM, Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59


JSM ISSN 2621-3566 55

Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan antara dua komponen
kemampuan spasial meliputi visualisasi spasial dan orientasi spasial terhadap pemahaman konsep
geometri pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Untuk menemukan jawaban, analisis korelasi dan
analisis regresi dilakukan. Pertama-tama, ada tidaknya hubungan dan pola hubungan antara masing-
masing sub faktor kemampuan spasial dan pemahaman konsep geometri siswa kelas delapan
ditentukan. Kedua, kontribusi masing-masing sub faktor kemampuan spasial dan pemahaman
konsep geometri siswa kelas delapan ditentukan. Ketiga, kontribusi total variabel independen
terhadap pemahaman konsep geometri siswa ditentukan.
Menumbuhkan pemikiran matematika, penalaran dan kemampuan pemecahan masalah
diperlukan kesempatan yang lebih besar untuk terlibat dalam dunia spasial (Shawal, 1999). Hal
senada juga ditekankan oleh Hadfield et al. (1992) yang menekankan pentingnya kemampuan
spasial dalam matematika. Kedua pernyatan ini menunjukan pentingnya kemampuan spasial dalam
menguasai matematika. Mereka telah menemukan bahwa faktor spasial menjadi salah satu prediktor
terbaik prestasi matematika.
Seperti yang dapat dilihat dalam tinjauan literatur sebelumnya, sebagian besar peneliti
melakukan studi tentang kemampuan spasial tanpa memisahkan perbedaan antara subfaktor
kemampuan spasial dan menganggapnya sebagai sebuah kemampuan tunggal. Namun, Karaman, &
Toğrol, (2009) serta Cheng dan Mix (2014) menyatakan bahwa pendekatan lain untuk menganalisis
hubungan antara kemampuan spasial dan kemampuan matematika, seperti yang dilakukan dalam
penelitian ini, adalah membagi kemampuan spasial ke dalam subfaktornya.
Dalam penelitian ini dua subfaktor kemampuan spasial yakni visualisasi spasial (VS) dan
Orientasi spasial (OS) merupakan variable yang diakaji hubungannya dengan pemahaman konsep
geometri ruang. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
kuat antara masing-masing subfaktor kemampuan spasial terhadap pemahaman konsep geometri
ruang Hubungan tersebut nampak pada nilai nilai korelasi mendekati +1, dengan P-value /
Sig. sama dengan 0.00 < 0,05. Selain itu, ditemukan pula bahwa korelasi yang terjadi antara kedua
subfaktor tersebut dengan pemahaman konsep geometri ruang adalah hubungan yang positif
(berbanding lurus) artinya semakin tinggi kemampuan visualisasi spasial seseorang, maka semakin
tinggi pula nilai pemahaman konsep geometri ruang. Begitupula dengan kemampuan orientasi
spasial. Penelitian ini mendukung temuan Karaman, & Toğrol, (2009 yang menyatakan bahwa

Relasi Antara Visualisasi Spasial Dan Orientasi Spasial Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang
Jelatu, Mandur, Jundu, & Kurniawan,
56 P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X

terdapat hubungan yang positif dan kuat antara kemampuan visualisasi spasial dan orientasi spasial
terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran geometri.
Kemampuan visualisasi spasial adalah salah satu subfaktor kemampuan spasial. Temuan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan visualisasi
spasial dan pemahaman konsep geometri ruang. Kemampuan visualisasi spasial memberikan
kontribusi sebesar 32 % terhadap nilai tes pemahaman konsep geometri ruang. Selain itu, koefisien
beta 0,28 menunjukkan dampak relatif dari variabel, yang cukup tinggi. Visualisasi spasial telah
terbukti berhubungan dengan pemahaman konsep geometri ruang. Hasil penelitian ini didukung
oleh temuan Idris (2005) yang menyimpulkan adanya hubungan antara spatial visualization ability
dan prestasi belajar matematika yang dilakukan terhadap 1200 siswa SMP di Malatya dengan latar
belakang sosial ekonomi, dan kultural yang berbeda. Selain itu, Nutall dkk. (1985) juga menemukan
adanya hubungan yang konsisten antara keterampilan rotasi mental yang merupakan salah satu
komponen visualisasi spasial dan bakat matematika. Selain itu, Pitta-Pantazi & Christou (2010) juga
telah menyelidiki hubungan antara kemampuan visualisasi spasial dan kemampuan kreatif dan
praktis siswa tentang geometri tiga dimensi. Hasilnya menunjukkan bahwa preferensi dan
pengalaman dalam visualisasi spasial secara signifikan terkait dengan kemampuan praktis siswa
dalam memahami susunan tiga dimensi berupa kubus. Temuan dalam penelitian ini beserta
penelitian terdahulu memberikan informasi bahwa kemampuan spasial pada subfaktor visualisasi
spasial merupakan prediktor kuat terhadap kinerja siswa dalam bernalar tentang geometri 3D.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan spasial siswa dapat
menghasilkan peningkatan pemikiran geometri 3D mereka.
Sub faktor kedua adalah kemampuan orientasi spasial. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan orientasi spasial siswa dan pemahaman
konsep geometri ruang. Kemampuan orientasi spasial memberikan kontribusi sebesar 29% terhadap
pemahaman konsep geometri. Koefisien beta .54 menunjukkan dampak relatif dari variabel, yang
cukup tinggi. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Cheng and Mix (2014) yang
memberikan dua tes yang berbeda yang mewakili visualisasi spasial dan faktor orientasi spasial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua tes memiliki korelasi yang tinggi dengan kinerja
matematika siswa. Ada juga faktor lain seperti persepsi ruang, persepsi kedalaman yang merupakan
komponen kemampuan orientasi spasial yang terbukti berhubungan positif dengan kemampuan
matematika siswa.
Setelah investigasi tentang kontribusi masing-masing sub faktor kemampuan spasial terhadap
pemahaman konsep geometri diselidiki, selanjutkan diselidiki pula kontribusi bersama dari kedua

JSM, Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59


JSM ISSN 2621-3566 57

subfaktor kemampuan spasial. Hasil analisis memperlihatkan informasi bahwa bahwa variabel
visualisasi spasial dan orientasi spasial berpengaruh secara bersama-sama terhadap pemahaman
konsep geometru ruang. Kontribusi total dari faktor-faktor ini terhadap skor tes pemahaman konsep
geometri ruang ditemukan berada pada 65,61%, yang lebih tinggi dari kontribusi faktor-faktor
lainnya yakni 34,31%. Namun tingkat kontribusi masing-masing faktor berbeda. Dampak relatif
dari kemampuan orientasi spasial (koefisien beta dari .55) lebih tinggi daripada dampak dari
kemampuan visualisasi spasial (koefisien beta dari .45). Perbedaan-perbedaan itu terutama muncul
dari sifat dan isi yang berbeda dari kemampuan-kemampuan ini.
Banyak peneliti terdahulu yang mendukung pernyataan bahwa kemampuan spasial penting
untuk pengembangan matematis. Holzinger & Swineford (dalam Risma, 2013) mengungkapkan
bahwa kemmapuan spasial erat kaitannya dengan prestasi belajar matematika utamanya geometri.
Hegarty & Waller (2005) mengungkapkan bahwa setiap subfaktor kemampuan spasial secara
bersama diperlukan untuk mengembangkan pemikiran matematik. Mereka juga berkesimpulan
bahwa kemampuan spasial penting untuk membangun dan memahami representasi spasial yang
abstrak dalam pemecahaman masalah matematika.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pertama, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan visualisasi
spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang. Korelasi antara visualisasi spasial dengan
pemahaman konsep geometri ruang adalah sangat kuat. Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara kemampuan orientasi spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang. Korelasi
antara orientasi spasial dengan pemahaman konsep geometri ruang adalah sangat kuat. Kedua,
kontribusi kemampuan visualisasi spasial terhadap pemahaman konsep geometri besarnya 32%,
sedangkan kontribusi orientasi spasial terhadap pemahaman konsep geometri besarnya 43,5%.
Selain itu, nilai beta .55 menunjukkan dampak relatif dari orientasi spasial lebih tinggi dari dampak
visualisasi spasial yakni .28 terhadap pemahaman konsep geometri ruang. Ketiga, total kontribusi
kedua subfaktor kemampuan spasial secara simultan adalah sebesar 65,61%. Sementara itu 34,31%
sisanya merupakan kontribusi dari faktor-faktor lain selain faktor yang diwakili oleh variabel bebas.

Relasi Antara Visualisasi Spasial Dan Orientasi Spasial Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang
Jelatu, Mandur, Jundu, & Kurniawan,
58 P-ISSN 2621-3566; E-ISSN 2621-363X

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada bapak kepala sekolah SMP Stanislaus Borong yang telah mengijinkan
peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah dipimpin.

DAFTAR RUJUKAN

Altun, M., & Memnun, D. S. (2008). Mathematics Teacher Trainees'skills And Opinions On
Solving Non-Routine Mathematical Problems. Journal of Theory & Practice in Education
(JTPE), 4(2).
Armstrong, T. (2008). Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria: ASCD
Chao, J. Y. & Liu, C. H. (2017). A case study on the spatial conceptualization abilities for sixth
grade elementary students from urban, suburban and remote schools. EURASIA Journal of
Mathematics Science and Technology Education, 13 (6):1675-1686
Cheng, Y. L., & Mix, K. S. (2014). Spatial training improves children's mathematics
ability. Journal of Cognition and Development, 15(1), 2-11.
Gunhan, B. C. (2014). A case study on the investigation of reasoning skills in geometry. South
African Journal of Education, 34(2), 01-19.
Hadfield, O. D., Martin, J. V., & Wooden, S. (1992). Mathematics Anxiety and Learning Style of
the Navajo Middle School Student. School Science and Mathematics, 4, 171-176.
Healy, L., & Hoyles, C. (2000). A study of proof conceptions in algebra. Journal for research in
mathematics education, 396-428.
Hegarty, M., & Waller, D. A. (2005). Individual differences in spatial abilities. In In P. Shah & A.
Miyake (Eds.). Cambridge: Cambridge University Press.
Idris, N. (2005). Spatial visualization and geometry achievement of form two students. Jurnal
Pendidikan, Universiti Malaya, 29-40. ISSN 0126-5261.
Jelatu, Silfanus. 2017. Pengaruh Penerapan Strategi REACT Berbantuan media GeoGebra
terhadap pemahaman konsep matematika ditinjau dari kemampuan spasial siswa kelas VIII SMP
St. Stanislaus Borong. UNDIKSHA. Tesis: Tidak dipublikasikan
Karaman, T., & Toğrol, A. Y. (2009). Relationship between gender, spatial visualization, spatial
orientation, flexibility of closure abilities and performance related to plane geometry subject among
sixth grade students. Boğaziçi Üniversitesi Eğitim Dergisi, 26(1).
Lappan, G., Phillips, E. D., Fey, J. T., Friel, S. N., Grant, Y., & Stewart, J. (2014). Connected
mathematics 3. Boston, MA: Pearson.
Maarif, Samsul. 2014. Pembelajaran Geometri berbantuan Cabri 2 Plus (Panduan Praktis
Mengembangkan Kemmapuan Matematis. Bogor: In Media
Maier, P. H. (1998). Spatial geometry and spatial ability-how to make solid geometry solid?
Selected papers from the Annual Conference of Didactics of Mathematics 1996, 63-75

JSM, Vol. 1 No. 1, June 2018, pages: 47~59


JSM ISSN 2621-3566 59

Nuttall, R., Casey, M. B., Peazaris, E., & Benhow, C. P. (1995). The influence of spatial ability on
gender differences in mathematics college entrance test scores across diverse samples.
Developmental Psychology, 31(4), 697-705
Özerem, A. (2012). Misconceptions in geometry and suggested solutions for seventh grade
students. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 55, 720-729.
Pittalis, M., & Christou, C. (2010). Types of reasoning in 3D geometry thinking and their
relation with spatial ability. Educ Stud Math, 191-212.
Risma, D. A., Putri, R. I. I., & Hartono, Y. (2013). On developing students’ spatial visualisation
ability. International Education Studies, 6(9), 1.
Shawal, M. A. (1999). An investigation of the relationship between spatial ability and mathematics
learning for Yemeni students. UMI ProQuest Digital Dissertations, Retrieved from
http://wwwlib.umi.com/dissertations/ fullcit/9923693.
Susilawati, W., Suryadi, D., & Dahlan, J.A. (2017). The improvement of mathematical spatial
visualization ability of student through cognitive conflict. IEJME-Mathematics Education, 12(2),
155-166
Turğut & Yılmaz, 2012. Relationships Among Preservice Primary Mathematics Teachers’ Gender,
Academic Success And Spatial Ability. International Journal of Instruction 5 (2), 6-20
Yarmohammadian, A. (2014). The relationship between spatial awareness and mathematic disorders
in elementary school students with learning mathematic disorder. Psychology and Behavioral
Sciences. 3(1), 33-40

Relasi Antara Visualisasi Spasial Dan Orientasi Spasial Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang
Jelatu, Mandur, Jundu, & Kurniawan,
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

PENERAPAN BAHAN AJAR GEOMETRI RUANG BERBANTUAN


GEOGEBRA PADA MATERI IRISAN BIDANG PADA BANGUN RUANG

Destia Wahyu Hidayati1), Lenny Kurniati2)


1
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, IKIP Veteran Jawa Tengah
email: [email protected]
2
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, IKIP Veteran Jawa Tengah
email: [email protected]

Abstract
One of subject material which is learned by students in Mathematics Education
Program is 3D-Shapes Geometry. The average of 3D-Shapes Geomery students’s
mark in IKIP Veteran Jawa Tengah is still under 70. The average of 3D-Shapes
Geometry student’s mark is low because their critical thinking ability is low too.
It is caused by learning material which is used. This teaching aid just consists of
material and exercise. Students also too depend on confirmation from their
lecturer to give decision of the truth answer when they were doing the exercise in
the learning material. The solution of this problem is they can use 3D-Shapes
Geometry Learning using Geogebra because they can check the truth answer by
Geogebra. There are steps that students do when they were using Geogebra. This
research is quantitative research. Instrument of this research is critical thinking
ability test. This research use One Sample T-Test and gain. The conclusion of
this research are the average of 3D-Shapes geometry’s mark is more than 70 and
the increase of average 3D-Shapes Geometry’s mark is in the middle category.

Keywords: Learning material, 3D-shapes geometry, geogebra, critical thinking


ability

1. PENDAHULUAN
Geometri Ruang merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh
mahasiswa Pendidikan Matematika. Di dalam Mata Kuliah Geometri Ruang juga terdapat
materi irisan bidang pada bangun ruang. Materi ini juga masuk dalam materi di tingkat
menengah (SMA). Pengetahuan mahasiswa Pendidikan Matematika mengenai materi irisan
bidang pada bangun ruang akan mempengaruhi proses pembelajaran materi tersebut saat
mengajar di sekolah. Berdasarkan observasi, rata-rata nilai tugas mata kuliah Geometri
Ruang pada materi birisan bidang pada bangun ruang adalah 54. Rendahnya nilai ini akan
berkaitan dengan rendahnya kemampuan berpikir kritis matematika. Kemampuan berpikir
kritis matematika ini merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi di bidang
matematika (Abdullah, 2013).
Selama ini, mahasiswa Pendidikan matematika di IKIP Veteran Jawa Tengah hanya
menggunakan diktat yang aisinya hanya materi dan latihan soal saja saat belajar Geometri
Ruang. Hal ini sebenarnya kurang cocok bagi pembelajaran Geometri Ruang, karena materi
pada Geometri Ruang berkaitan dengan spasial atau keruangan bangun dimensi 3 yang akan
lebih cocok jika menggunakan software tertentu untuk memperjelas wujud keruangan.
Software tersebut adalah Geogebra. Penggunaan geogebra dapat membuat pembelajaran
geometri menjadi menarik karena dapat memvisualisasikan obyek-obyek abstrak menjadi
konkret (Pranawestu, Kharis, dan Mariani, 2012). Penggunaan Geogebra dalam
pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Ariawan, 2014). Pembelajaran
yang menggunakan Geogebra dapat membuat siswa lebih banyak ekslorasi sehingga dapat
merangsang kreatifitas berpikir siswa (Atikasari dan Kurniasih, 2015).

121
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

Kemampuan berpikir kritis matematika merupakan aspek penting yang diperlukan


siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika (Mahmuzah, 2015). Berpikir kritis
dapat mengembangkan lingkungan belajar dari mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat
meningkatkan dirinya sendiri menjadi guru yang berkualifikasi (Aktaş and Űnlű, 2013).
Berpikirkritis juga dapat dipelajari melalui praktik serta kesadaran, sehingga mahasiswa
dapat mempraktikkan kemampuan intelektual (Florea and Hurjui, 2015). Masalah-masalah
matematika merupakan masalah-masalah yang berkaitan dengan matematika. Tidak hanya
masalah matematika, kemampuan berpikir kritis juga sangat berguna untu memecahkan
masalah sehari-hari (Prihartini, Lestari, dan Saputri, 2018). Indikator kemampuan berpikir
kritis menurut Facion adalah interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi (Filsaime, 2008).
Mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir kritis akan lebih mampu dalam
menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menginferensi. Mahasiswa yang
mempunyai kemampuan berpikir kritis tinggi tidak akan asal-asalan dalam menyelesaikan
masalah, baik masalah sehari-hari maupun masalah matematika. Mahasiswa akan lebih teliti
dan memikirkan lebih lanjut tentang proses dan hasil penyelesaian masalah.
Tujuan dari penelitian ini ada 2 macam. Tujuan pertama adalah untuk mengetahui
apakah rata-rata kemampuan berpikir kritis matematika mahsiswa yang menggunakan bahan
ajar Geometri Ruang berbantuan geogebra . Tujuan kedua dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui tingkat peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika.

2. KAJIAN LITERATUR
Bahan ajar adalah sebuah alat dan media yang dapat memberikan peluang kepada
siswa untuk memperoleh pengalaman belajar (Nurjaya, 2012). Bahan ajar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bahan ajar Geometri Ruang berbantuan Geogebra. Bahan Ajar ini
dilengkapi dengan sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, pengenalan
Geogebra, materi gambar bangun ruang, materi relasi antar unsur-unsur ruang, materi garis
tegak lurus bidang, materi jarak, materi sudut dalam ruang, materi prisma, materi limas,
materi irisan bidang dan bangun ruang, materi tabung, materi kerucut, materi bola, dan daftar
pustaka. Di setiap materi disertai langkah-langkah yang bisa dipraktikkan mahasiswa
menggunakan Geogebra. Geogebra adalah program dinamis yang digunakan sebagai media
pembelajaran dengan tujuan memvisualisasikan dan mengkonstruksi konsep-konsep
matematis (Sihwidi, 2016). Penggunaan media teknologi komputer (Geogebra) dapat
meningkatkan kemampuan pemahan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa
(Batubara, 2017). Aplikasi Geogebra dapat meningkatkan aktifitas siswa pada pembelajaran.
Hasil pembelajaran dapat ditingkatkan melalui pembelajaran menggunakan Geogebra
(Pianda, 2016). Kemampuan berpikir kritis termasuk dalam hasil pembelajaran sehingga,
bisa dikatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui pembelajaran
menggunakan Geogebra
Indikator-indikator yang masuk dalam kemampuan berpikir kritis menurut Facion
adalah interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi (Filsaime, 2008). Interpretasi merupakan
kegiatan memahami suatu makna dari berbagai macam situasi, data, prosedur, dan kriteria-
kriteria. Analisis merupakan kegiatan mengidentifikasi hubungan-hubungan antara
pernyataan-pernyataan, konsep-konsep, deskripsi, atau bentuk representasi lainnya. Evaluasi
merupakan kegiatan menaksir kredibilitas dari hubungan pernyataan-pernyataan atau
representasi-representasi yang ada. Inferensi merupakan kegiatan mengidentifikasi serta
memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk menyusun kesimpulan yang masuk akal.

3. METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian dimulai dari peneliti memberikan soal awal pada materi irisan
bidang dan bangun ruang untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika sebelum
pembelajaran menggunakan bahan ajar Geometri Ruang berbantuan Geogebra dilakukan

122
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

untuk materi yang sama yaitu materi irisan bidang dan bangun ruang. Soal ini sebelumnya
diukur reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda.
a) Reliabilitas
Reliabilitas soal instrument dapat menggunakan rumus Alfa Cronbach.

( )( ) (1)
Keterangan:
= koefisien reliabilitas
k = jumlah butir soal dalam tes
= varians dari skor item ke-i
= varians dari skor total
(Reynolds, Livingston, dan Willson, 2010)
Reliabilitas instrument dapat dikatakan baik jika koefisien alpha lebih dari 0,70 (Mardapi,
2008). Koefisien alpha dari instrument soal tes kemampuan berpikir kritis adalah 0,77
sehingga termasuk dalam kategori reliabel.
b) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran butir tes menggunakan rumus berikut
P= (2)
Keterangan :
P = indeks kesukaran butir
= skor rata-rata butir
N = jangkauan skor yang mungkin
(Reynolds, Livingston, dan Willson, 2010)
Soal dengan P < 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan 0,30 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P > 0,70 adalah soal mudah (Hayat, Sumarna, dan Suprananto, 1999).
Soal nomor 1 kategori sedang, nomor 2 kategori mudah, nomor 3 kategori mudah, nomor 4
kategori sedang, nomor 5 kategori sedang.
c) Daya Beda
Daya beda ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Momen dari Pearson
yang diterapkan pada data.
∑ (∑ )(∑ )
(3)
√{ ∑ (∑ ) }{ ∑ (∑ ) }
Keterangan :
rxy = Indeks daya beda (koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y)
X adalah skor tiap item dan Y adalah skor total
X = Skor butir soal
Y = Skor total
N = banyaknya peserta tes
(Reynolds, Livingston, dan Willson, 2010)
Daya beda dinyatakan baik jika minimum besarnya 0,3 (Mardapi, 2008). Semua soal
mempunyai daya beda > 0,3 sehingga daya beda baik.
Peneliti kemudian menilai hasil pengerjaan soal awal yang dinamakan data awal.
Setelah pembelajaran menggunakan bahan ajar Geometri Ruang berbantuan Geogebra
dilakukan, peneliti memberikan soal untuk kemampuan berpikir kritis matematika dan
hasilnya dinamakan data akhir. Soal yang diberikan adalah soal yang sama dengan soal awal.
Data akhir ini akan diuji menggunakan One Sample T-Test untuk menguji ketuntasan. Selain
ketuntasan, peneliti juga menggunakan Uji gain untuk mengetahui kategori peningkatan
kemampuan berpikir kritis.
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Matematika IKIP Veteran Jawa
Tengah Objek penelitian pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematika.

123
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

Alat pengumpulan data yang dgunakan pada penelitian ini adalah soal kemampuan berpikir
kritis matematika dengan teknik pengumpulan data berupa tes.
Teknik analisis data yang digunakan pada data awal yaitu uji normalitas untuk
mengetahui data awal berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang digunakan yaitu.:
H0 : data berdistribusi normal.
H1 : data tidak berdistribusi normal.
| ( ) ( )| (4)
Jika , dimana adalah peserta tes, maka ditolak (Siegel, 1994). Pengujian

hipotesis pada penelitian ini dengan melihat kriteria jika , maka H0 ditolak
(Santoso, 2002).
Teknik analisis data yang digunakan pada data akhir ada lah uji normalitas, uji One
Sample T Test, dan uji Gain.
1) Uji Normalitas
Hipotesis yang digunakan yaitu.:
H0 : data berdistribusi normal.
H1 : data tidak berdistribusi normal.
Rumus yang diguakan sama dengan rumus (4)
Jika , dimana adalah peserta tes, maka ditolak (Siegel, 1994). Pengujian

hipotesis pada penelitian ini dengan melihat kriteria jika , maka H0 ditolak
(Santoso, 2002).
2) Uji One Sample T Test
Hipotesis yang digunakan dalam uji ketuntasan minimal.
H 0 : rata-rata kemampuan berpikir kritis 70
H a : rata-rata kemampuan berpikir kritis > 70
Rumus yang digunakan adalah :
̅
(5)

Keterangan:

x = rata-rata kemampuan pemecahan masalah
s = simpangan baku
n = banyaknya siswa (Sudjana, 2005).
Uji ketuntasan individu pada penelitian ini menggunakan One Sample Test pada program
SPSS dengan kriteria jika nilai sig > 0,05, maka H 0 diterima. (Santoso, 2002)
3) Uji Gain
Rumus normalized gain 〈 〉 sebagai berikut:
〈 〉 (6)
Keterangan:
Spost = Skor posttest
Spre = Skor pretest
Smaks = Skor maksimal (100)
(Hake, 1998)
Selanjutnya nilai normalized gain 〈 〉 yang diperoleh diterjemahkan dalam tabel kriteria
normalized gain 〈 〉 pada Tabel 1.

124
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

Tabel 1. Kriteria Normalized Gain 〈 〉 untuk Kemampuan Berpikir Kritis


Normalized Gain 〈 〉 Kriteria
〈 〉 Rendah
〈 〉 Sedang
〈 〉 Tinggi

4. HASIL PENELITIAN

Hasil uji normalitas data awal disajikan pada Tabel 2.


Tabel 2. Uji Normalitas Data Awal
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


nilai .144 11 .200* .972 11 .908

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai sig 0,200 > 0,05 sehingga data berdistribusi normal,
sedangkan hasil uji normalitas data akhir (hasil tes kemampuan berpikir kritis matematika)
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematika
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Nilai post .171 11 .200* .954 11 .694

Pada Tabel 3, terlihat bahwa nilai sig 0,200 > 0,05 sehingga data tes kemampuan berpikir
kritis matematika berdistribusi normal. Hasil uji ketuntasan ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji Ketuntasan

Test Value = 70

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper


nilai 2.999 10 .013 7.90909 2.0335 13.7847

Nilai sig diperoleh 0,13 < 0,05, sehingga diperoleh kesimpulan rata-rata kemampuan berpikir
kritis matematika > 70, sehingga nilai tes kemampuan berpikir kritis memenuhi syarat tuntas.
Penelitian hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariawan (2014), dengan hasil
penelitian yang didapatkan adalah penerapan perangkat pembelajaran LKM multi
representasi berbantuan geogebra pada perkuliahan geometri bidang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Saputra (2016), yaitu rata-rata prestasi belajar matematika siswa yang
diajar menggunakan Geogebra pada pembelajaran geometri memenuhi standar ketuntasan
yaitu nilai rata-rata 70. Perentase mahasiswa yang tuntas sebesar 81,8%. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Khaulah (2017), bahwa pembelajaran yang
menggunakan media Geogebra dapat menuntaskan hasil tes kemampuan berpikir kritis
sebesar 90,47%. Penelitian lain menunjukkan bahwa persentase siswa yang telah tuntas

125
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

sebesar 89,74% karena pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan media Geogebra


(Sihwidi, 2016). Pianda (2016) juga menyatakn bahwa ketuntasan belajar menjadi 94%
setelah pembelajaran menggunakan Geogebra.
Rata-rata nilai posttest dikurangi pretest adalah 25 dan rata-rata nilai maksimal
dikurangi nilai pretest adalah 47. Maka nilai gain adalah 0,53 yang masuk dalam kategori
sedang. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Agus dan Masi
(2014), yaitu siswa yang menggunakan Geogebra dalam pembelajaran mempunyai tingkat
penguasaan kemampuan berpikir kritis matematika berkategori sedang sebanyak 44,8% dan
kategori baik sebesar 6,9%. Proses pembelajaran menggunakan bahan ajar Geometri Ruang
berbantuan Geogebra nerupakan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip pembelajaran
abad ke-21 yang melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pembelajaran, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Afdhal, 2015). Pembelajaran menggunakan
Geogebra dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika (Batubara, 2017).

5. SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini adalah rata-rata kemampuan berpikirkritis matematika >
70 dan peningkatan rata-rata kemampuan berpikir kritis ada pada kategori sedang. Saran dari
penelitian ini adalah sebaiknya Geogebra dapat digunakan pada pembelajaran materi yang
membutuhkan visualisasi obyek secara dinamis.

6. REFERENSI

Abdullah, I. H., Berpikir Kritos Matematika, Delta-Pi: Jurnal matematika dan Pendidikan
Matematika, 2(1), (2013), 66-75
Afdhal, M., Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Mtematis dan Antusiasme Belajar
Melalui Pendekatan Reciprocal Teaching, Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika UNY 2015, (2015), 193-200
Agus, I. dan Masi, l., Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Media
Worksheet Geogebra terhadap Kemampuan Berpikir kritis Matematik Siswa Kelas VII
SMP Negeri 9 Kendari, Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 2(1), (2014), 70-84
Aktaş, G. S. and Űnlű, M., Critical Thinking Skills of Teacher Candidates of Elementary
Mathematics, Procedia-Social and Behaviorial Sciences, 93, (2013), 831-835
Ariawan, I. P. W., Pengembangan LKM Multi Representasi Berbantuan Geogebra untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa, Jurnal Pendidikan Indonesia,
3(1), (2014), 359-371
Atikasari, G. dan Kurniasih, A. W., Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif dengan
Strategi TTW Berbantuan Geogebra terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa Kelas VII Materi Segitiga, Unnes Journal of Mathematics
Education, 4(1), (2015), 85-94
Batubara, I. H., Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Melalui Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph dan Geogebra di SMA
Freemethodist Meda. Wahana Inovasi, 6(1), 97-105
Filsaime, D.K., Menguak Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif, Diterjemahkan oleh
Sunarni ME, Jakarta: Buku Berkualitas Prima, 2008
Florea, N. M. and Hurjui, E., Critical Thinking in Elementary School Children, Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 180, (2015), 565-572

126
Seminar Nasional Edusainstek ISBN : 978-602-5614-35-4
FMIPA UNIMUS 2018

Hake, R.R., Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six-Thousand-Student


Survey of Mechanics Test data for Introductory Physiscs Courses, American Journal
Physics, 66(1), (1998), 64-74
Hayat, B., Sumarna, dan Suprananto., Manual Item and Test Analysis (ITEMAN), Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian Balitbang Dikbud, 1999

Khaulah, S., Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Model Explicit
Instruction Berbantuan Media Geogebra pada Materi Geometri di SMA Negeri 1
Makmur, Jurnal Pendidikan Almuslim, 3, (2017), 5-10
Mahmuzah, R., Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
Pendekatan Problem Posing, Jurnal Peluang. 4(1), (2015), 64-72
Mardapi, D., Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, Yogyakarta: Mitra Cendikia,
2008
Nurjaya, G., Pengembangan Bahan Ajar Metode Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Berbasis Pembelajaran Kooperatif Jigsaw untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Kemampuan Aplikatif Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Indonesia. 1(2), (2012), 102-
111
Pianda, D., Penggunaan Media Geogebra melalui Pendekatan Scientific untuk Peningkatan
Hasil Pembelajaran Matematika, Indonesian Digital Journal of mathematics and
Education, 3(4), (2016), 273-284
Pranawestu, A., Kharis, M., dan Mariani, S., Kefektifan Problem Based Learning
Berbantuan Cabri 3D Berbasis Karakter Terhadap Kemampuan Spasial, Unnes
Journal of Mathematics Education, 1(2), (2012), 1-6
Prihartini, E., Lestari, P., dan Saputri, S. A., Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Menggunakan Pendekatan Open Ended, PRISMA Prosiding Seminar
Nasional Matematika, 1(1), (2016), 58-64
Reynolds, G. C., Livingston, R. B., dan Willson, V., Measurement and Assesment in
Education, New york: Pearson, 2010
Santoso, S., Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Jakarta: PT.Elex Media Komputindo,
2002
Saputra, P. R., Pembelajaran Geometri Berbantuan Geogebra dan Cabri Ditinjau dari
Prestasi Belajar, Berpikir Kreatif dan Self Efficacy, PYTHAGORAS, 11(1), (2016), 59-
68
Siegel, S.,Statistic Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1994
Sihwidi, J, Penggunaan Geogebra untuk Meningkatkan Aktifitas dan Penguasaan
Kompetensi Transformasi Geometri di SMK N 1 Tulang Bawang Tengah, Indonesian
Digital Journal of Mahematics and Education. 3(4), (2016), 208-220
Sudjana., Metoda Statistika, Edisi ke-6, Bandung: Tarsito, 2005

127
Jurnal ISSN 2615-3939
Pendidikan IAIN Kudus
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jmtk
Matematika

ANALISIS KESULITAN DALAM PENYELESAIAN


PERMASALAHAN RUANG DIMENSI DUA

Djatmiko Hidajat1*, Diah Arum Pratiwi2*, Afif Afghohani3*

1,2,3
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitass Veteran Bangun Nusantara
Email: [email protected]

Abstract: This research is a type of descriptive qualitative research that aims to find out the
various difficulties experienced by the eighth grade students of SMP N 4 Tawangsari Sukoharjo
District in the academic year 2017/2018 in solving the problem of two dimensional space and to
find out the factors that cause students difficulties in solving two dimensional space problems.
The subjects of this study were students in grades VIII C of SMP N 4 Tawangsari, Sukoharjo
Regency and the data sources were the results of tests and interviews. Data collection strategies
are carried out by means of observation, test methods, interview methods and documentation.
Data validation is done by triangulation by comparing the results of test data and the results of
interview data. Data analysis techniques used qualitative data analysis which included the stages
of data reduction, data presentation, verification and conclusion drawing.
Based on the results of the study it was found that the types of difficulties faced by students
include: (a) Difficulty understanding the questions. (b) Difficulty learning the initial concept in
building space. (c) Difficulty determining the formula used. (d) Difficulty counting. The causes
of learning difficulties are (a) Students do not understand mathematics material, especially
building space. (b) Students pay less attention to teachers when teaching and learning activities
take place in class. (c) Students do not practice math problems. (d) Students still do not
understand the basic concepts that have been taught on flat building material. (e) Students have
not understood a concept but must be combined with other concepts. How to overcome the
difficulties experienced by students are: (a) Provide a fun learning method to increase student
interest in learning mathematics. (b) Increase practice questions by conducting quizzes, game
play, and providing additional value to students who can answer correctly. (c) The teacher forms
a study group that aims to discuss the difficulties experienced by students. (d) The teacher helps
students to learn and understand material from a basic concept.

Keywords: Mathematics Learning Difficulties, Causes of Learning Mathematics Difficulties,


Mathematics Learning Solutions

Abstrak: Penelitian ini termasuk jenis penelitan kualitatif deskriptif yang bertujuanuntuk
mengetahui berbagai kesulitan yang dialami oleh siswa kelas VIII SMP N 4 Tawangsari
Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2017/2018 dalam menyelesaikan permasalahanruang
dimensi dua dan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
menyelesaikan permasalahan ruang dimensi dua.
Subyekpenelitian ini adalah siswa kelas VIII C SMP N 4 Tawangsari Kabupaten Sukoharjo dan
sumber data adalah hasil tes dan wawancara. Strategi pengumpulan data dilakukan dengan
caraobservasi, metode tes, metode wawancara dan dokumentasi. Validasi data dilakukan dengan
triangulasi yaitu dengan membandingkan hasil data tes dan hasil data wawancara. Teknis
analisis data menggunakan analisis data kualitatif yang meliputi tahap reduksi data, penyajian
data, verifikasi serta penarikan kesimpulan.
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.2

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jenis-jenis kesulitan yang dihadapi siswa antara
lain: (a)Kesulitan memahami perintah soal. (b) Kesulitan belajar konsep awal pada bangun
ruang.(c) Kesulitan menentukan rumus yang digunakan. (d) Kesulitan menghitung. Penyebab
kesulitan belajar adalah (a) Siswa kurang memahami materi matematika khususnya bangun
ruang. (b) Siswa kurang memperhatikan guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di
kelas. (c) Siswa kurang latihan soal matematika. (d) Siswa masih belum faham dengan konsep-
konsep dasar yang sudah diajarkan pada materi bangun datar. (e) Siswa belum faham satu
konsep namun harus digabungkan dengan konsep lain. Cara mengatasi kesulitan yang dialami
siswa adalah: (a) Memberikanmetodepembelajaran yang menyenangkan untuk menambah minat
siswa dalam mempelajari matematika. (b) Memperbanyak latihan soal dengan cara melakukan
kuis, permainan berskor, dan memberikan nilai tambahan kepada siswa yang bisa menjawab
dengan benar. (c) Guru membentuk kelompok belajar yang bertujuan untuk membahas kesulitan
yang dialami siswa. (d) Guru membantu siswa untuk mempelajari dan memahami materi dari
suatu konsep dasar.

Kata Kunci: Kesulitan Belajar Matematika, Penyebab Kesulitan Belajar Matematika, Solusi
Belajar Matematika

PENDAHULUAN
Perkembangan zamanmenuntut peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat, sehingga tumbuh persaingan diberbagai bidang kehidupan, salah satunya
adalah bidang pendidikan.Pendidikan adalah salah satu kegiatan proses pembelajaran
yang komplek, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya faktor yang terlibat dan saling
memberikan pengaruh terhadap perubahan.Faktor yang mempengaruhi pendidikan di
ruang lingkup sekolahandiantaranya yaitu guru, murid, karyawan, dan faktor lain yang
berada di sekitarnya. Tercapainya hasil pendidikan yang bermutu akan menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas yang siap bersaing di era disrupsi 4.0.
Observasi di kelas VIII SMP N 4 Tawangsari melalui wawancara pada siswa
memberikan informasi beberapa faktor penyebab timbulnya permasalah belajar
matematika, sehingga menjadi sumber data awal. Karena mata pelajaran matematika
dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami karen mengandung banyak
simbol-simbol serta rumus yang berbeda-beda. Ada pula yang menyatakan bahwa,
matematika adalah mata pelajaran yang saling berkaitan antara materi satu dengan
materi selanjutnya, hal tersebut membuat siswa menjadi terhambat dalam
menyelesaikan persoalan dimateri selanjutnya padahal materi sebelumnya siswa telah
merasa sulit untuk memahami konsep awalnya.
Nursalam (2016:2), mengemukakan matematika adalah mata pelajaran wajib yang
mulai diajarkan sejak siswa tingkat SD/MI sampai dengan SMA/MA, bahkan hingga
perguruan tinggi. Namun demikian, kebanyakan siswa masih menganggap bahwa
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.3

matematika merupakan mata pelajaran yang sulit sehingga matematika banyak dihindari
oleh siswa. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Masykur dan Fathani
yang mengemukakan bahwa tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada
semua jenjang pendidikan masih sekitar 34%. Persepsi ini mengakibatkan banyak siswa
mengalami kesulitan dalam belajar matematika.Dalam sekolah menengah, biasanya
materi dalam pembelajaran matematika sudah cukup kompleks, sehingga membuat
siswa yang memiliki daya logika kurang mendapatkan suatu hambatan akan mengikuti
pembelajaran matematika, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil ulangan atau tes
yang dilakukan oleh guru mata pelajaran. SMP N 4 Tawangsari adalah salah satu
sekolah menengah yang memiliki nilai matematika rendah, oleh karena itu peneliti
tertarik akan memperdalam mengenai penyebab yang mendorong siswa mendapatkan
nilai rendah dalam mata pelajaran matematika.
Menurut Mutia (2017:84), dalam pembelajaran di kelas objek matematika tersebut
dirasakan sulit untuk dipelajari siswa apalagi dalam pemahaman konsep. Hal ini timbul
dikarenakandalam proses belajar matematika siswa sering dihadapkan dengan rumus
sementara matematika membutuhkan keterkaitan antara objek-objeknya. Berfikir secara
logis dalam belajar matematika mutlak dibutuhkan untuk menyelesaikan beberapa
bentuk soal cerita dan konsep. Berdasarkan pernyataan yang telah diungkapkan oleh
sebagian siswa, ternyata kebanyakan dari siswa kurang mengerti konsep dalam belajar
matematika. Hal tersebut menyebabkan siswa kesulitan dalam mempelajari matematika.
Dengan timbulnya masalah kesulitan belajar matematika pada siswa, guru harusnya
lebih memperhatikan siswa yang tidak mengerjakan soal dengan baik, karena itu akan
membuat siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang akan diberikan
selanjutnya oleh guru. Siswa kadang kurang memahami konsep awal dalam
pembelajaran setiap materi matematika yang disampaikan oleh guru.
Banyaknya siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal pada mata
pelajaran matematika yaitu materi aljabar linier, bangun datar, perbandingan, skala,
aritmatika sosial yang telah diberikan oleh guru, mungkin disebabkan karena siswa
kurang teliti dalam membaca soal, kurang pemahaman siswa terhadap soal yang
diberikan, kesalahan dalam berhitung, atau kesalahan dalam konsep. Hasil tes siswa
yang masih banyak mendapatkan nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal),
menunjukkan adanya suatu kendala yang dialami oleh siswa dalam memecahkan
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.4

persoalan matematika. Apabila hal ini dibiarkan akan menghambat pemahaman materi
pada pertemuan berikutnya. Untuk membantu mengatasi kesulitan masalah tersebut,
maka perlu diidentifikasi terlebih dahulu mengenai kesulitan apa saja yang dialami
siswa, karena ada beberapa faktor internal dari materi yang dapat menjadi salah satu
penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang telah diberikan oleh
guru. Apabila siswa mendapatkan nilai hasil tes dibawah KKM pada semua materi
matematika yang diajarkan oleh guru, berarti perlu digali lebih mendalam hal yang
menjadi penyebab utama tersebut. Lain dengan siswa yang hanya memiliki masalah
dimateri tertentu saja, berarti dalam penyampaian materi tersebut perlu ditekankan atau
perlu adanya inovasi dalam pembelajaran agar siswa dapat memahami konsepnya.
Materi yang telah disampaikan oleh guru salah satunya adalah materi bangun
datar, materi ini merupakan salah satu materi geometri yang mendasari pada
pembelajaran materi selanjutnya yaitu materi bangun ruang. Untuk mengidentifikasi
lebih lanjut mengenai masalah kesulitan siswa dalam mengerjakan soal geometri maka
akan dilakukan analisis kesulitan siswa dalam mengerjakan persoalan bangun
ruang.Sholihah dan Afriansyah (2017:290), Pada dasarnya, geometri mempunyai
peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang
matematika yang lain. Hal ini dikarenakan ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa
sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang, dan ruang. Meskipun
demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih
rendah. Pada kenyataannya, dalam mempelajari matematika terutama yang berkaitan
dengan geometri, ternyata banyak siswa yang masih merasa kesulitan. Kesulitan pada
beberapa materi dalam geometri bisa berdampak pada kesulitan di bagian lain dalam
geometri karena banyak pokok bahasan dalam geometri yang saling berhubungan.
Dalam mengidentifikasi kesulitan yang dialami oleh siswa memang tidak mudah,
meskipun siswa sudah tahu bagian mana yang sering menyebabkan kesulitan siswa
dalam penyelesaian soal matematika. Sehingga hal ini merupakan permasalahan yang
harus dicari penyelesaiannya. Dalam penelitian analisis kesulitan dalam penyelesaian
permasalahan ruang dimensi dua ini peneliti memiliki tujuan yaitu, untuk mengetahui
kesulitan apa saja yang dialami siswa kelas VIII C SMP N 4 Tawangsari tahun pelajaran
2017/2018 dalam menyelesaikan permasalahan Bangun Ruang, dan untuk mengetahui
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.5

faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan persoalan bangun


Ruang.
Berdasrkan pendapat Paul Ginnis (2008:4). Belajar adalah pengembangan realitas
personal yang semakin bagus dengan disiplin dan kompetensi yang sesuai. Trik dan
taktik mengajar berusaha memberikan beberapa cara untuk sampai di “belajar yang
mendalam” (achievenment), bahkan dalam budaya yang terutama peduli pada “belajar
yang dangkal”(attainment). Demikian halnya Drs. Moh. Uzer Usman mengatakan
(2013:5), belajar sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Burton
menyatakan (dalam Usman, 2013:5) “learning is a change in the individual due to
instruction of that individual and his environment, wich fells a need and makes him
more capable of dealing adequately with his environment”. Dalam pengertian ini
terdapat kata change atau perubahan yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami
proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
ketrampilannya, maupun aspek sikapnya. Slameto (2010:2) berpendapat, belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Hal yang sama Agus Suprijono (2014:3)
mengungkapkan bahwa, belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam
praktiknya banyak dianut, guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan
ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau
menerimanya.Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka
Penelitian menyimpulkan belajar adalah suatu proses kegiatan dalam memperoleh ilmu
pengetahuan dalam perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih baik sebagai hasil
interaksi terhadap lingkungan.
Dimyati dan Mudjiono (2013:238-254), mengatakan proses belajar merupakan hal
yang kompleks, siswalah yang menentukan terjadinya atau tidak terjadinya belajar. Jadi
dalam proses belajar terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi belajar siswa dari
dalam diri siswa itu sendiri yang berupa jasnani, psikologis, kelelahan, minat belajar,
rasa percaya diri, cita-cita. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.6

belajar siswa dari segi luar diri siswa dapat berupa lingkungan keluarga, lingkungan
sosial di masyarakat, teman bergaul, lingkungan sekolah, dan sarana prasarana belajar.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (dalam Supardi, 2013:137), untuk
mengetahui indikator keberhasilan belajar dapat dilihat dari:Daya serap yaitu tingkat
penguasaan bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dikuasai oleh siswa baik
secara individual atau kelompok,Perubahan dan pencapaian tingkah laku sesuai yang
digariskan dalam kompetensi dasar atau indikatir belajar mengajar dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak kompoten menjadi kompeten.
Menurut Winkel (dalam Rahim, 2010:79), prestasi belajar yang dihasilkan siswa adalah
perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Jadi
keberhasilan belajar dapat disimpulkanyaitu terbentuknya perubahan pada diri siswa
menuju hal yang lebih baik sebagai buktinyameningkatnya daya tangkap siswa pada
saat proses belajar sehingga keterampilan dan pengetahuan menjadi berkembang.
Pengertian Matematikamenurut Ruseffendi (dalam Heruman, 2010:1), adalah
bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu
tentang pola keteratuaran, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Senada dengan itu
Soedjadi berpendapat (dalam Heruman, 2010:1), matematika yaitu memiliki objek
tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Demikian
juga Nursalam (2016:6), mengatakan matematika merupakan mata pelajaran yang
penting untuk diajarkan di SD/MI karena matematika sangat berguna dalam kehidupan
sehari-hari siswa dan diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari matematika lanjut
dan mata pelajaran lain. Menurut Pascalian Hadi Pradana (2016:2), matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa.
Sedangkan Cornelius (dalam Abdurrahman, 2010:253) mengemukakan lima alasan
perlunya belajar matematika karena matematika merupakan:Sarana berfikir yang jelas
dan logis, Sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, Sarana
mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, Sarana untuk
mengembangkan kreatifitas, dan Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.Menurut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2010:253) mengatakan
bahwa matematika perlu diajarkann kepada siswa karena: 1) Selalu digunakan dalam
segala segi kehidupan, 2) Semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.7

yang sesuai, 3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4) Dapat
digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5) Meningkatkan
kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan 6) Memberikan
kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.Dari berbagai pendapat
di atas dapat dimengerti bahwa metematika penting untuk di pelajari karena mampu
meningkatkan keterampilan berfikir logis sebagai sarana komunikasi dalam
menyampaikan suatu tujuan.
Pengertian Kesulitan Belajar, menurut National Joint Committe on Learning
Disabilities (NJCLD) (dalam Abdurrahman, 2010:7), Kesulitan belajar adalah
sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam
kemahiran dan penguasaan kemampuaan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca
menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut secara
intrinsik diduga adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar
mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu misalnya dari
dalam pribadi: gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan bersosial dan emosional; atau
berbagai pengaruh lingkungan misalnya: perbedaan budaya, pembelajaran yang tepat,
faktor-faktor psikogenik.Menurut Hammill (dalam Suryani, 2010:33), kesulitan belajar
adalah beragam bentuk kesulitanyang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-
cakap,membaca, menulis, menalar, dan dalam berhitung. Berdasarkan kedua pendapat
tersebut, dapat diketahui bahwa kesulitan belajar merupakanfaktor penghambat hasil
belajar yang didapat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesulitan sesungguhnya telah
diketahui secara sadar oleh siswa tapi permasalahannya siswa belum memahami cara
pemecahan dari kesulitan yang dialaminya, padahal siswalah yang dapat menghilangkan
kesulitan dalam belajar.
Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar matematika, guru perlu mengenal
berbagai kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam menyelesaikan tugas-tugas
dalam bidang studi matematika. Beberapa kekeliruan umum tersebut menurut Lerner
(dalam Abdurrahman, 2010:262-265) adalah kekurangan pemahaman tentang (1)
simbol, (2) nilai tempat, (3) perhitungan, (4) penggunaan proses yang keliru, dan (5)
tulisan yang tidak terbaca. Sedangkan Nursalam (2016:4), mengatakankan beberapa
kesulitam belajar yang sering dialami oleh siswa di antaranya: 1) Siswa mengalami
kesulitan dalam belajar karena siswa belajar tanpa mengetahui untuk apa dan apa tujuan
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.8

yang hendak dicapai. Akibatnya, siswa tidak mengetahui bahan dan materi apa yang
harus dipelajari, cara yang harus dipergunakan, alat-alat yang perlu disediakan, dan cara
mengetahui hasil pencapaian belajar; 2) Tidak memiliki motivasi yang murni atau tidak
termotivasi untuk belajar. Akibatnya, hanya sedikit makna yang diperoleh pada
pencapaian hasil belajar; 3) Belajar dengan tangan kosong. Artinya tidak menyadari
pengalaman-pengalaman mengajarnya pada masa lampau atau yang telah dimiliki; 4)
Menganggap belajar sama dengan menghafal; 5) Menafsirkan belajar semata-mata
hanya untuk memperoleh pengetahuan saja; 6) Belajar tanpa konsentrasi pikiran; 7)
Belajar tanpa rencana dan melakukan belajar asal keinginan yang bersifat insidental; 8)
Segan belajar bahasa asing serta segan membuka kamus; 9) Belajar dilakukan sewaktu
ada ujian saja; 10) Bersikap pasif dalam pelajaran di sekolah; 11) Tidak mau
menghargai waktu ketika mengikuti pelajaran; 12) Membaca cepat tanpa memahami isi
yang dibacanya.
Menurut Sholihah dan Afriansyah (2017:288), matematika memiliki peranan
penting dalam kehidupan, dalam praktik pembelajarannya sebagai siswa masih
menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini dibuktikan dengan
survey yang dilakukan Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
dan Program International Student Assessment (PISA) tentang kemampuan matematika
siswa di dunia: “Hasil penelitian TIMSS tahun 2011 lebih dari 95% siswa Indonesia
hanya mampu sampai level menengah, jauh lebih rendah dari negara-negara ASEAN
yang lain seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada hasil PISA tahun 2012
Indonesia hanya menempati peringkat ke 64 dari 65 negara dimana Indonesia yang
hanya lebih baik dari Peru yang merupakan peringkat ke 65”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kesulitan belajar matematika yang dialami siswa terjadi karena berbagai faktor.
Antara lain adanya gangguan hubungan keruangan dalam materi, kesulitan dalam
bahasa serta membaca, kesulitan dalam mengenal serta memahami simbol, kesulitan
dalam menghitung, proses yang dipilih keliru, kesalahan belajar konsep, dan belajar
yang dilakukan hanya sewaktu ujian.

METODE PENELITIAN
Penelitian telah dilaksanakan di kelas VIII SMP N 4 Tawangsari Kabupaten
Sukoharjo tahun pelajaran 2017/2018 selama 6 bulan yaitu mulai bulan November 2017
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.9

sampai bulan April 2018 dengan rincian sebagai berikut: observasi lokasi dan
penyusunan tiga bab awal di bulan November - Desember 2017, penyusunan dan
analisis instrumen hingga pengambilan dan analisis data di bulan Januari - Februari
2018, penyusunan dua bab terakhir dibulan Maret – April 2018.
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitan kualitatif deskriptif, Danim
(2013:61), mengatakan pada penelitian kualitatif data yang dikumpulkan umumnya
berbentuk kata-kata, gambar-gambar, dan kebanyakan bukan angka-angka, kalaupun
ada angka-angka sifatnya hanya sebaagai penunjang. Data dimaksud meliputi transkip
wawancara, catatan data lapangan, foto-foto, dokumen pribadi, nota, dan catatan lainnya
termasuk di dalamnya deskripsi mengenai tata situasi. Deskripsi atau narasi tertulis
sangat penting dalam pendekatan kualitatif, baik dalam pencatatan data maupun untuk
penyebaran hasil penelitian. Sedangkan menurut Moleong (dalam Arikunto, 2013:22),
sumber data penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan maupun
tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detail agar
dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen. Sumber data tersebut seharusnya
asli tetapi jika yang asli susah didapat maka fotokopi tidak terlalu menjadi masalah,
selama dapat diperoleh bukti pengesahan yang kuat kedudukannya. Sumber data
penelitian kualitatif yang sudah disebutkan tersebut secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu manusia dan yang bukan manusia.
Peneliti lain yaitu Supriadi dan Damayanti (2016:2), mengatakan bahwa
Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa
dan kejadian yang terjadi dengan memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual
sebagaimana adanya ketika penelitian berlangsung tanpa memberikan perlakuan khusus
terhadap peristiwa. Hubungan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif
menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada obyek tertentu secara jelas
dan sistematis dengan melakukan eksplorasi guna menerangkan dan memprediksi suatu
gejala yang terjadi atas dasar data kualitatif yang diperoleh di lapangan.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C SMP 4 Tawangsari
Sukoharjo. Sumber data berasal dari guru dan siswa yang diobervasi dari hasil belajar
yang rendah. Sehingga datanya diperoleh dari jawaban siswa dari siswa kelas VIII C
SMP 4 Tawangsari Kabupaten Sukoharjo dan wawancara.Estenberg (dalam Mutia,
2017:88), mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.10

informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu.Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah jawaban dari
lembar jawaban ulangan harian mata pelajaran matematika, wawancara kepada peserta
didik yang nilainya kurang dari rata-rata kelas. Sedangkan untuk data sekunder untuk
menunjang data primer adalah foto atau dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang berasil didapatkan dalam penelitian ini, adalah:
a. Data observasi guru mengajar
Observasi terhadap guru saat mengajar yaitu menjelaskan materi pelajaran
matematika bangun ruang dengan metode ceramah dan tanya jawab. Guru
memberikan contoh soal kepada siswa setelah menjelaskan materi. Soal diambil dari
buku pegangan siswa, hal ini juga dilakukan untuk mengecek apakah siswa telah
berlatih di rumah mengenai materi bangun ruang. Pada saat menutup pembelajaran
guru memberikan motivasi kepada siswa untuk selalu giat belajar dan memberikan
tambahan nilai kepada siswa yang rajin mengerjakan soal yang diberikan.
b. Data observasi kegiatan belajar siswa
Observasi kegiatan belajar siswa dilakukan pada saat pembelajaran di dalam kelas.
Pada umumnya siswa memperhatikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru,
hanya sebagian siswa yang tidak memperhatikan melainnya sibuk berbicara dengan
teman sebangkunya. Keaktifan siswa dalam menanyakan materi yang belum
dimengerti kepada guru masih tergolong rendah, karena siswa lebih suka bertanya
kepada teman mengenai materi yang mereka anggap sulit.
c. Data hasil tes
Tes diberikan kepada siswa setelah siswa mendapatkan pembelajaran materi bangun
ruang.Berdasarkan hasil pekerjaan siswa pada saat menyelesaikan soal-soal bangun
ruang yang diberikan, ditemukan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh
siswa.Siswa yang melakukan kesalahan diantaranya adalah siswa dengan nomor 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20. Dari siswa tersebut dipilih 6
siswa dengan nomor 2, 3, 6, 7, 8, dan 18, karena kesalahan yang dilakukan lebih
bervariasi, hal ini bisa kita lihat;
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.11

Siswa Nomor Subyek 2


Soal Nomor 1:Pada soal diketahui volume kubus dengan pertanyaan cari luas
permukaan kubus?

Siswa menjawab menggunakan rumus 6 x r. volume dianggappanjang rusuknya,


padahal itu adalah volume kubus, seharusnya siswa mencari panjang kubus terlebih
dahulu dengan menggunakan v = . Setelah r diketahui, barulah dimasukana ke
rumus luas permukaan kubus yaitu 6 x r2.
Soal Nomor 4: Alas sebuah prisma berbentuk belah ketupat dengan panjang
diagonalalas dantinggi prisma diketahui, carivolume prisma?

Siswa terlihat belum menjawab soal nomor 4, hal ini disebabkan dari berbagai faktor
antara lain siswa tidak mengetahui maksud soal, siswa lupa akan rumus volume
prisma, dan mungkin waktu untuk mengerjakan telah habis. Untuk mengetahui
maksud dari soal seharusnya siswa mencermati dengan seksama isi soal, kalau perlu
gambar terlebih dahulu bangun yang dimaksud dalam soal, setelah itu tulis yang
diketahui pada gambar dan pahami kembali. Agar tidak lupa dengan rumus volume
prisma siswa seharusnya mempelajari terlebih dahulu konsep awal dari volume yaitu
luas alas x tinggi, akan tetapi beda halnya dengan bangun yang lancip dan bola.
Manajemen waktu saat mengerjakan soal sangatlah diperlukan, agar waktu untuk
mengerjakan tidak kurang maka siswa seharusnya memilih soal yang menurutnya
mudah untuk dikerjakan.
Soal Nomor 5: Jika diketahui keliling alas limas persegi dan tinggi limas, cari luas
seluruh permukaan limas?
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.12

Siswa terlihat bingung karena siswa malah mencari luas alas dengan rumus keliling
alas x keliling alas, dan siswa mencari luas sisi tegak dengan cara keliling alas x 4,
karena dianggap alasnya segiempat dan berarti ada 4 sisi tegak. Seharusnya siswa
mencari panjang sisi pada alas terlebih dahulu dengan , kemudian baru

mencari tinggi sisi tegak dengan menggunakan rumus phytagoras, barulah


dimasukkan ke dalam luas permukaan limas yaitu luas alas + (4 x luas sisi tegak).
Soal Nomor 6:Diketahui tinggi danluas alas limas berbentuk persegi, cari volume
limas?

Siswa tidak menjawab soal nomor 6, hal ini dapat disebabkan dari berbagai faktor,
antara lain siswa tidak mengerti perintah dari soal, siswa kesulitan menentukan
rumus dalam mengerjakan, dan waktu untuk mengerjakan telah habis. Siswa
seharusnya tidak terpaku dalam soal sebelumnya, karena telah mengalami kesulitan
di soal sebelumnya. Untuk memahami soal siswa bisa menggambar bangun pada soal
dan lebih dipahami lebih lanjut, rumus dalam mencari volume seperti yang telah
disampaikan di atas yaitu luas alas x tinggi akan tetapi karena ini bangun limas yang
ujungnya berbentuk lancip, maka di tambah dengan dikali dengan .

Siswa Nomor Subyek 3


Soal Nomor 5: Diketahui keliling alas sebuah limas persegi dan tinggi limas, cari
luas seluruh permukaan limas?

Siswa tidak menjawab, hal ini dapat dipengaruhui dari berbagai faktor antara lain,
siswa tidak mengetahui langkah awal dalam mengerjakan soal, siswa tidak bisa
mencari tinggi segitiga pada limas, dan waktu untuk mengerjakan soal telah habis.
Untuk lebih memudahkan dalam mengerjakan soal bangun ruang seharusnya siswa
menggambar terlebih dahulu, dan mengerjakan soal yang lebih mudah terlebih
dahulu, agar waktu untuk mengerjakan tidak habis hanya untuk beberapa soal saja.
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.13

Siswa Nomor Subyek 6


Soal Nomor 1: Pada soal diketahui volume kubus dengan pertanyaan cari luas
permukaan kubus?

Berdasarkan hasil jawaban siswa dapat diketahui siswa kurang memahami isi dari
soal, atau masih bingung langkah dalam mencari panjang rusuk kubus, sehingga
dianggap volume adalah r2.
Soal Nomor 4: Alas sebuah prisma berbentuk belah ketupat dengan panjang diagonal
alas dan tinggi prisma diketahui, cari volume prisma?

Langkah yang dilakukan siswa dalam menjawa sudah benar dengan mencari luas alas
prisma yang berbentuk belah ketupat, akan tetapi setelah itu siswa mengalikan
dengan dan tinggi prisma, seharusnya tidak perlu dikalikan dengan karena bangun

prisma tidak memiliki titik puncak lancip. Siswa kurang teliti dalam menggunakan
rumus.
Soal Nomor 5: Jika diketahui keliling alas limas persegi dan tinggi limas, cari luas
seluruh permukaan limas?

Siswa tidak mengerjakan soal nomor 5. Hal ini bisa dikarenakan waktu yang dimiliki
siswa untuk mengerjakan telah habis, siswa kesulitan dalam soal teka-teki yaitu
menentukan langkah awal dalam mengerjakan bangun limas, karena belum diketahui
tinggi sisi tegak, melainkan diketahui tinggi limas.
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.14

d. Data hasil wawancara


Data hasil wawancara dilakukan dengan tujuan untuk triagulasi data, yaitu
memeriksa kebenaran hasil analisis jawaban tes serta untuk mengetahui penyebab
dari kesalahan dan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal tes yang diberikan.Dari
hasil wawancara menunjukkan bahwa siswa kurang teliti dalam mengerjakan soal
dan kesulitan dalam pembagian.Untuk memudahkan dalam pembagian siswa harus
giat berlatih dalam berhitung yang bersifat pembagian khususnya.
Melalui validasi data triagulasi yang diperoleh dapat kita bahas bahwa dengan
membandingkan data hasil tes dan data hasil wawancara. Validasi data dilakukan
untuk menguji keabsahan data yang diperoleh dari subyek penelitian agar diperoleh
data yang valid.Triagulasi data yang disajikan, berupa kesalahan yang dilakukan
siswa dalam menyelesaikan soal tes yang diberikan.Dari hasil analisis data yang
meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data diperoleh berbagai jenis kesalahan
dan kesulitan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan persoalan bangun ruang yaitu
sebagai berikut: 1) Dalam pemahaman soal; 2) Siswa kesulitan mengerjakan soal cerita; 3)
Siswa kurang teliti dalam perkalian dan pembagian; dan 4) Siswa kesulitan dalam
menyederhanakan perhitungan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian serta mengacu pada tujuan penelitian maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut: 1) Jenis-jenis kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan
soal materi bangun ruang adalah kesulitan memahami perintah soal, kesulitan belajar konsep
awal pada bangun ruang, kesulitan menentukan rumus yang digunakan, dan kesulitan
menghitung; 2) Penyebab kesulitan belajar dalam menyelesaikan soal materi bangun ruang
adalah siswa kurang memahami materi khususnya bangun ruang, siswa kurang memperhatikan
guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, siswa kurang latihan soal matematika, siswa
masih belum paham dengan konsep-konsep dasar yang sudah diajarkan pada materi bangun
datar, dan siswa belum paham satu konsep namun harus digabungkan dengan konsep lain.; 3)
Cara mengatasi kesulitan belajar yang dilakukan adalah memberikan metode pembelajaran yang
menyenangkan untuk menambah minat siswa dalam mempelajari matematika, memperbanyak
latihan soal kepada siswa yang bisa menjawab dengan benar, guru membentuk kelompok
belajar yang bertujuan untuk membahas kesulitan yang dialami siswa, dan guru membantu
siswa untuk mempelajari dan memahami materi dari suatu konsep dasar.
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.15

Saran dari hasil penelitian ini sebagai berkut: 1) Guru bisa memberikan pembelajaran
yang berinovasi sehingga siswa dapat merasa senang dan tidak jenuh ketika mempelajari
matematika; 2) Guru memberikan latihan soal yang berguna untuk mengingat kembali konsep-
konsep yang sudah dipelajari; 3) Guru mengingatkan siswa memperhatikan dan menanyakan hal
yang belum dimengerti saat proses pembelajaran; 4) Guru mengingatkan siswa mengerjakan
soal di buku pegangan siswa dan menanyakan soal yang belum dapat dikerjakan; 4) Pihak
sekolah berperan aktif menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dan sarana prasarana
yang memadai dalam pembelajaran di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Akssara.
Hal 67
. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Danim, Sudarwan. 2013. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Dimyati, dan Mudjiono. 2013. Belajar & Pembelajara. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 238-
254.
Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT
Remaja rosdakarya. hlm. 1.
Ginnis, Paul. 2008. Trik & Taktik Mengajar. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang.
Mutia. 2017. “Analisis Kesulitan Siswa SMP Dalam Memahami Konsep Kubus Balok
dan Alternatif Pemecahannya”. Jurnal Beta. Vol. 10, No. 1, Mei 2017.
Nursalam. 2016. “Diagnostik Kesulitan Belajar Matematika Studi Pada Siswa SD/MI di
Kota Makassar”. Jurnal Lentera Pendidikan. Vol. 19, No. 1, Juni 2016.
Pradana, Pascalian Hadi. 2016. “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT &
STAD dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika”. Jurnal
Gammath. Vol. 1, No. 2, September 2016.
Rahim, Utu. 2010. “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Pokok
Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar Melalui Pendekatan Struktural Think Pair
Share (TPS) Siswa Kelas VIII2 SMP N 4 KENDARI”. Jurnal MIPMIPA. Vol. 9,
No. 1, Februari 2010. hlm. 79.
Sholihah, Silfi Zainatu, dan Afriansyah, Ekasatya Aldila. 2017. ”Analisis Kesulitan
Siswa Dalam Proses Pemecahan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan
Berpikir Van Hiele”. Jurnal Mosharafa. Vol. 6, No. 2, Mei 2017.
Slameto. 2010. BELAJAR dan faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: RINEKA
CIPTA.
Sugiyono. 2014. Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).
Bandung: Alfabeta. hlm. 363-378.
Supardi. 2013. Sekolah Efektif. Jakarta: PT BAJA GRAFINDO PERSADA. hlm. 137.
Supriadi, Nanang, dan Damayanti, Rani. 2016. “Analisis Komunikasi Matematis Siswa
Lamban Belajar Dalam Menyelesaikan Soal Bangun Datar”. Jurnaal Pendidikan
Matematika. Vol. 7, No. 1, Juni 2016.
Suprijono, Agus. 2014. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. hlm. 3.
Djatmiko Hidayat , Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1 (2018) hal.16

Suryani, Yulinda Erma. 2010. “Kesulitan Belajar”. Jurnal Magistra. No. 73, September
2010. hlm. 33.
Usman, Uzer. 2013. Menjadi Guru Profesional. BANDUNG: PT Remaja Rosdakarya.
ISSN : 2460 – 7797
e-ISSN :2614-8234
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/fbc
Email : [email protected] Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika

DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN GEOMETRI RUANG BERBASIS


POWTOON

Hastri Rosiyanti*, Viarti Eminita, Riski


Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jakarta
*[email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya tingkat penguasan secara mandiri siswa
dan motivasi belajar siswa pada materi jarak dalam ruang (geometri ruang). Maka dari itu,
peneliti bertujuan mengembangkan desain media pembelajaran animasi dengan
menggunakan PowToon pada materi jarak dalam ruang agar siswa dapat mencapai tingkat
penguasaan secara mandiri dan motivasi belajar. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Reseacrh and Development (R&D).
Model yang digunakan diadopsi dari model ADDIE, tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya
menggunakan tahap awal yaitu tahap Analisis dan Desain. Berdasarkan hasil analisis
kurikulum, peneliti melakukan desain pembelajaran geometri ruang berbasis animasi.
Pertama peneliti melakukan kerangka desain dengan bantuan Microsoft Word, dan
selanjutnya mendesain pembelajaran menggunakan aplikasi PowToon. Tim peneliti
melakukan diskusi pada proses pembuatan desain media pembelajaran. Adapun perbaikan-
perbaikan yang telah kami lakukan untuk mendapatkan hasil desain media pembelajaran
yang terbaik. Dari hasil desain pembelajaran geometri ruang yang dikembangkan oleh
peneliti diharapkan bermanfaat bagi siswa, yaitu siswa dapat mencapai tingkat penguasaan
secara mandiri dan meningkatkan motivasi belajar.

Kata Kunci: Media Pembelajaran, Geometri, Geometri Ruang, PowToon, Desain Media
Pembelajaran.

PENDAHULUAN Ilmu geometri dipelajari oleh peserta


Geometri merupakan salah satu didik mulai dari TK sampai ke perguruan
cabang ilmu matematika yang membahas tinggi. Pengenalan geometri di TK
mengenai ukuran dan jarak. Ilmu geometri diantaranya pengenalan bentuk-bentuk
telah diterapkan oleh anak yang mulai geometri seperti segitiga, segiempat, dan
berusia 2 tahun, dimana proses menendang lingkaran. Ilmu geometri sangat digemari
bola ke gawang. Dia mengatur kekuatan oleh anak usia 4–6 tahun, karena mereka
tendangannya untuk menyesuaikan jarak belajar melalui aktivitas gerak seperti tiga
tempat dia berdiri sampai ke gawang. orang membentuk segitiga dan sebagainya.
Tetapi ilmu geometri sudah menjadi

DOI: https://dx.doi.org/10.24853/fbc.6.1.77-86.
77
FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika

Volume 6 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020

momok ketakutan untuk anak–anak mulai n.d.)(Adnyani, Mahayanti, and Suprianti


usia 9 tahun ke atas, karena ilmu geometri 2020)(Mccannon and Crews
yang dipelajari sudah tidak lagi 2000)(Günaydin and Karamete 2016). Anak
menyenangkan, karena banyak teori-teori yang lahir tahun 2000-an adalah anak
yang mereka harus hapalkan, akibatnya zaman digital. Mereka sering menggunakan
hasil belajar anak kurang maksimal. teknologi interaktif digital sebagai salah
Guru menerapkan model satu kegiatan dominan dalam pengalaman
pembelajaran yang menarik di kelas bermain, berkomunikasi, dan metode
sehingga siswa yang memiliki ketakutan pembelajaran mereka. Seringkali siswa
terhadap pembelajaran geometri dapat ingin belajar dengan menggunakan
diatasi. Model pembelajaran yang teknologi di sekolah tanpa melihat guru
dilakukan oleh guru di kelas masih berpusat menjelaskan dengan menggunakan papan
pada guru, dan media yang digunakan tulis.
hanya papan tulis. Hal ini mengakibatkan Berdasarkan hasil wawancara yang
siswa merasa bosan dan akibatnya dilakukan oleh peneliti bahwa guru
menggangu target kompetensi belajar membutuhkan media pembelajaran berupa
siswa. Memastikan kompetensi belajar yang animasi video. Video menyediakan gambar
ditargetkan tercapai jika seorang guru telah bergerak dan suara yang akan
melakukan inovatif dalam strategi dan meningkatkan tingkat retensi pada subjek
media yang digunakan agar proses (Daryanto 2013)(Adnyani, Mahayanti, and
pembelajaran menarik, dengan demikian Suprianti 2020). Animasi ini menggunakan
siswa akan termotivasi dan tertarik belajar 5 indera, sehingga membuat siswa tertarik
(Supriyadi, Palittin, and Sari 2020). dan terlibat untuk periode yang lebih
Penelitian yang telah dilakukan oleh lama(Syafitri, Asib, and Sumardi 2018).
Nasir (2020), peningkatan motivasi siswa Salah satu alat yang dapat membuat
setelah menerapkan penggunaan media presentasi animasi seperti ini adalah
pembelajaran geometri dasar di kelas. PowToon yang memungkinkan slide
Siswa merasa senang mempelajari materi bergerak satu per satu(Günaydin and
geometri, karena media yang digunakan Karamete 2016)(Reinhardt and Rinne
menarik dan mampu membangun ilmunya 2016). Guru tidak lagi mengajar
sendiri karena melalui media ini siswa berdasarkan buku teks melainkan
diarahkan untuk belajar mandiri. Proses penyampaian pelajaran menjadi video
belajar mandiri merupakan peningkatan animasi melalui PowToon(Semaan and N
kemauan dan keterampilan siswa dalam 2018). Tujuan didesainnya media
proses pembelajaran tanpa bantuan orang pembelajaran animasi dengan
lain, sehingga mereka tidak bergantung menggunakan PowToon pada materi jarak
pada guru, teman, atau orang lain dalam dalam ruang agar siswa dapat mencapai
belajar(Nasir and Nirfayanti 2020) tingkat penguasaan secara mandiri dan
Menggunakan teknologi komputer meningkatkan motivasi belajar.
dan internet sebagai media untuk Pada penelitian sebelumnya di tahun
mengembangkan versi digital bahan ajar 2018-2019 yang berjudul “Pengembangan
perlu dilakukan oleh guru untuk media pembelajaran scratch pada
menghasilkan produk media pembelajaran matematika” menyimpulkan bahwa media
yang tepat(Putra, Asi, and Anggraeni yang dikembangkan dapat memacu
78
Hastri Rosiyanti, Viarti Eminita, dan Riski : Desain Media Pembelajaran Geometri Ruang Berbasis PowToon

FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika. Vol. 6 (1), pp: 77-86

motivasi siswa untuk belajar matematika. Ilmu geometri sangat digemari oleh
Berarti media pembelajaran scratch cocok anak – anak usia 4 – 6 tahun, karena mereka
djadikan salah satu media yang belajar melalui aktivitas gerak seperti tiga
dimanfaatkan untuk siswa kelas XII sebagai orang membentuk segitga, empat orang
motivasi belajar. Hal ini memicu untuk dapat membentuk segiempat, dan minimal 2
mengembangkan berbagai macam bentuk orang dapat membentuk lingkaran. Tetapi
media pembelajaran matematika guna ilmu geometri sudah menjadi momok
memotivasi siswa kelas XII untuk giat ketakutan untuk anak – anak mulai usia 9
belajar. Berdasarkan hasil penelitian tahun ke atas, karena ilmu geometri yang
tersebut, peneliti mendesain media dipelajari sudah tidak lagi menyenangkan,
pembelajaran animasi dengan karena banyak teori-teori yang mereka
menggunakan PowToon pada materi jarak harus hapalkan. Akibatnya hasil belajar
dalam ruang. anak kurang maksimal.
Matematika sebagai cabang ilmu Hasil belajar dapat dimaksimalkan
pengetahuan telah menjadi unsur tak dengan menerapkan media pembelajaran
terhindarkan dari kurikulum inti dan yang tepat. Media adalah segala alat fisik
Matematika masih menjadi subjek dianggap yang dapat menyajikan pesan serta
sulit dan membosankan bagi banyak siswa merangsang siswa untuk belajar. Salah satu
(Zulfiqar and ST 2019). Hal itu dikarenakan fungsi utama media pembelajaran adalah
matematika adalah kumpulan aturan dan sebagai alat bantu mengajar yang turut
fakta yang harus dipahami seperti mempengaruhi lingkungan belajar yang
perhitungan aritmetika, persamaan aljabar, diciptakan oleh guru. Jika dibuat sendiri
dan bukti-bukti geometris. Matematika alat peraga dan media pembelajaran
juga dapat disebut sebagai jembatan ilmu matematika maka keuntungan bagi guru
pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, adalah dapat langsung menerapkan hasil
kemajuan teknologi luar angkasa yang medianya pada siswa yang diampu
sangat pesat di jaman sekarang karena dengan menyesuaikan keadaan dan
kemajuan bidang ilmu fisika yang tidak kondisi siswa (Hendikawati et al. 2019).
akan tercapai tanpa peran matematika dan Minimnya penggunaan media pembelajaran
perkembangan matematika itu sendiri. yang terduga dapat mengakibatkan proses
Geometri merupakan salah satu pembelajaran matematika kurang kreatif
cabang ilmu matematika yang membahas dan terkesan monoton (Masykur, Nofrizal,
mengenai ukuran dan jarak. Ilmu geometri and Syazali 2017). Media pendidikan yang
tanpa sadar telah diterapkan oleh anak yang menarik dan interaktif untuk kemajuan
mulai berusia 2 tahun, dimana proses Dia sistem Teknologi Informasi dalam dunia
menendang bola ke gawang. Proses seperti pendidikan sangatlah penting untuk
ini Dia mengatur kekuatan tendangannya dilakukan (Viajayani, Eka Reny., Radiyono,
untuk menyesuaikan jarak tempat dia Yohanes., Rahardjo 2013).
berdiri sampai ke gawang. Ilmu geometri Aplikasi PowToon merupakanmedia
dipelajari oleh peserta didik mulai dari TK berbasis AudioVisual yang berupa layanan
sampai ke perguruan tinggi. Pengenalan online untuk membuat sebuah paparan
geometri di TK diantaranya pengenalan yang memiliki fitur animasi sangat menarik
bentuk-bentuk geometri seperti segitiga, diantaranya animasi tulisan tangan,
segiempat, dan lingkaran. animasi kartun, dan efek transisi yang
79
FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika

Volume 6 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020

lebih hidup serta pengaturan timeline yang METODE PENELITIAN


sangat mudah(Latifah and Lazulva 2020). Metode penelitian yang digunakan
Siswa perlu menggunakan teknologi dalam penelitian ini adalah penelitian
pendidikan seperti membuat presentasi di pengembangan atau Reseacrh and
situs web www.powtoon.com dalam sebuah Development (R&D). Model yang
kelompok dan menggunakannya sebagai digunakan diadopsi dari model ADDIE,
media presentasi di kelas. Penggunaan tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya
teknologi dalam pendidikan telah menggunakan tahap awal yaitu tahap
mengubah cara siswa belajar dan dapat Analisis dan Desain.
mempengaruhi komponen-komponen Peneliti akan menganalisis
penting, seperti karakteristik afektif kompetensi dasar yang akan dijadikan
(Huscroft-D’Angelo, Higgins, and tolak ukur luaran kompetensi siswa setelah
Crawford 2019). menggunakan produk yang akan peneliti
Elemen yang paling mendukung kembangkan dengan melihat kurikulum
pendidik ketika mengintegrasikan berbasis 2013 Revisi. Selanjutnya peneliti akan
teknologi yaitu siswa dapat lebih menggambar desain media pembelajaran
mengembangkan keterampilan berpikir animasi PowToon dengan bantuan
kritis mereka sambil meninjau dan Microsoft Word atau Kertas A4 dan
merefleksikan hasil dan umpan balik mengembangkan medianya serta peneliti
individu atau kelas. Hal ini didukung hasil akan mereview produk secara diskusi untuk
penelitian oleh Bhagat dan Spector siswa mengevaluasi adanya kekurangan-
dapat lebih berkembang keterampilan kekurangan pada rancangan yang telah
berpikir kritis mereka saat meninjau dan dibuat.
merefleksikan hasil kelas dan umpan balik
(Bhagat and Spector 2017). Teknologi juga HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat mendukung penilaian formatif dengan Analisis Kompetensi Dasar
meningkatkan kinerja belajar, sikap, dan Pada materi geometri ruang,
motivasi belajar. kompetensi dasar yang difokuskan dalam
Kemajuan teknologi yang pesat saat penelitian ini adalah mendeskripsikan dan
ini mengantarkan pada penggunaan dan menentukan jarak dalam ruang (antar titik,
pemanfaatan komputer dalam dunia titik ke garis, dan titik ke bidang). Setelah
Pendidikan. Kompetensi guru dapat mempelajari geometri ruang, siswa
ditingkatkan salah satunya dengan diharapkan dapat menentukan dan
peningkatan keterampilan guru menghitung jarak dari titik ke titik, titik ke
memanfaatkan komputer dalam kegiatan garis, dan titik ke bidang. Melalui
belajar mengajar. Komputer digunakan pendekatan bangun kubus, siswa menjadi
sebagai sarana dalam pembuatan media mudah dalam mempelajari materi geometri
pembelajaran yang bermanfaat dalam ruang.
proses pembuatan animasi sehingga dapat
menarik perhatian dalam proses belajar
mengajar.

80
Hastri Rosiyanti, Viarti Eminita, dan Riski : Desain Media Pembelajaran Geometri Ruang Berbasis PowToon

FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika. Vol. 6 (1), pp: 77-86

G media pembelajaran disertai background


H
yang bernuansa geometri. Slide
E F pengembang awalnya peneliti hanya
1 satuan menuliskan kalimat pembukaan, tetapi pada
D saat disimulasikan dengan aplikasi
C PowToon, tampilannya kurang baik
A B
sehingga peneliti mengubah berisikan
nama-nama pengembang. Di slide tujuan
Gambar 1. Kubus ABCD.EFGH pembelajaran, peneliti mengisi mengenai
kompetensi inti pengetahuan dan
Pada gambar 1, kita dapat keterampilan. Pada bagian alur konsep,
memperoleh jarak dari titik E ke titik C peneliti membuat bagan hubungan antara
dengan menggunakan hukum teorema jarak titik ke titik, jarak titik ke garis, dan
phytagoras, begitu pula dalam menentukan jarak titik ke bidang. Peneliti memberikan
jarak dari titik D ke garis EC dan D ke suatu virtual animasi pada setiap materi
bidang BCHF. Peneliti berharap siswa yang akan disampaikan begitu pula untuk
dapat mempelajari materi ini dengan cara jawaban setiap contoh soal yang diberikan.
memvisualisasikan konsep jarak di dalam
video pembelalajaran. Oleh karena, itu Pembuatan Desain di Aplikasi Powtoon
peneliti akan mengembangkan suatu video Setelah membuat kerangka desain
pembelajaran yang berbasis animasi. media pembelajaran, peneliti membuat
rancangan media pembelajaran dengan
Pembuatan Kerangka Desain menggunakan aplikasi PowToon. Berikut
Peneliti membuat kerangka desain hasil rancangan yang dilakukan oleh
menggunakan aplikasi Microsoft Word. peneliti.
Adapun hasil slide kerangka desain yang 1. Bagian Pendahuluan
dibuat oleh peneliti dapat dilihat pada Pada bagian pendahuluan, peneliti
gambar berikut. membuat judul media, pendahuluan
Pembukaan Pengembang
Tujuan media, dan tujuan materi.
Pembelajaran

Pemberian Pemberian Alur


Contoh Soal Materi berbasis
Konsep
Virtual animasi

Daftar
Kesimpulan
Pustaka

Gambar 2. Kerangka desain media Gambar 3. Bagian Pembuka pada Media


pembelajaran Geometri Ruang Pembelajaran Geometri Ruang

Setiap slide pada media pembelajaran 2. Bagian Isi


ini terdapat logo kampus. Pada slide Pada bagian isi, peneliti membuat alur
pembukaan, peneliti akan menuliskan judul konsep dan materi.

81
FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika

Volume 6 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020

Hasil Evaluasi
Setelah kerangka dibuat dan
ditransformasikan ke dalam aplikasi
PowToon, tim peneliti saling berdiskusi
Gambar 4. Bagian Isi pada Media hal-hal yang perlu diperbaiki. Hasil desain
Pembelajaran Geometri Ruang
media pembelajaran yang dikembangkan
oleh peneliti terdapat perbaikan yang dapat
3. Bagian Penutupan
dilihat pada tabel berikut.
Pada bagian penutupan, peneliti
membuat daftar pustaka dan ucapan
terima kasih.

Gambar 5. Bagian Pembuka pada Media


Pembelajaran Geometri Ruang

Tabel 1. Hasil Evaluasi Media Pembelajaran Geometri Ruang


No Perbaikan Sebelum Perbaikan Setelah Perbaikan
1 Gambar diganti
menjadi laki-laki
Berikan keterangan
2 sasaran (ruang
lingkup)
Pendahuluan yang
3 berisi nama
pengembang
Tambahkan logo
4
kampus

Gambar diganti
5
menjadi laki-laki

Gambar diganti
6
menjadi laki-laki

82
Hastri Rosiyanti, Viarti Eminita, dan Riski : Desain Media Pembelajaran Geometri Ruang Berbasis PowToon

FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika. Vol. 6 (1), pp: 77-86

No Perbaikan Sebelum Perbaikan Setelah Perbaikan


7 Gambar menjadi
laki-laki
8 Redaksi dibawah
diganti di bawah
Gambar kubus
9 diletakan di sebelah
kanan
Dalam contoh soal
10 harus ditulis
diketahui kubus
ABCD EFGH
11 Gambar rusuk
kubus kurang tebal
Jarak titik 𝑃 ke
garis 𝑚 adalah
jarak terdekat
12 antara titik 𝑃
dengan suatu titik
yang berada di
garis 𝑚
Gambar siku-siku
13
dihapus
Berdasarkan hasil evaluasi diskusi media pembelajaran. Adapun perbaikan-
mengenai desain media pembelajaran perbaikan yang telah kami lakukan untuk
geometri ruang, peneliti berharap media ini mendapatkan hasil desain media
dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk pembelajaran yang terbaik. Dari hasil
mempelajari materi geometri ruang dengan desain pembelajaran geometri ruang yang
mudah dan siswa dapat mencapai tingkat dikembangkan oleh peneliti diharapkan
penguasaan secara mandiri dan bermanfaat bagi siswa, yaitu siswa dapat
meningkatkan motivasi belajar. mencapai tingkat penguasaan secara
mandiri dan motivasi belajar.

SIMPULAN
Materi geometri ruang yang UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada
mempelajari jarak titik ke titik, jarak titik ke
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
garis, dan jarak titik ke bidang sangat sulit
Muhammadiyah Jakarta yang telah
dipahami dan dikuasai oleh siswa.
mendanai peneliti ini.
Berdasarkan hasil analisis kurikulum,
peneliti melakukan desain pembelajaran
geometri ruang berbasis animasi. Pertama
peneliti melakukan kerangka desain dengan DAFTAR PUSTAKA
Adnyani, Luh Diah Surya, Ni Wayan Surya
bantuan Microsoft Word, dan selanjutnya
Mahayanti, and G.A.P Suprianti. 2020.
mendesain pembelajaran menggunakan “PowToon-Based Video Media for
aplikasi PowToon. Tim peneliti melakukan Teaching English for Young Learners:
diskusi pada proses pembuatan desain An Example of Design and
83
FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika

Volume 6 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020

Development Research.” In Atlantis http://www.inderscience.com/link.php


Press, 221–26. ?id=96737 (August 13, 2019).
Bhagat, Kaushal Kumar, and J. Michael Latifah, Nurul, and Lazulva Lazulva. 2020.
Spector. 2017. “Formative Assessment “Desain Dan Uji Coba Media
in Complex Problem-Solving Pembelajaran Berbasis Video Animasi
Domains: The Emerging Role of Powtoon Sebagai Sumber Belajar Pada
Assessment Technologies.” Journal of Materi Sistem Periodik Unsur.”
Educational Technology & Society 20: Journal Education and Chemistry
312–17. 2(1): 26–31.
https://www.jstor.org/stable/26229226
(August 13, 2019). Masykur, Rubhan, Nofrizal Nofrizal, and
Muhamad Syazali. 2017. “Al-Jabar :
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran: Jurnal Pendidikan Matematika.” Al-
Perannya Sangat Penting Dalam Jabar : Jurnal Pendidikan Matematika
Mencapai Tujuan Pembelajaran. 8(2): 177–86.
Yogyakarta: Gava Media. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.p
https://www.gavamedia.net/produk- hp/al-jabar/article/view/2014/1564
222-media-pembelajaran-peranannya- (August 14, 2019).
sangat-penting-dalam-mencapai-
tujuan-belajar.html (March 13, 2020). Mccannon, M., and T.B Crews. 2000.
“Assessing the Technology Training
Günaydin, Serpil, and Aysen Karamete. Needs of Elementary School
2016. “Material Development to Raise Teachers.” Journal of Technology and
Awareness of Using Smart Boards: An Teacher Education 8(2): 111–21.
Example Design and Development http://www.learntechlib.org/noaccess/8
Research.” European Journal of 030/ (March 13, 2020).
Contemporary Education 15(1): 114–
22. Nasir, A. Muhajir, and Nirfayanti
Nirfayanti. 2020. “Effectiveness Of
Hendikawati, Putriaji, Rahayu Veronika Mathematic Learning Media Based On
Budhiati, Stevanus Waluya Budi, and Mobile Learning In Improving
Kristina Wijayanti. 2019. Student Learning Motivation.” Daya
“Pemanfaatan Komputer Untuk Matematis: Jurnal Inovasi Pendidikan
Pengembangan Media Matematika 7(3): 228–34.
PembelajaranMatematika Sebagai
Upaya Peningkatan Kompetensi Guru Putra, P S, N B Asi, and M E Anggraeni.
Sekolah Dasar.” CARADDE: Jurnal “Development of Android-Based
Pengabdian Kepada Masyarakat 1(2): Chemistry Learning Media for
116–23. Experimenting.” Journal of Physics:
http://journal.ilininstitute.com/index.p Conference Series PAPER • OPEN
hp/caradde/article/view/106/35 ACCESS.
(August 14, 2019).
Reinhardt, Wolfgang, and Sascha Rinne.
Huscroft-D’Angelo, Jacqueline, Kristina 2016. “An Architecture to Support
Higgins, and Lindy Crawford. 2019. Learning, Awareness, and
“Technology, Attitude and Transparency in Social Software
Mathematics: A Descriptive Engineering.” In Data Structure and
Examination of the Literature Software Engineering: Challenges and
Spanning Three Decades.” Improvements, Apple Academic Press,
International Journal of Technology 9–21.
Enhanced Learning 11(1): 36.
84
Hastri Rosiyanti, Viarti Eminita, dan Riski : Desain Media Pembelajaran Geometri Ruang Berbasis PowToon

FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika. Vol. 6 (1), pp: 77-86

Semaan, C., and Ismail N. 2018. “The Dan Kalor.” Jurnal Pendidikan Fisika
Effect of Using Powtoon on Learning 1(1): 144–45.
English as a Foreign Language | https://www.neliti.com/id/publications/
International Journal of Current 120524/pengembangan-media-
Research.” Int. J. Curr. Res 10(5): pembelajaran-fisika-menggunakan-
69262– 69265. macromedia-flash-pro-8-pada-p
https://www.journalcra.com/article/eff (August 13, 2019).
ect-using-powtoon-learning-english-
foreign-language (March 13, 2020). Zulfiqar, MS, and Alvi ST. 2019.
“Cooperative Learning: Effects on
Supriyadi, I. D. Palittin, and Desy Kumala Mathematics Students’ Achievement
Sari. 2020. “Concept of Sound in Tifa in Private Schools.” In Proc. 17 Th
as Papua’s Contextual Learning International Conference on Statistical
Media.” In Atlantis Press, 391–96. Sciences, Lahore, Pakistan, 347–52.
https://www.researchgate.net/profile/A
Syafitri, Asni, Abdul Asib, and Sumardi sad_Ali63/publication/332686361_PR
Sumardi. 2018. “An Application of EDICTION_OF_RAINFALL_IN_SA
Powtoon as a Digital Medium: RGODHA_A_COMPARISON_OF_V
Enhancing Students’ Pronunciation in ARIOUS_TIME_SERIES_METHOD
Speaking.” International Journal of OLOGIES/links/5cd6a25c299bf14d95
Multicultural and Multireligious 89d01c/PREDICTION-OF-
Understanding 5(2): 295. RAINFALL-IN-SARGODHA-A-
COMPARISON-OF-VARIOUS-
Viajayani, Eka Reny., Radiyono, Yohanes.,
TIME-SERIE (August 13, 2019).
Rahardjo, Dwi Teguh. 2013.
“Pengembangan Media Pembelajaran
Fisika Menggunakan Macromedia
Flash Pro 8 Pada Pokok Bahasan Suhu

85
FIBONACCI : Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika

Volume 6 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020

86

You might also like