1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Gambaran Intervensi Koroner Perkutan Primer pada Pasien Infark

Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST di RSUP Prof Dr. R. D.


Kandou Manado Periode Januari –Desember 2017

1
Cristina Lolaen
2
Starry H. Rampengan
2
Janry A. Pangemanan

1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: [email protected]

Abstract: Acute coronary syndrome (ACS) is one of the main problems in the cardiovascular
field due to its increasing numbers of morbidity and mortality. One of the classifications of
ACS is acute myocardial infarction (AMI) with ST segment elevation (STEMI). Intervention
that can be done mechanically for AMI with STEMI is primary percutaneous coronary
intervention (PPCI). This study was aimed to determine the profile of PPCI in patients with
AMI-STEMI at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from January to December 2017.
This was a descriptive observational study with a retrospective approach using medical record
data of AMI-STEMI patients. Samples were obtained by using consecutive sampling
technique. The results showed that of the total 132 STEMI patient there were 63 samples that
fulfilled the criteria. Most patients were male as many as 57 people (90.5%), aged 45-49 years
as many as 17 people (27%), BMI 18,5-24,9 (normal) as many as 42 people (66.6%). Of 63
samples, 24 patients had only one risk factor (38.1%), with hypertension as the most common
risk factor in 45 people (71.4%). Among patients that underwent PPCI, the PPCI was
predominantly performed on the 3-<6 hours after onset as many as 23 people (36.5%).
Conclusion: Among patients that underwent PPCI, male patients were much more common
than female, and hypertension was the most risk factor of ACS. Most PPCIs were performed
on the 3-<6 hours after onset.
Keywords: AMI, STEMI, PPCI

Abstrak: Sindrom koroner akut (SKA) merupakan salah satu masalah utama kardiovaskular
karena menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Salah satu klasifikasi dari
SKA ialah infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST). Tindakan yang dapat
dilakukan secara mekanis yaitu intervensi koroner perkutan (IKP) primer. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran IKP primer pada pasien IMA-EST di RSUP Prof. DR.
R.D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2017. Jenis penelitian ialah deskriptif
observasional dengan pendekatan retrospektif menggunakan data rekam medik pasien IMA-
EST. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling. Hasil penelitian memper-
lihatkan dari total 132 pasien IMA-EST didapatkan 63 sampel yang memenuhi kriteria.
Frekuensi terbanyak pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang (90,5%), kelompok usia
45-49 tahun 17 orang (27%), IMT 18,5-24,9 (normal) 42 orang (66,6%). Dari jumlah 63
sampel, terbanyak memiliki 1 faktor risiko yaitu 24 orang (38,1%), dengan hipertensi sebagai
faktor risiko terbanyak pada 45 orang (71,4%). Pada pasien yang menjalani IKP primer
terbanyak dilakukan pada awitan gejala 3-<6 jam yaitu 23 orang (36,5%). Simpulan: Pasien
berjenis kelamin laki-laki paling banyak menjalani IKP primer, dengan hipertensi merupakan
faktor risiko PJK terbanyak dan IKP primer terbanyak dilakukan pada awitan 3-<6 jam.
Kata kunci: IMA-EST, IPK primer

153
154 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2018

Infark miokard akut dengan elevasi segmen pada pasien yang didiagnosis dengan
ST (IMA-EST) adalah keadaan dimana STEMI yaitu terapi reperfusi, salah satunya
aliran darah arteri koroner menurun secara yaitu intervensi koroner perkutan primer.
mendadak setelah terjadinya oklusi trom- Intervensi koroner perkutan primer adalah
bus pada plak aterosklerosis yang memang intervensi dengan balloon, stent, atau alat
sudah ada sebelumnya.1 Menurut European lainnya yang dilakukan pada arteri yang
Society of Cardiology Guidelines 2017, infark (infarct-related artery/IRA) dengan
registry IMA-EST di Swedia, tahun 2015 awitan 12 jam sejak timbulnya gejala nyeri
angka kejadiannya yaitu 58 per 100.000 per dada atau gejala lainnya, tanpa terapi
tahun. Angka kejadian di Amerika Serikat fibrinolitik sebelumnya.2,11
menurun yaitu dari 133 per 100.000 pada Penelitian ini bertujuan untuk menge-
tahun 1999 menjadi 50 per 100.000 pada tahui gambaran intervensi koroner perkutan
tahun 2008.2 Menurut data Jakarta acute primer pada pasien infark miokard akut
coronary syndrome registry pada bulan dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) di
Oktober 2014 - Juli 2015 didapatkan total RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pasien sindrom koroner akut (SKA) yaitu periode Januari – Desember 2017.
3.015 pasien. Pasien IMA-EST berjumlah
1.024 pasien yang di rawat di UGD rumah METODE PENELITIAN
sakit yang berpartisipasi. Pasien yang Jenis penelitian ini yaitu deskriptif
menerima terapi reperfusi (fibrinolisis dan observasional dengan pendekatan retro-
IKP) 54% dan yang tidak menerima terapi spektif menggunakan data sekunder dari
reperfusi 46%, IKP primer adalah metode data rekam medik pasien infark miokard
reperfusi yang paling umum dilakukan. akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
Mortalitas di rumah sakit pada pasien yang yang menjalani intervensi koroner perkutan
tidak melakukan reperfusi lebih tinggi yaitu (IKP) primer di RSUP Prof. Dr. R. D.
(9,1%) dibandingkan dengan pasien yang Kandou Manado periode Januari – Desem-
menerima IKP primer (3,2%) atau terapi ber 2017. Pada penelitian ini didapatkan
fibrinolitik (3,8%).3 132 pasien yang didiagnosis dengan IMA-
Faktor risiko yang dapat menyebab- EST dan yang memenuhi kriteria inklusi
kan terjadinya infark miokard (IM) terbagi yaitu yang menjalani terapi IKP primer
menjadi dua yaitu yang dapat dimodifikasi berjumlah 63 orang. Pengelolan data
(hipertensi, diabetes melitus, merokok, dilakukan secara manual dan komputeri-
dislipidemia, obesitas) dan faktor risiko sasi.
yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit jantung sebelum- HASIL PENELITIAN
nya dan riwayat keluarga).4-10 Pada penelitian ini didapatkan total
Diagnosis harus ditegakkan berdasar- pasien yang didiagnosis dengan pasien
kan anamnesis yang cermat, yaitu ditanya- IMA-EST sebanyak 132 pasien periode
kan awitan nyeri dada, durasi, sifat dan Januari - Desember 2017. Yang memenuhi
apakah menyebar atau tidak. Pada pemerik- kriteria inklusi berjumlah 63 orang. Terda-
saan fisik bisa didapatkan penampilan pat 69 pasien dieksklusi, yaitu 24 pasien
umum pasien yaitu gelisah, cemas kemu- tidak melakukan terapi reperfusi, 5 pasien
dian dingin dan ekstremitas lembab. Pada dilakukan terapi fibrinolitik, 3 pasien men-
pemeriksaan penunjang yang dapat dilaku- jalani rescue percutaneous coronary
kan yaitu EKG 12 sadapan, harus dilakukan intervention, 29 pasien memiliki awitan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan gejala >12 jam kemudian menjalani inter-
pasien di UGD. Juga dapat dilakukan vensi koroner perkutan, 7 pasien memiliki
pemeriksaan petanda (biomarker) kerusakan data tidak lengkap yaitu tidak ada data
jantung, yang dianjurkan yaitu CKMB dan mengenai awitan terjadinya nyeri dada, dan
Troponin I atau T.1,11,12 1 pasien gagal dilakukan tindakan IKP
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan primer karena pasien meninggal.
Lolaen, Rampengan, Pangemanan: Gambaran intervensi koroner perkutan ... 155

Dari hasil penelitian didapatkan pasien Tabel 3. Distribusi pasien yang menjalani IKP
yang didiagnosis dengan IMA-EST dan primer berdasarkan usia.
dirawat tahun 2017, laki-laki sebanyak 113 Usia Jumlah Persentase
orang (85,6%) dan perempuan sebanyak 19 (tahun) (n) (%)
orang (14,4%) (Tabel 1). Pasien yang 34-39 3 4,8
menjalani IKP primer, laki-laki sebanyak 40-44 5 7,9
57 orang (90,5%) dan perempuan sebanyak 45-49 17 27
6 orang (9,5%) (Tabel 2). 50-54 10 15,9
Tabel 1. Distribusi pasien IMA-EST yang 55-59 6 9,5
dirawat pada tahun 2017 60-64 6 9,5
65-69 8 12,
Jenis Jumlah Persentase
70-74 3 4,
kelamin (n) (%)
Perempuan 19 14,4 ≥75 5 7,9
Laki-laki 113 85,6 Jumlah 63 10
Jumlah 132 100
Tabel 4. Distribusi pasien yang menjalani IKP
primer berdasarkan indeks massa tubuh
Tabel 2. Distribusi pasien yang menjalani IKP
primer berdasarkan jenis kelamin. IMT Jumlah Persentase
(n) (%)
Jenis Jumlah Persentase <18,5 1 1,6
kelamin (n) (%)
18,5 – 24,9 42 66,6
Perempuan 6 9,5
25 – 29,9 16 25,4
Laki-laki 57 90,5
30 – 34,9 3 4,8
Jumlah 63 100
35 – 39,9 0 0
>40 1 1,6
Berdasarkan kelompok usia, terbanyak
Jumlah 63 100
pada usia 45-49 tahun yaitu sebanyak 17
orang (27%), kemudian diikuti usia 50-54
Tabel 5. Distribusi pasien yang menjalani IKP
tahun sebanyak 10 orang (15,9%), usia 65-
primer berdasarkan faktor risiko hipertensi
69 tahun sebanyak 8 orang (12,7%), usia
55-59 tahun sebanyak 6 orang (9,5%), usia Hipertensi Jumlah Persentase
60-64 tahun sebanyak 6 orang (9,5%), usia (n) (%)
40-44 tahun sebanyak 5 orang (7,9%), Ya 45 71,4
begitu juga dengan usia ≥75 tahun Tidak 18 28,6
sebanyak 5 orang (7,9%), usia 34-39 tahun Jumlah 63 100
sebanyak 3 orang (4,8%), usia 70-74 tahun
juga sebanyak 3 orang (4,8%) (Tabel 3). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
Dari hasil penelitian didapatkan paling pasien yang memiliki faktor risiko diabetes
banyak memiliki indeks massa tubuh (IMT) melitus (DM) berjumlah 11 orang (17,5%)
di rentang 18,5-24,9 yaitu berjumlah 42 dan yang tidak memiliki faktor risiko DM
orang (66,6%), diikuti dengan IMT 25-29,9 berjumlah 52 orang (82,5%) (Tabel 6).
yaitu berjumlah 16 orang (25,4%), IMT 30- Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
34,9 berjumlah 3 orang (4,8%), IMT >40, pasien yang merokok berjumlah 34 orang
dan IMT <18,5 masing-masing berjumlah 1 (54%) dan yang tidak merokok berjumlah
orang (1,6%) dan (1,6%) (Tabel 4). 29 orang (46 %) (Tabel 7).
Dari hasil penelitian didapatkan pasien Dari hasil penelitian didapatkan pasien
yang memiliki faktor risiko hipertensi yang memiliki faktor risiko dislipidemia
berjumlah 45 orang (71,4%), dan yang berjumlah 20 orang (31,7%) dan yang tidak
tidak memiliki faktor risiko hipertensi memilki faktor risiko dislipidemia berjum-
berjumlah 18 orang (28,6%) (Tabel 5). lah 43 orang (68,3%) (Tabel 8).
156 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2018

Tabel 6. Distribusi pasien yang menjalani IKP jantung pada keluarga berjumlah 62 orang
primer berdasarkan faktor risiko diabetes (98,4%) (Tabel 11).
melitus
Tabel 10. Distribusi pasien yang menjalani IKP
Diabetes Jumlah Persentase
primer berdasarkan faktor risiko riwayat
melitus (n) (%)
penyakit jantung sebelumnya
Ya 11 17,5
Tidak 52 82,5 Riwayat penyakit Jumlah Persentase
Jumlah 63 100 jantung sebelumnya (n) (%)
Ya 4 6,3
Tabel 7. Distribusi pasien yang menjalani IKP Tidak 59 93,7
primer berdasarkan faktor risiko merokok Jumlah 63 100

Merokok Jumlah Persentase Tabel 11. Distribusi pasien yang menjalani IKP
(n) (%) primer berdasarkan faktor risiko riwayat
Ya 34 54 penyakit keluarga
Tidak 29 46
Jumlah 63 100 Riwayat penyakit Jumlah Persentase
keluarga (n) (%)
Ya 1 1,6
Tabel 8. Distribusi pasien yang menjalani IKP
Tidak 62 98,4
primer berdasarkan faktor risiko dislipidemia
Jumlah 63 100
Dislipidemia Jumlah Persentase
(n) (%) Dari hasil penelitan didapatkan bahwa
Ya 20 31,7
pasien yang didiagnosis dengan IMA-EST
Tidak 43 68,3 paling banyak yaitu memiliki jumlah faktor
Jumlah 63 100 risiko 1 faktor risiko saja yaitu berjumlah
24 orang (38,1%), kemudian diikuti oleh
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah 2 faktor risiko 22 orang (34,9%),
pasien yang memiliki faktor risiko obesitas pasien dengan 3 faktor risiko berjumlah 14
berjumlah 4 orang (6,3%) dan 59 orang orang (22,2%), pasien dengan 4 faktor
tidak memiliki faktor risiko obesitas risiko 1 orang (1,6%) dan pasien yang tidak
(93,7%) (Tabel 9). memiliki faktor risiko 2 orang (3,2%)
(Tabel 12).
Tabel 9. Distribusi pasien yang menjalani IKP
primer berdasarkan faktor risiko obesitas Tabel 12. Distribusi pasien yang menjalani IKP
Obesitas Jumlah Persentase primer berdasarkan jumlah faktor risiko
(n) (%) Jumlah faktor (n) Persentase
Ya 4 6,3 risiko (%)
Tidak 59 93,7 Tidak ada
Jumlah 3 100 faktor risiko 2 3,2
1 24 38,1
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 2 22 34,9
pasien yang memiliki riwayat penyakit 3 14 22,2
jantung sebelumnya berjumlah 4 orang 4 1 1,6
(6,3%) dan yang tidak memiliki penyakit Jumlah 63 100
jantung sebelumnya berjumlah 59 orang
(93,7%) (Tabel 10). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien yang didiagnosis dengan IMA-EST
pasien yang memiliki riwayat penyakit dan menjalani intervensi koroner perkutan
jantung pada keluarga yaitu 1 orang (1,6%) primer terbanyak yaitu pada awitan 3-<6
dan yang tidak memiliki riwayat penyakit jam yang berjumlah 23 orang (36,5%)
Lolaen, Rampengan, Pangemanan: Gambaran intervensi koroner perkutan ... 157

diikuti oleh awitan 0-<3 jam berjumlah 15 yang melaporkan dari total sampel 83
orang (23,8%), awitan 6-<9 jm berjumlah orang yang didiagnosis IMA-EST didapat-
15 orang (23,8%), dan awitan 9-12 jam kan tertinggi pada usia 60-69 tahun. Hal ini
berjumlah 10 orang (15,9%) (Tabel 13). dapat disebabkan oleh karena elastisitas
pembuluh darah yang akan semakin
Tabel 13. Distribusi pasien yang menjalani IKP menurun seiring dengan bertambahnya usia
primer berdasarkan awitan gejala seseorang dan adanya faktor risiko lain
yang memicu terjadinya infark miokard.15
Awitan Jumlah Persentase
gejala (n) (%)
Kerentanan terjadinya aterosklerosis koro-
0 – <3 jam 15 23,8 ner meningkat seiring bertambahnya usia
3 – <6 jam 23 36,5
namun jarang timbul sebelum usia 40
tahun, sedangkan dari usia 40-60 tahun
6 – <9 jam 15 23,8
insiden miokard infark meningkat lima kali
9 – 12 jam 10 15,9
lipat.4,5 Hasil yang didapatkan oleh peneliti
Jumlah 63 100 ialah sebelum usia 40 tahun hanya tedapat
3 kasus, sedangkan pada usia 40 sampai
BAHASAN sebelum usia 60 tahun, didapatkan 38
Berdasarkan hasil penelitian didapat- kasus.
kan bahwa pasien yang didiagnosis dengan Berdasarkan distribusi sampel menu-
(IMA-EST) dan menjalani IKP primer, rut IMT pasien yang didiagnosis dengan
terbanyak pada jenis kelamin laki-laki. IMA-EST didapatkan bahwa paling banyak
Hasil penelitian ini selaras dengan peneliti- pasien yang memiliki IMT 18,5-24,9
an yang dilaporkan oleh Muhammad dan (normal), berjumlah 42 orang (66,6%),
Ardiantho9 yang dilakukan di RSUP DR diikuti oleh IMT 25-29,9 (preobese)
Kariadi Semarang, yaitu dari 188 orang sebanyak 10 orang (25,4%), IMT 30-34,9
sampel penelitian, yang didiagnosis dengan (Obese I) berjumlah 3 orang (4,8%), IMT
IMA-EST, paling banyak terdapat pada >40 (Obese III) berjumlah 1 orang (1,6%).
pasien berjenis kelamin laki-laki berjumlah Jadi dari penelitian ini didapatkan bahwa
126 orang dan perempuan hanya berjumlah pasien yang obes berjumlah 4 orang
62 orang. Hal yang serupa juga dilaporkan (6,3%). Obesitas meningkatkan risiko ter-
oleh Nugroho13 di RSUD Dr. Moewardi kena PJK. Sekitar 25-49% PJK di negara
yaitu dari jumlah sampel 54 orang, terdapat berkembang berhubungan dengan adanya
27 orang yang didiagnosis dengan IMA- peningkatan pada IMT yang overweight
EST, paling banyak pasien berjenis kela- dengan IMT >25-30 kg/m2 dan obesitas
min laki-laki yaitu berjumlah 20 orang dengan IMT >30 kg/m2.8
dibandingkan dengan jenis kelamin perem- Berdasarkan distribusi sampel, pasien
puan yang hanya berjumlah 7 orang. yang didiagnosis dengan IMA-EST yang
Berdasarkan distribusi usia, pada pene- memiliki faktor risiko hipertensi berjumlah
litian ini didapatkan terbanyak pada usia 45 orang (71,4%), dan yang tidak memiliki
45-49 tahun yang berjumlah 17 orang faktor risiko hipertensi berjumlah 18 orang
(27%), diikuti kelompok usia 50-54 tahun (28,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
berjumlah 10 orang (15,9%). Hasil pene- penelitian yang dilaporkan oleh Budiman,
litian ini sejalan dengan penelitian yang et al16 yang dilakukan di RSUD 45
dilaporkan oleh Putra et al14 dilakukan di Kuningan yaitu dari jumlah 71 orang yang
bangsal jantung RSUP Dr. M Djamil didiagnosis dengan IMA, paling banyak
Padang, yaitu dari jumlah sampel 181 pasien memiliki faktor risiko hipertensi
orang, didapatkan pasien yang didiagnosis yaitu berjumlah 41 orang dibandingkan
dengan IMA-EST tertinggi pada usia 45-54 dengan yang tidak memiliki faktor risiko
tahun yaitu berjumlah 70 orang. Hasil hipertensi yaitu berjumlah 30 orang.
penelitian ini tidak sejalan dengan pene- Namun karena penelitian yang dilakukan
litian yang dilakukan oleh Edward et al15 oleh peneliti bersifat retrospektif, hanya
158 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2018

melihat data pasien dari rekam medik, tidak ketika darah mengalir di dalamnya. Bisa
menanyakan langsung pada pasien, sehing- juga karena asupan garam, stres emosional,
ga peneliti tidak bisa mendapatkan data serta kebisaan merokok dan konsumsi
secara lebih detail. Pada saat terjadi alkohol. Usia juga dapat memengaruhi
peningkatan tekanan darah sistemik, hal ini karena seiring bertambahnya usia, akan
akan meningkatkan resistensi terhadap terjadi penurunan fungsi organ hemo-
pemompaan darah dari ventrikel kiri, dinamik tubuh dan juga berkurangnya
sehingga beban jantung bertambah, akibat- elastisitas dinding pembuluh darah. Hal itu
nya terjadi hipertrofi ventrikel untuk mengakibatkan peningkatan tahanan pem-
meningkatkan kekuatan kontraksi. Kemam- buluh darah kapiler sehingga dapat mence-
puan ventrikel untuk mempertahankan tuskan terjadinya kenaikan tekanan darah.
curah jantung dengan hipertrofi kompen- Jika berlangsung cukup lama maka kenaik-
sasi akhirnya terlampaui, dan terjadi an tekanan darah ini akan berakhir pada
dilatasi dan payah jantung.6 Hipertensi juga keadaan hipertensi.19
dapat menimbulkan trauma langsung terha- Berdasarkan distrisbusi sampel, pasien
dap dinding pembuluh darah arteri IMA-EST yang memiliki faktor risiko DM
koronaria, sehingga memudahkan terjadi- berjumlah 11 orang (17,5%), dan yang
nya aterosklerosis koroner. Hipertensi tidak memiliki faktor risiko DMberjumlah
merupakan faktor risiko penting untuk 52 orang (82,5%). Hasil ini berbeda dengan
aterosklerosis, akan terjadi pengurangan penelitian yang dilaporkan oleh Vinod et
diameter lumen arteri koroner oleh plak al20 di Rumah Sakit Kolkata, Benggala
atheromatous bila proses aterosklerosis ini Barat, dimana didapatkan dari 100 sampel
berlanjut, akhirnya mengurangi aliran darah penelitian terdapat 67 orang yang didiag-
miokardium, dengan demikian terjadi nosis dengan IMA-EST dan dari 67 orang
iskemia. Plak-plak ini akhirnya bisa pecah, tersebut terdapat 49 orang yang memiliki
selanjunya akan membentuk emboli perifer DM. Penyandang DM cenderung memiliki
atau terutama trombus in situ dengan cara prevelensi, prematuritas, dan keparahan
agregasi trombosit yang bertanggung jawab aterosklerosis koroner yang lebih tinggi.6
untuk SKA. Pada keadaan hipertensi tidak Berdasarkan distribusi sampel, pasien
hanya terjadi pembentukan aterosklerosis IMA-EST yang merokok bejumlah 34
yang pada suatu keadaan nanti dapat pecah, orang (54%), dan yang tidak merokok 29
tapi juga dikaitkan dengan terjadinya ano- orang (46%). Hasil penelitian ini sejalan
mali mikrosirkulasi koroner yaitu adanya dengan penelitian yang dilaporkan oleh
fibrosis peri-vaskular, dan juga adanya Putra et al14 di bangsal jantung RSUP Dr.
penebalan tunika intima. Hal ini yang M. Djamil Padang bahwa pada pasien yang
kemudian menyebabkan terjadinya infark didiagnosis dengan IMA-EST dari jumlah
miokard, lebih sering didapatkan pada sampel 181 orang, terdapat 122 orang yang
penyandang hipertensi dibandingkan de- merokok. Jadi pada pasien IMA-EST
ngan yang memiliki tekanan darah terdapat lebih banyak pasien yang merokok
normal.17,18 dibandingkan yang tidak merokok. Kan-
Hipertensi merupakan suatu penyakit dungan nikotin di dalam rokok dapat
multifaktor yang bisa timbul karena inter- menganggu sistem saraf simpatis dengan
aksi faktor-faktor risiko tertentu antara lain akibat dapat meningkatkan kebutuhan
faktor genetik. Pada pasien yang memiliki oksigen miokard.6
keluarga dengan hipertensi maka dapat Berdasarkan distribusi pasien IMA-
menyebabkan adanya kelainan pada arteriol EST, didapatkan pasien yang memiliki
perifer mereka (pembuluh arteri kecil yang faktor risiko dislipidemia berjumlah 20
memasok darah ke jaringan tubuh). orang (31,7%) dan yang tidak memiliki
Abnormalitas genetik itu menyebabkan faktor risiko dislipidemia berjumlah 43
dinding pembuluh darah menjadi kaku orang (68,3%). Hasil penelitian ini sejalan
sehingga terdapat tahanan yang besar dengan penelitian oleh Rosmiatin21 yang
Lolaen, Rampengan, Pangemanan: Gambaran intervensi koroner perkutan ... 159

dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangun- dalam keluarga mencerminkan suatu


kusumo Jakarta yang melaporkan bahwa predisposisi genetik terhadap dis-fungsi
pada PJK sebagian besar pasien tidak endotel dalam arteria koronaria.6,7
memiliki dislipidemia. Dari jumlah sampel Dari hasil penelitian, didapatkan bah-
78 orang, pasien yang memiliki dislipide- wa paling banyak pasien yang didiagnosis
mia berjumlah 29 orang dan 49 orang tidak dengan IMA-EST memiliki 1 faktor risiko
memiliki faktor risiko dislipidemia. Pada yaitu berjumlah 24 orang (38,1%) diikuti
proses terganggunya profil lipid dalam dengan pasien yang memiliki 2 faktor
darah terjadi penimbunan lemak di lapisan risiko berjumlah 22 orang (34,9%) pasien
pembuluh darah yang akhirnya mengurangi yang memiliki 3 faktor risiko berjumlah 14
diameter lumen pembuluh darah, akibatnya orang (22,2%), pasien yang memiliki 4
akan terjadi iskemia, dengan manifestasi faktor risiko 1 orang (1,6%). Dari data yang
lanjutannya ialah terjadi infark.10 didapatkan, 2 orang pasien yang tidak
Berdasarkan distribusi sampel, pasien memiliki faktor risiko. Hasil ini sejalan
IMA-EST didapatkan, yang memiliki riwa- dengan penelitian yang dilakukan oleh
yat penyakit jantung sebelumnya berjumlah Putra et al14 yaitu dari 181 sampel,
4 orang (6,3%), dan yang tidak memiliki didapatkan 99 orang memiliki kurang dari
riwayat penyakit jantung sebelumnya 3 faktor risiko dan 82 orang memiliki lebih
berjumlah 59 orang (93,7%). Yang memi- dari 3 faktor risiko.
liki riwayat penyakit jantung pada keluarga Berdasarkan distribusi sampel diper-
berjumlah 1 orang (1,6%), dan yang tidak oleh bahwa pasien yang didiagnosis dengan
memiliki riwayat penyakit jantung pada IMA-EST dan menjalani IKP primer, yaitu
keluarga berjumlah 62 orang (98,4%). awitan gejala didapatkan terbayak pada
Hasil peneliltian ini sejalan dengan awitan 3-<6 jam berjumlah 23 orang
penelitian yang dilaporkan oleh Stivano et (36,5%), awitan 0-<3 jam 15 orang
al22yang dilakukan di RSU Bethesda (23,8%), awitan 6-<9 jam 15 orang
Tomohon, dimana riwayat penyakit jantung (23,8%), dan awitan 9-12 jam 10 orang
pada keluarga hanya dimiliki oleh 1 orang (15,9%). Strategi pengobatan IMA-EST
saja dari jumlah 37 orang penderita SKA sangat berkaitan dengan masa awitan (time
yang menjadi sampel. Pada pasien yang onset) dari gejala nyeri dada demi menda-
memiliki riwayat penyakit jantung sebe- patkan tatalaksana yang tepat dan cepat.
lumnya, proses IMA-EST biasanya ber- Salah satu tindakan yang dilakukan yaitu
kembang dengan adanya pembentukan tindakan IKP primer, dengan tujuan
trombus oklusif (gumpalan darah) di dalam pengobatan utama yaitu untuk secara cepat
arteri koroner utama, yang memang membuka arteri yang tersumbat.23 Inter-
sebelumnya telah mengalami aterosklero- vensi koroner perkutan primer itu adalah
sis. Pada pasien yang memiliki riwayat strategi reperfusi yang dilakukan pada
penyakit jantung dalam keluarganya, baik pasien IMA-EST dengan awitan serangan
saudara laki-laki atau orang tua penderita yaitu 12 jam sejak timbulnya gejala. Dari
yang mengalami PJK sebelum usia 50 hasil penelitian, tindakan IKP primer paling
tahun, meningkatkan kemungkinan timbul- tinggi dilakukan pada pasien dengan awitan
nya aterosklerosis prematur. Pada seseo- gejala 3 - <6 jam.
rang yang memiliki keturunan PJK prema-
tur dapat terjadi perubahan dalam penanda SIMPULAN
aterosklerosis awal, misal reaktivitas arteri Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
brakialis dan peningkatan dari tunika disimpulkan bahwa pasien yang terbanyak
intima arteri karotis dan adanya penebalan menjalani IKP primer berjenis kelamin
tunika media. Adanya hipertensi, dan laki-laki, usia 45-49 tahun, IMT 18,5-24,9
peningkatan lipid, ditemukan pada individu (normal), dengan satu faktor risiko. IKP
tersebut. Penelitian yang didapatkan ini primer terbanyak dilakukan pada awitan 3-
sangat mengesankan bahwa adanya riwayat <6 jam sejak timbulnya gejala nyeri dada.
160 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2018

SARAN 8. Alamira Sofyan, Itsaini. Perbandingan


Untuk penelitian selanjutnya, diharap- clinical outcome pasien infark miokard
kan dapat menggunakan rentang waktu akut ST-elevasi (STEMI) pasca terapi
yang lebih panjang dan jumlah sampel intervensi koroner perkutan primer dan
terapi fibrinolitik di RSUP Dr. Kariadi
yang lebih besar, agar bisa mendapatkan
Semarang. Semarang: Universitas
hasil penelitian yang maksimal dan Muhammadiyah; 2016.
memuaskan. 9. Muhammad GR, Ardhianto P. Profil Faktor
Diharapkan data rekam medik kede- Risiko Atherosklerosis Pada Kejadian
pannya akan lebih teratur, lebih lengkap Infark Miokard Akut Dengan St-
dan lebih diperjelas pemgisiannya agar Segment Elevasi Di Rsup Dr Kariadi
dapat menunjang penelitian yang akan Semarang. Media Med Muda.
dilakukan dan memperoleh hasil yang lebih 2015;4(4):849-58.
baik dan lebih akurat. 10. Budiman, Sihombing R, Pradina P.
Hubungan dislipidemia, hipertensi dan
DAFTAR PUSTAKA diabetes melitus dengan kejadian infark
1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi miokard akut. JKMA. 2015;10(1):32–
segmen ST. In: Sudoyo AW, 7.
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, 11. Juzar DA, Danny SS, Irmalita, et al.
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Pedoman tatalaksana sindrom koroner
Penyakit Dalam Jilid II (5th ed). akut (4th ed). Jakarta: Perhimpunan
Jakarta: Interna Publishing, 2010; p. Dokter Spesialis Kardiovaskular
1741-54. Indonesia, 2018; p. 1-13, 44-73.
2. Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ, 12. Rampengan SH. Kegawatdaruratan Jantung.
Bucciarelli-Ducci C, Bueno H, et al. Jakarta: FKUI; 2015. h. 1-52.
2017 ESC Guidelines for the 13. Nugroho IS. Perbedaan kadar SGOT pada
management of acute myocardial pasien ST-elevasi miokard infark
infarction in patients presenting with (STEMI) dan non-ST elevasi infark
ST-segment elevation. Eur Heart J. miokard (NSTEMI) di RSUP Dr.
2018;39(2):119-77. Moewardi. Surakarta: Universitas
3. Dharma S, Andriantoro H, Purnawan I, Muhammadiyah Surakarta; 2018.
Dakota I, Basalamah F, Hartono B, 14. Putra S, Eka FE, Afdai. Gambaran faktor
et al. Characteristics, treatment and in- risiko dan managemen reperfusi pasien
hospital outcomes of patients with IMA-EST di bangsal jantung RSUP Dr.
STEMI in a metropolitan area of a M Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
developing country: an initial report of Andalas. 2017;6(3):579-80.
the extended Jakarta Acute Coronary 15. 15Wagyu EA, Rampengan SH, Pange-
Syndrome registry. BMJ Open. 2016; manan JA. Gambaran pasien infark
6(8):e012193. miokard dengan elevasi segmen ST
4. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Buku Ajar (STEMI) yang dirawat di BLU Prof Dr.
Patologi Robbins Volume 2 (9th ed). R. D. Kandou Manado Periode Januari
Singapura: Elsevier, 2015; p. 377-84. sampai Desember 2010. eCl. 2013;1(3).
5. Boudi BF. Risk factor for coronary artery 16. Budiman, Rosmariana S, Paramita P.
disease (medscape). Cardiology. 2016. Hubungan dislipidemia, hipertensi dan
Available from: https://emedicine. diabetes melitus dengan kejadian infark
medscape.com/article/164163- miokard akut. Jurnal FKM Universitas
overview. Andalas. 2015;10(1)L32-7.
6. Price S. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- 17. European society of hypertension scientific
Proses Penyakit Vol 1 (6th ed). Jakarta: news: update on hypertension manage-
EGC, 2005; p. 579-85. ment. 2005; p. 6.
7. Dewi RF, Wahid A, Hafifah I. Gambaran 18. Djohan TBA. Penyakit jantung koroner dan
faktor risiko pada kejadian mortalitas hipertensi. e-USU, 2004; p. 1-7.
pasien stemi di RSUD ULIN Banjar- Available from: library.USU.ac.id/
masin. Dunia Keperawatan. 2016; download/fk/gizi-bahri10.pdf.
4(2):110-4. 19. Dwiputra B. Hubungan perilaku dengan
Lolaen, Rampengan, Pangemanan: Gambaran intervensi koroner perkutan ... 161

prevalensi hipertensi pada masyarakat terhadap kejadian penyakit jantung


Kota Ternate tahun 2008 [Skripsi]. koroner pada wanita lanjut usia di
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univer- RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
sitas Indonesia; 2009. Depok: Fakultas Kedokteram
20. Vinod WC, Tapas R, Chandramouli B, Universitas Indonesia; 2012.
Abhinav DW. Clinical profile of 22. Stivano VT, Panda AL, Ongkowijoyo J.
patients with acute coronary syndrome Gambaran faktor risiko sindrom
with special reference to diabetes koroner akut. eCl. 2014;2(1);8.
mellitus. IJRMS. 2015; 3(4):853. 23. Prasetya A. Peguatan rantai survival pasien
21. Rosmiatin M. Analisis faktor-faktor risiko stemi. Medical Majapahit. 2017;9(1): 2.

You might also like