Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Dan Kreativitas Siswa Dalam Pembelajaran Ips Melalui Model Ambarketawang 2 Tahun PELAJARAN 2016/2017
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Dan Kreativitas Siswa Dalam Pembelajaran Ips Melalui Model Ambarketawang 2 Tahun PELAJARAN 2016/2017
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Dan Kreativitas Siswa Dalam Pembelajaran Ips Melalui Model Ambarketawang 2 Tahun PELAJARAN 2016/2017
ABSTRACT
Background research low learning outcomes and creativity of students on subjects IPS class V
SD Muhammadiyah Ambarketawang 2. Caused lessons dominated by teachers and less variation of
learning models. The purpose of research: 1) to know the improvement of student learning
outcomes in learning social studies using the model of learning Treffinger on students of class V 2)
to know the improvement of student's creativity in learning IPS by using the model of learning
Treffinger on students of class V.
The type of research is Classroom Action Research (PTK). Implemented in 2 cycles, each
cycle consists of two meetings. Each cycle through 4 stages of planning, implementation,
observation and reflection. The subjects of the study were students of class V of 25 students.
Techniques of collecting observation, test, and documentation data. Data analysis using
quantitative and descriptive qualitative analysis. The success criteria of action is marked by the
increase of learning result that is 75% of students reach KKM score established by the school that
is 70. The success criteria of action is also seen from the creativity percentage of students that is
75% of students included in good criterion (score ≥ 26).
The results showed the results of learning and creativity of students in IPS learning using the
Treffinger learning model has increased. Completeness of learning outcomes in the pre cycle of 8
students (32%), completeness in the cycle 1 to 14 students (56%), and completeness in cycle 2 of 21
students (84%). The result of students' creativity in the pre cycle there are 4 students (16%) got
score ≥ 26, in cycle I there are 12 students (48%), in cycle II there are 20 students (80%). The
results can be concluded that the Treffinger model can improve student learning outcomes and
creativity in learning IPS class V SD Muhammadiyah Ambarketawang 2.
Keywords: Treffinger Learning Model, IPS Learning, Learning Outcomes and Creativity
ABSTRAK
Latar belakang penelitian rendahnya hasil belajar dan kreativitas siswa pada mata pelajaran
IPS kelas V SD Muhammadiyah Ambarketawang 2. Disebabkan pembelajaran didominasi oleh
guru dan kurang variasi model pembelajaran. Tujuan penelitian: 1) mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger pada
siswa kelas V 2) mengetahui peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran IPS dengan
menggunakan model pembelajaran Treffinger pada siswa kelas V.
Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dilaksanakan dalam 2 siklus,
masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap siklus melalui 4 tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V
berjumlah 25 siswa. Teknik pengumpulan data observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data
menggunakan analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Kriteria keberhasilan tindakan ditandai
dengan adanya peningkatan hasil belajar yaitu 75% siswa mencapai skor KKM yang ditetapkan
sekolah yaitu 70. Kriteria keberhasilan tindakan juga dilihat dari presentase kreativitas siswa yaitu
75% siswa termasuk dalam kriteria baik (skor ≥ 26).
Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar dan kreativitas siswa dalam pembelajaran IPS
dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger mengalami peningkatan. Ketuntasan hasil
belajar pada pra siklus yaitu 8 siswa (32%), ketuntasan pada siklus 1 menjadi 14 siswa (56%), dan
ketuntasan pada siklus 2 sebesar 21 siswa (84%). Hasil kreativitas siswa pada pra siklus terdapat 4
siswa (16%) yang mendapat skor ≥ 26, pada siklus I terdapat 12 siswa (48%), pada siklus II
terdapat 20 siswa (80%). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model Treffinger dapat
meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa dalam pembelajaran IPS kelas V SD
Muhammadiyah Ambarketawang 2.
Kata kunci: Model Pembelajaran Treffinger, Pembelajaran IPS, Hasil Belajar dan Kreativitas
PENDAHULUAN
Mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus dipelajari di
jenjang pendidikan sekolah dasar Dalam pasal 37 UU Sisdiknas (Sapriya, 2011)
dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut dikemukakan pada bagian
penjelasan UU Sisiknas pasal 37 bahwa bahan kajian ilmu pengetahuan sosial antara lain,
ilmu bumi, sejarah, ekonimi, kesehatan, dan sebagiannya dimaksudkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik
terhadap kondisi sosial masyarakat. Mata pelajaran IPS yang mempelajari tentang
lingkungan sosialnya sehari hari mengajarkan siswa untuk bisa menjadi warga negara yang
baik, yang dapat diwujudkan dengan cara menyelesaikan masalah ataupun mengambil
keputusan dimana siswa tersebut tinggal. Hal serupa juga dikemukakan Supardan (2015)
bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah program pembelajaran yang bertujuan untuk
membahas dan melatih anak didik agar mampu memiliki kemampuan untuk mengenal dan
menganalisis suatu persoalan dari berbagai sudut pandang secara komprehensif.
Pendidikan secara formal. Disekolah, biasanya menekankan pengetahuan, ingatan,
penalaran atau pengetahuan tentang berpikir logis yang hanya mempunyai satu jawaban
yang paling tepat. Kebiasaan seperti inilah yang menghambat kreativitas seorang anak.
Oleh karena itu, diperlukan peranan orang tua untuk menumbuhkembangkan kreativitas
anak sejak dini dilingkungan keluarga dan peranan guru di lingkungan sekolah.
Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini karena kretivitas memungkinkan orang
dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah. Dari segi kognitifnya
kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, dan
perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat,
rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah
putus asa, selalu ingin mencari pengalaman baru, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti banyak siswa yang tidak dapat
mempersentasikan pengalaman belajarnya tentang IPS yang selama ini dipelajari. Siswa
tidak dapat mengemukakan buah pikirannya untuk menjelaskan suatu hal (suatu masalah)
yang berkaitan dengan pembelajaran IPS. Pernyataan ini didukung berdasarkan hasil
pengamatan peneliti selama magang terapan. Peneliti melontarkan sebuah pertanyaan
tentang materi IPS. Jawaban yang diberikan oleh siswa ternyata tidak memuaskan bagi
peneliti. Dalam hal ini peneliti menyimpulkan bahwa tingkat kreativitas berfikir anak yang
masih rendah. Siswa tidak dapat memberikan penjelasan yang luwes yan memungkinkan
jawaban tersebut merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang ada. Selain itu
ditemukan beberapa masalah ketika pembelajaran mata pelajaran IPS berlangsung. Guru
masih cenderung menggunakan metode ceramah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga
meyebabkan kemampuan anak untuk berpikir kreatif cenderung tidak berkembang.
Selain permasalahan pada aspek guru peneliti juga mendapatkan data bahwa: 1)
peserta didik masih kurang aktif dalam pembelajaran, peserta didik tidak mau bertanya
ketika guru memberi kesempatan untuk bertanya, 2) peserta didik kurang memperhatikan
penjelasan dari guru, bahkan ketika ditanya oleh guru mengenai materi yang sedang
diajarkan siswa tidak bisa menjawab, 3) beberapa peserta didik masih sulit ketika diajak
untuk bekerja secara berkelompok, 4) peseta didik juga kurang menghargai teman dan
sering terjadi saling ejek antar peserta didik, 5) hasil belajar IPS yang rendah, dari hasil
analisis terhadap nilai ulangan harian pada mata pelajaran IPS siswa masih di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70. Data hasil belajar
ditunjukkan dengan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 85. Dari 25 siswa hanya 8 siswa
atau 32% yang mampu tuntas dari KKM tersebut. Sedangkan 17 siswa atau 68% kurang
dari KKM, 6) kreativitas peserta didik dalam pembelajaran juga masih rendah. Hal ini
terlihat ketika peserta didik menjawab soal dengan cara hanya terpaku pada yang diberikan
guru saja, peserta didik hanya menerima informasi yang diberikan guru tanpa mencari
informasi tambahan, selain itu peserta didik tidak menanggapi pertanyaan/pernyataan dari
guru maupun teman sekelas ketika proses pembelajaran, siswa yang kurang berani dalam
menjawab pertanyaan dari guru dan kepercayaan diri siswa dalam mengerjakan tugas
latihan maupun mengerjakan soal didepan kelas. Banyak siswa yang belum paham tentang
materi yang diberikan oleh guru., siswa kurang berani untuk bertanya, dan kurang aktif
dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kreativitas belajar siswa
sebagian besar masih tergolong rendah yaitu sebanyak 25 siswa terdapat 4 (16%) siswa
memiliki kreativitas baik, selanjutnya 19 siswa (52%) memiliki kreativitas cukup, dan 2
siswa (8%) dengan kreativitas kurang.
Solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar dan kreativitas peserta
didik, terdapat berbagai cara. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran
yang dipandang dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa yaitu, model
Treffinger Berdasarkan penelitan yang dilakukan Menurut Sarson (dalam Huda, 2013)
karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran Treffinger adalah upayanya
dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah
penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan. Kelebihan model
Treffinger antara lain: 1) memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-
konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan, 2) membuat siswa aktif dan kreatif
dalam pembelajaran, 3) mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan
masalah pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan pada siswa untuk mencari arah-
arah penyelesaiannnya sendiri, 4) mengembangkan kemampuan siswa untuk
mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis,
dan memecahkan suatu permasalahan dan 5) membuat siswa menerapkan pengetahuan
yang sudah dimilikinya kedalam situasi yang baru.
Berdasarkan kelebihan model pembelajaran Treffinger diatas. Peneliti berharap
melalui model pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas
siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di SD Muhammadiyah ambarketawang 2.
IPS di SD adalah mata pelajara yang disusun sesuai dengan kehidupan yang ada di
sekitarnya, kehidupan nyata dalam keseharian peserta didik. Mata pelajaran IPS pada
jenjang SD/MI merupakan mata pelajaran yang berisikan tentang geografi, sejarah dan
lain-lain. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh ahli mengenai Pembelajaran IPS
di SD yakni menurut Sapriya (2011) mengatakan bahwa IPS dalam jenjang SD/MI adalah
mata pelajaran yang terpadu (integrated).
Pengertian IPS juga dijelaskan kembali oleh Supardan (2015) yang mengatakan bahwa
IPS adalah program pembelajaran yang bertujuan untuk membantu dan melatih anak didik,
agar mampu memiliki kemampuan untuk mengenal dan menganalisis suatu persoalan dari
berbagai sudut pandang yang komperhensif. Sehingga dalam pembelajaran akan didapat
suatu gambaran yang luas dan menyeluruh.
Berdasarkan kedua pengertian tentang pembelajaran IPS di atas dapat disimpulkan
bahwa program pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang
membahas tentang seperangkat isu sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik atau disebut juga factual/real. Pembelajaran IPS ini sangat dekat dengan peserta
didik, tidak terlihat asing karena pengembangan materi sesuai dengan pengalaman peserta
didik sehari-hari.
Upaya mencapai tujuan pembelajaran IPS di SD, perlu memperhatikan corak dan
karakteristik pembelajaran IPS di SD Menurut Sri Sugiharti (2016) karakteristik
pembelajaran IPS di SD bersifat pragmatik menyangkut dunia diri dan kehidupan peserta
didik sesuai dengan tingkat perkembangan usia dan kemampuan berpikirnya, serta sesuai
dengan persoalan atau permasalahan masyarakat sekitar peserta didik, baik sebagai sumber
belajar maupun sebagai media belajar. Hal serupa juga dikemukakan Djahiri (Sri Sugiharti,
2016) pembelajaran di SD bersifat pengetahua bukan keilmuan. Artinya bahwa yang
diajarka dalam mata pelajaran IPS adalah hal-hal yang praktis yang berguna bagi diri
peserta didik dan kehidupannya kini maupun kelak di kemudian hari dalam berbagai
lingkungan serta aspek kehidupan. Jadi bukan mengajarkan teori – teori sosial atau ilmu
sosial.
Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh dari apa yang di lakukan dan adanya
perubahan dari aktivitas tersebut. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Suprijono (2012) mengemukakan hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Sedangkan dalam
Taksonomi Bloom (Sudjana, 2014) bahwa hasil belajar secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah, yakni kognitif, afektif dan psikomotoris.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
apresiasi atas perubahan perilaku secara keseluruhan meliputi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Menyelesaikan masalah dibutuhkan kreativitas agar dapat mengembangkan imajinasi
siswa, sehingga dapat menghindari jawaban pada siswa. Siswono (Isnaini dkk, 2016)
menyatakan bahwa kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen) adalah kemampuan
menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya
adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Makin banyak
kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah maka makin kreatiflah
seseorang tersebut. Sedangkan menurut Titin (2011) Kreativitas didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru. Dalam hal ini siswa
dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan beberapa cara atau menemukan cara
baru untuk menyelesaikannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas
merupakan suatu proses untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang dapat diterima
sebagai hal yang bermanfaat pada saat pembelajaran berlangsung yang dapat memicu
semangat siswa untuk lebih giat belajar dan selalu meningkatkan rasa ingin tahunya.
Model Treffinger merupakan salah satu dari berbagai model pembelajaran yang dapat
digunakan dalam proses berlajar mengajar di kelas. Huda (2013) menyatakan bahwa model
Treffinger juga dikenal dengan Creative Problem Solving. Keduanya berupaya mengajak
siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, namun sintak yang diterapkan sedikit
berbeda satu sama lain.
Menurut Treffinger (Huda, 2013) digagasnya model ini karena adanya perkembangan
zaman yang terus berubah dengan cepat dan semakin kompleksnya permasalahan yang
harus dihadapi. Karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu cara
agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan dan menghasilkan solusi yang tepat. Perlu
diperhatikan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperhatikan fakta-fakta
penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi
yang tepat untuk kemudian diimplementasikan secara nyata. Sesuai dengan hal tersebut maka
pelaksanaan model Treffinger diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS.
Model pembelajaran Treffinger memiliki berbagai potensi atau kelebihan yang dapat
meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa. Sarson (dalam Huda, 2013) menyatakan
bahwa karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran Treffinger adalah
upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-
arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan. Manfaat
yang bisa diperoleh dari menerapkan model Treffinger adalah: 1) Memberi kesempatan
kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu
permasalahan, 2) Membuat siswa aktif dalam pembelajaran, 3) Mengembangkan
kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberi
keleluasaan padasiswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri, 4)
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikanmasalah, mengumpulkan data,
menganalisis data, membangunhipotesis, dan memecahkan suatu permasalahan, 5)
Membuat siswa menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke alam situasi baru.
(Huda, 2013).
Penerapan model Treffinger diharapkan pembelajaran akan lebih efektif karena semua
siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran, siswa juga diberi keleluasaan untuk
berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia
kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh oleh
siswa tidak keluar dari permasalahan.
Treffinger (Huda, 2013) menjelaskan langkah langkah model pembelajaran Treffinger
sebagai berikut : 1) Komponen I - Understanding Challenge (memahami tantangan) a)
Menentukan tujuan: Guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajarannya, b) Menggali data: Guru mendemonstrasikan/menyajikan fenomena alam
yang dapat mengundang keingintahuan, c) Merumuskan masalah: Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan. 2) Komponen II-
Generating Ideas (Membangkitkan gagasan), Memunculkan gagasan: Guru memberi
waktu dan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga
membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji. 3)
Komponen III- Preparing for Action (Mempersiapkan tindakan) a) Mengembangkan
solusi: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. b) Membangun
penerimaan: Guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitiaan ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Desain
penelitian yang digunakan pada PTK ini merupakan PTK dari model penelitian Kemmis
and MCTaggart. Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan MCTaggart dikarenakan
kegiatan pelaksaan dan pengamatan dalam penelitian ini dilakukan secara bersamaan
dalam satu waktu. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah
Ambarketawang 2, Gamping, Sleman, Yogyakarta pada kelas V semester genap, bulan
Mei-Juni tahun pelajaran 2016/2017. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V di
Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Ambarketawang 2. Jumlah siswa di kelas V adalah
25 siswa dengan rincian 12 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Sedangkan obyek
penelitian ini adalah kreativitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Muhammadiyah
Ambarketawang 2. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) ini adalah dengan menggunakan observasi atau pengamatan, tes,
dokumentasi dan wawancara. Penelitian terdiri dari 2 siklus, dalam 1 siklus terdapat 4
tahapan yaitu 1) plan, 2) action, 3) observation, 4) reflection, seperti dalam gambar ini :
40
17 21
20 14 11
8 4
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Keterampilan guru pada siklus II memperoleh skor 36,5 dengan kategori sangat baik.
Peningkatan keterampilan guru dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Gambar 2 Diagram Perbandingan Keterampilan Guru
40
30
20 36,5
27
10
0
Siklus I Siklus II
Peningkatan kreativitas siswa dari pra siklus sampai siklus II dapat dilihat pada diagram di
bawah ini.
Pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 20 siswa (80%). Hasil ini menunjukkan
bahwa persentase kreativitas siswa sudah memenuhi dari target sebesar 75% dari seluruh
siswa mendapatkan skor ≥ 26. Hasil Pada siklus II dikatakan berhasil karena ketercapaiaan
kreativitas pada siswa sudah melebihi target peneliti, yaitu 75% dari jumlah siswa yang
mendapat skor ≥ 26.
B. Pembahasan
Hasil belajar adalah potensi yang dimiliki siswa ketika siswa dapat menyelesaikan
permasalahan dari proses yang diterima siswa pada saat belajar, yang merupakan salah satu
penentu keberhasilan dalam suatu peoses pembelajaran. Jika pembelajaran dapat mengarah
pada perubahan yang baik maka pembelajaran telah mencapai keberhasilan. Perubahan
dalam penelitian ini, hasil belajar siswa adalah pada mata pelajaran IPS.
KESIMPULAN
Model pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS kelas V SD Muhammadiyah Ambarketawang 2 Tahun Pelajaran 2016/2017
dapat dilihat hasil belajar siswa berdasarkan yang tuntas KKM. Pada pengujian pretest
adalah 32%, meningkat menjadi 56% pada post test siklus I, dan selanjutnya 84% pada
post test siklus II. Jumlah siswa tuntas KKM pada post test Suklus II sudah memenuhi
target ketuntasan kelas yang sudah peneliti targetkan yaitu sebesar 75% siswa mencapai
skor KKM yang sudah ditentukan sekolah yaitu 70.
Penerapan model pembelajaran Treffinger dapat meningkatan kreativitas belajar
siswa, dibuktikan dengan meningkatnya seluruh indikator pengamatan dari siklus I dan
siklus II. Selain itu secara individu, kreativitas siswa juga meningkat yang ditunjukkan
pada pra siklus, terdapat 4 siswa (16%) yang mendapatkan skor ≥ 26. Pada siklus I,
terdapat 12 siswa (48%), sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 20
siswa (80%). Hasil ini menunjukkan bahwa persentase kreativitas siswa sudah memenuhi
dari target sebesar 75% dari seluruh siswa mendapatkan skor ≥ 26. Hasil Pada siklus II
dikatakan berhasil karena ketercapaiaan kreativitas pada siswa sudah melebihi target
peneliti, yaitu 75% dari jumlah siswa yang mendapat skor ≥ 26.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nisa, Titin Faridatun. 2011. “Pembelajaran Matematika Dengan Setting Model Treffinger
Untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa”. PEDAGOGIA Vol. 1, No. 1, 35-50.
Sadiman, Samidi, dan Hasan Mahfud. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw dan STAD (Student Teams Achievment Devision) Terhadap Hasil
Belajar PIPS SD ditinjau Dari Kreativitas Belajar Mahasiswa PGSD. Jurnal
Paedagogia, Vol. 18 No. 2, 21-35.
Sugiharti, Sri. (2016). Penerapan Model Inquiri Dalam Pembelajaran Ips di Sekolah Dasar.
Wahana Sekolah Dasar, 45-52.
Supardan, Dadang. (2015). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosoal Perspektif Filosofi dan
Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.