Padat Tebar Kerapu Cantang Di Kja

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah

Volume 2, Nomor 2: 310-318


April 2017
ISSN. 2527-6395

Pengaruh Padat Tebar Yang Berbeda Terhadap Kelangsungan


Hidup dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus
fuscoguttatus-lanceolatus) Pada Teknologi KJA HDPE

Effect of Different Stocking Densities on Survival and Growth of


Cantang Grouper (Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus) in HDPE
Cagenets

Syandy Folnuari1, Sayyid Afdhal El Rahimi1, Ichsan Rusydi2,


1
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan,
Universitas Syiah Kuala. 2 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Kelautan
dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala.
Darussalam, Banda Aceh.
*Email korespendensi: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the effect of different stocking densities and
to know the best stocking density on the survival and growth of Cantang grouper.
Five stocking densities tested were 25, 50, 75, 100 and 125 fish/m3 with 4
replications. HDPE net cages (Prime Grade High Density Polyethylene) used consist
of five plots in which the net cages measured of 3x3 meters/plots. Each of plot fitted
4 pieces of net with 1x1x1 meters size. This study was conducted over 35 days. Fish
feeding was conducted for 2 times a day as much as 10% of body weight. The results
showed that different stocking densities considerably affected the survival, absolute
length, absolute weight, and specific growth of Cantang grouper (P <0,05). Duncan
Test towards the survival, absolute length, absolute weight, and specific growth
showed that the stocking density (A) 25 fish/m3, (B) 50 fish/m3, and (C) 75 fish/m3
treatment was not significantly different, but it was drastically different to the
treatment (D) 100 fish/m3 and (E) 125 fish/m3. The highest value of the survival and
growth of the absolute length was on the treatment of stocking density (A) 25
fish/m3, while the growth of absolute weight and the highest specific growth obtained
in the treatment of stocking density (B) 50 fish/m3. Stocking densities (B) 50 fish/m3
was the best stocking density on the survival and growth of Cantang grouper.

Keywords: stocking density, survival, growth, quality

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh padat penebaran yang berbeda dan
menentukan padat penebaran terbaik terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan
ikan kerapu Cantang. Padat penebaran yang diuji adalah 25, 50, 75, 100 dan 125

310
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

ekor/m3 dengan 4 kali pengulangan. Keramba jaring apung HDPE (Prime Grade
High Density Polyethylene) yang digunakan sebanyak 5 petak dengan ukuran 3x3
meter/petak, disetiap petakan dipasang 4 buah hapa yang berukuran 1x1x1 meter.
Penelitian ini dilakukan selama 35 hari. Pemberian pakan ikan rucah dilakukan
selama 2 kali sehari sebanyak 10% dari bobot tubuhnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa padat penebaran yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak dan
pertumbuhan spesifik (P<0,05). Uji lanjut Duncan terhadap kelangsungan hidup,
pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan spesifik
menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran (A) 25 ekor/m3, (B) 50 ekor/m3 dan
(C) 75 ekor/m3 tidak berbeda nyata, akan tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan
(D) 100 ekor/m3 dan (E) 125 ekor/m3. Nilai tertinggi dari kelangsungan hidup dan
pertumbuhan panjang mutlak didapatkan pada perlakuan padat penebaran (A) 25
ekor/m3, sedangkan untuk pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan spesifik
tertinggi didapatkan pada perlakuan padat penebaran (B) 50 ekor/m3. Padat
penebaran (B) 50 ekor/m3 merupakan padat penebaran terbaik terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu Cantang.

Kata kunci : padat tebar, kelangsungan hidup, pertumbuhan, kualitas

PENDAHULUAN

Sudrajat (2015), Keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa indonesia serta


ketersediaan teknologi memungkinkan dihasilkannya berbagai jenis produk hasil laut
melalui akuakultur. Akuakultur merupakan budidaya komoditas perairan seperti
ikan, kekerangan, krustasea dan tanaman air. Dalam budidaya tersebut terdapat
intervensi lebih dalam proses pemeliharaan untuk peningkatan produksi, seperti
penebaran, pemberian pakan, serta pemberantasan hama dan penyakit. Rahmaningsih
dan Ari (2013), jenis ikan laut yang berpotensi sangat besar untuk dikembangkan
antara lain adalah ikan kerapu Macan, ikan kerapu Bebek atau Tikus, ikan kerapu
Cantang dan ikan kerapu Lumpur. Ikan kerapu merupakan salah satu komoditas
penting karena bersifat Export Oriented sehingga nilai jualnya tergantung nilai tukar
dollar, semakin kuat nilai tukar dollar maka nilai jualnya pun semakin tinggi.
Soemarjati et al. (2015) menyatakan bahwa hibridisasi merupakan salah satu
metode pemuliaan untuk mendapatkan strain baru yang memiliki sifat genetik dan
morfologis dari kedua induknya, juga untuk meningkatkan heterozigositas. Semakin
tinggi heterozigositas dalam suatu populasi, semakin baik pula sifat-sifat yang
dimilikinya. Hibridisasi ikan relatif mudah dan dapat menghasilkan kombinasi
taksonomi yang bermacam-macam dan luas. Diharapkan dengan hibridisasi ini dapat
dihasilkan varietas baru berupa kerapu hibrida unggul. Kerapu Cantang merupakan
kerapu hibrid yang dihasilkan dari persilangan antara kerapu macan ( E.
fuscoguttatus) dan kerapu kertang (E. lanceolatus). Ikan kerapu hibrida memiliki

311
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

pertumbuhan yang lebih cepat, lebih tahan terhadap penyakit, lebih toleransi
terhadap lingkungan yang kurang layak dan ruang terbatas.
Tingkat kelangsungan hidup yang rendah menjadi kendala yang dihadapi
pembudidaya setempat dalam budidaya ikan kerapu Cantang. Salah satu yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup adalah padat penebaran. Sehingga diperlukan
suatu kajian mengenai padat penebaran yang berbeda dan menentukan padat
penebaran terbaik terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu
Cantang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh padat penebaran yang
berbeda dan menentukan padat penebaran terbaik terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan ikan kerapu Cantang di keramba jaring apung HDPE (High Density
Prime Grade Polyethylene).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2016. Lokasi
penelitian bertempat di Teluk Sinabang, Desa Suka Maju, Kecamatan Simeulue
Timur, Kabupaten Simeulue.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) non
faktorial dengan lima taraf perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan padat penebaran
yang akan diuji yaitu 25, 50, 75, 100, 125 ekor/m3. Penempatan dari setiap perlakuan
dan ulangan diletakkan secara acak.

Pelaksanaan penelitian
Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan ikan kerapu Cantang adalah
keramba jaring apung HDPE (Prime Grade High Density Polyethylene) yang
berukuran 3x3 meter/petak dengan ukuran jaring 3x3x3 meter. Keramba jaring apung
HDPE (Prime Grade High Density Polyethylene) yang digunakan dalam penelitian
ini sebanyak 5 petak dan pada setiap petakan dipasang 4 buah hapa yang berukuran
1x1x1 meter sebagai wadah perlakuan.
Ikan kerapu Cantang yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 12
cm/ekor. Pada saat ikan sampai di lokasi penelitian, dilakukan aklimatisasi selama 15
menit dan disegarkan selama satu hari penuh di wadah yang berbeda sebelum
dipindahkan ke wadah perlakuan.
Pakan yang diberikan selama pemeliharaan berupa ikan rucah (ikan tajan)
yang dipotong-potong terlebih dahulu. Pemberian pakan dilakukan selama 2 kali
sehari sebanyak 10% dari bobot tubuh.

Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu
kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pengambilan contoh (sampling) sebanyak
10% dari populasi merupakan penentuan nilai parameter pertumbuhan. Pengambilan
contoh (sampling) dilakukan diawal pemeliharaan sebelum penebaran, sampling
selanjutnya dilakukan pada hari ke 7, 14, 21, 28, dan 35.

312
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

Data kelangsungan hidup diperoleh dari jumlah ikan yang hidup diakhir
pemeliharaan, sedangkan data pertumbuhan ikan diperoleh dari pengukuran panjang
tubuh dan pengukuran bobot.

Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah ikan yang hidup
diakhir pemeliharaan dengan jumlah ikan yang hidup pada awal pemeliharaan.
Kelangsungan hidup diketahui setelah pemeliharaan 35 (tiga puluh lima) hari. Data
kelangsungan hidup ikan uji didapatkan pada akhir pemeliharaan dan dianalisa
menggunakan rumus Muchlisin et al. (2001).

SR = (No − Nt)/No × 100

Keterangan : SR = Survival rate (%), Nt = Jumlah ikan yang mati selama penelitian
(ekor), No = Jumlah ikan hidup pada awal pengumpulan data (ekor).

Pertumbuhan Panjang Mutlak


Pertumbuhan panjang mutlak adalah selisih antara panjang tubuh diakhir
pemeliharaan dengan panjang tubuh diawal pemeliharaan. Pertumbuhan panjang
mutlak dihitung berdasarkan rumus Effendie (1997).

PPM= Lt-Lo
Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm), Lt = Panjang rata-rata
diakhir pemeliharaan (cm), Lo = Panjang rata-rata diawal pemeliharaan (cm).

Pertumbuhan Bobot Mutlak


Pertumbuhan bobot mutlak merupakan selisih antara bobot tubuh pada akhir
pemeliharaan dengan bobot tubuh pada awal pemeliharaan. Pertumbuhan bobot
mutlak dihitung menggunakan rumus De Silva dan Anderson (1995).

PM = Wt – Wo

Keterangan : PM = Pertumbuhan mutlak (g), Wt = Bobot rata-rata pada akhir


penelitian (g), Wo = Bobot rata - rata pada awal penelitian (g).

313
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

Laju Pertumbuhan Spesifik


Pertumbuhan spesifik dapat dihitung menggunakan rumus De Silva dan
Anderson (1995).

ln W2 − ln(W1)
SGR = x 100
t

Keterangan : SGR = Spesific growth rate (%), W2 = Berat akhir (g), W1 =


Berat awal (g), T = Waktu.

Fisika dan Kimia Air


Kualitas air yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari parameter fisika dan
kimia. Parameter fisika dan kimia air yang diukur antara lain suhu, salinitas, oksigen
terlarut dan pH (derajat keasaman).

Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil studi padat tebar yang berbeda terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu Cantang, selanjutnya dianalisis
sidik ragam satu arah (One way ANOVA). Jika terdapat pengaruh yang nyata maka,
dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup (SR), pertumbuhan
panjang mutlak (PM), pertumbuhan bobot mutlak (BM) dan pertumbuhan spesifik
(SGR). Nilai kelangsungan hidup tertinggi didapatkan pada perlakuan (A) 25
ekor/m3 dan terendah pada perlakuan (E) 125 ekor/m3. Pertumbuhan panjang mutlak
tertinggi didapatkan pada perlakuan (A) 25 ekor/m3 dan terendah pada perlakuan (E)
125 ekor/m3. Pertumbuhan bobot mutlak tertinggi didapatkan pada perlakuan (B) 50
ekor/m3 dan yang terendah pada perlakuan (D) 100 ekor/m3. Pertumbuhan spesifik
tertinggi didapatkan pada perlakuan (B) 50 ekor/m3 dan terendah pada perlakuan (D)
100 ekor/m3. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengukuran nilai fisika dan
kimia air pada setiap petakan yang didapatkan selama pemeliharaan ikan kerapu
Cantang di lokasi penelitian tersedia pada Tabel 2.

314
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

Tabel 1. Kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot


mutlak, pertumbuhan spesifik ikan kerapu Cantang yang dipelihara pada
padat penebaran berbeda
Perlakuan Kelangsungan Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan
(ekor/m3) Hidup (%) Panjang Mutlak Bobot Mutlak Spesifik
(cm) (gram) (%)
A(25) 95,00±2,00a 5,91±0,29c 69,68±6,14 c 3,40±0,05 b
B(50) 94,00±1,63a 5,66±0,06bc 79,15±5,30 bc 3,48±0,04 b
C(75) 93,33±1,86a 5,40±0,18b 76,18±4,17b 3,45±0,03 b
D(100) 89,50±2,08b 4,15±0,27a 39,96±8,21a 3,10±0,09 a
E(125) 88,80±1,46b 4,12±0,17a 44,25±2,22a 3,14±0,02 a

Tabel 2. Data kisaran parameter kualitas air selama pemeliharaan


Asal sampel Salinitas
No. Suhu (OC) DO (ppm) pH
(petakan) (ppt)

1. Petakan 1 30-31 25-29 7,3-8,5 7,8


2. Petakan 2 30-31 25-29 7,5-8,1 7,8
3. Petakan 3 30-31 25-29 8,1-9,5 7,8
4. Petakan 4 30-31 25-29 7,9-9,0 7,8
5. Petakan 5 30-31 25-29 8,0-9,2 7,8

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa padat penebaran yang berbeda


memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan ikan kerapu Cantang. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Dodi dan
Rae (2016) terhadap ikan kerapu Bebek dengan padat penebaran yang berbeda
memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan. Berbeda dengan hasil
yang didapatkan Alit (2010) terhadap ikan kerapu Macan dengan padat penebaran
yang berbeda tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dengan nilai (P>0,05).
Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan dalam suatu kegiatan budidaya. Kelangsungan hidup ikan
kerapu Cantang yang dipelihara selama 35 hari dengan padat penebaran (A) 25, (B)
50, (C) 75, (D) 100 dan (E) 125 ekor/m3 menunjukkan hasil yang berbeda dengan
nilai 95,00, 94,00, 93,33, 89,50 dan 88,80 %. Padat penebaran (A) 25 ekor/m3
dengan nilai 95,00 merupakan nilai tertinggi yang didapatkan dibandingkan dengan
perlakuan padat penebaran lainnya. Padat penebaran (B) 50 dan (C) 75 ekor/m3
masih dapat ditolerir ikan kerapu Cantang bagi kelangsungan hidupnya.
Kelangsungan hidup ikan tertinggi didapatkan pada perlakuan padat
penebaran (A) 25, (B) 50 dan (C) 75 ekor/m3, sedangkan yang terendah didapatkan
pada perlakuan (D) 100 dan (E) 125 ekor/m3. Penurunan kelangsungan hidup pada
perlakuan (D) 100 dan (E) 125 ekorm3 diduga terjadi karena meningkatnya padat
penebaran. Peningkatan padat penebaran akan menjadi salah satu faktor penyebab
kematian pada ikan kerapu Cantang, hal ini terjadi karena ruang gerak yang semakin
terbatas serta persaingan pakan juga semakin tinggi sehingga menyebabkan ikan

315
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

stres dan mengalami kematian. Kadarini et al. (2010) menyatakan bahwa padat
penebaran yang tinggi dapat menyebabkan ikan stres, kondisi ini dapat menyebabkan
metabolisme terhambat dan nafsu makan ikan menurun. Ikan yang mengalami stres
diduga terjadi karena kondisi lingkungan tidak sesuai bagi kelangsungan hidupnya.
Padat penebaran yang tinggi akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan
ruang gerak, pakan dan oksigen yang dapat menyebabkan ikan stres. Kondisi ikan
yang stres terus menerus dapat menyebabkan fungsi normal ikan terganggu sehingga
menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat dan dapat menyebabkan kematian.
Sukoso (2002) dalam Hermawan et al. (2015) menyatakan bahwa padat penebaran
dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan.
Kualitas air yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari suhu, salinitas,
oksigen terlarut dan pH. Suhu yang diperoleh berkisar antara 30-31 oC, salinitas
berkisar antara 25-29 ppt, oksigen terlarut berkisar antara 7,3-9,5 ppm dan nilai pH
yang didapatkan pada masa pemeliharaan adalah 7,8. Nilai kualitas air dalam
penelitian ini masih dalam kisaran yang optimal untuk budidaya ikan kerapu
Cantang. Kordi (2008) menyatakan bahwa suhu yang optimal untuk beberapa jenis
ikan kerapu berkisar antara 27-32 oC, salinitas berkisar antara 15-35 ppt, oksigen
terlarut berkisar antara 5-6 ppm dan pH (derajat keasaman) air berkisar antara 7-8.
Pertumbuhan panjang mutlak ikan tertinggi didapatkan pada perlakuan padat
penebaran (A) 25 ekor/m3 dengan nilai 5,91 cm dan yang terendah didapatkan pada
perlakuan (E) 125 ekor/m3 dengan nilai 4,12 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa
perlakuan padat penebaran (A) 25 ekor/m3 merupakan padat penebaran dengan nilai
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan padat penebaran lainnya. Padat penebaran
(B) 50 dan (C) 75 ekor/m3 masih dapat ditolerir ikan kerapu Cantang.
Pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan spesifik tertinggi didapatkan
pada perlakuan padat penebaran (B) 50 ekor/m3. Hasil ini menunjukkan bahwa padat
penebaran yang rendah yaitu pada perlakuan (A) 25 ekor/m3 memiliki tingkat
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan padat penebaran yang lebih
tinggi yaitu pada perlakuan (B) 50 ekor/m3. Sutarmat et al. (2003) menyatakan
bahwa ikan kerapu yang dipelihara dalam kepadatan yang sangat rendah, memiliki
pertumbuhan yang lebih kecil dan FCR yang lebih tinggi. Pada kepadatan yang
sangat rendah, biasanya ikan akan ketakutan pada saat menghampiri pakan sehingga
ikan tidak dapat makan dengan baik. Karena itu, padat penebaran yang sangat rendah
juga bermasalah. Huang et al. (2002) menyatakan bahwa padat penebaran yang
tinggi dalam wadah yang sempit dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan dan
mengurangi biaya produksi.
Penurunan pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak dan
pertumbuhan spesifik pada perlakuan padat penebaran (D) 100 dan (E) 125 ekor/m3
diduga terjadi karena ruang gerak yang semakin terbatas serta persaingan dalam
mendapatkan pakan juga semakin tinggi sehingga ikan stres dan pertumbuhan
menurun. Menurut Niazie et al. (2013), Padat penebaran merupakan faktor penting
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Padat penebaran tertentu akan
memiliki efek positif dan negatif terhadap laju pertumbuhan. Menurut Effendi et al.
(2008), bahwa meningkatkan padat penebaran dalam wadah akan mengakibatkan
ruang gerak semakin terbatas dan kompetisi dalam mendapatkan makanan juga
semakin tinggi sehingga dapat menyebabkan ikan stres dan pertumbuhan menurun.

316
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi padat penebaran yang


digunakan dalam budidaya ikan kerapu Cantang maka tingkat kelangsungan hidup
dan pertumbuhannya semakin menurun. Padat penebaran 50 ekor/m3 merupakan
padat penebaran yang terbaik terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan
kerapu Cantang. Tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan (B) 50 dan (A) 25
ekor/m3 tidak jauh berbeda dengan selisih 1% yaitu 94,00 dan 95,00 dan dibuktikan
dari hasil uji lanjut Duncan yang tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup
pada perlakuan (A) 25 dan (B) 50 ekor/m3.
Permasalahan dalam penggunaan keramba jaring apung tradisional adalah
masa pemakaiannya yang relatif singkat. Keramba jaring apung yang terbuat dari
kayu akan cepat lapuk dan alat apung yang digunakan adalah drum yang cepat
berkarat (Krismawati et al., 2014). Permasalahan dalam penggunaan keramba jaring
apung tradisional dapat diatasi menggunakan keramba jaring apung yang telah
dikembangkan oleh PT. Gani Arta Dwitunggal berbahan Prime Grade High Density
Polyethylene (HDPE). PT. Gani Arta Dwitunggal (2015), Alat apung keramba jaring
apung HDPE (Prime Grade High Density Polyethylene) tidak mengandung
styrofoam atau bahan yang dapat mencemari lingkungan sehingga keramba ini ramah
lingkungan dan diakhir masa pemakaian keramba jaring apung dapat didaur ulang
kembali dengan aman. Prime Grade High Density Polyethylene (HDPE) merupakan
plastik baru yang belum pernah didaur ulang sehingga memiliki tensile strength yang
jauh lebih tinggi dibandikan dengan plasik yang telah didaur ulang dan memiliki
umur teknis hingga 50 tahun. Keramba jaring apung HDPE (Prime Grade High
Density Polyethylene) telah terpasang sebanyak 15.000 unit di seluruh Indonesia dan
manca negara yang mampu menghadapi berbagai kondisi laut tanpa kendala.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian disimpulkan bahwa padat penebaran yang


berbeda memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup,
pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan spesifik.
Uji lanjut Duncan terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak,
pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan spesifik menunjukkan bahwa perlakuan
padat penebaran (A) 25, (B) 50 dan (C) 75 ekor/m3 tidak berbeda nyata, akan tetapi
berbeda nyata terhadap perlakuan (D) 100 dan (E) 125 ekor/m3. Padat penebaran (B)
50 ekor/m3 merupakan padat penebaran yang terbaik terhadap kelangsungan hidup
dan pertumbuhan ikan kerapu Cantang. Kelemahan dalam penggunaan keramba
jaring apung tradisional dapat diatasi dengan menggunakan keramba jaring apung
HDPE (Prime Grade High Density Polyethylene).

317
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah
Volume 2, Nomor 2: 310-318
April 2017
ISSN. 2527-6395

DAFTAR PUSTAKA

Alit, A.A .2010. Pendederan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus, pada hatcheri
skala rumah tangga. Prosiding forum inovasi teknologi akuakultur.
De silva, T. A., J. Anderson. 1995. Fish nutrision in Aquaculture. Chapman and hall,
London.
Dody, S., D.L. Rae. 2016. Laju pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis
yang dipelihara dalam keramba jaring apung. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia, 1 (1): 11-17.
Effendi, I., T.D. Ratih, T. Kadarini. 2008. Pengaruh padat penebaran terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan balashark (balantiocheilus
melanopterus Blkr.) di dalam sistem resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia,
7 (2): 189–197.
Effendie, M.I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.
Hermawan, D., Mustafal, kuswanto. 2015. Optimasi pemberian pakan berbeda
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 5 (1): 57-64.
Huang, W.B., Y.C. Lin, T.S Chiu. 2002. Effects of stocking density on growth,
survival, production, and size variation of the common crap Cyprius carpio
linnaeus (1758) fry withn aquariums. J. Fish. Soc. Taiwan, 30 (1): 29-41.
Kadarini, T., L. Sholichah, M. Gladiyakti. 2010. Pengaruh padat penebaran terhadap
sintasan dan pertumbuhan benih ikan hias silver dollar (Metynnis
hypsauchen) dalam sistem resirkulasi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur.
Kordi, M.G.H.K. 2008. Budi daya perairan. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Krismawati, F.D., A.F. Zakki, P. Manik. 2014. Bangunan apung dan keramba dengan
sistem modular ponton berbahan ferosemen. Jurnal Teknik Perkapalan, 4 (3).
Muchlisin, Z.A., F. Afrido, T. Murda, N. Fadli, A.A. Muhammadar, Z. Jalil, C.
Yulvizar. 2016. The effectiveness of experimental diet with varying levels of
papain on the growth performance, survival rate and feed utilization of
keureling fish (Tor tambra). Biosaintifika, 8: 172-177.
Niazie, E.H.N., M. Imanpoor, V. Taghizade, V. Zadmajid. 2013. Effect of density
stress on growth indicase and survival rate of gold fish (Carasius auratus).
Global Veterinaria, 10 (3): 365-371.
PT. Gani Arta Dwitunggal. 2015. AquaTec. http://aquatec.co.id. Tanggal akses 08
Mei dan 18 Desember 2016.
Rahmaningsih S, A.I. Ari. 2013. Pakan dan pertumbuhan ikan kerapu cantang
(Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus). Ekologia 13 (2): 25-30.
Soemarjati, W., A.B. Muslim, R. Susiana, C. Saparinto. 2015. Bisnis dan budi daya
kerapu. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudrajat, A. 2015. Budidaya 26 komoditas laut unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutarmat, T., S. Ismi, A. Hanafi, S. Kawaraha. 2003. Petunjuk teknis budidaya
kerapu bebek (Cromileptes altivvelis) di keramba jaring apung. Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut Gondol dan Japan International Cooperation
Agency, Bali.

318

You might also like