19290-Article Text-58851-2-10-20180315
19290-Article Text-58851-2-10-20180315
19290-Article Text-58851-2-10-20180315
ABSTRACT
The information about the optimum and tolerable salinity to support in the success of coral trout
grouper’s seed culture is still limited until now. The aim of this study was to understand the effect of
different salinity on growth, survival, feed conversion (FCR) and the profile of blood (hematocrit and
hemoglobin) of coral trout grouper seed. The seed with total length 6.0±0.5 cm and body weight
3.2±0.3 g were used as tested animals. Five different salinity treatments, namely: 10±1 ppt (A), 16±1
ppt (B), 22±1 ppt (C), 28±1 ppt (D), and the sea water (34 ppt) as a control (E) were undertaken in
this study, with three replications for each treatment. Salinity values were reach by adding freshwater
into the tested seawater. Water changing system in this study was performed in recirculation process,
with 25% of water replacement every 7 days. The result of this study showed that the survival rate
values were 100% for all treatments, indicating that coral trout grouper seed can be cultured in the
range of salinity between 10 to 34 ppt. The highest total length and body weight were recorded from
treatment C (22 ppt), as well as noted to gain the lowest FCR. Correspondingly, the seed in treatment
C also founded to have in the greatest amount of hematocrit and hemoglobin. Optimum salinity for
rearing of coral trout grouper seeds with total length 6 cm was 22 ppt.
ABSTRAK
Sampai saat ini informasi mengenai salinitas yang dapat ditoleransi dan optimum yang dapat
menunjang keberhasilan pendederan benih ikan kerapu sunu belum ada. Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup
(SR), konversi pakan (FCR) dan profil darah (hematocrit dan hemoglobin) benih ikan kerapu sunu.
Benih ikan kerapu sunu yang digunakan adalah berukuran panjang total 6,0±0,5 cm, dan bobot 3,2±0,3
g. Perlakuan yang diuji yaitu perbedaan salinitas 10±1 ppt (A), 16±1 ppt (B), 22±1 ppt (C), 28±1 ppt
(D), dan air laut (34 ppt) sebagai kontrol (E). Setiap perlakuan terdapat 3 ulangan. Salinitas diatur
dengan menambahkan air tawar pada air laut sampai pada salinitas yang diinginkan. Sistem pergantian
air dengan resirkulasi dilakukan setiap 7 hari sebanyak 25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SR
benih ikan kerapu sunu pada semua perlakuan adalah 100%. Hal ini menunjukkan bahwa benih ikan
kerapu sunu (panjang total awal 6 cm) dapat dipelihara pada kisaran salinitas 10-34 ppt. Pertumbuhan
panjang total dan bobot tubuh tertinggi dihasilkan pada perlakuan C. FCR terendah dihasilkan pada
perlakuan C. Kandungan hematokrit dan hemoglobin tertinggi juga diperoleh pada perlakuan C.
Salinitas optimum untuk pemeliharaan benih kerapu sunu ukuran panjang total 6 cm adalah 22 ppt.
Kata kunci: salinitas, pertumbuhan, kelangsungan hidup, konversi pakan, profil darah
Tanggetada, Sulawesi Tenggara dengan kese- kembangan ikan (Boeuf and Payan, 2001).
pakatan harga dari tengkulak berkisar antara Salinitas 20-40 ppt pada pemeliharaan
Rp. 450.000,- sampai Rp. 600.000,-/kg juvenil ikan kerapu batik (E. microdon) (6,3
dengan ukuran 0,6-1 kg, sedangkan di – 20 g) memperlihatkan pengaruh yang
Jakarta berkisar antara Rp 750.000 hingga nyata terhadap pertumbuhan, dengan pertum-
Rp. 1.000.000/kg. Harga ikan cenderung naik buhan terbaik terjadi pada salinitas 20 dan 25
pada saat mendekati hari besar Cina (Imlek). ppt (Setiawati et al., 2003). Salinitas yang
Nilai jual ekspor ikan kerapu sunu cenderung optimum untuk pendederan benih kerapu
meningkat berkisar antara Rp.1.000.000 tikus ukuran 3,1-3,5 cm adalah 31 ppt
hingga 1.350.000/kg dengan bobot rata-rata (Mudiarti dan Zainuddin, 2016).
0,7-1,2 kg (Hendratno et al., 2017). Ikan Hematologi sering digunakan untuk
kerapu sunu termasuk ikan target favorit di mendeteksi perubahan fisiologis yang dise-
seluruh dunia. Di China, Taiwan dan Singa- babkan oleh stres lingkungan dan juga ber-
pore ikan ini diperdagangkan sebagai produk hubungan dengan status kesehatan ikan,
mewah jika mempunyai warna merah yang parameter yang biasa menjadi indeks dalam
cemerlang dengan harga mencapai £142/kg menentukan status kesehatan ikan adalah
(Waycott, 2016). Suplai ikan kerapu sunu total sel darah merah, sel darah putih, hemo-
selama ini sebagian besar berasal dari tang- globin, hematokrit, (Al-Attar, 2005). Perpin-
kapan alam. Oleh sebab itu ikan kerapu sunu dahan yang terjadi pada ikan air laut dari dari
merupakan kandidat komoditas yang penting media air laut ke air tawar dapat meningkat-
dalam pengembangan usaha budidaya. kan kemampuan mengikat oksigen pada
Di Balai Besar Riset Perikanan darah (Maxime et al., 1990). Kadar hemo-
Budidaya Laut dan Penyuluh Perikanan globin dalam darah berkaitan dengan keseim-
(BBRPBL&PP) Gondol, usaha budidaya ikan bangan osmlaritas plasma darah. Rendahnya
kerapu sunu dimulai sejak tahun 2002 sampai konsentrasi hemoglobin menunjukkan ter-
tahun 2017, pembenihan kerapu sunu sudah jadinya anemia dalam tubuh ikan. Kadar
dapat dilakukan di panti benih (hatchery hemoglobin ikan nila normal 6,0-11,01 g/dl
skala rumah tangga) (Suwirya et al., 2006) (Hardi et al., 2011)
Ikan kerapu sunu mendiami daerah Penelitian ini bertujuan untuk me-
karang yang kaya terumbu karang, laguna nguji pengaruh perbedaan salinitas terhadap
dan laut lepas. Ikan kerapu sunu tidak aktif di pertumbuhan, kelangsungan hidup, konversi
malam hari, dan suka bersembunyi di bawah pakan dan profil darah (hematocrit dan
tepian. Juvenil sering mendiami bagian hemoglobin) pada benih ikan kerapu sunu.
dasar perairan dangkal di habitat terumbu, Dengan demikian dapat diketahui salinitas
terutama di sekitar patahan karang. Juvenil yang dapat ditoleransi dan optimum pada
memakan ikan kecil dan invertebrata seperti pemeliharaan benih ikan kerapu sunu.
krustasea dan cumi-cumi (Anonimous,
2017). II. METODE PENELITIAN
Tahap pendederan merupakan ke-
giatan pembesaran antara setelah perbenihan 2.1. Perlakuan
sampai siap untuk dibesarkan lebih lanjut di Penelitian dilakukan di Balai Besar
tempat pembesaran. Pendederan adalah pada Penelitian dan Pengembangan Budidaya
tahap membesarkan ikan juvenil (muda) Laut, Gondol, Bali. Wadah pemeliharaan
berukuran panjang total 2–3 cm menjadi ikan benih adalah bak fiber berwarna kuning
yang lebih besar sampai ukuran 5–10 cm, dengan kapasitas 500 L sebanyak 5 buah.
yang lebih sehat dan kuat (Ismi et al., 2013) Dalam setiap bak ditempatkan 3 jaring ber-
Pengaruh salinitas terhadap pertum- ukuran 30 x 30 x 60 cm di mana masing-
buhan ikan tergantung pada tahap per- masing jaring berisi benih sebanyak 8 ekor
558 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Setiawati et al.
dengan kisaran panjang total 6,0±0,5 cm dan merupakan panjang rata-rata awal dan akhir
bobot tubuh 3,2±0,3 g. Perlakuan yang penelitian pada waktu t (Effendi, 1997).
diberikan adalah perbedaan salinitas, yaitu:
A. 10±1 ppt, B. 16±1 ppt, C. 22±1 ppt, D. 2.3.2. Profil Darah
28±1 ppt dan E. kontrol (salinitas air laut Pangamatan terhadap profil darah
normal 34 ppt). Penelitian dilakukan pada dilakukan pada akhir penelitian untuk
bulan Juni-Agustus 2015, selama 40 hari analisis hematokrit dan Hb (hemoglobin).
pemeliharaan. Penelitian menggunakan ran- Pengambilan darah ikan dilakukan dengan
cangan acak lengkap dengan 3 (tiga) ulangan. menggunakan syringe 1 ml yang telah dibilas
Pakan yang diberikan berupa pakan komer- dengan larutan heparin sebagai antikoagulan.
sial dalam bentuk pelet kering. Kandungan Darah diambil dari pangkal ekor ikan
protein pakan 48%, lemak 13%, serat 2%, sebanyak 3 ekor setiap ulangan, kemudian
dan abu 16%. Pemberian pakan secara ad darah dimasukkan ke dalam tabung micro-
libitum dengan frekuensi 2 kali sehari dan tube. Pengukuran hematokrit darah dilakukan
sisa pakan dihitung setiap hari untuk dengan cara sampel darah dimasukkan ke
menentukan rasio konversi pakan. dalam capillary tube sampai batas warna
merah, capillary tube ditekan untuk menutup
2.2. Pengelolaan Air lubang tube. Sampel darah tersebut disen-
Pergantian air dikelola dengan sistem trifus dengan centrifuge merk H-1200 m,
resirkulasi dilengkapi dengan bak filter pasir dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5
dengan kapasitas 10 l. Filterisasi terdiri atas menit. Persentase hematokrit diukur dengan
pecahan karang di bagian bawah dan pasir menggunakan sliding cursor. Hemoglobin
putih di bagian atas. Air pasok (inlet) pada diukur dengan menggunakan alat pengukur
bak filter diberi kain kasa dalam bentuk Hb HemoCue Hb 201+, Angelholm Sweden.
kantong. Pergantian air dilakukan setiap
seminggu sekali sebanyak 25% dari total 2.4. Analisis Data
volume. Data pertumbuhan dan kualitas air
dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk
2.3. Parameter yang diamati mengetahui perbedaan perlakuan terhadap
2.3.1. Pertumbuhan respons ikan dilakukan analisis analisis
Pertumbuhan hewan uji diamati ragam (anova) pada taraf nyata (ά) 0,05,
setiap 10 hari dengan melakukan pengukuran dengan bantuan perangkat lunak online epi-
panjang dan bobot pada semua ikan. Pengu- tools. Uji korelasi dilakukan dengan meng-
kuran panjang dilakukan dengan mengguna- gunakan microsoft excel.
kan mistar berketelitian 1 mm dan pengukur-
an bobot menggunakan timbangan digital III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ohaus berketelitian 0,1 g. Kelangsungan
hidup dan konversi pakan (FCR) diamati 3.1. Hasil
pada akhir penelitian. Laju pertumbuhan 3.1.1. Pertumbuhan
bobot dan panjang dihitung menurut rumus: Pertumbuhan Rata-rata panjang total
selama 40 hari pemeliharaan (Gambar 1)
SGR (%bw/day) = menunjukkan bahwa mulai pada hari ke 20-
(Ln (Wt)-Ln (W0))/t × 100 ....................... (1) 40 pemeliharaan menunjukkan bahwa pada
perlakuan C (22±1ppt) mempunyai pertum-
Keterangan: W0 dan Wt merupakan rata-rata buhan yang lebih tinggi daripada perlakuan
biomassa awal dan akhir penelitian pada lainnya dan diikuti oleh perlakuan B (16±
waktu t, sedangkan laju pertambahan panjang 1ppt) dan A (10±1ppt) dan E (34±1ppt) dan
h(%) = ((ht)-( ho))/t ×100, di mana ho dan ht D (28±1ppt). Hal ini menunjukkan bahwa
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 559
Pertumbuhan dan Profil Darah Benih Ikan Kerapu Sunu . . .
benih ikan kerapu sunu dengan panjang total Perlakuan E tidak berbeda nyata terhadap D
awal 6,5±0,5 cm. Mempunyai kecenderungan namun berbeda nyata terhadap C, B dan A.
tumbuh lebih baik pada salinitas yang lebih Kelangsungan hidup benih kerapu
rendah dari air laut. Perbedaan salinitas sunu pada masing-masing perlakuan adalah
memberikan pengaruh yang nyata terhadap sama yaitu 100% (Tabel 1). Perlakuan
laju pertambahan panjang (F hit = 7,19 > F pemeliharaan dengan kondisi salinitas ber-
5% = 3,48) dan berat (F hit = 5,24 > F 5% = beda tidak mempengaruhi kelangsungan
3,48) pada benih kerapu sunu (Tabel 1). hidup benih kerapu sunu.
Laju pertambahan panjang dan bobot Korelasi perlakuan dengan laju per-
tertinggi diperoleh pada perlakuan C diikuti tambahan panjang maupun bobot ikan kerapu
dengan perlakuan B, A, E dan D. Namun sunu yang dipelihara dalam kondisi salinitas
berdasarkan uji BNT dapat diketahui bahwa berbeda menunjukkan korelasi polinomial
perlakuan C tidak berbeda nyata terhadap B (Gambar 2). Berdasarkan persamaannya
namun berbeda nyata terhadap A, E dan D. melalui rumus titik puncak D = -b/2a dapat
Pada perlakuan B tidak berbeda nyata diketahui bahwa laju pertambahan panjang
terhadap perlakuan C maupun A namun dan bobot paling optimum berada pada
berbeda nyata terhadap E dan D. Perlakuan A salinitas 19,7. Hasil perhitungan titik puncak
tidak berbeda nyata terhadap B namun mendekati salinitas optimum pada penelitian
berbeda nyata terhadap C, E dan D. ini yaitu 22 ppt.
Gambar 1. Bobot dan panjang total benih kerapu sunu selama 40 hari pemeliharaan.
Tabel 1. Laju pertambahan panjang dan berat serta kelangsungan hidup benih ikan kerapu
sunu didederkan pada salinitas berbeda.
560 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Setiawati et al.
Gambar 2. Hubungan perlakuan beda salinitas terhadap laju pertambahan panjang dan berat
ikan kerapu sunu.
Gambar 3. Tren laju pertambahan panjang dan berat benih ikan kerapu sunu yang dipelihara
dalam salinitas berbeda.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 561
Pertumbuhan dan Profil Darah Benih Ikan Kerapu Sunu . . .
30 kemudian laju pertambahan bobot kem- Keterangan: notasi dengan huruf sama me-
bali meningkat di akhir penelitian. Hal ini nunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata
disebabkan karena pada penelitian ini meng- (p<0,05).
gunakan sistem resirkulasi yang berdampak Korelasi laju pertambahan panjang
pada peningkatan kandungan amonia yang dan berat terhadap konversi pakan menunjuk-
kurang optimal untuk mendukung per- kan pola korelasi polinomial (Gambar 4).
tumbuhan benih kerapu sunu. Berdasarkan pola korelasi yang terbentuk
menunjukkan bahwa laju pertambahan pan-
3.1.2. Konversi Pakan jang dan berat tertinggi memiliki konversi
Kondisi salinitas yang berbeda pada pakan yang lebih rendah.
pemeliharaan tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap konversi pakan (FCR) ikan 3.1.3. Profil Darah
kerapu sunu (F hit = 3,47 < F 5% = 3,48) Kandungan Hb dalam darah ikan
(Tabel 2). Berdasarkan nilai FCR-nya kerapu sunu yang dipelihara dalam kondisi
nampak bahwa ikan kerapu sunu memiliki salinitas berbeda menujukkan perbedaan
FCR yang cukup rendah, yaitu < 1 pada nyata (F hit = 7,92 > F 5% = 5,19). Semen-
seluruh perlakuan. Nilai FCR pada perlakuan tara itu pada nilai hematokrit darah
C yaitu 0,78, kemudian diikuti oleh per- menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata
lakuan B, E, A dan D. (F hit = 1,86 < F 5% = 5,19) (Tabel 3).
Kandungan Hb paling tinggi ditunjukkan
Tabel 2. Konversi pakan pada benih ikan pada perlakuan C kemudian diikuti dengan
kerapu sunu yang dipeliharan perlakuan D, B, A dan E.
dalam kondisi salinitas berbeda. Korelasi perlakuan pemeliharaan
dengan salinitas berbeda terhadap kadar Hb
FCR maupun nilai hematokrit menunjukkan ko-
Perlakuan relasi polinomial (Gambar 5). Berdasarkan
Rerata Stdev
A 0,89a 0,10 korelasi antara kadar Hb terhadap perlakuan
B 0,81a 0,02 menujukkan bahwa salinitas optimum untuk
menghasilkan kadar Hb optimum berada
C 0,78a 0,04
pada titik 20,56. Sedangkan pada nilai
D 0,96a 0,04
hematokrit tidak menunjukkan korelasi yang
E 0,86a 0,07 kuat.
Gambar 4. Korelasi Laju pertambahan panjang dan berat terhadap konversi pakan.
562 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Setiawati et al.
Tabel 3. Kandungan Hb dan hematokrit darah ikan kerapu sunu yang dipelihara dalam kondisi
salinitas berbeda.
Hb Hematokrit
Perlakuan
Rerata Stdev Rerata Stdev
bc a
A 8,15 0,07 29,5 2,12
ab a
B 8,35 0,07 29,0 0,71
a a
C 9,00 0,14 33,5 2,12
ab a
D 8,50 0,28 30,0 2,83
c a
E 7,40 0,57 31,0 1,41
Keterangan : notasi dengan huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang
berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 5. Korelasi perlakuan beda salinitas terhadap kadar haemoglobin (Hb) dan
hematokrit.
Gambar 6. Hubungan laju pertambahan panjang dan bobot terhadap kadar haemoglobin dan
hematokrit.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 563
Pertumbuhan dan Profil Darah Benih Ikan Kerapu Sunu . . .
Korelasi laju pertambahan panjang berada pada pemeliharaan 19,7 ppt. Titik
dan bobot terhadap kadar haemoglobin dan optimum yang diperoleh jika melihat dari
hematokrit mengikuti persamaan polinomial korelasi antar perlakuan dengan parameter
(Gambar 6). Berdasarkan pola korelasi ter- laju pertambahan panjang dan bobot terdapat
sebut dapat diketahui bahwa ada kecen- pada salinitas 19,7 ppt. Titik optimum ter-
derungan laju pertambahan panjang dan sebut hampir mendekati 22 ppt sesuai dengan
bobot yang tinggi memiliki kadar haemo- perlakuan ini. Jika dilihat secara keseluruhan
globin dan hematokrit yang tinggi, namun perlakuan dapat diketahui bahwa benih ikan
pada titik tengah pada laju pertambahan kerapu sunu memiliki laju pertambahan
panjang dan bobot merupakan titik mini- panjang dan bobot yang jauh lebih baik pada
mum kadar haemoglobin dan hematokrit. salinitas rendah yaitu 10, 16, 22 ppt jika
dibandingkan salinitas yang lebih tinggi yaitu
3.2. Pembahasan 28 dan 33 ppt. Pengaruh salinitas terhadap
Berdasarkan hasil penelitian menun- pertumbuhan ikan dinyatakan tergantung
jukkan bahwa ikan kerapu sunu ukuran 6,0 ± pada tahap perkembangan ikan (Boeuf and
0,5 cm dapat dipelihara pada kisaran salinitas Payan, 2001). Salinitas 20 - 40 ppt pada
10 ppt hingga salinitas air laut normal yaitu pemeliharaan juvenile ikan kerapu batik (E.
34 ppt di mana kelangsungan hidup ikan microdon) (6,3 – 20 g) memperlihatkan
pada seluruh perlakuan mencapai 100%. Hal pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan,
tersebut menunjukkan bahwa benih kerapu dengan pertumbuhan terbaik terjadi pada
sunu bersifat euryhaline (10-34 ppt) yaitu salinitas 20 dan 25 ppt (Setiawati et al.,
mempunyai kemampuan untuk hidup pada 2003). Salinitas yang optimum untuk pen-
rentang salinitas yang lebar. Tetapi setelah dederan benih kerapu tikus ukuran 3,1-3,5
penelitian selesai benih pada salinitas 10 ppt cm adalah 31 ppt (Mudiarti dan Zainuddin,
diturunkan menjadi 5 ppt dalam waktu 1 2016). Hasil pengalaman pada pendederan
minggu semua benih mati dan selama kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu
pemeliharaan di salinitas 5 ppt benih ikan sunu (Plectropomus spp.) biasanya dideder-
tidak respon terhadap pakan yang diberikan. kan pada salinitas 25–35 ppt (Ismi et al.,
Ikan kerapu sunu tidak seperti ikan nila yang 2013). Hal ini disebabkan karena pendederan
bisa hidup pada air tawar sampai air laut biasanya dilakukan di tambak dan kondisi
(Balarin, 1979). Namun demikian nampak tambak yang digunakan mempunyai kisaran
bahwa salinitas 22 ppt merupakan ling- salinitas 25-35 ppt.
kungan terbaik untuk pemeliharaan benih Kondisi pemeliharaan dengan Sali-
kerapu sunu di mana benih kerapu sunu nitas 22 ppt diketahui juga memberikan
memiliki laju pertambahan panjang dan efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik
bobot yang paling tinggi di antara perlakuan dari perlakuan yang lain. Berdasarkan kore-
yang lain yaitu masing-masing 7,31%/hari lasi antara laju pertambahan panjang dan
dan 2,95%/hari atau memberikan laju per- bobot terhadap FCR menunjukkan pola yang
tumbuhan panjang 1,26 X dan laju per- menunjukkan adanya kecenderungan se-
tumbuhan berat 1,20 X jika dibandingkan makin tinggi laju pertambahan panjang
dipelihara pada kondisi salinitas air laut semakin rendah nilai FCR hingga pada titik
normal. Jika melihat dari korelasi antara optimum (Gambar 4). Salinitas rendah, yaitu
perlakuan dengan laju pertambahan panjang 16 dan 22 ppt memberikan laju pertambahan
dan bobot (Gambar 1) diperoleh bahwa panjang dan bobot yang tinggi, diikuti
salinitas optimum untuk mendapatkan laju dengan salinitas air laut normal 34, 10 dan 28
pertambahan panjang optimum pada salinitas ppt. Hal ini menunjukkan bahwa pada
19,7 ppt yang dibulatkan menjadi 20 ppt. salinitas lebih tinggi benih kerapu sunu
Laju pertambahan bobot yang optimum menggunakan energi lebih banyak untuk
564 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Setiawati et al.
berenang dan pemeliharaan tubuh (osmo- altivelis) bobot 25,49±0,78 g adalah 4,1-5,1
regulasi) dibandingkan untuk pertumbuhan (Oktarina, 2009). Lagler et al. (1977) me-
(Watanabe et al., 1998; Moustakas et al., nyatakan bahwa jumlah hemoglobin umum-
2004). Salinitas dapat memberikan dampak nya berbanding lurus dengan jumlah eritrosit.
besar terhadap pertumbuhan dan sintasan Rendahnya konsentrasi hemoglobin menun-
benih di mana energi yang diperlukan untuk jukkan terjadinya anemia dalam tubuh ikan.
berenang dan osmoregulasi menempati pro- Ikan yang menderita anemia memiliki
porsi yang sangat besar yaitu 20 – 50% dari konsentrasi hemoglobin yang rendah akibat
seluruh energi pada ikan (Boeuf and Payan, penurunan jumlah eritrosit. Hardi et al.
2001). Hal ini menunjukkan bahwa salinitas (2011) melaporkan kadar hemoglobin dalam
merupakan faktor lingkungan yang dominan darah berkaitan dengan keseimbangan osmo-
di perairan laut yang memberikan pengaruh laritas plasma darah. Hal ini sesuai dengan
besar terhadap tumbuh kembang ikan. Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kodisi lingkungan osmotik yang sesuai ikan kadar hemoglobin yang tertinggi dihasilkan
akan dapat memanfaatkan energi secara pada perlakuan C yang diduga merupakan
efisien untuk tumbuh. kondisi keseimbangan osmolaritas di dalam
Jika melihat tren laju pertumbuhan- plasma darah. Korelasi antara Hb dan
nya baik panjang dan bobot nampak bahwa salinitas juga cukup kuat dimana salinitas
laju pertumbuhan pada benih kerapu yang optimum pada titik 20,56 sehingga lebih
pemeliharaan dalam kondisi salinitas air laut mendekati ke salinitas C (22±1 ppt) daripada
normal cenderung menurun pada 30 hari B(16±1 ppt) dan D. (28±1 ppt). Karakteristik
pemeliharan dan meningkat pada hari ke- 40. darah dapat digunakan untuk mengevaluasi
Hal ini menunjukkan bahwa ada transisi respons fisiologi pada ikan (Jenkins, 2003).
perubahan kondisi lingkungan yang optimal Respons stres pada hewan dapat dilihat dari
untuk benih kerapu sunu. Benih kerapu sunu perubahan kadar hormon kortisol, glukosa
ukuran 6 cm cenderung lebih sesuai hidup darah, hemoglobin, dan hematokrit (Torres et
pada kondisi perairan dengan salinitas 22 ppt al., 1986).
namun setelah 30 hari pemeliharaan nampak Penelitian ini kadar hematokrit ber-
bahwa laju pertumbuhan meningkat secara kisar antara 28-35%, hematokrit pada per-
tajam memasuki hari ke- 40 pemeliharaan. lakuan C, 33,5 ± 2,1% dan kadar hema-tokrit
Kondisi lingkungan pemeliharaan yang opti- pada perlakuan A 29,5 ± 2,1% dan B 28,5±
mal untuk pertumbuhan suatu ikan dapat 0,7%. Menurut Hardi et al. (2011) melapor-
berbeda berdasarkan stadia hidupnya. Jenis kan bahwa jumlah hematokrit nila normal
ikan flounder memiliki toleransi kisaran berkisar antara 27,3-37,8%. Nilai hematokrit
salinitas yang lebar pada stadia larva dan pada ikan teleostei berkisar antara 20-30%
juvenil namun pada stadia dewasa toleransi dan pada beberapa spesies ikan laut sekitar
salinitas optimum untuk hidup menjadi 42% (Bond, 1979). Hasil pemeriksaan ter-
sempit yaitu pada salinitas air laut normal hadap hematokrit dapat dijadikan sebagai
(Schreiber, 2001). salah satu patokan untuk menentukan
Kandungan hemoglobin (Hb) pada keadaan kesehatan ikan. Penurunan nilai
perlakuan A, B, C, D, E berkisar 7,0 - 9,1. hematokrit dapat dipengaruhi oleh perubahan
Kadar Hb tertinggi terdapat pada perlakuan C kondisi lingkungan atau pencemaran ling-
yaitu 9,0±0,1, nilai Hb terendah pada kungan yang membuat ikan menjadi stres.
perlakuan E 7,4±0,6. sesuai dengan per- Hal ini sesuai dengan pendapat Jawad et al.
nyataan Hardi et al. (2011) yang melaporkan (2004) yang menyatakan bahwa hematokrit
bahwa jumlah rata-rata hemoglobin nila merupakan perbandingan antara sel darah
normal berkisar antara 6 – 11,01. Kadar Hb merah dengan plasma darah yang mem-
pada ikan kerapu bebek (Cromileptes pengaruhi sel darah merah. Hematokrit dapat
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 565
Pertumbuhan dan Profil Darah Benih Ikan Kerapu Sunu . . .
dijadikan sebagai indikator untuk mem- Penelitian ini kondisi ikan pada semua
perlihatkan kondisi kesehatan ikan. Jumlah perlakuan tidak ada yang terserang penyakit
hematokrit dalam darah berfluktuatif. Pe- dan pakan yang diberikan berupa pakan
ningkatan kadar hematokrit dapat dipe- komersial dengan kadar protein 48%,
ngaruhi oleh dua faktor, yaitu perubahan sehingga faktor yang berbeda hanyalah
parameter lingkungan serta keadaan fisio- salinitasnya saja. Pada perlakuan C mem-
logis ikan. Jumlah hematokrit yang rendah punyai persentase hematokrit yang paling
juga menunjukkan terjadinya kontaminasi, tinggi di antara perlakuan lainnya yang me-
kekurangan makan, kandungan protein pakan rupakan kondisi yang optimum untuk
rendah, kekurangan vitamin atau sebagai pendederan benih sunu.
indikator terjadinya infeksi patogen, walau- Kualitas air selama pemeliharaan
pun demikian pada penelitian ini SR yang menunjukkan bahwa pH air pada hari ke-20
dihasilkan pada semua perlakuan 100%. mencapai 7,9-8,3. Nilai pH mencapai puncak
Dellman dan Brown (1989) melaporkan pada hari ke 40 pemeliharaan mencapai 8,4-
bahawa apabila terkena infeksi, nafsu ikan 8,6. Kandungan amonia (total amonia) pada
akan menurun dan nilai hematokrit berkurang hari ke-10 berkisar 0,0-0,1 ppm. Kandungan
sehingga kadar hematokrit juga rendah. total amonia mencapai puncak pada hari
Gambar 7. Kualitas air selama pemeliharaan benih kerapu sunu pada salinitas berbeda (A.
10±1 ppt, B. 16±1 ppt, C. (22±1 ppt), D. (28±1 ppt) dan E. 34±1 ppt).
566 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Setiawati et al.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 567
Pertumbuhan dan Profil Darah Benih Ikan Kerapu Sunu . . .
568 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt