Makalah Tentang Hukum Dan Ham Dalam Islam

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-i

FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Vol. 4 No. 1 (2017), pp. 57-76, DOI: 10.15408/sjsbs.v4i1.7869
------------------------------------------------------------------------------------

Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam*


(Correlation of Human Rights and Islamic Law)

Daniel Alfaruqi1
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

10.15408/sjsbs.v4i1.7869

Abstract.
The controversy between Islamic law and universal human rights continues to roll.
Apart from universal claims to human rights principles, when he saw that the
concept came from the West, some Muslims were suspicious and considered it an
attempt to secularize Islamic law. As a result, conservative Muslims continue to reject
the application of Western standards, even in the name of universal human rights, to
legal problems in Muslim societies. Based on this research, it can be concluded that
the Islamic response to human rights is a reflection of global, lasting and
fundamental demands. By not intending to have anology, in fact Islam has first
taught humanity about concepts that are egalitarian, universal and democratic. This
concept that is so beautiful and comprehensive is allegedly adopted by the West
through the emergence of universal ideas standardized in the convention of the
Universal Declaration of Human Rights. Islamic teachings cover all aspects of human
life, and of course they have included rules and high respect for human rights. But it
is not in a structured document, but is spread in the holy verses of the Qur'an and the
Sunnah of the Prophet Muhammad. The birth of the UDHR and the Cairo
Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) endorsed by the OIC was an attempt
to clarify the actions of Muslim countries on arrogant, authoritarian and arbitrary
Western claims.
Keywords: Islamic law, human rights

Abstrak.
Kontroversi antara hukum Islam dan hak-hak asasi manusia universal terus bergulir.
Meskipun telah melekat klaim universal pada prinsip-prinsip HAM, ketika melihat
bahwa konsep tersebut berasal dari Barat, sebagian umat Islam curiga dan
menganggapnya sebagai usaha untuk mensekulerkan hukum Islam. Karena itu,
kalangan Muslim konservatif tetap menolak penerapan standar-standar Barat,
meskipun atas nama HAM universal, terhadap persoalan-persoalan hukum pada
masyarakat Muslim. Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa respon
Islam terhadap hak asasi manusia adalah cerminan dari tuntutan global, abadi, dan
fundamental. Dengan tidak bermaksud untuk berapologi, sesunguhnya Islam telah

* Diterima tanggal naskah diterima: 12 Desember 2016, direvisi: 22 Maret 2017, disetujui

untuk terbit: 20 April 2017.


1 Penulis adalah Peneliti pada Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangsel. E-mail:
[email protected].

57
Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

terlebih dahulu mengajarkan umat manusia tentang konsep yang egaliter, universal,
dan demokratis. Konsep yang sedemikian indah dan komprehensif ini disinyalir
diadopsi oleh Barat melalui pemunculan ide-ide universal yang dibakukan dalam
konvensi Universal Declaration of Human Rights. Ajaran Islam meliputi seluruh
aspek dari sisi kehidupan manusia, dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan
dan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang
tidak dalam satu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci al-
Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Kelahiran UDHR dan Cairo Declaration
on Human Rights in Islam (CDHRI) yang diratifikasi oleh OKI merupakan upaya
penjernihan yang dilakukan oleh negara-negara Muslim atas klaim Barat yang
arogan, otoriter dan semena-mena.
Kata kunci: Hukum Islam, Hak Asasi Manusia

Pendahuluan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah ada pada diri manusia sejak lahir
merupakan masalah yang sangat penting untuk dibicarakan. Baik yang
mempertahankannya, mempertanyakan ulang, membantahnya ataupun yang
ingin meratifikasi substansinya, agar bisa diaktualisasikan dalam masyarakat.
Semua itu berangkat dari sebuah obsesi untuk menciptakan keharmonisan dan
kedinamisan dalam kehidupan serta untuk menjaga prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan. Isu-isu hak asasi manusia selalu menjadi perdebatan menarik di
kalangan pemikir modern baik di bidang politik maupun hukum. Hal ini
berdasar kepada kecenderungan munculnya isu-isu hak asasi manusia bukan
hanya dipengaruhi oleh anasir-anasir politik dan hukum melainkan juga agama
dan budaya, termasuk tentunya dikalangan masyarakat Muslim.
Islam adalah agama yang lengkap al syumul, yang ruang lingkup
ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Islam memberikan
pengaturan dan tuntunan pada manusia mulai dari urusan yang paling kecil
hingga urusan dalam skala besar. Dan tentu saja termasuk didalamnya adalah
batasan dan penghargaan yang tinggi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Memang tentu saja tidak dalam bentuk yang terstruktur dalam satu bab, tetapi
tersebar dalam ayat suci Al Qur’an dan Sunnah, persoalan hak asasi manusia
bukanlah suatu hal baru. Syari’at Islam yang bersifat universal banyak
menjelaskan prinsip-prinsip dasar tentang persamaan hak azasi manusia dan
kebebasan. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW mendeklarasikan Piagam
Madinah, hak asasi manusia ditempatkan dalam posisi tertinggi konstitusi Islam
pertama tersebut.

Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia (HAM) secara etimologis, merupakan terjemahan
langsung dari human rights dalam bahasa Inggris, “droits de l’home” dalam bahasa
Perancis, dan menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Namun ada juga yang

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 58
Daniel Alfaruqi

menggunakan istilah HAM sebaga terjemahan dari basic raights dan fundamental
rights dalam bahasa Inggris, serta grondrechten dan fundamental rechten dalam
bahasa Belanda.2
Secara terminologis, istilah hak asasi manusia sering dinamakan dengan
hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir.3 Miriam Budiardjo
mengatakan bahwa hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
kehidupan masyarakat.4 Sedangkan menurut Jan Meterson dari Komisi HAM
PBB bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa hak tersebut adalah hak yang
dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian
manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan
kehidupan manusia yang bersifat kodrati, yakni ia tidak dapat terlepas dari dan
dalam kehidupan manusia.5
John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.6
Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal
1 disebutkan bahwa:
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlidungan harkat dan martabat manusia.”7

Rumusan tentang hak hak-hak asasi manusia yang dianggap legal dan
dijadikan standar pada saat ini adalah yang diterbitkan oleh Badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yang dideklarisakan pada 10 Desember 1948 dan lebih dikenal
dengan “The Universal Declaration Of Human Rights” (Deklarasi Universal tentang

2 Marbangun Hardjowirogo, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional


dan Internasional, (Bandung: Patma, 1977), h.10, dalam Habib Shulton Asnawi, “Hak Asasi Manusia
Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol.
1, No. 1, Juni 2012, h.28.
3 Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan

Modersitas yang Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000), h.3.


4 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2000),

h.120.
5 Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,

(Jakarta: IAIN Press, 2000), h.207.


6 Pendidikan Kewarnageraan (Civic Education) Demokrasi, HAM, dan Masayarakat Madani,

(Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h.200.


7 Undang-Undang No. 39 Tahun 1990 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1, di akses dari

www.komisiyudisial.go.id, pada hari Kamis, 12 Januari 2017.

59 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

Hak-hak Asasi Manusia), disingkat dengan UDHR. Rumusan ini terdiri dari 30
pasal.8 Pertimbangan-pertimbangan dideklerasikan hak asasi manusia ini adalah
untuk menghargai harkat dan martabat alami manusia, sehingga dengan
demikian ia bisa hidup bebas dan menigkatkan taraf hidupnya itu secara layak.9
Nagara-negara maju (Barat) pada umumnya mengacu kepada HAM yang
dideklarasikan oleh Majlis PBB. Walaupun hampir diterima seluruh anggota
PBB, tapi hak-hak asasi tersebut belum tuntas disepakati dan belum dapat
mengakomodasi keinginan bangsa-bangsa di dunia yang amat beragam latar
belakang budaya dan agamanya.10
Pokok-pokok yang menjadi hak bagi seluruh manusia sebagaimana
dirumuskan dalam UDHR (Universal Declaration of Human Right) adalah:
1. Hak untuk memiliki martabat, tidak dihina dan tidak diperlakukan
sebagai budak seperi yang tercantum pada pasal 1, pasal 4 dan pasal 5.
2. Hak untuk hidup, merdeka, dan selamat seperti pada pasal 3.
3. Hak untuk mendapatkan keadilan, perlindungan hukum, tidak
ditangkap tanpa bukti yang nyata dan untuk mengeluarkan pendapat
(bebas dalam bicara) dan berserikat (berkumpul membentuk organisasi)
seperti pada pasal 7, 8, 9,10,11,19 dan 20.
4. Hak untuk bebas mengurus diri dan keluarganya sendiri tanpa intervensi
pihak atau instansi lain seperti pada pasal 12.
5. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal atau hidup ditempat yang ia
sukai seperti yang terdapat pada pasal 13.
6. Hak untuk lari dan mencari perlindungan ke segala penjuru dunia
selama dia tidak melanggar hukum-hukum dasar PBB seperti pada pasal
14.
7. Hak untuk mendapatkan pengakuan sebagai warga negara dari negara
yang dimiliki seperti pada pasal 15.
8. Hak untuk mencari dan mendapatkan jodoh secara bebas tanpa dibatasi
kebangsaan, warga negara, dan agama seperti pada pasal 16.
9. Hak untuk memiliki harta (pasal 17).
10. Hak bebas untuk berpikir, mengganti agama dan beribadah (Pasal 18).
11. Berhak berdaulat dan ikut serta (berpartisipasi) dalam urusan negerinya
sendiri seperti menduduki jabatan pemerintahan. (Pasal 21).

8 Ahmad Kosasih, HAM Dalam perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h.24.
9 Jainal Aripin, Dkk, Kumpulan Hasil Penelitian 2002, Hak Asasi Manusia dalam Tinjauan
Islam Dan Implementasi di Indonesia, h.147.
10 Ahmad Kosasih, HAM Dalam perspektif Islam, h. 24.

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 60
Daniel Alfaruqi

12. Berhak tehadap jaminan sosial, berusaha, dan bekerja sesuai dengan
keinginannya, mendapat upah dari pekerjaannya dan perlindungan
kepentingan baik secara moral dan material seperti Pasal 22, 23 dan 27
ayat (2).
13. Hak untuk istirahat, liburan, menikmati seni dan berbudaya,
memporoleh kesehatan dan tingkat kehidupan yang layak bagi diri dan
keluarganya seperti Pasal 24, 25, dan 27 ayat (1).
14. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan mendidik anak (Pasal 26).11

Pandangan Cendekiawan Muslim Indonesia tentang HAM


Pandangan cendekiawan Muslim yang sekaligus mewakili kalangan
ulama Indonesia tentang HAM dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut. Ali
Yafie, misalnya, mendukung HAM dengan argumen konsep maslahah yang
diperkenalkan para ulama fikih klasik. Dalam teori hukum (ushul fiqh) ada
kaidah yang menyebutkan bahwa “Tujuan umum syariah Islam adalah
mewujudkan kepentingan umum melalui perlindungan dan jaminan kebutuhan-
kebutuhan dasar (al-Daruriyyah), pemenuhan kepentingan (al-Hajiyyah), dan
pemenuhan perhiasan (tahsiniyah) mereka”.12
Menurut Yafie, seperti dikutip oleh Masykuri, kebutuhan dasar manusia
(al-Daruriyyah) meliputi jiwa (al-Nafs), akal (al-`Aql), keturunan (al-Nasab), harta
benda (al-Mal) dan agama (al-Din). Islam melindungi kebutuhan dasar manusia
dan melarang bentuk pelanggaran apapun terhadap kebutuhan dasar tersebut.
Ditambahkannya lagi, bahwa hak-hak yang ditetapkan dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia sebenarnya termasuk di antara daruriyyah dan
hajiyyah.
Pendapat yang agak kontroversial tentang hak-hak asasi ini diperlihatkan
oleh Munawir Syazali. Menurutnya, benar bahwa Nabi menyerukan kepada para
pemilik budak untuk memperlakukan budak mereka secara lebih manusiawi
atau membebaskan mereka sekalian, namun hingga wafatnya Nabi, Islam tidak
menghapus perbudakan secara total. Di zaman sekarang ini, kemanusiaan
menyetujui untuk menghapus perbudakan dalam semua manifestasinya.
Karenanya, jika umat Islam mempertahankan ayat-ayat yang melegitimasi
perbudakan dan hal-hal yang tidak terselesaikan oleh Nabi tentang pembebasan
budak, maka mereka tidak akan dapat mendiskusikan persoalan ini secara
menyeluruh. Itulah sebabnya, Syazali menganjurkan untuk menafsirkan kembali

11Muhammad faisal hamdani, “Hukum keluarga islam dalam perspektif Ham universal (udhr)
dan ham islam (uidhr),” Jurnal Ahkam, Vol. xvi, No. 1, Januari 2016, h.25.
12 Abd. Wahab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), h.199.

61 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

teks-teks al-Quran yang bersifat relatif (dhanni al-Dilalah) dan juga teks-teks yang
bersifat absolut (qath`i al-Dilalah), seperti sejumlah ayat tentang perbudakan.13
Gugatan Munawir Syazali tentang teks-teks al-Quran yang dinilai kurang
menghargai HAM, khususnya dalam masalah perbudakan, telah dikonfrontir
secara apik oleh Azhar Basyir. Menurutnya, al-Quran tidak melarang
perbudakan karena kondisi sosial saat itu dimana seluruh masyarakat mengakui
perbudakan. Tiap orang menjadikan budak dari musuh-musuhnya yang
tertawan, termasuk tentara-tentara muslim yang tertawan di medan perang.
Sebagai penyeimbang, kata Basyir, al-Quran juga membolehkkan mereka
menjadikan musuh yang tertangkap sebagai budak. Seandainya al-Quran secara
eksplisit melarang perbudakan, maka tawanan-tawanan muslim akan menderita
sebagai budak-budak orang kafir.14

Lahirnya IUDHR dan CDHRI


Rumusan dasar Islam tentang hak-hak asasi manusia dimunculkan oleh
para ahli, sarjana, pemuka agama atau intelektual Muslim ke dalam bentuk riil
piagam yang ratipikasi secara kelembagaan. Upaya ini dimulai sejak pertemuan
Abu Dhabi pada tahun 1977. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan suatu
rumusan yang disebut dengan “Deklarasi Islam Universal Tentang Hak Asasi
Manusia” (Islamic Universal Declaration of Human Rights, IUDHR). Deklarasi ini
cukup lengkap dan benar-benar sejalan dengan dokumen hak asasi manusia PBB
seperti Universal Declaration of Human Rights, konvensi tentang hak sipil dan
politik, dan sebagainya.
IUDHR, terdiri dari 22 pasal: (1) hak untuk hidup, (2) hak atas kebebasan,
(3) hak atas persamaan, (4) hak atas keadilan, (5) hak atas pengadilan yang adil,
(6) hak atas perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, (7) hak atas
perlindungan terhadap penyiksaan, (8) hak atas perlindungan terhadap
kehormatan dan nama baik, (9) hak atas suaka, (10) hak minoritas, (11) hak atas
kewajiban untuk ambil bagian dalam pelaksanaan dan pengaturan urusan-
urusan umum, (12) hak atas kebebasan, kepercayaan, menyatakan gagasan dan
berbicara, (13) hak atas kebebasan berserikat, (14) hak atas kebebasan beragama,
(15) tata ekonomi dan pengembangannya, (16) hak atas perlindungan terhadap
pendidikan, (17) status dan martabat pekerjaan, (18) hak atas keamanan social,
(19) hak untuk berkeluarga dan hal-hal yang berkaitan, (20) hak wanita yang
telah menikah, (21) hak atas kebebasan bergerak dan berkedudukan, serta (22)
hak memperoleh pendidikan selengkapnya.15

13 Masykuri Abdillah, Responses of Indonesian Muslim Intellectuals to the Concept of Democracy

(1966-1993), terj. Wahib Wahab, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), h.101-102.


14 Ismail, “Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam,” Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 43 No. I,

2009, h.111
15 Ismail, Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam, h.104-105.

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 62
Daniel Alfaruqi

Ada tiga pandangan dari kelompok agama termasuk umat Islam


terhadap HAM yang dideklarasikan itu, yaitu: Pertama, mereka yang menerima
tanpa reserve dengan alasan bahwa HAM itu sudah sejalan dengan ajaran Islam.
Kedua, mereka yang menilai bahwa konsep HAM tersebut bertolak belakang
dengan ajaran Islam. Ketiga, posisi kelompok moderat yang mengambil sikap
hati-hati, yakni menerima dengan beberapa perubahan dan modifikasi
seperlunya.16
Islam memandang rumusan-rumusan HAM yang terdapat dalam UDHR,
ada permasalahan yang prinsipil yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti
pasal 16 mengenai perkawinan antar umat yang berbeda agama dan pasal 18
tentang hak kebebasan keluar masuk agama. Dalam pandangan Islam,
perkawinan seorang muslim dengan non muslim terlarang (haram), sedangkan
kebebasan keluar masuk agama adalah suatu kemurtadan. Atas dasar ini maka
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam sedunia (OKI)
membuat suatu rumusan tentang HAM berdasarkan Alquran dan Sunnah yang
dideklarasikan di Kairo, Mesir tanggal 5 Agustus 1990. Rumusan ini terdiri dari
25 pasal, kemudian di sebut dengan Cairo Declaration on Human Rights in Islam
(CDHRI). Dekalarasi Kairo ini tidaklah membentuk rumusan HAM yang baru
sama sekali tapi mengoreksi pasal-pasal yang dianggap menyimpang dari
prinsip-prinsip ajaran Islam, sedangkan pada pasal yang tidak bertentangan
dengan prinsip ajaran Islam diberi landasan Alquran dan Sunnah.17

Islam dan Hak Asasi Manusia


Persoalan hak asasi manusia di kalangan negara-negara muslim bukanlah
suatu hal yang baru. Syariat Islam yang bersifat universal banyak menjelaskan
prinsip-prinsip dasar tentang persamaan hak azasi manusia dan kebebasan.
Bahkan ketika Nabi Muhammad Saw mendeklarasikan Piagam Madinah, hak
azasi manusia ditempatkan dalam posisi tertinggi konstitusi Islam pertama
tersebut. Perjalanan sejarah berlakunya hukum Islam di kalangan masyarakat
muslim telah bergeser dari sudut normativitas vertikal menjadi lebih horizontal.
Hal ini disebabkan perkembangan berlakunya hukum Islam telah dipengaruhi
pula oleh dinamika sosial-budaya dan politik hukum dalam masyarakat Islam
itu sendiri.
Rusjidi mengungkapkan bahwa kajian tentang HAM dalam tinjauan
Islam haruslah dipahami dengan melihat fungsi manusia menurut al-Quran,
yakni menempatkan hubungan manusia dengan Tuhan dalam posisi sentral. Hal
ini berarti menunjukkan bahwa perilaku manusia baik dari dimensi internal
(hubungan ke dalam atau dengan dirinya sendiri), maupun dimensi eksternal

16 Ahmad Kosasih, HAM Dalam perspektif Islam, h.25


17 Ahmad Kosasih, HAM Dalam perspektif Islam, h. 20

63 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

(hubungan keluar atau hubungan manusia dengan segala sesuatu yang ada di
luar dirinya). Kedua hubungan tersebut harus dijiwai dengan hubungan yang
kebih tinggi, yakni Allah SWT. Selanjutnya Rusjidi mendiskripsikan dua hal
sebagai bentuk implikasi ajaran tauhid yaitu, pertama, dengan diakuinya semua
makhluk adalah ciptaan Allah, maka hubungan manusia dengan alamnya
hakikatnya adalah hubungan manusia dengan sesama makhluk Allah. Kedua,
implikasi ajaran tauhid ini juga menegaskan bahwasanya sesama manusia
dengan manusia lainnya harus menjunjung persamaan derajat, kemuliaan harkat
dan martabat. Hal tersebut mengisyaratkan bahwasanya tidak dibenarkan
adanya tindakan diskriminatif atau pembedaan antara sesama manusia atau
dengan alam sekitar.18
Islam memandang bahwa manusia itu mulia, karena kemuliaan yang
dianugerahkan kepadanaya oleh Allah SWT. Kemuliaan itu dikaitkan dengan
penyembahan manusia kepada Rabb-nya. Menurut Muhamad Ahmad Mufti dan
Sami Salih al-Wakil,19 Pemikiran Barat memandang bahwa hak-hak asasi
manusia merupakan hak-hak alamiyah (al-huquq athabi’iyyah atau natural right)
yang mengalir dari ide bahwa kedaulatan mutlak adalah milik manusia, tidak
ada pihak lain yang lebih berdaulat dari manusia. Sedangkan dalam Islam hak-
hak dasar manusia sebagai anugerah yang diberikan Allah SWT.
Terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar antara konsep HAM
dalam Islam dan HAM dalam konsep Barat, antara lain:
1. HAM dalam Islam bersumber pada ajaran Alquran dan Sunnah. Dasar
HAM dalam Alquran terdapat pada surat al-Hujurat ayat 13: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal....”

Dikatakan bahwa manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa


adalah untuk saling mengenal, artinya supaya manusia saling
berhubungan dan saling membantu serta saling memberi manfaat, tidak
mungkin terjadi hubungan yang serasi kalau tidak terpelihara hak
persamaan dan kebebasan. Sedangkan HAM Barat (UDHR) bersumber
pada pemikiran filosofis semata, karena sepenuhnya produk otak
manusia.
2. HAM dalam Islam bersifat Theosentrik, artinya manusia dalam hal ini
dilihat hanya sebagai Makhluk yang dititipi hak-hak dasar oleh Tuhan,
bukan sebagai pemilik mutlak. Oleh karena itu wajib memeliharanya
sesuai dengan aturan Tuhan. Dalam penegakkan, selain untuk

18 Rusjidi Ali Muhammad, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syari’at Islam, (Aceh: Ar-

Raniri Press, 2004), h.93.


19 Muhamad A Mufti dan Sami Salih al Wakil, HAM Menurut Barat dan HAM menurut

Islam terj.Yahya Abd Rahman, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h.22.

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 64
Daniel Alfaruqi

kepentingan kemanusian juga didasari atas kepatuhan dan ketaatan


melaksanakan perintah Tuhan dan dalam mencari keridhoannya. Maka
di dalam penegakkan HAM itu tidak boleh berbenturan dengan ajaran
syariat secara komprehensif. Sedangkan HAM Barat lebih bersifat
antrofosentrik, maksudnya ialah manusialah yang menjadi fokus
perhatian utama. Manusia dilihat sebagai pemilik sepenuhnya hak
tersebut.
3. HAM dalam Islam mengutamakan keseimbagan antara hak dan
kewajiban pada seseorang. Karena itu, kepentingan sosial sangat
diperhatikan. Penggunaan hak-hak pribadi di dalam Islam tidak boleh
merugikan atau mengabaikan kepentingan orang lain. Apabila seseorang
melakukan perbuatan sebagai haknya, tapi perbuatannya merugikan
orang lain maka haknya boleh dibatasi. Sedangkan HAM barat lebih
mengutamakan hak dari pada kewajiban, karena itu ia lebih terkesan
individualistik.
Dalam hal ini, penggunaan hak oleh seseorang kurang memperhatikan
kewajiban memelihara hak orang lain.20 Jadi, dapat disimpulkan bahwa HAM
menurut Barat adalah semata-mata hasil otak manusia, yang lebih
mengutamakan manusia untuk melakukan kebebasan tanpa ada batasan-
batasan. Sedangkan HAM dalam Islam merupakan salah satu bagian dari pola
umum syari’at. Hak-hak ini sesuci hukum-hukum syari’at lainnya dan dengan
demikian hak-hak ini harus diindahkan sesuai dengan syari’at. Tidak ada
ketetapan Allah yang dapat dikurangi ataupun dibatasi demi hak-hak manusia.
Jadi semua hukum yang telah ditetapkan syari’at itu membatasi ruang lingkup
hak-hak manusia.21
Menurut Alwi Sihab, HAM dalam perspektif Barat menempatkan
manusia dalam suatu seting di mana hubungannya dengan Tuhan sama sekali
tidak disebut. Hak asasi manusia dinilai sebagai perolehan alamiah sejak
kelahiran. Sedangkan HAM dalam perspektif Islam, menganggap dan meyakini
bahwa hak-hak manusia merupakan anugrah Tuhan oleh karenanya setiap
individu akan merasa bertanggung jawab kepada Tuhan.22
Sebagai comparative perspective (wawasan pembanding) antara HAM yang
bersumber dari Barat yang dilegitimasikan dalam Universal Declaration of Human
Right (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dengan
HAM dalam persfektif Islam dapat dilihat sebagai berikut:23

20Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, h.36-37.


21Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah: Abdul Rochim, (Jakarta:
Gema Insani press, 1996), h.100.
22 Azazi, Hak Memilih Agama Bagi Anak dari Pasangan Beda Agama dalam Persepektif Hak Asasi

Manusia, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.55.


23 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, h.40.

65 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

HAM UDHR/DUHAM (BARAT) HAM ISLAM


1. Bersumber pada ajaran al-Quran dan sunah Nabi
1. Bersumber pada pemikiran filosofis semata Muhamad SAW.
2. Bersifat Antrophocentris 2. Bersifat Theocentris.
3. Lebih mementingkan hak dari pada kewajiban 3. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Lebih bersifat individualistik 4. Kepentingan sosial lebih diutamakan
5. Manusia sebagai pemilik sepenuhnya hak-hak 5. Manusia sebagai makhluk yang dititipi hak-hak dasar
dasar. oleh Tuhan, oleh karena itu wajib mensyukuri dan
memeliharanya.

Prinsip-prinsip HAM dalam Piagam Madinah


Hak asasi manusia dalam kitab-kitab hadits shahih, hasan, dan musnad-
musnad, tidak hanya satu bentuk, diantaranya bahwasanya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbah haji Wada’:
“Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan
kalian itu haram (mulia-dilindungi) atas kalian seperti haramnya (mulianya-
dilindunginya) hari kalian ini di bulan kalian ini di negeri kalian ini”. (Tafsir
Ibnu Katsir juz 4 hal 215, Shahih Al-Bukhari no 105, dan Shahih Muslim no 1218).

Khutbah wada’ sampai sekarang dikenal sebagai khutbah perpisahan


Nabi Muhammad SAW dengan umatnya di seluruh dunia dengan meneguhkan
kesempurnaan risalah Islam yang di ajarkanya. Dalam khutbah atau pidato yang
bertepatan dengan pelaksanaan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah 11
Hijriyah tersebut, terdapat hal lain yang penting bagi kehidupan umat manusia
di muka bumi yaitu komitemen Islam yang menjunjung nilai-nilai hak asasi
manusia.
Piagam Madinah (Bahasa Arab: shahifatul madinah) juga dikenal dengan
sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi
Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya
dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yatshrib (kemudian
bernama Madinah) pada tahun 622 Masehi. Para ahli menyebut naskah yang di
buat Nabi Muhammad saw itu dengan nama yang bermacam macam.
W.Montgomery Watt menamainya “The Constitution of Medina”, R.A. Nicholson
“Charter,” Majid Khaddury “Treaty,” Phillip K. Hitti “Agreement.”24 Dalam tulisan
ini digunakan Sebutan “Piagam Madinah.” Kata piagam menunjuk pada naskah.
Kata Madinah menunjuk kepada tempat dibuatnya. Piagam berarti surat resmi
yang berisi tentang pernyataan tentang sesuatu hal.25

24 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD NRI 1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.2.
25 KBBI, 2005, h. 680. di akses dari www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, pada 12
Januari 2017 jam 22.00.

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 66
Daniel Alfaruqi

Piagam Madinah juga disusun dengan tujuan utama untuk


menghentikan pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di
Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas
penyembah berhala di Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu
kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang terdiri dari hal Mukadimah,
dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama,
Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara,
Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan penutup.
Disinilah kita bisa melihat peran dan fungsi Muhammad sebagai seorang
negarawan sekaligus seorang pemimpin negara yang besar dan berkualitas
sepanjang sejarah peradaban manusia, disamping posisi beliau selaku seorang
Nabi dan Rasul secara keagamaan. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam
Piagam Madinah adalah: Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik
pemeluk islam maupun non muslim. Kedua, saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat,
saling menasehati. Dan kelima, menghormati kebebasan beragama. Piagam
madinah merupakan landasan bagi kehidupan masyarakat yang plural di
Madinah. Berikut adalah substansi dari Piagam Madinah:
1. Monotheisme, yaitu mengakui adanya satu tuhan. Prinsip ini terkandung
dalam Mukadimah, pasal 22,23 dan 42.
2. Persatuan dan kesatuan (pasal 1,15,17,25 dan 37). Dalam pasal-pasal ini
ditegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu umat. Hanya
satu perlindungan, bila orang Yahudi telah mengakui Piagam ini, berarti
berhak atas perlindungan keamanan dan kehormatan. Selain itu kaum
Yahudi dan Muslim bersama sama memikul biaya perang.
3. Persamaan dan keadilan (pasal 1,12,15,16,19,22,23,24,37 dan 40). Pasal-
pasal ini mengandung prinsip bahwa seluruh warga Madinah berstatus
sama di muka hukum dan harus menegakan hokum beserta keadilan
tanpa pandang bulu.
4. Kebebasan beragama (pasal 25). Kaum Yahudi bebas menjalankan agama
mereka sebagaimana juga umat Islam bebas menjalankan syariat Islam.
5. Bela negara (pasal 24,37,38 dan 44). Setiap penduduk Madinah yang
mengakui Piagam Madinah mempunyai kewajiban yang sama untuk
menjunjung tinggi dan membela Madinah dari serangan musuh baik dari
luar maupun dari dalam
6. Pengakuan dan pelestarian adat kebiasaan (pasal 2-10).Dalam pasal-pasal
ini disebutkan secara berulang bahwa seluruh adat kebiasaan yang baik
di kalangan Yahudi harus diakui dan dilestarikn.

67 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

Selain enam prinsip tersebut Ahmad Sukaradja menambahkan dua


prinsip,yakni :
7. Supremasi syari’at (pasal 23 dan pasal 42). Dalam pasal pasal tersebut,
penyelesaian perselisihan ditetapkan menurut ketentuan Allah dan
keputusan Nabi Muhammad SAW.
8. Politik damai dan proteksi internal (pasal 17,36,37,39,40,41 dan pasal 47)
dan sikap perdamaian secara eksternal di tegaskan pada pasal 45.26

Hak Asasi Manusia dalam Al-Quran


Al-Quran sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan penghargaan
yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Quran sebagi sumber hukum
pertama bagi umat Islam telah meletakan dasar dasar HAM serta kebenaran dan
keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada
masyarakat dunia. Hal ini dapat dilihat ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam al-Quran,antara lain:
1. Dalam al-Quran terdapat puluhan ayat tentang hidup, pemeliharaan
hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam surat al-
Maidah ayat 32:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-
olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak
diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi”.
2. Alquran juga menjelaskan seratus lebih ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya
dalam surat al-Hujarat ayat 13.
3. Alquran telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-
orang yang berbuat zalim dalam ratusan ayat, dan sebaliknya juga
memerintahkan berbuat adil dalam puluhan ayat yang diungkapkan
dengan kata: adl, qisth dan qishsh.27

26 Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Nuansa Madani, 2003), h.89.
27 Fatthurrahman li Tholibil Quran

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 68
Daniel Alfaruqi

4. Dalam Alquran terdapat puluhan ayat yang berbicara mengenai larangan


memaksa untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan
mengutarakan aspirasi, misalnya yang dikemukakan dalam surat al-Kahfi
ayat 29 .
5. Beberapa ayat lain yang menunjukkan penghormatan HAM dalam ajaran
Islam antara lain, Hak Persamaan dan Kebebasan (QS. al-Isra: 70, an-Nisa:
58, 105, 107, 135 dan al-Mumahanah: 8). Hak Hidup (QS. al-Maidah: 45
dan al-Isra: 33). Hak Perlindungan Diri (QS. al-Balad: 12-17, at-Taubah: 6).
Hak Kehormatan Pribadi (QS. at-Taubah: 6). Hak Keluarga (QS. al-
Baqarah: 221, ar-Rum: 21, an-Nisa 1, at-Tahrim: 6). Hak Keseteraan
Wanita dan Pria (QS. al-Baqarah: 228 dan al-Hujrat: 13). Hak Anak dari
Orangtua (QS. al-Baqarah: 233 dan surah al-Isra: 23-24). Hak
Mendapatkan Pendidikan (QS. at-Taubah: 122, al-Alaq: 1-5). Hak
Kebebasan Beragama (QS. al-kafirun: 1-6, al-Baqarah: 136 dan al-Kahti:
29). Hak Kebebasan Mencari Suaka (QS. an-Nisa: 97, al-Mumtahnah: 9).
Hak Memperoleh Pekerjaan (QS. at-Taubah: 105, al-Baqarah: 286, al-Mulk:
15). Hak Memperoleh Perlakuan yang Sama (QS. al-Baqarah 275-278, An-
Nisa 161, al-Imran: 130). Hak Kepemilikan (QS. al-Baqarah: 29, an-Nisa:
29). Dan Hak Tahanan (QS. al-Mumtahanah: 8).

Hak Asasi Manusia dalam Hadis


Uraian-uraian berikut merupakan sebagian dari nilai-nilai Hak Asasi
Manusia dan Keadilan dalam perspektif hadis yang ditemukan di dalam
literatur-literatur hadis:
1. Hak Hidup
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan, bahwa
dosa terbesar kedua setelah menyekutukan Allah adalah membunuh anak
kandung dikarenakan takut tidak bisa memberikannya makan. (an taqtula
waladaka khasyyata an yath’ama ma’aka).28 Hanya saja pada zaman nabi dahulu
hak-hak anak tidak terakomodir menjadi sebuah lembaga seperti dunia sekarang
ini dengan adanya komisi nasional Hak Asasi Manusia Anak. Belum lagi watak
orang Arab sangat benci dengan anak perempuan, sehingga anak perempuan
bagi mereka adalah sebuah aib. Oleh karena itu, Islam datang untuk melidungi
anak-anak.
Pada riwayat lain, tidak secara khusus atas anak-anak, yakni dengan
redaksi yang lebih umum qatlu an-nas (membunuh manusia) adalah bagian dari
rangkaian dosa besar (al-Kabair).29 Untuk menindak lanjuti undang-undang

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2013), ed. Mahmud
28

Muhammed Nassar, cet. VII, h. 1245. Hadis No: 6861, 4471.


29 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 1246. Hadis No: 6871.

69 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

pembunuhan itu, yakni dengan hukum qishash yang secara sharih sudah
termuat di dalam Alquran. Di samping itu kepemilikan senjata secara legal juga
dinilai oleh Nabi bahwa orang yang memiliki senjata, maka bukan bagian dari
kita (orang Muslim).30
Lebih dari itu, kematian manusia pun tetap dihormati oleh Nabi
meskipun itu jenazah orang non-Muslim. Suatu hari pernah ada jenazah Yahudi
yang hendak dimakamkan, kemudian Nabi berdiri untuk menghormatinya.
Ketika itu Sahl bin Hunaif dan Qays bin Sa’d ikut berdiri dan memberi tahu
kepada nabi bahwa jenazah tersebut adalah Yahudi. Nabi menjawab “alaisat
nafsan?” bukankah ia juga manusia?.31 Mafhum mukhalafahnya, Nabi
menghormati jenazah yahudi, apalagi kalau masih hidup?.
Hal ini menunjukkan bahwa menghormati orang lain tidak pandang
agama atau apapun atributnya, sebagai seorang manusia harus menghormati
dengan yang lainnya.

2. Hak Persamaan Keadilan


Hak keadilan nilai universal ketika hukum benar-benar ditegakkan, maka
tidak akan pandang bulu. Meskipun ketika yang melanggar adalah sanak
saudaranya sendiri. Maka keadilan tetap ditegakkan dengan adil sesuai dengan
aturan-aturannya. Sebagaimana Nabi Muhammad pernah bersabda: “Seandainya
Fatimah mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.”32 Ini merupakan
suri tauladan yang diberikan oleh Nabi bahwa sebaiknya di dalam
melaksanakan tindakan hukum tidak ada pengecualian.

3. Hak Menuntut Ilmu


Islam sangat menghargai ilmu, dalam suatu hadits Nabi menceritakan
tentang kisah Musa, bahwa Musa pernah menyombongkan diri kepada kaum
bani Israil ketika ia ditanya “adakah orang yang lebih tahu dari pada engkau,
Musa?.” Ia menjawab “Tidak ada.” Kemudian Allah menegurnya “Ada, yaitu
hamba-Ku Khadr”33. Lalu Musa merantau untuk mencari Khadr guna menimba
ilmu darinya, walaupun akhirnya ia gagal dalam mempelajari ilmu sabar. Lalu
kisah ini diabadikan oleh Alquran di dalam QS. al-Kahfi: 60-82.

30 “Man hamala ‘alaina as-silah fa laisa minna”. Shahih al-Bukhari, h. 1246. Hadits no: 6874,
7070.
31 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 243. Hadis No: 1312.
32 Muslim an-Naisaburi, Shahih Muslim. Hadis No: 4505, h.114. Di akses dari Maktabah
Syamilah.
33 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 33. Hadis No: 74 dan 78.

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 70
Daniel Alfaruqi

Di dalam hadits lain Nabi bersabda bahwa “Berpikir selama satu jam
lebih berguna dari pada beribadah satu tahun.”34 Dalam riwayat lain lebih baik
dari memerdekakan seribu budak. Bahkan, ketika tidak ada lagi yang menuntut
ilmu dan kebodohan di mana-mana, maka itu merupakan salah satu tanda-tanda
dekatnya hari kiamat.35
Melalui hadits-hadits di atas, pada dasarnya Islam tidak membatasi orang
untuk mencari ilmu, baik laki-laki ataupun perempuan. Mereka semua sama
dalam memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan secara setara. Jadi tidak
ada pembatasan-pembatasan dalam menghalangi masyarakat untuk menuntut
ilmu.
4. Hak Kepemilikan
Kepemilikan juga menjadi nilai yang sangat dihormati di dalam Islam,
sehingga untuk memasuki rumah seseorang harus meminta izin dengan
mengucapkan salam terlebih dahulu. Hal ini termaktub secara jelas di dalam QS.
an-Nur: 27-29. Untuk menyikapi hal demikian, Nabi memberikan isyarat dengan
hadits “Ketika kamu meminta izin sampai tiga kali, namun tidak dijinkan maka
lebih baik kamu kembali (pulang).”36
Hal ini tidak mencakup hanya di dalam ruang lingkup rumah saja,
namun dalam segala hal kepemilikan. Sebab apabila tidak ada proses ijin terlebih
dahulu, maka di dalam bahasa agama dinilai sebagai perbuatan ghasab, lebih dari
itu bisa dinilai sebagai pencurian apabila sampai mengambil tanpa seijin
pemiliknya.

Maqoshid al-Syariah dalam HAM


Prinsip-prinsip hak asasi manusia menjadi tujuan dari syariat Islam
(maqoshid al-Syaria’at) yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu
Ishaq as-Syatibi Prinsip tersebut terangkum dalam dalam al-dlaruriat al-
khamsah (lima prinsip dasar) atau disebut juga al huquq al insaniyah fi al Islam (hak
asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima prinsip dasar yang
harus di jaga dan di hormati oleh setiap individu, yakni: 37
1. Hifdzu al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan berkeyakinan dan
beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan mazhabnya. Seseorang
tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju agama atau

34 Nawawi al-Bantani, Tanqihu al-Qaulu al-Haidits Syarhu Lubabu al-Hadits, (Semarang: Toha

Putra, tth), h.7.


35 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h.33. Hadis No: 88, 5577, 6808.

36 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 1143. Hadis No: 6245.

37 Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqoshid Syariat, (Jakarta: Azmah, 2009), h. 15.

71 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang lain
untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam. Hal ini tergambar dalam
al-Quran surat al-Baqarah ayat 256 yang artinya “Tidak ada paksaan (dalam)
menganut agama (Islam).”

2. Hifdzu al-Mal (penghormatan atas harta benda)


Dalam ajaran Islam harta adalah milik Allah SWT yang dititipka-Nya
pada Alam dan manusia sebagai anugerah. Seluruh bumi beserta segala yang
terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah dijadikan Allah
SWT untuk seluruh manusia. Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat
ar-Rahman ayat 10 yang artinya:“Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-
Nya.” Dan juga dalam surat al-Hadid ayat 7 yang mengatakan:
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang
yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.

3. Hifdzu al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan
individu)
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan
individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak. Hak-hak lain tidak
akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka perlindungan al-
Quran terhadap hak ini sangat jelas dan tegas seperti disebutkan dalam surat al-
Maidah ayat 32:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-
sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”.

Karena penghargaan yang tinggi terhadap jiwa dan kehidupan maka al


Quran memberikan sangsi yang tegas terhadap siapapun yang
mengingkarinya. Qishas atau hukuman mati terlahir dari spirit perlindungan ini.
Al-Quran menegaskan: “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqaroh ayat
179).

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 72
Daniel Alfaruqi

4. Hifdzu al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)


Penghormatan atas kebebasan berfikir serta hak atas pendidikan
merupakan penjabaran yang amat penting dari prinsip hifdz al-aql. Menjaga akal
budi dari zat-zat yang memabukan merupakan perlindungan primer, maka
pendidikan merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk pengembanganya.
Tanpa pendidikan yang memadai akal sebagai anugerah penting dari Tuhan
kurang bernilai dan menyia-nyiakan anugerah Tuhan.

5. Hifdzu al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)


Dalam ajaran Islam menjaga dan memelihara keturunan di
manifestasikan dengan disyariatkan lembaga pernikahan. Islam memandang
lembaga pernikahan sebagai cara melindungi eksistensi manusia secara
terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan, meski tidak
mengharamkan secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang menjalankan
pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan. Sebab
dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia
yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.
Pernikahan merupakan peristiwa kontraktual dan sakral. Hampir setiap
keyakinan agama termasuk ajaran Islam mengatur secara serius mengurus
pernikahan sampai detail, bukan sekedar syarat dan rukunnya melainkan
sekaligus prosesinya. Memiliki keturunan melalui jalinan pernikahan yang sah
untuk melanjutkan keturunan manusia secara terhormat dan bermartabat.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa respon
Islam terhadap hak asasi manusia adalah cerminan dari tuntutan global, abadi
dan fundamental. Dengan tidak bermaksud untuk berapologi, sesunguhnya
Islam telah terlebih dahulu mengajarkan umat manusia tentang konsep yang
egaliter, universal dan demokratis. Konsep yang sedemikian indah dan
komprehensif ini disinyalir diadopsi oleh Barat melalui pemunculan ide-ide
universal yang dibakukan dalam konvensi Universal Declaration of Human Rights.
Islam adalah agama yang asy-Syumul. Ajaran Islam meliputi seluruh
aspek dari sisi kehidupan manusia. Islam memberikan pengaturan dan tuntutan
pada manusia, mulai dari urusan yang paling kecil hingga urusan yang berskala
besar. Dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang
tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang tidak dalam satu
dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci al-Quran dan
Sunnah Nabi Muhammad Saw.

73 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

Kelahiran IUDHR dan Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI)


yang diratifikasi oleh OKI sesungguhnya merupakan upaya penjernihan yang
dilakukan oleh negara-negara Muslim atas klaim Barat yang arogan, otoriter dan
semena-mena.

Daftar Pustaka
Abdillah, Masykuri. Responses of Indonesian Muslim Intellectuals to the Concept of
Democracy (1966-1993), terj. Wahib Wahab, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1999).
Aji, Ahmad Mukri. Kontekstualisasi Ijtihad Dalam Diskursus Pemikiran Hukum Islam
di Indonesia, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010.
Aji, Ahmad Mukri. Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum
Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012.
Al-Bantani, Nawawi. Tanqihu al-Qaulu al-Haidits Syarhu Lubabu al-Hadits,
(Semarang: Toha Putra, tth).
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2013), ed. Mahmud
Muhammed Nassar, cet. VII, h. 1245. Hadis No: 6861, 4471
Aripin, Jainal. Dkk, Kumpulan Hasil Penelitian 2002, Hak Asasi Manusia dalam
Tinjauan Islam dan Implementasi di Indonesia.
Azazi, Hak Memilih Agama Bagi Anak dari Pasangan Beda Agama dalam Persepektif
Hak Asasi Manusia, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008).
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,
2000.
Hardjowirogo, Marbangun. HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional,
Regional dan Internasional, Bandung: Patma, 1977.
Hussain, Syaukat. Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah: Abdul Rochim,
Jakarta: Gema Insani press, 1996.
Jauhar, Ahmad al-Mursi Husain. Maqoshid Syariat, Jakarta: Azmah, 2009.
Khallaf, Abd. Wahab. Ilm Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978.
Kosasih, Ahmad. HAM Dalam perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003.
Maggalatung, A Salman; Yunus, Nur Rohim. Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara, Cet-
1, Bandung: Fajar Media, 2013.
Mufti, Muhamad A; dan Al-Wakil, Sami Salih. HAM Menurut Barat dan HAM
menurut Islam terj.Yahya Abd Rahman, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009.
Muhammad, Rusjidi Ali, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syari’at Islam, Aceh:
Ar-Raniri Press, 2004.

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 74
Daniel Alfaruqi

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat


Madani, Jakarta: IAIN Press, 2000.
Pendidikan Kewarnageraan (Civic Education) Demokrasi, HAM, dan Masayarakat
Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003.
Sudjana, Eggi. HAM dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi
Tatanan Modersitas yang Hakiki, Jakarta: Nuansa Madani, 2000.
Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan UUD NRI 1945, Jakarta: Sinar Grafika,
2012.
Yunus, Nur Rohim. Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, Bogor:
Jurisprudence Press, 2012.

Jurnal:
Aji, Ahmad Mukri. "Pemberatasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia (Analisis
Terhadap Undang-Undang Nomor 15 dan 16 Tahun 2003 Berdasarkan Teori
Hukum)," dalam Jurnal Cita Hukum, Vol. 1, No. 1 (2013).
Asnawi, Habib Shulton. “Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum
Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1,
Juni 2012.
Hamdani, Muhammad Faisal, “Hukum Keluarga Islam dalam Perspektif HAM
Universal (UDHR) dan HAM Islam (UIDHR),” Jurnal Ahkam: Vol. xvi, No.
1, Januari 2016.
Ismail, “Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam,” Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 43
No. I, 2009.
Maggalatung, A Salman. "Hubungan Antara Fakta Norma, Moral, Dan Doktrin
Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim," dalam Jurnal Cita Hukum,
Vol. 2, No. 2 (2014).

Internet:
KBBI, 2005, h. 680. di akses dari www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, pada
12 Januari 2017 jam 22.00.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1990 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1, di akses
dari www.komisiyudisial.go.id, pada hari Kamis, 12 Januari 2017.

75 – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam

Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 76

You might also like