Makalah Tentang Hukum Dan Ham Dalam Islam
Makalah Tentang Hukum Dan Ham Dalam Islam
Makalah Tentang Hukum Dan Ham Dalam Islam
Daniel Alfaruqi1
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
10.15408/sjsbs.v4i1.7869
Abstract.
The controversy between Islamic law and universal human rights continues to roll.
Apart from universal claims to human rights principles, when he saw that the
concept came from the West, some Muslims were suspicious and considered it an
attempt to secularize Islamic law. As a result, conservative Muslims continue to reject
the application of Western standards, even in the name of universal human rights, to
legal problems in Muslim societies. Based on this research, it can be concluded that
the Islamic response to human rights is a reflection of global, lasting and
fundamental demands. By not intending to have anology, in fact Islam has first
taught humanity about concepts that are egalitarian, universal and democratic. This
concept that is so beautiful and comprehensive is allegedly adopted by the West
through the emergence of universal ideas standardized in the convention of the
Universal Declaration of Human Rights. Islamic teachings cover all aspects of human
life, and of course they have included rules and high respect for human rights. But it
is not in a structured document, but is spread in the holy verses of the Qur'an and the
Sunnah of the Prophet Muhammad. The birth of the UDHR and the Cairo
Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) endorsed by the OIC was an attempt
to clarify the actions of Muslim countries on arrogant, authoritarian and arbitrary
Western claims.
Keywords: Islamic law, human rights
Abstrak.
Kontroversi antara hukum Islam dan hak-hak asasi manusia universal terus bergulir.
Meskipun telah melekat klaim universal pada prinsip-prinsip HAM, ketika melihat
bahwa konsep tersebut berasal dari Barat, sebagian umat Islam curiga dan
menganggapnya sebagai usaha untuk mensekulerkan hukum Islam. Karena itu,
kalangan Muslim konservatif tetap menolak penerapan standar-standar Barat,
meskipun atas nama HAM universal, terhadap persoalan-persoalan hukum pada
masyarakat Muslim. Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa respon
Islam terhadap hak asasi manusia adalah cerminan dari tuntutan global, abadi, dan
fundamental. Dengan tidak bermaksud untuk berapologi, sesunguhnya Islam telah
* Diterima tanggal naskah diterima: 12 Desember 2016, direvisi: 22 Maret 2017, disetujui
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangsel. E-mail:
[email protected].
57
Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam
terlebih dahulu mengajarkan umat manusia tentang konsep yang egaliter, universal,
dan demokratis. Konsep yang sedemikian indah dan komprehensif ini disinyalir
diadopsi oleh Barat melalui pemunculan ide-ide universal yang dibakukan dalam
konvensi Universal Declaration of Human Rights. Ajaran Islam meliputi seluruh
aspek dari sisi kehidupan manusia, dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan
dan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang
tidak dalam satu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci al-
Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Kelahiran UDHR dan Cairo Declaration
on Human Rights in Islam (CDHRI) yang diratifikasi oleh OKI merupakan upaya
penjernihan yang dilakukan oleh negara-negara Muslim atas klaim Barat yang
arogan, otoriter dan semena-mena.
Kata kunci: Hukum Islam, Hak Asasi Manusia
Pendahuluan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah ada pada diri manusia sejak lahir
merupakan masalah yang sangat penting untuk dibicarakan. Baik yang
mempertahankannya, mempertanyakan ulang, membantahnya ataupun yang
ingin meratifikasi substansinya, agar bisa diaktualisasikan dalam masyarakat.
Semua itu berangkat dari sebuah obsesi untuk menciptakan keharmonisan dan
kedinamisan dalam kehidupan serta untuk menjaga prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan. Isu-isu hak asasi manusia selalu menjadi perdebatan menarik di
kalangan pemikir modern baik di bidang politik maupun hukum. Hal ini
berdasar kepada kecenderungan munculnya isu-isu hak asasi manusia bukan
hanya dipengaruhi oleh anasir-anasir politik dan hukum melainkan juga agama
dan budaya, termasuk tentunya dikalangan masyarakat Muslim.
Islam adalah agama yang lengkap al syumul, yang ruang lingkup
ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Islam memberikan
pengaturan dan tuntunan pada manusia mulai dari urusan yang paling kecil
hingga urusan dalam skala besar. Dan tentu saja termasuk didalamnya adalah
batasan dan penghargaan yang tinggi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Memang tentu saja tidak dalam bentuk yang terstruktur dalam satu bab, tetapi
tersebar dalam ayat suci Al Qur’an dan Sunnah, persoalan hak asasi manusia
bukanlah suatu hal baru. Syari’at Islam yang bersifat universal banyak
menjelaskan prinsip-prinsip dasar tentang persamaan hak azasi manusia dan
kebebasan. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW mendeklarasikan Piagam
Madinah, hak asasi manusia ditempatkan dalam posisi tertinggi konstitusi Islam
pertama tersebut.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 58
Daniel Alfaruqi
menggunakan istilah HAM sebaga terjemahan dari basic raights dan fundamental
rights dalam bahasa Inggris, serta grondrechten dan fundamental rechten dalam
bahasa Belanda.2
Secara terminologis, istilah hak asasi manusia sering dinamakan dengan
hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir.3 Miriam Budiardjo
mengatakan bahwa hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
kehidupan masyarakat.4 Sedangkan menurut Jan Meterson dari Komisi HAM
PBB bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa hak tersebut adalah hak yang
dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian
manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan
kehidupan manusia yang bersifat kodrati, yakni ia tidak dapat terlepas dari dan
dalam kehidupan manusia.5
John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.6
Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal
1 disebutkan bahwa:
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlidungan harkat dan martabat manusia.”7
Rumusan tentang hak hak-hak asasi manusia yang dianggap legal dan
dijadikan standar pada saat ini adalah yang diterbitkan oleh Badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yang dideklarisakan pada 10 Desember 1948 dan lebih dikenal
dengan “The Universal Declaration Of Human Rights” (Deklarasi Universal tentang
h.120.
5 Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
Hak-hak Asasi Manusia), disingkat dengan UDHR. Rumusan ini terdiri dari 30
pasal.8 Pertimbangan-pertimbangan dideklerasikan hak asasi manusia ini adalah
untuk menghargai harkat dan martabat alami manusia, sehingga dengan
demikian ia bisa hidup bebas dan menigkatkan taraf hidupnya itu secara layak.9
Nagara-negara maju (Barat) pada umumnya mengacu kepada HAM yang
dideklarasikan oleh Majlis PBB. Walaupun hampir diterima seluruh anggota
PBB, tapi hak-hak asasi tersebut belum tuntas disepakati dan belum dapat
mengakomodasi keinginan bangsa-bangsa di dunia yang amat beragam latar
belakang budaya dan agamanya.10
Pokok-pokok yang menjadi hak bagi seluruh manusia sebagaimana
dirumuskan dalam UDHR (Universal Declaration of Human Right) adalah:
1. Hak untuk memiliki martabat, tidak dihina dan tidak diperlakukan
sebagai budak seperi yang tercantum pada pasal 1, pasal 4 dan pasal 5.
2. Hak untuk hidup, merdeka, dan selamat seperti pada pasal 3.
3. Hak untuk mendapatkan keadilan, perlindungan hukum, tidak
ditangkap tanpa bukti yang nyata dan untuk mengeluarkan pendapat
(bebas dalam bicara) dan berserikat (berkumpul membentuk organisasi)
seperti pada pasal 7, 8, 9,10,11,19 dan 20.
4. Hak untuk bebas mengurus diri dan keluarganya sendiri tanpa intervensi
pihak atau instansi lain seperti pada pasal 12.
5. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal atau hidup ditempat yang ia
sukai seperti yang terdapat pada pasal 13.
6. Hak untuk lari dan mencari perlindungan ke segala penjuru dunia
selama dia tidak melanggar hukum-hukum dasar PBB seperti pada pasal
14.
7. Hak untuk mendapatkan pengakuan sebagai warga negara dari negara
yang dimiliki seperti pada pasal 15.
8. Hak untuk mencari dan mendapatkan jodoh secara bebas tanpa dibatasi
kebangsaan, warga negara, dan agama seperti pada pasal 16.
9. Hak untuk memiliki harta (pasal 17).
10. Hak bebas untuk berpikir, mengganti agama dan beribadah (Pasal 18).
11. Berhak berdaulat dan ikut serta (berpartisipasi) dalam urusan negerinya
sendiri seperti menduduki jabatan pemerintahan. (Pasal 21).
8 Ahmad Kosasih, HAM Dalam perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h.24.
9 Jainal Aripin, Dkk, Kumpulan Hasil Penelitian 2002, Hak Asasi Manusia dalam Tinjauan
Islam Dan Implementasi di Indonesia, h.147.
10 Ahmad Kosasih, HAM Dalam perspektif Islam, h. 24.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 60
Daniel Alfaruqi
12. Berhak tehadap jaminan sosial, berusaha, dan bekerja sesuai dengan
keinginannya, mendapat upah dari pekerjaannya dan perlindungan
kepentingan baik secara moral dan material seperti Pasal 22, 23 dan 27
ayat (2).
13. Hak untuk istirahat, liburan, menikmati seni dan berbudaya,
memporoleh kesehatan dan tingkat kehidupan yang layak bagi diri dan
keluarganya seperti Pasal 24, 25, dan 27 ayat (1).
14. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan mendidik anak (Pasal 26).11
11Muhammad faisal hamdani, “Hukum keluarga islam dalam perspektif Ham universal (udhr)
dan ham islam (uidhr),” Jurnal Ahkam, Vol. xvi, No. 1, Januari 2016, h.25.
12 Abd. Wahab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), h.199.
teks-teks al-Quran yang bersifat relatif (dhanni al-Dilalah) dan juga teks-teks yang
bersifat absolut (qath`i al-Dilalah), seperti sejumlah ayat tentang perbudakan.13
Gugatan Munawir Syazali tentang teks-teks al-Quran yang dinilai kurang
menghargai HAM, khususnya dalam masalah perbudakan, telah dikonfrontir
secara apik oleh Azhar Basyir. Menurutnya, al-Quran tidak melarang
perbudakan karena kondisi sosial saat itu dimana seluruh masyarakat mengakui
perbudakan. Tiap orang menjadikan budak dari musuh-musuhnya yang
tertawan, termasuk tentara-tentara muslim yang tertawan di medan perang.
Sebagai penyeimbang, kata Basyir, al-Quran juga membolehkkan mereka
menjadikan musuh yang tertangkap sebagai budak. Seandainya al-Quran secara
eksplisit melarang perbudakan, maka tawanan-tawanan muslim akan menderita
sebagai budak-budak orang kafir.14
2009, h.111
15 Ismail, Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam, h.104-105.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 62
Daniel Alfaruqi
(hubungan keluar atau hubungan manusia dengan segala sesuatu yang ada di
luar dirinya). Kedua hubungan tersebut harus dijiwai dengan hubungan yang
kebih tinggi, yakni Allah SWT. Selanjutnya Rusjidi mendiskripsikan dua hal
sebagai bentuk implikasi ajaran tauhid yaitu, pertama, dengan diakuinya semua
makhluk adalah ciptaan Allah, maka hubungan manusia dengan alamnya
hakikatnya adalah hubungan manusia dengan sesama makhluk Allah. Kedua,
implikasi ajaran tauhid ini juga menegaskan bahwasanya sesama manusia
dengan manusia lainnya harus menjunjung persamaan derajat, kemuliaan harkat
dan martabat. Hal tersebut mengisyaratkan bahwasanya tidak dibenarkan
adanya tindakan diskriminatif atau pembedaan antara sesama manusia atau
dengan alam sekitar.18
Islam memandang bahwa manusia itu mulia, karena kemuliaan yang
dianugerahkan kepadanaya oleh Allah SWT. Kemuliaan itu dikaitkan dengan
penyembahan manusia kepada Rabb-nya. Menurut Muhamad Ahmad Mufti dan
Sami Salih al-Wakil,19 Pemikiran Barat memandang bahwa hak-hak asasi
manusia merupakan hak-hak alamiyah (al-huquq athabi’iyyah atau natural right)
yang mengalir dari ide bahwa kedaulatan mutlak adalah milik manusia, tidak
ada pihak lain yang lebih berdaulat dari manusia. Sedangkan dalam Islam hak-
hak dasar manusia sebagai anugerah yang diberikan Allah SWT.
Terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar antara konsep HAM
dalam Islam dan HAM dalam konsep Barat, antara lain:
1. HAM dalam Islam bersumber pada ajaran Alquran dan Sunnah. Dasar
HAM dalam Alquran terdapat pada surat al-Hujurat ayat 13: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal....”
18 Rusjidi Ali Muhammad, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syari’at Islam, (Aceh: Ar-
Islam terj.Yahya Abd Rahman, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h.22.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 64
Daniel Alfaruqi
24 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD NRI 1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.2.
25 KBBI, 2005, h. 680. di akses dari www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, pada 12
Januari 2017 jam 22.00.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 66
Daniel Alfaruqi
26 Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Nuansa Madani, 2003), h.89.
27 Fatthurrahman li Tholibil Quran
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 68
Daniel Alfaruqi
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2013), ed. Mahmud
28
pembunuhan itu, yakni dengan hukum qishash yang secara sharih sudah
termuat di dalam Alquran. Di samping itu kepemilikan senjata secara legal juga
dinilai oleh Nabi bahwa orang yang memiliki senjata, maka bukan bagian dari
kita (orang Muslim).30
Lebih dari itu, kematian manusia pun tetap dihormati oleh Nabi
meskipun itu jenazah orang non-Muslim. Suatu hari pernah ada jenazah Yahudi
yang hendak dimakamkan, kemudian Nabi berdiri untuk menghormatinya.
Ketika itu Sahl bin Hunaif dan Qays bin Sa’d ikut berdiri dan memberi tahu
kepada nabi bahwa jenazah tersebut adalah Yahudi. Nabi menjawab “alaisat
nafsan?” bukankah ia juga manusia?.31 Mafhum mukhalafahnya, Nabi
menghormati jenazah yahudi, apalagi kalau masih hidup?.
Hal ini menunjukkan bahwa menghormati orang lain tidak pandang
agama atau apapun atributnya, sebagai seorang manusia harus menghormati
dengan yang lainnya.
30 “Man hamala ‘alaina as-silah fa laisa minna”. Shahih al-Bukhari, h. 1246. Hadits no: 6874,
7070.
31 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 243. Hadis No: 1312.
32 Muslim an-Naisaburi, Shahih Muslim. Hadis No: 4505, h.114. Di akses dari Maktabah
Syamilah.
33 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 33. Hadis No: 74 dan 78.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 70
Daniel Alfaruqi
Di dalam hadits lain Nabi bersabda bahwa “Berpikir selama satu jam
lebih berguna dari pada beribadah satu tahun.”34 Dalam riwayat lain lebih baik
dari memerdekakan seribu budak. Bahkan, ketika tidak ada lagi yang menuntut
ilmu dan kebodohan di mana-mana, maka itu merupakan salah satu tanda-tanda
dekatnya hari kiamat.35
Melalui hadits-hadits di atas, pada dasarnya Islam tidak membatasi orang
untuk mencari ilmu, baik laki-laki ataupun perempuan. Mereka semua sama
dalam memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan secara setara. Jadi tidak
ada pembatasan-pembatasan dalam menghalangi masyarakat untuk menuntut
ilmu.
4. Hak Kepemilikan
Kepemilikan juga menjadi nilai yang sangat dihormati di dalam Islam,
sehingga untuk memasuki rumah seseorang harus meminta izin dengan
mengucapkan salam terlebih dahulu. Hal ini termaktub secara jelas di dalam QS.
an-Nur: 27-29. Untuk menyikapi hal demikian, Nabi memberikan isyarat dengan
hadits “Ketika kamu meminta izin sampai tiga kali, namun tidak dijinkan maka
lebih baik kamu kembali (pulang).”36
Hal ini tidak mencakup hanya di dalam ruang lingkup rumah saja,
namun dalam segala hal kepemilikan. Sebab apabila tidak ada proses ijin terlebih
dahulu, maka di dalam bahasa agama dinilai sebagai perbuatan ghasab, lebih dari
itu bisa dinilai sebagai pencurian apabila sampai mengambil tanpa seijin
pemiliknya.
34 Nawawi al-Bantani, Tanqihu al-Qaulu al-Haidits Syarhu Lubabu al-Hadits, (Semarang: Toha
37 Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqoshid Syariat, (Jakarta: Azmah, 2009), h. 15.
madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang lain
untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam. Hal ini tergambar dalam
al-Quran surat al-Baqarah ayat 256 yang artinya “Tidak ada paksaan (dalam)
menganut agama (Islam).”
3. Hifdzu al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan
individu)
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan
individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak. Hak-hak lain tidak
akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka perlindungan al-
Quran terhadap hak ini sangat jelas dan tegas seperti disebutkan dalam surat al-
Maidah ayat 32:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-
sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 72
Daniel Alfaruqi
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa respon
Islam terhadap hak asasi manusia adalah cerminan dari tuntutan global, abadi
dan fundamental. Dengan tidak bermaksud untuk berapologi, sesunguhnya
Islam telah terlebih dahulu mengajarkan umat manusia tentang konsep yang
egaliter, universal dan demokratis. Konsep yang sedemikian indah dan
komprehensif ini disinyalir diadopsi oleh Barat melalui pemunculan ide-ide
universal yang dibakukan dalam konvensi Universal Declaration of Human Rights.
Islam adalah agama yang asy-Syumul. Ajaran Islam meliputi seluruh
aspek dari sisi kehidupan manusia. Islam memberikan pengaturan dan tuntutan
pada manusia, mulai dari urusan yang paling kecil hingga urusan yang berskala
besar. Dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang
tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang tidak dalam satu
dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci al-Quran dan
Sunnah Nabi Muhammad Saw.
Daftar Pustaka
Abdillah, Masykuri. Responses of Indonesian Muslim Intellectuals to the Concept of
Democracy (1966-1993), terj. Wahib Wahab, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1999).
Aji, Ahmad Mukri. Kontekstualisasi Ijtihad Dalam Diskursus Pemikiran Hukum Islam
di Indonesia, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010.
Aji, Ahmad Mukri. Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum
Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012.
Al-Bantani, Nawawi. Tanqihu al-Qaulu al-Haidits Syarhu Lubabu al-Hadits,
(Semarang: Toha Putra, tth).
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2013), ed. Mahmud
Muhammed Nassar, cet. VII, h. 1245. Hadis No: 6861, 4471
Aripin, Jainal. Dkk, Kumpulan Hasil Penelitian 2002, Hak Asasi Manusia dalam
Tinjauan Islam dan Implementasi di Indonesia.
Azazi, Hak Memilih Agama Bagi Anak dari Pasangan Beda Agama dalam Persepektif
Hak Asasi Manusia, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008).
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,
2000.
Hardjowirogo, Marbangun. HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional,
Regional dan Internasional, Bandung: Patma, 1977.
Hussain, Syaukat. Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah: Abdul Rochim,
Jakarta: Gema Insani press, 1996.
Jauhar, Ahmad al-Mursi Husain. Maqoshid Syariat, Jakarta: Azmah, 2009.
Khallaf, Abd. Wahab. Ilm Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978.
Kosasih, Ahmad. HAM Dalam perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003.
Maggalatung, A Salman; Yunus, Nur Rohim. Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara, Cet-
1, Bandung: Fajar Media, 2013.
Mufti, Muhamad A; dan Al-Wakil, Sami Salih. HAM Menurut Barat dan HAM
menurut Islam terj.Yahya Abd Rahman, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009.
Muhammad, Rusjidi Ali, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syari’at Islam, Aceh:
Ar-Raniri Press, 2004.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 74
Daniel Alfaruqi
Jurnal:
Aji, Ahmad Mukri. "Pemberatasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia (Analisis
Terhadap Undang-Undang Nomor 15 dan 16 Tahun 2003 Berdasarkan Teori
Hukum)," dalam Jurnal Cita Hukum, Vol. 1, No. 1 (2013).
Asnawi, Habib Shulton. “Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum
Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1,
Juni 2012.
Hamdani, Muhammad Faisal, “Hukum Keluarga Islam dalam Perspektif HAM
Universal (UDHR) dan HAM Islam (UIDHR),” Jurnal Ahkam: Vol. xvi, No.
1, Januari 2016.
Ismail, “Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam,” Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 43
No. I, 2009.
Maggalatung, A Salman. "Hubungan Antara Fakta Norma, Moral, Dan Doktrin
Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim," dalam Jurnal Cita Hukum,
Vol. 2, No. 2 (2014).
Internet:
KBBI, 2005, h. 680. di akses dari www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, pada
12 Januari 2017 jam 22.00.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1990 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1, di akses
dari www.komisiyudisial.go.id, pada hari Kamis, 12 Januari 2017.
Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Volume 4 No. 1 (2017). ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050 - 76