Pluralisme Hukum
Pluralisme Hukum
Pluralisme Hukum
Murdan
Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281
Email: [email protected]
Abstrak
Pluralism hukum di Indonesia sangat berbeda dengan bebrapa pluralism hukum dibelahan
dunia Islam lainnya. Pluralism hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan
masyarakat Indonesia yang sangat plural dan beragam. Isu pluralism hukum di Indonesia
selalu hangat diperbincangkan, baik di era kolonialisme maupun pada era kemerdekaan. Era
kolonialisme corak pluralisme hukum di Indonesia lebih didominasi oleh peran hukum Adat
dan hukum Agama, namun pada era kemerdekaan Pluralisme hukum di Indonesia lebih
dipicu oleh peran Agama dan Negara lebih khusus pada Undang-Undang perkawinan.
Hukum Adat pada era kemerdekaan tidak begitu mendapatkan legalitas positifistik dari
Negara, namun berbanding terbalik dengan hukum Agama yang menjadi sentral dalam
perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Menariknya, meskipun hukum adat tidak
mendapatkan legalitas dari Negara, namun tetap hidup atau dipraktikkan secara terus-
menerus oleh masyarakat Adat di Indonesia.
Abstract
Legal pluralism in Indonesia is very different from some models of legal pluralism in other
parts of the Islamic world. Legal pluralism in Indonesia is strongly influenced by the culture
of Indonesian people which is very plural and diverse. The issue of legal pluralism in
Indonesia is always warm discussed, both in the colonial era and the era of independence. In
the era of colonialism, the patterns of legal pluralism in Indonesia is more dominated by the
roles Customary law and religious law, but in the era of independence of legal pluralism in
Indonesia is more triggered by the role of religion and the State more specifically on the Law
of marriage. Customary law in the era of independence is not so getting positifistic legality
from the State. In conrast, religious law became central to the law of marriage in Indonesia.
Interestingly, even though customary law is not getting the legality of the State, it is still alive
or practiced continuously by indigenous communities in Indonesia.
itu sendiri, yang di dalam kebudayaan itu mandang dengan lensa fungsional (hukum
terdapat beberapa norma hukum. Adat dan hukum Islam saling
Penerimaan kebudayaan asing ini kemudian bergantungan).
yang secara oromatis akan mendorong
hidupnya norma lokal dan norma asing di 1. Hukum Adat Versus Hukum Islam
masyarakat Nusantara. Dipraktikkannya (Pendekatan Konflik)
lebih dari satu hukum oleh masyarakat Hangatnya posisi Hukum Adat dan
Indonesia (hukum Adat, Agama, dan Barat) Hukum Islam pada masyarakat Nusantara
inilah yang oleh para ahli hukum disebut menghasilkan perdebatan yang cukup
sebagai Pluralisme Hukum.8 menghibur dunia akademis di tanah air.
Tidak sekedar itu yang bisa dirasakan,
Pluralisme Hukum di Indonesia: Antara namun yang paling penting adalah mampu
Hukum Adat dan Hukum Islam membuka diskusi-diskusi yang
Pluralisme hukum di Indonesia berkelanjutan bagi generasi-generasi bangsa
mulai disadari sejak masa pemerintahan ini. Ratno mengatakan kajian mengenai
Hindia Belanda. Fakta masyarakat pribumi hukum adat dimulai sejak pemerintahan
yang mempraktikkan beragam hukum, VOC (1602-1800) yang diawali oleh
menuntut pemerintahan Hindia Belanda Marooned (1754-1836), Reffles (1781-
untuk memberlakukan hukum yang sama 1826), Crawford (1783-1868), dan
bagi semua masyarkat Pribumi. Isu Muntinghe (1773-1827).9 Seiring dengan
mengenai kebijakan pemerintahan Hindia semakain derasnya isu-isu modernisasi
Belanda untuk memberlakukan satu hukum hukum yang semakin kencang dihebuskan
yang tepat bagi masyarakat pribumi, oleh pemerintahan Hindia Belanda,
mendorong beberapa Ahli untuk mencari mendorong munculnya berbagai diskusi dan
formulasi hukum yang tepat bagi spekulasi para ahli hukum mengenai
masyarakat Pribumi. Dari sinilah muncul hukum apa yang tepat untuk diberlakukan
berbagai diskusi mengenai hukum Adat dan bagi masyarakat pribumi, diskusi para ahli
Islam, baik diskusi verbal maupun bentuk ini dipercaya berkisar pada dominasi antara
tulisan. Diskusi para ahli ini dipercaya hukum Adat dan hukum Islam. Diskusi
berporos pada pertanyaan mengenai apakah pertama diawali dengan teori Receptie in
Hukum Adat atau Hukum Islam yang harus Complexu yang diperkenalkan oleh
diberlakukan bagi masyarakat Pribumi. Lodewijk Willem Christian Van den Berg
Dalam diskusi ini muncul berbagai pendapat (1845-1927), Ia seorang ahli hukum Islam
para ahli hukum, baik ahli hukum Belanda yang pernah tinggal di Indonesia pada tahun
maupun Indonesia, diantara mereka ada 1870-1887, Teori ini menyatakan bahwa
yang memotret dengan kaca mata konflik bagi orang Islam berlaku sepenuhnya
(hukum Adat dan hukum Islam terus hukum Islam, walaupun dalam
bertarung), dan tidak sedikit juga yang pelaksanaannya terdapat penyimpangan-
penyimpangan. Ungkapan Van den Berg ini
otomatis anak-anak yang dilahirkan dari para istri di didasari oleh pernyatakaan yang
luar marga akan tinggal bersama dengan bapak mengatakan hukum Islam telah berlaku pada
biologisnya. Keempat, Parental, pada tahap ini
masyarakat asli Indonesia sejak 1883 yang
manusia sudah menyadari bahwa anak biologis yang
dilahirkan dari hasil perkawinan kedua mempelai diperkuat dengan adanya Regeering
pria dan wanita (baik perkawinan secara exogami Reglement, dan Compendium freijer tahun
maupun endogamy). Sehingga, dikarenakan seorang 1706 tentang hukum perkawinan dan
anak sudah mengenal ayah dan ibunya, maka secara
otomatis anak itu akan tinggal bersama dengan kedua
orang tuanya. Koentjaraningrat, Sejarah Teori
Antropologi I (Jakarta: UI Press, 2010), 38-39.
8 9
Hendra Nurtjahjo, Legal Standing Kesatuan Ratno Lukito, Pergumulan Hukum Islam
Masyarakat Hukum Adat (Jakarta: Salemba dan Adat di Indonesia (Yogyakarta: Manyar Media,
Humanika, 2010), 15 2003), 72.
Murdan 51
kewarisan Islam.10 Teori ini menghendaki Receptie.13 Munculnya teori Receptie yang
bahwa bagi masyarakat pribumi yang diperkenalkan oleh Christian Snouck
beragama Islam diberlakukan hukum Islam. Hurgronje (1857-1936),14 kemudian
Teori ini ditawarkan oleh Van den dikembangkan oleh C. Van Vollenhoven
Berg berdasarkan pengamatan personalnya dan Ter Haar di atas, bertujuan untuk
terhadap masyarakat di beberapa kerajaan mengkritisi atas teori Receptie in
Islam Nusantara, dan hasil pengamatannya Complexsu-nya Van den Berg. Snouck
bahwa seluruh hukum Islam sudah ditermia Hurgronje sendiri dikenal sebagai penasihat
secara menyeluruh oleh umat Islam. pemerintah Hindia Belanda tentang soal-
Sehingga, teori ini mengatakan hukum islam soal Islam dan anak negeri tahun 1898. Ia
berlaku seutuhnya bagi umat islam, karena pernah belajar ke Makkah sehingga berganti
hukum adat sudah menyesuaikan diri namanya menjadi Abdul Ghaffur (1884-
dengan hukum Islam.11 Sehingga, teori ini 1885), Keahliannya dalam hukum Islam dan
menghendaki bahwa bagi orang Islam hukum adat terepleksi dalam karyanya De
berlaku sepenuhnya hukum Islam, walaupun Atjehers dan De Gojoand. Inti dari teori
dalam pelaksanaannya terdapat Snouck ini bahwa bagi masyarakat pribumi
penyimpangan-penyimpangan, hal ini pada dasarnya berlaku hukum adat, dan
dikarenakan hukum Islam telah berlaku hukum Islam akan berlaku apabila norma-
pada masyarakat asli Indonesia sejak 1883 norma hukum Islam telah diterima atau
yang diperkuat dengan adanya Regeering diserap oleh masyarakat hukum adat.
Reglement, dan hukum perkawinan dan Setelah kemerdekaan Indonesia,
kewarisan Islam dalam Compendium freijer teori Receptie-nya Snouck ini ditelaah
tahun 1706.12 kembali kebenarannya oleh Hazairin.
Pendapat dari Van den Berg di atas Hazairin menyimpulkan bahwa tidak benar
mengenai dominasi hukum Islam dari pada Hukum Islam itu bergantung kepada hukum
hukum adat, ternyata mendapatkan keritikan Adat, karena hukum Islam itu adalah
dari seorang sarjana asal Belanda yang mandiri. Sehubungan dengan ini, Hazairin
bernama C. Snouck Hurgronje (1857-1936). memperkenalkan teori Receptie Exit, teori
Ketika Hurgronje menetap dan mengamati ini bertujuan untuk membantah teori
prilaku masyarakat Nusantara, ternyata Receptie Snouck di atas. Menurut Hazairin,
bukan hukum Islam yang lebih dominan, Hukum Islam adalah hukum yang mandiri
namun hukum adatlah yang lebih dominan dan lepas dari pengaruh hukum lainnya.
dari hukum Islam. Sehingga Hurgronje Berdasarkan pandangannya, Hazairin
berkesimpulan bahwa hukum Islam bisa memiliki kesamaan pandangan dengan Van
diberlakukan jika sudah diterima oleh den Berg yang menginginkan hukum Islam
masyarakat hukum adat, pendapatnya ini diberlakukan sepenuhnya bagi masyakar
kemudian dia jadikan sebagai teori, dan Islam (pribumi). Beberapa tahun kemudian,
teori ini dia namakan sebagai teori teori Hazairin ini dikembangkan oleh
muridnya yang bernama Sayuti Thalib, dan
10
Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum
13
Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum
2011), 28. Baca juga, A. Rosyadi dan Rais Ahmad., Kewarisan, 76-86.
14
ed. Formalisasi Syariat Islam dalam perspektif Tata Untuk lebih jelas mengenai latar belakang
Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), kehidupan Snouck Hurgronje serta politiknya di
73-74. Indonesia, khususnya di Acah, bisa dibaca dalam
11
Lebih jelas baca, Adil, Simboer Tjahaya karya G. Drewes, Snouck Hurgronje and The Study
(ttp: Kementrian Agama RI, 2011), 72-76. of Islam, dalam Bijdragen tot de Taal, Vol. 113
12
Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum (1957), No. 1, Leiden. 1-15. Bisa jug dibaca tulisan
Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, Yunani Hasan, Politik Christian Snouck Hurgronje
2011), 28. Baca juga, A. Rosyadi dan Rais Ahmad, Terhadap Perjuangan Rakyat Aceh, dalam Jurnal
Formalisasi Syariat Islam dalam perspektif Tata Pendidikan dan Kajian Sejarah, Vol. 3 No. 4 Agustus
Hukum Indonesia, 73-74. (2013).
52 Mahkamah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016
pertimbangan dalam pembuatan Hukum sahabat yang disetujui dan tidak ditegur oleh
Islam Indonesia, kedua ide ini membuka Rasulullah S.A.W. maka hal itu disahkan.
jalan baru bagi bersatu padunya antara nilai- Sehingga, melalui praktek ini sangat relevan
nilai yang berasal dari adat istiadat dengan apa yang diungkapkan oleh M.B. Hooker,
hukum Islam untuk menciptakan atmosper seorang guru besar di Australian National
harmoni dalam satu entitas hukum.29 University, Canberra, Australia, mengatakan
Dalam rangka mengupayakan untuk bahwa hukum itu bukanlah sekedar yang
mengharmonisasikan antara hukum adat eksis di dalam teks, tetapi juga termasuk
dengan hukum Islam atau Negara, fakta-fakta hukum yang secara terus
dibutuhkan kedewasaan para penafsir dan menerus atau tekun dipraktekkan oleh
pihak-pihak yang berwnang. Seperti yang masyarakat.31 Melihat argumentasi di atas,
ditegaskan oleh. Ratno bahwa, selama ini ini mengajarkan kepada kita bagaimana
para sarja selalu memandang hukum adat pentingnya teks hukum untuk
dengan hukum islam dengan pendekatan dikolaborasikan dengan budaya hukum yang
konflik, sehingga ini berimplikasi terhadap dipraktikkan yang berasal dari adat istiadat
hasil dari sudut pandang yang mereka lokal untuk mencapai target yang maksimal
gunakan. Tidak benar bahwa Hukum Islam dalam mempraktekkan budaya hukum baru
cuek atau tidak mau tahu tentang hukum yang dibawa oleh teks.
adat, dalam kenyataannya bahwa Islam Islam dan budaya masyarakat
selalu melestarikan adat-adat dan budaya- Nusantara merupakan satu kesatuan yang
budaya sebelumnya yang dipandang baik. sulit untuk dipisahkan, meskipun dalam
Misalnya budaya khitanan (sunatan) yang proses akulturasi kebudayaan yang sangat
hingga saat ini masih dirasakan oleh umat kompleks pada masyarakat Nusantara.
Islam, penting untuk diketahui bahwa tradisi Tidak sekedar budaya islam yang
sunatan ini bukanlah diperkenalkan pertama berakulturasi dengan masyarakat Nusantara,
kali oleh Nabi Muhammad S.A.W. Namun, namun terdapat juga beberapa kebudayaan-
budaya ini diperkenalkan oleh Nabi Ibrahim kebudayaan lain, seperti China, India, Arab,
yang kemudian diwariskan kepada umat- dan Barat. Namun, dari semua kebudayaan-
umat Nabi Muhammad S.A.W. Tentu bukan kebudayaan yang ada, sepertinya hanya
perkara ini saja yang merupakan budaya budya Islam yang diterima secara utuh oleh
lama yang dipertahankan oleh Nabi masyarakat Nusantara. Dalam proses
Muhammad S.A.W. tetapi masih banyak akulturasinya, islam masuk ke Nusantara
budaya-budaya lain yang bisa dianalisa secara alami tanpa paksaan yang diawali
sendiri oleh pembaca yang budiman.30 melalui perdagangan, hal ini disebabkan
Jika dikaji secara komprehensif karena Indonesia merupakan lintas atau jalur
kolaborasi antara sumber Hukum Islam dan perdagangan di kawasan Asia. Islam telah
adat istiadat setempat, sungguh akan berkontribusi besar dalam pembinaan moral
menghasilkan kebudyaan yang lebih bangsa Indonesia baik dalam bentuk
sempurna. Beberapa abad yang lalu, teologis, antropologis, maupun kosmologis.
Rasulullah SAW telah membuktikan hal ini Bentuk teologis Islam telah membentuk
melalui hadist taqriry, secara singkat teori masyarakat Indonesia yang berketuhanan,
ini menjelaskan bahwa segala perbuatan hal ini tertuang pada sila pertama
kenegaraan bangsa Indonesia. Dalam
29
Taufik Abdullah, Adat and Islam antropologisnya, Islam berhasil
Examination of Conflict in Minangkabau, 12-15. mencerdaskan masyarakat Indonesia dalam
Sebagai tambahan, baca Yudian Wahyudi, Ushul
Fikih Versus Hermeneutika Membaca Islam dari
31
Kanada dan Amerika, cet. Ke-8 (Yogyakarta: Law does not exist just in texts. It is the
Nawesea Press, 2014), 27-44. facts of life in this society which must determine what
30
Lebih jelas baca, Ratno Lukito, the law really is and in what it really consists. Ratno
Pergumulan Hukum Adat Dan Islam Di Indonesia, Lukito, Pergumulan Hukum Adat Dan Islam Di
19-30. Indonesia, 15.
56 Mahkamah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016
dalam arti bahwa setiap kelompok dikarenakan oleh keragaman42 dan ketidak
masyarakat mempraktikkan perkawinan konsistenan suatu masyarakat dalam
berdasarkan kepercayaan (Agama), mempraktikkan budaya yang sudah ada,
kebudayaan (Adat), dan ketentuan Negara. sehingga akan digantikan secara langsung
Kelompk Agamawan mempraktikkan proses oleh kebudayaan yang baru, maka akan
perkawinan berdasarkan ajaran atau hukum terjadi apa yang disebut oleh para ahli
masing-masing agamanya, kelompok sebagai evolusi kebudayaan atau mungkin
budayawan (Masyarakat Adat) perubahan kebudayaan (Culture Chance).43
mempraktikkan proses perkawinan itu Jadi, apabila proses praktik perkawinan
berdasarkan ajaran dan hukum adatnya masyarakat suku Adat itu tidak konsisten
masing-masing, sedangkan kalangan dipraktikkan oleh penganutnya, maka dapat
Nasionalis dan masyarakat perkotaan dipastikan bahwa budaya perkawinan
melaksanakan perkawinan itu berdasarkan masyarakat suku Adat otomatis akan digeser
ketentuan dari Negara. atau digantikan oleh prosedur-prosesur
Seiring dengan isu-isu globalisasi perkawinan yang sudah mendapatkan
yang semakin deras, Negara pun secara legitimasi penuh dari Negara.
dramatis menginginkan masyarakat Sebelum Undang-Undang No. 1
Agamawan dan masyarakat Budayawan tahun 1974 tentang perkawinan ini dibuat,
mematuhi undang-undang perkawinan itu. ada aturan yang sangat menarik mengenai
Berbagai upaya yang dilakukan Negara perlindungan dan pemberlakuan hukum adat
untuk menarik simpati masyarakatnya, dalam perundang-undangan di Indoensia.
diantaranya sosialisasi mengenai misi Aturan ini misalnya dapat dilihat pada
Negara untuk melindungi, mengayomi, dan Undang-Undang No. 14 tahun 1970 (L.N.
mensejahtrakan warga Negaranya. Namun 1970. No. 74), peraturan ini mengatur
sayangnya, berbagai upaya Negara di atas tentang ketentuan-ketentuan pokok
ternyata menimbulkan berbagai masalah di kekuasaan kehakiman. Seiring dengan ini,
kalangan masyarakat agamawan dan Ihrom menjelaskan dalam tulisannya
budayawan. Bagi masyarakat agamawan berjudul Adat Perkawinan Toraja Sadan dan
dan budayawan yang masih berdomisili di Tempatnya dalam Hukum Positif Masa Kini
berbagai plosok Indonesia, ketika akan mengatakan bahwa pasal 71 ayat 1 dalam
menjalankan amanat Negara, ternyata penjelasannya (T.L.N. No. 295, tahun 1970)
terkendala dengan imprastruktur yang tidak mengatakan Hakim sebagai penegak
memungkinkan mereka menjalani kehendak hukum dan keadilan wajib menggali,
Negara, ditambah lagi dengan hegomoni, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
panatismeme keagamaan/kebudayaan yang yang hidup dalam masyarakat.44 Undang-
sangat tinggi, dan keterbatasan pengetahuan
mengenai perundang-undangan, memicu 42
Adanya keanekaragaman adalah modal
peraturan yang dilegalkan oleh Negara utama dari proses evolusi, tanpa adanya
belum siap untuk diimplementasikan atau keanekaraman, proses evolusi tidak dapat terjadi.
diaplikasikan. Djoko T. Iskandar, Evolusi, ed. Ke-4 (Jakarta:
Apabila Negara terlalu memaksakan Universitas Terbuka, 2008), 40.
43
Ahmad Fedyani Saifuddin, Antropologi
kehendaknya kepada hukum Adat yang
Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai
tidak mendapatkan legalitas dari Negara, Paradigma, 100-101.
maka sudah dapat dipastikan bahwa hukum 44
Penjelasan dari Undang-Undang
Adat tidak akan mampu bertahan lama, dan maksudnya adalah dalam masyarakat yang mengenal
secara otomatis hukum adat akan tergusur hukum tidak tertulis. Serta berada dalam masa
pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan
oleh hukum Negara sebagai basis
perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang
masyarakat modern. Salah satu sebab hidup di kalangan rakyat. Untuk itu Ia harus terjun
evolusi kebudayaan terjadi adalah ketengah-tengah masyarakat untuk mengenal,
merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Murdan 59
undang ini sangat jelas menghendaki bahwa masyarakat Nusantara, ini menunjukkan
hukum Adat mendapatkan porsi dalam begitu dewasanya nenek moyang bangsa
peraturan perundang-undangan Indonesia, Indonesia. Perseteruan-perseteruan yang
namun setelah disahkannya Undang-Undang ada, pada dasarnya bukanlah dipicu oleh
Perkawinan No. 1 tahun 1974 hukum adat masyarakat pribumi, namun lebih
tidak mendapatkan porsi legalitas sedikit disebabkan oleh kebudayaan-kebudayaan
pun dalam peraturan perundang-undang asing yang masuk di barisan kepulauan ini.
Indonesia. Setelah UU Perkawinan No. 1 Misalnya perseteruan antara hukum Adat
tahun 1974 disahkan, ternyata hukum adat dan hukum Islam, bukan disebabkan oleh
tidak mendapatkan porsi yang cukup dalam keinginan masyarakat pribumi untuk
perundang-undangan, namun pluralism melegalkan hukum adat yang ada, namun
hukum di Indonesia semakin terasa ketika lebih disebabkan oleh keinginan
Negara menjadikan Agama salah satu unsur pemerintahan Hindia Belanda untuk
penting dalam sahnya suatu perkawinan mendapatkan legitimasi dari masyarakat
masyarkat Indonesia. Sehingga, secara tidak pribumi. Masyarakat pribumi tidak pernah
sadar Negara telah mendorong terjadinya menjastis bahwa hukum adat bertentangan
Pluralisme hukum di masyarakatnya, dalam dengan hukum Islam lebih khusus bagi
masyarakat yang lebih mendominankan masyarakat adat Indonesia yang memeluk
perkawinan agama lebih memberikan agama Islam, namun mereka lebih bahagia
perhatian spesial terhadap pernikahan agama mengatakan bahwa hukum adat adalah
dari pada pernikahan yang bernuansa selalu sejalan dengan hukum Islam, ini bisa
Negara.45 Salah satu pasal yang memacu dilihat dari ungkapan beberapa masyarakat
terjadinya pluralism hukum adalah pasal adat yang mengatakan bahwa hukum Islam
tentang pembagian harta bersama sebagai petunjuk dan hukum Adat adalah
(permbagian harta setelah perceraian), pasal sebagai pelaksana dari petunjuk hukum
ini mengatur bahwa setiap pembagian harta Islam itu. Demikian yang dapat
bersama setelah perceraian dilakukan disampaikan, tentu dalam tulisan yang
berdasarkan hukum masing-masing sederhana ini terdapat banyak kekurangan,
mempelai.46 oleh karenanya mohon dimaklumi.