Khutbah Jum'At Amanah Kepemimpinan Dalam Islam: Hadirin Sidang Jum'At Yang Dirahmati Oleh Allah SWT

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

‫‪KHUTBAH JUM’AT ; AMANAH‬‬

‫‪KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM‬‬


‫‪Oleh :‬‬

‫‪AHMAD RAJAFI SAHRAN, M.Hi‬‬

‫علَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ ِ‬


‫هللا َو َب َر َكاتُهُ‬ ‫سالَ ُم َ‬
‫اَل َّ‬

‫ار‪،‬‬ ‫ص ِ‬ ‫ب َواْأل َ ْب َ‬ ‫ار‪ ،‬ت َ ْذ ِك َرة ً ِألُولي ِ ْالقُلُ ْو ِ‬ ‫لى النَّ َه ِ‬


‫ع َ‬ ‫ار‪ُ ،‬م َك ِّ ِو ُر الَّل ْي ِل َ‬ ‫ْيز ْالغَفَّ ُ‬ ‫ار‪ ،‬ا َ ْل َع ِز ُ‬ ‫احدُ ْالقَ َّه ُ‬ ‫ا َ ْل َح ْمدُ ِهللِ ْال َو ِ‬
‫شغَّلَ ُه ْم‬‫طفَاهُ فَزَ َّهدَ ُه ْم في ِ َه ِذ ِه الد َِّار‪َ ،‬و َ‬ ‫ص َ‬‫ظ ِم ْن خ َْل ِق ِه َم ْن ا ْ‬ ‫ار‪ ،‬اَلَّذِي أ َ ْيقَ َ‬ ‫ب َواْ ِال ْع ِتبَ ِ‬ ‫ْص َرة ً ِلذَ ِوي اْأل َ ْل َبا ِ‬ ‫َوتَب ِ‬
‫ب ِلد َِّار ْالقَ َر ِار‪،‬‬ ‫عتِ ِه‪َ ،‬والتَّأ َ ُّه ِ‬ ‫طا َ‬‫ب في ِ َ‬ ‫ار‪َ ،‬و َوفَّقَ ُه ْم ِللدَّأْ ِ‬ ‫اظ َواْ ِال ْد َك ِ‬ ‫ار‪َ ،‬و ُمالَزَ َم ِة اْ ِالتْعَ ِ‬ ‫بِ ُم َراقَبَتِ ِه َوإِدَا َم ِة اْأل َ ْف َك ِ‬
‫صالَة ُ‬‫ط َو ِار ‪ ،‬اَل َّ‬ ‫لى ذَ ِل َك َم َع تَغَاي ُِر اْألَحْ َوا ِل َواْأل َ ْ‬ ‫ع َ‬ ‫ظة ُ َ‬‫ار ْالبَ َو ِار‪َ ،‬و ْال ُم َحافَ َ‬ ‫ب دَ َ‬ ‫طهُ َوي ُْو ِج ُ‬ ‫َواْل َح ْذ ُر ِم َّما يَ ْس َخ َ‬
‫ار‬‫ظ َه ِ‬‫س ِ ِّر َواْ ِإل ْ‬
‫علَّ َم اْ ِال ْسالَ َم ِبال ِ ِّ‬
‫صحْ ِب ِه الَّذِى َ‬ ‫لى آ ِل ِه َو َ‬ ‫ع َ‬ ‫س ِيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫لى َخي ِْر اْل َبش ِ‬
‫َار َ‬ ‫ع َ‬ ‫سالَ ُم َ‬ ‫َوال َّ‬

‫س ْولُهُ‪َ ،‬و َح ِب ْيبُهُ‬ ‫الر ِح ْي ُم‪َ ،‬وأ َ ْش َهدُ أ َ َّن َ‬


‫س ِيِّدَنَا ُم َح َّمدا ً َ‬
‫ع ْبدُهُ َو َر ُ‬ ‫ف َّ‬ ‫َوأ َ ْش َهدُ أ َ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ ْال َب ُّر ْال َك ِر ْي ُم‪ ،‬ا َ َّ‬
‫لرؤُ ْو ُ‬
‫سائِ ِر‬ ‫لى َ‬‫ع َ‬‫علَ ْي ِه‪َ ،‬و َ‬
‫صلَ َواتُ هللاِ َو َسالَ ُمهُ َ‬ ‫لى ِدي ٍْن قَ ِوي ٍْم‪َ .‬‬ ‫ص َراطٍ ُم ْست َ ِقي ٍْم‪َ ،‬والدَّا ِعي إِ َ‬ ‫لى ِ‬‫َو َخ ِل ْيلُهُ‪ ،‬اْل َهادِي إِ َ‬
‫ِلحيْنَ {أ َ َّما بَ ْعدُ}‬ ‫صا ِ‬ ‫النَّبِيِِّيْنَ َو ال َّ‬

‫ب ْالعَالَ ِميْنَ ‪،‬‬ ‫لى َم ْغ ِف َرةٍ ِم ْن َر ِّ ِ‬ ‫ع ْوا إِ َ‬


‫ار ُ‬ ‫س ِ‬ ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْفسِى بِت َ ْق َو ى هللاِ ‪ ،‬اِتَّقُوا هللاَ َما ْست َ َ‬
‫ط ْعت ُ ْم ‪َ ،‬و َ‬ ‫فَيَا ِعبَادَ هللاِ ا ُ ْو ِ‬
‫ع ْوذُ ِباهللِ ِمنَ‬ ‫فى ْالقُ ْرآن ِْال َك ِر ي ِْم ‪ :‬ا َ ُ‬ ‫الى ِ‬ ‫اِتَّقُوا هللاَ َح َّق تُقَاتِ ِه َو الَ ت َ ُم ْوت ُ َّن ِإالَّ َو ا َ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْونَ ‪ .‬فَقَا َل هللاُ ت َ َع َ‬
‫ظ ْالقَ ْل ِ‬
‫ب‬ ‫غ ِلي َ‬
‫ت فَظا َ‬ ‫ت لَ ُه ْم َولَ ْو ُك ْن َ‬ ‫َّللاِ ِل ْن َ‬
‫الر ِحي ِْم‪ ،‬فَ ِب َما َرحْ َم ٍة ِمنَ َّ‬‫من َّ‬ ‫الرحْ ِ‬ ‫الر ِجي ِْم ‪ِ ،‬بس ِْم هللاِ َّ‬ ‫ان َّ‬ ‫ط ِ‬ ‫ش ْي َ‬
‫ال َّ‬
‫علَى َّ‬
‫َّللاِ إِ َّن َّ‬
‫َّللاَ‬ ‫ت َفت ََو َّك ْل َ‬ ‫عزَ ْم َ‬ ‫ع ْن ُه ْم َوا ْست َ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِي ْاأل َ ْم ِر فَإِذَا َ‬ ‫ْف َ‬ ‫َال ْنفَضُّوا ِم ْن َح ْو ِل َك فَاع ُ‬
‫علَى ذَا ِل َك ِمنَ‬ ‫س ْولُهُ ْال َك ِر يْم َو نَحْ ُن َ‬ ‫صدَقَ َر ُ‬ ‫صدَقَ هللاُ ْالعَ ِظيْم َو َ‬ ‫ي ُِحبُّ ْال ُمت ََو ِ ِّكلِينَ {آل عمران ‪َ }159 :‬‬
‫ب ْال َعالَ ِميْنَ ‪.‬‬ ‫شا ِك ِر يْنَ َو ْال َح ْمدُ ِهللِ َر ِّ ِ‬ ‫شا ِه ِديْنَ َوال َّ‬ ‫ال َّ‬

‫‪HADIRIN SIDANG JUM’AT YANG DIRAHMATI OLEH ALLAH‬‬


‫‪SWT‬‬

‫‪Sebagai seorang khatib disetiap jum’at selalu berwasiat kepada diri khatib‬‬
‫‪sendiri dan juga kepada seluruh jama’ah jum’at untuk terus meningkatkan‬‬
‫‪kualitas taqwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala yakni dengan cara‬‬
‫‪melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya‬‬
‫‪tanpa harus memilih-milih perintah dan larangan yang selaras bagi diri kita‬‬
‫‪saja dan menafikan perintah dan larangan lainnya.‬‬
HADIRIN RAHIMAKUMULLAH

Ada beberapan terma tentang kepemimpinan dalam sajarah panjang Islam di


dunia ini, seperti amir, imam, khalifah, rais dll. akan tetapi dalam
perkembangannya, terma-terma di atas hanya menjadi sebuah nama tanpa
diketahui makna dan substansi yang sesungguhnya. oleh karenanya pada
kesempatan jum’at ini, khatib ingin sekali mengajak kepada kita semua untuk
melakukan kontemplasi secara mendalam dalam mengarungi amanah
kepemimpinan di muka bumi ini. Berawal dari sebuah hadits Rasulullah saw
yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya :

‫ع َم َر رضى‬ ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬َ ‫ع ْن‬َ ِ‫ع ْب ِد هللا‬ َ ‫ى قَا َل أ َ ْخبَ َرنِى‬


َ ‫سا ِل ُم ب ُْن‬ ُّ ‫ع ِن‬
ِّ ِ ‫الز ْه ِر‬ َ ‫ْب‬ ُ ‫ان أ َ ْخبَ َرنَا‬
ٌ ‫شعَي‬ ِ ‫َحدَّثَنَا أَبُو ْاليَ َم‬
ِ َ‫ ف‬، ‫ع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٍ‫اإل َما ُم َراع‬ َ ‫سو َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَقُو ُل « ُكلُّ ُك ْم َراعٍ َو َم ْسئُو ٌل‬ ُ ‫س ِم َع َر‬ َ ُ‫هللا عنهما أَنَّه‬
‫ت زَ ْو ِج َها‬ِ ‫ َو ْال َم ْرأَة ُ ِفى َب ْي‬، ‫ع ْن َر ِعيَّ ِت ِه‬َ ‫ َو ْه َو َم ْسئُو ٌل‬، ٍ‫الر ُج ُل ِفى أ َ ْه ِل ِه َراع‬ َ ‫ َو ْه َو َم ْسئُو ٌل‬،
َّ ‫ َو‬، ‫ع ْن َر ِعيَّ ِت ِه‬
« ‫ع ْن َر ِعيَّتِ ِه » قَا َل‬ َ ‫ َو ْه َو َم ْسئُو ٌل‬، ٍ‫ َو ْالخَا ِد ُم فِى َما ِل َسيِِّ ِد ِه َراع‬، ‫ع ْن َر ِعيَّتِ َها‬ َ ٌ‫ى َم ْسئُولَة‬ َ ‫َرا ِعيَةٌ َو ْه‬
» ‫ع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬ َ ‫ َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل‬، ٍ‫ فَ ُكلُّ ُك ْم َراع‬، ‫ع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬ َ ‫ َو ْه َو َم ْسئُو ٌل‬، ٍ‫الر ُج ُل فِى َما ِل أ َ ِبي ِه َراع‬ َّ ‫َو‬

Artinya : “Disampaikan kepada kami oleh Abu al-Yaman, kami diberitahu


oleh Syu’aib dari al-Zuhri berkata, disampaikan kepadaku oleh Slim bin
Abdullah dari Abdullah bin Umar ra. bahwa ia telah mendengar Rasulullah
saw bersabda; setiap kalian adalah pemimpin dan akan dipinta laporan
pertanggungjawabannya, seorang imam adalah pemimpin dan ia akan
dipinta laporan pertanggungjawabannya, seorang pria adalah pemimpin dan
akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, seorang wanita adalah
pemimpin di rumah suaminya dan ia akan dipinta laporan
pertanggungjawabannya, seorang pembantu adalah pemimpin terhadap
amanah atasannya dan ia akan dipinta laporan pertanggungjawabannya.
Lanjutnya, dan seorang anak adalah pemimpin terhadap amanah
orangtuanya dan ia akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, maka
kalian semua adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dipinta laporan
pertanggungjawabannya.” [HR. al-Bukhari]

Hadirin, jika kita dalami isi hadits ini, sungguh begitu rinci Rasulullah
Muhammad saw dalam mengklasifikasi arti dan tugas kepemimpinan dalam
Islam. Dan ungkapan yang selalu diulang-ulang olehnya “dan akan dipinta
laporan pertanggungjawabannya” merupakan bukti sangat ditekankannya
untuk menunaikan amanah kepemimpinan dari setiap orang. Maka sungguh
menjadi orang yang sangat merugi jika harus bertanggung jawab di hadapan
Allah dengan bukti kezhaliman, bukti kedurhakaan, bukti ketakabburan, dan
bukti kemunafikan, na’udzubillahi min dzalik. Lalu bagaimanakah cara
membangun kepribadian yang berdiri di atas pondasi amanah tersebut ;

1. Selalu Mengingat Allah swt.


Sebuah ungkapan yang begitu mudah terlontar dari lisan namun sulit dalam
tataran implementasi. Namun bukan berarti kita harus pesimis dalam
menerapkannya, karena siapapun yang terus bersusaha pasti akan
mendapatkan hasil yang baik. Adapun kata mengingat Allah sering di disebut
dengan istilah dzikrullah, dan jika dicari syarah atau penjelas dari kata
tersebut maka di dapatkan bahwa alat untuk mengingat Allah itu adalah ; (1)
lisan, dalam artian bahwa seluruh ungkapannya adalah kebaikan, tidak ada
hinaan, fitnah, kebohongan, dusta dll. (2) akal, yakni seluruh pikirannya
harus selalu berkeinginan untuk membangun nilai-nilai peradaban yang baik
atau dalam bahasa keagaaman sering disebut dengan masyarkat
yang tamaddun, bukannya malah untuk mencari keuntungan prabadi dan
kelompok. (3) perbuatan, yakni semua kemampuannya dikeluarkan demi
mencapai dan membangun visi yang sudah tertanam di dalam akal tadi,
sehingga ketidak adilan, kezhaliman dan penindasan akan dengan sendirinya
akan mudah dinegasi di dalam kehidupan kita.

Jika ini semua terbangun dengan baik, maka dengan sendirinya Allah yang
akan menolong dan membatu serta menenangkan diri kita. Pantas jika
kemudian Allah sangat menekankan pentingnya dzikrullah ini, sebagaimana
firman-Nya “ala bidzikrillah thatma’innul qulub” (hanya dengan mengingat
Allah maka hati menjadi tenang), bukan sekedar hati sang pendzikir tapi juga
semua yang berada disekelilingnya merasa nyaman dan aman.

Dalam ungkapan lain, Imam Ali bin Abi Thalib ketika menjelaskan
penjelasan tentang iman, yang pertama kali ia sebutkan adalah “al-khauf bi
al-Jalil” hendaknya takutlah kepada Allah. Takut yang dibangun bukan
seperti takutnya kita dengan segala hal yang menyeramkan dan menakutkan,
akan tetapi takut jika Allah akan meninggalkan, naudzubillah. Sesungguhnya
hanya dengan bersama-Nya lah kebutuhan tertinggi kita, apalah fungsi
kekayaan jika Allah meninggalkan kita, apalah fungsi kekuasaan jika hanya
akan membuat-Mu ya Allah jauh dari kami, maka sesungguhnya hanya
Engkaulah tujuan kami.

Ketika visi ini yang dibangun di dalam diri maka apakah masih akan ada
politik kotor dalam kepemimpinan kita. Mungkinkah kehendak untuk korupsi
masih akan hadir, apakah perasaan sombong dan takabur akan mudah kita
telan di dalam diri kita ? Tentunya tidak, karena Sang Maha Suci yakni Allah
pasti akan menjaga siapapun yang telah mensucikan kepribadiannya. Namun
jika tidak, maka inilah sama seperti yang telah dijelaskan oleh Allah di dalam
firmannya, ketika ada suatu kaum yang diberikan kelebihan segalanya,
namun karena ia abaikan Allah dalam dirinya maka dengan begitu mudah
pula Allah menghancurkan mereka. Lihat surat al-Nahl ayat 112.

َّ ‫َّللاِ فَأَذَاقَ َها‬


ُ‫َّللا‬ َّ ‫ت ِبأ َ ْنعُ ِم‬ َ ‫ط َم ِئنَّةً َيأ ْ ِتي َها ِر ْزقُ َها َر‬
ٍ ‫غدًا ِم ْن ُك ِِّل َم َك‬
ْ ‫ان فَ َك َف َر‬ ْ ‫َت آ َ ِمنَةً ُم‬
ْ ‫َّللاُ َمث َ ًال قَ ْر َيةً َكان‬
َّ ‫ب‬ َ ‫ض َر‬َ ‫َو‬
َ‫صنَعُون‬ ْ َ‫ف بِ َما َكانُوا ي‬ ِ ‫اس ْال ُجوعِ َو ْالخ َْو‬ َ َ‫ِلب‬

Artinya : “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah


negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya
melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari
nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”

HADIRIN SIDANG JUM’AT YANG DIRAHAMATI ALLAH

Step selanjutnya adalah mengenai pengendalian diri dalam gairah cantik dan
megahnya kursi kekuasaan, yakni ;

2. Jangan Meminta-Minta Menjadi Pemimpin.

Mengenai hal ini, Rasulullah saw pernah menasehati Abu Dzar yang saat itu
meminta salah satu jabatan sebagai seorang Qadhi atau Hakim, padahal ia
juga adalah seseorang yang dekat dengan Rasulullah saw, Beliau bersabda;
“Sesungguhnya engkau ini lemah, sementara jabatan adalah amanah, di hari
kiamat dia akan mendatangkan penyesalan dan kerugian, kecuali bagi
mereka yang menunaikannya dengan baik dan melaksanakan apa yang
menjadi kewajiban atas dirinya” [HR Muslim].

Ungkapan Rasulullah saw di atas sejalan dengan apa yang telah diajarkan
Allah kepadanya melalui sejarah Nabi Allah Yusuf as. di dalam al-Qur’an, di
mana ketika seorang Raja memintanya untuk menghadap dan diberikan
jabatan tinggi di kerajaannya, namun ia (Nabi Yusuf as) tidak menerimanya,
namun ia memberikan masukan kepada sang raja agar ia dapat duduk di pos
yang memang menjadi keahliannya, dan bukan mencari tempat-tempat
“basah” yang kemudian memberikan keuntungan pribadinya semata. Adapun
kriteria kemampuan diri itu adalah, ikhlas, amanah, memiliki keunggulan dari
kompetitor lainnya, dan jika wewenang itu digunakan oleh orang lain maka
akan memunculkan bencana dan keterpurukan. Lihat Tafsir QS Yusuf ayat
55.

Ungkapan lain yang dapat kita gunakan sebagai bahan ajar kehidupan kita
adalah hadits Rasulullah yang juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari
Abu Hurairah ra. yakni ;

َ‫عة‬ َّ ‫غي ِْر أ َ ْه ِل ِه فَا ْنت َِظ ِر ال‬


َ ‫سا‬ َ ‫ِإذَا ُو ِسدَ اْأل َ ْم ُر ِإ‬
َ ‫لى‬

Artinya : “jika suatu pekerjaan diberikan kepada yang bukan ahlinya maka
tunggulah kehancurannya.”

Hadirin, sesungguhnya kemampuan untuk memimpin itu adalah anugrah


sekaligus laknah, anugrah jika dijalankan secara profesional namun menjadi
laknah ketika hanya kebutuhan syahwat dan perut yang dikedepankan.
Selanjutnya adalah,

3. Kuat dan Penuh Dengan Cinta.

Istilah kuat di ambil dari al-Qur’an yang dikenal dengan “al-qawiy al-amin”
kuat dan amanah. Imam al-Thabari di dalam kitabnya Tafsir al-Thabari
menjelaskan bahwa kata “al-amin” maksudnya adalah kuat secara fisik dan
juga kuat secara intelktual. Artinya, seorang pemimpin harus mampu
bergerak cepat dalam memimpin demi kesejahteraan siapapun yang
dipimpinnya, dan secara intelektual menunjukkan bahwa seorang pemimpin
selain harus kerja keras tapi juga harus kerja cerdas.

Mengenai hal ini, saya teringat dengan ungkapan Khalifah kedua umat Islam
yakni Umar bin Khattab ra., bahwa “keadaan kalian (rakyat) adalah
bergantung dengan keadaanku, jika kalian semua baik maka sesungguhnya
aku berusaha untuk itu, namun jika kalian rusak, maka aku yang paling
bertanggung jawab tentang hal itu”. Sungguh pemikian seorang pemimpin
sejati, adapun yang terjadi saat ini adalah, “jika semua baik itu dariku, tapi
jika rusak maka itu kesalahan bawahanku”, al-‘Iyadzu billah.

Adapun tentang rasa cinta atau kasih sayang seorang pemimpin kepada
rakyatnya digambarkan oleh Rasulullah beserta para khalifahnya melalui
ciuman sayang kepada anak-anak. Dalam hal ini, dikisahkan bahwa pada
suatu hari ada seseorang yang dipanggil oleh Umar untuk diangkat menjadi
pemimpin di salah satu negeri Islam, ketika ia melihat Umar sedang
menciumi dan bersenda gurau dengan anak-anaknya, lalu ia bertanya tentang
prilaku Umar tersebut. Umar-pun menjawab dengan sebuah pertanyaan,
“apakah engkau tidak pernah melakukan hal seperti ini ?” dan dijawab “tidak
pernah”, maka pada saat itu juga ia mengatakan, “kalau begitu aku tidak jadi
mengangkatmu jadi amir, karena rahmat Allah sangat jauh darimu”.

Ungkapan terahir Umar sangatlah menggugah, di mana Rahmat Allah jauh


dari orang-orang yang tidak memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Artinya,
sinergitas antara pemimpin dengan rakyat dapat dibangun jika sang
pemimpin mampu menyayangi siapapun yang akan bekerja bersamanya.
Karena meskipun sang pemimpin begitu hebat namun rakyatnya membenci
maka tidak ada guna kehebatannya bagi rakyat.

4. Jangan Mengambil Kesempatan Melalui Jalur Kedekatan Emosional.

Rasulullah saw telah bersabda; “barang siapa yang menempatkan seseorang


karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang yang lebih Allah
ridhai, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan
orang mukmin”. [HR. al-Hakim]. Umar bin Khatab juga pernah berkata;
“Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan tertentu, karena rasa cinta
atau karena hubungan kekerabatan, dia melakukannya hanya atas
pertimbangan itu, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-
Nya dan kaum mukminin”.

Sungguh tegas ungkapan para petinggi awal Islam ini dalam menegaskan
tingginya amanah kepemimpinan. Amanah yang kecil hubungannya dengan
manusia namun begitu besar di hadapan Allah. Oleh karenanya, jika yang
menjadi petimbangan agung dalam menetapkan para pemimpin adalah karena
faktor kedekatan emosi, maka begitu banyak yang akan tersakiti terkhusus
bagi mereka yang memang lebih berhak untuk duduk di sana. Dalam hal ini,
ada sebuah kaidah berpikir di dalam materi ushul fiqh yakni menelaah dari
makna tersirat atau yang dikenal dengan istilah mafhum mukhalafah untuk
menelaah prilaku negatif di atas.

Objek kajian dari materi ini adalah adanya dosa jariah bagi yang mengangkat
siapapun karena faktor emosi dan bahkan orang yang bukan ahlinya
sedangkan ada yang lebih berhak untuk duduk di sana. Dasar awalnya
sebagai materi mafhum muwafaqah atau pemahaman yang tersurat adalah
hadits tentang amal jariah, di mana amal tersebut akan terus mengalir bagi
siapapun yang memberikan manfaat positif bagi semua orang atau sosial.
Artinya, jika ada yang memberikan kemudharatan sosial secara tersetruktur,
maka dosanya akan terus mengalir meskipun ia telah meninggal dunia, inilah
pemahaman terbalik dari tersurat yakni pemahaman tersirat atau yang disebut
dengan mafhum mukhalafah, wal’iadzu billah. Hal ini sejalan dengan
ungkapan Rasulullah Muhammad saw ; “barang siapa dalam Islam
melestariakan tradisi yang buruk, maka baginya dosa dan dosa orang-orang
yang melaksankan, sesudahnya tanpa menguarangi dosa-dosa mereka
sedikitpun” [HR. Muslim].

HADIRIN SIDANG JUM’AT RAHIMAKUMULLAH

Inilah sebahagian kecil kajian ke-Islaman tentang amanah kepemimpinan


dalam Islam, semoga dalam perjalan waktu kita ini, Allah swt terus
memberikan bimbingan-Nya kepada kita sehingga dapat terlepas dari murka-
Nya, amin ya rabbal ‘alamin.
‫آن ْال َع ِظي ِْم‪َ .‬و َن َف َع ِني َو ِا ِيِّا ُك ْم بما فيه ِمنَ اآل َيا ِ‬
‫ت َوال ِذِّ ْك ِر‬ ‫ار َك هللاُ ِلي َو َل ُك ْم ِفي ْالقُ ْر ِ‬ ‫َب َ‬
‫س ِم ْي ُع ْالعَ ِل ْي ُم‪ .‬أقُ ْو ُل قَ ْو ِلي هَذا‬ ‫ْال َح ِكي ِْم‪َ .‬وتَقَبِِّ َل هللا ِمنِِّي َو ِم ْن ُك ْم تِ َ‬
‫الوتَهُ اِنَ ِِ ِِّهُ هُ َواال َّ‬
‫ت َو ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنَا ِ‬
‫ت‬ ‫سائِ ِر ْال ُم ْس ِل ِميْنَ َو ْال ُم ْس ِل َما ِ‬
‫ي َولَ ُك ْم َو ِل َ‬ ‫َوأ ْست َ ْغ ِف ُروا هللاَ ْال َع ِظي َْم َل ِِ ْ‬
‫فَا ْست َ ْغ ِف ُر ْوهُ إنَّهُ ُه َو ْالغَفُ ْو ُر َّ‬
‫الر ِح ْي ُم‬

You might also like