Pengujian Kualitas Aspek Mikrobiologi Air Minum Isi Ulang

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

PENGUJIAN KUALITAS ASPEK MIKROBIOLOGI AIR MINUM ISI

ULANG

Indah Puspitasari1,*, Niken Indriyati1, Victoria Yulita F.1, Rolan Rusli1,2,†

1
Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”,
Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda
*
Email : [email protected]
2
Kelompok Bidang Ilmu Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Mulawarman, Samarinda

Email: [email protected]

ABSTRACT

Recently, refilled drinking water stores are flourishing in the some cities of
Indonesia, especially Samarinda. Every refilled drinking water stores are obliged
to do inspection of product quality prescribed by the regulations. This research
tries to find out the quality testing of microbiological aspects of refilled drinking
water were taken from three shops around Pramuka street in Samarinda. The
microbiological test of refilled drinking water was to detect the availability of
Coliform bacteria with total plate count (TPC) method, microbiological test with
most probable number (MPN) method, and identification of some Coliform and
pathogen bacterial such as Escherichia coli, Salmonella thyposa, and
Staphylococcus aureus. The result showed that none of the samples of refilled
drinking water had the total number of bacteria above of the limit number
according to the standard about the quality and requirement of drinking water as
well as the samples tested did not contain Escherichia coli and Salmonella thyposa,
but two samples contained Staphylococcus aureus.

Key word : refilled drinking water, microbiological test, coliform and pathogen
bacteria, Most Probable Number (MPN), total plate count (TPC)

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini usaha air minum isi ulang telah berkembang pesat di di
Indonesia, khususnya di Kota Samarinda. Setiap usaha air minum wajib melakukan
pemeriksaan mutu produk sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran kualitas aspek mikrobiologi air minum isi
ulang yang dijual di tiga depo air minum isi ulang di Samarinda. Pengujian
mikrobiologis dilakukan meliputi pemeriksaan angka cemaran bakteri dengan

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 91


Samarinda, 5-6 Juni 2015
metode angka lempeng total (ALT), pemeriksaan mikrobiologis dengan Most
Probable Number (MPN), serta pemeriksaan bakteri koliform dan bakteri patogen,
seperti Escherichia coli, Salmonella thyposa, dan Staphylococcus aureus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun sampel yang melebihi batas yang
dipersyaratkan dalam air minum serta sampel yang diuji tidak mengandung
Escherichia coli dan Salmonella thyposa, namun 2 sampel mengandung bakteri
Staphylococcus aureus.

Kata kunci: air minum isi ulang, pemeriksaan mikrobiologi, bakteri koliform dan
patogen, Most Probable Number (MPN), angka lempeng total (ALT)

PENDAHULUAN
Air yang baik dan aman untuk diminum adalah air yang bebas dari
mikroorganisme penyebab penyakit dan zat kimia yang merusak kesehatan,
sehingga pengadaan air bersih untuk keperluan air minum harus memenuhi
persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah [1] . Standar mutu air minum
atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
persyaratan kualitas air minum [2].
Salah satu upaya atau cara untuk memenuhi kebutuhan air minum adalah
dengan adanya produksi air minum isi ulang yang pada saat ini telah berkembang
dengan pesat. Sumber air yang diolah dari depo-depo air minum tersebut berasal
dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang terdapat di setiap Kabupaten
atau Kotamadya di seluruh Indonesia. Untuk kota Samarinda, air baku yang diolah
oleh PDAM Samarinda berasal dari Sungai Mahakam. Air Sungai Mahakam ini
memiliki kualitas yang sangat buruk.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 02 Tahun
2011 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, untuk
mengetahui perubahan kualitas air pada sumber air dilakukan pemantauan kualitas
air paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun [3] dan dibandingkan dengan
ALT (angka lempeng total) yang ditetapkan oleh pemerintah. Walaupun setiap depo
air minum diharuskan memiliki sertifikat analisa air dari Laboratorium Kesehatan,
namun tidak semua produsen air minum di Samarinda patuh dalam melakukan
pemeriksaan berkala untuk mengetahui kualitas dari air minum isi ulang yang
diproduksinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui kualitas air minum yang
diproduksi oleh produsen air minum isi ulang berdasarkan aspek mikrobiologinya
berdasarkan peraturan pemerintah, perlu dilakukan pengujian terhadap kualitas air
minum di tiga depo air minum isi ulang di kota Samarinda.

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 92


Samarinda, 5-6 Juni 2015
METODE PENELITIAN

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sampel air
minum isi ulang, medium NA (MERCK), Medium LB (MERCK), indikator
methylen blue, medium EMBA (MERCK), medium SSA (MERCK), dan medium
MSA (MERCK).

Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
analitik, lemari pendingin, tabung reaksi, tabung durham, cawan petri, botol
pengencer, Erlenmeyer, hot plate, spoid, pembakar spiritus, batang pengaduk, serta
ose bulat.

Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
Sampel diperoleh dari 3 depo air minum isi ulang di Samarinda, Kalimantan
Timur. Sampel tersebut dipindahkan ke dalam wadah dari stainless baru dan bersih
yang telah disterilkan sebelumnya agar terhindar dari kontaminan yang tidak
diinginkan dan untuk mempermudah proses pengambilan sampel. Selanjutnya
sampel dibawa ke Laboratorium Penelitian dan pengembangan FARMAKA
TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda untuk kemudian
dilakukan penelitian.

2. Penentuan Kualitas Air Minum Isi Ulang


Penentuan kualitas air minum dilakukan dengan menggunakan metode
angka lempeng total (ALT). Medium yang digunakan pada metode ini adalah
medium NA yang merupakan medium umum untuk menumbuhkan bakteri. Sampel
yang telah diambil dan disiapkan kemudian dibuat pengenceran bertingkat, khusus
untuk bakteri yaitu 10-2, 10-3, dan 10-4. Sampel yang telah dilakukan pengenceran
tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya telah dimasukkan
medium NA dan ditunggu hingga memadat untuk kemudian diinkubasi pada suhu
37 °C selama 1×24 jam untuk menumbuhkan bakteri. Selanjutnya sampel diambil
dan diamati koloni-koloninya yang tumbuh lalu dibandingkan dengan standar air
minum menurut SNI untuk melihat kualitas air minum yang diuji tersebut.

3. Pengujian Bakteri Koliform


Pengujian ini dilakukan menggunakan metode Most Probable Number
(MPN) dengan medium LB dan indikator methylen blue untuk melihat ada atau
tidaknya bakteri koliform dalam sampel yang akan diuji. Sampel yang telah
disiapkan dan sudah mengalami pengenceran bertingkat, yaitu pengenceran 10 -2,
10-3, dan 10-4 dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terlebih dahulu dimasukkan
tabung durham beserta dengan medium LB dan indikator methylen blue. Sampel
kemudian diinkubasi selama 1×24 jam pada suhu 37 °C dan diamati keesokan
harinya. Adanya gelembung gas dan perubahan medium menjadi kuning pada

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 93


Samarinda, 5-6 Juni 2015
sampel menandakan reaksi positif terdapatnya bakteri koliform dalam sampel air
minum.

4. Identifikasi Bakteri Koliform dan Patogen


Bakteri koliform maupun patogen dapat diidentifikasi dengan
menggunakan medium-medium yang selektif terhadap masing-masing bakteri.
Bakteri yang akan diidentifikasi meliputi Escherichia coli, Salmonella thyposa, dan
Staphylococcus aureus. Biakan bakteri yang positif dari pengujian sebelumnya
ditambahkan medium selektif yaitu EMBA, SSA, dan MSA kemudian diinkubasi
selama 1×24 jam pada suhu 37 °C, diamati dan diperhatikan reaksi positif dari
masing-masing medium yang berisi bakteri, dimana untuk medium EMBA reaksi
positif adalah timbul warna hijau metalik, SSA warna merah muda, dan MSA
menghasilkan koloni kuning dengan zona kuning.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum [2].
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 tentang batasan
maksimum cemaran mikroba dalam pangan, ditetapkan bahwa persyaratan mutu air
minum dalam kemasan harus memenuhi batas cemaran mikroba yang terdiri dari
penentuan angka lempeng total (ALT), angka bakteri koliform dengan metode
MPN, dan identifikasi bakteri patogen [4].
Angka lempeng total (ALT) adalah bilangan yang menyatakan perkiraan
jumlah bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk proses
respirasi, pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan bereproduksi [5]. Pada uji ALT
bakteri, medium yang digunakan adalah medium Nutrient Agar (NA), sebab
medium ini mengandung karbon dan nitrogen yang dapat digunakan oleh bakteri
untuk melakukan proses metabolisme. Hasil pengujian ini kemudian dibandingkan
dengan batasan maksimum cemaran mikroba dalam pangan dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 [4].

Tabel 1. Hasil Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) Sampel Air Minum Isi
Ulang yang Menunjukkan kualitas air minum dari aspek mikrobiologi
Pengenceran
Sampel Air Minum Pelaporan
10-2 10-3 10-4
Sampel 1 0 0 0 1×102
Sampel 2 0 0 0 1×102
Sampel 3 157 44 27 1,57×104

Sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1, dari ketiga sampel yang diambil
dari 3 (tiga) depo air minum isi ulang yang berbeda diketahui bahwa nilai ALT dari
sampel 1 dan 2 sebesar 1×102 koloni/mL dan sampel 3 sebesar 1,57×104 koloni/mL.
Hasil ini menunjukkan bahwa dari ketiga sampel tersebut angka lempeng totalnya

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 94


Samarinda, 5-6 Juni 2015
(ALT) masih masuk dalam batas cemaran mikroba yang dipersyaratkan oleh
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 tentang batasan maksimum
cemaran mikroba dalam pangan, yaitu 1,0×105 koloni/mL [4].
Metode pengujian Most Probable Number (MPN) digunakan untuk
mengetahui adanya bakteri koliform dalam makanan maupun minuman, dan
metode ini dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam sampel yang
berbentuk cair [6]. Pertumbuhan bakteri koliform setelah dicuplikan atau
diinokulasikan pada media cair yang sesuai, kemudian diamati adanya perubahan
warna dari medium dan terbentuknya gas dalam tabung durham yang diletakkan
dengan cara terbalik [5]. Pembacaan hasil uji dilihat dari berapa tabung uji yang
menghasilkan gas dan asam (3 seri pertama, kedua, dan ketiga), hasil yang positif
asam dan gas dibandingkan dengan tabel MPN/JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat).
Medium yang digunakan adalah Lactose Broth (LB). Medium ini digunakan
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan
terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa yang
terdapat dari medium tersebut. Medium ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri
gram positif dan meningkatkan pertumbuhan bakteri koliform. Hasil positif yaitu
terjadinya perubahan warna medium LB menjadi kuning keruh dikarenakan
kandungan laktosa dalam medium di fermentasi menjadi alkohol dan membentuk
asam karboksilat. Asam karboksilat ini yang membuat medium berwarna kuning
dan terlihat keruh [7].
Hasil pengujian dengan metode MPN terlihat pada Tabel 2. Ketiga sampel
yang diuji positif mengandung bakteri koliform, terlihat dengan adanya tabung
yang positif yaitu terjadi perubahan medium menjadi keruh dan terdapat gelembung
gas pada tabung durham. Tabung yang positif pada sampel 1 adalah tabung seri
pengenceran 10-2 dan 10-3, sehingga untuk seri sampel 1 adalah 1-0-1 dengan nilai
MPN menurut tabel yakni 7 koloni/100 mL atau 0,35 koloni/5 mL. Sampel 2 hanya
positif pada pengenceran 10-2, sehingga untuk seri sampel 2 adalah 3-0-0 dengan
nilai MPN yakni 23 koloni/100 mL atau 1,15 koloni/5 mL. Sedangkan pada sampel
3 hasil positif terlihat pada semua seri pengenceran, sehingga untuk sampel 3 adalah
3-1-1 dengan nilai MPN yakni 75 koloni/100 mL atau 3,75 koloni/5 mL. Artinya
dari ketiga sampel yang diuji tersebut tidak masuk dalam rentang aman yang
dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa syarat-syarat uji cemaran secara mikrobiologi koliform untuk
air minum adalah <2/100 mL [4].

Tabel 2. Hasil Pengujian Most Probable Number (MPN) Sampel Air Minum Isi
Ulang yang Menunjukkan keberadaan bakteri koliform
Pengenceran Nilai Pelaporan Nilai
Sampel Air Minum
10-2 10-3 10-4 MPN/100 mL MPN/5 mL
Sampel 1 +-- --- +-- 7 0,35
Sampel 2 +++ --- --- 23 1,15
Sampel 3 +++ --+ -+- 75 3,75

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 95


Samarinda, 5-6 Juni 2015
Tabung yang menunjukkan pembentukan gas atau gelembung diuji lebih
lanjut dengan menggunakan medium selektif untuk masing-masing bakteri yang
akan diidentifikasi, yaitu Escherichia coli, Salmonella thyposa, dan Staphylococcus
aureus. Pemeriksaan bakteri Escherichia coli dilakukan dengan menginokulasi
sampel yang telah ditanam dalam media uji konfirmasi, pada medium selektif, yaitu
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Medium ini bersifat selektif dalam
menumbuhkan Escherichia coli karena dalam medium ini mengandung eosin yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan hanya dapat
menumbuhkan bakteri gram negatif. Bila biakan terdapat bakteri Escherichia coli
maka asam yang dihasilkan dari fermentasi akan menghasilkan warna koloni yang
spesifik untuk bakteri Escherichia coli yaitu koloni yang berwarna hijau dengan
kilap logam. Adapun mekanisme penampakan warna tersebut adalah adanya eosin
dalam medium tersebut berfluoresensi atau memancarkan cahaya sehingga
menghasilkan kilap logam atau metalik, dan terjadi reaksi antara methylen blue dan
bakteri Escherichia coli yang ada pada medium LB sehingga warna kuning berubah
menjadi warna hijau metalik [8].
Hasil identifikasi yang terlihat pada Gambar 1 tidak ditemukan adanya
bakteri Escherichia coli, hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga sampel yang
diperiksa tidak mengandung bakteri Escherichia coli, sehingga tidak dilakukan uji
lanjutan.

Gambar 1. Hasil identifikasi bakteri Escherichia coli pada medium EMBA (a)
sampel 1, (b) sampel 2, dan (c) sampel 3. Hasil identifikasi negatif
karena tidak ada koloni dengan kilap hijau metalik.

Uji Salmonella digunakan untuk mengetahui dan menetapkan adanya


Salmonella dalam makanan dan minuman. Salmonella merupakan bakteri indikator
keamanan pangan, karena Salmonella bersifat patogen sehingga terdapatnya bakteri
ini dalam makanan dan air dianggap membahayakan kesehatan. Medium
Salmonella-Shigella Agar (SSA) merupakan medium selektif yang dapat
mendeteksi Salmonella-Shigella yang tumbuh dan berkembang biak. Medium SSA
akan memberikan hasil zona kuning diantara koloni hitam pada medium.
Pertumbuhan mikrobanya berwarna merah, dengan atau tanpa pusat yang berwarna
hitam. Mikroba melakukan reduksi tiosulfat menjadi sulfat sehingga terlihat
sebagai koloni hitam, juga terjadi degradasi laktosa menjadi asam yang

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 96


Samarinda, 5-6 Juni 2015
diindikasikan dengan terbentuknya warna merah. Uji lanjutan yang dilakukan untuk
memastikan adanya bakteri Salmonella thyposa, antara lain TSI Agar, urea agar,
medium Lysine dekarboxilase, dan pereaksi galaktosidase [8]. Hasil identifikasi
yang terlihat pada Gambar 2 tidak ditemukan adanya bakteri Salmonella thyposa,
hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga sampel yang diperiksa tidak mengandung
bakteri Salmonella thyposa, sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.

Gambar 2. Hasil identifikasi bakteri Salmonella thyposa pada medium SSA (a)
sampel 1, (b) sampel 2, dan (c) sampel 3. Hasil identifikasi negatif
karena tidak ada koloni berwarna merah.

Persyaratan batas cemaran bakteri air minum dalam kemasan pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 tentang batasan maksimum cemaran
mikroba dalam pangan hanya mencantumkan bahwa bakteri Salmonella,
Pseudomonas aeruginosa,dan Escherichia coli yang tidak boleh ada di dalam air
minum dalam kemasan dan tidak diharuskan untuk mengidentifikasi keberadaan
bakteri Staphylococcus aureus [4]. Namun demikian, pada penelitian ini perlu
dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri Staphylococcus aureus,
karena bakteri yang sering ditemukan sebagai flora normal pada kulit dan selaput
lendir manusia ini dapat menghasilkan enterotoksin yang seringkali menjadi
penyebab keracunan pada makanan dan minuman [9].
Mannitol Salt Agar (MSA) adalah medium selektif diferensial untuk isolasi
Staphylococcus patogen, yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut pada
medium mannitol salt agar (MSA) akan terlihat sebagai koloni berwarna kuning
dikelilingi zona kuning keemasan karena kemampuan memfermentasi mannitol.
Jika bakteri tidak mampu memfermentasi mannitol, maka akan tampak zona merah
atau ungu. Degradasi manitol oleh bakteri menghasilkan produk asam yang
mengubah warna medium dari berwarna merah muda menjadi kuning [10].
Hasil identifikasi yang terlihat pada Gambar 3 tidak ditemukan adanya
bakteri Staphylococcus aureus pada sampel 1, namun pada sampel 2 dan 3 terbukti
adanya bakteri Staphylococcus aureus yang ditandai dengan terjadinya perubahan
warna koloni menjadi kuning. Pada uji Staphylococcus aureus ini tidak diperlukan
uji lanjutan dikarenakan medium MSA sudah merupakan medium yang akurat
untuk mendeteksi adanya bakteri tersebut.

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 97


Samarinda, 5-6 Juni 2015
Gambar 3. Hasil identifikasi bakteri Staphylococcus aureus pada medium MSA (a)
sampel 1, (b) sampel 2, dan (c) sampel 3. Sampel 1 menunjukkan hasil
negatif (tidak terbentuk koloni kuning dengan zona kuning). Sampel 2
dan 3 menunjukkan hasil positif (terbentuk koloni kuning zona kuning).

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semua sampel yang
diuji angka cemaran mikrobanya dengan metode ALT masuk dalam batas yang
telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 tentang
batasan maksimum cemaran mikroba dalam pangan, yaitu 1,0×105 koloni/mL air
minum, namun dengan metode MPN tidak ada satupun yang masuk dalam batas
yang dipersyaratkan, yaitu <2/100 mL. Semua sampel tersebut tidak mengandung
bakteri Escherichia coli dan Salmonella thyposa, namun dua sampel mengandung
bakteri Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Penebar Swadaya.
Depok.
[2] Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Departemen Kesehatan RI.
[3] Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 02 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur.
[4] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dalam Pangan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388.
[5] Djide, N. dan Sartini. 2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
[6] Harmita dan M. Radji. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. EGC. Jakarta.

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 98


Samarinda, 5-6 Juni 2015
[7] Widiyanti, N.L.P.M. dan Ni Putu R. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform
pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi
Kesehatan. 3. (1). 64-73.
[8] Aulia, F.N. 2013. Analisis Keberadaan Mikroba pada Air Baku PDAM
Kabupaten Situbondo. Universitas Jember: Jember.
[9] Radji, M., Heria O. dan Herman S. 2008. Pemeriksaan Bakteriologis Air Minum
Isi Ulang di Beberapa Depo Air Minum Isi Ulang di Daerah Lenteng Agung
dan srengseng Sawah Jakarta Selatan. Majalah Ilmu Kefarmasian. 5. (2). 101-
109.
[10] Dewi, A. K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus
aureus terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Penderita Mastitis di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain
Veteriner. 31. (2). 1-13.

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 99


Samarinda, 5-6 Juni 2015

You might also like