Academia.eduAcademia.edu

SIROSIS HEPATIS

SIROSIS HEPATIS A. DEFENISI Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. B. ETIOLOGI Sirosis yang diakibatkan penyakit genetik Misalnya galaktosemia, penyakit glycogen storage, defisiensi alfa-1 antitripsin, penyakit hemokromatosis. Sirosis karena bahan kimia Kerusakan karena bahan kimia ada 2 macam : kerusakan yang hampir pasti terjadi oleh suatu macam obat, dose dependent. Kerusakan yang tidak dapat di duga sebelumnya, not-dose dependent. Sirosis alkoholik Secara morfologis, sirosis alkoholik ini bisa mikronodular, makronodular atau campuran. Sirosis karena infeksi Disebabkan oleh hepatitis virus B atau NONB. Morfologis bisa berupa mikronodular, makronodular atau incomplete septal. Sirosis karena gangguan nutrisi Secara morfologis tidak dapat dibedakan dengan sirosis karena alcohol Sirosis bilier sekunder Diakibatkan oleh ikterus obstruktif Sirosis kongestif Pada penyakit jantung yang disertai bendungan Sirosis kriptogenik Etiologi sirosis tidak dapat ditentukan. Sering disertai manifestasi autoimun, seperti demam, artralgi, kemerahan pada kulit, gejala ginjal dan lain-lain. Gambaran morfologis bisa mikronodular, makronodular atau campuran. Sirosis bilier primer Penyebab tidak diketahui Sirosis Indian Childhood Ditemukan pada anak-anak di India Sirosis sarkoid (granulomatosis) Penyebab tidak diketahui C. MANIFESTASI KLINIS Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten. Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. D.PATOFISIOLOGI E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Laboratorium Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan. 2. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan. Ultrasound, CT Scan atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatic. F. PENATALAKSANAAN MEDIS Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti : a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu. B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. C) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti 1. Asites 2. Spontaneous bacterial peritonitis 3. Hepatorenal syndrome 4. Ensefalophaty hepatic 1. Asites Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : - istirahat - Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. - Diuretik Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid. Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. 2. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut : - Spontaneous bacterial peritonitis - Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites - Clinical feature my be absent and WBC normal - Ascites protein usually <1 g/dl - Usually monomicrobial and Gram-Negative - Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs - 50% die - 69 % recur in 1 year Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu. 3. Hepatorenal Sindrome Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal. 4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : - Pasien diistirahatkan daan dpuasakan - Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi - Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah - Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin - Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi. 5. Ensefalopati Hepatik Prinsip penanganan ada 3 sasaran : 1. mengenali dan mengobati faktor pencetus 2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan : - Dier rendah protein - Pemberian antibiotik (neomisin) - Pemberian lactulose/ lactikol 3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil) - Tak langsung (Pemberian AARS) G. PENGKAJIAN DATA DASAR KEPERAWATAN KASUS PENYAKIT Klien memilki keluhan utama adanya nyeri pada bagian ulu hati sebelah kanan, muntah darah beberapa kali dalam volume ± 4 gelas sehari, kencing berwarna teh pekat dan feses berwarna merah kecoklatan (melena). Klien merasakan bahwa dan kurang nafsu makan akibat muntah darah dan berat badannya juga turut menurun. Klien mengeluhkan adanya penggembungan pada bagian perutnya namun tidak merasakan adanya nyeri tekan. Klien juga mengatakan bahwa lambungnya mengalami pembengkakan (didapatkan dari penjelasan dokter yang merawat klien). Klien mengaku bahwa penyakit ini sudah dialami sejak 1 tahun yang lalu dan sudah pernah dirawat di rumah sakit swasta di Medan. H. PETA ANALISA DATA DAN MASALAH KEPERAWATAN No Data Etiologi Masalah 1 DS : klien mengatakan perutnya menggembung sudah 1 minggu. DO: asites, lemas, RR: 28 x/menit konsumsi alkohol, virus hepatis, baktei, obat-obatan, stress kerusakan hepatosit peradangan hati perubahan (aliran darah menurun) nekrosis hati penurunan metabolism KH, protein, lemak penurunan plasma edema gangguan volume cairan Gangguan volume cairan 2 DS : klien mengatakan masih terkadang muntah darah sehingga tidak selera makan DO : tonus otot lemah, BB berkurang konsumsi alkohol, virus hepatis, baktei, obat-obatan, stress kerusakan hepatosit peradangan hati mual, muntah anoreksia intake menurun gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan nutrisi 3 DS : klien mengatakan perutnya gembung sudah 1 minggu DO : asites konsumsi alkohol, virus hepatis, baktei, obat-obatan, stress kerusakan hepatosit peradangan hati perubahan (aliran darah menurun) nekrosis hati penurunan metabolisme bilirubin hiperbilirubin ikterus gangguan integritas kulit Resiko gangguan integritas kulit 4 DS : klien mengatakan kurang mengetahui tentang proses penyakitnya DO : menunjukkan pertanyaan sirosis hepatis kurang informan kurang pengetahuan Kurang pengetahuan I. DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma protein) ditandai dengan asites, lemas, RR : 26 x/menit, total protein 5,19 g/dL. Gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia,nausea/vomitus) ditandai dengan mual, muntah, tidak nafsu makan, Hb 4,2 gr/dL, albumin 2,8 g/dL. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan ikterus ditandai dengan warna kuning pada kulit dan sklera, bilirubin total 2,120 mg/dL, bilirubin direct 0,946 mg/dL. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya berhubungan dengan terbatasnya informasi ditandai dengan adanya pertanyaan dan meminta informasi tentang penyakitnya. J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Proses Keperawatan Intervensi Rasional 1 Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma protein) ditandai dengan asites, lemas, RR : 26 x/menit, total protein 5,19 g/dL. Tujuan : Pasien dalam status hidrasi yang adekuat, volume cairan seimbang Kriteria Hasil : Output urin sesuai berat badan (1-1.5ml/kg BB/jam), Bj urin ; 1.003 – 1.030, edema (-), asites (-), Suara nafas bersih tidak ada ronchi, RR : 16 – 20 X/menit, TD ; 100/70 – 140/90 mmHg, nadi : 60 – 100 X/menit, toleran terhadap aktivitas. Albumin 4 – 5 mg/dl, elektolit dalam batas normal. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan dan diet. Monitor asites. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah Kolaborasi Monitor intake dan output cairan. Berikan Diuretik (furosemid 1 X 40 mg intravena (sesuai terapi) Peningkatan pemahaman dapat meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam program perawatan. Pasien sirosis hati mengalami retensi cairan dalam intravaskuler mengakibatkan tekanan darah meningkat hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler mengakibatkan cairan intravaskuler shift ke dalam ruang intertisial sehingga edema dapat kita jumpai pada pasien sirosis hati. Karena retensi cairan menyebabkan jumlah cairan esktrasel meningkat. Hal ini akan meningkatkan beban kerja jantung dan menimbulkan payah jantung kongestif, dengan manifestasi sesak nafas, batas jantung pada perkusi melebar dan distensi vena jugularis Penurunan kesadaran dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidak seimbangan elektrolit, dan terjadinya hipoksia. Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, dan menentukan kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan bertambah. Dalam ukuran normal keseimbangan cairan yaitu masukan cairan (cairan 550-1500 ml, makanan 700-1000 ml, air metabolik 200-300 ml) dan pengeluaran cairan (ginjal 500-1400 ml, kulit 450-900 ml, paru-paru 350 ml, feses 150 ml). Untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia, dan meningkatkan volume urin adekuat 2 Gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia,nausea/vomitus) ditandai dengan mual, muntah, tidak nafsu makan, Hb 4,2 gr/dL, albumin 2,8 g/dL. Tujuan : Pasien dalam status nutrisi yang adekuat Kriteria Hasil : BB stabil, tonus otot baik, hasil lab: Hb 10 – 14 gr/dl, GDS: 80-160 gr/dl, albumin: 4 – 5.5 mg/dl, tidak ada tanda-tanda malnutrisi. Kaji intake diet Anjurkan pasien untuk istirahat/bedrest Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak Kolaborasi Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat. Kolaborasi pemberian antiemetik Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia,dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik. Dimungkinkan dapat mengurangi dan menstabilkan kebutuhan nutrisi dan mengurangi tingkat energi yang tidak diperlukan karena pasien dalam kondisi meningkat energinya dalam mengalami proses penyakit. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dnegan status uremik. Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan. Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah Untuk menghilangkan mual/muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral 3 Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan ikterus ditandai dengan warna kuning pada kulit dan sklera, bilirubin total 2,120 mg/dL, bilirubin direct 0,946 mg/dL. Tujuan : memperbaiki integritas kulit dan meminimalkan iritasi kulit Kriteria Hasil : kulit utuh tanpa luka atau infeksi, dan pruritus, pengurangan ikterus pada kulit dan sklera, bilirubin total 0,15-1,00 mg/dL, bilirubin direct 0,05-0,60 mg/dL. Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit dan sklera. Lakukan perawatan yang sering pada kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase dengan losion pelembut. Jaga agar kuku pasien selalu pendek. Memberikan dasar untuk deteksi perubahan dan evaluasi intervensi. Mencegah kekeringan kulit dan meminimalkan pruritus. Mencegah ekskoriasi kulit akibat garukan. 4 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya berhubungan dengan terbatasnya informasi ditandai dengan adanya pertanyaan dan meminta informasi tentang penyakitnya. Tujuan : Setelah diberi asuhan keperawatan, pengetahuan pasien tentang proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaan meningkat Kriteria Hasil : Pasien dpat menguraikan ulang tentang proses penyakitnya, pasien dapat menghubungkan gejala penyakit dan penyebabnya, pasien berinisiatif merubah gaya hidupnya yang tidak sehat, pasien berpartisipasi dalam penatalaksanaan penyakitnya. 1. Kaji ulang pengetahuan pasien tentang proses penyakit dan prognosisnya. 2. Tekankan pada pentingnya menjauhi alcohol 3. Tekankan tentang pentingnya tidak minum obat-obatan warung/jamu-jamuan 4. Informasikan tentang pentingnya menggunakan obat hanya dengan resep dokter 5. Ajarkan pasien agar menjauhi orang yang sedang terinfeksi Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien terhadap proses penyakitnya dan agar pend-kes yang diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan pasien Menghindarkan factor-faktor penyebab yang dapat memperparah penyakitnya meminum obat warung dan jamu-jamuan yang tidak terkontrol dan terkendali, hal ini dapat menyebabkan dan memperparah kondisi pasien terutama hati, karena hati merupakan salah satu organ dalam mendetoksifikasi obat-obatan. Dapat mengendalikan konsumsi obat yang tidak pada tempatnya Menghindarkan infeksi sekunder pada pasien, karen pasien mengalami penurunan daya tahan tubuh dan nutrisi yang bermasalah PAGE \* MERGEFORMAT 58