AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020
E-ISSN : 2655-8785
AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Jurnal
Al-Hikmah
Volume
2
Nomor
2
Halaman
176-334
Juni-Nov
2020
E-ISSN
2655-8785
E-ISSN : 2655-8785
AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020
PEMBINA
Prof. Dr. Katimin, M.A
(Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN SU Medan)
PENGARAH
Dr. H. Arifinsyah, M.A
Dra. Hj. Hasnah Nasution, M.A
Drs. Maraimbang Daulay, M.A
KETUA PENYUNTING
Dra. Mardhiah Abbas, M.Hum
SEKRETARIS PENYUNTING
Dra. Endang Ekowati, M.A
DEWAN REDAKSI
Prof. Dr. Katimin, M.Ag., Dr. Hj. Dahlia Lubis, M.Ag., Prof. Dr. H. Syahrin
Harahap, M.A., Prof. Dr. Sukiman, M.Si., Prof. Dr. Amroeni Drajat, M.Ag., Prof.
Dr. H. Hasan Bakti Nst, M.A., Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A., Dr H.
Arifinsyah, M.Ag, Ismet Sari, M.A, Salahuddin Harahap, M.A
SIRKULASI & KEUANGAN
Muhammad Ikhbal Saiful, SE
Redaksi & Tata Usaha
Gedung Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan
Estate 20371 Telp. (061) 6615683-6622925 Fax (061) 6615683 Email:
[email protected]
Website: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/alhikmah
Sekretariat
Paisal Siregar, S.Fil.I
Zulkarnain, M.Pem.I
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam merupakan
jurnal prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan
Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan yang
secara komprehensif mengkaji bidang Teologi, Filsafat dan Tasawuf
dalam Islam. Redaksi menerima tulisan baik artikel, ringkasan hasil
penelitian, studi tokoh, maupun telaah pustaka.
E-ISSN : 2655-8785
AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020
DAFTAR ISI
GAGASAN UTAMA
Ritual Wudhu : Upaya Menjaga Kesehatan Tubuh Dengan
Perawatan Spiritual
Heru Syahputra ........................................................... 176-186
Tradisi Menggunakan Jasa Pawang Hujan Ditinjau Dari Aqidah
Islam
Arifinsyah, Salahuddin Harahap, Sapitri Yuliani .............. 187-201
Pandangan MUI Kota Medan Terhadap Penyimpangan Aqidah
Islam Dalam Masyarakat
Indra Harahap, Salahuddin Harahap, Nisa Idriani Lubis . 202-213
Aqaid Al-Khamsina Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah
Adenan, Ismet Sari, Sutan M. Arfierdin Pohan ............... 214-228
KAJIAN TOKOH
Jalaluddin Rakhmat Dan Pemikiran Sufistiknya
Muhammad ................................................................. 229-267
LAPORAN PENELITIAN
Peranan Terapi Keagamaan Terhadap Pasien Pecandu Narkoba di
Panti Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit Center
Dahlia Lubis, Faisal Riza, Irohtul Abidah ........................ 268-280
Pengaruh Wilayatul Hisbah Terhadap Pelanggaran Aqidah di
Kabupaten Aceh Tamiang
Hasnah Nasution, Endang Ekowati, Wisda Pangesti ....... 281-294
Peranan Lembaga Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi
Islam UINSU Dalam Menangkal Radikalisme di UINSU
Abdul Halim, Faisal Riza, Febri Ikhsanul Siregar .............. 295-308
Unsur Aqidah Islam Dalam Adat Turun Mandi Bayi Studi Kasus :
Desa Muara Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh Kabupaten
Pasaman Barat
Dahlia Lubis, Faisal Riza, Ainul Huda ............................. 309-322
Fenomena Fashion Syar’i Sebagai Trend Budaya Menurut Akidah
Islam (Studi Analisa di Unimed Pada Fakultas Seni dan Budaya)
Mardhiah Abbas, Nurliana Damanik, Nurmi .................... 323-334
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 E-ISSN : 2655-8785
AQAID AL-KHAMSINA MENURUT AHLUSSUNNAH WAL
JAMA’AH
Adenan
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Ismet Sari
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Sutan M. Arfierdin Pohan
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
ABSTRACT
The rise of evil that existed in this period began from free association,
abuse of drugs, theft and others. The moral deterioration is very much
happening and the way to cope with it is by deepening the science of
religion, which is with a lot of scientific knowledge of Tauhid. The science
of Tauhid is a science that discusses the attributes of Allah SWT and his
Messenger or called Aqaid Al-Khamsina. By studying the science of Tauhid
can certainly reduce the number of criminality because by learning the
science of Tauhid means a person's behavior will be much better. This
research aims to determine the meaning of Aqaid Al-Khamsina and the
explanation of each of these qualities. This research is included in Library
research. Primary data sources include the book by Imam Muhammad bin
as-Sanusi named Umm al-Barahin, the publisher city of Kediri, the
publisher name Santri Salaf Press, in the year 2015 and the book of
Sheikh Muhammad Al-Fudholi named Kifayatul Awam, the publisher of
Surabaya, the name of publisher Mutiara Ilmu, in the year 2018. The
secondary sources are books related to Aqaid Al-Khamsina, which is a
book by Siradjuddin Abbas named I'itiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, a
book by Abu Fikri Ihsani called Encyclopedia of Allah, a book by Imam Abil
Izz Al-Hanafi named Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah. In analyzing this
research researchers use the Content analysis method (content analysis)
is by means of drawing conclusions from several references that have
been chosen, compared and combined. The results of the research
obtained is that Aqaid Al-Khamsina is a nature of Allah SWT and its
214
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 E-ISSN : 2655-8785
Apostles that if in total there is 50 consisting of 20 mandatory nature of
God, 20 impossibly god nature, 1 Jaiz nature, 4 mandatory nature of the
Apostle, 4 the odds of the Apostle and 1 character Jaiz apostle. All of our
mandatory qualities are known and Imani as the perfection of the creed.
Keywords: Ahlussunnah Wal Jama'ah, Aqaid Al-Khamsina, Akidah,
Tauhid.
ABSTRAK
Maraknya kejahatan yang ada di zaman ini mulai dari pergaulan bebas,
penyalahgunaan
obat-obat
terlarang,
pencurian
dan
lain-lain.
Kemerosotan moral sangat banyak terjadi dan cara untuk menanggulangi
itu adalah dengan memperdalam Ilmu agama yaitu dengan banyakbanyak mengaji Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas
tentang Sifat-sifat Allah SWT dan RasulNya atau disebut dengan istilah
Aqaid Al-Khamsina. Dengan mempelajari Ilmu Tauhid tentunya dapat
menurunkan angka kriminalitas sebab dengan belajar Ilmu Tauhid artinya
perilaku seseorang akan jauh lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui arti Aqaid Al-Khamsina dan penjelasan dari masing-masing
Sifat-sifat tersebut. Penelitian ini termasuk kedalam Penelitian
kepustakaan (Library Research). Sumber data primer antara lain kitab
karangan Imam Muhammad bin as-Sanusi bernama Umm al-Barahin, kota
penerbit Kediri, nama penerbit Santri Salaf Press, tahun terbit 2015 dan
kitab karangan Syekh Muhammad Al-Fudholi bernama Kifayatul Awam,
kota penerbit Surabaya, nama penerbit Mutiara Ilmu, tahun terbit 2018.
Sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan Aqaid AlKhamsina yaitu buku karangan Siradjuddin Abbas bernama I’itiqad
Ahlussunnah Wal Jama’ah, buku karangan Abu Fikri Ihsani bernama
Ensiklopedia Allah, kitab karangan Imam Abil Izz al-Hanafi bernama
Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah. Dalam menganalisis penelitian ini
peneliti menggunakan metode Content Analisis (Analisis Isi) yaitu dengan
cara menarik kesimpulan dari beberapa referensi yang telah dipilih,
dibandingkan dan digabungkan. Hasil penelitian yang didapat yaitu bahwa
Aqaid Al-Khamsina merupakan Sifat Allah SWT dan RasulNya yang jika di
total jumlahnya ada 50 yang terdiri dari 20 Sifat Wajib Allah, 20 Sifat
Mustahil Allah, 1 Sifat Jaiz, 4 Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul dan
1 Sifat Jaiz Rasul. Semua sifat-sifat wajib kita ketahui dan Imani sebagai
kesempurnaan Akidah.
Kata Kunci: Ahlussunnah Wal Jama’ah, Aqaid Al-Khamsina, Akidah,
Tauhid.
215
PENDAHULUAN
Ilmu Tauhid adalah Ilmu yang menggunakan dalil naqli dan dalil
aqli untuk menetapkan akidah agama. Memahami penjelasan yang ada
pada Ilmu Tauhid akan lebih mudah jika menggunakan dalil naqli dan dalil
aqli. Pembahasan yang paling utama dalam Ilmu Tauhid adalah tentang
Ke-Esaan Allah SWT.
Sifat-sifat Allah yaitu Sifat-sifat wajib yang layak padaNya antara
lain sifat yang sesuai dengan Kebesaran dan KeagunganNya, Sifat
Mustahil yang tidak layak padaNya antara lain sifat yang tidak sesuai
dengan Kebesaran dan KeagunganNya dan Sifat Jaiz antara lain Allah
dapat memilih perkara yang baik dan buruk sesuai dengan Kehendak dan
KuasaNya merupakan kajian dari Ilmu Tauhid atau disebut juga dengan
istilah Aqaid Al-Khamsina yang memuat Aqaid atau kepercayaan yang
berjumlah 50 yaitu 20 Sifat Wajib Allah, 20 Sifat Mustahil Allah, 1 Sifat Jaiz
Allah, 4 Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul dan 1 Sifat Jaiz Rasul.
Mempelajari Ilmu Tauhid yakni Ilmu-ilmu yang membahas tentang
Sifat-sifat Allah dan Rasul merupakan pokok agama. 1 Ibadah tidak sah
apabila tidak memiliki pengetahuan Ilmu ini. Memahami Ilmu Tauhid
dengan cara membaca buku saja tidaklah cukup tetapi juga harus
berguru. Faktor-faktor agama merupakan upaya dalam pembinaan
manusia sebab agama merupakan sumber pentujuk dalam mengilhami
dan mengikat moral masyarakat. Ajaran agama seirama dengan ikatan
moral karena kehidupan manusia tidak lepas dari agama.2
Seorang muslim di zaman yang terus mengalami perubahan social
ini mempelajari Ilmu Tauhid sangatlah penting. Agama yang mempunyai
hubungan langsung dengan kehidupan adalah agama Islam. Apabila
akidah sudah penyimpang maka akibatnya adalah sumber petaka dan
bencana. Datangnya keragu-raguan dan kerancuan pemikiran disebabkan
oleh tidak benarnya akidah seseorang, pada akhirnya jika mereka sudah
berputus asa maka yang akan terjadi adalah mereka akan berpikir untuk
menemukan cara yang tidak baik untuk membuat hidupnya berakhir.
Sebuah pemikiran yang salah misalnya menganggap bahwa segalasegalanya hanya diukur dari materi. Apabila mereka diajak untuk hal-hal
yang bersifat kebaikan seperti pengajian yang mengaji ilmu-imu agama
1
Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam, (Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2015), h. 1.
Rivay Siregar, “Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme”, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2002), h. 11.
2
216
maka mereka berdalil bahwasan melakukan itu sama sekali tidak untung
secara materi.
Seorang muslim yang benar-benar mentauhidkan Allah SWT maka
ia yakin bahwasan semua yang merupakan ciptaan Allah SWT akan
kembali kepadaNya. Sehingga perilakunya pun akan terkontrol baik tanpa
ada penyimpangan dari norma-norma yang berlaku.
Kebalikannya, jika keberadaan Allah SWT tak diyakininya maka
dalam hidupnya ia akan senantiasa melakukan penyimpangan. Landasan
agama harus kuat dalam menghadapi tantangan yang ada di zaman yang
senantiasa berkembang ini jika tidak maka perilaku negatif akan mewarnai
hidup manusia. Kejahatan misalnya penyalahgunaan narkotika, mencuri,
melakukan tindak kejahatan yang dapat membahayakan orang lain serta
dapat mendatangkan dosa dan kemurkaan Allah SWT akan tetapi mereka
tidak peduli karena tidak punya kesadaran terhadap norma-norma
agama.3
Melihat permasalahan itu penulis dapat mengetahui bahwa yang
menyebabkan maraknya macam-macam perilaku-perilaku menyimpang
adalah rendahnya kadar iman serta tauhid dalam jiwa manusia, apabila
pengetahuan akan tauhid sudah benar maka ia akan mengerti tentang
apa memang dihalalkan oleh Allah SWT dan RasulNya, dan mereka
dengan ikhlas diri untuk mematuhi segala larangan dan anjuranNya.
Oleh karena itu munculnya ide penulis untuk mengaji Ilmu Tauhid
yaitu “Aqaid Al-Khamsina menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah”, alasannya
adalah banyaknya masyarakat yang perilakunya sering melakukan
kedzaliman yang mana jika ia benar-benar mengakui beriman kepada
Allah SWT maka ia justru akan melaksanakan apa yang diperintah olehNya
dan menjauhi apa yang dilarang olehNya. Oleh sebab itu mengenal Allah
SWT dengan memperdalam Ilmu Tauhid merupakan landasan umat islam.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Jenis Penelitian Kepustakaan (Library
Research) yang didapat dari data-data melalui bentuk Kitab, Jurnal terkait,
referensi lainnya seperti online sources dan Buku yang berhubungan
dengan Penelitian. 4 Dan pembahasan mengenai Aqaid Al-Khamsina dapat
Nafissatus Saadah, “Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Kifayatul Awam
Syaikh Ibrahim Al-Bajuri”, (Skripsi: Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga, 2018), h. 1-5.
4
Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan”, Iqra’. Vol. 08 No. 01, 2014, h. 68.
3
217
ditemukan melalui Sumber Kepustakaan berupa Kitab, Jurnal, Skripsi,
Tesis, Buku-buku dan lain-lain.
Penelitian ini didasarkan pada sumber data Primer dan Sekunder.
Adapun Sumber Primer ialah data asli yang diperoleh secara langsung5
diantaranya yaitu Kitab Syekh Muhammad Al-Fudholi yang berjudul
Kifayatul ‘Awam dan Kitab Imam Muhammad bin Yusuf as-Sanusi bernama
Umm al-Barahin, karena dalam kitab-kitab tersebut akan dibahas tentang
Aqaid Al-Khamsina yaitu tentang Sifat Wajib Allah dan Rasul, Sifat
Mustahil Allah dan Rasul, Sifat Jaiz Allah dan Rasul secara lengkap.
Sedangkan sumber Sekunder merupakan sumber yang diperoleh
secara tidak langsung. Berikut adalah sumber Sekunder:6
1) Buku Habib Usman Bin Yahya berjudul Sifat Dua Puluh Awaluddin
2) Buku Abu Fikri Ihsani berjudul Ensiklopedia Allah
3) Kitab Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi berjudul Tahdzib Syarah Aqidah
Thahawiyah.
Penelitian ini memberlakukan teknik pengumpulan data dengan
cara Dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa referensi.7
Setelah beberapa referensi dikumpulkan maka selanjutnya data-data itu
akan dianalisis.
Adapun yang digunakan adalah Metode Analisis Isi (Content
Analysis). Caranya adalah antara satu referensi dengan referensi lainnya
akan dipilih, dibandingkan dan digabungkan ditambah lagi peneliti juga
akan memperhatikan komentar dari pembimbing dan nantiya akan ditarik
kesimpulan sehingga data yang dihasilkan adalah relevan.8
SIFAT WAJIB DAN MUSTAHIL BAGI ALLAH
Allah memiliki 20 sifat antara lain:
Wujūd (Ada)
Wujūd berarti ada, maka mustahil tidak ada.9 Menurut Asy’ari Wujūd
adalah berarti jelas. Untuk mengartikan wujud dalam konteks sifat Allah,
menurut madzhab as-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah sebagai
tasamuh (majaz). Dikarenakan, menurut pemikirannya, Wujūd adalah Zat
5
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015), h. 68.
6
Ibid.
Milya Sari, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian
Pendidikan IPA”, Asmendri. Vol. 6. No. 1, 2020, h. 45.
8
Ibid, h. 47.
9
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, (Jakarta: S.A. Alaydrus,
t.t), h. 15.
7
218
Allah yang bukan berarti sifatNya. Apabila wujud ini diartikan sebagai sifat,
maka sesuai konteks maujud Allah secara general adalah Zat Allah ‘Azza
wa Jalla, dapat dibenarkann sebagai artian sifatNya.10
Allah SWT berfirman:
اَّلل هاَّلِي َخلَ َق ه
ُه
َات َو أاْلَ أر َض َو َما بَيأ َن ُهما
َ الس َم
ِ او
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya” (Q.S. as-Sajdah: 4)
Sudah sepatutnya, kaum muslimin yang beriman, akan selalu ingat
padaNya apabila melihat segala sesuatu yang maujud. 11
Qidam (Terdahulu)
Qidam berarti terdahulu, dalam makna ini, terdahulu tanpa memiliki
awalan atau mempunyai sesuatu yang mendahuluinya. 12 Artinya, wujud
Allah tidak bermula atau ada sesuatu yang mendahuluinya. Hal ini dapat
dicontohkan sebagaimana halnya dengan si Zaed, yang sebelum ia
menjadi manusia, diproses dahulu penciptaanya dari nutfah.13Allah SWT
berfirman,
ُ أَ ُ أ
ه َو اْل هول َواْلخ ُِر
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir” (Al-Hadid: 3).
Ini adalah arti nama Allah al-Awwal dan al-Akhir. Ilmu tentang
ditetapkannya dua sifat ini tertanam dalam fitrah, Karena apa yang ada
pasti berakhir kepada wajibul wujud li dzatihi dalam rangka memutuskan
lingkaran yang tak berujung. 14
Baqᾱ (Kekal)
Artinya kekal (abadi), maka mustahil dikenal fana’. Dalil Naqli atas
Baqᾱ’nya Allah adalah:
َ َ أ َ َ أ ُ َ َ ُ أَ َ َ أ أ
ٰ ويب
اْلك َر ِام
ِ َق وجه ربِك ذو اْلَل ِل و
“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan.” (Ar-Rahman: 27)
10
Imam Muhammad bin as-Sanusi, Umm al-Barahin, Terj. Ahmad Muntaha,
(Kediri: Santri Salaf Press, 2015), h. 53.
11
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 15.
12
Ibid, h. 16.
13
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, (Surabaya:
Mutiara Ilmu, 2018), h. 51.
14
Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi, Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah, Terj. Izzudin
Karimi, h. 135.
219
Sudah sepantasnya kaum muslimin yang mempunyai iman, akan
teringat dengan adanya kematian. Artinya kematian itu akan datang
sewatu-waktu dan sudah bersifat ketetapanNya. Oleh sebab itu, dapat
dijadikan landasan bagi manusia untuk berbuat baik serta melakukan
taubat apabila melakukan kesalahan dan dosa sebelum kematian
menjemput.15
Mukhᾱlafatu lil hawᾱdis (Berbeda dari Makhluk yang diciptakanNya)
Mukhᾱlafatu lil hawᾱdis memiliki makna yang berbeda dengan
suatu yang baru, dengan kata lain, Allah ada bukan dibersamai oleh
segala sesuatu yang baru.16 Oleh sebab itu, Allah memiliki ketidaksamaan
dengan makhlukNya golongan manapun, misalnya manusia, jin, malaikat
dan lainnya. Maka tidak syah bersifatnya Allah SWT dengan segala sifat
yang sama seperti yang dimiliki oleh MakhlukNya semisal bernapas,
makan, beranak pinak, dan lain-lain. Maka Allah SWT itu disucikan
daripada seluruh kesamaan sifat yang sebagaimana MakhlukNya miliki.17
Dalil atas wajibnya mukholafah (berbeda dengan sekalian makhluk)
Ditegaskan dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
َش ٌء ۖ َو ُه َو ه
ُ يع أاْلَ ِص
ُ الس ِم
لَيأ َس َك ِمثألِهِ َ أ
ي
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang
Maha Mendengar dan Melihat” (Asy Syura: 11)18
Qiyᾱmuhu ta’ᾱla bi nafsihi (Berdiri Sendiri)
Qiyᾱmuhu ta’ᾱla bi nafsihi bermakna, bahwasannya Allah ada
lantaran berdiri sendiri. Dengan kata lain tidak memiliki hubungan dengan
siapa Dia diciptakan dan tidak cenderung terhadap yang lainnya.19
Dan kalau Allah SWT itu membutuhkan kepada Mujid yang akan
menjadikanNya niscaya Dia itu baru dan muhditsnya pun adalah baru
juga. Maka tetaplah bahwa Allah SWT itu kaya dengan kekayaan mutlak
yakni kaya dari segala sesuatu.20 Seperti Dalil berikut:
َ ِن َعن الأ َعالَم
َ إ هن ه
ٌّ اَّلل لَ َغ
ي
ِ
ِ
ِ
ِ
15
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, hlm. 16.
Ibid, hlm. 17.
17
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, hlm. 59-60.
18
Ibid, hlm. 62.
19
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, hlm. 17.
20
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, hlm. 65.
16
220
“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.” (Al-Ankabut: 6)
Wahdᾱniyah (Esa)
Wahdᾱniyah artinya Esa Dzat-Nya, sifat-Nya dan Fi’il Nya, Maka
mustahil Allah itu berbilang Dzat, sifat dan Fi’il-Nya. Allah SWT, berfirman:
َ ُُأ ُ ه
اَّلل أ َح ٌد
قل ه َو
“Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (Q.S. al-Ikhlas:1)
Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan
yang benar untuk melihat dan meyakini bahwa setiap kejadian yang ada
di alam itu semuanya merupakan Fi’il (perbuatan) Allah semata.
Qudrah (Berkuasa)
Qudrah bermakna kuasa. Maka Allah berfirman;
ََ َه ه
ٌ َش ٍء قَد
لَع ُك َ أ
ٰ
ِير
إِن اَّلل
ِ
“Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah:
20)
Sudah sepatutnyalah kaum muslim untuk mengimaninya dan
menjauhi sifat takabbur atau sombong serta jangan membanggakan
dirinya. Lebih baik mereka bersikap tawadu’ dan takut untuk melanggar
perintah dan melakukan dosa.21
Irᾱdah (Berkehendak)
Merupakan sifat ke 8 Allah yang bermakna kehendak. Artinya lebih
luas lagi yakni Allah memiliki wewenang terhadap apa saja yang Dia
kehendaki. Seperti dalam Firman:22
ُ َف هع ٌال ل َِما يُر
يد
ِ
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia
kehendaki.” (Q.S. Hud: 107)
Sudah sepantasnya kaum muslim agar meningkatkan keyakinannya
untuk segala sesuatu yang baik dan meningkatkan rasa syukurnya
terhadap nikmatNya serta sabar terhadap suatu musibah yang
menimpanya atau cobaan dan ketidak beruntungannya di dunia.23
21
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, (Jakarta: S.A. Alaydrus,
t.t), h. 17.
22
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 85.
23
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 19.
221
‘Ilmu (Mengetahui)
Artinya mengetahui, mustahil Allah itu jahil (tidak mengetahui).24
Maka Allah SWT mengetahui akan segala yang tersebut ini pada zaman
azali dengan pengetahuan yang sempurna. Bukan atas jalan dzon
(perkiraan) dan syak (keraguan) karena dzon dan syak itu keduanya
mustahil atas Allah SWT.25 Allah SWT berfirman:
ُ َُ ه
ٌ َش ٍء َعل
كل َ أ
ِيم
ِ ِ واَّلل ب
“Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. an-Nisa’: 176)
Oleh sebab itu, seharusnya para orang-orang muslim hendaknya
memiliki ketakutan berbuat maksiat dan perbuatan yang dosa, sebab
segala sesuatu yang dikerjakan manusia tak luput dari pengawasanNya.
Hayᾱt (Hidup)
Hayᾱt artinya hidup, maka mustahil Allah itu mati. Allah SWT
berfirman:
ََ َََهأ
ُ لَع الأ َح هاَّلِي َل َي ُم
وت
وتوَّك
ِ
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati.”
(Q.S. al-Furqan: 58)
Sudah selayaknya manusia untuk berpasrah atas dirinya kepada
Allah, karena Allah bersifat kekal dan tidak akan binasa oleh apapun.
Sama’ dan Bashᾱr (Mendengar dan Melihat)
Sama’ artinya mendengar, maka mustahil Allah itu tuli. Allah SWT
berfirman:
ُ َو ه
ٌ اَّلل َس ِم
ٌ يع َعل
ِيم
Sedangkan, di bawah ini adalah firman Allah mengenai sifat Bashar:
َ ُ َ
ٌ اَّلل بَ ِص
ُ َو ه
ي ب ِ َما ت أع َملون
“Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. an-Nisa: 164)
Karena Allah maha mendengar dan melihat, maka, manusia
diharapkan untuk lebih mawas diri terhadap apa saja yang mereka
lakukan. Karena segala apapun yang mereka perbuat, Allah sudah pasti
akan mendengar dan melihatnya. Maka sepatutnya mereka lebih pandai
menjaga dirinya, lisannya dan perbuatannya agar kelak dapat
bertanggung jawab di akhirat atas semua yang telah mereka lakukan
24
25
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 19.
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 95.
222
semasa hidup di dunia. Sedangkan, mereka juga harus berhati-hati atas
tiap-tiap apa yang dilakukannya. Hendaknya untuk lebih menjauhkan diri
dari perbuatan haram karena Allah maha melihat, lagi mengetahui.26
Qalᾱm (Berfirman)
Qalᾱm berarti berfirman dan berbicara. Maka sifat mustahilnya
adalah Allah itu bisu.27 Allah berbicara dengan kehendaknya, jadi dengan
siapa, kapan dan dimana hanya atas kehendakNya. Sayyid Sabiq
mengatakan bahwa apabila Allah berfirman, maka tidak seperti makhluk
lainnya, Allah berfirman tidak dengan suara atau dengan huruf. Sebagai
mukmin, kita perlu mengimaninya dan jangan berpusing-pusing mau
mencari hakikatnya, karena tidak akan sampai ilmu kita ke situ. 28 Allah
SWT berfirman:
َ َه َ هُ ُ َ ٰ َ أ
ً كل
ِيما
وَكم اَّلل موَس ت
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (Q.S. an-Nisa’:
164)
Sudah sepatutnya bagi muslim untuk berkeyakinan benar dan
melakukan dzikir hanya pada Allah dan dibersamai dengan emmbaca
Quran dikarenakan itu merupakan Qalᾱmulah.
Kaunuhu Qᾱdiran (Keadaan Berkuasa)
Qᾱdiran artinya yang kuasa, maka mustahil Allah itu bukan yang
kuasa. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan
yang benar untuk memperbanyak permohonan (doa) kepada Allah agar
dikaruniai kebahagian dunia dan akhirat, dan dijauhkan dari segala bala’
dunia dan akhirat.
Kaunuhu Murῑdan (Keadaan Berkehendak)
Murῑdan artinya berkehendak, maka
mustahil Allah tidak
berkehendak. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki
keyakinan yang benar untuk memperbanyak permohonan (doa) kepada
Allah agar dikaruniai kebahagian dunia dan akhirat, dan dijauhkan dari
segala bala’ dunia dan akhirat.
Kaunuhu ‘Aliman (Keadaan Mengetahui)
‘Aliman artinya yang mengetahui, maka mustahil Allah itu tidak
mengetahui. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki
26
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 20.
Ibid, h. 20.
28
Abu Fikri Ihsani, Ensiklopedia Allah, h. 241.
27
223
keyakinan yang benar untuk senantiasa memohon pertolongan kepada
Allah dalam setiap keadaan, dan memohon pemeliharaan-Nya dari setiap
kejahatan dunia dan akhirat.
Kaunuhu Hayyan (Keadaan Hidup)
Hayyan artinya yang hidup, maka mustahil Allah itu mati. Maka
sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar
untuk senantiasa berserah diri kepada Allah dalam setiap keadaan.
Kaunuhu Samῑ’an (Keadaan Mendengar)
Samῑ’an artinya yang mendengar, maka mustahil Allah itu tuli. Maka
sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar
untuk senantiasa memperbanyak puji dan syukur serta doa kepada Allah
Yang Maha Mendengar. 29
Kaunuhu Bashῑran (Keadaan Melihat)
Artinya yang melihat, maka mustahil Allah itu buta. Maka
sepatutnyalah bagi setiap muslim yang memiliki keyakinan yang benar
untuk senantiasa memperbanyak rasa malu melakukan dosa dan kelalaian
kepada Allah Yang Maha Melihat.
Kaunuhu Mutakalliman (Keadaan Berfirman)
Artinya yang berbicara, maka mustahil Allah itu gagu.30 Sifat ini
merupakan sifat ke 20 Allah, yakni kesempurnaan terhadap segala
sesuatu yang wajib secara tafshil adalah keadaan Allah SWT itu berbicara
dan itu adalah sifat yang berdiri dengan zat Allah SWT.31
PEMBAGIAN SIFAT-SIFAT ALLAH
Sifat Nafsiah, yaitu suatu hal yang wajib bagi Dzat Allah bersifat
dengan sifat Wujūd (ada), yang Wujūdnya itu tidak disebabkan oleh suatu
sebab apa pun. Sifat Nafisiah ini hanya memiliki satu sifat, yaitu Wujūd.
Sifat Salbiah, yaitu suatu sifat yang menafikan (meniadakan) semua
sifat yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiah memiliki lima sifat yaitu:
Qidam, Baqᾱ, Mukhᾱlafatu lil hawᾱdis, Qiyᾱmuhu ta’ᾱla bi nafsihi,
Wahdᾱniyah. Sifat Ma’ani, yaitu semua sifat maujud yang berdiri pada
Dzat Allah yang maujud, yang mewajibkan Dzat itu bersifat dengan suatu
hukum sifat Ma’nawiyah. Sifat Ma’ani ini meliputi tujuh sifat yaitu: Qudrah,
Irᾱdah, ‘Ilmu, Hayᾱt, Sama’, Bashᾱr, Qalᾱm.
29
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 20-22.
Ibid, h. 22.
31
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 117.
30
224
Sifat Ma’nawiyah, yaitu suatu hal yang tetap (tsabit) bagi Dzat Allah
bersifat dengan sifat Ma’nawiyah. Oleh karenanya, terdapat ikatan yang
kuat antara sifat Ma’ani dan sifat Ma’nawiyah. Dan sifat Ma’nawiyah ini
meliputi tujuh sifat yaitu: Qᾱdiran, Murῑdan, ‘Aliman, Hayyan, Samῑ’an,
Bashῑran, Mutakalliman.32
Sifat Jaiz Bagi Allah
Allah mempunyai kebebasan menciptakan hal-hal yang baik
termasuk menciptakan keislaman kepada Zaed dan kekafiran kepada si
Amar lalu menciptakan Ilmu pada seseorang itu dan kebodohan pada
salah satu yang lain demikian itulah yang dimaksud dengan Sifat Jaiz
Allah.33 Karna Allah tidak punya sedikitpun kewajiban itu selalu
mengadakan kebaikan menurut versi manusia dengan alasan itulah
adanya ganjaran atas perintah dan larangan Allah jika Allah mempunyai
kewajiban untuk selalu mengadakan kebaikan maka siksaan di dunia dan
di akhirat tidak akan ada.34 Seperti firman Allah berikut,
َ َ ُّ َ َ أ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ أ
ُ خ َت
ار
وربك َيلق ما يشاء وي
“Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang
dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash: 68)
Sifat Wajib Bagi Rasul
Siddiq
Bahwasannya, sifat nabi Muhammad yaitu dapat dibenarkan atas
apa yang dikatakan dan dilakukannya.35 Dan dalil wajibnya Siddiq bagi
mereka Alaihimus Sholatu Wassalam adalah bahwa mereka itu kalau
berdusta niscaya jadilah berita dari Allah SWT dusta karena Allah SWT
telah membenarkan seruan mereka akan risalah itu dengan menampakkan
mu’jizat di tangan-tangan mereka dan mu’jizat itu bertempat pada
kedudukan firman Allah SWT: “Telah benar hambaku pada setiap apa
yang mereka sampaikan dari Aku”. 36 Sebagaimana Allah berfirman,
ََ َ ُ ُ هُ ُ َ ُ ُ ُ ََ ََ ُ أ َ أُ َ َُ أ
ومآ آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا
32
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 24-25.
Ibid, h. 133.
34
Imam Muhammad bin as-Sanusi, Umm al-Barahin, Terj. Ahmad Muntaha, h.
124-125.
35
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43.
36
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 157.
33
225
”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah,” (al-Hasyr: 7)
Amanah
Bahwa Nabi Muhammad atas tindakannya bisa dipercayai dengan
benar-benar.37 Amanah juga diartikan sebagai memelihara sifat-sifat
secara dhahiriyah dan bathiniyah dari perbuatan yang dilarang oleh
Allah.38 Sebagaimana Allah berfirman,
ٌ َُ َ ُ أ
ٌ ول أَم
ِي
إ ِ ِّن لكم رس
"Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus)
kepadamu,” (Q.S. Asy-Syuara: 143)
Tabligh
Bahwa Nabi Muhammad dan sekalian Rasul itu menyampaikan
perintah perintah dan larangan-larangan Allah. 39 Adapun dalil mengenai
hal ini yaitu dilarang menyembunyikan ilmu yang kita ketahui untuk diri
sendiri karena hal tersebut merupakan perbuatan yang tidak baik, oleh
sebab itu tidaklah baik bagi seorang mukmin menyembunyikan suatu
pengetahuan ataupun menyebarkan kebaikan atas suatu ilmu berisi
kebenaran maupun laranganNya.40 Sebagaimana Allah berfirman,
َ َٰ َ ُ َُ َ ه
ه ََ ۡ َ َُۡ ََ َۡ َ ۡ َ َ َ ً ه هَ ََ َٰ ه
ٗ ٱَّللِ َحس
ِيبا
ِ
ِ ٰ سل
ِ ت ٱَّللِ ويخشونهۥ ول َيشون أحدا إِل ٱَّللَۗ وكَف ب
ِٱَّلين يبل ِغون ر
“(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun)
selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.”
(Q.S. Al-Ahzab, 39).
Fathanah
Bahwa Nabi Muhammad dan sekalian Rasul itu mempunyai ilmu dan
pemahaman yang sempurna.41 Dalil yang mengenai fathanah yaitu tingkat
kecerdasan mereka jikalau ditiadakan pastilah tidak mampu untuk
memberikan alasan bagi sebagaian manusia yang menentang, akan tetapi
penegakkan hujjah-hujjah dari mereka untuk orang-orang yang
menentang telah ditunjukkan oleh al-Qur’an bukan hanya satu tempat dan
penegakkan hujjah-hujjah ini tidak akan terjadi kecuali dari orang-orang
yang cerdik.42 Sebagaimana Allah berfirman,
37
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43.
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 159.
39
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43.
40
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 160.
41
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43.
42
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 160.
38
226
ِه أَ أ
َ ِ َو َجادِل أ ُه أم ب ِ هالِت
ح َس ُن
ِ
“Dan bantahlah mereka (orang-orang yang menentang itu) dengan
(hujjah) yang lebih baik”. (An-Nahl: 125)
SIFAT MUSTAHIL BAGI RASUL
Dan mustahil atas mereka Alaihimus Sholatu Wassalam lawanlawan dari yang empat ini, yakni Kadzib (dusta), Khianah (tidak menjaga
diri) dengan melakukan perbuatan haram dan makruh dan Kitman
(menyembunyikan) atas suatu perintah yang harus dipersebarluaskan dan
tidak ditutupi kebenarannya serta Baladah yakni bodoh.43
SIFAT JAIZ BAGI RASUL
Adapun yang Jaiz bagi Rasul itu hanya ada satu perkara, yaitu apa
yang disebut al-radhul-basyariyah (perangai kemanusiaan). Yaitu bahwa
para Rasul itu juga berperangai (bertabiat) seperti manusia pada
umumnya. Misalnya, bahwa para Rasul itu juga makan, minum, tidur dan
hidup bermasyarakat sebagaimana lazimnya seorang manusia. Hanya
saja, para Rasul itu memang berasal dari keturunan orang-orang yang
baik dan terpuji. Tidak ada di antara para Rasul itu yang berpenyakit gila,
pitam, atau penyakit-penyakit yang besar lainnya. Dan selebihnya, bahwa
para Rasul itu terpelihara (ma’shum) dari segala dosa besar.44
PENUTUP
Aqaid Al-Khamsina adalah Aqaid atau kepercayaan yang berjumlah
50 yaitu 20 Sifat Wajib Allah, 20 Sifat Mustahil Allah, 1 Sifat Jaiz Allah, 4
Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul dan 1 Sifat Jaiz Rasul.
Sifat Wajib Allah adalah Sifat yang harus dimiliki oleh Allah yang
mana sifat-sifat itu dapat dibenarkan oleh akal. Sifat Wajib Allah terbagi
menjadi 4 yaitu Sifat Nafsiah, Sifat Salbiah, Sifat Ma’ani, dan Sifat
Ma’nawiyah. Sifat Mustahil bagi Allah adalah lawan dari sifat Wajib Allah
yaitu Sifat yang tidak mungkin ada bagi Allah karena akal tidak dapat
membenarkan sifat-sifat itu dimiliki oleh Allah sebab apabila sifat-sifat itu
dimiliki oleh Allah tentulah akan menafikan bahwasan Allah bukan Tuhan.
Sifat Jaiz Allah adalah Sifat boleh ada boleh tidak pada Allah artinya Allah
bebas dalam hal menciptakan kebaikan dan keburukan tanpa harus ada
43
44
Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 156.
Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 32.
227
paksaan sebagai Tuhan Semesta Alam yang bebas menciptakan apapun
sesuai kehendaknya.
Sifat Wajib Rasul adalah sifat mesti ada bagi Rasul sebagai utusan
Allah untuk menyampaikan risalah kenabiannya. Sifat Mustahil adalah
lawan dari sifat wajib Rasul artinya apabila sifat-sifat ini dimiliki oleh Rasul
tentulah ia tidak akan mampu menyampaikan risalah kenabiannya. Sifat
Jaiz adalah sifat-sifat lazimnya dimiliki oleh manusia biasa seperti makan,
minum, tidur, sakit, dan lain selagi sifat-sifat tidak menurunkan derajat
kenabiannya justru sebaliknya akan menaikkan derajat kenabiannya
dengan sifat-sifat kemanusiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fudholi, Muhammad. Kifayatul Awam. Terj. Mujiburrahman. Surabaya:
Mutiara Ilmu, 2018
Al-Hanafi, Imam Ibnu Abil Izz. Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah.
Jakarta: Darul Haq, 2016.
As-Sanusi, Imam Muhammad bin. Umm al-Barahin. Terj. Ahmad Muntaha.
Kediri: Santri Salaf Press, 2015.
Hasbi, Muhammad. Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2015.
Milya Sari. 2020. Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam
Penelitian Pendidikan IPA. Asmendri. 6(1): 43.
Nafissatus Saadah. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab
Kifayatul Awam Karya Syaikh Ibrahim Al-Bajuri. [Skripsi]. Salatiga
(ID). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN.
Nursapia Harahap. 2014. Penelitian Kepustakaan. Iqra’. 08(01): 68.
Siregar, Rivai. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002.
Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing, 2015.
Yahya, Habib Usman Bin. Sifat Dua Puluh Awaluddin. Jakarta: S.A.
Alaydrus, t.t
228