Academia.eduAcademia.edu

Aqaid Al-Khamsina Menurut Ahlussunnah Wal Jama’Ah

2020, Al-Hikmah: Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam

The rise of evil that existed in this period began from free association, abuse of drugs, theft and others. The moral deterioration is very much happening and the way to cope with it is by deepening the science of religion, which is with a lot of scientific knowledge of Tauhid. The science of Tauhid is a science that discusses the attributes of Allah SWT and his Messenger or called Aqaid Al-Khamsina. By studying the science of Tauhid can certainly reduce the number of criminality because by learning the science of Tauhid means a person's behavior will be much better. This research aims to determine the meaning of Aqaid Al-Khamsina and the explanation of each of these qualities. This research is included in Library research.  Primary data sources include the book by Imam Muhammad bin as-Sanusi named Umm al-Barahin, the publisher city of Kediri, the publisher name Santri Salaf Press, in the year 2015 and the book of Sheikh Muhammad Al-Fudholi named Kifayatul Awam, the publisher of...

AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 E-ISSN : 2655-8785 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Diterbitkan Oleh : Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Jurnal Al-Hikmah Volume 2 Nomor 2 Halaman 176-334 Juni-Nov 2020 E-ISSN 2655-8785 E-ISSN : 2655-8785 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 PEMBINA Prof. Dr. Katimin, M.A (Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN SU Medan) PENGARAH Dr. H. Arifinsyah, M.A Dra. Hj. Hasnah Nasution, M.A Drs. Maraimbang Daulay, M.A KETUA PENYUNTING Dra. Mardhiah Abbas, M.Hum SEKRETARIS PENYUNTING Dra. Endang Ekowati, M.A DEWAN REDAKSI Prof. Dr. Katimin, M.Ag., Dr. Hj. Dahlia Lubis, M.Ag., Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, M.A., Prof. Dr. Sukiman, M.Si., Prof. Dr. Amroeni Drajat, M.Ag., Prof. Dr. H. Hasan Bakti Nst, M.A., Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A., Dr H. Arifinsyah, M.Ag, Ismet Sari, M.A, Salahuddin Harahap, M.A SIRKULASI & KEUANGAN Muhammad Ikhbal Saiful, SE Redaksi & Tata Usaha Gedung Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371 Telp. (061) 6615683-6622925 Fax (061) 6615683 Email: [email protected] Website: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/alhikmah Sekretariat Paisal Siregar, S.Fil.I Zulkarnain, M.Pem.I AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam merupakan jurnal prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan yang secara komprehensif mengkaji bidang Teologi, Filsafat dan Tasawuf dalam Islam. Redaksi menerima tulisan baik artikel, ringkasan hasil penelitian, studi tokoh, maupun telaah pustaka. E-ISSN : 2655-8785 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 DAFTAR ISI GAGASAN UTAMA Ritual Wudhu : Upaya Menjaga Kesehatan Tubuh Dengan Perawatan Spiritual Heru Syahputra ........................................................... 176-186 Tradisi Menggunakan Jasa Pawang Hujan Ditinjau Dari Aqidah Islam Arifinsyah, Salahuddin Harahap, Sapitri Yuliani .............. 187-201 Pandangan MUI Kota Medan Terhadap Penyimpangan Aqidah Islam Dalam Masyarakat Indra Harahap, Salahuddin Harahap, Nisa Idriani Lubis . 202-213 Aqaid Al-Khamsina Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah Adenan, Ismet Sari, Sutan M. Arfierdin Pohan ............... 214-228 KAJIAN TOKOH Jalaluddin Rakhmat Dan Pemikiran Sufistiknya Muhammad ................................................................. 229-267 LAPORAN PENELITIAN Peranan Terapi Keagamaan Terhadap Pasien Pecandu Narkoba di Panti Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit Center Dahlia Lubis, Faisal Riza, Irohtul Abidah ........................ 268-280 Pengaruh Wilayatul Hisbah Terhadap Pelanggaran Aqidah di Kabupaten Aceh Tamiang Hasnah Nasution, Endang Ekowati, Wisda Pangesti ....... 281-294 Peranan Lembaga Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UINSU Dalam Menangkal Radikalisme di UINSU Abdul Halim, Faisal Riza, Febri Ikhsanul Siregar .............. 295-308 Unsur Aqidah Islam Dalam Adat Turun Mandi Bayi Studi Kasus : Desa Muara Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat Dahlia Lubis, Faisal Riza, Ainul Huda ............................. 309-322 Fenomena Fashion Syar’i Sebagai Trend Budaya Menurut Akidah Islam (Studi Analisa di Unimed Pada Fakultas Seni dan Budaya) Mardhiah Abbas, Nurliana Damanik, Nurmi .................... 323-334 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 E-ISSN : 2655-8785 AQAID AL-KHAMSINA MENURUT AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH Adenan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Ismet Sari Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Sutan M. Arfierdin Pohan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan ABSTRACT The rise of evil that existed in this period began from free association, abuse of drugs, theft and others. The moral deterioration is very much happening and the way to cope with it is by deepening the science of religion, which is with a lot of scientific knowledge of Tauhid. The science of Tauhid is a science that discusses the attributes of Allah SWT and his Messenger or called Aqaid Al-Khamsina. By studying the science of Tauhid can certainly reduce the number of criminality because by learning the science of Tauhid means a person's behavior will be much better. This research aims to determine the meaning of Aqaid Al-Khamsina and the explanation of each of these qualities. This research is included in Library research. Primary data sources include the book by Imam Muhammad bin as-Sanusi named Umm al-Barahin, the publisher city of Kediri, the publisher name Santri Salaf Press, in the year 2015 and the book of Sheikh Muhammad Al-Fudholi named Kifayatul Awam, the publisher of Surabaya, the name of publisher Mutiara Ilmu, in the year 2018. The secondary sources are books related to Aqaid Al-Khamsina, which is a book by Siradjuddin Abbas named I'itiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, a book by Abu Fikri Ihsani called Encyclopedia of Allah, a book by Imam Abil Izz Al-Hanafi named Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah. In analyzing this research researchers use the Content analysis method (content analysis) is by means of drawing conclusions from several references that have been chosen, compared and combined. The results of the research obtained is that Aqaid Al-Khamsina is a nature of Allah SWT and its 214 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 2 Juni-November 2020 E-ISSN : 2655-8785 Apostles that if in total there is 50 consisting of 20 mandatory nature of God, 20 impossibly god nature, 1 Jaiz nature, 4 mandatory nature of the Apostle, 4 the odds of the Apostle and 1 character Jaiz apostle. All of our mandatory qualities are known and Imani as the perfection of the creed. Keywords: Ahlussunnah Wal Jama'ah, Aqaid Al-Khamsina, Akidah, Tauhid. ABSTRAK Maraknya kejahatan yang ada di zaman ini mulai dari pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pencurian dan lain-lain. Kemerosotan moral sangat banyak terjadi dan cara untuk menanggulangi itu adalah dengan memperdalam Ilmu agama yaitu dengan banyakbanyak mengaji Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Sifat-sifat Allah SWT dan RasulNya atau disebut dengan istilah Aqaid Al-Khamsina. Dengan mempelajari Ilmu Tauhid tentunya dapat menurunkan angka kriminalitas sebab dengan belajar Ilmu Tauhid artinya perilaku seseorang akan jauh lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti Aqaid Al-Khamsina dan penjelasan dari masing-masing Sifat-sifat tersebut. Penelitian ini termasuk kedalam Penelitian kepustakaan (Library Research). Sumber data primer antara lain kitab karangan Imam Muhammad bin as-Sanusi bernama Umm al-Barahin, kota penerbit Kediri, nama penerbit Santri Salaf Press, tahun terbit 2015 dan kitab karangan Syekh Muhammad Al-Fudholi bernama Kifayatul Awam, kota penerbit Surabaya, nama penerbit Mutiara Ilmu, tahun terbit 2018. Sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan Aqaid AlKhamsina yaitu buku karangan Siradjuddin Abbas bernama I’itiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah, buku karangan Abu Fikri Ihsani bernama Ensiklopedia Allah, kitab karangan Imam Abil Izz al-Hanafi bernama Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah. Dalam menganalisis penelitian ini peneliti menggunakan metode Content Analisis (Analisis Isi) yaitu dengan cara menarik kesimpulan dari beberapa referensi yang telah dipilih, dibandingkan dan digabungkan. Hasil penelitian yang didapat yaitu bahwa Aqaid Al-Khamsina merupakan Sifat Allah SWT dan RasulNya yang jika di total jumlahnya ada 50 yang terdiri dari 20 Sifat Wajib Allah, 20 Sifat Mustahil Allah, 1 Sifat Jaiz, 4 Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul dan 1 Sifat Jaiz Rasul. Semua sifat-sifat wajib kita ketahui dan Imani sebagai kesempurnaan Akidah. Kata Kunci: Ahlussunnah Wal Jama’ah, Aqaid Al-Khamsina, Akidah, Tauhid. 215 PENDAHULUAN Ilmu Tauhid adalah Ilmu yang menggunakan dalil naqli dan dalil aqli untuk menetapkan akidah agama. Memahami penjelasan yang ada pada Ilmu Tauhid akan lebih mudah jika menggunakan dalil naqli dan dalil aqli. Pembahasan yang paling utama dalam Ilmu Tauhid adalah tentang Ke-Esaan Allah SWT. Sifat-sifat Allah yaitu Sifat-sifat wajib yang layak padaNya antara lain sifat yang sesuai dengan Kebesaran dan KeagunganNya, Sifat Mustahil yang tidak layak padaNya antara lain sifat yang tidak sesuai dengan Kebesaran dan KeagunganNya dan Sifat Jaiz antara lain Allah dapat memilih perkara yang baik dan buruk sesuai dengan Kehendak dan KuasaNya merupakan kajian dari Ilmu Tauhid atau disebut juga dengan istilah Aqaid Al-Khamsina yang memuat Aqaid atau kepercayaan yang berjumlah 50 yaitu 20 Sifat Wajib Allah, 20 Sifat Mustahil Allah, 1 Sifat Jaiz Allah, 4 Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul dan 1 Sifat Jaiz Rasul. Mempelajari Ilmu Tauhid yakni Ilmu-ilmu yang membahas tentang Sifat-sifat Allah dan Rasul merupakan pokok agama. 1 Ibadah tidak sah apabila tidak memiliki pengetahuan Ilmu ini. Memahami Ilmu Tauhid dengan cara membaca buku saja tidaklah cukup tetapi juga harus berguru. Faktor-faktor agama merupakan upaya dalam pembinaan manusia sebab agama merupakan sumber pentujuk dalam mengilhami dan mengikat moral masyarakat. Ajaran agama seirama dengan ikatan moral karena kehidupan manusia tidak lepas dari agama.2 Seorang muslim di zaman yang terus mengalami perubahan social ini mempelajari Ilmu Tauhid sangatlah penting. Agama yang mempunyai hubungan langsung dengan kehidupan adalah agama Islam. Apabila akidah sudah penyimpang maka akibatnya adalah sumber petaka dan bencana. Datangnya keragu-raguan dan kerancuan pemikiran disebabkan oleh tidak benarnya akidah seseorang, pada akhirnya jika mereka sudah berputus asa maka yang akan terjadi adalah mereka akan berpikir untuk menemukan cara yang tidak baik untuk membuat hidupnya berakhir. Sebuah pemikiran yang salah misalnya menganggap bahwa segalasegalanya hanya diukur dari materi. Apabila mereka diajak untuk hal-hal yang bersifat kebaikan seperti pengajian yang mengaji ilmu-imu agama 1 Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam, (Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2015), h. 1. Rivay Siregar, “Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme”, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h. 11. 2 216 maka mereka berdalil bahwasan melakukan itu sama sekali tidak untung secara materi. Seorang muslim yang benar-benar mentauhidkan Allah SWT maka ia yakin bahwasan semua yang merupakan ciptaan Allah SWT akan kembali kepadaNya. Sehingga perilakunya pun akan terkontrol baik tanpa ada penyimpangan dari norma-norma yang berlaku. Kebalikannya, jika keberadaan Allah SWT tak diyakininya maka dalam hidupnya ia akan senantiasa melakukan penyimpangan. Landasan agama harus kuat dalam menghadapi tantangan yang ada di zaman yang senantiasa berkembang ini jika tidak maka perilaku negatif akan mewarnai hidup manusia. Kejahatan misalnya penyalahgunaan narkotika, mencuri, melakukan tindak kejahatan yang dapat membahayakan orang lain serta dapat mendatangkan dosa dan kemurkaan Allah SWT akan tetapi mereka tidak peduli karena tidak punya kesadaran terhadap norma-norma agama.3 Melihat permasalahan itu penulis dapat mengetahui bahwa yang menyebabkan maraknya macam-macam perilaku-perilaku menyimpang adalah rendahnya kadar iman serta tauhid dalam jiwa manusia, apabila pengetahuan akan tauhid sudah benar maka ia akan mengerti tentang apa memang dihalalkan oleh Allah SWT dan RasulNya, dan mereka dengan ikhlas diri untuk mematuhi segala larangan dan anjuranNya. Oleh karena itu munculnya ide penulis untuk mengaji Ilmu Tauhid yaitu “Aqaid Al-Khamsina menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah”, alasannya adalah banyaknya masyarakat yang perilakunya sering melakukan kedzaliman yang mana jika ia benar-benar mengakui beriman kepada Allah SWT maka ia justru akan melaksanakan apa yang diperintah olehNya dan menjauhi apa yang dilarang olehNya. Oleh sebab itu mengenal Allah SWT dengan memperdalam Ilmu Tauhid merupakan landasan umat islam. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Jenis Penelitian Kepustakaan (Library Research) yang didapat dari data-data melalui bentuk Kitab, Jurnal terkait, referensi lainnya seperti online sources dan Buku yang berhubungan dengan Penelitian. 4 Dan pembahasan mengenai Aqaid Al-Khamsina dapat Nafissatus Saadah, “Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Kifayatul Awam Syaikh Ibrahim Al-Bajuri”, (Skripsi: Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga, 2018), h. 1-5. 4 Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan”, Iqra’. Vol. 08 No. 01, 2014, h. 68. 3 217 ditemukan melalui Sumber Kepustakaan berupa Kitab, Jurnal, Skripsi, Tesis, Buku-buku dan lain-lain. Penelitian ini didasarkan pada sumber data Primer dan Sekunder. Adapun Sumber Primer ialah data asli yang diperoleh secara langsung5 diantaranya yaitu Kitab Syekh Muhammad Al-Fudholi yang berjudul Kifayatul ‘Awam dan Kitab Imam Muhammad bin Yusuf as-Sanusi bernama Umm al-Barahin, karena dalam kitab-kitab tersebut akan dibahas tentang Aqaid Al-Khamsina yaitu tentang Sifat Wajib Allah dan Rasul, Sifat Mustahil Allah dan Rasul, Sifat Jaiz Allah dan Rasul secara lengkap. Sedangkan sumber Sekunder merupakan sumber yang diperoleh secara tidak langsung. Berikut adalah sumber Sekunder:6 1) Buku Habib Usman Bin Yahya berjudul Sifat Dua Puluh Awaluddin 2) Buku Abu Fikri Ihsani berjudul Ensiklopedia Allah 3) Kitab Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi berjudul Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah. Penelitian ini memberlakukan teknik pengumpulan data dengan cara Dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa referensi.7 Setelah beberapa referensi dikumpulkan maka selanjutnya data-data itu akan dianalisis. Adapun yang digunakan adalah Metode Analisis Isi (Content Analysis). Caranya adalah antara satu referensi dengan referensi lainnya akan dipilih, dibandingkan dan digabungkan ditambah lagi peneliti juga akan memperhatikan komentar dari pembimbing dan nantiya akan ditarik kesimpulan sehingga data yang dihasilkan adalah relevan.8 SIFAT WAJIB DAN MUSTAHIL BAGI ALLAH Allah memiliki 20 sifat antara lain: Wujūd (Ada) Wujūd berarti ada, maka mustahil tidak ada.9 Menurut Asy’ari Wujūd adalah berarti jelas. Untuk mengartikan wujud dalam konteks sifat Allah, menurut madzhab as-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah sebagai tasamuh (majaz). Dikarenakan, menurut pemikirannya, Wujūd adalah Zat 5 Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015), h. 68. 6 Ibid. Milya Sari, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian Pendidikan IPA”, Asmendri. Vol. 6. No. 1, 2020, h. 45. 8 Ibid, h. 47. 9 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, (Jakarta: S.A. Alaydrus, t.t), h. 15. 7 218 Allah yang bukan berarti sifatNya. Apabila wujud ini diartikan sebagai sifat, maka sesuai konteks maujud Allah secara general adalah Zat Allah ‘Azza wa Jalla, dapat dibenarkann sebagai artian sifatNya.10 Allah SWT berfirman: ‫اَّلل هاَّلِي َخلَ َق ه‬ ُ‫ه‬ َ‫ات َو أاْلَ أر َض َو َما بَيأ َن ُهما‬ َ ‫الس َم‬ ِ ‫او‬ “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya” (Q.S. as-Sajdah: 4) Sudah sepatutnya, kaum muslimin yang beriman, akan selalu ingat padaNya apabila melihat segala sesuatu yang maujud. 11 Qidam (Terdahulu) Qidam berarti terdahulu, dalam makna ini, terdahulu tanpa memiliki awalan atau mempunyai sesuatu yang mendahuluinya. 12 Artinya, wujud Allah tidak bermula atau ada sesuatu yang mendahuluinya. Hal ini dapat dicontohkan sebagaimana halnya dengan si Zaed, yang sebelum ia menjadi manusia, diproses dahulu penciptaanya dari nutfah.13Allah SWT berfirman, ‫ُ أَ ُ أ‬ ‫ه َو اْل هول َواْلخ ُِر‬ “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir” (Al-Hadid: 3). Ini adalah arti nama Allah al-Awwal dan al-Akhir. Ilmu tentang ditetapkannya dua sifat ini tertanam dalam fitrah, Karena apa yang ada pasti berakhir kepada wajibul wujud li dzatihi dalam rangka memutuskan lingkaran yang tak berujung. 14 Baqᾱ (Kekal) Artinya kekal (abadi), maka mustahil dikenal fana’. Dalil Naqli atas Baqᾱ’nya Allah adalah: ‫َ َ أ َ َ أ ُ َ َ ُ أَ َ َ أ أ‬ ٰ ‫ويب‬ ‫اْلك َر ِام‬ ِ ‫َق وجه ربِك ذو اْلَل ِل و‬ “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 27) 10 Imam Muhammad bin as-Sanusi, Umm al-Barahin, Terj. Ahmad Muntaha, (Kediri: Santri Salaf Press, 2015), h. 53. 11 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 15. 12 Ibid, h. 16. 13 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2018), h. 51. 14 Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi, Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah, Terj. Izzudin Karimi, h. 135. 219 Sudah sepantasnya kaum muslimin yang mempunyai iman, akan teringat dengan adanya kematian. Artinya kematian itu akan datang sewatu-waktu dan sudah bersifat ketetapanNya. Oleh sebab itu, dapat dijadikan landasan bagi manusia untuk berbuat baik serta melakukan taubat apabila melakukan kesalahan dan dosa sebelum kematian menjemput.15 Mukhᾱlafatu lil hawᾱdis (Berbeda dari Makhluk yang diciptakanNya) Mukhᾱlafatu lil hawᾱdis memiliki makna yang berbeda dengan suatu yang baru, dengan kata lain, Allah ada bukan dibersamai oleh segala sesuatu yang baru.16 Oleh sebab itu, Allah memiliki ketidaksamaan dengan makhlukNya golongan manapun, misalnya manusia, jin, malaikat dan lainnya. Maka tidak syah bersifatnya Allah SWT dengan segala sifat yang sama seperti yang dimiliki oleh MakhlukNya semisal bernapas, makan, beranak pinak, dan lain-lain. Maka Allah SWT itu disucikan daripada seluruh kesamaan sifat yang sebagaimana MakhlukNya miliki.17 Dalil atas wajibnya mukholafah (berbeda dengan sekalian makhluk) Ditegaskan dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya: ‫َش ٌء ۖ َو ُه َو ه‬ ُ ‫يع أاْلَ ِص‬ ُ ‫الس ِم‬ ‫لَيأ َس َك ِمثألِهِ َ أ‬ ‫ي‬ “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat” (Asy Syura: 11)18 Qiyᾱmuhu ta’ᾱla bi nafsihi (Berdiri Sendiri) Qiyᾱmuhu ta’ᾱla bi nafsihi bermakna, bahwasannya Allah ada lantaran berdiri sendiri. Dengan kata lain tidak memiliki hubungan dengan siapa Dia diciptakan dan tidak cenderung terhadap yang lainnya.19 Dan kalau Allah SWT itu membutuhkan kepada Mujid yang akan menjadikanNya niscaya Dia itu baru dan muhditsnya pun adalah baru juga. Maka tetaplah bahwa Allah SWT itu kaya dengan kekayaan mutlak yakni kaya dari segala sesuatu.20 Seperti Dalil berikut: َ ‫ِن َعن الأ َعالَم‬ َ ‫إ هن ه‬ ٌّ ‫اَّلل لَ َغ‬ ‫ي‬ ِ ِ ِ ِ 15 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, hlm. 16. Ibid, hlm. 17. 17 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, hlm. 59-60. 18 Ibid, hlm. 62. 19 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, hlm. 17. 20 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, hlm. 65. 16 220 “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Al-Ankabut: 6) Wahdᾱniyah (Esa) Wahdᾱniyah artinya Esa Dzat-Nya, sifat-Nya dan Fi’il Nya, Maka mustahil Allah itu berbilang Dzat, sifat dan Fi’il-Nya. Allah SWT, berfirman: َ ُ‫ُأ ُ ه‬ ‫اَّلل أ َح ٌد‬ ‫قل ه َو‬ “Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (Q.S. al-Ikhlas:1) Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar untuk melihat dan meyakini bahwa setiap kejadian yang ada di alam itu semuanya merupakan Fi’il (perbuatan) Allah semata. Qudrah (Berkuasa) Qudrah bermakna kuasa. Maka Allah berfirman; ََ َ‫ه ه‬ ٌ ‫َش ٍء قَد‬ ‫لَع ُك َ أ‬ ٰ ‫ِير‬ ‫إِن اَّلل‬ ِ “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah: 20) Sudah sepatutnyalah kaum muslim untuk mengimaninya dan menjauhi sifat takabbur atau sombong serta jangan membanggakan dirinya. Lebih baik mereka bersikap tawadu’ dan takut untuk melanggar perintah dan melakukan dosa.21 Irᾱdah (Berkehendak) Merupakan sifat ke 8 Allah yang bermakna kehendak. Artinya lebih luas lagi yakni Allah memiliki wewenang terhadap apa saja yang Dia kehendaki. Seperti dalam Firman:22 ُ ‫َف هع ٌال ل َِما يُر‬ ‫يد‬ ِ “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Q.S. Hud: 107) Sudah sepantasnya kaum muslim agar meningkatkan keyakinannya untuk segala sesuatu yang baik dan meningkatkan rasa syukurnya terhadap nikmatNya serta sabar terhadap suatu musibah yang menimpanya atau cobaan dan ketidak beruntungannya di dunia.23 21 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, (Jakarta: S.A. Alaydrus, t.t), h. 17. 22 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 85. 23 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 19. 221 ‘Ilmu (Mengetahui) Artinya mengetahui, mustahil Allah itu jahil (tidak mengetahui).24 Maka Allah SWT mengetahui akan segala yang tersebut ini pada zaman azali dengan pengetahuan yang sempurna. Bukan atas jalan dzon (perkiraan) dan syak (keraguan) karena dzon dan syak itu keduanya mustahil atas Allah SWT.25 Allah SWT berfirman: ُ ُ‫َ ه‬ ٌ ‫َش ٍء َعل‬ ‫كل َ أ‬ ‫ِيم‬ ِ ِ ‫واَّلل ب‬ “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. an-Nisa’: 176) Oleh sebab itu, seharusnya para orang-orang muslim hendaknya memiliki ketakutan berbuat maksiat dan perbuatan yang dosa, sebab segala sesuatu yang dikerjakan manusia tak luput dari pengawasanNya. Hayᾱt (Hidup) Hayᾱt artinya hidup, maka mustahil Allah itu mati. Allah SWT berfirman: ََ ‫َََهأ‬ ُ ‫لَع الأ َح هاَّلِي َل َي ُم‬ ‫وت‬ ‫وتوَّك‬ ِ “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati.” (Q.S. al-Furqan: 58) Sudah selayaknya manusia untuk berpasrah atas dirinya kepada Allah, karena Allah bersifat kekal dan tidak akan binasa oleh apapun. Sama’ dan Bashᾱr (Mendengar dan Melihat) Sama’ artinya mendengar, maka mustahil Allah itu tuli. Allah SWT berfirman: ُ ‫َو ه‬ ٌ ‫اَّلل َس ِم‬ ٌ ‫يع َعل‬ ‫ِيم‬ Sedangkan, di bawah ini adalah firman Allah mengenai sifat Bashar: َ ُ َ ٌ ‫اَّلل بَ ِص‬ ُ ‫َو ه‬ ‫ي ب ِ َما ت أع َملون‬ “Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. an-Nisa: 164) Karena Allah maha mendengar dan melihat, maka, manusia diharapkan untuk lebih mawas diri terhadap apa saja yang mereka lakukan. Karena segala apapun yang mereka perbuat, Allah sudah pasti akan mendengar dan melihatnya. Maka sepatutnya mereka lebih pandai menjaga dirinya, lisannya dan perbuatannya agar kelak dapat bertanggung jawab di akhirat atas semua yang telah mereka lakukan 24 25 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 19. Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 95. 222 semasa hidup di dunia. Sedangkan, mereka juga harus berhati-hati atas tiap-tiap apa yang dilakukannya. Hendaknya untuk lebih menjauhkan diri dari perbuatan haram karena Allah maha melihat, lagi mengetahui.26 Qalᾱm (Berfirman) Qalᾱm berarti berfirman dan berbicara. Maka sifat mustahilnya adalah Allah itu bisu.27 Allah berbicara dengan kehendaknya, jadi dengan siapa, kapan dan dimana hanya atas kehendakNya. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa apabila Allah berfirman, maka tidak seperti makhluk lainnya, Allah berfirman tidak dengan suara atau dengan huruf. Sebagai mukmin, kita perlu mengimaninya dan jangan berpusing-pusing mau mencari hakikatnya, karena tidak akan sampai ilmu kita ke situ. 28 Allah SWT berfirman: ‫َ َه َ هُ ُ َ ٰ َ أ‬ ً ‫كل‬ ‫ِيما‬ ‫وَكم اَّلل موَس ت‬ “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (Q.S. an-Nisa’: 164) Sudah sepatutnya bagi muslim untuk berkeyakinan benar dan melakukan dzikir hanya pada Allah dan dibersamai dengan emmbaca Quran dikarenakan itu merupakan Qalᾱmulah. Kaunuhu Qᾱdiran (Keadaan Berkuasa) Qᾱdiran artinya yang kuasa, maka mustahil Allah itu bukan yang kuasa. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar untuk memperbanyak permohonan (doa) kepada Allah agar dikaruniai kebahagian dunia dan akhirat, dan dijauhkan dari segala bala’ dunia dan akhirat. Kaunuhu Murῑdan (Keadaan Berkehendak) Murῑdan artinya berkehendak, maka mustahil Allah tidak berkehendak. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar untuk memperbanyak permohonan (doa) kepada Allah agar dikaruniai kebahagian dunia dan akhirat, dan dijauhkan dari segala bala’ dunia dan akhirat. Kaunuhu ‘Aliman (Keadaan Mengetahui) ‘Aliman artinya yang mengetahui, maka mustahil Allah itu tidak mengetahui. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki 26 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 20. Ibid, h. 20. 28 Abu Fikri Ihsani, Ensiklopedia Allah, h. 241. 27 223 keyakinan yang benar untuk senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dalam setiap keadaan, dan memohon pemeliharaan-Nya dari setiap kejahatan dunia dan akhirat. Kaunuhu Hayyan (Keadaan Hidup) Hayyan artinya yang hidup, maka mustahil Allah itu mati. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa berserah diri kepada Allah dalam setiap keadaan. Kaunuhu Samῑ’an (Keadaan Mendengar) Samῑ’an artinya yang mendengar, maka mustahil Allah itu tuli. Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu’min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa memperbanyak puji dan syukur serta doa kepada Allah Yang Maha Mendengar. 29 Kaunuhu Bashῑran (Keadaan Melihat) Artinya yang melihat, maka mustahil Allah itu buta. Maka sepatutnyalah bagi setiap muslim yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa memperbanyak rasa malu melakukan dosa dan kelalaian kepada Allah Yang Maha Melihat. Kaunuhu Mutakalliman (Keadaan Berfirman) Artinya yang berbicara, maka mustahil Allah itu gagu.30 Sifat ini merupakan sifat ke 20 Allah, yakni kesempurnaan terhadap segala sesuatu yang wajib secara tafshil adalah keadaan Allah SWT itu berbicara dan itu adalah sifat yang berdiri dengan zat Allah SWT.31 PEMBAGIAN SIFAT-SIFAT ALLAH Sifat Nafsiah, yaitu suatu hal yang wajib bagi Dzat Allah bersifat dengan sifat Wujūd (ada), yang Wujūdnya itu tidak disebabkan oleh suatu sebab apa pun. Sifat Nafisiah ini hanya memiliki satu sifat, yaitu Wujūd. Sifat Salbiah, yaitu suatu sifat yang menafikan (meniadakan) semua sifat yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiah memiliki lima sifat yaitu: Qidam, Baqᾱ, Mukhᾱlafatu lil hawᾱdis, Qiyᾱmuhu ta’ᾱla bi nafsihi, Wahdᾱniyah. Sifat Ma’ani, yaitu semua sifat maujud yang berdiri pada Dzat Allah yang maujud, yang mewajibkan Dzat itu bersifat dengan suatu hukum sifat Ma’nawiyah. Sifat Ma’ani ini meliputi tujuh sifat yaitu: Qudrah, Irᾱdah, ‘Ilmu, Hayᾱt, Sama’, Bashᾱr, Qalᾱm. 29 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 20-22. Ibid, h. 22. 31 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 117. 30 224 Sifat Ma’nawiyah, yaitu suatu hal yang tetap (tsabit) bagi Dzat Allah bersifat dengan sifat Ma’nawiyah. Oleh karenanya, terdapat ikatan yang kuat antara sifat Ma’ani dan sifat Ma’nawiyah. Dan sifat Ma’nawiyah ini meliputi tujuh sifat yaitu: Qᾱdiran, Murῑdan, ‘Aliman, Hayyan, Samῑ’an, Bashῑran, Mutakalliman.32 Sifat Jaiz Bagi Allah Allah mempunyai kebebasan menciptakan hal-hal yang baik termasuk menciptakan keislaman kepada Zaed dan kekafiran kepada si Amar lalu menciptakan Ilmu pada seseorang itu dan kebodohan pada salah satu yang lain demikian itulah yang dimaksud dengan Sifat Jaiz Allah.33 Karna Allah tidak punya sedikitpun kewajiban itu selalu mengadakan kebaikan menurut versi manusia dengan alasan itulah adanya ganjaran atas perintah dan larangan Allah jika Allah mempunyai kewajiban untuk selalu mengadakan kebaikan maka siksaan di dunia dan di akhirat tidak akan ada.34 Seperti firman Allah berikut, ‫َ َ ُّ َ َ أ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ أ‬ ُ ‫خ َت‬ ‫ار‬ ‫وربك َيلق ما يشاء وي‬ “Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash: 68) Sifat Wajib Bagi Rasul Siddiq Bahwasannya, sifat nabi Muhammad yaitu dapat dibenarkan atas apa yang dikatakan dan dilakukannya.35 Dan dalil wajibnya Siddiq bagi mereka Alaihimus Sholatu Wassalam adalah bahwa mereka itu kalau berdusta niscaya jadilah berita dari Allah SWT dusta karena Allah SWT telah membenarkan seruan mereka akan risalah itu dengan menampakkan mu’jizat di tangan-tangan mereka dan mu’jizat itu bertempat pada kedudukan firman Allah SWT: “Telah benar hambaku pada setiap apa yang mereka sampaikan dari Aku”. 36 Sebagaimana Allah berfirman, ‫ََ َ ُ ُ هُ ُ َ ُ ُ ُ ََ ََ ُ أ َ أُ َ َُ أ‬ ‫ومآ آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا‬ 32 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 24-25. Ibid, h. 133. 34 Imam Muhammad bin as-Sanusi, Umm al-Barahin, Terj. Ahmad Muntaha, h. 124-125. 35 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43. 36 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 157. 33 225 ”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah,” (al-Hasyr: 7) Amanah Bahwa Nabi Muhammad atas tindakannya bisa dipercayai dengan benar-benar.37 Amanah juga diartikan sebagai memelihara sifat-sifat secara dhahiriyah dan bathiniyah dari perbuatan yang dilarang oleh Allah.38 Sebagaimana Allah berfirman, ٌ َُ ‫َ ُ أ‬ ٌ ‫ول أَم‬ ‫ِي‬ ‫إ ِ ِّن لكم رس‬ "Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” (Q.S. Asy-Syuara: 143) Tabligh Bahwa Nabi Muhammad dan sekalian Rasul itu menyampaikan perintah perintah dan larangan-larangan Allah. 39 Adapun dalil mengenai hal ini yaitu dilarang menyembunyikan ilmu yang kita ketahui untuk diri sendiri karena hal tersebut merupakan perbuatan yang tidak baik, oleh sebab itu tidaklah baik bagi seorang mukmin menyembunyikan suatu pengetahuan ataupun menyebarkan kebaikan atas suatu ilmu berisi kebenaran maupun laranganNya.40 Sebagaimana Allah berfirman, َ َٰ َ ُ َُ َ ‫ه‬ ‫ه ََ ۡ َ َُۡ ََ َۡ َ ۡ َ َ َ ً ه هَ ََ َٰ ه‬ ٗ ‫ٱَّللِ َحس‬ ‫ِيبا‬ ِ ِ ٰ ‫سل‬ ِ ‫ت ٱَّللِ ويخشونهۥ ول َيشون أحدا إِل ٱَّللَۗ وكَف ب‬ ِ‫ٱَّلين يبل ِغون ر‬ “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (Q.S. Al-Ahzab, 39). Fathanah Bahwa Nabi Muhammad dan sekalian Rasul itu mempunyai ilmu dan pemahaman yang sempurna.41 Dalil yang mengenai fathanah yaitu tingkat kecerdasan mereka jikalau ditiadakan pastilah tidak mampu untuk memberikan alasan bagi sebagaian manusia yang menentang, akan tetapi penegakkan hujjah-hujjah dari mereka untuk orang-orang yang menentang telah ditunjukkan oleh al-Qur’an bukan hanya satu tempat dan penegakkan hujjah-hujjah ini tidak akan terjadi kecuali dari orang-orang yang cerdik.42 Sebagaimana Allah berfirman, 37 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43. Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 159. 39 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43. 40 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 160. 41 Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 43. 42 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 160. 38 226 ‫ِه أَ أ‬ َ ِ ‫َو َجادِل أ ُه أم ب ِ هالِت‬ ‫ح َس ُن‬ ِ “Dan bantahlah mereka (orang-orang yang menentang itu) dengan (hujjah) yang lebih baik”. (An-Nahl: 125) SIFAT MUSTAHIL BAGI RASUL Dan mustahil atas mereka Alaihimus Sholatu Wassalam lawanlawan dari yang empat ini, yakni Kadzib (dusta), Khianah (tidak menjaga diri) dengan melakukan perbuatan haram dan makruh dan Kitman (menyembunyikan) atas suatu perintah yang harus dipersebarluaskan dan tidak ditutupi kebenarannya serta Baladah yakni bodoh.43 SIFAT JAIZ BAGI RASUL Adapun yang Jaiz bagi Rasul itu hanya ada satu perkara, yaitu apa yang disebut al-radhul-basyariyah (perangai kemanusiaan). Yaitu bahwa para Rasul itu juga berperangai (bertabiat) seperti manusia pada umumnya. Misalnya, bahwa para Rasul itu juga makan, minum, tidur dan hidup bermasyarakat sebagaimana lazimnya seorang manusia. Hanya saja, para Rasul itu memang berasal dari keturunan orang-orang yang baik dan terpuji. Tidak ada di antara para Rasul itu yang berpenyakit gila, pitam, atau penyakit-penyakit yang besar lainnya. Dan selebihnya, bahwa para Rasul itu terpelihara (ma’shum) dari segala dosa besar.44 PENUTUP Aqaid Al-Khamsina adalah Aqaid atau kepercayaan yang berjumlah 50 yaitu 20 Sifat Wajib Allah, 20 Sifat Mustahil Allah, 1 Sifat Jaiz Allah, 4 Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul dan 1 Sifat Jaiz Rasul. Sifat Wajib Allah adalah Sifat yang harus dimiliki oleh Allah yang mana sifat-sifat itu dapat dibenarkan oleh akal. Sifat Wajib Allah terbagi menjadi 4 yaitu Sifat Nafsiah, Sifat Salbiah, Sifat Ma’ani, dan Sifat Ma’nawiyah. Sifat Mustahil bagi Allah adalah lawan dari sifat Wajib Allah yaitu Sifat yang tidak mungkin ada bagi Allah karena akal tidak dapat membenarkan sifat-sifat itu dimiliki oleh Allah sebab apabila sifat-sifat itu dimiliki oleh Allah tentulah akan menafikan bahwasan Allah bukan Tuhan. Sifat Jaiz Allah adalah Sifat boleh ada boleh tidak pada Allah artinya Allah bebas dalam hal menciptakan kebaikan dan keburukan tanpa harus ada 43 44 Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul Awam, Terj. Mujiburrahman, h. 156. Habib Usman Bin Yahya, Sifat Dua Puluh Awalluddin, h. 32. 227 paksaan sebagai Tuhan Semesta Alam yang bebas menciptakan apapun sesuai kehendaknya. Sifat Wajib Rasul adalah sifat mesti ada bagi Rasul sebagai utusan Allah untuk menyampaikan risalah kenabiannya. Sifat Mustahil adalah lawan dari sifat wajib Rasul artinya apabila sifat-sifat ini dimiliki oleh Rasul tentulah ia tidak akan mampu menyampaikan risalah kenabiannya. Sifat Jaiz adalah sifat-sifat lazimnya dimiliki oleh manusia biasa seperti makan, minum, tidur, sakit, dan lain selagi sifat-sifat tidak menurunkan derajat kenabiannya justru sebaliknya akan menaikkan derajat kenabiannya dengan sifat-sifat kemanusiannya. DAFTAR PUSTAKA Al-Fudholi, Muhammad. Kifayatul Awam. Terj. Mujiburrahman. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2018 Al-Hanafi, Imam Ibnu Abil Izz. Tahdzib Syarah Aqidah Thahawiyah. Jakarta: Darul Haq, 2016. As-Sanusi, Imam Muhammad bin. Umm al-Barahin. Terj. Ahmad Muntaha. Kediri: Santri Salaf Press, 2015. Hasbi, Muhammad. Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2015. Milya Sari. 2020. Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian Pendidikan IPA. Asmendri. 6(1): 43. Nafissatus Saadah. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Kifayatul Awam Karya Syaikh Ibrahim Al-Bajuri. [Skripsi]. Salatiga (ID). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN. Nursapia Harahap. 2014. Penelitian Kepustakaan. Iqra’. 08(01): 68. Siregar, Rivai. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015. Yahya, Habib Usman Bin. Sifat Dua Puluh Awaluddin. Jakarta: S.A. Alaydrus, t.t 228