Academia.eduAcademia.edu

TEORI PEMBELAJARAN

Posted on 2 Februari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT oleh : Akhmad Sudrajat Ji ka menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif Piaget, (C)teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt.

Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt Posted on 2 Februari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT oleh : Akhmad Sudrajat Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif Piaget, (C)teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt. A. Teori Belajar Behaviorisme Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorismetidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : 1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike. Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih. 2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. 3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. 4. Social Learning menurut Albert Bandura Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan. B. Teori Belajar Kognitif Piaget Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme [lihat: Teori Belajar Konstruktivisme]. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation” Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik. D. Teori Belajar Gestalt Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu : Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis). Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain : Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya. ======== Teori Motivasi Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. …Baca selengkapnya » Berbagi di: Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran Posted on 12 September 2008 by AKHMAD SUDRAJAT oleh: Akhmad Sudrajat Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3)metode pembelajaran, (4) teknik pembelajaran, (5) taktik pembelajaran, dan (6)model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan pengertian istilah – istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan Pembelajaran Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Strategi pembelajaran. Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam Strategi Pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaranadalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1)exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Metode pembelajaran Jadi, metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Teknik Pembelajaran Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan taktik pembelajaran.Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Taktik Pembelajaran. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat) Model Pembelajaran Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut: Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran.  Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun. Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada. ========== Sumber: Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja. Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung. Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/) ========= Materi terkait: Pembelajaran Aktif Pembelajaran aktif (active learning) tampaknya telah menjadi pilihan utama dalam praktik pendidikan saat ini. Di Indonesia, gerakan pembelajaran aktif ini terasa semakin mengemuka bersamaan dengan upaya mereformasi pendidikan nasional, sekitar akhir tahun 90-an. Gerakan perubahan ini terus berlanjut hingga sekarang dan para guru terus menerus didorong untuk dapat menerapkan konsep pembelajaran aktif dalam setiap praktik pembelajaran siswanya. … Baca selengkapnya » SCAMPER untuk Pembelajaran Kreatif dan Inovatif Posted on 28 Agustus 2012 by AKHMAD SUDRAJAT — 37 Komentar SCAMPER adalah suatu teknik yang dapat digunakan untuk memicu kreativitas dan membantu para guru dalam mengatasi setiap tantangan yang mungkin dihadapi dalam setiap melaksanakan pembelajaran siswa. SCAMPER didasarkan pada pemikiran bahwa segala sesuatu yang baru merupakan modifikasi dari sesuatu yang sudah ada. SCAMPERmerupakan akronim dari setiap huruf menggambarkan cara yang berbeda dari yang sudah ada untuk memicu dan menghasilkan ide-ide baru dalam pembelajaran, baik yang berhubungan dengan tempat, prosedur, alat, orang, ide, atau bahkan suasana psikologis: S = Subtitute (Mengganti) C = Combine (Menkombinasikan) A = Adapt (Mengdaptasi) M = Magnify (Memperbesar) P = Put to Other Uses (Meletakkan ke Fungsi Lain) E = Eliminate (Menghilangkan atau Mengecilkan) R = Rearrange/Reverse (Mengatur ulang) Subtitute  adalah berusaha memikirkan dan melakukan penggantian  bagian dari masalah yang berkaitan dengan proses maupun hasil pembelajaran, dengan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Combine adalah berusaha memikirkan dan melakukan penggabungan dua atau lebih bagian tertentu dari masalah yang berkaitan dengan proses maupun hasil pembelajaran untuk menciptakan proses atau hasil yang berbeda. Adapt adalah berusaha memikirkan dan melakukan adaptasi ide yang sudah ada untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan proses maupun hasil pembelajaran Anda, Magnify adalah berusaha memikirkan dan melakukan untuk pembesaran atau perluasan ide Anda yang dapat memberikan nilai tambah atau memberikan wawasan baru tentang komponen-komponen pembelajaranapa yang paling penting. Put to Other Uses menempatkan ide Anda saat ini ke dalam bentuk lain  sehingga dapat memecahkan masalah  proses maupun hasil pembelajaran  yang Anda hadapi. Eliminate adalah berusaha memikirkan dan melakukan penyederhanaan, pengurangan atau penghilangan komponen-komponen tertentu sehingga Anda dapat lebih fokus pada bagian atau fungsi yang paling penting. Rearrange/Reverse berusaha memikirkan dan melakukan upaya penyusunan atau penataan ulang yang berbeda dari komponen atau prosesur yang sudah ada  sehingga dapat memberikan nilai tambah dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk menggunakan teknik SCAMPER, terlebih dahulu perlu dirumuskan secara jelas masalah pokok  pembelajaran yang ingin dipecahkan, ditingkatkan  atau  dikembangkan, baik yang berkaitan dengan proses maupun hasil.  Bisa dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, misalnya: “Bagaimana saya dapat meningkatkan aktivitas siswa  dalam proses pembelajaran yangsaya lakukan?” “Bagaimana saya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran yang saya lakukan?” “Bagaimana saya dapat mengembangkan proses pembelajaran yang menyenangkan?” Selanjutnya, dengan mengacu pada resep SCAMPER, rumuskan beberapa pertanyaan spesifik yang berkaitan dengan apa yang ingin Anda kembangkan dalam proses pembelajaran, sesuai dengan tantangan dan permasalahan yang Anda hadapi. Pertanyaan-pertanyaan ini akan mendorong Anda untuk berpikir secara berbeda tentang masalah proses pembelajaran yang Anda lakukan, dan pada akhirnya Anda dapat menemukan solusi inovatif. Berikut ini disediakan contoh format tentang beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan metode pembelajaran yang Anda lakukan: PERTANYAAN JAWABAN S =  “Apa yang bisa saya ganti dalam metodepembelajaran yang saya lakukan?” ……………………………………………………. ……………………………………………………. ……………………………………………………. C =  “Bagaimana saya bisa menggabungkan metode pembelajaran yang saya lakukan dengan metode pembelajaran lain?” ……………………………………………………. ……………………………………………………. ……………………………………………………. A = “Apa yang bisa saya adaptasi dari metode pembelajaran  yang telah dikembangkan oleh orang lain?” ……………………………………………………. ……………………………………………………. ……………………………………………………. M =  “Apa yang bisa saya perbesar atau perluas dari metode pembelajaran  yang saya lakukan?“ ……………………………………………………. ……………………………………………………. ……………………………………………………. P = “Bagaimana saya dapat menempatkan metode pembelajaran yang saya lakukan agar dapat menghasilkan manfaat lain?” ……………………………………………………. ……………………………………………………. ……………………………………………………. ……………………………………………………. E  = “Apa  yang bisa saya hilangkan atau sederhanakan dari metode pembelajaran yang saya lakukan?“ ……………………………………………………. ……………………………………………………. …………………………………………………… R = “Bagaimana saya dapat mengubah dan menyusun ulang metode pembelajaran yang saya lakukan?“ ………………………………………………….. ………………………………………………….. ………………………………………………….. Catatan: SPICES : Konsep Pembelajaran Mutakhir dan Inovatif Posted on 16 September 2011 by AKHMAD SUDRAJAT SPICES dapat dipandang sebagai sebuah konsep pembelajaran mutakhir dan inovatif.  Konsep pembelajaran yang digagas oleh Harden, dkk (1984) ini telah banyak dipraktikkan dan dikembangkan dalam pendidikan medis. SPICES merupakan akronim dari (1) Student-centered, (2) Problem-based; (3) Integrated; (4)Community-based(Consummer-based); (5) Elective; dan (6) Systematic. Akronim ini sekaligus menggambarkan komponen-komponen utama dari konsep pembelajaran ini. Berikut ini disajikan penjelasan singkat dari keenam akronim tersebut. Student-centered. Student centered berarti siswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari, aktif dalam pengelolaan pengetahuan,belajar menentukan apa yang ingin mereka ketahui, mampu mencari pengetahuansendiri (mandiri) dan belajar berkesinambungan, memanfaatkan banyak media, penekanan pada pencapaian kompetensi bukan pada tuntasnya materi. Guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing dan pendamping dalam mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Guru mempersiapkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sumber belajar yang akan digunakan, serta materi dan evaluasi yang akan dipakai sebagai penuntun bagi siswa untuk mengembangkan kompetensinya secara mandiri. Problem-based. Problem based berarti siswa diberikan trigger masalah atau ilustrasi kasus yang akan digunakan untuk mencari, menggali dan mengumpulkan informasi dan ilmu. Dengan cara ini siswa dirangsang untuk mengembangkan nalar dan daya analisanya, berpikir kritis dan mampu menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Salah satu metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memenuhi prinsip pembelajaran ini adalah metode Problem Based Learning. Integrated. Integrated berarti perencanaan dan kurikulum lajaran didesain secara terintegrasi, baik secara horisontal maupun vertikal. Dalam hal ini, sswa tidak diajak berpikir secara terkotak-kotak dalam masing-masing disiplin ilmu, tetapi mereka dapat menghubungkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya secara utuh (lintas disiplin). Community-based (Consummer-based). Community based berarti pembelajaran harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat atau pada kepentingan konsumen. Proses pembelajaran siswa tidak hanya dibatasi oleh ruang kelas dengan bahan tekstual tetapi mereka mempelajari berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ada di lingkungan nyata mereka. Melalui berbasis komunitas ini, secara langsung siswa diajak untuk berlatih dan belajar mengambil peran secara positif dalam lingkungan sosialnya. Elective. Selain menyediakan mata pelajaran yang telah terstruktur dalam kurikulum, sekolah seyogyanya menyediakan program-program pilihan yang dapat diambil siswa, disesuaikan dengan minat, tujuan, bakat, dan keunikan karakteristik mereka masing-masing. Systematic. Pembelajaran dikembangkan dengan tujuan, materi dan tahapan-tahapan yang jelas, logis dan tertib, sehingga pada gilirannya para siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan mencapai kompetensi secara utuh. Dilihat dari komponen-komponen yang terkandung dalam SPICES, konsep pembelajaran ini tampak menawarkan berbagai keunggulan kepada kita, diantaranya: (1) menjadikan siswa lebih termotivasi dan aktif dalam proses belajarnya (2) pengembangan keterampilan memecahkan masalah secara komprehensif; (3) pengembangan kemampuan berfikir analistis secara lebih tajam dan luas, (4) melatih keterampilan sosial yang benar-benar aplikabel dalam lingkungan sosialnya; (5) memberikan kesempatan belajar kepada siswa yang sesuai dengan bakat, minat dan keunikan karakteristik lainnya; dan (6) menjadikan proses pembelajaran lebih tertib dan efektif. ================== Refleksi: Melihat berbagai keunggulan yang ada, konsep pembelajaran ini sangat memungkinkan untuk diadopsi dan diterapkan pula dalam bidang pendidikan lainnya. Dalam konteks pendidikan nasional, khususnya dalam konteks KTSP, konsep pembelajaran ini tampaknya sejalan dan dapat disetarakan (meski tidak sepenuhnya identik) dengan konsep PAIKEM, yang saat ini sedang gencar disosialisasikan dan dilaksanakan di sekolah-sekolah kita. Selamat ber-SPICES dan semoga pendidikan kita dapat menjadi lebih baik… Materi terkait: Pembelajaran Inkuiri Sosial (Social Inquiry) Posted on 30 Januari 2011 by AKHMAD SUDRAJAT A. Apa Pembelajaran Inkuiri Sosial? Pada awalnya pembelajaran inkuiri banyak diterapkan dalam ilmu-ilmu alam (natural science),  kemudian  para ahli pendidikan ilmu sosial berusaha mengadopsinya  sehingga muncullah pembelajaran inkuiri sosial. Menurut Bruce Joyce, inkuiri sosialmerupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept of society). Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat hidup dan dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan yang berguna bagi diri dan masyarakatnya. Ada tiga karakteristik pengembangan strategi inkuiri sosial: (1) adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong terciptanya diskusi kelas; (2) adanya rumusan hipotesis sebagai fokus untuk inkuiri; dan (3) penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis. Banks (1985) menyatakan bahwa pembelajaran melalui model inkuiri sosial ini dapat dilakukan sejak siswa berada pada jenjang sekolah dasar, hanya penekanannya tidak pada langkah-langkah inkuiri melainkan lebih kepada memperkenalkan fakta, konsep, dan generalisasi. Hal ini dikembangkan melalui strategi bertanya, siswa dikondisikan untuk bertanya sehingga kemampuan berpikir kritis sudah mulai dikembangkan sejak pendidikan dasar. Dengan demikian,  melalui pembelajaran inkuiri sosial ini,  peserta didik sudah dilatih sejak dini untuk menjadi seorang ilmuwan. B. Bagaimana Tahapan Pembelajaran Inkuiri Sosial? Menurut Wina Sanjaya (2007)  tahapan proses pembelajaran inkuiri sosial dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap Orientasi Langkah yang pertama ini dimaksudkan untuk membina suasana/iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pembelajaran inkuiri sosial sangat tergantung pada kamauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapam orientasi ini adalah: (a)  menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.; (b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan; dan (c) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2. Tahap Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir  memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Poses mencarl jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalul proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagal upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dengan demikian, teka-teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. Ini penting dalam pembeIajaran Inkuiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, diantaranya: (a)  masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa; (b) masalah yang dikaji adaIah masaIah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti; dan (c) konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terilebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan masalah. 3. Tahap Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, maka Ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru tintuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah (dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dan suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis. 4. Tahap Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara menata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir. 5. Tahap Menguji Hipotesis Proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji bipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan banya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. 6. Tahap Merumuskan kesimpulan Proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gongnya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Materi terkait: Pembelajaran Inkuiri Posted on 12 September 2011 by AKHMAD SUDRAJAT A. Konsep Dasar Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembekajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator danpembimbing siswa untuk belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”. Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis. B. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri   memiliki beberapa ciri, di antaranya: Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pada pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar,  tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator danmotivatorbelajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok. Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran. C. Prinsip-Prinsip  Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini: Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran  ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang  dipelajarinya. Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya. D.  Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan Menerapkan kesimpulan dan generalisasi E.  Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena  memiliki beberapa keunggulan, di antaranya: Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembanganaspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,  sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih bermakna. Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengangaya belajarmereka. Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Keuntungan lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan, di antaranya: Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. Selama kriteria keberhasiJan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka  strategi  ini tampaknya akan sulit diimplementasikan. ================= Sajian materi Pembelajaran Inkuiri dalam bentuk tayangan Power Point  bisa Anda  unduh dalam tautan ini: Pembelajaran Inkuiri .