KAJIAN AQIDAH ISLAMIYAH
Oleh Ahmad Zainul M.
Latar Belakang
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan agama yang berintikan iman dan amal. Akidah adalah pokok yang diatasnya berdiri syariat. Sedangkan amal atau perbuatan adalah syariat dan cabang-cabangnya sebagai buah dari keimanan.
Langkah awal dalam ber-Islam adalah memahami Aqidah Islamiyah. Aqidah adalah sebuah wacana hidup yang membuat orang yang mempelajarinya mendapatkan sebuah jalan untuk menempuh ideologi religiusitas dalam kehidupan kesehariannya. Ia segera akan mendapat pencerahan yang mendalam atas apa yang coba dipahaminya jikalau ternyata Aqidah tersebut merupakan Aqidah yang Mencerahkan, Membangunkan serta Menggetarkan seluruh sendi pemikirannya ke arah pembaharuan kehidupan yang ber-revolusi secara totaliter menuju perubahan. Secara mudah Aqidah adalah bentuk fundamental sebuah bangunan peradaban. Karena Aqidah adalah sebuah ideologi dasar dalam membentuk pemikiran, jiwa, hati, pemahaman dan pergerakan personal maupun komunal. Dalam hal ini Aqidah Islamiyah adalah pemahaman dasar terkait dengan Allah - Rasul - Islam - dan tuntunan dalam upaya pembuktian sebuah kesalehan politis dan ideologis.
Itulah Aqidah Islamiyah, yang dimulai dari sebuah pernyataan sederhana namun besar makna. Tidak Ada Tuhan Selain Allah, Nabi Muhammad Adalah Rasululullah. Dua kekuatan Superpower antar Universe yaitu Allah dan Rasulullah. Dua kekuatan yang apabila seseorang memegangnya maka tidak ada rasa takut lagi untuk menggerakkan diri dan orang sekitarnya dalam lingkaran ideologis Islam yang akan menantang seluruh peradaban kuffar dimuka bumi ini.Itulah rahasia mengapa para petinggi kufar quraisy tidak mau mengucapkan Dua kalimat Syahadat tersebut bahkan memusuhi dan memerangi Dua Kalimat tersebut dikarenakan mereka sadar bahwa mereka berhadapan dengan kekuatan ideologis yang akan menggilas kekuasaan rapuh mereka dalam hitungan hari dunia.
Pengertian Aqidah Islamiyah
Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu, yakni ikatan dan tarikan yang kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-menempel, dan penguatan. Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu. Jual-beli pun disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan ‘aqdu untuk kedua ujung baju, karena keduanya saling terikat.
Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis Al-Lughah (terj.), (Bandung: Pustaka Setia. 2006), 86-90
Ibnu Taymiyah dalam bukunya “Aqidah Al-Wasitiyyah” menerangkan makna aqidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengannya jiwa menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap tidak dipengaruhi oleh kekurangan dan juga tidak dipengaruhi oleh prasangka.
Abdul Rozak, Aqidah Islam menurut Ibnu Taimiyah, (Bandung : Al-Ma’arif, 1983), 6 Sedang Shekh Hasan al-Bannah dalam bukunya “al-Aqaid” menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehinga menjadi ketenagan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Ibid., 9
Aqidah Islamiyah telah memecahkan ‘uqdah al-kubra’ (perkara besar) pada manusia. Aqidah Islam juga memberikan jawaban aras pertanyaan-pertanyaan manusia, sebab Islam telah menjelaskan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan adalah ciptaan (makhluk) bagi pencipta (al-Kahliq) yaitu Allah swt, dan bahwasannya setelah kehidupan ini akan ada hari kiamat. Hubungan antara kahidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia adalah ketundukan manusia terhadap printah-perintah Allah dan laranga-larangan-Nya sedangkan hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sesudah kehidupan dunia adalah adanya Hari Kiamat, yang di dalamnya terdapat pahala dan siksa, serta surga dan neraka. Al-Quran telah menetapkan rukun-rukun aqidah ini.
Menurut hasan al-Banna "Aqa'id bentuk jamak rai aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan".
Muhammad Husaim Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Thariqatul Izzah, 2001), 59
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy "Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Ibid., 60
"Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", (al-Baqarah, 285)
Aqidah Islam mempunyai kekhususan-kekhususan diantaranya adalah:
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1987), 36
Aqidah Islam dibangun berlandaskan akal. Selama kita beriman kepada Allah, al-quran, dan kepada kenabian Mihammad saw dengan jalan akal, maka wajib bagi kita mengimani segala hal yang diberitakan al-Quran kepada kita. Sama saja apakah yang diberitakan itu dapat dijabgkau oleh akal dan panca indera manusia, atau berupa perkara-perkara ghaib yang sama sekali tidak dapat dijangkau oleh panca indera manusia seperti hari akhir, malaikat, dan perkara-perkara ghaib lainnya.
Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia. Beragama (al-tadayun) merupakan hal yang fitri pada diri manusia. Perwujudan dari naluri beragama ini adalah kenyatan bahwa dirinya penuh kelemahan, kekurangan, dan serta membutuhkan terhadap sesuatu yang lain. Kemudian aqidah Islan hadir untuk memberikan pemenuhan terjadap naluri beragama yang ada pada diri manusia, dan membimbing mausia untuk mendapatkan kebenaran akan adanya Pencipta Yang Maha Kuasa. Dimana, semua makhluk yang ada, keberadaan-Nya sendiri tidak bergantung pada siapapun.
Aqidah Islam Komprehensif (menyeluruh). Aqidah Islam telah menjawab seluruh pertanyaan manusia tentang alam semesta, manusia, kehidupan, dan menetapkan bahwa semuanya itu adalah makhluk. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa sebelum kehidupan dunia ada Allah swt, sedangakn setelah kehidupan dunia adakan ada hari kiamat. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia adalah keterikatan manusia dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah swt. Sedangakan hubungan antara kehidupan dunia ini dengan kehidupan sesudahnya adalah perhitungan, surga dan neraka.
Aqidah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Diantaranya;
Aqidah Islam telah memuaskan akal dan memberikan ketenangan pada jiwa manusia. Sebab, aqidah Islam telah menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban yang memuaskan dan shahih.
Aqidah Islam telah menciptakan keteguhan dan keberanian pada diri seorang muslim. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
لَنْ تَمُوْتُ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِى أَجْلُهَا وَرِزْقُهَا وَمَا قَدْرَلَهَا
Tidaklah mati seseorang sampai ditetapkan ajalnya, rezekinya dan apa-apa yang menjadi takdirnya.
Aqidah Islam akan membentuk ketakwaan pada diri seorang muslim. Setelah seorang muslim menyadari hubungannya dengan Allah, dan bahwa Allah swt akan menghisab semua perbuatannya pada hari kiamat, maka ia akan menghindarkan diri dari perbuatan yang diharamkan serta melakukan perbuatan baik dan yang dihalalkan. Sebab, ia telah meyakini bahwa hari perhitungan pasti akan datang.
Aqidah juga mempunyai peranan penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat, yaitu:
Masyarakat akan beriman kepada Tuhan Yang Esa, agama yang satu serta tunduk pada aturan yang satu.
Akan mewujudkan masyarakat yang saling melengkapi, saling menjamin seperti halnya satu tubuh, satu-kesatuan pemikiran dan perasaan. Akan tercipta ikatan ideologis yang kaut serta diantara individu-individu anggota masyarakat, yakni ikatan ukhwah Islamiyah.
Karakteristik Aqidah Islamiyah
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah ) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :
Muhammad Husaim Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Thariqatul Izzah. 2001), 47
Al Wudhuh wa al Basathah (jelas dan terang) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dan sebagainya.
Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah : “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” QS. 30:30
Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“ QS. 42:21
Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan : “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” QS 2:111
Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” QS. 43:22.
Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda bahwa ummat Islam sepeninggal beliau akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk Neraka, kecuali satu. Ciri-ciri golongan itu adalah, Maa ana 'alaihi wa Ash-haabii (yang mengikuti sunnahku dan sunnah Sahabatku). Kalimat terakhir inilah yang belakangan memunculkan istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sebagai firqatun naajiyah (kelompok yang selamat) atau thaa-ifah manshuurah (kelompok yang dimenangkan).
Oleh sebab itu di bawah ini merupakan karakter dan ciri-ciri itu Ahlussunnah Wal Jamaah yang diantaranya:
Keotentikan Sumbernya
Ahlus Sunnah selalu berpegang teguh al-Qur-an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Ijma’ Salafush Shalih dan penjelasan-penjelasan dari mereka. Jadi, ‘aqidah apa saja yang bersumber dari selain al-Qur-an, hadits, ijma’ Salaf dan penjelasan mereka itu, maka adalah termasuk kesesatan dan kebid’ahan.
Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, 33-34
Perkara ghaib itu tidak dapat diketahui atau dijangkau oleh akal, maka oleh karena itu Ahlus Sunnah membatasi diri di dalam masalah ‘aqidah kepada berita dan wahyu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sangat berbeda dengan Ahli bid’ah dan Ahli Kalam (mutakalimin). Mereka memahami masalah yang ghaib itu dengan berbagai dugaan. Tidak mungkin mereka mengetahui masalah-masalah ghaib. Mereka tidak melapangkan akalnya dengan taslim, berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tidak pula menyelamatkan ‘aqidah mereka dengan ittiba’ dan mereka tidak membiarkan kaum Muslimin awam berada pada fitrah yang telah Allah fitrahkan kepada mereka.
Ibid., 34
Sejalan Dengan Fitrah Yang Suci Dan Akal Yang Sehat.
Hal itu karena ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jam’ah berdiri di atas prinsip ittiba’ (mengikuti), iqtidha’ (meneladani) dan berpedoman kepada petunjuk Allah, bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ‘aqidah generasi terdahulu (Salaful Ummah). ‘Aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari sumber fitrah yang suci dan akal yang sehat itu sendiri serta pedoman yang lurus. Betapa sejuknya sumber rujukan ini. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan golongan yang lain itu hanya berupa khayalan dan dugaan-dugaan yang membutakan fitrah dan membingungkan akal belaka.
Ibid.,
Mata Rantai Sanadnya Sampai Kepada Rasulullah, Para Shahabatnya Dan Para Tabi’in Serta Para Imam Yang Mendapatkan Petunjuk
Tidak ada satu dasar pun dari dasar-dasar ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mempunyai dasar atau sanad atas qudwah (contoh) dari para Shahabat, Tabi’in dan para Imam yang mendapatkan petunjuk hingga Hari Kiamat. Hal ini sangat berbeda dengan ‘aqidah kaum ahli bid’ah yang menyalahi kaum Salaf di dalam ber‘aqidah. ‘aqidah mereka merupakan hal yang baru tidak mempunyai sandaran dari al-Qur'an dan as-sunnah, ataupun dari para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Tabi’in. Oleh karena itu, maka mereka berpegang kepada kebid’ahan sedangkan setiap bid’ah adalah kesesatan.
Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Juz I, 9 dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, 35
Jelas Dan Gamblang.
‘Aqidah Ahlus Sunnah mempunyai ciri khas yaitu gamblang dan jelas, bebas dari kontradiksi dan ketidakjelasan, jauh dari filsafat dan kerumitan kata dan maknanya, karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari firman Allah yang sangat jelas yang tidak datang kepadanya kepalsuan baik dari depan maupun dari belakang, dan bersumber dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan yang lainnya berasal dari ramuan yang dibuat oleh manusia atau ta’wil dan tahrif mereka terhadap teks-teks syar’i. Sungguh sangat jauh perbedaan sumber dari ‘aqidah Ahlus Sunnah dan kelompok yang lainnya. ‘Aqidah Ahlus Sunnah adalah tauqifiyah (berdasarkan dalil atau nash) dan bersifat ghaib, tidak ada pintu bagi ijtihad sebagaimana yang telah dimaklumi.
Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, 35
Bebas Dari Kerancuan, Kontradiksi Dan Kesamaran.
‘Aqidah Islam yang murni ini tidak ada kerancuan padanya, tidak pula kontradiksi dan kesamaran. Hal itu karena ‘aqidah tersebut bersumber dari wahyu, kekuatan hubungan para penganutnya dengan Allah, realisasi ubudiyah (penghambaan) hanya kepada-Nya semata, penuh tawakkal kepada-Nya semata, kekokohan keyakinan mereka terhadap al-haq (kebenaran) yang mereka miliki. Orang yang meyakini ‘aqidah Salaf tidak akan ada kebingungan, kecemasan, keraguan dan syubhat di dalam beragama. Berbeda halnya dengan para ahli bid’ah, tujuan dan sasaran mereka tidak pernah lepas dari penyakit bingung, cemas, ragu, rancu dan mengikuti kesamaran.
Faktor Utama Bagi Kemenangan Dan Kebahagian Abadi Di Dunia Dan Akhirat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan faktor utama bagi terealisasinya kesuksesan, kemenangan dan keteguhan bagi siapa saja yang menganutnya dan menyerukannya kepada umat manusia dengan penuh ketulusan, kesungguhan dan kesabaran. Golongan yang berpegang teguh kepada ‘aqidah ini yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan yang diberikan kemenangan dan pertolongan.
‘Aqidah Yang Dapat Mempersatukan Umat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah merupakan jalan yang paling baik untuk menyatukan kekuatan kaum Muslimin, kesatuan barisan mereka dan untuk memperbaiki apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan ‘aqidah Ahlus Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jalannya kaum mu’minin yaitu jalannya para Shahabat. Keistimewaan ini tidak mungkin terealisasi pada suatu golongan mana pun, atau lembaga da’wah apapun atau organisasi apapun yang tidak menganut ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejarah adalah saksi dari kenyataan ini! Hanya negara-negara yang berpegang teguh kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah sajalah yang dapat menyatukan kekuatan kaum Muslimin yang berserakan, hanya dengan ‘aqidah Salaf maka jihad serta amar ma’ruf dan nahi munkar itu tegak dan tercapailah kemuliaan Islam.
Ibid., 37-38
Utuh, Kokoh Dan Tetap Langgeng Sepanjang Masa.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah utuh dan sama dalam masalah prinsipil (ushuludin) sepanjang masa dan akan tetap seperti itu hingga hari Kiamat kelak. Artinya ‘aqidah Ahlus Sunnah selalu sama, utuh dan terpelihara baik secara riwayat maupun keilmuannya, kata-kata, maupun maknanya. Ia diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya tanpa mengalami perubahan, pencampuradukan, kerancuan dan tidak mengalami penambahan maupun pengurangan. Hal tersebut karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari al-Qur'an yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakang dan dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu.
Ibid., 38-39
Kesimpulan
Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :
Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya.
Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia.
Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun.
Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya.
Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah.. Aqidah Islam menolak fanatisme buta.
Berada dalam naungan ‘aqidah Ahlus Sunnah akan menyebabkan rasa aman dan kehidupan yang mulia. Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah senantiasa menjaga keimanan kepada Allah dan mengandung kewajiban untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar. Rasa aman senantiasa menyertai keimanan, apabila keimanan itu hilang maka hilang pula rasa aman.
Adapun orang yang berbuat syirik, bid’ah dan maksiyat mereka adalah orang yang selalu diliputi dengan rasa takut, tidak tenang dan tidak ada rasa aman. Mereka selalu diancam dengan berbagai hukuman dan siksaan pada setiap waktu.
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, ‘Aqiidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah; Mafhumuha, Khashaa'isuha, Khasaa’isu Ahliha, 37
DAFTAR PUSTAKA
Faris, Ibnu. Mu’jam Maqayis Al-Lughah (terj). Bandung: Pustaka Setia. 1999
Rozak, Abdul. Aqidah Islam menurut Ibnu Taimiyah. Bandung : Al-Ma’arif, 1983
Abdullah, Muhammad Husaim. Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam. Yogyakarta: Pustaka Thariqatul Izzah, 2001
Nasution, Harun. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press, 1987
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, ‘Aqiidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah; Mafhumuha, Khashaa'isuha, Khasaa’isu Ahliha.
_______________, Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Juz I.
_______________, Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah.