Academia.eduAcademia.edu

LAPORAN TUTOR KASUS 1 ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

LAPORAN TUTOR KASUS 1 ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG STADIUM AKHIR DOSEN PENGAMPU: Dr.Andi Subandi, S.Kep.,M.Kes DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1B Maolia Juliana G1B119004 Mutiara Prasani G1B119006 Silvi Kalmia G1B119008 Silvi Salsabila G1B119016 Ambarwati G1B119028 Esa Surya Aulia G1B119042 Syafril Manurung G1B119052 Adek Putri G1B119054 Dina Indriani G1B119056 Ayu Komala Sari G1B119066 Fadillah Nisa Afrilia G1B119082 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2021/2022 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah dengan judul “ Laporan Tutor Kasus 1 Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif : Asuhan Keperawatan Paliatif dan Manajemen Keperawatan pada Pasien Gagal Jantung Stadium Akhir “. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif serta membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien Gagal jantung. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan , pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini . Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen pembimbing tutor mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif, Dr. Ns. Andi Subandi,S.Kep., M.Kes 2. Rekan-rekan kelompok 1B Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang telah banyak membantu serta telah memberikan masukan-masukan dalam penyusunan makalah ini . Didalam makalah ini dapat kami temukan infomasi yang berguna untuk mengatahui dan menambah wawasan kita semua tentang keperawatan menjelang ajal dan paliatif pada pasien gagal jantung. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun. Terima kasih Jambi, 18 September 2021 Kelompok 1B i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2 1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2 1.4. Manfaat ......................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4 2.1. KONSEP GAGAL JANTUNG ...................................................................... 4 2.1.1. Definisi ................................................................................................ 4 2.1.2. Etiologi ................................................................................................ 5 2.1.3. Manifestasi Klinik ................................................................................ 5 2.1.4. Pathway................................................................................................ 6 2.1.5. Klasifikasi ............................................................................................ 6 2.1.6. Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung ..................................... 7 2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG DALAM KONTEKS PALIATIF ........................................................................... 8 2.2.1. Pengkajian ............................................................................................ 8 2.2.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 11 2.2.3. Intervensi Keperawatan ...................................................................... 13 2.3. MANAJEMEN PERAWATAN PALIATIF................................................. 40 BAB III ASKEP KASUS ...................................................................................... 43 3.1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG... 43 3.1.1. Pengkajian .......................................................................................... 43 3.1.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 48 3.1.3. Intervensi Keperawatan ...................................................................... 49 3.1.4. Implementasi ...................................................................................... 57 3.1.5. Evaluasi.............................................................................................. 57 ii BAB IV LAMPIRAN ............................................................................................ 58 4.1. KASUS ....................................................................................................... 58 4.2. STEP 1 ........................................................................................................ 58 4.3. STEP 2 ........................................................................................................ 60 4.4. STEP 3 ........................................................................................................ 61 4.5. STEP 4 ........................................................................................................ 67 4.6. STEP 5 ........................................................................................................ 68 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 82 5.1. KESIMPULAN ........................................................................................... 82 5.2. SARAN ....................................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 83 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system kardiovaskular yang angka kejadiannya terus meningkat . Gagal jantung juga merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas. Menurut Abdullah (2005) gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolism jaringan . Ciri-diri yang penting dari defisini ini adalah pertama definisi gagal adalah relative terhadap kebutuhan metabolic tubuh kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan . Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%. Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6%. Prevelensi penyakit paliatif didunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua pasifik Barat 29% di ikuti Eropa dan Asia tenggara masingmasing 22 % (WHO,2014). Kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014). Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualiatas hidup . Menurut data WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika Serikat menderita Congestive Heart Failure. Menurut American Heart Association (AHA) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang menderita gagal jantung (Padila, 2012). Penderita gagal jantung di Indonesia pada tahun 2012 menurut data Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Resiko kematian yag diakibatkan oleh 1 Congestive Heart Failure adalah skitar 5-10% per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitia, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita Congestive Heart Failure tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Kowalak, 2011). Pendekatan perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak ) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, social atau spiritual (WHO, 2016). Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan tim kesehatan yang serius. Perawat paliatif pada penyakit kardiovaskuler meliputi manajemen nyeri dan gejala, dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat baik di rumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien . Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang Asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah bagaimana asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung? 1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui apa konsep gagal jantung 2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan perawatan paliatif pada pasien gagal jantung 2 3. Untuk mengetahui bagaimana manajemen perawat paliatif pada pasien gagal jantung 1.4. Manfaat 1.4.1. Manfaat Teoritis Dalam dunia keperawatan hasil ini diharapkan dapat menambah pengetahuan/wawasan tentang asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung. 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan wawasan perawat mengenai bagaimana asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung. 2. Bagi Pengembangan Ilmu Menambah informasi lebih lanjut bagi akademik atau institusi pendidikan menganai asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.KONSEP GAGAL JANTUNG 2.1.1. Definisi Pada saat ini gagal jantung kongesti merupakan satu-satunya penyakit kariovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5- 10 % pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung kongestif merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di Rumah Sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal. (R. Miftah,2004) World Health Organization menyatakan bahwa pada tahun 2011, lebih dari 29 juta orang (29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit terminal. Di perkirakan jumlahorang yang membutuhkan perawatan paliatif sebesar 20.4 juta orang. Proporsi terbesar 94% pada orang dewasa sedangkan 6% pada anak-anak. Apabila dilihat dari penyebaran penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif adalah penyakit jantung (38,5%) dan kanker (34%) kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan kronik (10,3%), HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes (4,5%). Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang. Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks. Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata 4 lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Harrison, 2013; Saputra, 2013). Pada kondisi gagal jantung kongestif ada peningkatan tekanan vaskular pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal jantung kanan (Aaronson&Ward, 2010). 2.1.2. Etiologi Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung dikelompokkan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu: 1. Faktor eksterna Meliputi hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronik. 2. Faktor interna a. Disfungsi katup : Ventricular septum defect (VSD), Atria Septum Defect(ASD), Stenosis mitral, dan insufisiensi mitral. b. Distritmia : Atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block. c. Kerusakan miokard : Kardiomiopati, miokrditis, dan infark miokard. d. Infeksi : Endokarditis bacterial sub akut. 2.1.3. Manifestasi Klinik a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan) b. kongesti jaringan c. peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas. d. peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan. e. penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan 5 oliguria (Jayanthi Niken,2010). 2.1.4. Pathway 2.1.5. Klasifikasi New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas meliputi : 1 Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan 2 Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktivitas sehari – hari 3 Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-haritanpa keluhan 6 4 Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring (Mansjoer dan Triyanti, 2007). 2.1.6. Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung 1) Fase Manajemen Penyakit Kronis (NYHA I-III) Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif untuk memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala, pendidikan pasien dan pengasuh, dan didukung manajemen diri pasien diberi penjelasan yang jelas tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi, pengobatan, dan prognosisnya. Pemantauan reguler dan peninjauan yang tepat sesuai dengan pedoman nasional dan protokol lokal. 2) Fase Perawatan Suportif dan Paliatif (NYHA III-IV) Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang profesional kunci diidentifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan perawatan dan bekerja sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan paliatif, dan layanan lainnya Tujuan perawatan bergeser untuk mempertahankan kontrol gejala dan kualitas hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik dan multidisipliner terhadap kebutuhan pasien dan perawat dilakukan Kesempatan untuk mendiskusikan prognosis dan kemungkinan penyakit yang diderita secara lebih rinci disediakan oleh para profesional, termasuk rekomendasi untuk menyelesaikan rencana perawatan lanjutan layanan di luar jam kerja didokumentasikan dalam rencana perawatan jika terjadi kerusakan akut. 3) Fase Perawatan Terminal Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan ginjal, hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan gagal jantung untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi diklarifikasi, didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua penyedia perawatan Jalur perawatan terpadu untuk orang yang sekarat dapat diperkenalkan untuk menyusun perencanaan perawatan Peningkatan dukungan praktis emosional untuk pengasuh disediakan, terus mendukung 7 dan berkabung Penyediaan dan akses ke tingkat yang sama perawatan generalis dan spesialis untuk pasien di semua pengaturan perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka (Jaarsma, 2009). 2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG DALAM KONTEKS PALIATIF 2.2.1. Pengkajian a) Identitas Identitas Klien Nama Tempat dan Tanggal lahir : : Usia : Jenis kelamin : Agama : Alamat : Pendidikan terakhir : Status Perkawinan : No. RM : Diagnosa Medis : Tanggal masuk RS : Tanggal pengkajian : Identitas Penanggung Jawab Nama : Usia : Agama : Pendidikan terakhir : Hubungan dengan klien : b) Keluhan utama : c) Riwayat Kesehatan - Riwayat kesehatan saat ini : - Riwayat kesehatan masa lalu : 8 - Riwayat kesehatan keluarga : d) Pola kebiasaan sehari hari - Nutrisi : - Eliminasi : - Olahraga dan Aktivitas : - Istirahat dan Tidur : - Personal Hygiene : e) Pemeriksaan Fisik - Kesadaran umum : - Tanda-tanda vital : - Head to toe : f) Pemeriksaan Penunjang - Tes Laboratorium : - Pemeriksaan EKG : g) Pengkajian Sosial dan Dukungan Keluarga 1. Dukungan keluarga  Siapa yang tinggal bersama anda?  Adakah anggota keluarga (anak/orang dewasa) yang tergantung kepada anda?  Adakah kecemasan mengenai keluarga anda? 2. Dukungan emosional dan sosial  Apakah anda memiliki dukungan pihak lain misal teman, tetangga, dll  Apakah anda memerlukan dukungan dari pihak lain 3. Kondisi praktikal  Apakah ada kesulitan dala mobilisasi, naik turun tangga, melakukan pekerjaan rumah dll  Apakah ada kekhawatiran penghasilan, keuangan? 9 terhadap kebutuhan perawatan, h) Pengkajian Psikologis 1. Mood dan interest  Bagaimana suasana hati anda?  Dalam sebulan terakhir apakah anda merasa putus asa serta kehilangan minat dalam melakukan hal yang anda sukai?  Apakah anda merasa depresi?  Apakah anda merasa tegang dan cemas?  Apakah anda pernah merasakan panic attack? 1. Penyesuian terhadap sakit  Apa pemahaman anda terhadap sakit saat ini?  Gali dengan hati-hati ekspektasi paseien 2. Sumber daya dan kekuatan  Apa sumber dukungan anda? (orang lain, hobi, kepercayaan, agama) 3. Nyeri multidimensi yang tidak terkontrol  Nyeri multidimensional yang tidak terkontrol misal psikososial, spritual 4. Penyakit mental yang sudah ada sebelumnya  Pasien yang telah mimiliki penyakit mental sebelumnya beresiko mengalami distress psikososial i) Pengkajian Sprititual (Format HOPE) H : Sources of Hope/Sumber Harapan Apa yang memberi anda harapan (kekuatan, nyaman, dan kedamaian) pada saat sakit? O : Organised Religion/Organisasi keagamaan  Apakah anda bagian dari organisasi keagamaan atau kepercayaan?  Dalam hal apa dan bagaimana hal tersebut membantu anda? P : Personal spirituality and practices/Spiritualitas pribadi dan praktik  Bagian apa dalam kepercayaan spiritual anda yang paing bermakna secara pribadi? E : Effect on medical care and end of life issues/Efek dari perawatan dan isu akhir kehidupan 10 2.2.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Ditemukan Pada Pasien Paliatif: 1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan penumpukan sekret. 2) Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan fungsi fisik dan psikologis 3) Kurang perawatan diri (berdandan dan berpakaian) berhubungan dengan gangguan fungsi fisik dan psikologis 4) Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi berhubungan dengan perkembangan penyakit / efek samping pengobatan (ansietas, iritasi mukosa saluran cerna , obstruksi usus, konstipasi dan kompresi lambung). 5) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan gangguan fungsi fisik dan psikologis. 6) Resiko cedera berhubungan dengan keterbatasan fisik dan psikologis. 7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan takut akan kematian dan prognosa yang tidak pasti. 8) Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan intake cairan yang tidak adekuat 9) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek kemoterapi terhadap mekanisme pertahanan tubuh 10) Nyeri kronis berhubungan dengan perkembangan penyakit kanker. 11) Kelemahan fisik berhubungan dengan perubahan fisiologi tubuh terhadap chemoterapi. 12) Perubahan integritas kulit berhubungan dengan efek tirah baring yang lama. 13) Perubahan pola seksual berhubungan dengan proses penyakit. 14) Perubahan proses berfikir berhubungan dengan proses penyakit. 15) Berduka berhubungan dengan proses kehilangan. 16) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan adanya lesi kanker. 17) Perubahan gambaran diri berhubungan dengan dampak pengobatan, Kehilangan organ tubuh. 18) Takut berhubungan dengan proses penyakit (diagnosis kanker). 11 19) Gangguan fungsi keluarga dirumah berhubungan dengan penyakit dan program pengobatan yang dialami. 20) Perubahan interaksi keluarga berhubungan dengan dampak dari prognosis yang pasti. 12 2.2.3. Intervensi Keperawatan NO 1 DIAGNOSA Gangguan pola TUJUAN Pola nafas efektif KRITERIA HASIL 1. Pernafasan reguler, RENCANA TINDAKAN 1. Auskultasi bunyi nafas, EVALUASI 1. Pernafasan reguler, nafas dalam dan kecepatan perhatikan bunyi nafas dalam dan kecepatan berhubungan nafas teratur. abnormal. nafas teratur. dengan 2. Batuk efektif. penumpukan 3. sekret. Monitor usaha pernafasan, 2. Batuk efektif. Tanda dan gejala rasio inspirasi maupun 3. Tanda dan gejala obstruksi pernafasan ekspirasi, penggunaan otot obstruksi pernafasan tidak ada : tambahan pernafasan. tidak ada : stridor (-), Observasi produk sputum, sesak ), weezing (-). jumlah, warna, kekentalan. nafas (-), weezing (-) Suara nafas : vesikuler Berikan posisi semi kanan dan kiri. fowler atau berikan posisi vesikuler kanan dan Sputum jernih, jumlah miring aman. kiri. 2. stridor (-), sesak nafas (- 4. 5. normal, tidak berbau 3. 6. dan tidak berwarna. 6. Tanda-tanda sekresi 7. Ajarkan pasien untuk nafas 4. 5. Suara nafas : Sputum jernih, jumlah dalam dan batuk efektif. normal, tidak berbau Berikan air putih hangat dan tidak berwarna. tertahan tidak ada : 2000 cc perhari jika tidak demam (-), takhikardi (-), ada kontra indikasi. tertahan tidak ada : Lakukan phisioterapi data demam (-), takikardia takipneu (-). 8. 13 6. Tanda-tanda sekresi sesuai indikasi. 2 Kurang perawatan diri Kebutuhan akan berhubungan perawatan diri dengan terpenuhi 1. 2. 3. Lakukan suction bila perlu. 1. Kaji kemampuan pasien bersih dan segar dalam Mulut bersih dan tidak kegiatan sehari- hari. berbau keterbatasan fungsi fisik dan Pasien tampak 9. 2. Kulit tidak kering melaksanakan Motivasi untuk melakukan kegiatan sehari-hari. psikologis 3. Bantu pasien untuk mandi baik ditempat tidur atau menggunakan shower. 4. Cuci rambut pasien sesuai dengan kebutuhan. 5. Lakukan perawatan kaki. 6. Bantu untuk perawatan perineal. 14 (-), takipneu (-) 1. Pasien tampak bersih dan segar 2. Mulut bersih dan tidak berbau 3. Kulit tidak kering 7. Pantau kondisi kulit. 8. Berikan pelembab/lotion pada kulit. 9. Bersihkan tangan pasien setelah makan/toileting. 10. Bantu pasien untuk oral higiene. 3 Kurang perawatan diri Pasien mau (berdandan dan berpakaian dengan berpakaian) rapih dan berhubungan dengan berdandan 1. 2. Pasien berpakaian 1. Kaji kemampuan pasien dengan rapih untuk berpakaian dan Pasien mau berdandan sendiri. berdandan 2. gangguan fungsi fisik Demonstrasikan cara berpakaian pada pasien. dan psikologis 3. Kenakan pakaian pasien setelah personal higiene selesai. 4. Motivasi pasien untuk berpartisipasi dalam memilih pakaian sendiri. 15 1. Pasien berpakaian dengan rapi. 2. Pasien mau berdandan. 5. Bantu dan motivasi pasien untuk berdandan. 4 Ketidakmampuan Pasien mampu 1. Pasien mampu dalam memenuhi memakan memakan makanan kebutuhan nutrisi makanan yang dalam jumlah yang berhubungan dengan disenangi sesuai adekuat. perkembangan dengan jumlah penyakit / efek dan waktu nya. 2. Keluarga 1. dapat 2. Pasien mempunyai 1. Buat jadwal toileting. jadwal BAB/BAK. 2. Anjurkan pasien Pasien BAB/BAK sesuai untuk BAB/BAK dengan jadwal. sesuai dengan jadwal. 3. Bantu pasien menerima untuk melepaskan samping pengobatan kemampuan pasien pakaian dalam. (ansietas, iritasi untuk makan. 4. Bantu pasien mukosa saluran menggunakan cerna , obstruksi usus, toilet/pispot/urinal konstipasi dan pada interval waktu kompresi lambung). tertentu. 5. Jaga privasi pasien selama BAB/BAK. 6. Fasilitasi higiene toilet setelah selesai BAB/BAK. 16 7. Ganti pakaian pasien setelah BAB/BAK kalau perlu. 8. Siram toilet/bersihkan alat. 5 Gangguan pola Pasien akan 1. Pasien mempunyai eliminasi melakukan jadwal BAB/BAK. berhubungan dengan BAB/BAK secara gangguan fungsi fisik teratur. 2. Pasien BAB/BAK sesuai dengan jadwal. dan psikologis. 6 Resiko cedera Pasien tidak 1. pasien tidak jatuh. berhubungan dengan mengalami cedera. 2. pasien mampu keterbatasan fisik menggunakan sumber dan psikologis. daya yang dimilliki. 1. 2. 3. Identifikasi kebutuhan rasa 1. Pasien tidak jatuh. aman pasien. 2. Pasien mampu Identifikasi lingkungan menggunakan yang membahayakan. sumber daya yang Identifikasi dimilliki. keterbatasan fisik 17 terhadap jatuh. 4. Pantau kemampuan pasien untuk berjalan. 5. Hindarkan sumber-sumber yang berbahaya. 6. Atur lingkungan untuk meminimalkan pasien dari bahaya. 7. Berikan alat bantu bila diperlukan. 8. Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan dengan jangkauan pasien. 9. Gunakan alat pelindung ( penghalang tempat tidur ). 10. Beritahu keluarga resiko berbahaya dari lingkungan. 18 11. Atur penerangan yang cukup adekuat. 12. Anjurkan pasien untuk meminta bantuan jika diperlukan. 7 Gangguan pola tidur Pasien mampu berhubungan dengan menciptakan malam hari dan takut akan kematian kembali pola terbangun dengan dan prognosa yang tidur/istirahat. tidak pasti. 1. 2. Pasien akan tidur 1. Kaji pola tidur dan aktifitas 1. Pasien akan tidur pasien malam hari dan Pantau dan catat pola terbangun dengan perasaan enak. tidur/istirahat dan jumlah perasaan enak. Pasien/keluarga jam tidur pasien. 2. 2. Pasien/keluarga Kaji faktor yang menyebutkan tindakan yang digunakan untuk memperberat masalah yang digunakan untuk meningkatkan tidur. tidur/istirahat. meningkatkan tidur. menyebutkan tindakan 3. 4. Berikan support emosional/konseling untuk membantu menghilangkan 19 kecemasan. 5. Atur lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur. 6. Berikan massage pada punggung dan atur posisi yang nyaman. 7. Berikan terapi antidepressan sesuai kebutuhan. 8. Berikan antiansietas sesuai kebutuhan. 9. Berikan aktivitas yang meningkatkan waktu bangun atau mengurangi tidur siang hari. 10. Anjurkan penggunaan obat tidur. 11. Informasikan pasien/keluarga tentang 20 faktor-faktor yang memperberat gangguan tidur/istirahat. 8 Perubahan membran Membran mukosa mukosa mulut yang mengalami lembab dan terhadap dan berwarna merah berhubungan dengan lesi sembuh dan berwarna merah kebersihan,kekeringan, muda. intake cairan yang infeksi oral muda ulserasi dan tanda-tanda tidak adekuat tertangani dengan Pasien dan keluarga infeksi. mampu melakukan Bantu untuk melakukan tindakan untuk tindakan untuk perawatan mulut setelah meningkatkan meningkatkan makan. kesehatan mulut. baik. 1. 2. Mukosa mulut 1. mampu melakukan kesehatan mulut 2. 3. Lakukan pengkajian oral Lakukan tindakan perawatan mulut jika terjadi stomatitis. 4. Berikan es batu atau permen yang agak keras dan basahi dengan cairan jika mukosa mulut mengalami kekeringan. 21 1. 2. Mukosa mulut lembab Pasien dan keluarga 5. Anjurkan untuk mencuci mulut dengan teratur. 6. Anjurkan untuk tidak merokok dan minuman alkohol. 7. Hindari penggunaan pencuci mulut yang dujual bebas. 8. Kolaborasi pemberian obat untuk infeksi mulut. 9 Resiko tinggi infeksi Tidak ada tanda- Pasien/keluarga 1. Kaji tanda-tanda infeksi. berhubungan dengan tanda infeksi. mampu 2. Lakukan teknik a/antiseptik. mampu efek kemoterapi mendemonstrasikan 3. Pantau hasil laboratorium mendemonstrasikna terhadap mekanisme tidakan- tindakan lekosit. tidakan-tindakan pertahanan tubuh. pencegahan infeksi. 4. Pantau tanda-tanda vital. pencegahan infeksi. Pasien/keluarga 5. Anjurkan pasien untuk 1. 2. akan melaporkan 1. 2. Pasien/keluarga Pasien/keluarga cukup beristirahat. akan Ajarkan pasien dan bila peningkatan keluarga mengenal tanda- peningkatan suhu. suhu. tanda infeksi dan bila terjadi 6. 22 melaporkan terjadi menurunkan resiko infeksi. 7. Anjurkan keluarga untuk menggunakan masker apabila sedang infeksi saluran nafas atas. 8. Laporkan bila terjadi peningkatan suhu tubuh. 9. Pantau intake output. 10. Anjurkan pasien untuk banyak minum. 11. Berikan antibiotika sesuai anjuran. 10 Nyeri kronis Nyeri terkontrol berhubungan pada tingkat yang 1. Pasien/keluarga 1. Kaji karakteristik nyeri. mampu 2. Evaluasi tindakan kontrol mampu nyeri. mengidentifikasi Evaluasi asal nyeri dan tindakan- tindakan atasi jika mungkin. untuk mengontrol Lakukan tindakan untuk nyeri. dengan perkembangan dapat ditoleransi. mengidentifikasi penyakit kanker. tindakan- tindakan 3. untuk mengontrol nyeri. 2. 4. Pasien/keluarga meningkatkan mampu melakukan kenyamanan fisik dengan 23 1. 2. Pasien/keluarga Pasien/keluarga mampu melakukan 3. tindakan-tindakan cara : Mempertahankan tindakan- tindakan untuk mengontrol posisi, penggunaan tempat untuk mengontrol nyeri. tidur khusus, penggunaan nyeri. Nyeri hilang/terkontrol. kompres, mengurangi stimuli lingkungan. 5. Anjurkan dan ajarkan teknik relaksasi. 6. Anjurkan untuk menggunakan teknik distraksi. 7. Berikan analgetik. 8. Pantau dan atasi efek samping pemberian analgetik. 9. Beritahu pasien/keluarga tentang pengunaan obat yang benar, efek samping obat dan yang dapat dilakukan jika terjadi. 24 3. Nyeri hilang/terkontrol. 11 Kelemahan fisik Pasien mempunyai berhubungan dengan tenaga yang beristirahat sesuai perubahan fisiologi maksimal sesuai kebutuhan. tubuh terhadap kebutuhan. 1. 2. chemoterapi. Pasien mampu 1. Kaji tingkat kelelahan 1. Pasien mampu pasien. beristirahat Anjurkan pasien untuk sesuai Pasien akan tetap mempertahankan pola kebutuhan. melakukan aktivitas istirahat dan tidur. 2. sesuai kemampuan. 3. 2. Pasien akan tetap Anjurkan pasien untuk melakukan mengekspresikan aktivitas sesuai perasaannya tentang kemampuan. keterbatasan yang ada. 4. Bantu pasien untuk merencanakan aktivitas dan istirahat. 5. ajarkan pasien tekhnik relaksasi, distraksi, diet imagary, relaksasi. 12 Perubahan integritas Tidak terjadi kulit berhubungan gangguan kulit tidak ada (kulit dengan efek tirah integritas kulit utuh). baring yang lama. (kulit pasien utuh) Kulit bebas dari dan terbebas dari 1. 2. Gangguan/kerusakan implamasi dan iritasi. 25 1. Hindari penekanan yang 1. Gangguan/kerusakan terus menerus. kulit tidak ada (kulit 2. Hindari penggunaan talk. utuh). 3. Lakukan dan ajarkan pada keluarga untuk massage 2. Kulit bebas dari implamasi dan trauma. bagian punggung. 4. iritasi. Buat jadwal perubahan posisi. 5. Lakukan dan anjurkan keluarga untuk merubah posisi pasien sesuai dengan jadwal. 6. Pantau kondisi kulit. 7. Jaga linen tetap bersih, kering dan bebas dari lipatan. 8. Beritahu pasien/keluarga untuk melaporkan bila terdapat tanda- tanda kemerahan, rasa tidak nyaman dan nyeri pada daerah yang tertekan. 13 Perubahan pola Pasien/orang 1. Pasien menunjukan seksual terdekat faktor resiko terapeutik atas dasar saling faktor resiko terhadap berhubungan dengan kembali untuk terhadap kegagalan percaya dan saling kegagalan fungsi 26 1. Ciptakan hubungan 1. Pasien menunjukan proses penyakit. mendapatkan fungsi seksual dan menghargai dan menjaga seksual dan perubahan kepuasan perubahan metode privasi. metode seksual yang hubungan seksual. seksual yang dapat Kaji pengaruh dapat diterima. 2. diterima. penyakit/pengobatan 2. Pasien mampu mendiskusikan pilihan untuk 3. terhadap seksualitas sesuai mendiskusikan pilihan kebutuhan. untuk menjaga fungsi Anjurkan pasien untuk reproduksi yang sesuai. menjaga fungsi mengungkapkan ketakutan reproduksi yang dan menanyakan sesuai. masalahnya. 4. Diskusikan tentang alternatif ekspresi seksual yang dapat diterima. 5. Libatkan keluarga dalam diskusi. 6. Rujuk kalau perlu ke ahli seksiolog. 7. Anjurkan pasien untuk menghindari kehamilan. 8. 27 2. Pasien mampu Beritahu pasien/pasangan tentang kemungkinan efek jangka panjang pada fungsi seksual sehubungan dengan chemoterapi, radiasi dan pembedahan sesuai kebutuhan. 14 Perubahan proses Pasien berfikir berhubungan menunjukan psikologis pada dan psikologis pasien psikologis pada dengan proses perbaikan/terpelih tingkat optimal. sebelumnya. tingkat optimal. penyakit. aranya proses berfikir. 1. 2. Fungsi mental dan Tidak ada tanda- 1. 2. tanda peningkatan tekanan intra 3. kranial. Kaji riwayat fisik, sosial Kaji tingkat orientasi Kaji adanya perubahan intra kranial. Pantau status neorologis secara ketat. Kurangi stimulus pada pasien. 6. Berikan terapi sesuai program. 28 Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan sinkope. 5. 2. Fungsi mental dan pasien. kesadaran, pusing dan 4. 1. 7. Pantau intake output. 8. Bila kejang lakukan. penatalaksanaan kejang. 10. Identifikasi lingkungan yang dapat membahayakan pasien. Batasi keinginan pasien hanya pada hal-hal yang diinginkan. 11. Hindari pengkajian yang tidak mungkin dijawab pasien. 12. Panggil nama pasien ketika mulai berinteraksi. 13. Berikan pengarahan pada hal- hal yang sederhana. 14. Orientasikan pasien terhadap orang,waktu 29 dan tempat. 15. Informasikan keluarga tentang pembatasan pengunjung. 16. Jelaskan pembatasan kunjungan keluarga/teman. 15 Berduka berhubungan Pasien mampu 1. Pasien mampu 1. Bantu pasien dalam 1. Pasien dengan proses mengungkapkan mendiskusikan mengidentifikasi mendiskusikan kehilangan. perasaan sedih perasaannya. kehilangan. perasaannya. atau 2. kehilangannya. Pasien mampu 2. Pasien mampu mengungkapkan mempertahankan hubungan dengan perasaannya. hubungan dengan Bantu pasien dalam orang lain/keluarga. 3. Pasien mampu mengungkapkan strategi mempertahankan koping pribadi. mempertahankan Bantu pasien/keluarga perawatan diri. perawatan diri. 4. 2. mempertahankan orang lain/keluarga. 3. Anjurkan pasien untuk mampu 4. 3. Pasien mampu Pasien mampu untuk mengidentifikasi mengidentifikasi harapan hidup. mengidentifikasi Bantu pasien untuk sumber- sumber yang sumber- sumber 5. 30 4. Pasien mampu yang ada. dapat menyampaikan ada. hal-hal yang sangat diharapkan pasien. 6. Hindari menutup kenyataan. 7. Dorong hubungan terapeutik. 8. Support dengan pendekatan spiritual. 9. Ajarkan pasien tentang aspek- aspek harapan yang positif. 16 Gangguan gambaran Bau dan drainage diri berhubungan dapat terkontrol. dengan adanya lesi kanker. 1. 2. Lesi bersih dan tidak 1. Kaji kondisi lesi. berbau. 2. Bersikan luka 1. Lesi bersih dan tidak berbau. Pasien/keluarga dengan mampu menggunakan mendemonstrasi mendemonstrasi antiseptik. perawatan luka yang Demonstrasikan direkomendasikan. perawatan luka yang direkomendasikan. 3. prosedur perawatan kulit. 31 2. Pasien/keluarga mampu 4. Berikan antibiotik sesuai dengan program. 5. Sediakan ventilasi yang cukup. 6. Berikan kesempatan klien mengekspresikan penilaian terhadap dirinya. 7. Berikan penjelasan sumber bau dan proses terjadinya lesi. 4. Berikan kesempatan menilai perkembangan luka. 32 17 Perubahan gambaran Pasien dapat diri berhubungan menerima mengidentifikasi chemoterapi terhadap mengidentifikasi dengan dampak terhadap tindakan- tidakan obat tindakan-tidakan pengobatan, perubahan yang untuk menyebabkan untuk Kehilangan organ terjadi. meminimalkan alopesia. meminimalkan Kaji dampak alopesia akibat kehilangan rambut. terhada gaya hidup rambut. Pasien mampu pasien. 1. Pasien mampu akibat kehilangan tubuh. 2. melakukan 1. 2. Kaji rencana yang 1. dapat 2. Pasien mampu Pasien mampu Bantu pasien untuk melakukan tindakan-tidakan mendiskusikan perasaan tindakan- tidakan untuk tentang perubahan citra untuk meminimalkan tubuh. meminimalkan Identifikasi tindakan akibat kehilangan untuk mengurangi rambut. 3. akibat kehilangan 4. rambut. dampak rambut rontok. 5. Anjurkan pasien untuk memotong rambut yang panjang. 6. 33 Bantu pasien untuk mendapatkan rambut palsu/wig selama rambut belum tumbuh kembali. 7. Informasikan pasien tentang dampak dari chemoterapi. 8. Anjurkan pasien/keluarga untuk melakukan perawatan kulit kepala. 9. Evaluasi perasaan pasien terhadap kehilangan organ tubuhnya. 10. Bantu pasien untuk membedakan penampilan fisik dan arti hidup. 11. Berikan Motivasi pasien untuk mengungkapkan eperasaannya. 12. 34 Anjurkan untuk melakukan komunikasi antara terbuka pasien dan keluarga. 13. Diskusikan tentang rekonstruksi/ menggunakan organ tiruan jika perlu. 14. Berikan kesempatan pasien untuk bertemu dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama dengan kemampuan koping yang baik. 35 18 Takut berhubungan Klien mampu 1. dengan proses penyakit mengatasi (diagnosis kanker). perasaan takutnya. Pasien dapat 1. Kaji mempercayai orang 2. Berikan yang diajak bicara. 2. Pasien mampu perasaan takutnya. 1. penjelasan terkait mempercayai orang sumber yang ditakuti. 3. Tunjukan perhatian Pasien dapat yang diajak bicara. 2. Pasien mampu mengungkapkan terhadap hal- hal yang mengungkapkan perasaannya denga disampaikan. perasaannya dengan baik. 4. Dengarkan pesan-pesan yang disampaikan. 5. Berikan respon tentang pemahaman yang disampaikan. 6. Bantu pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara yang tidak destruktif. 7. Bantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan untuk mengatasi perasaan takutnya. 36 baik. 19 Gangguan fungsi Pasien dan keluarga keluarga mampu dirumah berhubungan berfungsi secara dengan penyakit dan program pengobatan yang dialami. optimal. 1. Pasien dapat 1. Tentukan akan 1. Pasien dapat menjelaskan kebutuhan perawatan menjelaskan kebutuhan akan dirumah. kebutuhan akan perawatan dirumah. 2. Pasien/keluarga 2. Bantu anggota keluarga untuk perawatan dirumah. 2. Pasien/keluarga dapat mengembangkan dapat memanfaatkan memanfaatkan harapan yang realistis sumber- sumber sumber-sumber terhadap diri dalam dimasyarakat. dimasyarakat. menampilkan peran. 3. Tawarkan solusi pada masalah finansial sesuai kebutuhan. 4. Rujuk pasien pada pelayanan sosial sesuai kebutuhan. 5. Berikan informasi adanya sumber- sumber yang ada dimasyarakat. 37 20 Perubahan interaksi Keluarga mampu 1. keluarga berhubungan untuk memenuhi Keluarga 1. memperlihatkan kondisi pasien. kedekatan dengan Identifikasi perawatan pasien. kedekatan dengan prognosis yang pasti. dan emosional pasien. anggota keluarga. 2. Keluarga berpartisipasi diri yang tidak mampu dalam perawatan dilakukan oleh pasien. berpartisipasi dalam Identifikasi pilihan dan perawatan pasien. pasien. 3. Keluarga keluarga terhadap kebutuhan fisik 2. 1. memperlihatkan dengan dampak dari pasien dan Kaji reaksi emosional 3. 2. Keluarga Keluarga dan pasien kemampuan keluarga mampu menggunakan untuk terlibat dalam mampu menggunakan sumber-sumber yang perawatan pasien. sumber-sumber yang Identifikasi ada dimasyarakat. ada dimasyarakat. 4. permasalahan di dalam keluarga. 5. Support anggota keluarga dalam mempertahankan hubungan keluarga. 6. Fasilitasi dalam berkomunikasi tentang kekhawatiran/perasaan 38 3. Keluarga dan pasien antara pasien dan anggota keluarga. Support koping 7. mekanisme yang adaptif. Fasilitasi interaksi 8. keluarga dengan rohaniawan. Kenalkan keluarga pada 9. keluarga lain yang mempunyai pengalaman yang sama. 10. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit dan perkembangannya. 39 2.3. MANAJEMEN PERAWATAN PALIATIF Idealnya, pada pasien dengan penyakit terminal, dimana pelayanan kuratif tidak dimungkinkan lagi bagi pasien maka pelayanan paliatif dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pelayanan paliatif ini hendaknya diberikan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain untuk memperpanjang hidup. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pelayanan paliatif diberikan dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi berbagai masalah terkait dengan penyakitnya melalui berbagai upaya pencegahan dan penanganan pendertaan pasien dengan cara mengkaji permasalahan sejak awal dan menangani masalah nyeri dan masalah lainnya, termasuk masalah fisik, psikososial, dan spiritual. Pelayanan paliatif hendaknya diberikan secara tim multidisiplin yang bekerja sama untuk memberikan pelayanan personal pada pasien paliatif. Tim paliatif dapat terdiri dari dokter, perawat, psikolog. ahli dietterdaftar, apoteker, pekerja sosial dan pemberi pelayanan spiritual. Pendekatan multi disiplin ini memungkinkan tim perawatan paliatif untuk mengatasi masalah fisik, emosional, spiritual, dan sosial yang timbul dengan penyakit lanjut. Perawatan paliatif yang efektif membutuhkan pengkajian yang akurat terkait kebutuhan fisik dan emosional, dan perencanaan yang tepatuntuk mengatasi kebutuhan personal pasien. Mengingat bahwa pelayanan paliatif hendaknya berpusat pada pasien dan diberikan oleh tim multi profesional yang bekerja sama dengan pasien dan keluarganya, maka pendekatan "Patient-Centered Care (PCC)y"atau "perawatan berpusat pada pasien" sangat cocok untuk diterapkan dalam pelayanan paliatif. Dengan pendekatan ini, pasien akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan personalnya dengan melibatkan keluarganya untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan menjunjung tinggi aspek nilai/budaya,filosofi hidup, keinginan, dan otonomi pasien. 40 Pendekatan PCC ini menggambarkan bagaimana layanan kesehatan dapat diberikan oleh para profesional kesehatan dengan cara yang terbaik untuk setiap individu pasien. Perawatan berpusat pada pasien ini menetapkan kemitraan antara praktisi,pasien, dan keluarganya untuk memastikan bahwa keputusan pengobatan yang diambil telah mempertimbangkan dan menghormati keinginan, kebutuhan, dan preferensi pasien. Pasien telah mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dan berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri. Pemberi pelayanan kesehatan dan pasien dapat memiliki pendapat yang berbeda dalam menyikapi permasalahan kesehatan pasien dan prioritas pelayanan. Sebagai contoh, pasien lebih memperhatikan sejauh mana petugas kesehatan mengatasi masalah pasien, sedangkan petugas kesehatan lebih terfokus pada kepatuhan terhadap standar pelayanan. Hal ini merupakan tantangan bagi tim paliatif untuk mampu membenkan pelayanan paliatif dengan pendekatan PCC dan tetap berpegang pada standard pelayanan yang berlaku. Untuk itu diperlukan adanya standar pelayanan paliatif baik di tingkat rumah sakit maupun di Puskesmas. Tlah dilakukan validasi indikator kualitas pelayanan paliatif di rumah sakit." Indikator kualitas pelayanan paliatif ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi pemberian pelayanan paliatif yang ada di rumah sakit dan atau digunakan sebagai alat untuk mempersiapkan pengembangan pelayanan paliatif di rumah sakit dengan mengacu pada indikator yang ada. Mengacu pada indikator kualitas, maka pelayanan paliatif dapat diselenggarakan dengan baik dan mengacu pada kebutuhan personal pasien. Tantangan untuk meningkatkan kualitas perawatan paliatif di Indonesia tergantung dari kebijakan pemerintah, pendidikan perawatan paliatif yang lebih baik dan kondisi sosial yang lebih baik secara umum di negeri ini. Untuk mencapai upaya penyelenggraan pelayanan paliatif yang berkualitas dan mencapai tujuan pelayanan 41 yang optimal, maka diperlukan peningkatan kompetensi setiap petugas kesehatan untuk penyelenggaraan pelayan paliatif ini, termasuk dokter, perawat, psikolog, ahli gizi, social worker,dll. Adanya modul perawatan paliatif dalam kurikulum pendidikan dokter dan keperawatan. Perlunya peningkatan penelitian dalam bidang perawatan paliatif. Selain itu ddarkah peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan perawat paliatif agar dapat berkontribusi 42 BAB III ASKEP KASUS 3.1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG 3.1.1. Pengkajian a. Identitas Identitas Klien Nama : Tn.D Tempat dan Tanggal lahir :- Usia : 65 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama :- Alamat :- Pendidikan terakhir :- Status Perkawinan :- No. RM :- Diagnosa Medis : gagal jantung stadium akhir Tanggal masuk RS :- Tanggal pengkajian :- Identitas Penanggung Jawab Nama :- Usia :- Agama :- Pendidikan terakhir :- Hubungan dengan klien :- b. Keluhan utama : Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat saat ini. 43 c. Riwayat Kesehatan - Riwayat kesehatan saat ini : Tn.D di usia 65 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnosa gagal jantung stadium akhir. Kondisi Tuan D saat ini mengalami kaheksia.Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat saat ini. - Riwayat kesehatan masa lalu : Tn. D 12 tahun lalu didiagnosa mengalami Infark Miokard Akut dan menjalani operasi CABG. Tn.D juga memiliki riwayat hiperkolesterolemia serta penyakit hipertensi - Riwayat kesehatan keluarga :- d. Pola kebiasaan sehari hari - Nutrisi :- - Eliminasi :- - Olahraga dan Aktivitas : Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat. - Istirahat dan Tidur : Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat - Personal Hygiene :- e. Pemeriksaan Fisik - Kesadaran umum :- - Tanda-tanda vital :- - Head to toe :- f. Pemeriksaan Penunjang - Tes Laboratorium :- - Pemeriksaan EKG :- 44 g. Pengkajian Sosial dan Dukungan Keluarga 1. Dukungan keluarga : 2. Dukungan emosional dan sosial : Pasien memiliki dukungan dari pihak keluarga. 3. Kondisi praktikal : Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat. Karena Tn.D menolak untuk dilakukan perawatan di rumah sakit dan menginginkan untuk dirawat di rumah saja keluarga merasa bingung dengan keputusan yang harus diambil. h. Pengkajian Psikologis. 1. Mood dan interest : 2. Penyesuian terhadap sakit : 3. Sumber daya dan kekuatan Keluarga pasien yang mensupport untuk perawatan pasien. 4. Nyeri multidimensi yang tidak terkontrol : 5. Penyakit mental yang sudah ada sebelumnya : - i. Pengkajian Sprititual (Format HOPE) H : Sources of Hope/Sumber Harapan : O : Organised Religion/Organisasi keagamaan : P : Personal spirituality and practices/Spiritualitas pribadi dan praktik : E : Effect on medical care and end of life issues/Efek dari perawatan dan isu akhir kehidupan : - 45 NO. 1. Data Fokus Etiologi Ketidakseimbangan DS: 1. Tuan D mengeluh sesak antara nafas suplai Problem Intoleransi dan aktivitas dalam kebutuhan oksigen meskipun kondisi istirahat DO: 1. Kondisi Tn. D saat ini mengalami kaheksia 2. Pasien didiagnosa gagal jantung stadium akhir 3. 12 tahun didiagnosa lalu pasien mengalami Infark Miokard Akut 4. dan menjalani operasi CABG 5. Tn.D juga memiliki riwayat hiperkolesterolemia 6. dan penyakit hipertensi 2. Faktor biologis DS: 1. Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun Ketidakseimba ngan dalam nutrisi kurang kondisi istirahat kebutuhan tubuh DO: 1. Kondisi Tn. D saat ini mengalami kaheksia 46 dari 2. Pasien didiagnosa gagal jantung stadium akhir 3. 12 tahun lalu didiagnosa pasien mengalami Infark Miokard Akut 4. dan menjalani operasi CABG 5. Tn.D juga memiliki riwayat hiperkolesterolemia 6. dan penyakit hipertensi 3. Kurangnya pajanan DS: Defesiensi pengetahuan 1. Tuan D mengeluh sesak (Keluarga) nafas meskipun dalam kondisi istirahat DO: 1. Tn.D menolak untuk dilakukan perawatan di rumah sakit 2. Keluarga merasa bingung dengan keputusan yang harus diambil. 4. DS: Keputusasaan 1. Tuan. D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat 47 DO: 1. Kondisi Tn. D saat ini mengalami kaheksia 2. Pasien didiagnosa gagal jantung stadium akhir 3. 12 tahun lalu didiagnosa pasien mengalami Infark Miokard Akut 4. dan menjalani operasi CABG 5. Tn.D juga memiliki riwayat hiperkolesterolemia 6. dan penyakit hipertensi 7. Tn.D menolak untuk dilakukan perawatan di rumah sakit 8. Keluarga merasa bingung dengan keputusan yang harus diambil. 3.1.2. Diagnosa Keperawatan 1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis 3) Defesiensi pengetahuan (Keluarga) berhubungan dengan kurangnya pajanan 4) Keputusasaan 48 3.1.3. Intervensi Keperawatan No. Diagnosa Keperawatan 1. Intoleransi berhubungan ketidakseimbangan NOC NIC aktifitas NOC 1. Perawatan jantung: rehabilitatif dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a) Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas antara 1x24 jam pasien toleransi terhadap aktivitas b) Intruksikan pasien dan keluarga mengenai suplai dan kebutuhan oksigen dengan kriteria hasil: pertimbangan khusus terkait 1) Frekuensi jantung 60-100 x/menit aktivitas 2) Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas 16- pembatasan aktivitas dan meluangkan 20 x/menit waktu istirahat). 3) Kemudahan bernapas ketika beraktifitas sehari-hari dengan (misalnya, 2. Manajemen energi 4) Tekanan darah ketika beraktivitas sistol 100- a) Tingkatkan tirah baring/pembatasan 140 mmHg dan diastole 60-90 mmHg dengan kegiatan (misalnya, meningkatkan jumlah rata-rata 120/80 mmHg waktu istirahat pasien) b) Evaluasi motivasi dan keinginan subjek untuk meningkatkan aktivitas c) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat. 49 d) Monitor sistem kardiorespirasi pasien (misalnya, takikardia, dispnea, frekuensi pernafasan). e) Monitor tanda-tanda vital pasien 2. Ketidakseimbangan nutrisi NOC Nutrition Management kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji adanya alergi makanan berhubungan dengan faktor 1x24 jam pasien dengan Kriteria Hasil: 2. Kolaborasi biologis 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk fungsi pengecapan dari menelan 6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk 4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 5. Menunjukkan dengan meningkatkan protein dan vitamin C yang dibutuhkan pasien. 5. Anjurkan pasien untuk meningkatkanintake Fe berarti 6. Anjurkan pasien untuk meningkatkan 50 7. Berikan substansi gula 8. Yakinkan diet yang dimakan 9. mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 10. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 11. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 12. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 13. Berikan informasi tentang kebutuhannutrisi 14. Kaji kemampuan pasien untuk 15. mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 51 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang 4. biasa dilakukan 5. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 6. Monitor lingkungan selama makan 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 9. Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht 12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan 13. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 52 14. Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 15. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 3. Defesiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Teaching: disease Process (Keluarga) berhubungan 1x24 jam pasien dengan Kriteria Hasil: 1. Berikan dengan kurangnya pajanan 1. Pasien dan pemahaman keluarga tentang menyatakan penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan. 2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar. 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. kembali apa yang dijelaskan perawat/tim 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang kesehatan lainnya. tepat 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 53 5. Identifikasi kemungkinan penyebab,dengan cara yang tepat 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7. Hindari jaminan yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 54 13. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat. 4. Keputusasaan dengan berhubungan NOC 1. Tindakan keperawatan ners Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Kaji tanda dan gejala keputusasaan 1x24 jam klien mampu: b. Jelaskan proses terjadinya keputusasaan 1. Kognitif: Diskusikan dengan klien: a. Mengetahui perubahan/penurunan kondisi fisik 2) Sistem pendukung yang dimiliki b. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari keputusasaan c. Mengetahui cara mengatasi keputusasaan 2. Psikomotor: a. Mengidentifikasi 1) Kemampuan yang dimiliki 3) Harapan kehidupan c. Latih hubungan sosial dengan lingkungan: 1) Bercakap-cakap dengan sistem pendukung kemampuan yang dimiliki 2) Bercakap-cakap dengan lingkungan d. Latih melakukan kegiatan sehari-hari: b. Mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia 1) Memenuhi kebutuhan makan 2) Memenuhi kebutuhan istirahat/tidur 55 c. Melatih hubungan sosial dengan sistem pendukung 3) Merawat diri: kebersihan diri 4) Melakukan kegiatan spiritual d. Melatih kegiatan hidup sehari-hari 3. Afektif: e. Latih membangun harapan yang realistis 1) Diskusikan harapan dan keinginan a. Merasakan manfaat latihan yang dilakukan b. Merasa optimis dan bahagia masa depan 2) Bantu klien membuat rencana mencapai harapan secara bertahap 3) Berikan motivasi dan pujian atas keberhasilan klien 56 3.1.4. Implementasi Prinsip-prinsip didalam penanganan masalah keperawatan palliatif didasarkan pada prioritas masalah keperawatan yang timbul. 3.1.5. Evaluasi Evaluasi berdasarkan pada kategori masalah keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien. Evaluasi mencakup dua elemen yakni evaluasi proses dan evaluasi hasil. Untuk dapat melihat keberhasilan setiap diagnosa keperawatan diukur sesuai dengan kriteria hasil. 57 BAB IV LAMPIRAN 4.1.KASUS Tn.D di usia 65 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnosa gagal jantung stadium akhir 12 tahun lalu pasien didiagnosa mengalami Infark Miokard Akut dan menjalani operasi CABG itu. Tn.D juga memiliki riwayat hiperkolesterolemia serta penyakit hipertensi kondisi Tuan D saat ini mengalami kaheksia. Tuan D juga mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat saat ini. Tn.D menolak untuk dilakukan perawatan di rumah sakit dan menginginkan untuk dirawat di rumah saja keluarga merasa bingung dengan keputusan yang harus diambil. LO : a. Konsep penyakit dan Askep pada pasien gagal jantung dalam konteks perawatan paliatif b. Bagaimana manajemen perawatan paliatif pada kasus tersebut? 4.2. STEP 1 1. Kaheksia 2. Operasi 3. Hipertensi 4. Infark miokard akut 5. Hiperkolesterolemia 6. CABG Jawab : 1. Kaheksia, yang merujuk kepada penurunan berat badan yang sangat banyak, kelelahan, dan kelemahan yang disebabkan oleh penurunan massa otot, merupakan salah satu gejala yang paling umum dijumpai pada orang yang menderita kanker stadium lanjut. Orang yang menderita kanker stadium dini 58 biasanya tidak mengalami kondisi ini. Disebut juga sebagai sindrom wasting, kaheksia ditandai dengan hilangnya lemak tubuh dan massa tulang seiring dengan semakin sulitnya pasien untuk menelan atau mencerna makanan atau cairan, dan kehilangan nafsu makan mereka bahkan terhadap makanan yang biasanya mereka sukai. Sebagai hasil dari gizi buruk yang tanpa disengaja, para pasien kanker yang menderita kaheksia dapat mengalami penurunan berat badan secara signifikan dan pada akhirnya menjadi sangat kurus dan kekurangan gizi. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. 2. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Tindakan pembedahan yang menggunakan cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh dan tindakan ini dilakukan untuk mendiagnosa / mengobati penyakit, injuria tau deformitas tubuh. 3. Hipertensi, kondisi ketika seseorang mengalami tekanan darah yang terukur lebih tinggi dari angka normal. Hipertensi adalah istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi. Kondisi ini dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa sekaligus meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, bahkan kematian. 4. Infark miokard akut adalah istilah medis dari serangan jantung. Kondisi ini terjadi saat aliran darah ke arteri koroner jantung mengalami penyempitan. Hal ini akan membuat otot jantung kekurangan oksigen dan mengalami kerusakan. Nekrosis miokardium akibat interupsi aliran darah yang sering tumpeng tindih dengan thrombus coroner selama 7 hari. 59 5. Hiperkolesterolemia merupakan kondisi yg ditandai dengan jumlah kadar kolesterol yang tinggi dalam darah. Kolesterol tinggi dapat membatasi aliran darah. Dapat juga meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke. Kondisi ini terdeteksi melalui tes darah. Hiperkolesterolemia merupakan hasil dari meningkatnya produksi dan atau meningkatnya penggunaan LDL (Low Density Lipoprotein). Hiperkolesterolemia dapat merupakan hiperkolesterol familial atau dapat disebabkan karena konsumsi kolesterol tinggi. hiperkolesterolemia familial (HF) merupakan kelainan genetik tersering penyebab terjadinya penyakit jantung koroner/aterosklerosis. 6. CABG adalah singkatan dari coronary artery bypass graft, yaitu prosedur operasi untuk mengobati penyakit jantung koroner. Prosedur ini dilakukan khusus bagi mereka yang mengalami penyumbatan atau penyempitan arteri serius. 4.3. STEP 2 1. Pada kasus dijelaskan bahwa klien mengalami kaheksia , apa penyebab terjadinya kaheksia dan bagaimana cara pengotannya? 2. Apakah pengobatan atau terapi yang telah dilakukan sebelumnya tetap dilakukan atau dihentikan setelah pemberian perawatan paliatif kepada tn.d. Berserta alasannya? 3. Apakah ada terapi komplementer yang dapat di intervensikan kepada tn. D untuk mengurasi rasa sesak yang di alaminya? Jika ada terapi apa yang akan diberikan? 4. Bagaimana tindakan perawat ketika pasien meminta untuk dilakukan perawtan dirumah sedangkan keluarga pasien merasa bingung dg keputusan pasien, bagaimana juga mengatasi kebingungan keluarga pasien tersebut? 5. Tn.D sudah pada fase tahap akhir, dan pasien sudah tidak aktif untuk melakukan kegiatan, bagaimana peranan perawat untuk meningkatkan kulalitas hidup Tn.D? 6. Apakah ada treatmenT khusus pada pasien infark miokard yang sesuai pada kasus?, jika ada tolong jelaskan! 60 7. Apakah riwayat hiperkolesterolemia serta penyakit hipertensi pada pasien ada kah hubunganya dengan keluhan yang pasien alami seperti sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat? 8. Apakah terapi atau pengobatan yang tepat untuk mengatasi penyakit yang dialami pasien? 9. Apa saja resiko dan konsekuensi apabila perawatan tn.d dilakukan di rumah? 10. Apa saja tanda dan gejala dari infark miokard akut? 4.4. STEP 3 1. Penyebab kaheksia sampai saat ini belum diketahui pasti apa yang jadi penyebab kaheksia sebagai komplikasi kanker. Namun ada beberapa pendapat bahwa sel-sel kanker yang tumbuh di dalam tubuh juga menghasilkan zat kimia yang disebut dengan sitokin. Sitokin ini yang kemudian membuat rusak organ-organ di tubuh. Saat organ tubuh menjadi rusak, kebutuhan energi menjadi meningkat, tetapi akibat pasien tidak nafsu makan dan tak ada makanan yang masuk, maka tubuh akan mengambil makanan dari cadangan yang tersisa. Semakin lama cadangan tersebut semakin habis, sehingga massa otot serta jaringan lemak berkurang sebagai pengganti energi darurat. Pada beberapa kasus, penurunan berat badan drastis dan hilangnya lemak serta massa otot tubuh ini menyebabkan penampilan pasien kanker tampak seperti kerangka tulang dibalut kulit saja. Mengatasi kaheksia 2. Karena kondisi ini cukup rumit dan disebabkan oleh berbagai hal, mengubah pola makan saja tidak cukup mengatasi kaheksia. Maka dari itu, kaheksia kanker biasanya ditangani dengan cara memberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar sitokin dalam tubuh, meningkatkan nafsu makan, serta membuat kadar hormon tetap normal, sehingga tidak menyebabkan penurunan berat badan. Beberapa jenis obat yang mungkin diberikan pada pasien dengan kanker kaheksia adalah Dexamethasone, methylprednisolone, prednisone, dronabinol. Melakukan olahraga dengan 61 rutin juga dapat menolong pasien untuk membentuk massa otot kembali. Bila ingin melakukan aktivitas fisik, biasanya pasien akan dibantu oleh ahli fisioterapi. 3. Karena kondisi pasien sudah dalam keadaan terminal, maka tetap dibutuhkan terapi medis untuk memperkecil gejala yang dirasakan yang tidak bisa diatasi jika menggunakan aspek terapi non farmakologis. Pada dasarnya perawatan paliatif itu tujuannya untuk meringankan keluhan fisik, ,memberi dukungan psikososial dan spiritual, serta memberi pemahaman yang menyeluruh terkait diagnose penyakit, perjalanan penyakit, prognosis penyakit sehingga pasien dan keluarga benar-benar mengerti terakit penyakitnya. Untuk itu diperlukakan antara terapi medis didampingi dengan perawatan paliatif. 4. Menurut salah satu penelitian jurnal terkait pengaruh hidro-aromaterapi memberikan pengaruh besar pada pasien gagal jantung. Karena pengaruh yang diberikan menghasilkan efek relaksasi, kenyamanan, penurunan stress dan tekanan pikiran yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis pasien. Metode tersebut mungkin saja bisa diterapkan untuk pasien dengan gagal jantung. Hanya saja itu bergantung pada respon pasien, apakah terapi tersebut memberi pengaruh atau tidak. 5. Pasien bisa diberikan perawatan paliatif. Tenaga kesehatan yang berorientasi pada paliatif harus memliki sikap peduli terhadap pasien (empati), menganggap pasien sebagai seorang individu karena setiap pasien adalah unik, mempertimbangkan budaya pasien seperti faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya yang bisa mempengaruhi penderitaan pasien. Persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai. Pasien dapat memilih tempat dilakukannya perawatan. Misalnya pasien dengan penyakit terminal dapat meminta untuk diberi perawatan di rumah sehingga dapat diberikan pelayanan kunjungan rumah. 62 6. Sebelum kita memeberikan perawatan pada pasien tersebut, kita harus mengetahui apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah, pendidikan, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaa, dan derajat nyha. Untuk usia, jenis kelas kelamin dan derajat nyha tidak dapat kita rubah. Sehingga kita dapat meningkatkan pendidikan kepada pasien dengan memberikan edukasi mengenai penyakit yang sedang diderita, perawat juga dapat menjelaskan apa saja konsekensi yang akan diterima olek pasien kedepannya. Perasawat juga dapat berperan untuk memberikan gambaran mengenai kematian dan konsep menjelang ajal. 7. Penatalaksanaan infark miokard khususnya accute miokard infark harus dilakukan secepat mungkin dengan prinsip kegawatdaruratan dengan tatalaksana awal atau treatment awal dilakukan dengan memberikan pemeriksaan dan anamnesis yang mengarah ke angina pectoris tipikal. Nah kalau ada kecurigaan adanya infaq kuat-kuat maka pasien perlu segera mendapatkan tablet kunyah aspirin sebagai agen antitrombotik selanjutnya ada terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi arteria koroner sesegera mungkin dan untuk pasien infark miokard dengan kelainan anatomis arteri koroner dan tidak bisa dilakukan pci atau pasien dengan komplikasi gangguan mekanik jantung membutuhkan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). 8. A. Hubungan hiperkolesterolemia dengan keluhan sesak nafas Tingginya kolesterol darah atau dikenal dengan hiperkolesterolemia, dapat menyebabkan beberapa keluhan ringan sampai sedang. Hal ini tergantung berapa lama proses ini terjadi dan seberapa besar efek yang ditimbulkan, dan organ apa saja yang terpapar sumbatan pembuluh darah karena timbulnya plak di pembuluh darah. Sesak nafas yang di keluhkan oleh pasien juga mungkin sebagai akibat adanya gangguan pembuluh darah akibat komplikasi tingginya koleaterol darah. 63 B. Hubungan hipertensi dengan keluhan sesak nafas Diketahui bahwa sesal nafas saat berbaring atau beristirahat bisa disebabkan karena darah tinggi tidak terkontrol, gangguan jantung maupun paru. Tekanan darah tinggi sangat parah bisa menyebabkan gejala seperti sakit kepala atau sesak napas. Sesak napas merupakan tanda kondisi hipertensi paru atau disebut juga hipertensi pulmonal, kondisi ini berarti ada arteri yang tersumbat atau menyempit di paru-paru. Hipertensi paru biasanya memburuk seiring berjalannya waktu. Jika tak ditangani dengan benar, kondisi ini bisa menyebabkan gagal jantung. 9. Karena pasien tidak mau dirawat di rs dan keluarga merasa bingunh maka terapi perilaku kognitif adalah pendekatan yang berorientasi pada solusi yang mendorong klien dan keluarga untuk mengubah perilaku dan pandangan mereka. Pendekatan terapi ini dapat disesuaikan dengan masalah mendasar setiap pasien, perawatan paliatif adalah perawatan yang diberikan kepada pasien dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa. Perawatan paliatif memberikan penanganan secara menyeluruh mulai dari mengatasi nyeri dan gejala lain yang dialami pasien, juga menyediakan pendampingan psikologis, sosial, dan spiritual. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya,”Penanganan yang diberikan pada penyakit gagal jantung ini dilakukan berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi. Kalau masih distadium awal itu bisa diberikan obat-obatan untuk mengurangi tanda dan gejala, serta mencegah bertambah buruknya kondisi penyakit. Tn. D ini dia sudah ditahap atau stadium akhir. Tn. D ini sebelumnya juga sudah dilakukan operasi cabg tapi masih terasa sesak nafas meskipun tidak beraktivitas. Artinya pengobatannya masih belum berhasil, memang penyakit ini sulit untuk disembuhkan, namun bagaimana cara kita agar meningkatkan kualitas hidup pasien. Ada beberapa pembedahan seperti:angioplasty, pacemaker,transplantasi jantung: mengangkat semua atau sebagian dari jantung dan menggantinya dengan jantung sehat dari donor. Hal ini dilakukan pada pasien dengan gagal jantung stadium akhir, ketika semua pengobatan tidak berhasil.menurut 64 penelitian,pasien gagal jantung stadium akhir satu-satunya pengobatan adalah transplantasi jantung, yang saat ini tidak dpt dilkukan di Indonesia. Adapun resiko yang mungkin di alami oleh tn.d jika di rawat di rumah a. Fasilitas penyembuhan kurang atau bahkan tidak ada b. Jika panyakit tn.d kambuh maka keluarga akan kesusahan untuk membarikan pertolongan pertama yang akan mengakibatkan penyakit semakin parah dan bahkam kematian jika telat datangnya pertolongan c. Jika saat di rawat di rumah tn.d maka saat lama datangnya pertolongan maka akan menyebabkan rasa nyeri di dada yang semakin sakit serta bisa mengakibatkan pingsan d. Jika pada saat di rawat di rumah dan pasien mengalami infrak miokard maka jika lama datangnya pertolongan maka akan menyebabkan sesak serta nyeri dada. 10. Tanda dan gejala infark miokard akut pada setiap orang tidak sama, Secara mayor banyak serangan jantung yang berjalan lambat dengan tanda dan gelaja berupa nyeri ringan dan perasaan tidak nyaman, bahkan ada orang yang tidak mengalami gejala sama sekali atau biasa dikenal dengan silent heart attack. Tetapi secara umum serangan ima ditandai dengan beberapa hal, diantaranya : a.) Nyeri dada yang secara mendadak dan berlangsung secara terus menerus, terletak dibagian bawah sternum dan perut bagian atas. b.) Nyeri yang juga disertai dengan sesak nafas dan nafas pendek, pucat, c.) Timbulnya keringat dingin, mual, serta muntah. d.) Nyeri dada mendadak dan terus menerus tidak mereda e.) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetapkan sampai tak tertahan lagi f.) Faktor hereditas (anngota keluarga yang memiliki riwayat infark miocard) maolia g.) Tanda dan gejala infark miokard akut : infark miokard akut sering didahului dengan dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam, dan terasa panas, 65 berlangsung > 30 menit bahkan sampai berjam-jam. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan, gelisah, tegang, nadi sering menurun, dan elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen st. 66 4.5. STEP 4 Tn. D (65 Tahun) Riwayat Penyakit Masa Lalu : Didiagnosa Infark Miokard Akut dan menjalani operasi CABG. (12 tahun lalu) Gagal Jantung Stadium Akhir Riwayat Penyakit : Hiperkolesterolemia dan Hipertensi. Saat ini mengalami Kaheksia Mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istrirahat Klien menolak untuk dirawat di Rumah Sakit dan memilih untuk dirawat di Rumah saja. Keluarga Bingung dengan keputusan yang akan diambil. ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF DAN MANAJEMEN PERAWATAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG STADIUM AKHIR 67 4.6. STEP 5 1. Konsep penyakit dan Askep pada pasien gagal jantung dalam konteks perawatan paliatif . Konsep penyakit a. Definisi Pada saat ini gagal jantung kongesti merupakan satu-satunya penyakit kariovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5- 10 % pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung kongestif merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di Rumah Sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal. (R. Miftah,2004) World Health Organization menyatakan bahwa pada tahun 2011, lebih dari 29 jutaorang (29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit terminal. Di perkirakan jumlahorang yang membutuhkan perawatan paliatif sebesar 20.4 juta orang. Proporsi terbesar 94% pada orang dewasa sedangkan 6% pada anakanak. Apabila dilihat dari penyebaran penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif adalah penyakit jantung (38,5%) dan kanker (34%) kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan kronik (10,3%), HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes (4,5%). Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang. Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks. Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa 68 darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Harrison, 2013; Saputra, 2013). Pada kondisi gagal jantung kongestif ada peningkatan tekanan vaskular pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal jantung kanan (Aaronson&Ward, 2010). b. Etiologi Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung dikelompokkan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu: 1. Faktor eksterna Meliputi hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronik. 2. Faktor interna a) Disfungsi katup : Ventricular septum defect (VSD), Atria Septum Defect(ASD), Stenosis mitral, dan insufisiensi mitral. b) Distritmia : Atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block. c) Kerusakan miokard : Kardiomiopati, miokrditis, dan infark miokard. d) Infeksi : Endokarditis bacterial sub akut. c. Manifestasi Klinik a.) Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan) b.) kKongesti jaringan c.) Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas. d.) Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan. e.) Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria (Jayanthi Niken,2010). 69 d. Pathway e. Klasifikasi New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas meliputi : a) Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan b) Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktivitas sehari – hari c) Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan d) Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring (Mansjoer dan Triyanti, 2007). 70 f.Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung a) Fase Manajemen Penyakit Kronis (NYHA I-III) Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif untuk memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala, pendidikan pasien dan pengasuh, dan didukung manajemen diri pasien diberi penjelasan yang jelas tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi, pengobatan, dan prognosisnya. Pemantauan reguler dan peninjauan yang tepat sesuai dengan pedoman nasional dan protokol lokal. b) Fase Perawatan Suportif dan Paliatif (NYHA III-IV) Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang profesional kunci diidentifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan perawatan dan bekerja sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan paliatif, dan layanan lainnya Tujuan perawatan bergeser untuk mempertahankan kontrol gejala dan kualitas hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik dan multidisipliner terhadap kebutuhan pasien dan perawat dilakukan Kesempatan untuk mendiskusikan prognosis dan kemungkinan penyakit yang diderita secara lebih rinci disediakan oleh para profesional, termasuk rekomendasi untuk menyelesaikan rencana perawatan lanjutan layanan di luar jam kerja didokumentasikan dalam rencana perawatan jika terjadi kerusakan akut. c) Fase Perawatan Terminal Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan ginjal, hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan gagal jantung untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi diklarifikasi, didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua penyedia perawatan Jalur perawatan terpadu untuk orang yang sekarat dapat diperkenalkan untuk menyusun perencanaan perawatan Peningkatan dukungan praktis dan emosional untuk pengasuh disediakan, terus mendukung berkabung Penyediaan dan akses ke tingkat yang sama perawatan generalis dan spesialis untuk pasien di semua pengaturan 71 perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka (Jaarsma, 2009). Askep pada pasien gagal jantung dalam konteks perawatan paliatif 1. Pengkajian a. Identitas klien dan penanggung jawab b. Keluhan Utama Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, c. Riwayat Penyakit saat ini Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST d. Riwayat penyakit dahulu Pernah dialami & pengobatan Dirawat & lamanya Alergi, Status Imunisasi e. Riwayat penyakit keluarga f. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan : 1. Situasi tempat kerja dan lingkungannya 2. Kebiasaan dalam pola hidup pasien. 3. Kebiasaan merokok g. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi : 1. Aktivitas/ istirahat Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan terus- menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat. 2. Sirkulasi Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. 3. Integritas ego 72 Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan atau biaya perawatan medis) 4. Eliminasi Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi. 5. Makanan/cairan Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah, bertambahnya berat badan secara signifikan. 6. Hygiene Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu selama aktivitas perawatan diri. 7. Neurosensori Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang mengalami pingsan. 8. Nyeri/kenyamanan Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot 9. Pernapasan Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan. 10. Masalah psikososial Pasien terlihat cemas terhadap masalah penyakit yang dideritanya 11. Masalah spiritual Pasien biasanya kehilangan semangat untuk menjalankan ibadahnya. 73 h. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Pada pemeriksaan keadaan umum klien dengan gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat 2. B1 (Breathing) Pengkajian yang didapat adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronchi basah halus secara umum terdengar pada posterior paru. 3. B2 (Bleeding) Inspeksi : Terdapat distensi vena jugularis, edema, pitting edema. Palpasi : Perubahan nadi yang cepat dan lemah, pulsus alternans. Auskultasi : Terdengar suara crackles pada paru-paru. Perkusi : Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali). 4. B3 (Brain) Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis, merintih, menangis, gelisah. 5. B4 (Bladder) Pemantauan adanya oliguria sebagai tanda awal syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang parah. 6. B5 (Bowel) Klien biasanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan. 7. B6 (Bone) Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian ini adalah kulit klien terasa dingin dan mudah lelah. 74 2. Diagnosa a. Nyeri dada akut berhubungan dengan penurunan suplai darah ke miokardium. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pada paru (perubahan membran kapiler-alveolar). c. Ansietas berhubungan dengan penyakit terminal. 3. Intervensi Adapun intervensi keperawatan pada klien dengan gagal jantung kongestif menurut NANDA (2013), adalah sebagai berikut : a. Nyeri dada akut berhubungan dengan penurunan suplai darah ke miokardium Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri klien teratasi dengan kriteria hasil : 1) Penurunan rasa nyeri dada (nyeri dada berkurang) 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal 3) Wajah rileks 4) Tidak terjadi penurunan perfusi perifer Intervensi : a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya. Rasional : untuk mendapatkan data mengenai nyeri dan untuk menentukan tindakan keperawatan selanjutnya. b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif. Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dialami oleh klien. c) Minta klien untuk melaporkan nyeri (skala 0-10) atau ketidaknyamanan dengan segera. Rasional :nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak d) Bantu klien untuk mengatur posisi fisiologis 75 Rasional : posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami iskemia e) Istirahatkan klien b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pada paru (perubahan membran kapiler-alveolar) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah gangguan pertukaran gas pasien dapat teratasi dengan Kriteria hasil : 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal 2. Sesak napas berkurang 3. Tidak ada penggunaan otot bantu napas 4. Analisa gas darah dalam batas normal Intervensi a) Kaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman dan usaha napas Rasional : mengetahui keefektifan dari pertukaran gas pada klien2) b) Pantau saturasi O2 dan pantau analisa gas darah klien Rasional : saturasi O2 digunakan untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan dan analisa gas darah digunakan untuk mengetahui perburukan pernapasan, misalnya kadar PaO2 yang rendah dan PaCO2 yang tinggi. c) Pantau kadar elektrolit Rasional : mencegah trjadinya asidosis yang dapat memperberat keadaan d) Pantau status mental (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah dan konfusi) Rasional : penurunan perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan penurunan kesadaran e) Meninggikan bagian kepala tempat tidur Rasional : memaksimalkan potensial ventilasi 76 c. Ansietas berhubungan dengan penyakit Tujuan : Tidak mengalami kecemasan Kriteria hasil : Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan gangguan, menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup Intervensi : 1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya, dengan cara : a) Berikan kepastian dan kenyamanan b) Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari pertanyaan c) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya d) Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif 2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang 3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutanketakutan mereka 4. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif 4. Evaluasi a. Nyeri dada teratasi b. Sesak nafas pasien teratasi c. Ansietas berkurang 2. Bagaimana manajemen perawatan paliatif pada kasus tersebut? a. Home Based Exercise Training (HBET) Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk bed rest yang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah fase akut terlewati, pasien berada pada fase recovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi 77 aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk dalam hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2013). Pasien gagal jantung biasanya berpikiran bahwa melakukan aktivitas termasuk latihan fisik akan menyebabkan pasien dengan gagal jantung sesak dan timbul kelelahan, sehingga mereka lebih memilih untuk bed rest pada fase pemulihan. Oleh karena itu, pasien perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan aktivitas seharihari akan mengganggu rutinitas pasien. Akibatnya, pasien kehilangan kemampuan fungsional. Pada pasien gagal jantung, kapasitas fungsional sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup pasien. Kapasitas fungsional dapat ditingkatkan, salah satunya dengan melakukan latihan fisik. Latihan ini meliputi: tipe, intensitas, durasi, dan frekuensi tertentu sesuai dengan kondisi pasien (Suharsono, 2013). Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas, dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007). Aktivitas latihan fisik pada pasien dengan gagal jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2010). Home-based exercise training (HBET) dapat menjadi salah satu pilihan latihan fisik dan alternatif solusi rendahnya partisipasi pasien mengikuti latihan fisik. Pasien yang stabil dan dirawat dengan baik dapat memulai program home based exercise training setelah mengikuti tes latihan dasar dengan bimbingan dan instruksi. Tindak lanjut yang sering dilakukan dapat membantu menilai manfaat program latihan di rumah, menentukan masalah yang tidak terduga, dan akan memungkinkan pasien untuk maju ke tingkat pengerahan yang lebih tinggi jika tingkat kerja yang lebih rendah dapat ditoleransi dengan baik (Piepolli, 2011). Menurut Suharsono (2013), intervensi yang dilakukan berupa home 78 based exercise training berupa jalan kakiselama 30 menit, 3 kali dalam semingguselama 4 minggu dengan intensitas 40-60% heart rate reserve, dan peningkatan kapasitas fungsional dilakukan dengan SixMinute Walk Test (6MWT). b. Terapi Penyekat Beta sebagai Anti-Remodelling pada Gagal Jantung Gagal jantung merupakan sindrom kompleks yang ditunjukkan dengan gejala seperti sesak napas saat beraktivitas dan membaik saat beristirahat, tanda retensi cairan berupa kongesti pulmoner, edema ekstremitas, serta abnormalitas struktur dan fungsi jantung. Keadaan tersebut berhubungan dengan penurunan fungsi pompa jantung. Penurunan fungsi pompa jantung dapat terjadi akibat infark miokard, hipertensi kronis, dan kardiomiopati. Dalam hal ini, jantung mengalami remodelling sel melalui berbagai mekanisme biokimiawi yang kompleks dan akhirnya menurunkan fungsi jantung. Metroprolol merupakan salah satu jenis ß-blocker yang berfungsi meningkatkan fungsi jantung dengan menghambat remodelling pada jantung. Metoprolol secara signifikan meningkatkan fungsi ventrikel dosis tinggi 200 mg (n=48) sebagai terapi anti remodelling, terbukti dengan penurunan LVESV 14 mL/m2 dan peningkatan EF sebanyak 6% (Amin, 2015). Berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung oleh (Siswanto dkk, 2015) bahwa penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup. Indikasi pemberian penyekat β yaitu: a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA). c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan. d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak adakebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat). Sedangkan kontraindikasi pemberian penyekat β yaitu: a. Asma 79 b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit) Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung yaitu: a. Inisiasi pemberian penyekat β. b. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien dekompensasi secara hati-hati. c. Naikan dosis secara titrasi. d. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit). e. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi. Efek tidak menguntungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β adalah: a.) Hipotensi simtomatik. b.) Perburukan gagal jantung. c.) Bradikardia. c. Pengaruh Latihan Nafas Dalam terhadap Sensitivitas Barofleks Arteri Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang berdampak pada kualitas hidup klien. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Hasil penerapan evidance based nursing, latihan nafas dalam dapat memberikan pengaruh terhadap sensitivitas barorefleks. Hasil setelah diberikan intervensi selama seminggu terdapat peningkatan tekanan darahsistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg, nilai denyut nadi mengalami penurunan dari 88 kali/menit menjadi 80 kali/menit dan pada frekuensi pernafasan terjadi penurunan dari 24 kali/menit menjadi 18 kali/menit. Sensitivitas baroreflek dapat ditingkatkan secara signifikan dengan bernafas lambat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan peningkatan aktivitas 80 vagal danpenurunan simpatis yang dapat menurunkan denyut nadi dan tekanan darah. Penurunan tekanan darah dan reflek kemoresptor juga dapat teramati selama menghirup nafas secara lambat dandalam. Metode latihan relaksasi nafas adalah dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan yang otomatis misalnya fungsi digestif dan kardiovaskuler. Sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yang kerjanya saling berlawanan yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh meningkatkan denyut jantung dan pernapasan serta menimbulkan penyempitan pembuluh darah perifer dan pembesaran pembuluh pusat. Saraf parasimpatis bekerja menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Pada waktu orang mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis sehingga denyut jantung, tekanan darah, jumlah pernafasan, aliran darah ke otot sering meningkat (Balady, 2007). 81 BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Dari hasil pengkajian dan diskusi mengenai kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa Palliative Care atau perawatan paliatif adalah perawatan total yang dilakuukan secara aktif terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup dan keluarga pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisiplin. Dimana tujuan dari perawatan paliatif care adalah memberikan perasaan nyaman pada pasien dan keluarga. Namun, pelayanan perawatan paliatif tidak hanya mengatasi masalah fisik pasien akan tetapi juga mencakup masalah dari aspek psikologis, sosial dan spiritual. Dan kesimpulan mengenai CABG didapatkan bahwa CABG merupakan suatu prosedur yang dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri koroner dengan memotong jaringan vena (saphenous vein) dan arteri (internal mammary artery) milik pasien sendiri (Perrin, 2009). Dan juga dari hasil diskusi kelompok 1B maka didapatkan kesimpulan mengenai infark miokard yaitu suatu nekrosis miokardium yangdiakibatkan oleh ketidak kuatan pasokan darah akibat dari penyumbaran akut pada arteri coroner. 5.2. SARAN 1. Bagi Mahasiswa Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengenali bagaimana perawatan paliatif care,konsep CABG dan infark miokard. 2. Petugas Kesehatan Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dengan disertainya makalah mengenai perawatan paliatif care,konsep CABG dan infark miokard ini mampu memberikan referensi yang berguna untuk meningkatkan penanganan dan pengetahuan bagi petugas medis untuk merawat pasien. 82 DAFTAR PUSTAKA Bulechek, Gloria M., et al (Editor).(2008). Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier. Doengoes, A. Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Feriyawati, Lita. (2005).Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) dengan Menggunakan Vena Saphenous, Arteri Mammaria Interna, dan Arteri Radialis. Sumatera: USU Repository. Gulanick, Meg dan Yudith Myers. (2011). Nursing Care Plans 7th Edition Diagnoses, Interventions, and Outcome. USA: Elsevier Mosby. Herdman, T. Heather (Editor), Alih bahasa Made Sumarwati, et al.(2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. Hardin, S. R. dan Roberta Kaplow. (2010). Cardiac Surgery Essentials For Critical Care Nursing. USA: Jones and Bartlett Publisher. Hartshrn, Jeanette C., et al. (1997). Introduction to Critical Care Nursing Second Edition. Philadelpia: Saunders Company. Aaronson, P.I., Ward, J.P.T., and Connolly, M.J., 2013. The Cardiovascular System at a Glance, 4th Edition, UK: John Wiley & Sons, Ltd., p. 96-97. Black.J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Managemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria. Budiman, Rosmariana S. dan Paramita P., 2015. Hubungan Dislipidemia, Hipertensi dan Diabetes Melitus dengan Kejadian Infark Miokard Akut. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, Vol. 10 No. 1, hal 32-37. Harms, R.W., et al. 2014. Heart Attack, Risk Factor. Mayo Clinic. http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/heartattack/basics/riskfactors/con-20019520. Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Perrin, Kathleen Ouimet. (2009). Understanding The Essentials of Critical Care Nursing. USA: Pearson Prentice Hall. Price, Sylvia A., dan Lorraine M. W. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC. Seeley, R. R., et al. (2002). Essentials of Anatomy and Physiology Fourth Edition. USA: Mc. Graw Hill Higher Education. 83 Sheree. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. USA: Delmar Learning. Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC. Yodang. (2018). Buku Ajar Keperawatan Paliatif Berdasarkan Kurikulum AIPNI 2015. CV. Trans Info Media. Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern, Alih bahasa Esty Wahyuningsih. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9: diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria Hasil NOC edisi 9. Jakarta: EGC WHO. World Health Organization. Definition of Palliative Care. 2002; diunduh dari: http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/.Anonym, Bulan Peduli Kanker Payudara Sedunia:60% Pasien Kanker Payudara di RS Dharmais Datang Pada Stadium Lanjut; diunduh dari:http:/www.suarapembaruan.com/home/60-pasien-kanker-payudara-di-rsdharmais-datang-pada-stadium-lanjut/43671 Sunaryadi T. dan Razak. Surabaya Kota Paliatif. Citra dan pesonanya. 1 ed. 2012, Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. Surabaya, 2012. Departemen Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 812/Menkes/SK/VIl/2007tentang Kebijakan Perawatan Paliatif. Effendy C, Vissers K, Osse BH, Tejawinata S,Vernooij-Dassen M, Engels Y., Comparison of Problems and Unmet Needs of Patients with Advanced Cancer in a European Country and an Asian Country. Pain Pract, 2014. Effendy C, Vissers K, Woitha K, van Riet Paap J, Tejawinata S, Vernooij-Dassen M, Engels 2/2Face-validation of quality indicators for organisation of palliative care in hospitals in Indonesia: a contribution to quality improvement. Supportive Care in Cancer, 2014. Aranda Sanchia and Margaret O’Connor. (1999) Palliative Care Nursing: A Guide to Practice. Melbourne , Ausmed Publications. Keliat, Budi anna. dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC 84 1