LAPORAN TUTOR KASUS 1
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF
DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG STADIUM AKHIR
DOSEN PENGAMPU:
Dr.Andi Subandi, S.Kep.,M.Kes
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1B
Maolia Juliana
G1B119004
Mutiara Prasani
G1B119006
Silvi Kalmia
G1B119008
Silvi Salsabila
G1B119016
Ambarwati
G1B119028
Esa Surya Aulia
G1B119042
Syafril Manurung
G1B119052
Adek Putri
G1B119054
Dina Indriani
G1B119056
Ayu Komala Sari
G1B119066
Fadillah Nisa Afrilia
G1B119082
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
makalah dengan judul “ Laporan Tutor Kasus 1 Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif : Asuhan Keperawatan Paliatif dan Manajemen Keperawatan pada
Pasien Gagal Jantung Stadium Akhir “. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif serta membantu mengembangkan
kemampuan pemahaman pembaca terhadap asuhan keperawatan dan manajemen
perawatan paliatif pada pasien Gagal jantung. Pemahaman tersebut dapat dipahami
melalui pendahuluan , pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam
makalah ini .
Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini,
kami banyak mendapat bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pembimbing tutor mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif,
Dr. Ns. Andi Subandi,S.Kep., M.Kes
2. Rekan-rekan kelompok 1B Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang telah
banyak membantu serta telah memberikan masukan-masukan dalam penyusunan
makalah ini .
Didalam makalah ini dapat kami temukan infomasi yang berguna untuk mengatahui
dan menambah wawasan kita semua tentang keperawatan menjelang ajal dan paliatif
pada pasien gagal jantung. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
membutuhkan kritik dan saran yang membangun. Terima kasih
Jambi, 18 September 2021
Kelompok 1B
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4. Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1. KONSEP GAGAL JANTUNG ...................................................................... 4
2.1.1.
Definisi ................................................................................................ 4
2.1.2.
Etiologi ................................................................................................ 5
2.1.3.
Manifestasi Klinik ................................................................................ 5
2.1.4.
Pathway................................................................................................ 6
2.1.5.
Klasifikasi ............................................................................................ 6
2.1.6.
Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung ..................................... 7
2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG
DALAM KONTEKS PALIATIF ........................................................................... 8
2.2.1.
Pengkajian ............................................................................................ 8
2.2.2.
Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 11
2.2.3.
Intervensi Keperawatan ...................................................................... 13
2.3. MANAJEMEN PERAWATAN PALIATIF................................................. 40
BAB III ASKEP KASUS ...................................................................................... 43
3.1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG... 43
3.1.1.
Pengkajian .......................................................................................... 43
3.1.2.
Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 48
3.1.3.
Intervensi Keperawatan ...................................................................... 49
3.1.4.
Implementasi ...................................................................................... 57
3.1.5.
Evaluasi.............................................................................................. 57
ii
BAB IV LAMPIRAN ............................................................................................ 58
4.1. KASUS ....................................................................................................... 58
4.2. STEP 1 ........................................................................................................ 58
4.3. STEP 2 ........................................................................................................ 60
4.4. STEP 3 ........................................................................................................ 61
4.5. STEP 4 ........................................................................................................ 67
4.6. STEP 5 ........................................................................................................ 68
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 82
5.1. KESIMPULAN ........................................................................................... 82
5.2. SARAN ....................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 83
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system
kardiovaskular yang angka kejadiannya terus meningkat . Gagal jantung juga
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas. Menurut Abdullah
(2005) gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolism jaringan . Ciri-diri
yang penting dari defisini ini adalah pertama definisi gagal adalah relative terhadap
kebutuhan metabolic tubuh kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan .
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan
paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%,
penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan
memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%. Pada tahun 2011 terdapat 29 juta
orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif.
Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok
dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada
usia 0-14 tahun yaitu 6%. Prevelensi penyakit paliatif didunia berdasarkan kasus
tertinggi yaitu Benua pasifik Barat 29% di ikuti Eropa dan Asia tenggara masingmasing 22 % (WHO,2014). Kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar
1,5% (KEMENKES, 2014). Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan
penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini
bersifat meningkatkan kualiatas hidup .
Menurut data WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika Serikat
menderita Congestive Heart Failure. Menurut American Heart Association (AHA)
tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang
menderita gagal jantung (Padila, 2012). Penderita gagal jantung di Indonesia pada
tahun 2012 menurut data Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita
yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Resiko kematian yag diakibatkan oleh
1
Congestive Heart Failure adalah skitar 5-10% per tahun pada kasus gagal jantung
ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut
penelitia, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita Congestive Heart
Failure tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Kowalak, 2011).
Pendekatan perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak ) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, social atau spiritual (WHO, 2016). Perawatan paliatif
dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan
menggunakan pendekatan tim kesehatan yang serius. Perawat paliatif pada penyakit
kardiovaskuler meliputi manajemen nyeri dan gejala, dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang
tepat baik di rumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien .
Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang
Asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien gagal jantung.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah
bagaimana asuhan keperawatan dan manajemen perawatan paliatif pada pasien
gagal jantung?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dan manajemen
perawatan paliatif pada pasien gagal jantung
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa konsep gagal jantung
2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan perawatan paliatif
pada pasien gagal jantung
2
3. Untuk mengetahui bagaimana manajemen perawat paliatif pada
pasien gagal jantung
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Dalam dunia keperawatan hasil ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan/wawasan tentang asuhan keperawatan dan manajemen
perawatan paliatif pada pasien gagal jantung.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan wawasan perawat
mengenai bagaimana asuhan keperawatan dan manajemen perawatan
paliatif pada pasien gagal jantung.
2. Bagi Pengembangan Ilmu
Menambah informasi lebih lanjut bagi akademik atau institusi
pendidikan menganai asuhan keperawatan dan manajemen perawatan
paliatif pada pasien gagal jantung.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.KONSEP GAGAL JANTUNG
2.1.1. Definisi
Pada saat ini gagal jantung kongesti merupakan satu-satunya penyakit
kariovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian
akibat gagal jantung berkisar antara 5- 10 % pertahun pada gagal jantung ringan
yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung kongestif merupakan
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di Rumah Sakit
meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal. (R. Miftah,2004)
World Health Organization menyatakan bahwa pada tahun 2011, lebih dari
29 juta orang (29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit terminal. Di
perkirakan jumlahorang yang membutuhkan perawatan paliatif sebesar 20.4 juta
orang. Proporsi terbesar 94% pada orang dewasa sedangkan 6% pada anak-anak.
Apabila dilihat dari penyebaran penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif
adalah penyakit jantung (38,5%) dan kanker (34%) kemudian diikuti oleh
gangguan pernapasan kronik (10,3%), HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes (4,5%).
Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan
sekitar 530.068 orang.
Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap
bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan
keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau
sebaliknya
perkembangan
dari
penyakit
itu
sendiri
atau
memberikan
menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan
dan meningkatkan kualitas hidup orang menghadapi yang serius, penyakit yang
kompleks.
Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa
darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata
4
lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan (Harrison, 2013; Saputra, 2013). Pada kondisi
gagal jantung kongestif ada peningkatan tekanan vaskular pulmonal akibat gagal
jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal jantung kanan
(Aaronson&Ward, 2010).
2.1.2. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung dikelompokkan
berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna
Meliputi hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronik.
2. Faktor interna
a. Disfungsi katup : Ventricular septum defect (VSD), Atria
Septum Defect(ASD), Stenosis mitral, dan insufisiensi
mitral.
b. Distritmia : Atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart
block.
c. Kerusakan miokard : Kardiomiopati, miokrditis, dan
infark miokard.
d. Infeksi : Endokarditis bacterial sub akut.
2.1.3. Manifestasi Klinik
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. kongesti jaringan
c. peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh
batuk dan sesak nafas.
d. peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema
perifer umum dan penambahan berat badan.
e. penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental,
keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan
5
oliguria (Jayanthi Niken,2010).
2.1.4. Pathway
2.1.5. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas meliputi :
1
Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
2
Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau
aktivitas sehari – hari
3
Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-haritanpa
keluhan
6
4
Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun
dan harus tirah baring (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
2.1.6. Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung
1) Fase Manajemen Penyakit Kronis (NYHA I-III)
Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif untuk
memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala, pendidikan pasien dan
pengasuh, dan didukung manajemen diri pasien diberi penjelasan yang jelas
tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi, pengobatan,
dan
prognosisnya. Pemantauan reguler dan peninjauan yang tepat sesuai
dengan pedoman nasional dan protokol lokal.
2) Fase Perawatan Suportif dan Paliatif (NYHA III-IV)
Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang profesional
kunci diidentifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan perawatan dan
bekerja sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan paliatif, dan layanan
lainnya Tujuan perawatan bergeser untuk mempertahankan kontrol gejala dan
kualitas hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik dan multidisipliner
terhadap kebutuhan pasien dan perawat dilakukan Kesempatan untuk
mendiskusikan prognosis dan kemungkinan penyakit yang diderita secara
lebih rinci disediakan oleh para profesional, termasuk rekomendasi untuk
menyelesaikan rencana perawatan lanjutan layanan di luar jam kerja
didokumentasikan dalam rencana perawatan jika terjadi kerusakan akut.
3) Fase Perawatan Terminal
Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan ginjal,
hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan gagal jantung
untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi diklarifikasi,
didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua penyedia perawatan
Jalur perawatan terpadu untuk orang yang sekarat dapat diperkenalkan untuk
menyusun perencanaan perawatan Peningkatan dukungan praktis
emosional untuk pengasuh disediakan, terus mendukung
7
dan
berkabung
Penyediaan dan akses ke tingkat yang sama perawatan generalis dan
spesialis untuk pasien di semua pengaturan perawatan sesuai dengan
kebutuhan mereka (Jaarsma, 2009).
2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG
DALAM KONTEKS PALIATIF
2.2.1. Pengkajian
a) Identitas
Identitas Klien
Nama
Tempat dan Tanggal lahir
:
:
Usia
:
Jenis kelamin
:
Agama
:
Alamat
:
Pendidikan terakhir
:
Status Perkawinan
:
No. RM
:
Diagnosa Medis
:
Tanggal masuk RS
:
Tanggal pengkajian
:
Identitas Penanggung Jawab
Nama
:
Usia
:
Agama
:
Pendidikan terakhir
:
Hubungan dengan klien
:
b) Keluhan utama
:
c) Riwayat Kesehatan
-
Riwayat kesehatan saat ini
:
-
Riwayat kesehatan masa lalu
:
8
-
Riwayat kesehatan keluarga
:
d) Pola kebiasaan sehari hari
-
Nutrisi
:
-
Eliminasi
:
-
Olahraga dan Aktivitas
:
-
Istirahat dan Tidur
:
-
Personal Hygiene
:
e) Pemeriksaan Fisik
-
Kesadaran umum
:
-
Tanda-tanda vital
:
-
Head to toe
:
f) Pemeriksaan Penunjang
-
Tes Laboratorium
:
-
Pemeriksaan EKG
:
g) Pengkajian Sosial dan Dukungan Keluarga
1. Dukungan keluarga
Siapa yang tinggal bersama anda?
Adakah anggota keluarga (anak/orang dewasa) yang tergantung
kepada anda?
Adakah kecemasan mengenai keluarga anda?
2. Dukungan emosional dan sosial
Apakah anda memiliki dukungan pihak lain misal teman, tetangga, dll
Apakah anda memerlukan dukungan dari pihak lain
3. Kondisi praktikal
Apakah ada kesulitan dala mobilisasi, naik turun tangga, melakukan
pekerjaan rumah dll
Apakah
ada
kekhawatiran
penghasilan, keuangan?
9
terhadap
kebutuhan
perawatan,
h) Pengkajian Psikologis
1. Mood dan interest
Bagaimana suasana hati anda?
Dalam sebulan terakhir apakah anda merasa putus asa serta
kehilangan minat dalam melakukan hal yang anda sukai?
Apakah anda merasa depresi?
Apakah anda merasa tegang dan cemas?
Apakah anda pernah merasakan panic attack?
1. Penyesuian terhadap sakit
Apa pemahaman anda terhadap sakit saat ini?
Gali dengan hati-hati ekspektasi paseien
2. Sumber daya dan kekuatan
Apa sumber dukungan anda? (orang lain, hobi, kepercayaan, agama)
3. Nyeri multidimensi yang tidak terkontrol
Nyeri multidimensional yang tidak terkontrol misal psikososial,
spritual
4. Penyakit mental yang sudah ada sebelumnya
Pasien yang telah mimiliki penyakit mental sebelumnya beresiko
mengalami distress psikososial
i) Pengkajian Sprititual (Format HOPE)
H : Sources of Hope/Sumber Harapan
Apa yang memberi anda harapan (kekuatan, nyaman, dan
kedamaian) pada saat sakit?
O : Organised Religion/Organisasi keagamaan
Apakah anda bagian dari organisasi keagamaan atau kepercayaan?
Dalam hal apa dan bagaimana hal tersebut membantu anda?
P : Personal spirituality and practices/Spiritualitas pribadi dan praktik
Bagian apa dalam kepercayaan spiritual anda yang paing bermakna
secara pribadi?
E : Effect on medical care and end of life issues/Efek dari perawatan dan
isu akhir kehidupan
10
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Ditemukan Pada Pasien Paliatif:
1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2) Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan fungsi fisik dan
psikologis
3) Kurang perawatan diri (berdandan dan berpakaian) berhubungan dengan
gangguan fungsi fisik dan psikologis
4) Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi berhubungan
dengan perkembangan penyakit / efek samping pengobatan (ansietas,
iritasi mukosa saluran cerna , obstruksi usus, konstipasi dan kompresi
lambung).
5) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan gangguan fungsi fisik dan
psikologis.
6) Resiko cedera berhubungan dengan keterbatasan fisik dan psikologis.
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan takut akan kematian dan
prognosa yang tidak pasti.
8) Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan intake cairan
yang tidak adekuat
9) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek kemoterapi terhadap
mekanisme pertahanan tubuh
10) Nyeri kronis berhubungan dengan perkembangan penyakit kanker.
11) Kelemahan fisik berhubungan dengan perubahan fisiologi tubuh terhadap
chemoterapi.
12) Perubahan integritas kulit berhubungan dengan efek tirah baring yang
lama.
13) Perubahan pola seksual berhubungan dengan proses penyakit.
14) Perubahan proses berfikir berhubungan dengan proses penyakit.
15) Berduka berhubungan dengan proses kehilangan.
16) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan adanya lesi kanker.
17) Perubahan gambaran diri berhubungan dengan dampak pengobatan,
Kehilangan organ tubuh.
18) Takut berhubungan dengan proses penyakit (diagnosis kanker).
11
19) Gangguan fungsi keluarga dirumah berhubungan dengan penyakit dan
program pengobatan yang dialami.
20) Perubahan interaksi keluarga berhubungan dengan dampak dari prognosis
yang pasti.
12
2.2.3. Intervensi Keperawatan
NO
1
DIAGNOSA
Gangguan pola
TUJUAN
Pola nafas efektif
KRITERIA HASIL
1.
Pernafasan reguler,
RENCANA TINDAKAN
1.
Auskultasi bunyi nafas,
EVALUASI
1.
Pernafasan reguler,
nafas
dalam dan kecepatan
perhatikan bunyi nafas
dalam dan kecepatan
berhubungan
nafas teratur.
abnormal.
nafas teratur.
dengan
2.
Batuk efektif.
penumpukan
3.
sekret.
Monitor usaha pernafasan,
2.
Batuk efektif.
Tanda dan gejala
rasio inspirasi maupun
3.
Tanda dan gejala
obstruksi pernafasan
ekspirasi, penggunaan otot
obstruksi pernafasan
tidak ada :
tambahan pernafasan.
tidak ada : stridor (-),
Observasi produk sputum,
sesak
), weezing (-).
jumlah, warna, kekentalan.
nafas (-), weezing (-)
Suara nafas : vesikuler
Berikan posisi semi
kanan dan kiri.
fowler atau berikan posisi
vesikuler kanan dan
Sputum jernih, jumlah
miring aman.
kiri.
2.
stridor (-), sesak nafas (-
4.
5.
normal, tidak berbau
3.
6.
dan tidak berwarna.
6.
Tanda-tanda sekresi
7.
Ajarkan pasien untuk nafas
4.
5.
Suara nafas :
Sputum jernih, jumlah
dalam dan batuk efektif.
normal, tidak berbau
Berikan air putih hangat
dan tidak berwarna.
tertahan tidak ada :
2000 cc perhari jika tidak
demam (-), takhikardi (-),
ada kontra indikasi.
tertahan tidak ada :
Lakukan phisioterapi data
demam (-), takikardia
takipneu (-).
8.
13
6.
Tanda-tanda sekresi
sesuai indikasi.
2
Kurang perawatan diri Kebutuhan akan
berhubungan
perawatan diri
dengan
terpenuhi
1.
2.
3.
Lakukan suction bila perlu.
1.
Kaji kemampuan pasien
bersih dan segar
dalam
Mulut bersih dan tidak
kegiatan sehari- hari.
berbau
keterbatasan
fungsi fisik dan
Pasien tampak
9.
2.
Kulit tidak kering
melaksanakan
Motivasi untuk
melakukan kegiatan
sehari-hari.
psikologis
3.
Bantu pasien untuk mandi
baik ditempat tidur atau
menggunakan shower.
4.
Cuci rambut pasien sesuai
dengan kebutuhan.
5.
Lakukan perawatan kaki.
6.
Bantu untuk perawatan
perineal.
14
(-), takipneu (-)
1. Pasien tampak
bersih
dan segar
2. Mulut
bersih dan
tidak berbau
3. Kulit
tidak kering
7.
Pantau kondisi kulit.
8. Berikan pelembab/lotion
pada kulit.
9.
Bersihkan tangan pasien
setelah makan/toileting.
10. Bantu
pasien untuk oral
higiene.
3
Kurang perawatan diri Pasien mau
(berdandan dan
berpakaian dengan
berpakaian)
rapih dan
berhubungan dengan
berdandan
1.
2.
Pasien berpakaian
1.
Kaji kemampuan pasien
dengan rapih
untuk berpakaian dan
Pasien mau
berdandan sendiri.
berdandan
2.
gangguan fungsi fisik
Demonstrasikan cara
berpakaian pada pasien.
dan psikologis
3.
Kenakan pakaian pasien
setelah personal higiene
selesai.
4.
Motivasi pasien untuk
berpartisipasi dalam
memilih pakaian
sendiri.
15
1. Pasien
berpakaian
dengan rapi.
2. Pasien
mau berdandan.
5.
Bantu dan motivasi
pasien untuk
berdandan.
4
Ketidakmampuan
Pasien mampu
1. Pasien
mampu
dalam memenuhi
memakan
memakan makanan
kebutuhan nutrisi
makanan yang
dalam jumlah yang
berhubungan dengan
disenangi sesuai
adekuat.
perkembangan
dengan jumlah
penyakit / efek
dan waktu nya.
2. Keluarga
1.
dapat
2.
Pasien mempunyai
1.
Buat jadwal toileting.
jadwal BAB/BAK.
2.
Anjurkan pasien
Pasien BAB/BAK sesuai
untuk BAB/BAK
dengan jadwal.
sesuai dengan jadwal.
3.
Bantu pasien
menerima
untuk melepaskan
samping pengobatan
kemampuan pasien
pakaian dalam.
(ansietas, iritasi
untuk makan.
4.
Bantu pasien
mukosa saluran
menggunakan
cerna , obstruksi usus,
toilet/pispot/urinal
konstipasi dan
pada interval waktu
kompresi lambung).
tertentu.
5.
Jaga privasi pasien
selama BAB/BAK.
6.
Fasilitasi higiene toilet
setelah selesai
BAB/BAK.
16
7.
Ganti pakaian pasien
setelah BAB/BAK
kalau perlu.
8.
Siram toilet/bersihkan
alat.
5
Gangguan pola
Pasien akan
1. Pasien mempunyai
eliminasi
melakukan
jadwal BAB/BAK.
berhubungan dengan
BAB/BAK secara
gangguan fungsi fisik
teratur.
2. Pasien BAB/BAK
sesuai dengan jadwal.
dan psikologis.
6
Resiko cedera
Pasien tidak
1.
pasien tidak jatuh.
berhubungan dengan
mengalami cedera.
2.
pasien mampu
keterbatasan fisik
menggunakan sumber
dan psikologis.
daya yang dimilliki.
1.
2.
3.
Identifikasi kebutuhan rasa
1.
Pasien tidak jatuh.
aman pasien.
2.
Pasien mampu
Identifikasi lingkungan
menggunakan
yang membahayakan.
sumber daya yang
Identifikasi
dimilliki.
keterbatasan fisik
17
terhadap jatuh.
4.
Pantau kemampuan pasien
untuk berjalan.
5.
Hindarkan sumber-sumber
yang berbahaya.
6.
Atur lingkungan
untuk meminimalkan
pasien dari bahaya.
7.
Berikan alat bantu bila
diperlukan.
8.
Dekatkan barang-barang
yang dibutuhkan dengan
jangkauan pasien.
9.
Gunakan alat
pelindung (
penghalang tempat
tidur ).
10. Beritahu
keluarga
resiko berbahaya dari
lingkungan.
18
11. Atur
penerangan yang
cukup adekuat.
12. Anjurkan
pasien untuk
meminta bantuan jika
diperlukan.
7
Gangguan pola tidur
Pasien mampu
berhubungan dengan
menciptakan
malam hari dan
takut akan kematian
kembali pola
terbangun dengan
dan prognosa yang
tidur/istirahat.
tidak pasti.
1.
2.
Pasien akan tidur
1.
Kaji pola tidur dan aktifitas
1. Pasien
akan tidur
pasien
malam hari dan
Pantau dan catat pola
terbangun dengan
perasaan enak.
tidur/istirahat dan jumlah
perasaan enak.
Pasien/keluarga
jam tidur pasien.
2.
2. Pasien/keluarga
Kaji faktor yang
menyebutkan tindakan
yang digunakan untuk
memperberat masalah
yang digunakan untuk
meningkatkan tidur.
tidur/istirahat.
meningkatkan tidur.
menyebutkan tindakan
3.
4.
Berikan support
emosional/konseling
untuk membantu
menghilangkan
19
kecemasan.
5.
Atur lingkungan yang
nyaman untuk
meningkatkan tidur.
6.
Berikan massage pada
punggung dan atur posisi
yang nyaman.
7.
Berikan terapi
antidepressan sesuai
kebutuhan.
8.
Berikan antiansietas
sesuai kebutuhan.
9.
Berikan aktivitas yang
meningkatkan waktu
bangun atau mengurangi
tidur siang hari.
10.
Anjurkan penggunaan obat
tidur.
11.
Informasikan
pasien/keluarga tentang
20
faktor-faktor yang
memperberat gangguan
tidur/istirahat.
8
Perubahan membran
Membran mukosa
mukosa mulut
yang mengalami
lembab dan
terhadap
dan berwarna merah
berhubungan dengan
lesi sembuh dan
berwarna merah
kebersihan,kekeringan,
muda.
intake cairan yang
infeksi oral
muda
ulserasi dan tanda-tanda
tidak adekuat
tertangani dengan
Pasien dan keluarga
infeksi.
mampu melakukan
Bantu untuk melakukan
tindakan untuk
tindakan untuk
perawatan mulut setelah
meningkatkan
meningkatkan
makan.
kesehatan mulut.
baik.
1.
2.
Mukosa mulut
1.
mampu melakukan
kesehatan mulut
2.
3.
Lakukan pengkajian oral
Lakukan tindakan
perawatan mulut jika
terjadi stomatitis.
4.
Berikan es batu atau permen
yang agak keras dan basahi
dengan cairan jika mukosa
mulut mengalami
kekeringan.
21
1.
2.
Mukosa mulut lembab
Pasien dan keluarga
5.
Anjurkan untuk mencuci
mulut dengan teratur.
6.
Anjurkan untuk tidak
merokok dan minuman
alkohol.
7.
Hindari penggunaan
pencuci mulut yang dujual
bebas.
8.
Kolaborasi pemberian obat
untuk infeksi mulut.
9
Resiko tinggi infeksi
Tidak ada tanda-
Pasien/keluarga
1.
Kaji tanda-tanda infeksi.
berhubungan dengan
tanda infeksi.
mampu
2.
Lakukan teknik a/antiseptik.
mampu
efek kemoterapi
mendemonstrasikan
3.
Pantau hasil laboratorium
mendemonstrasikna
terhadap mekanisme
tidakan- tindakan
lekosit.
tidakan-tindakan
pertahanan tubuh.
pencegahan infeksi.
4.
Pantau tanda-tanda vital.
pencegahan infeksi.
Pasien/keluarga
5.
Anjurkan pasien untuk
1.
2.
akan melaporkan
1.
2.
Pasien/keluarga
Pasien/keluarga
cukup beristirahat.
akan
Ajarkan pasien dan
bila
peningkatan
keluarga mengenal tanda-
peningkatan suhu.
suhu.
tanda infeksi dan
bila terjadi
6.
22
melaporkan
terjadi
menurunkan resiko infeksi.
7.
Anjurkan keluarga untuk
menggunakan masker
apabila sedang infeksi
saluran nafas atas.
8.
Laporkan bila terjadi
peningkatan suhu tubuh.
9.
Pantau intake output.
10. Anjurkan
pasien untuk
banyak minum.
11. Berikan
antibiotika
sesuai anjuran.
10
Nyeri kronis
Nyeri terkontrol
berhubungan
pada tingkat yang
1.
Pasien/keluarga
1.
Kaji karakteristik nyeri.
mampu
2.
Evaluasi tindakan kontrol
mampu
nyeri.
mengidentifikasi
Evaluasi asal nyeri dan
tindakan- tindakan
atasi jika mungkin.
untuk mengontrol
Lakukan tindakan untuk
nyeri.
dengan perkembangan dapat ditoleransi.
mengidentifikasi
penyakit kanker.
tindakan- tindakan
3.
untuk mengontrol
nyeri.
2.
4.
Pasien/keluarga
meningkatkan
mampu melakukan
kenyamanan fisik dengan
23
1.
2.
Pasien/keluarga
Pasien/keluarga
mampu melakukan
3.
tindakan-tindakan
cara : Mempertahankan
tindakan- tindakan
untuk mengontrol
posisi, penggunaan tempat
untuk mengontrol
nyeri.
tidur khusus, penggunaan
nyeri.
Nyeri hilang/terkontrol.
kompres, mengurangi
stimuli lingkungan.
5.
Anjurkan dan ajarkan
teknik relaksasi.
6.
Anjurkan untuk
menggunakan teknik
distraksi.
7.
Berikan analgetik.
8.
Pantau dan atasi efek
samping pemberian
analgetik.
9.
Beritahu pasien/keluarga
tentang pengunaan obat yang
benar, efek samping obat
dan yang dapat dilakukan
jika terjadi.
24
3.
Nyeri hilang/terkontrol.
11
Kelemahan fisik
Pasien mempunyai
berhubungan dengan
tenaga yang
beristirahat sesuai
perubahan fisiologi
maksimal sesuai
kebutuhan.
tubuh terhadap
kebutuhan.
1.
2.
chemoterapi.
Pasien mampu
1.
Kaji tingkat kelelahan
1.
Pasien mampu
pasien.
beristirahat
Anjurkan pasien untuk
sesuai
Pasien akan tetap
mempertahankan pola
kebutuhan.
melakukan aktivitas
istirahat dan tidur.
2.
sesuai kemampuan.
3.
2.
Pasien akan tetap
Anjurkan pasien untuk
melakukan
mengekspresikan
aktivitas sesuai
perasaannya tentang
kemampuan.
keterbatasan yang ada.
4.
Bantu pasien untuk
merencanakan aktivitas
dan istirahat.
5.
ajarkan pasien tekhnik
relaksasi, distraksi, diet
imagary, relaksasi.
12
Perubahan integritas
Tidak terjadi
kulit berhubungan
gangguan
kulit tidak ada (kulit
dengan efek tirah
integritas kulit
utuh).
baring yang lama.
(kulit pasien utuh)
Kulit bebas dari
dan terbebas dari
1.
2.
Gangguan/kerusakan
implamasi dan iritasi.
25
1.
Hindari penekanan yang
1.
Gangguan/kerusakan
terus menerus.
kulit tidak ada (kulit
2.
Hindari penggunaan talk.
utuh).
3.
Lakukan dan ajarkan pada
keluarga untuk massage
2.
Kulit bebas dari
implamasi dan
trauma.
bagian punggung.
4.
iritasi.
Buat jadwal perubahan
posisi.
5.
Lakukan dan anjurkan
keluarga untuk merubah
posisi pasien sesuai
dengan jadwal.
6.
Pantau kondisi kulit.
7.
Jaga linen tetap bersih,
kering dan bebas dari
lipatan.
8.
Beritahu pasien/keluarga
untuk melaporkan bila
terdapat tanda- tanda
kemerahan, rasa tidak
nyaman dan nyeri pada
daerah yang tertekan.
13
Perubahan pola
Pasien/orang
1. Pasien menunjukan
seksual
terdekat
faktor resiko
terapeutik atas dasar saling
faktor resiko terhadap
berhubungan dengan
kembali untuk
terhadap kegagalan
percaya dan saling
kegagalan fungsi
26
1. Ciptakan hubungan
1. Pasien menunjukan
proses penyakit.
mendapatkan
fungsi seksual dan
menghargai dan menjaga
seksual dan perubahan
kepuasan
perubahan metode
privasi.
metode seksual yang
hubungan seksual.
seksual yang dapat
Kaji pengaruh
dapat diterima.
2.
diterima.
penyakit/pengobatan
2. Pasien mampu
mendiskusikan
pilihan untuk
3.
terhadap seksualitas sesuai
mendiskusikan pilihan
kebutuhan.
untuk menjaga fungsi
Anjurkan pasien untuk
reproduksi yang sesuai.
menjaga fungsi
mengungkapkan ketakutan
reproduksi yang
dan menanyakan
sesuai.
masalahnya.
4.
Diskusikan
tentang
alternatif ekspresi seksual
yang dapat diterima.
5.
Libatkan keluarga dalam
diskusi.
6.
Rujuk kalau perlu ke ahli
seksiolog.
7.
Anjurkan pasien untuk
menghindari kehamilan.
8.
27
2. Pasien mampu
Beritahu pasien/pasangan
tentang kemungkinan efek
jangka panjang pada fungsi
seksual sehubungan dengan
chemoterapi, radiasi dan
pembedahan sesuai
kebutuhan.
14
Perubahan proses
Pasien
berfikir berhubungan
menunjukan
psikologis pada
dan psikologis pasien
psikologis pada
dengan proses
perbaikan/terpelih
tingkat optimal.
sebelumnya.
tingkat optimal.
penyakit.
aranya proses
berfikir.
1.
2.
Fungsi mental dan
Tidak ada tanda-
1.
2.
tanda peningkatan
tekanan intra
3.
kranial.
Kaji riwayat fisik, sosial
Kaji tingkat orientasi
Kaji adanya perubahan
intra kranial.
Pantau status neorologis
secara ketat.
Kurangi stimulus pada
pasien.
6.
Berikan terapi sesuai
program.
28
Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan
sinkope.
5.
2.
Fungsi mental dan
pasien.
kesadaran, pusing dan
4.
1.
7.
Pantau intake output.
8.
Bila kejang lakukan.
penatalaksanaan
kejang.
10.
Identifikasi lingkungan
yang dapat
membahayakan pasien.
Batasi keinginan pasien
hanya pada hal-hal yang
diinginkan.
11.
Hindari pengkajian yang
tidak mungkin dijawab
pasien.
12.
Panggil nama pasien
ketika mulai
berinteraksi.
13.
Berikan pengarahan pada
hal- hal yang sederhana.
14.
Orientasikan pasien
terhadap orang,waktu
29
dan tempat.
15.
Informasikan keluarga
tentang pembatasan
pengunjung.
16.
Jelaskan pembatasan
kunjungan
keluarga/teman.
15
Berduka berhubungan Pasien mampu
1.
Pasien mampu
1.
Bantu pasien dalam
1.
Pasien
dengan proses
mengungkapkan
mendiskusikan
mengidentifikasi
mendiskusikan
kehilangan.
perasaan sedih
perasaannya.
kehilangan.
perasaannya.
atau
2.
kehilangannya.
Pasien mampu
2.
Pasien mampu
mengungkapkan
mempertahankan
hubungan dengan
perasaannya.
hubungan dengan
Bantu pasien dalam
orang lain/keluarga.
3.
Pasien mampu
mengungkapkan strategi
mempertahankan
koping pribadi.
mempertahankan
Bantu pasien/keluarga
perawatan diri.
perawatan diri.
4.
2.
mempertahankan
orang lain/keluarga.
3.
Anjurkan pasien untuk
mampu
4.
3.
Pasien mampu
Pasien mampu
untuk mengidentifikasi
mengidentifikasi
harapan hidup.
mengidentifikasi
Bantu pasien untuk
sumber- sumber yang
sumber- sumber
5.
30
4.
Pasien mampu
yang ada.
dapat menyampaikan
ada.
hal-hal yang sangat
diharapkan pasien.
6.
Hindari menutup
kenyataan.
7.
Dorong hubungan
terapeutik.
8.
Support dengan
pendekatan spiritual.
9.
Ajarkan pasien tentang
aspek- aspek harapan
yang positif.
16
Gangguan gambaran
Bau dan drainage
diri berhubungan
dapat terkontrol.
dengan adanya lesi
kanker.
1.
2.
Lesi bersih dan tidak
1.
Kaji kondisi lesi.
berbau.
2.
Bersikan luka
1. Lesi
bersih dan
tidak berbau.
Pasien/keluarga
dengan
mampu
menggunakan
mendemonstrasi
mendemonstrasi
antiseptik.
perawatan luka yang
Demonstrasikan
direkomendasikan.
perawatan luka yang
direkomendasikan.
3.
prosedur perawatan
kulit.
31
2.
Pasien/keluarga mampu
4.
Berikan antibiotik sesuai
dengan program.
5.
Sediakan ventilasi yang
cukup.
6.
Berikan kesempatan
klien mengekspresikan
penilaian terhadap
dirinya.
7.
Berikan penjelasan
sumber bau dan proses
terjadinya lesi.
4.
Berikan kesempatan
menilai perkembangan
luka.
32
17
Perubahan gambaran
Pasien dapat
diri berhubungan
menerima
mengidentifikasi
chemoterapi terhadap
mengidentifikasi
dengan dampak
terhadap
tindakan- tidakan
obat
tindakan-tidakan
pengobatan,
perubahan yang
untuk
menyebabkan
untuk
Kehilangan organ
terjadi.
meminimalkan
alopesia.
meminimalkan
Kaji dampak alopesia
akibat kehilangan
rambut.
terhada gaya hidup
rambut.
Pasien mampu
pasien.
1.
Pasien mampu
akibat kehilangan
tubuh.
2.
melakukan
1.
2.
Kaji
rencana
yang
1.
dapat
2.
Pasien mampu
Pasien mampu
Bantu pasien untuk
melakukan
tindakan-tidakan
mendiskusikan perasaan
tindakan- tidakan
untuk
tentang perubahan citra
untuk
meminimalkan
tubuh.
meminimalkan
Identifikasi tindakan
akibat kehilangan
untuk mengurangi
rambut.
3.
akibat kehilangan
4.
rambut.
dampak rambut rontok.
5.
Anjurkan pasien
untuk memotong
rambut yang
panjang.
6.
33
Bantu pasien untuk
mendapatkan rambut
palsu/wig selama rambut
belum tumbuh kembali.
7.
Informasikan pasien
tentang dampak dari
chemoterapi.
8.
Anjurkan pasien/keluarga
untuk melakukan
perawatan kulit kepala.
9.
Evaluasi perasaan pasien
terhadap
kehilangan
organ tubuhnya.
10.
Bantu pasien untuk
membedakan
penampilan fisik dan arti
hidup.
11.
Berikan Motivasi pasien
untuk mengungkapkan
eperasaannya.
12.
34
Anjurkan
untuk
melakukan
komunikasi
antara
terbuka
pasien
dan
keluarga.
13.
Diskusikan tentang
rekonstruksi/
menggunakan organ tiruan
jika perlu.
14.
Berikan kesempatan
pasien untuk bertemu
dengan orang yang
mempunyai pengalaman
yang sama dengan
kemampuan koping yang
baik.
35
18
Takut berhubungan
Klien mampu
1.
dengan proses penyakit mengatasi
(diagnosis kanker).
perasaan takutnya.
Pasien dapat
1. Kaji
mempercayai orang
2. Berikan
yang diajak bicara.
2.
Pasien mampu
perasaan takutnya.
1.
penjelasan terkait
mempercayai orang
sumber yang ditakuti.
3. Tunjukan
perhatian
Pasien dapat
yang diajak bicara.
2.
Pasien mampu
mengungkapkan
terhadap hal- hal yang
mengungkapkan
perasaannya denga
disampaikan.
perasaannya dengan
baik.
4. Dengarkan
pesan-pesan
yang disampaikan.
5. Berikan
respon tentang
pemahaman yang
disampaikan.
6. Bantu
pasien untuk
mengungkapkan
perasaannya dengan cara
yang tidak destruktif.
7. Bantu
pasien dalam
mengidentifikasi kekuatan
untuk mengatasi perasaan
takutnya.
36
baik.
19
Gangguan fungsi
Pasien dan
keluarga
keluarga mampu
dirumah berhubungan berfungsi secara
dengan penyakit dan
program pengobatan
yang dialami.
optimal.
1. Pasien dapat
1. Tentukan
akan
1. Pasien dapat
menjelaskan
kebutuhan perawatan
menjelaskan
kebutuhan akan
dirumah.
kebutuhan akan
perawatan dirumah.
2. Pasien/keluarga
2. Bantu
anggota
keluarga untuk
perawatan dirumah.
2. Pasien/keluarga
dapat
mengembangkan
dapat memanfaatkan
memanfaatkan
harapan yang realistis
sumber- sumber
sumber-sumber
terhadap diri dalam
dimasyarakat.
dimasyarakat.
menampilkan peran.
3. Tawarkan
solusi pada
masalah finansial sesuai
kebutuhan.
4. Rujuk
pasien pada
pelayanan sosial sesuai
kebutuhan.
5. Berikan
informasi
adanya sumber- sumber
yang ada dimasyarakat.
37
20
Perubahan interaksi
Keluarga mampu
1.
keluarga berhubungan untuk memenuhi
Keluarga
1.
memperlihatkan
kondisi pasien.
kedekatan dengan
Identifikasi perawatan
pasien.
kedekatan dengan
prognosis yang pasti.
dan emosional
pasien.
anggota keluarga.
2.
Keluarga berpartisipasi
diri yang tidak mampu
dalam perawatan
dilakukan oleh pasien.
berpartisipasi dalam
Identifikasi pilihan dan
perawatan pasien.
pasien.
3.
Keluarga
keluarga terhadap
kebutuhan fisik
2.
1.
memperlihatkan
dengan dampak dari
pasien dan
Kaji reaksi emosional
3.
2.
Keluarga
Keluarga dan pasien
kemampuan keluarga
mampu menggunakan
untuk terlibat dalam
mampu menggunakan
sumber-sumber yang
perawatan pasien.
sumber-sumber yang
Identifikasi
ada dimasyarakat.
ada dimasyarakat.
4.
permasalahan di dalam
keluarga.
5.
Support anggota
keluarga dalam
mempertahankan
hubungan keluarga.
6.
Fasilitasi dalam
berkomunikasi tentang
kekhawatiran/perasaan
38
3.
Keluarga dan pasien
antara pasien dan anggota
keluarga.
Support koping
7.
mekanisme yang
adaptif.
Fasilitasi interaksi
8.
keluarga dengan
rohaniawan.
Kenalkan keluarga pada
9.
keluarga lain yang
mempunyai pengalaman
yang sama.
10.
Berikan informasi pada
keluarga
tentang penyakit dan
perkembangannya.
39
2.3. MANAJEMEN PERAWATAN PALIATIF
Idealnya, pada pasien dengan penyakit terminal, dimana pelayanan kuratif tidak
dimungkinkan lagi bagi pasien maka pelayanan paliatif dibutuhkan oleh pasien
tersebut. Pelayanan paliatif ini hendaknya diberikan sejak awal perjalanan penyakit,
bersamaan dengan terapi lain untuk memperpanjang hidup. Menurut organisasi
kesehatan dunia (WHO), pelayanan paliatif diberikan dengan tujuan untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi berbagai
masalah terkait dengan penyakitnya melalui berbagai upaya pencegahan dan
penanganan pendertaan pasien dengan cara mengkaji permasalahan sejak awal dan
menangani masalah nyeri dan masalah lainnya, termasuk masalah fisik, psikososial,
dan spiritual.
Pelayanan paliatif hendaknya diberikan secara tim multidisiplin yang bekerja
sama untuk memberikan pelayanan personal pada pasien paliatif. Tim paliatif dapat
terdiri dari dokter, perawat, psikolog. ahli dietterdaftar, apoteker, pekerja sosial dan
pemberi pelayanan spiritual. Pendekatan multi disiplin ini memungkinkan tim
perawatan paliatif untuk mengatasi masalah fisik, emosional, spiritual, dan sosial yang
timbul dengan penyakit lanjut.
Perawatan paliatif yang efektif membutuhkan pengkajian yang akurat terkait
kebutuhan fisik dan emosional, dan perencanaan yang tepatuntuk mengatasi kebutuhan
personal pasien. Mengingat bahwa pelayanan paliatif hendaknya berpusat pada pasien
dan diberikan oleh tim multi profesional yang bekerja sama dengan pasien dan
keluarganya, maka pendekatan "Patient-Centered Care (PCC)y"atau "perawatan
berpusat pada pasien" sangat cocok untuk diterapkan dalam pelayanan paliatif. Dengan
pendekatan ini, pasien akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
personalnya dengan melibatkan keluarganya untuk meningkatkan kualitas hidupnya
dengan menjunjung tinggi aspek nilai/budaya,filosofi hidup, keinginan, dan otonomi
pasien.
40
Pendekatan PCC ini menggambarkan bagaimana layanan kesehatan dapat
diberikan oleh para profesional kesehatan dengan cara yang terbaik untuk setiap
individu pasien. Perawatan berpusat pada pasien ini menetapkan kemitraan antara
praktisi,pasien, dan keluarganya untuk memastikan bahwa keputusan pengobatan yang
diambil telah mempertimbangkan dan menghormati keinginan, kebutuhan, dan
preferensi pasien. Pasien telah mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan yang
dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dan berpartisipasi dalam perawatan mereka
sendiri.
Pemberi pelayanan kesehatan dan pasien dapat memiliki pendapat yang
berbeda dalam menyikapi permasalahan kesehatan pasien dan prioritas pelayanan.
Sebagai contoh, pasien lebih memperhatikan sejauh mana petugas kesehatan mengatasi
masalah pasien, sedangkan petugas kesehatan lebih terfokus pada kepatuhan terhadap
standar pelayanan. Hal ini merupakan tantangan bagi tim paliatif untuk mampu
membenkan pelayanan paliatif dengan pendekatan PCC dan tetap berpegang pada
standard pelayanan yang berlaku. Untuk itu diperlukan adanya standar pelayanan
paliatif baik di tingkat rumah sakit maupun di Puskesmas.
Tlah dilakukan validasi indikator kualitas pelayanan paliatif di rumah sakit."
Indikator kualitas pelayanan paliatif ini dapat digunakan sebagai alat untuk
mengevaluasi pemberian pelayanan paliatif yang ada di rumah sakit dan atau
digunakan sebagai alat untuk mempersiapkan pengembangan pelayanan paliatif di
rumah sakit dengan mengacu pada indikator yang ada. Mengacu pada indikator
kualitas, maka pelayanan paliatif dapat diselenggarakan dengan baik dan mengacu
pada kebutuhan personal pasien.
Tantangan untuk meningkatkan kualitas perawatan paliatif di Indonesia
tergantung dari kebijakan pemerintah, pendidikan perawatan paliatif yang lebih baik
dan kondisi sosial yang lebih baik secara umum di negeri ini. Untuk mencapai upaya
penyelenggraan pelayanan paliatif yang berkualitas dan mencapai tujuan pelayanan
41
yang optimal, maka diperlukan peningkatan kompetensi setiap petugas kesehatan
untuk penyelenggaraan pelayan paliatif ini, termasuk dokter, perawat, psikolog, ahli
gizi, social worker,dll. Adanya modul perawatan paliatif dalam kurikulum pendidikan
dokter dan keperawatan. Perlunya peningkatan penelitian dalam bidang perawatan
paliatif. Selain itu ddarkah peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan
perawat paliatif agar dapat berkontribusi
42
BAB III
ASKEP KASUS
3.1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL JANTUNG
3.1.1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas Klien
Nama
: Tn.D
Tempat dan Tanggal lahir
:-
Usia
: 65 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
:-
Alamat
:-
Pendidikan terakhir
:-
Status Perkawinan
:-
No. RM
:-
Diagnosa Medis
: gagal jantung stadium akhir
Tanggal masuk RS
:-
Tanggal pengkajian
:-
Identitas Penanggung Jawab
Nama
:-
Usia
:-
Agama
:-
Pendidikan terakhir
:-
Hubungan dengan klien
:-
b. Keluhan utama
:
Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat saat ini.
43
c. Riwayat Kesehatan
-
Riwayat kesehatan saat ini
:
Tn.D di usia 65 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnosa gagal
jantung stadium akhir. Kondisi Tuan D saat ini mengalami kaheksia.Tuan
D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat saat ini.
-
Riwayat kesehatan masa lalu
:
Tn. D 12 tahun lalu didiagnosa mengalami Infark Miokard Akut dan
menjalani operasi CABG. Tn.D juga memiliki riwayat hiperkolesterolemia
serta penyakit hipertensi
-
Riwayat kesehatan keluarga
:-
d. Pola kebiasaan sehari hari
-
Nutrisi
:-
-
Eliminasi
:-
-
Olahraga dan Aktivitas
:
Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat.
-
Istirahat dan Tidur
: Tuan D mengeluh sesak nafas
meskipun dalam kondisi istirahat
-
Personal Hygiene
:-
e. Pemeriksaan Fisik
-
Kesadaran umum
:-
-
Tanda-tanda vital
:-
-
Head to toe
:-
f. Pemeriksaan Penunjang
-
Tes Laboratorium
:-
-
Pemeriksaan EKG
:-
44
g. Pengkajian Sosial dan Dukungan Keluarga
1. Dukungan keluarga : 2. Dukungan emosional dan sosial :
Pasien memiliki dukungan dari pihak keluarga.
3. Kondisi praktikal :
Tuan D mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat. Karena
Tn.D menolak untuk dilakukan perawatan di rumah sakit dan menginginkan
untuk dirawat di rumah saja keluarga merasa bingung dengan keputusan
yang harus diambil.
h. Pengkajian Psikologis.
1. Mood dan interest : 2. Penyesuian terhadap sakit : 3. Sumber daya dan kekuatan
Keluarga pasien yang mensupport untuk perawatan pasien.
4. Nyeri multidimensi yang tidak terkontrol : 5. Penyakit mental yang sudah ada sebelumnya : -
i.
Pengkajian Sprititual (Format HOPE)
H : Sources of Hope/Sumber Harapan : O : Organised Religion/Organisasi keagamaan : P : Personal spirituality and practices/Spiritualitas pribadi dan praktik : E : Effect on medical care and end of life issues/Efek dari perawatan dan isu
akhir kehidupan : -
45
NO.
1.
Data Fokus
Etiologi
Ketidakseimbangan
DS:
1. Tuan D mengeluh sesak antara
nafas
suplai
Problem
Intoleransi
dan aktivitas
dalam kebutuhan oksigen
meskipun
kondisi istirahat
DO:
1. Kondisi Tn. D saat ini
mengalami kaheksia
2. Pasien didiagnosa gagal
jantung stadium akhir
3. 12
tahun
didiagnosa
lalu
pasien
mengalami
Infark Miokard Akut
4. dan
menjalani
operasi
CABG
5. Tn.D
juga
memiliki
riwayat
hiperkolesterolemia
6. dan penyakit hipertensi
2.
Faktor biologis
DS:
1. Tuan D mengeluh sesak
nafas
meskipun
Ketidakseimba
ngan
dalam
nutrisi
kurang
kondisi istirahat
kebutuhan
tubuh
DO:
1. Kondisi Tn. D saat ini
mengalami kaheksia
46
dari
2. Pasien didiagnosa gagal
jantung stadium akhir
3. 12
tahun
lalu
didiagnosa
pasien
mengalami
Infark Miokard Akut
4. dan
menjalani
operasi
CABG
5. Tn.D
juga
memiliki
riwayat
hiperkolesterolemia
6. dan penyakit hipertensi
3.
Kurangnya pajanan
DS:
Defesiensi
pengetahuan
1. Tuan D mengeluh sesak
(Keluarga)
nafas meskipun dalam
kondisi istirahat
DO:
1. Tn.D menolak untuk
dilakukan perawatan di
rumah sakit
2. Keluarga merasa bingung
dengan keputusan yang
harus diambil.
4.
DS:
Keputusasaan
1. Tuan. D mengeluh sesak
nafas
meskipun
dalam
kondisi istirahat
47
DO:
1. Kondisi Tn. D saat ini
mengalami kaheksia
2. Pasien didiagnosa gagal
jantung stadium akhir
3. 12
tahun
lalu
didiagnosa
pasien
mengalami
Infark Miokard Akut
4. dan
menjalani
operasi
CABG
5. Tn.D
juga
memiliki
riwayat
hiperkolesterolemia
6. dan penyakit hipertensi
7. Tn.D
menolak
untuk
dilakukan perawatan di
rumah sakit
8. Keluarga merasa bingung
dengan keputusan
yang
harus diambil.
3.1.2. Diagnosa Keperawatan
1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
3) Defesiensi pengetahuan (Keluarga) berhubungan dengan kurangnya pajanan
4) Keputusasaan
48
3.1.3. Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
1.
Intoleransi
berhubungan
ketidakseimbangan
NOC
NIC
aktifitas NOC
1. Perawatan jantung: rehabilitatif
dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
a) Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas
antara
1x24 jam pasien toleransi terhadap aktivitas
b) Intruksikan pasien dan keluarga mengenai
suplai dan kebutuhan oksigen
dengan kriteria hasil:
pertimbangan khusus terkait
1) Frekuensi jantung 60-100 x/menit
aktivitas
2) Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas 16-
pembatasan aktivitas dan meluangkan
20 x/menit
waktu istirahat).
3) Kemudahan bernapas ketika beraktifitas
sehari-hari
dengan
(misalnya,
2. Manajemen energi
4) Tekanan darah ketika beraktivitas sistol 100-
a) Tingkatkan tirah baring/pembatasan
140 mmHg dan diastole 60-90 mmHg dengan
kegiatan (misalnya, meningkatkan jumlah
rata-rata 120/80 mmHg
waktu istirahat pasien)
b) Evaluasi motivasi dan keinginan subjek
untuk meningkatkan aktivitas
c) Monitor intake/asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang adekuat.
49
d) Monitor sistem kardiorespirasi pasien
(misalnya, takikardia, dispnea, frekuensi
pernafasan).
e) Monitor tanda-tanda vital pasien
2.
Ketidakseimbangan
nutrisi NOC
Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan faktor 1x24 jam pasien dengan Kriteria Hasil:
2. Kolaborasi
biologis
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai
ahli
gizi
untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
peningkatan
3. Anjurkan pasien untuk
fungsi
pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang
meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan
dengan
meningkatkan
protein dan vitamin C yang dibutuhkan
pasien.
5. Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkanintake Fe
berarti
6. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
50
7. Berikan substansi gula
8. Yakinkan diet yang dimakan
9. mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
10. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
11. Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat
catatan makanan harian.
12. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
13. Berikan
informasi
tentang
kebutuhannutrisi
14. Kaji kemampuan pasien untuk
15. mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
51
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
4. biasa dilakukan
5. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
6. Monitor lingkungan selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
8. Monitor
kulit
kering
dan
perubahan
pigmentasi
9. Monitor turgor kulit Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
52
14. Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
15. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
3.
Defesiensi
pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Teaching: disease Process
(Keluarga)
berhubungan
1x24 jam pasien dengan Kriteria Hasil:
1. Berikan
dengan kurangnya pajanan
1. Pasien
dan
pemahaman
keluarga
tentang
menyatakan
penyakit,
kondisi,
prognosis dan program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
penilaian
tentang
tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang
kesehatan lainnya.
tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
yang tepat
53
5. Identifikasi kemungkinan penyebab,dengan
cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
12. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
54
13. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat.
4.
Keputusasaan
dengan
berhubungan NOC
1. Tindakan keperawatan ners
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
a. Kaji tanda dan gejala keputusasaan
1x24 jam klien mampu:
b. Jelaskan proses terjadinya keputusasaan
1. Kognitif:
Diskusikan dengan klien:
a. Mengetahui perubahan/penurunan kondisi
fisik
2) Sistem pendukung yang dimiliki
b. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala,
penyebab dan akibat dari keputusasaan
c. Mengetahui cara mengatasi keputusasaan
2. Psikomotor:
a.
Mengidentifikasi
1) Kemampuan yang dimiliki
3) Harapan kehidupan
c. Latih hubungan sosial dengan lingkungan:
1)
Bercakap-cakap
dengan
sistem
pendukung
kemampuan
yang
dimiliki
2) Bercakap-cakap dengan lingkungan
d. Latih melakukan kegiatan sehari-hari:
b. Mengidentifikasi sistem pendukung yang
tersedia
1) Memenuhi kebutuhan makan
2) Memenuhi kebutuhan istirahat/tidur
55
c. Melatih hubungan sosial dengan sistem
pendukung
3) Merawat diri: kebersihan diri
4) Melakukan kegiatan spiritual
d. Melatih kegiatan hidup sehari-hari
3. Afektif:
e. Latih membangun harapan yang realistis
1) Diskusikan harapan dan keinginan
a. Merasakan manfaat latihan yang dilakukan
b. Merasa optimis dan bahagia
masa depan
2)
Bantu
klien
membuat
rencana
mencapai harapan secara bertahap
3) Berikan motivasi dan pujian atas
keberhasilan klien
56
3.1.4. Implementasi
Prinsip-prinsip didalam penanganan masalah keperawatan palliatif
didasarkan pada prioritas masalah keperawatan yang timbul.
3.1.5. Evaluasi
Evaluasi berdasarkan pada kategori masalah keperawatan disesuaikan
dengan kondisi pasien. Evaluasi mencakup dua elemen yakni evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Untuk dapat melihat keberhasilan setiap diagnosa
keperawatan diukur sesuai dengan kriteria hasil.
57
BAB IV
LAMPIRAN
4.1.KASUS
Tn.D di usia 65 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnosa gagal jantung
stadium akhir 12 tahun lalu pasien didiagnosa mengalami Infark Miokard Akut
dan
menjalani
operasi
CABG
itu.
Tn.D
juga
memiliki
riwayat
hiperkolesterolemia serta penyakit hipertensi kondisi Tuan D saat ini mengalami
kaheksia. Tuan D juga mengeluh sesak nafas meskipun dalam kondisi istirahat
saat ini. Tn.D menolak untuk dilakukan perawatan di rumah sakit dan
menginginkan untuk dirawat di rumah saja keluarga merasa bingung dengan
keputusan yang harus diambil.
LO :
a. Konsep penyakit dan Askep pada pasien gagal jantung dalam konteks
perawatan paliatif
b. Bagaimana manajemen perawatan paliatif pada kasus tersebut?
4.2. STEP 1
1. Kaheksia
2. Operasi
3. Hipertensi
4. Infark miokard akut
5. Hiperkolesterolemia
6. CABG
Jawab :
1. Kaheksia, yang merujuk kepada penurunan berat badan yang sangat banyak,
kelelahan, dan kelemahan yang disebabkan oleh penurunan massa otot,
merupakan salah satu gejala yang paling umum dijumpai pada orang yang
menderita kanker stadium lanjut. Orang yang menderita kanker stadium dini
58
biasanya
tidak
mengalami
kondisi
ini.
Disebut
juga
sebagai
sindrom wasting, kaheksia ditandai dengan hilangnya lemak tubuh dan
massa tulang seiring dengan semakin sulitnya pasien untuk menelan atau
mencerna makanan atau cairan, dan kehilangan nafsu makan mereka bahkan
terhadap makanan yang biasanya mereka sukai. Sebagai hasil dari gizi buruk
yang tanpa disengaja, para pasien kanker yang menderita kaheksia dapat
mengalami penurunan berat badan secara signifikan dan pada akhirnya
menjadi sangat kurus dan kekurangan gizi. Kaheksia jantung (cardiac
cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup. Jika
selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai
kaheksia.
2. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.
Tindakan pembedahan yang menggunakan cara infasif dengan membuka
atau menampilkan bagian tubuh dan tindakan ini dilakukan untuk
mendiagnosa / mengobati penyakit, injuria tau deformitas tubuh.
3. Hipertensi, kondisi ketika seseorang mengalami tekanan darah yang terukur
lebih tinggi dari angka normal. Hipertensi adalah istilah medis dari penyakit
tekanan darah tinggi. Kondisi ini dapat mengakibatkan berbagai komplikasi
kesehatan yang membahayakan nyawa sekaligus meningkatkan risiko
terjadinya penyakit jantung, stroke, bahkan kematian.
4. Infark miokard akut adalah istilah medis dari serangan jantung. Kondisi ini
terjadi saat aliran darah ke arteri koroner jantung mengalami penyempitan.
Hal ini akan membuat otot jantung kekurangan oksigen dan mengalami
kerusakan. Nekrosis miokardium akibat interupsi aliran darah yang sering
tumpeng tindih dengan thrombus coroner selama 7 hari.
59
5. Hiperkolesterolemia merupakan kondisi yg ditandai dengan jumlah kadar
kolesterol yang tinggi dalam darah. Kolesterol tinggi dapat membatasi aliran
darah. Dapat juga meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke.
Kondisi ini terdeteksi melalui tes darah. Hiperkolesterolemia merupakan
hasil dari meningkatnya produksi dan atau meningkatnya penggunaan LDL
(Low Density Lipoprotein). Hiperkolesterolemia dapat merupakan
hiperkolesterol familial atau dapat disebabkan karena konsumsi kolesterol
tinggi. hiperkolesterolemia familial (HF) merupakan kelainan genetik
tersering penyebab terjadinya penyakit jantung koroner/aterosklerosis.
6. CABG adalah singkatan dari coronary artery bypass graft, yaitu prosedur
operasi untuk mengobati penyakit jantung koroner. Prosedur ini dilakukan
khusus bagi mereka yang mengalami penyumbatan atau penyempitan arteri
serius.
4.3. STEP 2
1. Pada kasus dijelaskan bahwa klien mengalami kaheksia , apa penyebab
terjadinya kaheksia dan bagaimana cara pengotannya?
2. Apakah pengobatan atau terapi yang telah dilakukan sebelumnya tetap
dilakukan atau dihentikan setelah pemberian perawatan paliatif kepada tn.d.
Berserta alasannya?
3. Apakah ada terapi komplementer yang dapat di intervensikan kepada tn. D
untuk mengurasi rasa sesak yang di alaminya? Jika ada terapi apa yang akan
diberikan?
4. Bagaimana tindakan perawat ketika pasien meminta untuk dilakukan
perawtan dirumah sedangkan keluarga pasien merasa bingung dg keputusan
pasien, bagaimana juga mengatasi kebingungan keluarga pasien tersebut?
5. Tn.D sudah pada fase tahap akhir, dan pasien sudah tidak aktif untuk
melakukan kegiatan, bagaimana peranan perawat untuk meningkatkan
kulalitas hidup Tn.D?
6. Apakah ada treatmenT khusus pada pasien infark miokard yang sesuai pada
kasus?, jika ada tolong jelaskan!
60
7. Apakah riwayat hiperkolesterolemia serta penyakit hipertensi pada pasien
ada kah hubunganya dengan keluhan yang pasien alami seperti sesak nafas
meskipun dalam kondisi istirahat?
8. Apakah terapi atau pengobatan yang tepat untuk mengatasi penyakit yang
dialami pasien?
9. Apa saja resiko dan konsekuensi apabila perawatan tn.d dilakukan di
rumah?
10. Apa saja tanda dan gejala dari infark miokard akut?
4.4. STEP 3
1. Penyebab kaheksia sampai saat ini belum diketahui pasti apa yang jadi
penyebab kaheksia sebagai komplikasi kanker. Namun ada beberapa
pendapat bahwa sel-sel kanker yang tumbuh di dalam tubuh juga
menghasilkan zat kimia yang disebut dengan sitokin. Sitokin ini yang
kemudian membuat rusak organ-organ di tubuh. Saat organ tubuh menjadi
rusak, kebutuhan energi menjadi meningkat, tetapi akibat pasien tidak nafsu
makan dan tak ada makanan yang masuk, maka tubuh akan mengambil
makanan dari cadangan yang tersisa. Semakin lama cadangan tersebut
semakin habis, sehingga massa otot serta jaringan lemak berkurang sebagai
pengganti energi darurat. Pada beberapa kasus, penurunan berat badan
drastis dan hilangnya lemak serta massa otot tubuh ini menyebabkan
penampilan pasien kanker tampak seperti kerangka tulang dibalut kulit saja.
Mengatasi kaheksia
2. Karena kondisi ini cukup rumit dan disebabkan oleh berbagai hal, mengubah
pola makan saja tidak cukup mengatasi kaheksia. Maka dari itu, kaheksia
kanker biasanya ditangani dengan cara memberikan obat-obatan untuk
menurunkan kadar sitokin dalam tubuh, meningkatkan nafsu makan, serta
membuat kadar hormon tetap normal, sehingga tidak menyebabkan
penurunan berat badan. Beberapa jenis obat yang mungkin diberikan pada
pasien
dengan
kanker
kaheksia
adalah
Dexamethasone,
methylprednisolone, prednisone, dronabinol. Melakukan olahraga dengan
61
rutin juga dapat menolong pasien untuk membentuk massa otot kembali.
Bila ingin melakukan aktivitas fisik, biasanya pasien akan dibantu oleh ahli
fisioterapi.
3. Karena kondisi pasien sudah dalam keadaan terminal, maka tetap
dibutuhkan terapi medis untuk memperkecil gejala yang dirasakan yang
tidak bisa diatasi jika menggunakan aspek terapi non farmakologis. Pada
dasarnya perawatan paliatif itu tujuannya untuk meringankan keluhan fisik,
,memberi dukungan psikososial dan spiritual, serta memberi pemahaman
yang menyeluruh terkait diagnose penyakit, perjalanan penyakit, prognosis
penyakit sehingga pasien dan keluarga benar-benar mengerti terakit
penyakitnya. Untuk itu diperlukakan antara terapi medis didampingi dengan
perawatan paliatif.
4. Menurut salah satu penelitian jurnal terkait pengaruh hidro-aromaterapi
memberikan pengaruh besar pada pasien gagal jantung. Karena pengaruh
yang diberikan menghasilkan efek relaksasi, kenyamanan, penurunan stress
dan tekanan pikiran yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis
pasien. Metode tersebut mungkin saja bisa diterapkan untuk pasien dengan
gagal jantung. Hanya saja itu bergantung pada respon pasien, apakah terapi
tersebut memberi pengaruh atau tidak.
5. Pasien bisa diberikan perawatan paliatif. Tenaga kesehatan yang
berorientasi pada paliatif harus memliki sikap peduli terhadap pasien
(empati), menganggap pasien sebagai seorang individu karena setiap pasien
adalah unik, mempertimbangkan budaya pasien seperti faktor etnis, ras,
agama, dan faktor budaya lainnya yang bisa mempengaruhi penderitaan
pasien. Persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya adalah mutlak
diperlukan sebelum perawatan dimulai. Pasien dapat memilih tempat
dilakukannya perawatan. Misalnya pasien dengan penyakit terminal dapat
meminta untuk diberi perawatan di rumah sehingga dapat diberikan
pelayanan kunjungan rumah.
62
6. Sebelum kita memeberikan perawatan pada pasien tersebut, kita harus
mengetahui apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah, pendidikan, usia,
jenis kelamin, jenis pekerjaa, dan derajat nyha. Untuk usia, jenis kelas
kelamin dan derajat nyha tidak dapat kita rubah. Sehingga kita dapat
meningkatkan pendidikan kepada pasien dengan memberikan edukasi
mengenai penyakit yang sedang diderita, perawat juga dapat menjelaskan
apa saja konsekensi yang akan diterima olek pasien kedepannya. Perasawat
juga dapat berperan untuk memberikan gambaran mengenai kematian dan
konsep menjelang ajal.
7. Penatalaksanaan infark miokard khususnya accute miokard infark harus
dilakukan secepat mungkin dengan prinsip kegawatdaruratan dengan
tatalaksana awal atau treatment awal dilakukan dengan memberikan
pemeriksaan dan anamnesis yang mengarah ke angina pectoris tipikal. Nah
kalau ada kecurigaan adanya infaq kuat-kuat maka pasien perlu segera
mendapatkan tablet kunyah aspirin sebagai agen antitrombotik selanjutnya
ada terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi arteria koroner sesegera
mungkin dan untuk pasien infark miokard dengan kelainan anatomis arteri
koroner dan tidak bisa dilakukan pci atau pasien dengan komplikasi
gangguan mekanik jantung membutuhkan Coronary Artery Bypass Grafting
(CABG).
8. A. Hubungan hiperkolesterolemia dengan keluhan sesak nafas
Tingginya kolesterol darah atau dikenal dengan hiperkolesterolemia, dapat
menyebabkan beberapa keluhan ringan sampai sedang. Hal ini tergantung
berapa lama proses ini terjadi dan seberapa besar efek yang ditimbulkan,
dan organ apa saja yang terpapar sumbatan pembuluh darah karena
timbulnya plak di pembuluh darah. Sesak nafas yang di keluhkan oleh
pasien juga mungkin sebagai akibat adanya gangguan pembuluh darah
akibat komplikasi tingginya koleaterol darah.
63
B. Hubungan hipertensi dengan keluhan sesak nafas
Diketahui bahwa sesal nafas saat berbaring atau beristirahat bisa disebabkan
karena darah tinggi tidak terkontrol, gangguan jantung maupun paru.
Tekanan darah tinggi sangat parah bisa menyebabkan gejala seperti sakit
kepala atau
sesak
napas.
Sesak
napas
merupakan
tanda
kondisi hipertensi paru atau disebut juga hipertensi pulmonal, kondisi ini
berarti ada arteri yang tersumbat atau menyempit di paru-paru. Hipertensi
paru biasanya memburuk seiring berjalannya waktu. Jika tak ditangani
dengan benar, kondisi ini bisa menyebabkan gagal jantung.
9. Karena pasien tidak mau dirawat di rs dan keluarga merasa bingunh maka
terapi perilaku kognitif adalah pendekatan yang berorientasi pada solusi
yang mendorong klien dan keluarga untuk mengubah perilaku dan
pandangan mereka. Pendekatan terapi ini dapat disesuaikan dengan masalah
mendasar setiap pasien, perawatan paliatif adalah perawatan yang diberikan
kepada pasien dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa. Perawatan
paliatif memberikan penanganan secara menyeluruh mulai dari mengatasi
nyeri dan gejala lain yang dialami pasien, juga menyediakan pendampingan
psikologis, sosial, dan spiritual. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarganya,”Penanganan yang diberikan pada penyakit gagal jantung ini
dilakukan berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi. Kalau masih
distadium awal itu bisa diberikan obat-obatan untuk mengurangi tanda dan
gejala, serta mencegah bertambah buruknya kondisi penyakit. Tn. D ini dia
sudah ditahap atau stadium akhir. Tn. D ini sebelumnya juga sudah
dilakukan operasi cabg tapi masih terasa sesak nafas meskipun tidak
beraktivitas. Artinya pengobatannya masih belum berhasil, memang
penyakit ini sulit untuk disembuhkan, namun bagaimana cara kita agar
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Ada beberapa pembedahan seperti:angioplasty, pacemaker,transplantasi
jantung: mengangkat semua atau sebagian dari jantung dan menggantinya
dengan jantung sehat dari donor. Hal ini dilakukan pada pasien dengan gagal
jantung stadium akhir, ketika semua pengobatan tidak berhasil.menurut
64
penelitian,pasien gagal jantung stadium akhir satu-satunya pengobatan
adalah transplantasi jantung, yang saat ini tidak dpt dilkukan di Indonesia.
Adapun resiko yang mungkin di alami oleh tn.d jika di rawat di rumah
a. Fasilitas penyembuhan kurang atau bahkan tidak ada
b. Jika panyakit tn.d kambuh maka keluarga akan kesusahan untuk
membarikan pertolongan pertama yang akan mengakibatkan penyakit
semakin parah dan bahkam kematian jika telat datangnya pertolongan
c. Jika saat di rawat di rumah tn.d maka saat lama datangnya pertolongan
maka akan menyebabkan rasa nyeri di dada yang semakin sakit serta bisa
mengakibatkan pingsan
d. Jika pada saat di rawat di rumah dan pasien mengalami infrak miokard
maka jika lama datangnya pertolongan maka akan menyebabkan sesak
serta nyeri dada.
10. Tanda dan gejala infark miokard akut pada setiap orang tidak sama, Secara
mayor banyak serangan jantung yang berjalan lambat dengan tanda dan
gelaja berupa nyeri ringan dan perasaan tidak nyaman, bahkan ada orang
yang tidak mengalami gejala sama sekali atau biasa dikenal dengan silent
heart attack. Tetapi secara umum serangan ima ditandai dengan beberapa
hal, diantaranya :
a.) Nyeri dada yang secara mendadak dan berlangsung secara terus
menerus, terletak dibagian bawah sternum dan perut bagian atas.
b.) Nyeri yang juga disertai dengan sesak nafas dan nafas pendek, pucat,
c.) Timbulnya keringat dingin, mual, serta muntah.
d.) Nyeri dada mendadak dan terus menerus tidak mereda
e.) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetapkan sampai tak
tertahan lagi
f.) Faktor hereditas (anngota keluarga yang memiliki riwayat infark
miocard) maolia
g.) Tanda dan gejala infark miokard akut : infark miokard akut sering
didahului dengan dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada
seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam, dan terasa panas,
65
berlangsung > 30 menit bahkan sampai berjam-jam. Pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak ketakutan, gelisah, tegang, nadi sering
menurun, dan elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen st.
66
4.5. STEP 4
Tn. D (65 Tahun)
Riwayat Penyakit Masa Lalu :
Didiagnosa Infark Miokard
Akut dan menjalani operasi
CABG. (12 tahun lalu)
Gagal Jantung
Stadium Akhir
Riwayat Penyakit :
Hiperkolesterolemia dan
Hipertensi.
Saat ini mengalami
Kaheksia
Mengeluh sesak nafas
meskipun dalam kondisi
istrirahat
Klien menolak untuk dirawat
di Rumah Sakit dan memilih
untuk dirawat di Rumah saja.
Keluarga Bingung dengan
keputusan yang akan diambil.
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF DAN
MANAJEMEN PERAWATAN PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG STADIUM AKHIR
67
4.6. STEP 5
1. Konsep penyakit dan Askep pada pasien gagal jantung dalam konteks
perawatan paliatif .
Konsep penyakit
a. Definisi
Pada saat ini gagal jantung kongesti merupakan satu-satunya penyakit
kariovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko
kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5- 10 % pertahun pada gagal
jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung
kongestif merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan
ulang di Rumah Sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara
optimal. (R. Miftah,2004)
World Health Organization menyatakan bahwa pada tahun 2011, lebih
dari 29 jutaorang (29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit terminal. Di
perkirakan jumlahorang yang membutuhkan perawatan paliatif sebesar 20.4
juta orang. Proporsi terbesar 94% pada orang dewasa sedangkan 6% pada anakanak. Apabila dilihat dari penyebaran penyakit yang membutuhkan perawatan
paliatif adalah penyakit jantung (38,5%) dan kanker (34%) kemudian diikuti
oleh gangguan pernapasan kronik (10,3%), HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes
(4,5%). Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal
jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar
229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3%
atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.
Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah
setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada
pengurangan
keparahan
gejala
penyakit,
daripada
berusaha
untuk
menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu
sendiri atau memberikan menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk mencegah
dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang
menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa
68
darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan
kata lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Harrison, 2013; Saputra, 2013).
Pada kondisi gagal jantung kongestif ada peningkatan tekanan vaskular
pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal
jantung kanan (Aaronson&Ward, 2010).
b. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi
gagal
jantung
dikelompokkan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna
Meliputi hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronik.
2. Faktor interna
a) Disfungsi katup : Ventricular septum defect (VSD), Atria Septum
Defect(ASD), Stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b) Distritmia : Atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard
:
Kardiomiopati,
miokrditis,
dan infark
miokard.
d) Infeksi : Endokarditis bacterial sub akut.
c. Manifestasi Klinik
a.) Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b.) kKongesti jaringan
c.) Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh
batuk dan sesak nafas.
d.) Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema
perifer umum dan penambahan berat badan.
e.) Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental,
keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan
oliguria (Jayanthi Niken,2010).
69
d. Pathway
e. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas meliputi :
a) Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
b) Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat
atau aktivitas sehari – hari
c) Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan
d) Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
70
f.Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung
a) Fase Manajemen Penyakit Kronis (NYHA I-III)
Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif untuk
memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala, pendidikan pasien
dan pengasuh, dan didukung manajemen diri pasien diberi penjelasan yang
jelas tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi, pengobatan, dan
prognosisnya. Pemantauan reguler dan peninjauan yang tepat sesuai
dengan pedoman nasional dan protokol lokal.
b) Fase Perawatan Suportif dan Paliatif (NYHA III-IV)
Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang profesional
kunci diidentifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan perawatan
dan bekerja sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan paliatif, dan
layanan lainnya Tujuan perawatan bergeser untuk mempertahankan
kontrol gejala dan kualitas hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik
dan multidisipliner terhadap kebutuhan pasien dan perawat dilakukan
Kesempatan untuk mendiskusikan prognosis dan kemungkinan penyakit
yang diderita secara lebih rinci disediakan oleh para profesional, termasuk
rekomendasi untuk menyelesaikan rencana perawatan lanjutan layanan di
luar jam kerja didokumentasikan dalam rencana perawatan jika terjadi
kerusakan akut.
c) Fase Perawatan Terminal
Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan
ginjal, hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan gagal
jantung untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi diklarifikasi,
didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua penyedia
perawatan Jalur perawatan terpadu untuk orang yang sekarat dapat
diperkenalkan untuk menyusun perencanaan perawatan Peningkatan
dukungan praktis
dan emosional untuk pengasuh disediakan, terus
mendukung berkabung Penyediaan dan akses ke tingkat yang sama
perawatan generalis dan spesialis untuk pasien di semua pengaturan
71
perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka (Jaarsma, 2009).
Askep pada pasien gagal jantung dalam konteks perawatan paliatif
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
b. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas,
c. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
secara PQRST
d. Riwayat penyakit dahulu
Pernah dialami & pengobatan Dirawat & lamanya Alergi, Status
Imunisasi
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :
1. Situasi tempat kerja dan lingkungannya
2. Kebiasaan dalam pola hidup pasien.
3. Kebiasaan merokok
g. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :
1. Aktivitas/ istirahat
Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan
terus- menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada pada
saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.
2. Sirkulasi
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard
baru/ akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung,
bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
3. Integritas ego
72
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang
berhubungan
dengan
penyakit/keprihatinan
financial
(pekerjaan atau biaya perawatan medis)
4. Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien
berwarna gelap, suka berkemih pada malam hari (nokturia),
diare/kontipasi.
5. Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu
mual/muntah, bertambahnya berat badan secara signifikan.
6. Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan
klien yaitu selama aktivitas perawatan diri.
7. Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan
terkadang mengalami pingsan.
8. Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri
abdomen kanan atas dan sakit pada otot
9. Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk
atau dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum,
riwayat
penyakit
kronis,
penggunaan bantuan
pernapasan.
10. Masalah psikososial
Pasien terlihat cemas terhadap masalah penyakit yang
dideritanya
11. Masalah spiritual
Pasien biasanya kehilangan semangat untuk menjalankan
ibadahnya.
73
h. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien dengan gagal jantung
biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis dan
akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat
2. B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronchi
basah halus secara umum terdengar pada posterior paru.
3. B2 (Bleeding)
Inspeksi : Terdapat distensi vena jugularis, edema, pitting edema.
Palpasi
: Perubahan nadi yang cepat dan lemah, pulsus alternans.
Auskultasi : Terdengar suara crackles pada paru-paru.
Perkusi
: Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
4. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah
meringis, merintih, menangis, gelisah.
5. B4 (Bladder)
Pemantauan adanya oliguria sebagai tanda awal syok kardiogenik.
Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah.
6. B5 (Bowel)
Klien biasanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta
penurunan berat badan.
7. B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian ini adalah
kulit klien terasa dingin dan mudah lelah.
74
2. Diagnosa
a. Nyeri dada akut berhubungan dengan penurunan suplai darah ke
miokardium.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pada paru
(perubahan membran kapiler-alveolar).
c. Ansietas berhubungan dengan penyakit terminal.
3. Intervensi
Adapun intervensi keperawatan pada klien dengan gagal jantung
kongestif menurut NANDA (2013), adalah sebagai berikut :
a. Nyeri dada akut berhubungan dengan penurunan suplai darah ke
miokardium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
nyeri klien teratasi dengan
kriteria hasil :
1) Penurunan rasa nyeri dada (nyeri dada berkurang)
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Wajah rileks
4) Tidak terjadi penurunan perfusi perifer Intervensi :
a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
Rasional : untuk mendapatkan data mengenai nyeri dan untuk
menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya
pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dialami
oleh klien.
c) Minta klien untuk melaporkan nyeri (skala 0-10) atau
ketidaknyamanan dengan segera.
Rasional :nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak
d) Bantu klien untuk mengatur posisi fisiologis
75
Rasional : posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
jaringan yang mengalami iskemia
e) Istirahatkan klien
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pada paru
(perubahan membran kapiler-alveolar)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
gangguan pertukaran gas pasien dapat teratasi dengan
Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Sesak napas berkurang
3. Tidak ada penggunaan otot bantu napas
4. Analisa gas darah dalam batas normal Intervensi
a)
Kaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman dan usaha
napas
Rasional : mengetahui keefektifan dari pertukaran gas
pada klien2)
b) Pantau saturasi O2 dan pantau analisa gas darah klien
Rasional : saturasi O2 digunakan untuk mengetahui
tingkat oksigenasi pada jaringan dan analisa gas darah
digunakan untuk mengetahui perburukan pernapasan,
misalnya kadar PaO2 yang rendah dan PaCO2 yang
tinggi.
c) Pantau kadar elektrolit
Rasional : mencegah trjadinya asidosis yang dapat
memperberat keadaan
d) Pantau status mental (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah
dan konfusi)
Rasional : penurunan perfusi oksigen ke otak dapat
menyebabkan penurunan kesadaran
e) Meninggikan bagian kepala tempat tidur Rasional :
memaksimalkan potensial ventilasi
76
c. Ansietas berhubungan dengan penyakit Tujuan : Tidak mengalami
kecemasan
Kriteria hasil : Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan
dengan gangguan, menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi
normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya, dengan cara :
a) Berikan kepastian dan kenyamanan
b) Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan
c) Dorong klien
untuk mengungkapkan
setiap
ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya
d) Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutanketakutan mereka
4. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif
4. Evaluasi
a. Nyeri dada teratasi
b. Sesak nafas pasien teratasi
c. Ansietas berkurang
2. Bagaimana manajemen perawatan paliatif pada kasus tersebut?
a. Home Based Exercise Training (HBET)
Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk bed
rest yang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah fase akut
terlewati, pasien berada pada fase recovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu
saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi
77
aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai batuk.
Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk dalam
hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2013). Pasien gagal jantung biasanya
berpikiran bahwa melakukan aktivitas termasuk latihan fisik akan menyebabkan
pasien dengan gagal jantung sesak dan timbul kelelahan, sehingga mereka lebih
memilih untuk bed rest pada fase pemulihan. Oleh karena itu, pasien perlu
untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi
aktivitas dapat meningkat pula.
Kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan aktivitas seharihari akan mengganggu rutinitas pasien. Akibatnya, pasien kehilangan
kemampuan fungsional. Pada pasien gagal jantung, kapasitas fungsional sangat
berkaitan erat dengan kualitas hidup pasien. Kapasitas fungsional dapat
ditingkatkan, salah satunya dengan melakukan latihan fisik. Latihan ini meliputi:
tipe, intensitas, durasi, dan frekuensi tertentu sesuai dengan kondisi pasien
(Suharsono, 2013). Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti
peningkatan nadi, sesak napas, dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan
otot jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan
dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam
program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007). Aktivitas latihan fisik
pada pasien dengan gagal jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas
fisik tubuh, memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga dalam mencegah
perburukan dan membantu pasien untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti
sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2010).
Home-based exercise training (HBET) dapat menjadi salah satu pilihan
latihan fisik dan alternatif solusi rendahnya partisipasi pasien mengikuti latihan
fisik. Pasien yang stabil dan dirawat dengan baik dapat memulai program home
based exercise training setelah mengikuti tes latihan dasar dengan bimbingan
dan instruksi. Tindak lanjut yang sering dilakukan dapat membantu menilai
manfaat program latihan di rumah, menentukan masalah yang tidak terduga, dan
akan memungkinkan pasien untuk maju ke tingkat pengerahan yang lebih tinggi
jika tingkat kerja yang lebih rendah dapat ditoleransi dengan baik (Piepolli,
2011). Menurut Suharsono (2013), intervensi yang dilakukan berupa home
78
based exercise training berupa jalan kakiselama 30 menit, 3 kali dalam
semingguselama 4 minggu dengan intensitas 40-60% heart rate reserve, dan
peningkatan kapasitas fungsional dilakukan dengan SixMinute Walk Test
(6MWT).
b. Terapi Penyekat Beta sebagai Anti-Remodelling pada Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan sindrom kompleks yang ditunjukkan dengan
gejala seperti sesak napas saat beraktivitas dan membaik saat beristirahat, tanda
retensi cairan berupa kongesti pulmoner, edema ekstremitas, serta abnormalitas
struktur dan fungsi jantung. Keadaan tersebut berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa jantung. Penurunan fungsi pompa jantung dapat terjadi akibat
infark miokard, hipertensi kronis, dan kardiomiopati. Dalam hal ini, jantung
mengalami remodelling sel melalui berbagai mekanisme biokimiawi yang
kompleks dan akhirnya menurunkan fungsi jantung. Metroprolol merupakan
salah satu jenis ß-blocker yang berfungsi meningkatkan fungsi jantung dengan
menghambat
remodelling pada jantung. Metoprolol secara signifikan
meningkatkan fungsi ventrikel dosis tinggi 200 mg (n=48) sebagai terapi anti
remodelling, terbukti dengan penurunan LVESV 14 mL/m2 dan peningkatan
EF sebanyak 6% (Amin, 2015).
Berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung oleh (Siswanto dkk,
2015) bahwa penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA).
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan.
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak
adakebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat).
Sedangkan kontraindikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Asma
79
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung yaitu:
a. Inisiasi pemberian penyekat β.
b. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada
pasien dekompensasi secara hati-hati.
c. Naikan dosis secara titrasi.
d. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi
simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit).
e. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai
dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.
Efek tidak menguntungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β
adalah:
a.) Hipotensi simtomatik.
b.) Perburukan gagal jantung.
c.) Bradikardia.
c. Pengaruh Latihan Nafas Dalam terhadap Sensitivitas Barofleks Arteri
Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang
berdampak pada kualitas hidup klien. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah
kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme dasar
yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Hasil penerapan evidance based
nursing, latihan nafas dalam dapat memberikan pengaruh terhadap sensitivitas
barorefleks. Hasil setelah diberikan intervensi selama seminggu terdapat
peningkatan tekanan darahsistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg, nilai
denyut nadi mengalami penurunan dari 88 kali/menit menjadi 80 kali/menit dan
pada frekuensi pernafasan terjadi penurunan dari 24 kali/menit menjadi 18
kali/menit.
Sensitivitas baroreflek dapat ditingkatkan secara signifikan dengan
bernafas lambat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan peningkatan aktivitas
80
vagal danpenurunan simpatis yang dapat menurunkan denyut nadi dan tekanan
darah. Penurunan tekanan darah dan reflek kemoresptor juga dapat teramati
selama menghirup nafas secara lambat dandalam. Metode latihan relaksasi nafas
adalah dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf
otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan yang
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf
otonom berfungsi mengendalikan gerakan yang otomatis misalnya fungsi
digestif dan kardiovaskuler. Sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yang
kerjanya saling berlawanan yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf
simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh
meningkatkan denyut jantung dan pernapasan serta menimbulkan penyempitan
pembuluh darah perifer dan pembesaran pembuluh pusat. Saraf parasimpatis
bekerja menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis.
Pada waktu orang mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah
sistem saraf simpatis sehingga denyut jantung, tekanan darah, jumlah
pernafasan, aliran darah ke otot sering meningkat (Balady, 2007).
81
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Dari hasil pengkajian dan diskusi mengenai kasus di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Palliative Care atau perawatan paliatif adalah perawatan total
yang dilakuukan secara aktif terutama pada pasien yang menderita penyakit yang
membatasi hidup dan keluarga pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisiplin.
Dimana tujuan dari perawatan paliatif care adalah memberikan perasaan nyaman
pada pasien dan keluarga. Namun, pelayanan perawatan paliatif tidak hanya
mengatasi masalah fisik pasien akan tetapi juga mencakup masalah dari aspek
psikologis, sosial dan spiritual.
Dan kesimpulan mengenai CABG didapatkan bahwa CABG merupakan
suatu prosedur yang dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri koroner dengan
memotong jaringan vena (saphenous vein) dan arteri (internal mammary artery)
milik pasien sendiri (Perrin, 2009).
Dan juga dari hasil diskusi kelompok 1B maka didapatkan kesimpulan
mengenai infark miokard yaitu suatu nekrosis miokardium yangdiakibatkan oleh
ketidak kuatan pasokan darah akibat dari penyumbaran akut pada arteri coroner.
5.2. SARAN
1. Bagi Mahasiswa Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan
mahasiswa dalam mengenali bagaimana perawatan paliatif care,konsep
CABG dan infark miokard.
2. Petugas Kesehatan Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan dengan disertainya makalah mengenai perawatan
paliatif care,konsep CABG dan infark miokard ini mampu memberikan
referensi yang berguna untuk meningkatkan penanganan dan pengetahuan
bagi petugas medis untuk merawat pasien.
82
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., et al (Editor).(2008). Nursing Interventions Classification
(NIC), Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
Doengoes, A. Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Feriyawati, Lita. (2005).Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) dengan
Menggunakan Vena Saphenous, Arteri Mammaria Interna, dan Arteri
Radialis. Sumatera: USU Repository.
Gulanick, Meg dan Yudith Myers. (2011). Nursing Care Plans 7th Edition
Diagnoses, Interventions, and Outcome. USA: Elsevier Mosby.
Herdman, T. Heather (Editor), Alih bahasa Made Sumarwati, et al.(2012).
Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Hardin, S. R. dan Roberta Kaplow. (2010). Cardiac Surgery Essentials
For
Critical Care Nursing. USA: Jones and Bartlett Publisher.
Hartshrn, Jeanette C., et al. (1997). Introduction to Critical Care Nursing Second
Edition. Philadelpia: Saunders Company.
Aaronson, P.I., Ward, J.P.T., and Connolly, M.J., 2013. The Cardiovascular System
at a Glance, 4th Edition, UK: John Wiley & Sons, Ltd., p. 96-97.
Black.J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Managemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
Budiman, Rosmariana S. dan Paramita P., 2015. Hubungan Dislipidemia,
Hipertensi dan Diabetes Melitus dengan Kejadian Infark Miokard Akut.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, Vol. 10 No. 1, hal 32-37.
Harms, R.W., et al. 2014. Heart Attack, Risk Factor. Mayo Clinic.
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/heartattack/basics/riskfactors/con-20019520.
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Perrin, Kathleen Ouimet. (2009). Understanding The Essentials of Critical Care
Nursing. USA: Pearson Prentice Hall.
Price, Sylvia A., dan Lorraine M. W. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC.
Seeley, R. R., et al. (2002). Essentials of Anatomy and Physiology Fourth Edition.
USA: Mc. Graw Hill Higher Education.
83
Sheree. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. USA: Delmar
Learning.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Yodang. (2018). Buku Ajar Keperawatan Paliatif Berdasarkan Kurikulum AIPNI
2015. CV. Trans Info Media.
Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern, Alih bahasa Esty Wahyuningsih. (2009).
Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9: diagnosis NANDA, intervensi NIC,
kriteria Hasil NOC edisi 9. Jakarta: EGC
WHO. World Health Organization. Definition of Palliative Care. 2002; diunduh
dari: http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/.Anonym, Bulan
Peduli Kanker Payudara Sedunia:60% Pasien Kanker Payudara di RS
Dharmais
Datang
Pada
Stadium
Lanjut;
diunduh
dari:http:/www.suarapembaruan.com/home/60-pasien-kanker-payudara-di-rsdharmais-datang-pada-stadium-lanjut/43671
Sunaryadi T. dan Razak. Surabaya Kota Paliatif. Citra dan pesonanya. 1 ed. 2012,
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. Surabaya, 2012.
Departemen Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
812/Menkes/SK/VIl/2007tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
Effendy C, Vissers K, Osse BH, Tejawinata S,Vernooij-Dassen M, Engels Y.,
Comparison of Problems and Unmet Needs of Patients with Advanced Cancer
in a European Country and an Asian Country. Pain Pract, 2014.
Effendy C, Vissers K, Woitha K, van Riet Paap J, Tejawinata S, Vernooij-Dassen
M, Engels 2/2Face-validation of quality indicators for organisation of palliative
care in hospitals in Indonesia: a contribution to quality improvement.
Supportive Care in Cancer, 2014.
Aranda Sanchia and Margaret O’Connor. (1999) Palliative Care Nursing: A Guide
to Practice. Melbourne , Ausmed Publications.
Keliat, Budi anna. dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
84
1