TEORI MODAL SOSIAL
Oleh:
Bintan Dzumirroh Ariny1
A. Latar Belakang
Pada kelompok masyarakat tidak cukup hanya mengandalkan bantuan dari luar
untuk mengatasi kesulitan ekonomi, tetapi mereka sendiri juga harus secara bersama-sama
memikirkan dan melakukan langkah-langkah terbaik guna mengatasi masalah di masyarakat
dengan mengerahkan segenap potensi dan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian
modal sosial menekankan perlunya kemandirian dalam mengatasi masalah sosial dan
ekonomi, sementara bantuan dari luar dianggap sebagai pelengkap guna memicu inisiatif dan
produktivitas yang muncul dari dalam masyarakat sendiri.2
Sebagai konsep sosiologis modal sosial merupakan pendekatan yang semakin
intensif digunakan dalam mengatasi masalah kemiskinan di banyak negara, termasuk di
Indonesia. Dalam mengidentifikasi dan menguliti persoalan-persoalan pembangunan
misalnya, pendekatan ekonomi (klasik/neo-klasik) menganggap bahwa kelembagaan
(informal) yang hidup dalam struktur sosial tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan
ekonomi seperti investasi, distribusi, konsumsi.
Namun, pandangan ini bertolak dengan pendekatan sosiologi menentang asumsiasumsi rasionalitas material sebagai strategi pembangunan. Diluar hal tersebut, analisis
ekonomi yang cenderung kuantitatif dianggap oleh para sosiolog sangat mendangkalkan
kompleksitas relasi sosial yang ada di masyarakat sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diproduksi selalu gagal dalam beroperasi. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan
menuliskan tentang teori modal sosial dan implementasinya dalam masyarakat.3
1
Alumni Program Magister Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, S1 Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan S1 Ilmu Hukum Sekolah
Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri Malang
2
Rusydi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 5
No 1 Tahun 2003
3
Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori dan Kebijakan, (Jakarta : Erlangga,
2012), h. 138
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dan konsep teori modal sosial ?
2. Bagaimana implementasi teori modal sosial dalam masyarakat ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
sebagaimana berikut:
1. Mengetahui dan memahami pengertian dan konsep teori modal sosial.
2. Mengetahui dan memahami implementasi teori modal sosial dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Bentuk Modal Sosial
Pertama kali teori modal sosial dituliskan oleh Pierre Bourdieu yang dipublikasikan
pada akhir abad 1970-an yang berjudul „Le Capital Social:Notes Provisoires‟
yang
diterbitkan dalam „Actes de La Recherche en Sciences Sociales‟ pada tahun 1980. Berikut
definisi modal sosial menurut para ilmuwan:
1. Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai “agregrat (kelompok) sumber daya
aktual
ataupun
potensial
yang
diikat
mewujudkan
jaringan
yang
awet
(durable)sehingga menginstitusionalisasikan hubungan persahabatan yang saling
menguntungkan. Melalui pengertian inilah Bourdieu mengartikan bahwa jaringan
(social network)
tidaklah terjadi alami, melainkan dikontruksi melalui strategi
investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan-hubungan kelompok yang
bisa dipakai sebagai sumber terpercaya meraih keuntungan.
2. Menurut Poldan menyebutkan bahwa modal sosial sangat dekat untuk menjadi konsep
gabungan bagi seluruh disiplin ilmu sosial. Modal sosial dapat eksis apabila
berinteraksi dengan struktur sosial.
3. Coleman mendefinisikan modal sosial bukanlah entitas tunggal melainkan entitas
majemuk yang terdapat 2 elemen didalamnya: 1) Modal sosial mencangkup aspek dari
struktur sosial, 2) Modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (aktor) baik
2
individu-maupun kelompok dalam struktur tersebut. Ssama halnya dengan modal
yang lainnya yang bersifat produktif sehingga dapat mencapai tujuan bersama.
4. Baker mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang diraih oleh pelakunya
melalui struktur sosial yang spesifik dan digunakan untuk memburu kepentingannya.
Modal sosial diciptakan lewat perubahan dalam hubungan antar pelakunya.
5. Schiff menganggap modal sosial sebagai seperangkat elemen dari struktur sosial yang
mempengaruhi relasi antarmanusia dan sekaligus input atau argumen bagi produksi
dan/atau manfaat.
6. Putnam mengatakan bahwa modal sosial sebagai gambaran organisasi sosial seperti
jaringan, norma, dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama
yang saling menguntungkan.
Berdasarkan uraian definisi tersebut dapat diartikan bahwa modal sosial baru terasa
apabila telah terjadi interaksi dengan orang lain yang dipandu dengan struktur sosial.
Kemudian apabila melihat pada definisi yang digagas oleh Bourdieu, Coleman dan Putman,
terdapat tiga pembagian besar konsep modal sosial.
Coleman mengfokuskan modal sosial sebagai struktur hubungan sosial, khususnya
peran modal sosial yang mengakuisisi modal manusia. Bourdieu menilai bahwa lebih peduli
dengan kemampuan modal sosial dalam menghasilkan sumber daya ekonomi. Sedangkan
Putnam menekankan hubungan kerja sama yang memapankan demokrasi melalui
keanggotaan kelompok sipil.
Melalui serangkaian pengertian tersebut bahwa, terdapat aporisme yang mengatakan
bahwa modal sosial “bukanlah masalah apa yang anda ketahui, tetapi siapa yang anda
kenal”. Dengan melihat pada hal ini, modal sosial dapat merujuk kepada norma atau jaringan
yang memungkinkan orang untuk melakukan tindakan kolektif. Artinya bahwa, adanya
kepercayaan dan adanya hubungan timbal balik yang dikembangkan dalam proses yang terus
menerus.
Modal sosial mempunyai beberapa bentuk, sebagaimana dalam penjelasan Coleman.
Bentuk modal sosial dibagi menjadi tiga diantaranya:
1. Struktur kewajiban (obligations), ekspektasi (expectations), dan kepercayaan
(trustworthiness). Terdapat dua kunci elemen dalam hal ini: a) Kepercayaan dari
lingkungan sosial, b) Perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuh.
2. Jaringan Informasi (Information Channels). Pentingnya informasi sebagai basis suatu
tindakan. Tetapi harus menyadari bahwa memang sangat mahal (tidak gratis). Tentu
3
saja, individu yang memiliki jaringan lebih luas akan mudah dalam memperoleh
informasi, sehingga bisa dikatakan mempunyai modal sosial yang tinggi.
3. Norma dan Sanksi yang efektif (Norms and Effective Sanctions). Norma dalam
komunitas mendukung individu untuk memperoleh prestasi (achievement) tentu bisa
digolongkan sebagai bentuk modal sosial yang sangat penting. Contoh lain adalah
norma yang berlaku kuat dan efektif dalam komunitas untuk mempengaruhi orangorang muda yang mempunyai potensi untuk mendidik generasi muda memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya.
Deskripsi bentuk modal sosial berkaitan dengan struktur sosial (kemampuan dan
potensi) dimana masyarakat berdiam. Kemudian modal sosial juga bertumpu pada
kepercayaan dan ekspektasi. Apabila seseorang sudah dianggap jujur dan reputasi sudah
bagus akan mudah untuk memperoleh penghargaan (rewards) yang dapat dicontohkan pada
pembiayaan di bank syariah atau pengajuan kredit di bank konvensional. Modal sosial dalam
bentuk ekspektasi dan kepercayaan inilah yang bisa ditransformasikan menjadi keunggulan
untuk memperoleh benefit ekonomi.
Pandangan Lina dan Van Bern yang mengatakan modal sosial memiliki pandangan
positif dalam kaitannya dengan komitmen pekerja, fleksibilitas organisasi, pengelolaan
tindakan bersama yang lebih baik, dan pengembangan modal pengetahuan (conceptual
capital).
Berdasarkan seluruh uraian tersebut, secara umumnya modal sosial dapat didekatkan
kepada tiga perspektif:
1. Modal sosial dalam perspektif pelaku (actor‟s perspective) yang diformulasikan Bourdieu.
Melihat modal sosial berisi sumber daya dimana pelaku individu dapat menggunakan
modal sosial karena kepemilikan terhadap jaringan luas dan ekslusif.
2. Mencermati modal sosial dari perspektif masyarakat (society perspective) yang
diformulasikan Putnam. Melihat modal sosial sebagai barang publik yang diatur oleh
organisasi dan jaringan yang eksis dalam masyarakat.
3. Cakupan mengkalaborasikan keduanya, yang diformulasikan Coleman. Melihat bentuk
modal sosial termasuk berkaitan dengan ekspektasi, norma dan sanksi.
B. Modal Sosial : Empat Perspektif
4
Pertanyaan yang muncul berkaitan dengan modal sosial adalah, mengapa sumber
daya yang melekat kepada jaringan sosial dapat memperkuat pencapaian sebuah tindakan.
Terdapat empat argumentasi yang menjawab:
1. Aliran Informasi. Pada pasar yang tidak sempurna ikatan sosial dalam posisi
lokasi/hierarkhi yang strategis dapat menyediakan individu dengan informasi yang
berguna tentang kesempatan dan pilihan-pilihan, begitu pula sebaliknya. Dengan adanya
informasi dapat mengurangi biaya transaksi untuk melakukan kegiatan ekonomi.
2. Ikatan sosial yang dapat mempengaruhi pelaku (Agents). Misalnya seorang Supervisor
organisasi berperan penting dalam pengambilan keputusan.
3. Ikatan sosial yang memungkinkan untuk diberikan kepada individu atau organisasi sebagai
sertifikasi kepercayaan sosial yaitu sesuatu yang merefleksikan aksebilitas individu
terhadap sumber daya melalui jaringan/relasi yang dipunyai.
4. Hubungan sosial diekspektasikan dapat merefleksikan identitas dan pangakuan. Penguatan
kembali (reinforcements) sangat esensial bagi mental dan pembagian sumber daya.
Dalam formula diatas, dapat diuraikan fungsi modal sosial (seperti yang
dikemukakan Coleman) yang mengandaikan memiliki struktur dan kognisi operasionalisasi
modal sosial:
Struktur
Kognisi
Sumber dan
Peran dan Aturan
Norma-Norma
Pengejawantahan
Jaringan dan hubungan
Nilai-nilai
interpersonal dengan pihak
Perilaku (Attitude)
lain
Keyakinan
Prosedur dan Pelaksanaan
Cakupan (Domains)
Organisasi Sosial
Budaya Sipil (Civil Culture)
Faktor Dinamis
Keterkaitan Horizontal
Kepercayaan, solidaritas,
Keterkaitan Vertikal
kerjasama, dan
kedermawanan
Elemen Bersama
Ekspektasi yang
mengarahkan kepada
perilaku kerjasama yang
saling menguntungkan
5
____________
Menurut Woolcock dan Narayan, terdapat empat cara pandang dalam modal sosial
sebagai berikut:
1. Pandangan Komunitarian (Communitarian View)
Pandangan yang menyamakan modal sosial dengan organisasi lokal yaitu seperti
asosiasi dan kelompok-kelompok sipil. Komunitarian, yang melihat jumlah keeratan
kelompok dalam sebuah komunitas, menganggap modal sosial secara inheren baik,
memandang eksistensinya selalu positif bagi kesejahteraan komunitas. Dan berasumsi
bahwa komunitas adalah kumpulan homogen yang saling menguntungkan antar
individu.
2. Pandangan jaringan/jejaring (Network View).
Pandangan yang menggabungkan dua sisi yaitu : sisi atas (upside), dan sisi bawah
(downside) yang menekankan pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal. Sebenarnya
konsep ini yang mengoperasikan dua sifat penting dari modal sosial yaitu sebagai ikatan
(bonding) dan jembatan (bridging). Modal sosial sebagai “ikatan” karena hubungannya
dengan komunitas. Modal sosial sebagai “jembatan” bermakna tanpa adanya kelemahan
ikatan antarkomunitas, seperti keragaman sosial yang dipicu oleh perbedaan agama,
ras, kelas, status sosial ekonomi.
Berikut Bagan : Hubungan antara Jembatan Modal Sosial (Bridging Social Capital)
dan Tata Kelola (Governance)
Negara yang berfungsi dengan baik
Pengucilan
K
O
M
P
L
E
M
E
N
T
E
R
Kesejahteraan Sosial
(Konflik laten)
dan ekonomi
Level dari
jembatan
modal sosial
Level dari
jembatan
modal sosial
Konflik
Penyelesaian
Negara yang tidak berfungsi
6
S
U
B
T
I
T
U
S
I
Catatan: Komplementer merujuk kepada interaksi optimal antara pemerintah dan pasar dalam
masyarakat yang matang (civil society) : sedangkan substitusi adalah penggantian melalui organisasi
sosial (keluarga, jaringan, dll) atas pelayanan umum yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga.
3. Pandangan Kelembagaan (Institutional View).
Pandangan ini mengemukakan bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat sipil
merupakan produk dari sistem politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Artinya
menganggap kapasitas kelompok untuk melakukan tindakan (menurut kepentingan
kolektifnya) tergantung kepada mutu kelembagaan formal dimana masyarakat tinggal.
4. Pandangan Sinergi (Sinergy View).
Pandangan ini berupaya untuk mengintegrasikan konsep jejaring (network) dan
kelembagaan (Institutional). Sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat/warga
negara didasarkan atas prinsip komplementer yang merujuk kepada hubungan saling
menguntungkan dan kelekatan mengacu kepada sifat dan ikatan luas yang menghubungkan
antara masyarakat dan pemerintah.
Tabel : Empat Perspektif Modal Sosial
Perspektif
Perspektif Komunitarian
Asosiasi Lokal
Perspektif Jaringan
Ikatan dan Jembatan Ikatan
Komunitas
Perspektif Kelembagaan
Kelembagaan politik dan
hukum
Perspektif Sinergi
Jaring komunitas dan relasi
negara-masyarakat
Pelaku
Kelompok komunitas
organisasi suka rela
Wirausahawan Kelompok
bisnis Perantara Informasi
Sektor privat dan publik
Kelompok komunitas,
masyarakat sipil,
perusahaan, dan negara
Preskripsi Kebijakan
Mengidentifikasi aset sosial
kaum miskin
Desentralisasi menciptakan
zona usaha menjembatani
pemisahan sosial
Desain kebebasan sipil dan
politik
Produk bersama, partisipasi
komplementaritas,
keterkaitan penguatan
kapasistas dan skala
organisasi lokal.
C. Modal Sosial dan Implikasi Negatif
Meskipun modal sosial diakui eksistensi dan relevansinya, namun adanya
kontroversi para tokoh menyangkut hal-hal dasar modal sosial yang terbagi menjadi empat
isu:
1. Kontroversi yang menghadapkan apakah modal sosial aset dari kolektif atau individu.
Sebagian tokoh menyatakan modal sosial sekaligus menjadi barang publik dan
7
individu dimana keberadaannya melekat kepada yang diekspektasikan untuk
memperoleh keuntungan baik kelompok atau individu.
2. Kontroversi yang melihat modal sosial sebagai klosur (closure) atau jaringan terbuka
dalam relasi sosial. Melalui perspektif kelas (dipelopori oleh Bourdieu) bahwa modal
sosial sebagai investasi dari anggota-anggota modal sosial yang berasal dari kelas
dominan yang bertujuan menjaga dan mereproduksi solidaritas kelompok dan
melestarikan kelompok dominan tersebut. Persoalannya, setiap jaringan bersifat
tertutup sehingga tidak dipengaruhi oleh kelompok lain atau terbuka melalui proses
interaksi dengan kelompok lainnya.
3. Kontroversi (pandangan Coleman) bahwa modal sosial merupakan sumber daya
struktur sosial (social-structure resource) yang menghasilkan keuntungan individu
dan juga modal sosial bukan dari entitas tunggal melainkan etnisitas berbeda yang
memiliki dua karakter yaitu struktur sosial dan modal sosial. Artinya bahwa adanya
modal sosial hanya dipandang ketika dan jika sudah bekerja dan telihat ketika sudah
ada tindakan yang spesifik.
4. Kontroversi mengenai pengukuran (measurement). Coleman mempertanyakan terkait
posisi modal sosial apakah sepadan dengan modal ekonomi, modal fisik dan manusia
sehingga dapat dikualifikasi dengan ilmu sosial. Modal sosial lebih banyak didekatkan
dengan analisis kualitatif. Cenderungnya kebanyakan ahli menghendaki modal
sosialm yang bisa diukur dengan pendekatan kuantitatif.
Tabel : Kontroversi Modal Sosial
Isu
Aset Kolektif atau
Individu
(Coleman dan Putnam)
Cleasure atau Jaringan
Terbuka
(Coleman, Bourdieu,
Putnam)
Fungsional (Coleman)
Pengukuran (Coleman)
Isi
Masalah
Modal sosial sebagai aset
kolektif
Kelompok
dan rekat
harus
Membaur dengan norma dan
kepercayaan
tertutup Visi kelas masyarakat dan
ketiadaan mobilitas
Modal sosial diindikasikan
oleh efeknya terhadap
tindakan tertentu.
Tidak bisa dikuantifikasi
Tautologi (sebab ditentukan
efeknya)
Heuristik, tidak dapat salah
Dari keempat dampak negatif dari modal sosial tersebut dapat disimpulkan bahwa :
8
1. Ikatan sosial yang terlalu kuat tersebut cenderung akan membatasi akses pihak luar untuk
memperoleh peluang yang sama dalam hal ekonomi. Misalnya: membatasi dalam
pencarian dan perolehan pekerjaan dan adanya diskriminasi ras, suku. Hal ini dapat
merusak iklim persaingan yang sehat
2. Sangat memungkinkan terjadi dalam kelompok terdapat beberapa individu (aktor) yang
berpotensi menghalangi individu lainnya karena kepemilikan akses. Misalnya dalam hal
ini informasi yang lebih besar atau kelompok yang berusaha menghalangi anggotanya
untuk pengembangan bisnisnya karena akan mengganggu kepentingan ekonomi.
3. Selalu ada pilihan atas dilema “solidaritas komunitas dan kebebasan individu”. Tentunya
dalam sebuah komunitas adanya norma yang sangat kuat, namun memungkinkan setiap
individu/anggota bisa saling mengawasi sehingga tidak ada celah bagi individu untuk
melakukan “tindakan menyimpang”. Tindakan tersebut tidak selalu salah namun bisa jadi
menjadi energi kreatif dalam sebuah komunitas yang ikatan normanya kuat.
4. Situasi dimana solidaritas kelompok dibangun atas pengalaman bersama untuk masyarakat
yang mendominasi. Namun kelompok masyarakat atas nama norma bisa menentukan
hidup/matinya kelompok lainnya. Kemudian terjadi penyimpangan hasilnya ruang lingkup
norma menyempit yang seharusnya berfungsi melindungi anggotanya dari ptaktek
penindasan.
D. Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Jika dibagi dalam sebuah riset atau studi dapat menghubungkan modal sosial dengan
pembangunan ekonomi. Sebagaimana berikut :
Tabel Rasionalitas Pertukaran Ekonomi dan Sosial
Elemen
Fokus Pertukaran
Kegunaan
(Optimalisasi)
Pilihan rasional
Bentuk Pembayaran
(Episodic Pay Off)
Penghargaan umum
Penjelasan Logika
Pertukaran Ekonomi
Pertukaran Sosial
Transaksi
Laba relatif terhadap biaya
dalam transaksi (transaction
at a cost)
Relasi alternatif
Biaya transaksional
Uang
(kredit
hutang ekonomi)
Kesejahteraan
ekonomi)
Hukum alam
9
Hubungan (relationship)
Transaksi Alternatif
Biaya hubungan /relasional
dan reduksi
Transaksi alternatif
Biaya hubungan/relasional
reduksi
ekonomi, Pengakuan (kredit sosial,
utang sosial)
(status Reputasi (status sosial)
Hukum manusia
Daya tahan pelaku
Optimalisasi laba
Daya tahan kelompok
Minimalisasi kerugian
Penjelasan pertukaran ekonomi dan pertukaran sosial sebagaimana diuraikan oleh
Lin (2001). Perspektif Rasionalitas transaksional, secara tipical menjelaskan untuk melakukan
analisis pertukaran ekonomi. Tujuan utamanya adalah memperoleh modal ekonomi dan
kepentingan aspek transaksional pertukaran yang dimediasi oleh harga dan uang.
Sebaliknya,
rasionalitas
relasional
diimplikasikan
dalam
pertukaran
sosial
memfokuskan pada aspek relasional dari pertukaran biasa diperantarai oleh pengakuan.
Tujuan dari rasionalitas relasional adalah untuk memperoleh reputasi lewat pengakuan dalam
jaringan ataupun kelompok. Sedangkan kegunaan pertukaran adalah untuk mengoptimalisasi
pertukaran keuntungan relasional dan juga analisis biaya dan keuntungan.
E. Modal Sosial dan Mekanisme Adaptasi Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan
dan Pembangunan Infrastruktur4
1. Menguatnya Bonding Capacity Sidoasri Desa
Desa Sidoasri terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, wilayah paling
selatan dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Desa ini secara langsung berbatasan
dengan Samudera Indonesia. Desa ini memiliki luas lahan 1.895,60 Ha yang terdiri atas
lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah merupakan lahan produktif yang
dimanfaatkan warga untuk kegiatan pertanian seluas 268,70 Ha (BPS Kabupaten
Malang 2008). Pengaspalan jalan nampaknya menjadi prioritas bagi pembangunan
desa. Beberapa jalan telah diperbaiki sehingga memudahkan transportasi barang
ataupun penumpang. Ketika memasuki Desa Sidoasri, kita akan menemukan empat
jenis jalan, yaitu jalan aspal, jalan rabat beton, jalan makadam, dan jalan tanah. Jenis
jembatan yang ada di desa berupa jembatan aspal yang sebagian besar pengerjaannya
memanfaatkan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) desa.
Jembatan tersebut selain sebagai sarana transportasi, berfungsi juga sebagai saluran
untuk irigasi. Terdapat tujuh jembatan yang menjadi penghubung wilayah antar desa
yang pengerjaannya dilakukan oleh swadaya masyarakat dalam program PNPM.
4
Jurnal yang ditulis oleh Ayu Kusumastuti diterbitkan oleh Lab Sosio, Pusat Kajian Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia dalam Jurnal Sosiologi “MASYARAKAT” pada
tahun 2015.
10
Pembangunan infrastruktur Desa Sidoasri melibatkan banyak kalangan
masyarakat. Partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam sebuah pembangunan
sangat tinggi, selain kerja sama yang ditunjukkan melalui gotong royong. Dalam proses
pembangunan pedesaan yang berkaitan dengan infrastruktur, terdapat beberapa program
terkait pembangunan, antara lain: PNPM, PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan), dan PDPT (Pengembangan Desa Pesisir Tangguh). Ketiga program di atas
menjadi tumpuan masyarakat dalam melakukan kerja sama eksternal. Namun demikian,
perlu disadari bahwa keberadaan ketiga program tersebut hanya sebagai legitimasi
lembaga formal. Adapun keberlanjutaan pengelolaan infrastruktur transportasi
masyarakat lebih banyak mengembangkan kerja sama antara warga.
Kerja sama dan partisipasi antar warga ini menjadi bentuk interaksi sosial yang
menguntungkan bagi pembangunan. Gotong royong, kepercayaan, dan norma yang
mengatur menjadi rangkaian dari yang hampir serupa. Ide, interaksi, dan perhatian
dikembangkan dalam pembangunan mereka sendiri. Pembangunan infrastruktur jalan
dan jembatan misalnya, mereka cenderung membentuk norma dan nilai yang disepakati
untuk mempertahankan struktur tertentu.
2. Bonding Capacity: Pembentukan Daya Lenting, Fleksibilitas, Dan Stabilitas Masyarakat
Pedesaan
Infrastruktur perairan di Desa Sidoasri difokuskan pada penyediaan sarana prasarana
untuk air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat dan irigasi. Air
bersih didapatkan dari sumber air tanah dengan membuat sumur. Sumber mata air didapatkan
di daerah yang lebih tinggi dari permukiman warga dan kemudian dipasang selang air untuk
menghubungkan sumber air menuju rumah warga.
Umumnya sarana dan prasarana yang digunakan warga dalam penyedian air bersih
masih sederhana. Untuk menjaga kejernihan air cukup diberi sabut kelapa sawit yang
biasanya dibuat sapu ijuk untuk penyaring. Selebihnya untuk pembuatan beton juga tidak
terlalu diperhatikan. Masyarakat, dengan teknologi yang sederhana, mampu memanfaatkan
sumber air dengan maksimal untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari minum, cuci, dan kakus.
“Yang dilakukan warga sekitar sini dari hasil untuk jaga air tetap bersih kita kerja
bakti masyarakat sekitar sini yang pake air. Ini saja cukup dikasih sabut kelapa sawit yang
biasanya dibuat sapu ijuk itu loh Mbak buat saringannya itu, ya udah gitu aja gak perlu di
beton”. (wawancara dengan Ketua RW 02 Desa Sidoasri, 30 juli 2014)
11
Apa yang telah dilakukan masyarakat menunjukkan upaya dan kemampuan adaptif
dalam merespon kebutuhan air bersih di lingkungannya. Penggunaan teknologi sederhana,
namun dengan pemanfaatan yang maksimal adalah cara mereka dalam melakukan mobilisasi
sumber daya alam sekitar. Pelling dan High (2005) yang
menyatakan bahwa proses
pengembangan kapasitas adaptif ditentukan oleh masyarakat yang dapat memaksimalkan
penggunaan sumber daya/ potensi di sekitar mereka.
Sabut kelapa yang banyak ditemui di lingkungan dimanfaatkan untuk mendapatkan
kecukupan air bersih. Hal inilah yang menunjukkan kemampuan adaptasi masyarakat.
Timbulnya daya adaptif ini tidak muncul begitu saja namun terus dikembangkan dengan
interaksi dan membagi ide antar sesama antarwarga. Daya adaptasi ini menunjukkan sebuah
daya lenting dan fleksibilitas. Masyarakat dapat beradaptasi dengan penggunaan teknologi
sederhana dan modal sosial yang dimiliki agar terus dapat mendayagunaan air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat terlibat secara langsung pada proses pembangunan penyediaan air
bersih. Masyarakat juga memiliki serangkaian aturan dalam menyelenggarakan infrastruktur
air. Masyarakat secara swadaya membeli selang sendiri, melapor kepada kepada ketua
RT/RW untuk disambungkan saluran airnya. Proses ini menunjukkan jaringan dan interaksi
antara warga dan pimpinan wilayah setempat untuk bekerja sama dalam peyaluran air, seperti
pengakuan salah satu informan.
“Mau nyalur ya beli selang sendiri nanti kalau mau masang tinggal bilang ke saya
ya sudah kita pasang selangnya, kesepakatan bersama gitu aja seperti tidak boleh merusak
selang milik orang lain, memindah selang milik yang lain” (wawancara dengan Ketua RW 2
Desa Sidoasri, 3 Agustus 2014).
Bentuk kerja sama yang dilakukan masyarakat dalam penyediaan air bersih
mengembangan modal sosial dengan cara ekslusif/bonding. Sesuai dengan prinsip modal
sosial ini yang memperlihatkan interaksi yang kuat dan saling percaya antara sesama
anggota komunitas dengan pola interaksi sosial sehari-hari yang dituntun oleh nilai-nilai dan
normanorma yang telah disepakati masyarakat. Indikator kepercayaan satu sama lain antar
warga dapat dilihat dari warga yang mempercayakan penyediaan air bersih pada tokoh
masyarakat sekitarnya. Tokoh masyarakat tersebut juga dengan sukarela membantu
pemasangan saluran air.
Melalui modal kerja sama dan kepercayaan yang dibangun, masyarakat
menciptakan kapasitas adaptif dalam pembangunan infrastruktur. Kapasitas adaptasi itu
memunculkan bentuk-bentuk peraturan baru dalam menjaga keberlanjutan infrastruktur. Hal
12
ini sesuai dengan pernyataan Pelling dan Hall (2005) yang menyatakan bahwa proses
pengembangan kapasitas adaptif dapat dilakukan dengan memodifikasi kelembagaan.
Tindakan ini dengan cara berinovasi menciptakan norma dan aturan baru dalam tindakan
sosial. Modifikasi kelembagaan dalam tataran norma dan nilai yang dilakukan dengan cara
saling menjaga kenyamanan satu sama lain. Semua orang dilarang memindahkan ataupun
merusak selang (saluran air) milik orang lain untuk menjaga keberlanjutan sistem
infrastruktur air dan konflik antar warga di kemudian hari.
Apa yang telah dilakukan warga dalam menjaga infrastruktur di desanya adalah
bentuk kapasitas adaptif. Kapasitas adaptif ini merujuk pada sebuah pengetahuan,
kemampuan menyesuaikan diri, mekanisme bertahan, dan mengatasi kendala dalam
infrastruktur air. Penyediaan air bersih melalui sumber air membuat masyarakat mempunyai
daya adaptif dalam menyesuaikan diri dengan kondisi infrastruktur air di daerahnya.
Menyadari bahwa air ini ketersediaannya harus dapat dibagi rata tiap penduduk, maka tiap
warga harus memiliki daya/kemampuan untuk saling menjaga dan tidak merusak selang
milik warga lain. Upaya menjaga sesama warga ini membentuk daya lenting dan flesibilitas
sehingga masyarakat cenderung stabil dan terhindar dari konflik yang muncul dalam
masyarakat.
Modal sosial bonding memiliki peran dalam pembangunan dan pengelolaan
infrastruktur jalan, air bersih, dan listrik di Desa Sidoasri Kabupaten Malang. Peran modal
sosial ini dijadikan sebuah kekuatan dalam merespon situasi diluar diri mereka, yaitu sebuah
kapasitas adaptasi. Kekuatan/kemampuan kolektif inilah yang kemudian ditransformasikan
dalam upaya memobilisasi sumber daya alam dan manusianya serta memodifikasi norma
dan kelembagaan yang ada di masyarakat sehingga tercipta sebuah daya lenting masyarakat.
Dalam proses pembangunan infrastruktur berupa jalan, modal sosial berupa
interaksi yang kuat antar sesama warga berkembang. Interaksi ini mengasilkan kapasitas
adaptasi berupa kerja sama, partisipasi tenaga, waktu, dan materi, serta pembagian kerja
laki-laki dan perempuan.
Dalam proses pembangunan infrastruktur berupa saluran air, berkembang bonding
berupa kerja sama, kepercayaan, dan norma/aturan yang mengikat. Hal tersebut
menghasilkan kapasitas adaptasi berupa pemanfaatan teknologi yang sederhana serta prinsip
saling menjaga dan tidak merusak selang milik warga lain. Sementara itu, dalam proses
pembangunan infrastruktur listrik berkembang kepercayaan antara warga. Kapasitas adaptasi
dikembangkan dengan memobilisasi sumber daya kelompok dengan memanfaatkan
Kebaktian Rukun Warga (KRW). Modifikasi kelembagaan yang dilakukan adalah
13
penunjukkan seorang anggota kelompok untuk dijadikan orang kepercayaan untuk
mengelola iuran listrik.
Pada contoh kasus di atas mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk modal sosial
berupa kepercayaan, interaksi, dan kerja sama antara anggota kelompok menjadi kekuatan
untuk merespon secara kolektif pembangunan infrastruktur pedesaan. Upaya respon tersebut
dapat dikembangkan menjadi sebuah kapasitas adaptif masyarakat. Daya lenting,
fleksibilitas, dan stabilitas masyarakat dapat terbentuk apabila daya adaptif tersebut mampu
memobilisasi sumber daya alam dan manusia serta memodifikasi kelembagaan yang ada
dalam mayarakat. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kapasitas adaptasi yang
dikembangkan oleh masyarakat melalui modal sosial terikat dapat mewujudkan daya
lenting, fleksibilitas, dan stabilitas dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur desa.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modal
kepercayaan
sosial sebagai gambaran organisasi sosial seperti jaringan, norma, dan
sosial
yang
memfasilitasi
koordinasi
dan
kerjasama
yang
saling
menguntungkan. Menurut Coleman bentuk modal sosial dibagi menjadi tiga diantaranya: 1)
Struktur
kewajiban
(obligations),
ekspektasi
(expectations),
dan
kepercayaan
(trustworthiness), 2) Jaringan Informasi (Information Channels), 3) Norma dan Sanksi yang
efektif (Norms and Effective Sanctions).
Terdapat empat cara pandang modal sosial: 1) Pandangan Komunitarian
(Communitarian View) yang menyamakan modal sosial dengan organisasi lokal yaitu seperti
asosiasi dan kelompok-kelompok sipil, 2) Pandangan jejaring/ jaringan (network view) yang
menggabungkan dua sisi yaitu : sisi atas (upside), dan sisi bawah (downside) yang
menekankan pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal. 3) Pandangan Kelembagaan
(Institutional View) ini mengemukakan bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat
sipil merupakan produk dari sistem politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. 4)
Pandangan Sinergi ini berupaya untuk mengintegrasikan konsep jejaring (network) dan
kelembagaan (Institutional).
Kontroversi para tokoh menyangkut hal-hal dasar modal sosial yang terbagi menjadi
empat isu: 1) Kontroversi yang menghadapkan apakah modal sosial aset dari kolektif atau
individu, 2) Kontroversi yang melihat modal sosial sebagai klosur (closure) atau jaringan
14
terbuka dalam relasi sosial. 3) Kontroversi (pandangan Coleman) bahwa modal sosial
merupakan sumber daya struktur sosial (social-structure resource), 4) Kontroversi mengenai
pengukuran (measurement).
15