Read your PDF for free
Sign up to get access to over 50 million papers
By continuing, you agree to our Terms of Use
Continue with Email
Sign up or log in to continue reading.
Welcome to Academia
Sign up to continue reading.
Hi,
Log in to continue reading.
Reset password
Password reset
Check your email for your reset link.
Your link was sent to
Please hold while we log you in
Academia.eduAcademia.edu

TEORI MODAL SOSIAL

Pada kelompok masyarakat tidak cukup hanya mengandalkan bantuan dari luar untuk mengatasi kesulitan ekonomi, tetapi mereka sendiri juga harus secara bersama-sama memikirkan dan melakukan langkah-langkah terbaik guna mengatasi masalah di masyarakat dengan mengerahkan segenap potensi dan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian modal sosial menekankan perlunya kemandirian dalam mengatasi masalah sosial dan ekonomi, sementara bantuan dari luar dianggap sebagai pelengkap guna memicu inisiatif dan produktivitas yang muncul dari dalam masyarakat sendiri. 2 Sebagai konsep sosiologis modal sosial merupakan pendekatan yang semakin intensif digunakan dalam mengatasi masalah kemiskinan di banyak negara, termasuk di Indonesia. Dalam mengidentifikasi dan menguliti persoalan-persoalan pembangunan misalnya, pendekatan ekonomi (klasik/neo-klasik) menganggap bahwa kelembagaan (informal) yang hidup dalam struktur sosial tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan ekonomi seperti investasi, distribusi, konsumsi. Namun, pandangan ini bertolak dengan pendekatan sosiologi menentang asumsi-asumsi rasionalitas material sebagai strategi pembangunan. Diluar hal tersebut, analisis ekonomi yang cenderung kuantitatif dianggap oleh para sosiolog sangat mendangkalkan kompleksitas relasi sosial yang ada di masyarakat sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diproduksi selalu gagal dalam beroperasi. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan menuliskan tentang teori modal sosial dan implementasinya dalam masyarakat. 3

TEORI MODAL SOSIAL Oleh: Bintan Dzumirroh Ariny1 A. Latar Belakang Pada kelompok masyarakat tidak cukup hanya mengandalkan bantuan dari luar untuk mengatasi kesulitan ekonomi, tetapi mereka sendiri juga harus secara bersama-sama memikirkan dan melakukan langkah-langkah terbaik guna mengatasi masalah di masyarakat dengan mengerahkan segenap potensi dan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian modal sosial menekankan perlunya kemandirian dalam mengatasi masalah sosial dan ekonomi, sementara bantuan dari luar dianggap sebagai pelengkap guna memicu inisiatif dan produktivitas yang muncul dari dalam masyarakat sendiri.2 Sebagai konsep sosiologis modal sosial merupakan pendekatan yang semakin intensif digunakan dalam mengatasi masalah kemiskinan di banyak negara, termasuk di Indonesia. Dalam mengidentifikasi dan menguliti persoalan-persoalan pembangunan misalnya, pendekatan ekonomi (klasik/neo-klasik) menganggap bahwa kelembagaan (informal) yang hidup dalam struktur sosial tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan ekonomi seperti investasi, distribusi, konsumsi. Namun, pandangan ini bertolak dengan pendekatan sosiologi menentang asumsiasumsi rasionalitas material sebagai strategi pembangunan. Diluar hal tersebut, analisis ekonomi yang cenderung kuantitatif dianggap oleh para sosiolog sangat mendangkalkan kompleksitas relasi sosial yang ada di masyarakat sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diproduksi selalu gagal dalam beroperasi. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan menuliskan tentang teori modal sosial dan implementasinya dalam masyarakat.3 1 Alumni Program Magister Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, S1 Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan S1 Ilmu Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri Malang 2 Rusydi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 5 No 1 Tahun 2003 3 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori dan Kebijakan, (Jakarta : Erlangga, 2012), h. 138 1 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengertian dan konsep teori modal sosial ? 2. Bagaimana implementasi teori modal sosial dalam masyarakat ? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini sebagaimana berikut: 1. Mengetahui dan memahami pengertian dan konsep teori modal sosial. 2. Mengetahui dan memahami implementasi teori modal sosial dalam masyarakat. PEMBAHASAN A. Definisi dan Bentuk Modal Sosial Pertama kali teori modal sosial dituliskan oleh Pierre Bourdieu yang dipublikasikan pada akhir abad 1970-an yang berjudul „Le Capital Social:Notes Provisoires‟ yang diterbitkan dalam „Actes de La Recherche en Sciences Sociales‟ pada tahun 1980. Berikut definisi modal sosial menurut para ilmuwan: 1. Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai “agregrat (kelompok) sumber daya aktual ataupun potensial yang diikat mewujudkan jaringan yang awet (durable)sehingga menginstitusionalisasikan hubungan persahabatan yang saling menguntungkan. Melalui pengertian inilah Bourdieu mengartikan bahwa jaringan (social network) tidaklah terjadi alami, melainkan dikontruksi melalui strategi investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan-hubungan kelompok yang bisa dipakai sebagai sumber terpercaya meraih keuntungan. 2. Menurut Poldan menyebutkan bahwa modal sosial sangat dekat untuk menjadi konsep gabungan bagi seluruh disiplin ilmu sosial. Modal sosial dapat eksis apabila berinteraksi dengan struktur sosial. 3. Coleman mendefinisikan modal sosial bukanlah entitas tunggal melainkan entitas majemuk yang terdapat 2 elemen didalamnya: 1) Modal sosial mencangkup aspek dari struktur sosial, 2) Modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (aktor) baik 2 individu-maupun kelompok dalam struktur tersebut. Ssama halnya dengan modal yang lainnya yang bersifat produktif sehingga dapat mencapai tujuan bersama. 4. Baker mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang diraih oleh pelakunya melalui struktur sosial yang spesifik dan digunakan untuk memburu kepentingannya. Modal sosial diciptakan lewat perubahan dalam hubungan antar pelakunya. 5. Schiff menganggap modal sosial sebagai seperangkat elemen dari struktur sosial yang mempengaruhi relasi antarmanusia dan sekaligus input atau argumen bagi produksi dan/atau manfaat. 6. Putnam mengatakan bahwa modal sosial sebagai gambaran organisasi sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Berdasarkan uraian definisi tersebut dapat diartikan bahwa modal sosial baru terasa apabila telah terjadi interaksi dengan orang lain yang dipandu dengan struktur sosial. Kemudian apabila melihat pada definisi yang digagas oleh Bourdieu, Coleman dan Putman, terdapat tiga pembagian besar konsep modal sosial. Coleman mengfokuskan modal sosial sebagai struktur hubungan sosial, khususnya peran modal sosial yang mengakuisisi modal manusia. Bourdieu menilai bahwa lebih peduli dengan kemampuan modal sosial dalam menghasilkan sumber daya ekonomi. Sedangkan Putnam menekankan hubungan kerja sama yang memapankan demokrasi melalui keanggotaan kelompok sipil. Melalui serangkaian pengertian tersebut bahwa, terdapat aporisme yang mengatakan bahwa modal sosial “bukanlah masalah apa yang anda ketahui, tetapi siapa yang anda kenal”. Dengan melihat pada hal ini, modal sosial dapat merujuk kepada norma atau jaringan yang memungkinkan orang untuk melakukan tindakan kolektif. Artinya bahwa, adanya kepercayaan dan adanya hubungan timbal balik yang dikembangkan dalam proses yang terus menerus. Modal sosial mempunyai beberapa bentuk, sebagaimana dalam penjelasan Coleman. Bentuk modal sosial dibagi menjadi tiga diantaranya: 1. Struktur kewajiban (obligations), ekspektasi (expectations), dan kepercayaan (trustworthiness). Terdapat dua kunci elemen dalam hal ini: a) Kepercayaan dari lingkungan sosial, b) Perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuh. 2. Jaringan Informasi (Information Channels). Pentingnya informasi sebagai basis suatu tindakan. Tetapi harus menyadari bahwa memang sangat mahal (tidak gratis). Tentu 3 saja, individu yang memiliki jaringan lebih luas akan mudah dalam memperoleh informasi, sehingga bisa dikatakan mempunyai modal sosial yang tinggi. 3. Norma dan Sanksi yang efektif (Norms and Effective Sanctions). Norma dalam komunitas mendukung individu untuk memperoleh prestasi (achievement) tentu bisa digolongkan sebagai bentuk modal sosial yang sangat penting. Contoh lain adalah norma yang berlaku kuat dan efektif dalam komunitas untuk mempengaruhi orangorang muda yang mempunyai potensi untuk mendidik generasi muda memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Deskripsi bentuk modal sosial berkaitan dengan struktur sosial (kemampuan dan potensi) dimana masyarakat berdiam. Kemudian modal sosial juga bertumpu pada kepercayaan dan ekspektasi. Apabila seseorang sudah dianggap jujur dan reputasi sudah bagus akan mudah untuk memperoleh penghargaan (rewards) yang dapat dicontohkan pada pembiayaan di bank syariah atau pengajuan kredit di bank konvensional. Modal sosial dalam bentuk ekspektasi dan kepercayaan inilah yang bisa ditransformasikan menjadi keunggulan untuk memperoleh benefit ekonomi. Pandangan Lina dan Van Bern yang mengatakan modal sosial memiliki pandangan positif dalam kaitannya dengan komitmen pekerja, fleksibilitas organisasi, pengelolaan tindakan bersama yang lebih baik, dan pengembangan modal pengetahuan (conceptual capital). Berdasarkan seluruh uraian tersebut, secara umumnya modal sosial dapat didekatkan kepada tiga perspektif: 1. Modal sosial dalam perspektif pelaku (actor‟s perspective) yang diformulasikan Bourdieu. Melihat modal sosial berisi sumber daya dimana pelaku individu dapat menggunakan modal sosial karena kepemilikan terhadap jaringan luas dan ekslusif. 2. Mencermati modal sosial dari perspektif masyarakat (society perspective) yang diformulasikan Putnam. Melihat modal sosial sebagai barang publik yang diatur oleh organisasi dan jaringan yang eksis dalam masyarakat. 3. Cakupan mengkalaborasikan keduanya, yang diformulasikan Coleman. Melihat bentuk modal sosial termasuk berkaitan dengan ekspektasi, norma dan sanksi. B. Modal Sosial : Empat Perspektif 4 Pertanyaan yang muncul berkaitan dengan modal sosial adalah, mengapa sumber daya yang melekat kepada jaringan sosial dapat memperkuat pencapaian sebuah tindakan. Terdapat empat argumentasi yang menjawab: 1. Aliran Informasi. Pada pasar yang tidak sempurna ikatan sosial dalam posisi lokasi/hierarkhi yang strategis dapat menyediakan individu dengan informasi yang berguna tentang kesempatan dan pilihan-pilihan, begitu pula sebaliknya. Dengan adanya informasi dapat mengurangi biaya transaksi untuk melakukan kegiatan ekonomi. 2. Ikatan sosial yang dapat mempengaruhi pelaku (Agents). Misalnya seorang Supervisor organisasi berperan penting dalam pengambilan keputusan. 3. Ikatan sosial yang memungkinkan untuk diberikan kepada individu atau organisasi sebagai sertifikasi kepercayaan sosial yaitu sesuatu yang merefleksikan aksebilitas individu terhadap sumber daya melalui jaringan/relasi yang dipunyai. 4. Hubungan sosial diekspektasikan dapat merefleksikan identitas dan pangakuan. Penguatan kembali (reinforcements) sangat esensial bagi mental dan pembagian sumber daya. Dalam formula diatas, dapat diuraikan fungsi modal sosial (seperti yang dikemukakan Coleman) yang mengandaikan memiliki struktur dan kognisi operasionalisasi modal sosial: Struktur Kognisi Sumber dan Peran dan Aturan Norma-Norma Pengejawantahan Jaringan dan hubungan Nilai-nilai interpersonal dengan pihak Perilaku (Attitude) lain Keyakinan Prosedur dan Pelaksanaan Cakupan (Domains) Organisasi Sosial Budaya Sipil (Civil Culture) Faktor Dinamis Keterkaitan Horizontal Kepercayaan, solidaritas, Keterkaitan Vertikal kerjasama, dan kedermawanan Elemen Bersama Ekspektasi yang mengarahkan kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan 5 ____________ Menurut Woolcock dan Narayan, terdapat empat cara pandang dalam modal sosial sebagai berikut: 1. Pandangan Komunitarian (Communitarian View) Pandangan yang menyamakan modal sosial dengan organisasi lokal yaitu seperti asosiasi dan kelompok-kelompok sipil. Komunitarian, yang melihat jumlah keeratan kelompok dalam sebuah komunitas, menganggap modal sosial secara inheren baik, memandang eksistensinya selalu positif bagi kesejahteraan komunitas. Dan berasumsi bahwa komunitas adalah kumpulan homogen yang saling menguntungkan antar individu. 2. Pandangan jaringan/jejaring (Network View). Pandangan yang menggabungkan dua sisi yaitu : sisi atas (upside), dan sisi bawah (downside) yang menekankan pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal. Sebenarnya konsep ini yang mengoperasikan dua sifat penting dari modal sosial yaitu sebagai ikatan (bonding) dan jembatan (bridging). Modal sosial sebagai “ikatan” karena hubungannya dengan komunitas. Modal sosial sebagai “jembatan” bermakna tanpa adanya kelemahan ikatan antarkomunitas, seperti keragaman sosial yang dipicu oleh perbedaan agama, ras, kelas, status sosial ekonomi. Berikut Bagan : Hubungan antara Jembatan Modal Sosial (Bridging Social Capital) dan Tata Kelola (Governance) Negara yang berfungsi dengan baik Pengucilan K O M P L E M E N T E R Kesejahteraan Sosial (Konflik laten) dan ekonomi Level dari jembatan modal sosial Level dari jembatan modal sosial Konflik Penyelesaian Negara yang tidak berfungsi 6 S U B T I T U S I Catatan: Komplementer merujuk kepada interaksi optimal antara pemerintah dan pasar dalam masyarakat yang matang (civil society) : sedangkan substitusi adalah penggantian melalui organisasi sosial (keluarga, jaringan, dll) atas pelayanan umum yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga. 3. Pandangan Kelembagaan (Institutional View). Pandangan ini mengemukakan bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat sipil merupakan produk dari sistem politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Artinya menganggap kapasitas kelompok untuk melakukan tindakan (menurut kepentingan kolektifnya) tergantung kepada mutu kelembagaan formal dimana masyarakat tinggal. 4. Pandangan Sinergi (Sinergy View). Pandangan ini berupaya untuk mengintegrasikan konsep jejaring (network) dan kelembagaan (Institutional). Sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat/warga negara didasarkan atas prinsip komplementer yang merujuk kepada hubungan saling menguntungkan dan kelekatan mengacu kepada sifat dan ikatan luas yang menghubungkan antara masyarakat dan pemerintah. Tabel : Empat Perspektif Modal Sosial Perspektif Perspektif Komunitarian Asosiasi Lokal Perspektif Jaringan Ikatan dan Jembatan Ikatan Komunitas Perspektif Kelembagaan Kelembagaan politik dan hukum Perspektif Sinergi Jaring komunitas dan relasi negara-masyarakat Pelaku Kelompok komunitas organisasi suka rela Wirausahawan Kelompok bisnis Perantara Informasi Sektor privat dan publik Kelompok komunitas, masyarakat sipil, perusahaan, dan negara Preskripsi Kebijakan Mengidentifikasi aset sosial kaum miskin Desentralisasi menciptakan zona usaha menjembatani pemisahan sosial Desain kebebasan sipil dan politik Produk bersama, partisipasi komplementaritas, keterkaitan penguatan kapasistas dan skala organisasi lokal. C. Modal Sosial dan Implikasi Negatif Meskipun modal sosial diakui eksistensi dan relevansinya, namun adanya kontroversi para tokoh menyangkut hal-hal dasar modal sosial yang terbagi menjadi empat isu: 1. Kontroversi yang menghadapkan apakah modal sosial aset dari kolektif atau individu. Sebagian tokoh menyatakan modal sosial sekaligus menjadi barang publik dan 7 individu dimana keberadaannya melekat kepada yang diekspektasikan untuk memperoleh keuntungan baik kelompok atau individu. 2. Kontroversi yang melihat modal sosial sebagai klosur (closure) atau jaringan terbuka dalam relasi sosial. Melalui perspektif kelas (dipelopori oleh Bourdieu) bahwa modal sosial sebagai investasi dari anggota-anggota modal sosial yang berasal dari kelas dominan yang bertujuan menjaga dan mereproduksi solidaritas kelompok dan melestarikan kelompok dominan tersebut. Persoalannya, setiap jaringan bersifat tertutup sehingga tidak dipengaruhi oleh kelompok lain atau terbuka melalui proses interaksi dengan kelompok lainnya. 3. Kontroversi (pandangan Coleman) bahwa modal sosial merupakan sumber daya struktur sosial (social-structure resource) yang menghasilkan keuntungan individu dan juga modal sosial bukan dari entitas tunggal melainkan etnisitas berbeda yang memiliki dua karakter yaitu struktur sosial dan modal sosial. Artinya bahwa adanya modal sosial hanya dipandang ketika dan jika sudah bekerja dan telihat ketika sudah ada tindakan yang spesifik. 4. Kontroversi mengenai pengukuran (measurement). Coleman mempertanyakan terkait posisi modal sosial apakah sepadan dengan modal ekonomi, modal fisik dan manusia sehingga dapat dikualifikasi dengan ilmu sosial. Modal sosial lebih banyak didekatkan dengan analisis kualitatif. Cenderungnya kebanyakan ahli menghendaki modal sosialm yang bisa diukur dengan pendekatan kuantitatif. Tabel : Kontroversi Modal Sosial Isu Aset Kolektif atau Individu (Coleman dan Putnam) Cleasure atau Jaringan Terbuka (Coleman, Bourdieu, Putnam) Fungsional (Coleman) Pengukuran (Coleman) Isi Masalah Modal sosial sebagai aset kolektif Kelompok dan rekat harus Membaur dengan norma dan kepercayaan tertutup Visi kelas masyarakat dan ketiadaan mobilitas Modal sosial diindikasikan oleh efeknya terhadap tindakan tertentu. Tidak bisa dikuantifikasi Tautologi (sebab ditentukan efeknya) Heuristik, tidak dapat salah Dari keempat dampak negatif dari modal sosial tersebut dapat disimpulkan bahwa : 8 1. Ikatan sosial yang terlalu kuat tersebut cenderung akan membatasi akses pihak luar untuk memperoleh peluang yang sama dalam hal ekonomi. Misalnya: membatasi dalam pencarian dan perolehan pekerjaan dan adanya diskriminasi ras, suku. Hal ini dapat merusak iklim persaingan yang sehat 2. Sangat memungkinkan terjadi dalam kelompok terdapat beberapa individu (aktor) yang berpotensi menghalangi individu lainnya karena kepemilikan akses. Misalnya dalam hal ini informasi yang lebih besar atau kelompok yang berusaha menghalangi anggotanya untuk pengembangan bisnisnya karena akan mengganggu kepentingan ekonomi. 3. Selalu ada pilihan atas dilema “solidaritas komunitas dan kebebasan individu”. Tentunya dalam sebuah komunitas adanya norma yang sangat kuat, namun memungkinkan setiap individu/anggota bisa saling mengawasi sehingga tidak ada celah bagi individu untuk melakukan “tindakan menyimpang”. Tindakan tersebut tidak selalu salah namun bisa jadi menjadi energi kreatif dalam sebuah komunitas yang ikatan normanya kuat. 4. Situasi dimana solidaritas kelompok dibangun atas pengalaman bersama untuk masyarakat yang mendominasi. Namun kelompok masyarakat atas nama norma bisa menentukan hidup/matinya kelompok lainnya. Kemudian terjadi penyimpangan hasilnya ruang lingkup norma menyempit yang seharusnya berfungsi melindungi anggotanya dari ptaktek penindasan. D. Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi Jika dibagi dalam sebuah riset atau studi dapat menghubungkan modal sosial dengan pembangunan ekonomi. Sebagaimana berikut : Tabel Rasionalitas Pertukaran Ekonomi dan Sosial Elemen Fokus Pertukaran Kegunaan (Optimalisasi) Pilihan rasional Bentuk Pembayaran (Episodic Pay Off) Penghargaan umum Penjelasan Logika Pertukaran Ekonomi Pertukaran Sosial Transaksi Laba relatif terhadap biaya dalam transaksi (transaction at a cost) Relasi alternatif Biaya transaksional Uang (kredit hutang ekonomi) Kesejahteraan ekonomi) Hukum alam 9 Hubungan (relationship) Transaksi Alternatif Biaya hubungan /relasional dan reduksi Transaksi alternatif Biaya hubungan/relasional reduksi ekonomi, Pengakuan (kredit sosial, utang sosial) (status Reputasi (status sosial) Hukum manusia Daya tahan pelaku Optimalisasi laba Daya tahan kelompok Minimalisasi kerugian Penjelasan pertukaran ekonomi dan pertukaran sosial sebagaimana diuraikan oleh Lin (2001). Perspektif Rasionalitas transaksional, secara tipical menjelaskan untuk melakukan analisis pertukaran ekonomi. Tujuan utamanya adalah memperoleh modal ekonomi dan kepentingan aspek transaksional pertukaran yang dimediasi oleh harga dan uang. Sebaliknya, rasionalitas relasional diimplikasikan dalam pertukaran sosial memfokuskan pada aspek relasional dari pertukaran biasa diperantarai oleh pengakuan. Tujuan dari rasionalitas relasional adalah untuk memperoleh reputasi lewat pengakuan dalam jaringan ataupun kelompok. Sedangkan kegunaan pertukaran adalah untuk mengoptimalisasi pertukaran keuntungan relasional dan juga analisis biaya dan keuntungan. E. Modal Sosial dan Mekanisme Adaptasi Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan dan Pembangunan Infrastruktur4 1. Menguatnya Bonding Capacity Sidoasri Desa Desa Sidoasri terletak di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, wilayah paling selatan dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Desa ini secara langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia. Desa ini memiliki luas lahan 1.895,60 Ha yang terdiri atas lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah merupakan lahan produktif yang dimanfaatkan warga untuk kegiatan pertanian seluas 268,70 Ha (BPS Kabupaten Malang 2008). Pengaspalan jalan nampaknya menjadi prioritas bagi pembangunan desa. Beberapa jalan telah diperbaiki sehingga memudahkan transportasi barang ataupun penumpang. Ketika memasuki Desa Sidoasri, kita akan menemukan empat jenis jalan, yaitu jalan aspal, jalan rabat beton, jalan makadam, dan jalan tanah. Jenis jembatan yang ada di desa berupa jembatan aspal yang sebagian besar pengerjaannya memanfaatkan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) desa. Jembatan tersebut selain sebagai sarana transportasi, berfungsi juga sebagai saluran untuk irigasi. Terdapat tujuh jembatan yang menjadi penghubung wilayah antar desa yang pengerjaannya dilakukan oleh swadaya masyarakat dalam program PNPM. 4 Jurnal yang ditulis oleh Ayu Kusumastuti diterbitkan oleh Lab Sosio, Pusat Kajian Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia dalam Jurnal Sosiologi “MASYARAKAT” pada tahun 2015. 10 Pembangunan infrastruktur Desa Sidoasri melibatkan banyak kalangan masyarakat. Partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam sebuah pembangunan sangat tinggi, selain kerja sama yang ditunjukkan melalui gotong royong. Dalam proses pembangunan pedesaan yang berkaitan dengan infrastruktur, terdapat beberapa program terkait pembangunan, antara lain: PNPM, PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan), dan PDPT (Pengembangan Desa Pesisir Tangguh). Ketiga program di atas menjadi tumpuan masyarakat dalam melakukan kerja sama eksternal. Namun demikian, perlu disadari bahwa keberadaan ketiga program tersebut hanya sebagai legitimasi lembaga formal. Adapun keberlanjutaan pengelolaan infrastruktur transportasi masyarakat lebih banyak mengembangkan kerja sama antara warga. Kerja sama dan partisipasi antar warga ini menjadi bentuk interaksi sosial yang menguntungkan bagi pembangunan. Gotong royong, kepercayaan, dan norma yang mengatur menjadi rangkaian dari yang hampir serupa. Ide, interaksi, dan perhatian dikembangkan dalam pembangunan mereka sendiri. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan misalnya, mereka cenderung membentuk norma dan nilai yang disepakati untuk mempertahankan struktur tertentu. 2. Bonding Capacity: Pembentukan Daya Lenting, Fleksibilitas, Dan Stabilitas Masyarakat Pedesaan Infrastruktur perairan di Desa Sidoasri difokuskan pada penyediaan sarana prasarana untuk air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat dan irigasi. Air bersih didapatkan dari sumber air tanah dengan membuat sumur. Sumber mata air didapatkan di daerah yang lebih tinggi dari permukiman warga dan kemudian dipasang selang air untuk menghubungkan sumber air menuju rumah warga. Umumnya sarana dan prasarana yang digunakan warga dalam penyedian air bersih masih sederhana. Untuk menjaga kejernihan air cukup diberi sabut kelapa sawit yang biasanya dibuat sapu ijuk untuk penyaring. Selebihnya untuk pembuatan beton juga tidak terlalu diperhatikan. Masyarakat, dengan teknologi yang sederhana, mampu memanfaatkan sumber air dengan maksimal untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari minum, cuci, dan kakus. “Yang dilakukan warga sekitar sini dari hasil untuk jaga air tetap bersih kita kerja bakti masyarakat sekitar sini yang pake air. Ini saja cukup dikasih sabut kelapa sawit yang biasanya dibuat sapu ijuk itu loh Mbak buat saringannya itu, ya udah gitu aja gak perlu di beton”. (wawancara dengan Ketua RW 02 Desa Sidoasri, 30 juli 2014) 11 Apa yang telah dilakukan masyarakat menunjukkan upaya dan kemampuan adaptif dalam merespon kebutuhan air bersih di lingkungannya. Penggunaan teknologi sederhana, namun dengan pemanfaatan yang maksimal adalah cara mereka dalam melakukan mobilisasi sumber daya alam sekitar. Pelling dan High (2005) yang menyatakan bahwa proses pengembangan kapasitas adaptif ditentukan oleh masyarakat yang dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya/ potensi di sekitar mereka. Sabut kelapa yang banyak ditemui di lingkungan dimanfaatkan untuk mendapatkan kecukupan air bersih. Hal inilah yang menunjukkan kemampuan adaptasi masyarakat. Timbulnya daya adaptif ini tidak muncul begitu saja namun terus dikembangkan dengan interaksi dan membagi ide antar sesama antarwarga. Daya adaptasi ini menunjukkan sebuah daya lenting dan fleksibilitas. Masyarakat dapat beradaptasi dengan penggunaan teknologi sederhana dan modal sosial yang dimiliki agar terus dapat mendayagunaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat terlibat secara langsung pada proses pembangunan penyediaan air bersih. Masyarakat juga memiliki serangkaian aturan dalam menyelenggarakan infrastruktur air. Masyarakat secara swadaya membeli selang sendiri, melapor kepada kepada ketua RT/RW untuk disambungkan saluran airnya. Proses ini menunjukkan jaringan dan interaksi antara warga dan pimpinan wilayah setempat untuk bekerja sama dalam peyaluran air, seperti pengakuan salah satu informan. “Mau nyalur ya beli selang sendiri nanti kalau mau masang tinggal bilang ke saya ya sudah kita pasang selangnya, kesepakatan bersama gitu aja seperti tidak boleh merusak selang milik orang lain, memindah selang milik yang lain” (wawancara dengan Ketua RW 2 Desa Sidoasri, 3 Agustus 2014). Bentuk kerja sama yang dilakukan masyarakat dalam penyediaan air bersih mengembangan modal sosial dengan cara ekslusif/bonding. Sesuai dengan prinsip modal sosial ini yang memperlihatkan interaksi yang kuat dan saling percaya antara sesama anggota komunitas dengan pola interaksi sosial sehari-hari yang dituntun oleh nilai-nilai dan normanorma yang telah disepakati masyarakat. Indikator kepercayaan satu sama lain antar warga dapat dilihat dari warga yang mempercayakan penyediaan air bersih pada tokoh masyarakat sekitarnya. Tokoh masyarakat tersebut juga dengan sukarela membantu pemasangan saluran air. Melalui modal kerja sama dan kepercayaan yang dibangun, masyarakat menciptakan kapasitas adaptif dalam pembangunan infrastruktur. Kapasitas adaptasi itu memunculkan bentuk-bentuk peraturan baru dalam menjaga keberlanjutan infrastruktur. Hal 12 ini sesuai dengan pernyataan Pelling dan Hall (2005) yang menyatakan bahwa proses pengembangan kapasitas adaptif dapat dilakukan dengan memodifikasi kelembagaan. Tindakan ini dengan cara berinovasi menciptakan norma dan aturan baru dalam tindakan sosial. Modifikasi kelembagaan dalam tataran norma dan nilai yang dilakukan dengan cara saling menjaga kenyamanan satu sama lain. Semua orang dilarang memindahkan ataupun merusak selang (saluran air) milik orang lain untuk menjaga keberlanjutan sistem infrastruktur air dan konflik antar warga di kemudian hari. Apa yang telah dilakukan warga dalam menjaga infrastruktur di desanya adalah bentuk kapasitas adaptif. Kapasitas adaptif ini merujuk pada sebuah pengetahuan, kemampuan menyesuaikan diri, mekanisme bertahan, dan mengatasi kendala dalam infrastruktur air. Penyediaan air bersih melalui sumber air membuat masyarakat mempunyai daya adaptif dalam menyesuaikan diri dengan kondisi infrastruktur air di daerahnya. Menyadari bahwa air ini ketersediaannya harus dapat dibagi rata tiap penduduk, maka tiap warga harus memiliki daya/kemampuan untuk saling menjaga dan tidak merusak selang milik warga lain. Upaya menjaga sesama warga ini membentuk daya lenting dan flesibilitas sehingga masyarakat cenderung stabil dan terhindar dari konflik yang muncul dalam masyarakat. Modal sosial bonding memiliki peran dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur jalan, air bersih, dan listrik di Desa Sidoasri Kabupaten Malang. Peran modal sosial ini dijadikan sebuah kekuatan dalam merespon situasi diluar diri mereka, yaitu sebuah kapasitas adaptasi. Kekuatan/kemampuan kolektif inilah yang kemudian ditransformasikan dalam upaya memobilisasi sumber daya alam dan manusianya serta memodifikasi norma dan kelembagaan yang ada di masyarakat sehingga tercipta sebuah daya lenting masyarakat. Dalam proses pembangunan infrastruktur berupa jalan, modal sosial berupa interaksi yang kuat antar sesama warga berkembang. Interaksi ini mengasilkan kapasitas adaptasi berupa kerja sama, partisipasi tenaga, waktu, dan materi, serta pembagian kerja laki-laki dan perempuan. Dalam proses pembangunan infrastruktur berupa saluran air, berkembang bonding berupa kerja sama, kepercayaan, dan norma/aturan yang mengikat. Hal tersebut menghasilkan kapasitas adaptasi berupa pemanfaatan teknologi yang sederhana serta prinsip saling menjaga dan tidak merusak selang milik warga lain. Sementara itu, dalam proses pembangunan infrastruktur listrik berkembang kepercayaan antara warga. Kapasitas adaptasi dikembangkan dengan memobilisasi sumber daya kelompok dengan memanfaatkan Kebaktian Rukun Warga (KRW). Modifikasi kelembagaan yang dilakukan adalah 13 penunjukkan seorang anggota kelompok untuk dijadikan orang kepercayaan untuk mengelola iuran listrik. Pada contoh kasus di atas mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk modal sosial berupa kepercayaan, interaksi, dan kerja sama antara anggota kelompok menjadi kekuatan untuk merespon secara kolektif pembangunan infrastruktur pedesaan. Upaya respon tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah kapasitas adaptif masyarakat. Daya lenting, fleksibilitas, dan stabilitas masyarakat dapat terbentuk apabila daya adaptif tersebut mampu memobilisasi sumber daya alam dan manusia serta memodifikasi kelembagaan yang ada dalam mayarakat. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kapasitas adaptasi yang dikembangkan oleh masyarakat melalui modal sosial terikat dapat mewujudkan daya lenting, fleksibilitas, dan stabilitas dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur desa. PENUTUP A. Kesimpulan Modal kepercayaan sosial sebagai gambaran organisasi sosial seperti jaringan, norma, dan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Menurut Coleman bentuk modal sosial dibagi menjadi tiga diantaranya: 1) Struktur kewajiban (obligations), ekspektasi (expectations), dan kepercayaan (trustworthiness), 2) Jaringan Informasi (Information Channels), 3) Norma dan Sanksi yang efektif (Norms and Effective Sanctions). Terdapat empat cara pandang modal sosial: 1) Pandangan Komunitarian (Communitarian View) yang menyamakan modal sosial dengan organisasi lokal yaitu seperti asosiasi dan kelompok-kelompok sipil, 2) Pandangan jejaring/ jaringan (network view) yang menggabungkan dua sisi yaitu : sisi atas (upside), dan sisi bawah (downside) yang menekankan pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal. 3) Pandangan Kelembagaan (Institutional View) ini mengemukakan bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat sipil merupakan produk dari sistem politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. 4) Pandangan Sinergi ini berupaya untuk mengintegrasikan konsep jejaring (network) dan kelembagaan (Institutional). Kontroversi para tokoh menyangkut hal-hal dasar modal sosial yang terbagi menjadi empat isu: 1) Kontroversi yang menghadapkan apakah modal sosial aset dari kolektif atau individu, 2) Kontroversi yang melihat modal sosial sebagai klosur (closure) atau jaringan 14 terbuka dalam relasi sosial. 3) Kontroversi (pandangan Coleman) bahwa modal sosial merupakan sumber daya struktur sosial (social-structure resource), 4) Kontroversi mengenai pengukuran (measurement). 15