Academia.eduAcademia.edu

Budi Wibowo KIK Jurnal

Tanggung jawab pengamanan pada perusahaan bagi keberlangsungan bisnis perusahaan bukan semata merupakan peran dan fungsi sekuriti departemen saja , apalagi perusahaan juga berstatus sebagai Objek Vital Nasional. Fungsi dan peran lainnya memiliki peranan penting dalam rangka ikut serta menciptakan kondisi aman untuk menjaga keberlangsungan perusahaan. Salah satunya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang dikenal dalam istilah migas sebagai Tanggung Jawab Sosial (TJS). Program ini sejalan dengan Peraturan tentang Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Penelitan ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan obeservasi partisipasi, wawancara mendalam , life story , analisa dokumen dan kepustakaan. Dasar penelitian ini dilakukan dengan studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan telah melakukan Program TJS nya dengan berfokus kepada tiga hal yaitu Pendidikan, Pemberdayaan dan Lingkungan & Kesehatan. Bahwa kemudian masih terjadi ketidakpuasan yang berujung kepada konflik antara perusahaan dengan stakeholdernya yaitu masyarakat terdampak dalam hal ini Forum Komunikasi Masyarakat Sampang Utara harus dipahami sebagai bentuk dari suatu interaksi sosial antara perusahaan dengan stakeholdernya. Kondisi ini disebabkan karena komunikasi yang berjalan kurang baik pasca re-strukturisasi organisasi stakeholder secara masif , belum terintegrasi serta minimnya keterbukaan komunikasi program TJS dengan sekuriti departemen , tidak tersosialisasinya program TJS yang telah dilakukanan kepada pemangku kepentingan , keterbatasan kompetensi komunikasi staff stakeholder, serta adanya kepentingan kelompok dengan memanfaatkan isu TJS ini.

PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN PENGAMANAN OBJEK VITAL NASIONAL Pada Lapangan Produksi Migas Lepas Pantai di Utara Madura Jawa Timur Budi Wibowo Sekolah Kajian Strategik dan Global, Program Studi Manajemen Sekuriti , Universitas Indonesia, Salemba Jakarta , Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Tanggung jawab pengamanan pada perusahaan bagi keberlangsungan bisnis perusahaan bukan semata merupakan peran dan fungsi sekuriti departemen saja , apalagi perusahaan juga berstatus sebagai Objek Vital Nasional. Fungsi dan peran lainnya memiliki peranan penting dalam rangka ikut serta menciptakan kondisi aman untuk menjaga keberlangsungan perusahaan. Salah satunya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang dikenal dalam istilah migas sebagai Tanggung Jawab Sosial (TJS). Program ini sejalan dengan Peraturan tentang Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Penelitan ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan obeservasi partisipasi, wawancara mendalam , life story , analisa dokumen dan kepustakaan. Dasar penelitian ini dilakukan dengan studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan telah melakukan Program TJS nya dengan berfokus kepada tiga hal yaitu Pendidikan, Pemberdayaan dan Lingkungan & Kesehatan. Bahwa kemudian masih terjadi ketidakpuasan yang berujung kepada konflik antara perusahaan dengan stakeholdernya yaitu masyarakat terdampak dalam hal ini Forum Komunikasi Masyarakat Sampang Utara harus dipahami sebagai bentuk dari suatu interaksi sosial antara perusahaan dengan stakeholdernya. Kondisi ini disebabkan karena komunikasi yang berjalan kurang baik pasca re- strukturisasi organisasi stakeholder secara masif , belum terintegrasi serta minimnya keterbukaan komunikasi program TJS dengan sekuriti departemen , tidak tersosialisasinya program TJS yang telah dilakukanan kepada pemangku kepentingan , keterbatasan kompetensi komunikasi staff stakeholder, serta adanya kepentingan kelompok dengan memanfaatkan isu TJS ini. Kata kunci : Tangung Jawab Sosial , pengamanan , stakeholder, komunikasi PROGRAM FOR SOCIAL RESPONSIBILITY TO THE IMPROVEMENT OF NATIONAL VITAL OBJECT SECURITY In the Offshore Oil and Gas Production Field At North of Madura, East Java Abstack The responsibility of security matter for the company's business continuity does not only involve the role and function of the department's security, as well as the company's status as a National Vital Object. Other functions and roles have an important role in participating in creating safety to support the company's sustainability. One of them is through the Corporate Social Responsibility (CSR) program or known as oil and gas as Tanggung Jawab Sosial (TJS). This program is related to Regulations on Limited Liability Companies (PT) related to Natural Resources (SDA), namely Limited Liability Company Law No. 40 of 2007. This research uses qualitative methods. The technique of collecting data uses observation of participation, in-depth interviews, life stories, analyzing documents and literature. The basis of this research is the case study. The results showed the company had conducted a TJS Program with support for three things namely Education, Empowerment and Environment & Health. The North Sampang Community Discussion Forum must discuss the form of interaction between the company and its stakeholders. This condition is caused by inadequate communication after the massive organization of stakeholder re-organizations, not yet integrated as well as the lack of openness of the TJS communication program with the security of the department, the TJS program socialization that has been carried out for the purposes of contact, communication needs, stakeholder communication staff, as well as group interests by utilizing this TJS. Keywords: social responsibility , security, stakeholder, communication 1. Pendahuluan Tanggung jawab pengamanan pada perusahaan untuk menjamin keberlangsungan bisnis perusahaan bukan semata merupakan peran dan fungsi sekuriti departemmen saja Peran dan fungsi manajemen sekuriti tidak dapat berdiri sendiri. Fungsi dan peran lainnya memiliki peranan penting dalam rangka ikut serta menciptakan kondisi aman untuk menjaga keberlangsungan perusahaan. Salah satunya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang dikenal dalam istilah migas sebagai Tanggung Jawab Sosial (TJS). Program tersebut hal ini sejalan dengan Peraturan tentang Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 disebutkan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. di Industri hulu migas saat ini memiliki payung baru yakni PP No. 27 Tahun 2017. Pada pasal 12 disebutkan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan dapat diganti oleh negara atau dikenal dengan istilah cost recovery. Dengan peraturan tersebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontrak KKS) akan dapat lebih berfokus dalam pelaksanaan program TJS nya. Bagaimana melihat relasi antara korporasi dengan para pemangku kepentingannya, salah satunya dapat ditinjau dari bagaimana kinerja program tanggung jawab Sosial korporasinya terhadap masyarakat diwilayah kerjanya Tinggi rendahnya kinerja program TJS tidak mutlak menjamin baik-buruknya relasi korporasi pemangku kepentingan, namun dari kinerja ini terlihat bagaimana komitmen, kebijakan dan tindakan korporasi corporate image dan bahan pertimbangan bagi calon investor dalam menanamkan modalnya (Orlitzky & John, 2001). Lapangan Produksi Minyak dan Gas di lepas pantai yang berlokasi di Sampang utara Madura merupakan Objek Vital Nasional berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 77 K/90/MEM/2019 tentang Objek Vital Nasional Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . Dalam aturan ini ditetapkan, obvitnas bidang ESDM yang meliputi kawasan/lokasi, bangunan/instalasi, dan/atau usaha di bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kepmen ini. perusahaan di dalam keberadaannya di lindungi oleh negara karena kegiatan usahanya berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak secara luas dengan memberikan kontribusi di dalam produksi migasnya bagi negara. Bertolak dari uraian tersebut, fokus kajian ini diarahkan pada Program Tanggung Jawab Sosial Terhadap Peningkatan Pengamanan Objek Vital Nasional studi kasus pada Lapangan Produksi Migas Lepas Pantai yang daerah operasionalnya meliputi Kecamatan Sokobanah , Banyuates dan Ketapang , Kabupaten Sampang, Madura Jawa Timur. Lokasi ini dipilih karena penulis saat ini telah bekerja salama empat tahun dan dalam keseharian tugasnya langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penanganan permasalahan tersebut disamping pernah pula sebagai NGO yang menangani program TJS pada kabupaten Sampang untuk bidang kewirausahaan padatahun 2008-2010 sehingga sehingga memiliki pengalaman yang cukup. Selain itu, pada bulan Oktober 2019 terjadi konflik cukup besar mengenai TJS di lokasi yang sama. Di Indonesia sistem manajemen pengamanan diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 dan telah bergulir lebih dari satu dekade. Perkap ini ditujukan sebagai panduan pagi penyelenggaraan kegiatan pengamanan di seluruh organisasi, perusahaan dan instansi/ lembaga pemerintahan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia dan menjadi satu hal yang wajib diterapkan termasuk di industry minyak dan gas bumi. Didalam perkembangannya menurut Edward P. Borodzicz (2005) dalam Risk, Crisis and Security management menyatakan bahwa: “more inclusive view of security might involve the management of health andsafety, auditing, crisis and contingency planning, CCTV, whistle-blowers, reputation risk, workplace bullying and harassment, employee screening, counterfeiting, the purchase of security intelligence and body guarding; in fact, anything interfering withthe functioning of an organization, its profitability or viability. This wider view of security is perhaps more akin to a corporate risk management function, allowing organizations or individuals to carry on their business ‘free from danger’”. Dijelaskan di atas bahwa pandangan yang lebih inklusif tentang keamanan mungkin melibatkan manajemen kesehatan dan keselamatan, audit, perencanaan krisis dan darurat, CCTV, pelaporan terhadap pelanggaran, reputasi risiko, intimidasi dan pelecehan di tempat kerja, penyaringan karyawan, pemalsuan, jual beli informasi intelijen terkait keamanan dan jasa pengawalan personil; pada kenyataannya, apa pun yang mengganggu berfungsinya suatu organisasi, keuntungan atau kelangsungannya. Lebih luas lagi keamanan mungkin lebih mirip dengan fungsi manajemen risiko perusahaan, kemungkinan organisasi atau individu untuk menjalankan bisnis mereka 'bebas dari bahaya'. Pengamanan disini yang dimaksud adalah Industrial Security yang ada dalam melakukan fungsi pengamanan dalam perusahaan. Menurut Djamin dalam Manajemen Sekuriti di Indonesia crime and loss prevention (2015: 10) Industrial Security mencakupi "crime prevention" dan "loss prevention sekaligus yang ruang lingkupnya mencakupi Physical security, Information security, Personnel security, Industrial relations dan . Community development yang merupakan bentuk TJS yang diimplementasikan disekitar perusahaan. Di dalam melakukan pengamanan usahanya perusahaan mengacu pada suatu guidelines terhadap pedoman dalam pelaksanaan pengamanan. Sistem tersebut disebut sebagai SeMS. Security management system / SeMs (2018) “The Security Management System (SeMS) manual provides policy, standards, guidelines, procedures and tools for security risk management across Company Group. The provisions in this manualare designed to protect people, property and information, for domestic and international operations”. Disebutkan diatas bahwa SeMS memuat kebijakan, standar, pedoman, prosedur dan alat bagi sekuriti dalam manajemen resiko yang berlaku di semua wilayah operasionalnya yang di desain untuk melindungi manusia, aset perusahaan dan informasi untuk mendukung kegiatan operasional baik yang berupa lokal maupun bersifat Internasional. Dalam rangka menjamin kegiatan operasional pertambangan minyak di laut maka pemerintah melindunginya melalui Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2010 tentang Kenavigasian, dimana ditetapkan zona terlarang sejauh radius 500 meter dari titik anjungan bagian terluar dan zona terbatas sejauh 1250 meter dari titik terluar zona terlarang (1750 meter dari titik anjungan). Pemberlakuan aturan khususnya zona terlarang menjadikan area sejauh radius 500 meter dari anjungan terbebas dari adanya kegiatan lain, termasuk penangkapan ikan. Eksternalitas ekologi: pembentukan habitat dan zona pemulihan stok ikan di sekitar anjungan migas. Keterangan tentang jenis bangunan atau instalasi di perairan lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM No 25 tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran. Termasuk juga penjelasan tentang zona keamanan dan keselamatan dijelaskan dalam Permen ini. Pasal 3 (2) Bangunan dan/ atau instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. Anjungan lepas pantai b. Tangki penampun terapung (floating production storage oil) c. Pipa dan / atau kabel bawah air. d. Tiang penyanggah dan/ atau jembatan; dan e. Oil Well Platform Dalam Analisa mengenai dampak sosial yang telah dilakukan sebelumnya terhadap lapangan Migas (AMDAL, 2013) dampak negatif penting terhadap penangkapan ikan juga akan muncul akibat kegiatan pemasangan fasilitas produksi. Keberadaan fasilitas produksi tersebut berimplikasi kepada adanya zona larangan (restricted area) bagi pihak yang tidak berkepentingan untuk memasuki areal radius 500 m dari fasilitas produksi/anjungan berdasarkan UndangUndang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Penetapan zona larangan dapat memunculkan pemahaman adanya pembatasan areal penangkapan ikan, walaupun maksud penetapan zona larangan tersebut lebih untuk keselamatan fasilitas produksi maupun orang yang memasukinya. Resiko yang besar bagi keselamatan merupakan hal yang mendasari penetapan zona larangan tersebut. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan terhadap kegiatan yang berdampak pada komponen penangkapan ikan harus dilakukan sehingga potensi timbulnya dampak negatif tersebut dapat diperkecil. kegiatan eksplorasi terhadap lapangan migas lepas pantai, diduga akan mendorong ke arah positif isu pokok perekonomian lokal. Adapun untuk mendorong hal tersebut perlu diberikan stimulan berupa program kepedulian sosial pada tahap konstruksi dan program TJS pada tahap operasi yang terintegrasi dengan program dari pemerintah daerah. Dengan adanya pengelolaan terhadap dampak primer tersebut maka keberadaan perusahaan dapat lebih berperan dalam mengembangkan perekonomian lokal sekitar lokasi kegiatan. Dengan begitu banyaknya program TJS dan peraturan mendorong keamanan dalam melakukan operasinya tidak serta merta membuat aktivitas nelayan di sekitar lapangan produksi lepas pantai minyak dan gas menjadi bebas dari aktifitas nelayan. 2. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Creswell (2016, hlm.4) menyebutkan bahwa “Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan menganalisa data secara induktif dari tema khusus ke tema-tema umum dan menafsirkan makna data”. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada nara sumber, pengamatan serta dan studi dokumen sehingga diperoleh suatu analisa terkait dengan pelaksanaan program TJS dan hubungannya dengan manajemen sekuriti yang ada di lokasi aktivitas lepas pantai. Tipe penelitian yang dilakukan ini bersifat deskripsi analisis, yaitu mendeskripsikan pelaksanaan program TJS serta menganalisa keterkaitannya dengan manajemen sekuriti. Deskripsi yang dilakukan diperoleh melalui data dan informasi yang diperoleh langsung dari hasil wawancara langsung kepada nara sumber dan pihak-pihak lain yang memiliki korelasi terhadap penelitian yang dilakukan sehingga diperoleh informasi yang sebenarnya termasuk melalui obeservasi keterlibatan, hasil studi dokumen serta wawancara mendalam dan pengalaman peneliti sendiri sebagai bagian dari sekuriti departemen yang dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya secara langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan tema penelitian yang diambil. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) jenis data yaitu sumber data utama atau disebut data primer dan data yang diperoleh dari sumber data tambahan atau disebut data sekunder. Sumber Data Primer merupakan informasi penelitian yang diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dan terstruktur kepada narasumber yang kredibel dan terkait langsung dengan penelitian. Data primer juga diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi pada lingkungan perusahaan serta pengamatan terlibat dimana dalam pelaksanaan tugas pekerjaannya peneliti terlibat langsung dalam berbagai meeting dan diskusi mengenai permasalahan tersebut. Sumber data sekunder adalah sumber-sumber lainnya yang dapat memberikan informasi guna memperkuat penelitian selain dari hasil data sekunder. Data sekunder dapat berupa studi dokumen berupa data-data, laporan, kebijakan perusahan, hasil catatan pertemuan, surat keputusan, paparan presentasi, peraturan perundangan serta hal lainnya yang dapat memberikat informasi terkait permasalahan penelitian. Bungin, Burhan (2013) dalam metode penelitian sosial dan ekonomi menyebutkan bahwa pengumpulan data penelitian kualitatif membutuhkan teknik-teknik kualitatif pula. Pada umumnya dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data dapat berupa observasi partisipasi, wawancara mendalam, life history, analisis dokumen, catatan harian penelitian dan analisa media Adapun penjelasan penulis megenai pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut: 1.Observasi partisipasi. Di dalam penelitian ini penulis terlibat langsung dalam kegiatan permasalahan yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat yang berhubungan dengan program tanggung jawab sosial dan kesekuritian. Adapun kegiatan itu berupa ikut dalam meeting-meeting internal antar departemen, penanganan dan pendampingan masalah demo mengenai isu tanggung jawab sosial, pengawalan terhadap kunjungan-kunjungan CEO dunia dari perusahaan migas tersebut baik ketika melakukan kunjungan kementrian terkait industri migas, acara pertemuan forum internasional perusahaan migas, maupun ke perusahaan migas nasional dan perusahaan migas lainnya. 2.Wawancara mendalam. Merupakan wawancara yang dilakukan secara informal yang digunakan bersamaan dengan observasi partisipasi. Wawancara mendalam dilakukan oleh penulis terhadap responden karena keterlibatan dalam proses kehidupan dan kebudayaan responden. 3.Life History digunakan untuk menggali informasi mendalam secara individual. Data pengalaman individual merupakan bahan keterangan mengenai apa yang dialami individu sebagai bagian dari kelompok tertentu yang menjadi objek penelitian. 4.Analisis Dokumen dilakukan dengan membaca, menganalisa dan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian guna dijadikan masukan bagi kelengkapan data untuk mendukung analisa penelitian menjadi lebih tajam. Analisa dokumen yang dilakukan dengan mempelajari dokumen kebijakan perusahan, laporan-laporan terkait mengenai penelitian, surat-surat dan lain-lain. 5.Catatan harian penelitian merupakan catatan yang penulis lakukan pada saat melakukan kegiatankegiatan pengumpulan data yang dianggap relevan mendukung data yang disajikan menjadi lebih lengkap. 6.Analisa Media merupakan pengamatan yang dilakukan penulis terkait dengan berita-berita maupun informasi terhadap perusahan baik dalam buletin, media online, maupun informasi melalui website Analisa media dilakukan dengan mencari korelasi yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan. Setelah data yang diperlukan diperoleh penulis kemudian melakukan teknik analisa data guna disusun menjadi satu analisa yang. (Hariyanti, 2015) dalam analisis data kualitatif Miles dan Hubermen menyatakan, secara umum penelitian kualitatif dalam melakukan analisis data banyak menggunakan model analisis yang dicetuskan oleh Miles dan Huberman pada tahun 1984 yang sering disebut sebagai analisis data interaktif. Aktivitas dalam analisis data kualitatif terdapat 3 (tiga) tahapan yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1.Reduksi Data. Merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok yang memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari polanya dengan demikian data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penulis untuk pengumpulan data selanjutnya. 2.Penyajian Data. Merupakan kegiatan yang dilakukan ketika sekumpulan informasi disusun sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. 3.Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya samar-samar menjadi jelas setelah dilakukan penelitian, Kesimpulan ini dapat berupa hubungan kausal atau interaktif maupun berupa hipotesis atau teori. (Creswell, 2016) merekomendasikan beberapa strategi dalam melakukan verifikasi datas sehingga dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menilai keakuratan penelitian yang dilakukannya. Dalam penelitian ini penulis mengambil verifikasi data dengan cara triangulasi data (triangulate), membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich and tick description) dan memanfaatkan waktu yang relatif lama (prologed time) dalam penelitian bersama responden yang turut membantu kredibilitas hasil naratif penelitian sehingga mampu memahami lebih dalam fenomena yang terjadi sehingga data menjadi lebih akurat dan valid. 3. Hasil dan Pembahasan Kegiatan eksploitasi minyak dan gas telah memiliki Izin Lingkungan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. SK. 376/ Menlhk/Setjen/PLA.4/5/2019 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2013 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pengembangan Lapangan Minyak dan Gas Bukit Tua, Blok Ketapang, di Perairan Lepas Pantai Pulau Madura, Jawa Timur Kegiatan sosialisasi rencana kegiatan perlu dijalankan dengan baik agar pemahaman masyarakat yang akan terkena dampak menjadi utuh dan tidak bias, jika perlu, diupayakan pada setiap tahap kegiatan. Tidak dimungkinkannya tenaga kerja lokal dipekerjakan karena keterbatasan pendidikan dan keahlian yang dimiliki, sehingga perlu diupayakan program-program kepedulian sosial dan pemberdayaan masyarakat agar dampak positif tidak penting dapat ditingkatkan. Prayogo (2017 : 12) dalam Socially Responsible Corporation menyatakan bahwa “Sejatinya tanggung jawab sosial korporasi merupakan sebuah kesepakatan antara pihak bisnis dengan masyarakat atau komunitas yang berpengaruh atau signifikan terhadap bisnis tersebut” Lebih jauh dikatakan bahwa dalam pemahaman tersebut tanggung jawab sosial merupakan sekumpulan etika sosial yang terbentuk dalam sebuah proses “kontrak sosial” yang melekat khususnya pada industri tambang dan migas yang mengesploitasi sumber daya alam pada daerah tertentu agart tercipta proses dan hubungan bisnis dengan masyarakat secara berkeadilan, berkesejahteraan dan berkelanjutan. Selanjutnya Proyogo mengemukakan Maka TJS yang sering disebut juga corporate social responsibility (CSR) adalah korporasi berkewajiban untuk turut menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat, sekaligus secara bersamaan membangun relasi saling mendukung antara korporas dengan masyarakat sekitar. (Dennis, 2007; Freeman, 2005; Bartkus, 2002; Kotler 2005;, Saiia, 2003). Kata turut disini berarti menempatkan korporasi bukan sebagai aktor utama melainkan aktor pendukung namun berpartisipasi aktif. Sebagai timbal balik dari TJS ini adalah terciptanya legitimasi sosial yakni berupa keabsahan sosial dukungan bahkan proteksi masyarakat atas komunitas lokal terhadap keberadaan kegiatan korporasi karena kegiatannnya dirasakan bermanfaat bagi mereka (Hachteer, 2003). Menurut Budiarti, meliani, (2019) dalam TJS Dalam sudut pandang perusahaan mengutip Fayan, 2009 menyatakan bahwa pertimbangan perusahan dalam melakukan TJS antara lain karena alasan-alasan sebagai berikut: 1.Memenuhi regulasi hukum dan aturan 2.Sebagai investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif. 3.Bagian dari strategi bisnis perusahaan. 4.Untuk memperoleh licance to operate dari masyarakat setempat. 5.Bagian dari risk management perusahaan untuk meredam dan menghindari konflik sosial. Menurut Ismail Solihin (2008:13) dalam TJS From charityto sustainability bahwa TJS juga memiliki dimensi etika bisnis sebagai agen moral harus menerapkan prilaku etis dalam menjalankan bisnisnya. Setidaknya terdapat tujuh alasan mengapa perusahaan harus melakukan bisnis secara etis sebagai berikut : 1.Meningkatkan harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil menjalankan bisnisnya secaraetis akan mengalami sorotan, kritik bahkan hukuman. 2.Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan pemangku kepentingan lainnya. 3.Penerapan etika bisnis di Perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dicapai melalui terjadinya penurunan resiko korupsi, manipulasi, penggelapan dan berbagai bentuk prilaku tidak etis lainnya. 4.Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepatijanji dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis diantara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis. 5.Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. 6.Penerapan etika perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja. 7.Mencegah perusahaan yang diwakili para pemimpinnya tidak memperoleh sanksi hukum karena menjalankan bisnis secara tidak etis. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”. 4.Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP No.79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pada pasal 12 disebutkan bahwa biaya operasi yang dapat dikembalikan harus memenuhi syarat salah satunya yaitu untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan pada masa eksplorasi dan eksploitasi. Perkembangan lainnya yang terjadi saat ini adalah rencana implementasi TJS berdasarkan ISO 26000. Dimana dijelaskan yang dimaksud dengan TJS adalah tanggun jawab suatu perusahaan atas dampak dari berbagai keputusan dan aktivitas mereka terhadap masyarakat dan lingkungan melalui suatu prilaku terbuka dan etis yang : 1.Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejateraan masyarakat. 2.Memperhatikan ekpektasi para pemangku kepentingan 3.Tunduk kepada hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma prilaku international. 4.Diintegrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi Hasil temuan yang penulis peroleh merupakan hasil keterlibatan langsung selama bekerja sejak Agustus 2015 hingga saat ini dibawah security departemen baik melalui keterlibatan dalam meeting-meeting antar departemen maupun dengan perusahan migas lainnya yang didalam kegiatannya meliputi telaah terhadap laporan bulanan sekuriti, pembahasan-pembahasan terhadap Emergancy Respon Plan lapangan offshore, laporan intelejen, hasil notulen meeting , diskusi dengan berbagai pihak yang mengetahui dan terlibat secara langsung menangani permasalahan disana. Program Tanggung Jawab Sosial (TJS) di industri hulu minyak dan gas bumi (migas) tidak dapat dilepaskan dari payung hukum yang menaunginya. Setidaknya ada empat aturan hukum yang mengatur praktek TJS sebagai bagian melekat dari sebuah perusahaan. Ini dia aturannya: 1.Peraturan yang mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagaimana Keputusan Menteri BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL terdiri program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan), serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan), dengan dana kegiatan yang bersumber dari laba BUMN. 2.Peraturan tentang Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 disebutkan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3.Peraturan TJS bagi perusahaan pengelola Minyak dan Gas (Migas), diatur dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001. Dalam pasal 13 ayat 3 (p) disebutkan: Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p) Hasil temuan ini diperkaya pula dengan pengalaman penulis yang juga pernah menjadi Regional Manager salah satu NGO dan menangani project di Kabupaten Sampang mengenai pemberdayaan masyarakat nelayan selama hampir 1.5 tahun sehingga cukup memahami karakteristik serta dinamika sosial yang ada di masyarakat Sampang-Madura Jawa Timur. Ancaman Dari Kegiatan Nelayan Pada Daerah Terlarang Terbatas dengan banyaknya aktivitas nelayan berikut data yang berhasil di lapangan produksi adalah sebagai berikut: Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nelayan yang masuk kedalam DTT (Daerah Terlarang Terbatas) lapangan operasi Petronas Carigali II Ketapang Ltd sebagai objek vital nasional untuk tahun 2019 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukan rendahnya kesadaran nelayan akan pemahaman atas kegiatan produksi migas pada sebagai objek vital nasional terutama akan keamanan dan keselamatan dalam melakukan aktifitas penangkapan ikannya. Tabel 1 Data Nelayan Masuk ke DTT juga atas sepertujuan dari SKK Migas sebagai wakil dari regulator pemerintah. Lapangan Produksi Minyak dan Gas di lepas pantai utara Madura merupakan Objek Vital Nasional berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 77 K/90/MEM/2019 tentang Objek Vital Nasional Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . Dalam aturan ini ditetapkan, obvitnas bidang ESDM yang meliputi kawasan/lokasi, bangunan/instalasi, dan/atau usaha di bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kepmen ini. Di dalam keputusan presiden No. 63 Tahun 2004 tentang pengamanan Obyek Vital Nasional dalam keputusan tersebut pada pasal 1 dijelaskan sebagai berikut : 1.Obyek Vital Nasional adalah kawasan/lokasi, bangunan/instalasi dan/atau usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau, sumber pendapatan negara yang strategis. 2.Pengelola Obyek Vital Nasional adalah perangkat otoritasdari Obyek Vital Nasional. 3.Pengamanan adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulanganan serta penegakan hukum terhadap setiap ancaman dan ganguan yang ditujukan kepada Obyek Vital Nasional. 4.Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan dengan segala bentuknya baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri yang dinilai dapat berpotensi membahayakan kelangsungan berfungsinya Obyek Vital Nasional. 5.Gangguan adalah tindakanyang sudah nyata dan menimbulkan kerugian berupa korban jiwa dan/atau harta benda serta daapat berakibat trauma psikis kepada pegawai/karyawan Obyek Vital Nasional. Dijelaskan kembali dalam pasal 2 Obvitnas yang bersifat strategis harus memenuhi salah satu, sebagian atau seluruh ciri-ciri berikut : 1.Menghasilkan kebutuhan pokok sehari hari 2.Ancaman dan ganguan terhadapnya mengakibatkan ganguan terhadap kemanusiaan dan pembangunan 3.Ancaman dan ganguan terhadapnya mengakibatkan kekacuan transportasi dan komunikasi secara nasional dan atau ; 4.Ancaman dan ganguan terhadapnya menyebabkan terganggunya penyeleggaraan pemerintahan negara. Di didalam melakukan fungsi pengamanannya maka perusahaan melakukan kerjasama PKS (Perjanjian Kerja Sama) dengan angkatan laut guna melakukan pengamanan operasional lapangan sesuai dengan pasal 8 dalam kepres yaitu Pengamanan Obyek Vital Nasional merupakan bagian organik atau termasuk dalam lingkungan dari Tentara Nasional Indonesia dilakukan oleh Tentara Nasional Indoneneia. PKS yang dilakukan Pengamanan di Lepas Pantai Bukit Tua terdiri dari 4 (empat) orang dengan jadwal back to back. Personil pengamanan sejumlah 2 (dua) orang standby di kapal support secara bergantian jaga siang dan malam hari. Personil jaga di kapal support pada saat ini tidak memiliki banyak kewenangan untuk menindak terjadinya sebuah insiden. Sebagai contoh, adanya kapal nelayan yang menerobos area DTT. Personil security hanya bisa melakukan pendataan terhadap para pelanggar yang memasuki area DTT. Personil pengamanan tidak memiliki peralatan yang bisa digunakan untukmenindak lanjut pelanggar. Kapal support yang standby di daerah operasional bukan befungsi penuh untuk support departemen security. Kapal support hanya bisa menghalau apabila ada kapal nelayan menerobos area DTT, dan tidak bisa melakukan aktivitas penindakan lebih jauh Dari Hasil risk assessment terbaru pada Agustus 2019 yang dilakukan menggunakan jasa konsultan untuk maka risk pada lapangan Bukit Tua dinyatakan high atau tinggi. Terkait dengan permasalahan masuknya nelayan ke wilayah DTT operasional perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1.Penerapan aturan hukum yang berlaku dengan tegas bagi para pelanggar. Perlu adanya ketegasan baik dari pemerintah, stakeholder terkait dan Perusahaan untuk menindak nelayan yang melanggar. 2.Penggalangan aktor yang dapat memicu nelayan untuk beraktivitas disekitar platform, terutama yang bekaitan dengan perbuatan melanggar hukum. 3.Hasil social rapid assessment yang dilakukan beberapa waktu lalu di komunitas nelayan pesisir utara. 4.Perlu adanya edukasi masyarakat kepada nelayan pesisir akan arti pentingnya objek vital bagi kemajuan bangsa dan Negara. 5.Pemberdayaan masyarakat nelayan pesisir dengan menyediakan lapangan pekerjaan, sehingga mengurangi intensitas dan kuantitas nelayan perairan laut. 6.Pengembangan budidaya perikanan darat dan pesisir pantai. Kondisi masuknya nelayan ke wilayah DTT sesuai dengani Teori Broken windows dikembangkan oleh sosiolog James Wilson dan George Kelling pada 1980an. Disebutkan bahwa ketika kejahatan tingkat rendah seperti vandalisme (misalkan Memecahkan jendela mobil dan bangunan) diabaikan, kejahatan yang lebih besar dan lebih serius mulai terjadi segera. Masuknya nelayan beraktivitas di daerah operasional pada lapangan minyak dan gas Petronas Carigali Ketapang II tanpa ada upaya secara berkesinambungan untuk melakukan penghalauan berupa tindakan preemtif melalui sosialisasi yang tepat, preventif melalui penghalauan dan patroli serta refresif melalui penegakan aturan dengan melibatkan pihak yang berwenang akan menimbulkan meningkatnya kegiatan tersebut hingga masuk ke dalam daerah terlarang terbatas/ DTT dan membahayakan keselamatan jiwa si nelayan dan operasional kegiatan tersebut yang merupakan Obyek Vital Nasional bagi kepentingan Negara melaui pendapatan migasnya. FKMSU yang sebelumnya merupakan mitra dalam menjalankan beberapa program TJS baik berupa project basis pada saat mobilisasi Rig sejak tahun 2012 (sebagai organisasi yang di tunjuk oleh BUMD Sampang dengan tokohnya Abah Syahid) telah mengirimkan surat kepada perusahaan untuk kembali dilibatkan peranannya dalam kegiatan TJS yang bersifat berkelanjutan dan sewa kapal untuk menjadi bagian pengamanan . Permasalahan ini kemudian dibawa kepada SKK migas hingga beberapa kali dilakukan pertemuan dan dimediasi dengan dinamika perkembangan komunikasi yang cukup alot serta beberapa kali dilakukan penolakan terhadap usulan FKMSU. Kondisi yang terjadi seperti yang digambarkan dalam Teori Pencegahan Kejahatan dan Kerugian / Crime and Loss Prevention Setiap tindakan terjadinya suatu kejahatan diiringi dengan terjadinya kerugian. Pengertian pencegahan kejahatan sendiri memiliki beberapa definisi. Djamin (2015: 57) mendefinisikan: “Menurut UNDOC 2002 dalam Guidelines for the prevention of Crime bahwa pencegahan kejahatan terdiri atas strategi dan tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya kejahatan dan potensi akibat buruknya terhadap individual dan masyarakat dengan melakukan intervensi untuk mempengaruhi berbagai penyebabnya. Sedangkan menurut Australian Institute of Criminology 2014 pencegahan kejahatan adalah berbagai strategi yang diimplementasikan oleh pribadi, komunitas, perusahaan , LSM/NGO, dan semua tingkat organisasi pemerintahan dengan sasaran berbagai faktor sosial dan lingkungan yang meningkatkan resiko terjadinya, ketidaktertiban dan korban” . Persoalan komunikasi dengan FKMSU dan tuntutannya belum selesai disatu sisi harus sudah berjalan Drilling mobilisasi yang harus dilakukan sosiaisasi ke masyarakat. Pada Hari Kamis 3 Oktober 2019 pukul 10.30 WIB hal yang dikawatirkan tejadi dimana terjadi blokade oleh 15 nelayan sampang utara terhadap Rig Drilling. Di dalam keterkaitan dengan kasus diatas terhadap aksi nelayan yang naik keatas rig pada saat mobilisasi driling jelas terjadi konflik antara koorporasi atau perusahaan dengan stakeholdernya yaitu masyarakat harus dipahami sebagai bentuk dari suatu interaksi sosial antara perusahaan dengan stakeholdernya dalam hal ini komunitas nelayan di daerah terdampak. Sejak November 2016 penulis mencatat mulai muncul permasalahan dengan FKMSU namun tidak sampai muncul kepermukaan yang kemudian berimbas pada naiknya nelayan ke atas rig dan menggangu jalannya operasional pengeboran sumur baru. Stakeholder departemen harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan setempat serta memahami budaya mereka sehingga mudah diterima dalam komunikasi. Komunikasi yang baik tidak serta merta membuat permasalahan menjadi tidak ada akan tetapi dengan komunikasi yang baik maka penyelesaiannya juga dapat diselesaikan dengan cara-cara yang lebih efektif. 4. Simpulan Sejak tahun 2012 pada saat belum berproduksi telah berkomitmen untuk berkontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat lokal sebagai bentuk Tanggung Jawab Sosialnya baik dalam bentuk project basis yaitu dengan melakukan mitra kerja dengan BUMD Kabupaten sampang dalam kegiatan Scouting & Sozialization dimana dalam pelaksanaannya BUMD Kabupaten Sampang juga bekerja sama degan FKMSU (Forum Komunikasi Masyarakat Sampang Utara). Kegiatan tersebut mencakup melalui pembangunan fisk maupun peningkatan keterampilan (soft skill) dalam 3 (tiga) bidang, yaitu Pendidikan, Pemberdayaan dan Lingkungan & Kesehatan. Bahwa kemudian masih terjadi ketidakpuasan yang berujung kepada konflik antara perusahaan dengan stakeholdernya yaitu masyarakat dalam hal ini FKMSU harus dipahami sebagai bentuk dari suatu interaksi sosial antara perusahaan dengan stakeholdernya. Perusahaan di dalam pelaksanaan program TJS nya berkewajiban untuk turut menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat, sekaligus secara bersamaan membangun relasi saling mendukung antara korporasi dengan masyarakat sekitar. Kata turut disini berarti menempatkan korporasi bukan sebagai aktor utama melainkan aktor pendukung namun berpartisipasi aktif. Ada tiga variabel yang harus saling mendukung dalam suksesnya suatu program TJS , yaitu terciptanya relasi yang konstruktif di dalam tiga sektor antara Corporate (Pihak Perusahaan), State (Pemerintah Daerah dan Instansi Pemerintah yang bertugas sebagai regulator dalam hal ini SKK Migas) dan Society (peran aktif dan kesadaran masyarakat itu sendiri pada daerah terdampak di Sampang Utara khususnya masyarakat nelayan). Pelaksanaan pengamanan yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan yang terdapat pada Security Policy sebagai bentuk komitmen dari TOP Management, sekuriti departemen telah melakukan upaya-upaya pengamanan baik melalui kontrak security service bekerjasama dengan security provider yang bertugas pada supplay vassel di lapangan produksi lepas pantai maupun melalui perjanjian kerja sama (PKS) dengan Angkatan laut dengan melibatkan aparat TNI sebagai pemegang kewenangan melakukan tindakan pengamanan. Untuk memperkuat posisi tawar di dalam pengamanan terhadap lapangan produksi migas di offshore maka sekuriti departemen juga telah melakukan upaya registrasi ke kementrian ESDM sehingga terdaftar sebagai Obyek Vital Nasional berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 77 K/90/MEM/2019 tentang Objek Vital Nasional Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . Pada saat tejadi peristiwa pada tanggal 3 Oktober 2019 terkait dengan 15 perahu nelayan yang naik ke atas rig sehubungan dengan kegiatan rig mobilisasi belum dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sekuriti departemen telah membuat SOP offshore sudah dibuat dan masih dalam proses koreksi untuk memperoleh approval/ persetujuan oleh kepala divisi. SOP yang ada saat ini hanya sebatas untuk sekuriti yang bertugas diatas kapal supplay vassel sesuai dengan kondisi saat ini dikarenakan tanggung jawab mobilisasi rig berada di Drilling departemen melalui kontrak dengan menggunakan pihak ketiga. Pentingnya sosialiasi kepada masyarakat sebelum pelaksanaan mobilisasi rig ini juga telah di sampaikan oleh sekuriti departemen kepada stakeholder baik secara fornmal dalam pertemuan dengan SKK migas maupun meeting intenal perusahaan. Pada prinsipnya terdapat hubungan yang saling terkait antara program TJS dan implemantasinya terhadap peningkatan pengamanan pada lapangan produksi migasnya. Bagaimana program-program TJS yang berjalan sejak 2012 hingga Oktober 2016 memberikan kontribusi terhadap pengamanan dengan tidak terjadinya permasalahan yang mengakibatkan gangguan terhadap operasional perusahaan, sehingga tidak terjadi peristiwa seperti halnya yang terjadi pada tgl 3 Oktober 2019 nelayan naik keatas rig yang pada wilayah DTT (Daerah Terlarang Terbatas) yang mengakibatkan terhentinya kegiatan mobilisasi rig dan menggangu operasional perusahaan. Bahwa diperlukan langkah-langkah strategis secara menyeluruh dengan cepat dan komitmen dari TOP Management terhadap permasalahan TJS dilapangan sehingga dapat terintegrasikan dengan fungsi-fungsi lainnya di seluruh departemen bagi keberlangsungan bisnis perusahaan. Daftar Acuan American Petroleum Institute (2003). Security Vulnerability Assessment Methodology for the Petroleum and Petrochemical Industries. Wasington DC: National Petrochemical & Refiners Association. Bungin, Burhan. (2015). Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Format Format Kuantitatif dan Kualitatif Untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen dan Pemasaran. Jakarta : Cetakan ke 2 Prenadamedia Group. Borodzicz, Edward P. (2005). Risk crisis & Security Management. England : John wilwy and sons. Ltd. Creswell, John W. (2016). Research Design, Qualitative, Quantitative,and Mixed Methods Approaches. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. Department of Army, Headquarter. (2001). FM 3-19.30 Physical Security. Wasimgthon-DC : Headquarter Department of Army-USA. Djamin, Awaloedin. (2015). Manajemen Sekuriti di Indonesia. Jakarta : Yayasan Tenaga Kerja Indonesia Pusat Pembinaan Sumber Daya Manusia. Kusnadi. (2009). Keberadaan Nelayan & Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta : Ar-RuzzMedia. Lawrance, Anne. James Waber (2014) Business and Society Stakeholder, Ethnic , Public Policy 14th Edition. America : Mc-Grill Company. Lineke, Susan (2015). Security Planning An Applied Approach.. USA : Spinger International Publishing Switzeland. Prayogo, Dody. (2011). Socially Responsible Corporation. Peta Masalah, Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan Komunitas Pada Industri Tambang dan Migas di Indonesia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Petronas Indonesia (2015). Offshore Bukit Tua Field Emergancy Response Plan. Jakarta : HSSE Departement SKK. Migas (2016). Buku Manual Pengamanan Aset Industru Hulu dan Minyak dan Gas Bumi. Jakarta. Solihin, Ismail. (2008). Corporate Social Responsibility From Charity to Susitainability.Jakarta : Salemba Empat. Standard. American International. (2009). Organizational Resilance; Security, Preparedness, and Countinuity Management Systems Requirement for guidance for use. USA : ASIS International Virginia Police. (2002). CAPTED National Crime Prevension Council. Singapore : 2002. Security Management System. SeMs (2018). Manual Provides Policy, Standard , Guidline and Tools For Security Risk Management Across Petronas Group. Kuala Lumpur : Security Department Petronas. Tipton, Harold F , Krause Micki (2008) . Information Security Management Handbook Sixth Edition.. USA : Taylor & Francis Group. Tipton, Harold F , Krause Micki (2005) . Information Security Management Handbook Fifth Edition Volume 3.. USA : Taylor & Francis Group. Jannah Miftahul, Prayogo dody (2014). Community Development Pada Wilayah Pasca Tambang Kasus PT. ANTAM di Cikotok.Depok-Fisip UI. Budiarti Meliany, Santoso Tri Rahajo (2019) CSR Dalam Sudut Pandang Perusahaan. Prayogo, Dody. (2011) Evaluasi Program Corporate Social Responsibility dan Community Development pada industri tambang dan Migas. Jakarta : Jurnal sosial humaniora. BNPT. (2017). Sistem Operation Procedure. Penanganan Aksi Terorisme di Fasilitas Objek Vital Nasional Minyak dan Gas Bumi Lepas Pantai. Triharijadi (2015), Kajian Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Pengamanan Objek Vital di. PT. Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkitan Cirata Jawa Barat. Jakarta : UI Salemba. Prayogo dody, Ulva Miftakhul Jannah (2014), Community Developmnet Pada Wilayah Pasca Tambang Kasus PT. Antam di Cikotok. Depok : UI Depok.