Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH HUKUM PAJAK PBB (PAJAK BUMI DAN BANGUNAN)

2018

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PAJAK (PAJAK BUMI DAN BANGUNAN) DI SUSUN O L E H NAMA : INDAH RATNA SARI NPM : 178400248 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA TA. 2018/2019 BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan pajak tersebut menjadi prioritas bagi pemerintah. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis-jenis pajak yang sangat potensial dan strategis sebagai sumber penghasilan Negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu faktor pemasukan bagi Negara yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Penyediaan kebutuhan seperti jalan, taman, sarana pelayanan umum lainnya memerlukan biaya yang dipungut dari warga negara/ masyarakat yang memanfaatkan dalam bentuk pajak. Sejak diberlakuknya peraturan perudang-udangan pendaerahan PBB, Pengelolaan PBB bukan lagi jadi wewenang Kantor Pelayanan Pajak tetapi berpindah tangan ke pemerintahan Kota/Kabupaten, jadi SPPT PBB yang kita terima akan berbeda baik bentuk, warna dan tarif pa jak serta susunannya karena menyeseuaikan dengan peraturan dan ketentuan perundangan yang ditetapkan di wilayah Kabupaten/Kota. Jadi jangan pernah heran jika kita memiliki banyak property da tersebar dibeberapa kota dan kita akan menerima SPT yang bermacam warna pula karena ini bersifat regiona l Sebenarnya peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten tentang PBB umumnya mengadops i dari peruturan perundangan yang telah ada ( UU No 12 tahun 1984 Jo UU No 12 Tahun 1994 ) tetapi karenakondisi, kebutuhan dan kemampuan setiap daerah berbeda maka biasanya tiap pemerintah kota/ kabupaten akan membuat peraturan tentang PBB sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Pembayaran PBB ini sebenarnya wajib bagi masyarakat yang memanfaatkan dan menggunakan lahan di bumi dan bangunan, dimana besarnya pembayaran akan tergantung kepada berapa banyak asset yang dimiliki serta berapa besar objek yang tidak kena pajak di daerah masing-masing. Penduduk Indonesia yang masih sangat minim pengetahuan mengenai PBB ini terkadang sering menunggak pembayaran Pajak ini sehingga ini akan berdampak negative pula pada perkembangan ekonomi Indonesia nantinya , oleh karena itu sebagai masyarakat yang baik kita harus mau mebayar pajak ini guna kepentingan bersama. Pajak mempunyai fungsi antara lain untuk:1. Penerimaan negara dalam rangka membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah2. Pemerataan pendapatan masyarakat;3. Stabilitas ekonomi (misalnya pengendalian inflasi) dan pertumbuhan ekonomi. B.     Rumusan Masalah 1.      Bagaimana sejarah pajak bumi dan bangunan? 2.      Apa saja objek dari pajak bumi dan bangunan? 3.      Bagaimana cara pendaftaran dan pendataan objek pajak dan cara mengitung PBB? BAB II PEMBAHASAN Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan Pada masa prasejarah (sebelum adanya kerajaan-kerajaan hindu di Indonesia) rakyat sudah mulai dibebani dengan persembahan upeti atau penyerahan wajib dalam bentuk natura kepada para penguasa sebagai tanda pengakuan atas kepemimpinan dan bukti rasa syukur atas pengayoman dari penguasa tersebut. Yang menjadi objek pemungutan pajak adalah harta berharga dari masyarakat agraris pada masa itu yaitu tanah pertanian. PBB merupakan jenis pajak objektif yang mulai berlaku sejak Januari 1986 berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. Jenis pajak ini bukanlah tergolong jenis pajak baru karena pada dasarnya terdapat jenis pajak yang memiliki kesesuaian dengan PBB yang telah lama dikenal dan dikenakan jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor Tahun 1985. Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan. Pada Masa Sebelum Penjajahan Pada masa sebelum penja jahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar dimasa lalu, Mataram, da lam sejarah disebutkan te lah menerapkan tanah pertanian sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal dengan istilah wase tanah disamping pungutan-pungutan lainnya. Pada Masa Penjajahan Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah desa (kepala desa) bukan perseorangan, karena para kepala desa dianggap sebagai penyewa yang harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi antara 20% hingga 50% dari hasil produks i pertanian tergantung pada jenis produksinya. Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap dipertahankan dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif juga diubah menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau Landrente diubah menjadi Land Tax. 3.Masa Kemerdekan Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land Tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai dengan 1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan mengeluarkan surat pendaftaran sementara bagi tanah-tanah milik yang terdaftar. Objek PBB Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah benda tidak bergerak, yaitu berupa bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada dibawahnya, termasuk tanah pekarangan, sawah, empang, dan perairan (dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1994). Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah suatu konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di bumi, tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha, maupun tempat yang diusahakan. ( dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No. 12 Tahun 1994). Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah : Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; Jalan tol; Kolam renang; Pagar mewah; Tempat olahraga; Galangan kapal, dermaga; Taman mewah; Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; Fasilitas lain yang memberikan manfaat. (Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 1985 JO UU No. 12 Tahun 1994) Sedangkan yang tidak termasuk objek PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994) yaitu : Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum yaitu seperti tempat ibadah, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan atau pemakaman umum Tanah atau bangunan yang dijadikan sebagai tempat peninggalan purbakala seperti museum Tanah atau bangunan yang dgunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalan yang dikuasai oleh desa dan tanah negarayang belum dibebani suatu hak. Bangunan yang dipergunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan. Objek pajak yang digunakan oleh negara Yang dimaksud dengan objek paja ini adalah objek pajak yang dimiliki /dikuasai atau digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penye lenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaaan pajaknya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. ( Pasal 3 angka (2) UU No. 12 Tahun 1984 JO UU No. 12 Tahun 1994). Subjek PBB Subjek PBB adalah orang atau badan yang mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak. Atau ringkasnya wajib pajak ialah orang pribadi atau badan yang secara nyata : Mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau; Memperoleh manfaat atas bumi dan/atau; Memiliki bangunan dan/atau; Menguasai bangunan dan/atau; Memperoleh manfaat atas bangunan. Sebagaimana yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 78 1) Hak Wajib Pajak Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau tempat lain yang ditunjuk. Memperoleh penje lasan, keterangan tentang tata cara pengis ian maupun penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari KPP, atau KP2KP. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifkat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain). Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP. Mengajukan permohonan tertulis mengena i penundaan penyampa ian SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah. 2) Kewajiban Wajib Pajak PBB Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke KPP Pratama atau KP2KP setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir SPOP diterima. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP ke KPP Pratama atau KP2KP setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya. Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak PBB Pendaftaran Objek dan Subjek PBB Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti : sketsa/denah objek pajak; fotokopi KTP dan NPWP; fotokopi sertifkat tanah; fotokopi akta jual beli; atau bukti pendukung lainnya. Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung dari : www.pajak.go.id. Mendaftarkkan objek PBB dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke tempat yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB selambatnya 30 hari setelah diterimanya SPOP oleh subjek Pajak. Pelaksanaan tata cara pendaftaran objek pa jak sebagaimana yang diatur oleh Menteri Keuangan. SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dara untuk menghitung PBB yang terhutang yang dimaksud dengan jelas dan benar adalah : Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri; Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diis i oleh Wajib Pajak terisi semua dan ditandatangani. Pendataan PBB Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara: Penyampaian dan Pemantauan Pengembalian SPOP Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil. Identifikasi Objek Pajak Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang dapat menentukan posis i relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap. Verifikasi Objek Pajak Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunya i peta garis/peta foto yang dapat menentukan pos is i re latif OP dan mempunya i data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap. Pengukuran Bidang Objek Pajak Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif OP. Pendataan objek PBB Pedesaan dan Perkotaan menggunakan formulir SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak). SPOP yang telah diisi dan ditandatangani oleh Wajib Pajak kemudian disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi objek pa jak. Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). Apabila Wajib Pajak setelah ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah tidak juga menyampaikan SPOP atau berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar yang dihitung berdasarka SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, maka Kepala Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Sanksi Barang siapa yang tidak sengaja : Tidak mengembalikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar dan tidak lengkap Sehingga menimbulkan kerugian terhadap Negara, dipidana dengan pidana sekurangnya selama 6 bulan atau denda setingginya 2x lipat dari pajak terutang. Cara Menghitung PBB Dasar Pengenaan PBB Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan : harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar; perbandingan harga dengan objek la in yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya; nilai perolehan baru; penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Meski pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan Nilai Jual Objek Pajak cukup besar maka penetapan niai jual ditetapkan setiap sekali 1 tahun. Dalam menetapkan besarnya NJOP Mentri Keuangan mendengar pendapat Gubernur dengan memperhatikan Self Assisment System. Tarif PBB Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah 0,5% ( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) dan jenis tarif ini disebut sebagai tarif tunggal yang berlaku bagi objek pajak jenis apapun diseluruh wilayah Indonesia. Tarif efektif PBB adalah 0,1% untuk NJOP kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP diatas 1 milyar. NJOP ( Nilai Jual Objek Pajak ) NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti. Nilai Jual Objek Pajak ini biasanya dicari terlebih dahulu untuk menghitung PBB, NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Walaupun sebenarnya yang menetapkannya adalah walikota atau bupati. NJKP ( Nilai Jual Kena Pajak ) Nilai jual kena pajak ialah nilai jual dari objek pajak yang telah dikurangi dengan Nilai Jual tidak Kena Pajak dimana nilai dari NJKP itu adalah : Dasar Perhitungan PBB Objek Pajak Persentase Perkebunan 40% Kehutanan 40% Pertambangan 40% Objek Pajak Lain NJOP ≥ 1.000.000.000 40% NJOP ≤ 1.000.000.000 20% NJOPTKP ( Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ) Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak adalan batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/ Kota adalah maksimal Rp. 12.000.000 Hal – hal yang diperhatikan dalam penetapan NJOPTKP adalah: Setiap wajib pajak memperolah pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak  Apabila WP mempunyai beberapa objek pajak maka mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bias digabungkan dengan Objek Pajak lainnya. Rumus Menghitung PBB Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP Contoh : NJOP suatu objek pajak Rp. 2.000.000. Maka besaran PBB ialah : Jawab : Pertama kita harus mengetahui dulu NJKP nya : NJKP : 20% x Rp. 2.000.000 = Rp. 400.000 Kemudian baru hitung PBB nya : PBB : 0.5% x Rp. 400.000 = Rp. 2.000 Pak amin memiliki rumah seluas 50 m2 yang berdiri diatas sebidang tanah seluas 100 m2. Diketahui harga bangunan tersebut Rp. 500.000, sedangkan harga tanah tersebut adalah Rp. 1.000.000. jadi berapakah PBB yang harus dibayarkan oleh pak amin ? Jawab ; Pertama, kita hitung dulu nilai bangunan dan tanahnya : Bangunan : 50 x Rp. 500.000 = Rp. 25.000.000 Tanah : 100 x Rp. 1.000.000 = Rp. 100.000.000 Kedua, hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah : Rp. 500.000 + Rp 100.000.000 = Rp. 125.000.000 Terakhir, setelah diketahui NJOP nya, kita bisa langsung mengitung PBB nya: NJKP : 20% x Rp. 125.000.000 = Rp. 25.000.000 PBB : 0.5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 125.000 Contoh ketiga : Dik : 1500 m2 Luas tanah : 1000 m2 Luas bangunan : 500 m2 NJOP : Rp. 1.000.000,00- NJOPTKP : Rp. 12.000.000,00- NJKP : sudah ditetapkan ( diatas 1 m = 40%; dibawah 1 m = 20%) Tarif PBB : 0.5% Jawab: Luas x NJOP – NJOPTKP x NJKP x Tarif = Hasil PBB 1500 x Rp. 1.000.000 = Rp. 1.500.000.000 – Rp. 12.000.000 = Rp. 1.488.000.000 x 40% = Rp.595.200.000 x 0.5% = Rp. 2.976.000 BAB III PENUTUP Kesimpulan Menurut UU No 12 tahun 1985 tentang PBB dan telah diubah dengan UU No 12 th 1994 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan atau Bangunan. Dimana yang tergolong bumi yaitu bumi, sawah, ladang, empang, perairan dan lain sebagainya. Sedangkan yang tergolong bangunan ya itu berupa tanah atau bangunan yang dilekatkan secara tetap di atas bumi dimana dapat dirasakan manfaatnya. Yang menjadi objek dari PBB ini yaitu bumi dan bangunan itu sendiri seperti yang termuat diatas. Namun tidak semua yang ada di bumi ini menjadi objek dari pengenann PBB, diantaranya segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama seperti dalam bidang ibadah, sosial, pemakaman yang digunakan secara bersama, tempat peninggalan purbakala(museum), tanah atau bangunan yang digunakan diplomatik negara, tanah atau bangunan yang digunakan untuk hutan lindung, hutan suaka alam, serta tanah atau bangunan yang dipergunakan oleh organisasi internasioanal yang dibawah kekuasaan Menteri Keuangan. Yang menjadi subjek dari PBB itu sendiri ya itu orang-orang memiliki tanah atau bangunan yang dirasakan manfaatnya seperti dijadikan tempat tinggal, tempat usaha dan atau tempat yang diusahakan, maka untukmereka ini wajib untuk menyetorkan PBB kepada pemerintah. Pada saat akan melakukan pembayaran tentu harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah termuat dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai PBB tersebut, dimana dasar dari pengenaan PBB yaitu NJOP (Nila i Jual Objek Pajak), NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) dan NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Saran PBB ini sangat berguna bagi pembangunan serta melengkapi sarana dan prasarana di Indones ia (khususnya daerah tempat tinggal kita). Oleh karena diharapkan kepada masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kesadaran serta kemauan untuk membayar PBB ini. Karena semua ini yang akan menikmati adalah kita sendiri. Jika kesadaran masyarakat untuk membayar PBB ini meningkat maka pembangunan atau perbaikan saranan dan prasarana yang seharusnya diperbaiki akan berjalan dengan lancar sehingga akan tercipta pembangunan ekonomi yang baik pula. Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperluas sosialisas i kepada masyarakat mengenai pentingnya pembayaran pajak (PBB), sehingga masyarakat mempunyai motivasi dalam pembayaran PBB ini karena dapat memperlancar pembangunan ekonomi sehingga kemakmuran dan kesejahteran dari masyarakat akan tercipta.