Academia.eduAcademia.edu

SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI JEAN MEEUS & W.M. SMART

Sistem perhitungan untuk memprediksikan terjadinya gerhana matahari (baik itu total, sebagian maupun cincin). perhitungan berdasarkan pada sistem perhitungan yang diambil dari data Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus serta data Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart. kedua tokoh tersebut, merupakan pakar dari Ilmu Astronomi. Jean Meeus telah tersohor sebagai "Bapak Gerhana" atau Mr.Eclipse, berkat segala perhitungan serta prediksi nya terhadap berbagai peristiwa gerhana, baik itu Bulan maupun Matahari. beliau juga dikenal handal dalam bidang Astrofotografi. Dedikasinya pun, telah digunakan sebagai salah satu referensi perhitungan oleh NASA. adapun W.M. Smart, merupakan guru besar Cambridge, yang mana seluruh tulisannya mengenai ilmu Astronomi trlah memberikan dampak besar serta bermanfaat. tulisannya dapat disebut sebagai "kitab klasik" nya Astronomi. Keahliannya dalam bidang Spherical Astronomy pun sudah sangat "expert". tak perlu diragukan kembali data-datanya. jika kedua tokoh ini, perhitungannya dikomparasikan, apakah akan menghasilkan hasil yang jauh berbeda?

STUDI KOMPARATIF SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI ELEMENTS OF SOLAR ECLIPSES JEAN MEEUS DAN TEXTBOOK ON SPHERICAL ASTRONOMY W.M. SMART SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu Dalam Ilmu Syariah Dan Hukum Disusun oleh: Fiki Nu`afi Qurrota Aini (1402046009) JURUSAN ILMU FALAK FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2019 Semarang, 13 Desember 2018 ii Semarang, 11 Desember 2018 iii iv MOTTO ٦ ‫اط ا ْل َع ِزي ِْز ا ْلح َِم ْي ِد‬ َّ ‫ِي أ ُ ْن ِز َل أِلَ ْيكَ ِم ْن َّر ِبكَ ه َُو ا ْل َح‬ ِ ‫ق َو َي ْهدِى ِألَى ِص َر‬ ْ ‫َو يَ َر الَّ ِذ ْينَ أ ُ ْوت ُو ا ْل ِع ْل َم الَّذ‬ “Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Saba`: 6). v PERSEMBAHAN Skripsi yang penuh perjuangan dan menempuh perjalanan panjang ini saya persembahkan untuk: ABAH & UMI TERCINTA Abah Nur Ahsin & Umi Afifah Intanasari Noelly Sosok yang selalu ada dalam kehidupanku. Tokoh yang selalu menjadi alasan dalam setiap langkah kesuksesan serta kelancaran yang Allah berikan kepadaku. Mereka yang tak pernah lelah mendampingi, membimbing serta mengawali hari-hariku menuju kehidupan yang lebih baik, dengan segala untaian doa yang mereka panjatkan siang malam, hanya demi kebaikan Putri sulungnya. Hanya inilah, bentuk baktiku pada Abah dan Umi tercinta. Semoga kalian selalu dalam keberkahan serta perlindungan-Nya. Kedua Adikku yang aku banggakan, Ulya Rahma Salsa Bila serta Muhammad Faiq Haidar Azmi. Teman bermain, berbagi pendapat, berbagi ilmu, serta teman yang senantiasa mengubah cara pandangku terhadap dunia luar. Kakak menyayangi kalian berdua. vi vii TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987. Konsonan Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada halaman berikut: Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama ‫ا‬ Alif Tidak Tidak Dilambangkan Dilambangkan ‫ب‬ Ba B Be ‫ت‬ Ta T Te ‫ث‬ S̓a S̓ Es (dengan titik di atas) ‫ج‬ Jim J Je ‫ح‬ Ḥa Ḥ Ha (dengan titik di atas) ‫خ‬ Kha Kh Ka dan Ha ‫د‬ Dal D De ‫ذ‬ Żal Ż Zet (dengan titik di atas) ‫ر‬ Ra R Er ‫ز‬ Zai Z Zet ‫س‬ Sin S Es ‫ش‬ Syin Sy Es dan Ye ‫ص‬ Ṣad Ṣ Es (dengan titik di bawah) ‫ض‬ Ḍad Ḍ De (dengan titik di bawah) ‫ط‬ Ṭa Ṭ Te (dengan titik di bawah) ‫ظ‬ Ẓa Ẓ Zet (dengan titik di bawah) ‫ع‬ Ain _ apostrof terbalik ‫غ‬ Gain G Ge ‫ف‬ Fa F Ef ‫ق‬ Qof Q Qi viii ‫ك‬ Kaf K Ka ‫ل‬ Lam L El ‫م‬ Mim M Em ‫ن‬ Nun N Ea ‫و‬ Wau W We ‫ه‬ Ha H Ha (dengan titik di atas) ‫ء‬ Hamzah _' Apostrof ‫ي‬ Ya Y Ye Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’). Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda Nama Huruf Latin Nama ‫ا‬ Fatḥah A A ‫ا‬ Kasrah I I ‫ا‬ Ḍammah U U Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda Nama Huruf latin Nama ‫ىي‬ Fatḥah dan Ya Ai A dan I ‫ىو‬ Fatḥah dan Wau Au A dan U Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: ix Harkat dan Nama Huruf dan Huruf ‫ ي‬...‫َأ‬ Nama Tanda Fatḥah dan Alif atau ā a dan garis di atas Ya ‫َي‬ Kasrah dan Ya ī i dan garis di atas ‫َو‬ Ḍammah dan Wau ū u dan garis di atas Ta marbūt̩ ah Transliterasi untuk ta marbūt̩ ah ada dua, yaitu: ta marbūt̩ ah yang hidup atau mendapat harkat fath̩ah, kasrah, dan d̩ammah , transliterasinya adalah [t]. Sedangkan ta marbūt̩ ah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah [h]. Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūt̩ ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbūt̩ ah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Syaddah (Tasydi͂ d) Syaddah atau tasydi͂ d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydi͂ d ( ‫) ا‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Jika huruf ‫ ى‬bertasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ‫ا‬ ‫) ى ا‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (i͂ ). Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf (alif lam ma‘arifah) . Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Hamzah x Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istil ah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Lafz̩ Al-Jalālah (‫)هللا‬ Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mud̩āf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Adapun ta marbūt̩ ah di akhir kata yang disandarkan kepada Lafz̩ Al-Jalālah, ditransliterasi dengan huruf [ t ]. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, Bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). xi ABSTRAK Gerhana Matahari merupakan salah satu fenomena alam yang mana dalam memperkirakan kejadiannya diperlukan perhitungan yang tepat. Perhitungan gerhana (baik Matahari maupun Bulan) inilah yang menjadi salah satu cabang konsentrasi berbagai perhitungan yang terdapat dalam ilmu falak. Perhitungan gerhana yang tepat, akan memiliki berbagai manfaat, terutama bagi umat Islam. Umat Islam memperkirakan terjadinya gerhana, untuk dijadikan pedoman dalam waktu salat gerhana. Salat gerhana akan dilaksanakan hanya pada saat terjadinya gerhana. Oleh karenanya, hasil perhitungan yang tepat akan membawa dampak pada ketepatan waktu pelaksanaan salat gerhana. Berbeda dengan penentuan waktu ibadah lainnya, perhitungan gerhana sebagai penentu salat gerhana tidaklah sering terjadi perbedaan pendapat di dalamnya, namun perhitungannya dalam memperkirakan gerhana terdapat beberapa perbedaan metode di kalangan ilmuwan. Seperti halnya, dalam perhitungan gerhana Matahari pada data NASA, maka tentu akan berbeda hasilnya jika dilihat pada data perhitungan lainnya. Perhitungan gerhana pada NASA salah satu narasumbernya adalah ilmuwan yang bernama Jean Meeus. Karya Jean Meeus yang banyak digunakan sebagai referensi perhitungan gerhana adalah Elements of Solar Eclipses. Di sisi lain, terdapat referensi perhitungan gerhana yang keakuratannya juga telah diakui, sama halnya dengan perhitungan Jean Meeus dalam Elements of Solar Eclipses, yakni Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart. Textbook on Spherical Astronomy tersebut merupakan buku karya W.M. Smart, yang dijadikan sebagai bahan perkuliahan serta sumber referensi dalam perhitungan gerhana di Cambridge University. Keduanya, sama-sama memiliki Elemen Bessel sebagai dasar perhitungan rumusnya, namun tetap memiliki perbedaan dalam hasil perhitungannya. Latar belakang inilah yang mendasari, penulis untuk mengetahui terkait perbandingan hasil perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy, berikut kelebihan serta kekurangan yang dimiliki keduanya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Sumber data yang digunakan adalah “Elements of Solar Eclipses” dan “Textbook on Spherical Astronomy”, serta beberapa buku dan literatur yang membahas gerhana Matahari maupun ilmu falak. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur yang berkaitan dengan Astronomi maupun perhitungan gerhana Matahari. Penelitian ini menghasilkan dua temuan. Pertama, meski keduanya menggunakan Elemen Bessel sebagai perhitungannya, namun konsep Elemen Bessel yang digunakan berbeda, serta ketelitian perhitungan antara keduanya, juga berbeda. Kedua, kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem perhitungan. Kelebihan dari sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses adalah perhitungannya yang mudah serta cepat, dapat dibahasakan dan diprogram ke dalam kalkulator maupun Excel, potensi kesalahannya yang kecil dan perhitungannya yang bersifat sistematis. Adapun kekurangannya adalah, hasil perhitungannya yang tidak bersifat global. Sedangkan Textbook on Spherical Astronomy kelebihannya adalah, hasil perhitungan waktu gerhananya yang detail, serta perhitungannya yang juga beralur sistematis. Adapun kekurangannya adalah susah untuk dibahasakan serta diprogam dalam kalkulator maupun Excel, informasi serta konsistensi datanya yang sangat kurang, berpotensi besar dalam menimbulkan kesalahan perhitungan, serta tidak mengasilkan waktu gerhana sentral. Kata Kunci: Sistem perhitungan, Komparasi, Elemen Bessel, Waktu Gerhana Matahari. xii KATA PENGANTAR ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬ Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, atas limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, kekasih Allah yang telah membimbing kita semua dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang terang benderang berbekal iman serta ketaqwaan sang pemberi syafa’at beserta seluruh keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Skripsi yang berjudul “Studi Komparatif Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses Jean Meeus dan Textbook on Spherical Astronomy W.M. Smart” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ahdan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidaklah mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan yang diberikan, baik moral maupun spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sedalamnya kepada: 1. Drs. H. Slamet Hambali, M.S.I., selaku Pembimbing I yang senantiasa membantu, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis. Dengan kesabaran dan keihklasan Beliau Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga rahmat dan keberkahan senantiasa mengiringi langkah beliau. 2. Dr. H. Mahsun, M.Ag., selaku Pembimbing II yang telah senantiasa memberikan banyak masukan, maupun beberapa dukungan moril, serta meluangkan waktunya untuk membimbing, mengoreksi serta mengarahkan penulis. Dengan kesabaran dan keihklasan Beliau Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga rahmat dan keberkahan senantiasa mengiringi langkah beliau. 3. Dr. KH. Ahmad Izzuddin. M. Ag. selaku Dosen Ilmu Falak yang senantiasa Saya jadikan panutan dalam menimba ilmu. Beliau merupakan sosok yang telah memperkenalkanku pada Algoritma Jean Meeus. Berkat ilmu yang Beliau berikan, Alhamdulillah skripsi ini mendapatkan kemudahan dalam pengerjaannya. xiii 4. Dr. H. Ahmad Arif Junaidi, M. Ag selaku dosen Wali serta Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN WALISONGO Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini dan memberikan fasilitas belajar dari awal hingga akhir. 5. Drs. H. Maksun, M. Ag Selaku Ketua Program Studi Ilmu Falak serta seluruh Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah UIN Walisongo Semarang, yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi. 6. Pimpinan Perpustakaan Universitas dan Fakultas yang telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Kedua orangtua ku, Abah Nur Ahsin, Umi Afifah, kedua adikku Ulya Rahma dan Muhammad Faiq serta seluruh keluarga besar ku, yang tidak pernah berhenti selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materiil, serta seluruh doa yang kalian telah panjatkan untukku. 8. Drs. Bambang Supriyadi MP., yang telah memberikan dukungan moril, hingga sekarang. 9. Dr. Mega Novita S.Si., M.Si., M.Nat.Sc., Ph.D, selaku Dosen Teknik Informatika Universitas PGRI Semarang, yang telah banyak memberi bantuan, masukan, sumber reverensi serta semangat maupun dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau adalah bagian dari inspirasi terbesar Saya. 10. dr. Endang Army Sp.KK., yang tak pernah lelah untuk selalu memberikan motivasinya untukku. Sosok yang selalu mengerti dalam keadaan terburukku sekalipun. 11. Ibu Musri’ah, serta Bukhori Rusydi, S.Pd.I, Guru yang senantiasa mendoakanku. 12. KH. Muhibbin Mushlih, beserta Hj. Nadhiroh, selaku pengasuh dan Guru besar saya di PPP. Al-Badriyyah, Mranggen Demak. 13. KH. Shodiq, Nur Kholiq S.Pd, Ibu Tri, serta segenap Guru MTs Futuhiyyah 2, Mranggen, Demak. 14. Bapak Shohibul Huda, S.Pd.I, selaku pembina Pondok Pesantren Yanabi ‘ul Ulum Warrahmah, Krandon, Kudus. 15. Segenap Guru MA NU BANAT, terutama Ibu Sukrisni S.T., S.Pd., serta Ibu Dina Maria M.Sc. 16. Ibu Erlina Noor Aini S.Pd., Guru yang telah memperkenalkan, serta menjadi pembimbing ilmu elemen Fisika dalam perjalanan saya menimba ilmu. 17. Teman seperjuangan semasa mengajar TPQ An-Nur, Ustadzah Kelly, Ustadzah Nila, Ustadzah Fitri, Ustadzah Iklimah, Ustadzah Azizah, Ustadzah Chalimah, Ustadzah Chyntia, Ustadzah Uut, Ustadzah Laily, Ustadzah Ulya serta Ustadzah Ita. xiv 18. Teman “Mutiara”-ku, Wiwit, (calon drg.) Isna, Khoirun Nisa’, Rif‘ah Dzawir Rohmah, Noor Nailarrochim, Alivia Salma, Farchah Fitriyati, Mubayyinul Khoeroh, Hilmi Faiqoh, Khana Fitriya, Umi Nihayah, Kiswatun Najah S.H., Lu’lu’il Ikrimah, Aqillatul Rahma, Nur Hidayah S.H., serta Mohammad Akyas S.H. Berkat semangat besar kalian, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 19. Temanku, Guruku, panutanku, Nadea Lathifa S.H. teman satu divisi serta satu mimpi. Banggakan orang tua serta raih mimpi setinggi-tingginya, adalah motto utama dalam hidup yang kau ajarkan padaku. 20. Kim Jonghyun. Bagian dari semangat terbesar serta bagian dari segala impian yang tak dapat kujabarkan dalam kehidupanku. Kau adalah yang terhebat. 21. Keluarga besar AURORA (Ilmu Falak IFB angkatan 2014 : Akhmad Husein, Syaadah, Abu Dzar Alghifari, Ghifari Ma’ruf, Chilman Syarif, M. Tauhid Rahmatulah, Siti Lailatul Farichah, Darmawan, Bakhtiar Khasbullah Ahmad, Ulfa Rohmah Wati, Nizma Nur Rahmi, Sohibatul Ismatil Hasanah, Haidir Yasir, Rizqi Raukhillahi, Irfan Jamalul Lail, Lela Laelatul Muniroh, M. Ruston Nawawi, Alaik Ridhallah, Aqillatul Rahmah, M. Abdul Rozaq, Asyatul Laili, Fathan Zainur Rasyid, Moh. Hilmi Sulhan Maulana, M. Zakiy Alfaruq, Maulida Chaerudin Fajri, Ahdina Constantinia serta Hadisti Amanatu Firdaussa) yang sudah menemani perjalananku dari semester awal hingga saat ini. Susah senang yang kita lewati bersama akan menjadi kenangan terindah, menjadi bagian cerita kehidupanku. 22. Seluruh teman-teman di Jurusan Ilmu Falak yang telah memberikan segala dukungan serta persaudaraan yang terjalin. 23. Keluarga besar “Teen Avelexa (Avelqa)”, “SHOWOLLU”, dan seluruh kawan Kamar Darus Salamah, maupun Hujroh Ummu Salamah 2. 24. Teman seperjuangan LPM JUSTISIA UIN WALISONGO. Meski dalam waktu yang sangat singkat, kalian adalah bagian dari motivasi besarku. 25. Keluarga KKN 69 posko 03 Tamansari, Mranggen, Demak. Teman susah senang, teman segala kondisi, yang senantiasa hadir selama 45 hari di tempat KKN, selalu bersama mengukir kenangan dan sejarah walau sekejap. Kordes kami Samsul Hadi. Maslihan, Hilman, Leni, Puji, Isti, Riska, Miss Nadheeroh, Irma serta Luluk. Tak lupa, keluarga Ibu Mubadaroh. Serta Adik kita Tata, yang mengisi hari-hari kita dengan penuh warna dalam Posko 03. 26. Lee Jinki, Kim Kibum, Choi Minho serta Lee Taemin. Inspirasi besar untukku selalu datang bersama kalian. 27. Keluarga besar “SHAWOL”, di manapun kalian berada. xv 28. Seluruh pihak yang telah banyak berkontribusi serta mendoakan demi kelancaran skripsi ini, yang tidak mungkin saya jabarkan satu persatu. Harapan serta do’a penulis, semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini diterima oleh Allah swt, serta mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda. Selain itu, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan dalam kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharap saran maupun kritik yang membangun dari pembaca, demi perbaikan dalam skripsi ini. Pada akhirnya penulis berharap, semoga ke depannya skripsi ini dapat memberikan manfaat nyata bagi penulis (khususnya) dan bagi para pembaca pada umumnya. Semarang, 15 Desember 2018 Penulis Fiki Nu`afi Qurrota Aini NIM.1402046009 xvi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................... HALAMAN i NOTA ii PEMBIMBING.............................................................................. HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................... iv HALAMAN v MOTTO...................................................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................................... vi HALAMAN DEKLARASI............................................................................................. vii HALAMAN viii TRANSLITERASI.................................................................................... HALAMAN xi ABSTRAK.................................................................................................. HALAMAN KATA PENGANTAR............................................................................... HALAMAN xii DAFTAR xvi ISI.............................................................................................. HALAMAN DAFTAR TABEL...................................................................................... HALAMAN xxi DAFTAR GAMBAR................................................................................. BAB I : PENDAHULUAN xvii xxii A. Latar Belakang................................................................................................... 1 B. Rumusan 5 Masalah.............................................................................................. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................................... 5 D. Penelitian Terdahulu.......................................................................................... 6 E. Metode Penelitian.............................................................................................. 7 F. Sistematika Penulisan........................................................................................ 10 BAB II : SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI A. Pengertian Gerhana Matahari............................................................................. B. Dalil Mengenai 12 Gerhana Matahari..................................................................... 14 C. Fiqh Hisab Rukyah Gerhana............................................................ 15 D. Data Perhitungan Gerhana Matahari 1. Data Perhitungan........................................................................................... a. Tanggal 18 Kalender................................................................................... b. c. 18 Waktu (Dynamical Time pada Puncak Gerhana).................................... 19 Delta T................................................................................................... 19 xviii d. Nomor Lunasi........................................................................................ 20 e. Nomor Seri Saros................................................................................... 20 f. Tipe Gerhana.......................................................................................... 20 BAB III : SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI ELEMENTS OF SOLAR ECLIPSES DAN TEXTBOOK ON SPHERICAL ASTRONOMY A. Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Jean Meeus dalam Elements of Solar Eclipses 1. Tinjauan Umum Elements of Solar Eclipses Jean Meeus.............................. 34 2. Sumber Informasi Data a. Koordinat Matahari.................................................................................. 35 b. Nilai Radius Bulan................................................................................... 35 3. Keterangan pada Nilai Numerik yang Disajikan dalam Katalog a. Data-data yang 36 disajikan........................................................................ b. Tipe Gerhana.......................................................................................... c. Nilai 36 Gamma (γ)..................................................................................... d. Julian 37 Day (JDE).................................................................................... e. f. 38 Lunation (k)............................................................................................ 38 Seri Saros............................................................................................... 39 xix g. Referensi Waktu (T˳)............................................................................. h. Elemen Bessel........................................................................................ 39 39 4. Penggunaan Praktis Elemen Bessel dan Contoh Numeriknya a. Perhitungan Waktu.................................................................................. b. Catatan pada Garis 40 Lintang 41 Geografis..................................................... 5. Metode Perhitungan a. Menghitung Elemen Bessel 1) Elemen Dasar 42 Bessel......................................................................... 2) 𝛷1 dan Sudut Waktu 43 H...................................................................... 3) Bujur Geografis Φ dan Lintang λ..................................................... 43 4) Durasi pada Gerhana Total atau Cincin pada Lokasi......................... 44 5) Tinggi Matahari 44 h.............................................................................. 6) Lebar Garis Edar pada Fase Gerhana Total atau 44 Cincin..................... 7) Rasio A pada Diameter Bulan yang Tampak hingga Diameter Matahari............................................................................................ B. Sistem Perhitungan Gerhana Matahari W.M. Smart dalam Textbook on Spherical Astronomy xx 44 1. Tinjauan Umum Textbook on Spherical 44 Astronomy...................................... 2. Metode Perhitungan a. Elemen Bessel 1) Elemen x, dan y 47 d............................................................................... 2) Elemen μ........................................................................................... 48 3) Elemen f1 dan f2 ............................................................................... 49 L1 4) Elemen b. dan L2 .............................................................................. 50 Perhitungan Gerhana pada Tiap Tempat................................................ 51 C. Contoh Hasil Perhitungan Gerhana Matahari Menggunakan Algoritma Elements of Solar Eclipses Jean Meeus dan Algoritma Textbook on Spherical Astronomy 1. Hasil Perhitungan Gerhana Matahari pada 10 Mei 1994 a. Berdasarkan Algoritma Elements of Solar Eclipses................................ b. Berdasarkan Algoritma Textbook on 55 Spherical 56 Astronomy..................... 2. Hasil Perhitungan Gerhana Matahari pada 9 Maret 2016 a. Berdasarkan Algoritma Elements of Solar Eclipses................................ b. Berdasarkan Algoritma Textbook on 56 Spherical 56 Astronomy..................... BAB IV : ANALISIS KOMPARATIF SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI ELEMENTS OF SOLAR ECLIPSES DAN TEXTBOOK ON SPHERICAL ASTRONOMY xxi A. Analisis Perbandingan Hasil Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar dan Eclipses Textbook on Spherical 58 Astronomy.................................... B. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy 1. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar 75 Eclipses............................................................................ 2. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy................................................................. 77 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................................... 82 B. Saran.................................................................................................................. 83 C. Penutup.............................................................................................................. 84 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT PENULIS xxii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Hasil perhitungan waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses tanggal 10 Mei 1994................................................................................... 55 Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Waktu Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy tanggal 10 Mei 1994................................................................. 56 Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Waktu Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses tanggal 9 Maret 2016................................................................................. 56-57 Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Waktu Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy tanggal 9 Maret 2016................................................................ 57 Tabel 4.1 Perhitungan Lintang dan Bujur pada Elements of Solar Eclipses.............. 59 Tabel 4.2 Perbandingan hasil perhitungan waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy............................... 61 Tabel 4.3 Perbedaan penggunaan Elemen Bessel....................................................... 61 Tabel 4.4 Nilai selisih pada data Elemen Bessel yang digunakan dalam perhitungan gerhana Matahari pada Elements of Solar Eclipses............... 64 Tabel 4.5 Data dasar Elemen Bessel Elements of Solar Eclipses pada tanggal 10 Mei 1994 dan 9 Maret 2016...................................................................... 64-65 Tabel 4.6 Data dasar Elemen Bessel Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 10 Mei 1994 dan 9 Maret 2016...................................................... 65-66 xxiii Tabel 4.7 Perbandingan waktu gerhana Matahari hasil perhitungan Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy dengan data NASA.......................................................................................................... 71 Tabel 4.8 Selisih hasil perbaningan waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy dengan data NASA......... 71 Tabel 4.9 Perbandingan kelebihan dari sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy............ 79-80 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Gerhana Matahari Total...................................................... 13 Gambar 2.2 Skema Gerhana Matahari Cincin.................................................... 13 Gambar 2.3 Skema Gerhana Matahari Sebagian................................................ 14 Gambar 2.4 Skema Garis Nodal......................................................................... 16 Gambar 2.5 Contoh lintasan gerhana Matahari sebagian pada tanggal 19 Maret 2007, serta foto yang diambil pada saat terjadi gerhana sebagian........................................................................................... 21 Contoh lintasan gerhana Matahari cincin pada tanggal 20 Mei 2012, serta foto yang diambil pada saat terjadi gerhana cincin...... 21 Contoh lintasan gerhana Matahari total pada tanggal 21 Agustus 2017, serta foto yang diambil pada saat terjadi gerhana total......... 22 Contoh lintasan gerhana Matahari hybrid pada tanggal 3 November 2013, serta foto yang diambil pada saat terjadi gerhana hybrid................................................................................ 22 Gambar 3.1 Skema Bola Langit.......................................................................... 46 Gambar 3.2 Skema Posisi Matahari dan Bulan saat Gerhana Matahari............. 49 Gambar 3.3 Skema Gerhana Matahari Tiap Tempat.......................................... 51 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 xxiv Gambar 3.4 Skema Bola Langit.......................................................................... 52 Gambar 4.1 Skema Gerhana Matahari................................................................ 62 Gambar 4.2 Segitiga DV1 C................................................................................. 63 Skema Gerhana Matahari................................................................ 67 Segitiga CV1 F.................................................................................. 67 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Hasil input data waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 10 Mei 1994 pada aplikasi Stellarium......... 72 Hasil input data waktu gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 10 Mei 1994 pada aplikasi Stellarium..... 72 Hasil input data waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 9 Maret 2016 pada aplikasi Stellarium........ 73 Hasil input data waktu gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 9 Maret 2016 pada aplikasi Stellarium........................................................................................ 74 xxv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perhitungan gerhana, merupakan salah satu cabang konsentrasi berbagai perhitungan yang terdapat dalam ilmu Falak 1 . Perhitungannya sangatlah berperan penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya sebagai dasar dalam memperkirakan fenomena alam yang terjadi, namun juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur, dalam hal penentuan aktifitas yang berkaitan dengan ibadah. Ibadah tersebut, kita ketahui sebagai pelaksanaan salat gerhana (baik itu gerhana Matahari maupun Bulan). Pada saat terjadinya gerhana (baik gerhana Bulan maupun gerhana Matahari), umat Islam melaksanakan salat gerhana berdasarkan dengan waktu yang telah diperhitungkan sebelumnya. Pada saat awal hingga akhir dari terjadinya gerhana yang telah diperhitungkan secara teliti tersebut, dijadikan sebagai landasan waktu untuk umat Islam melaksanakan salat gerhana tersebut. Penentuan perkiraan waktu terjadinya gerhana tidaklah terdapat perbedaan yang signifikan. Tidak seperti perhitungan lainnya, yakni perhitungan dalam menentukan awal Bulan tahun Hijriyah2 (khususnya pada saat penentuan awal Bulan Ramadhan dan Syawal), yang terkadang dapat ditemukan perbedaan, baik dalam berbagai macam referensi, cara, maupun hasil yang pada akhirnya, dapat menimbulkan perbedaan dalam umat Islam ketika melaksanakan ibadah. Baik secara hisab 3 maupun rukyat 4 , tidak terlalu mempersoalkan perbedaan dalam memperkirakan gerhana yang dari kedua madzhab tersebut. Jika hisab dalam memperkiraan gerhananya menggunakan sistem perhitungan, maka rukyat menggunakan hasil yang bersumber dari pengamatan (baik dengan menggunakan alat optik maupun dengan mata telanjang), yang mereka lakukan untuk dijadikan dasar dalam memperkirakan gerhana. Ilmu Falak, secara etimologi, “Falak” atau “Orbit” adalah, “lintasan benda-benda langit”, sehingga ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tentang lintasan, benda-benda langit pada orbitnya masing-masing, untuk diketahui posisi suatu benda langit terhadap benda langit lainnya. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005), hlm.34. 2 Tahun Hijriyah, merupakan tahun yang perhitungan penanggalannya berdasarkan perhitungan rata-rata sinodik Bulan (Qamariyah). Awal tahun Hijriyah (1 Hijriyah), dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Saw beserta para pengikutnya, yakni dari kota Makkah menuju kota Madinah. Baca Ahmad Izzuddin, Sistem Penanggalan, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), hlm.63. 3 Hisab, merupakan sistem perhitungan atau aritmatika. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak....., hlm.30. 4 Rukyat, merupakan kegiatan observasi atau melihat benda-benda langit. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak......., hlm.69. 1 1 2 Sehingga, tidak terdapat perbedaan yang terlalu mencolok di dalam penentuan gerhana Matahari. Dalam memperkirakan akan terjadinya peristiwa gerhana Matahari, sebelumnya para ahli Falak memerlukan beberapa perhitungan. Hal ini berguna untuk memperhitungkan segala macam peristiwa yang terjadi dalam gerhana Matahari. Beberapa peristiwa yang diperhitungkan terjadi pada saat gerhana Matahari antara lain, durasi pada saat berlangsungnya gerhana Matahari, letak bujur dan lintang lokasi terjadinya gerhana Matahari, lebar lintasan gerhana Matahari, jenis gerhana Matahari yang terjadi serta peristiwa lainnya yang hanya terjadi ketika gerhana Matahari berlangsung. Mengenai perhitungan yang digunakan para ahli Falak, dapat ditemukan dalam berbagai macam metode dan beberapa referensi perhitungan. Berbagai macam metode yang digunakan, dapat berupa perhitungan yang berasal dari referensi klasik maupun moderen. Ada beberapa ahli Falak, yang memilih untuk menggunakan referensi kitab-kitab klasik sebagai rujukan perhitungannya, seperti mengunakan metode perhitungan yang diterapkan dalam kitab ad-Durul Aniq, Sullamun Nayyirain, Fath Raufilmanan, hingga menggunakan metode Khulashah al-Wafiyah, melalui perhitungan yang menggunakan bantuan Rubu` Mujayyab5. Selanjutya, ada pula beberapa ahli Falak yang merujuk pada perhitungan moderen. Perhitungan moderen, biasanya lebih mengacu kepada perhitungan fisika maupun astronomi. Rujukan perhitungannya, menggunakan data-data yang lebih bersifat komputerisasi dalam memperkirakan gerhana Matahari. Seperti halnya perhitungan gerhana Matahari yang menggunakan data Ephemeris 6 Hisab Rukyat. Data Ephemeris dapat diperoleh melalui beberapa software 7 , yang berisikan informasi perhitungan database 8 yang telah dikalkulasikan menggunakan komputerisasi. Data-data yang berada pada sistem tersebut juga berdasarkan pada acuan waktu Greenwich9, sehingga data-data tersebut diperkirakan cukup akurat jika dipergunakan dalam memperkirakan terjadinya gerhana Matahari. 5 Rubu` Mujayyab merupakan alat hitung berbentuk seperempat lingkaran, yang berguna untuk memproyeksikan peredaran benda-benda langit pada bidang vertikal. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak......, hlm.69. 6 Ephemeris, (atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan Zaij), merupakan sebuah tabel, yang di dalamnya memuat beberapa data astronomis benda-benda langit. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak.........., hlm.92. 7 Software, istilah khusus untuk data yang bisa dibaca dan ditulis oleh komputer. Lihat pada laman https://id.wikipedia.org/wiki/Perangkat_lunak, diakses pada tanggal 12 Juni 2018, pukul 12:43 WIB. 8 Database (basis data), merupakan kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik, sehingga dalam mengkoreksi informasinya pun, menggunakan program komputer. Lihat pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/Database, diakses pada tanggal 12 Juni 2018, pukul 12:45 WIB. 9 Greenwich, merupakan nama sebuah desa kecil, yang letaknya beberapa meter di luar kota London, Inggris. Greenwich merupakan lokasi sebuah bangunan observatorium milik Kerajaan Inggris, yang bernama Royal Greenwich Observatory. Dunia internasional telah menetapkan, bahwa garis meridian yang melewati Greenwich, akan dijadikan meridian dasar (Bujur 0° ). Meridian atau bujur yang berada di sebelah timur Greenwich disebut dengan “Bujur Timur (BT)”. Sebaliknya, jika meridian tersebut berada di sebelah barat Greenwich, maka dinamakan“Bujur 3 Mengenai perhitungan moderen yang digunakan para ahli Falak dalam memperkirakan terjadinya gerhana Matahari, di antaranya terdapat dalam dua referensi berikut. Pertama, perhitungan (algoritma) astronomi karya Jean Meeus10, yang tertulis dalam bukunya, yakni Elements of Solar Eclipses. Kedua, perhitungan astronomi bola karya W.M. Smart11 dalam bukunya, Textbook on Spherical Astronomy. Sekilas, keduanya terlihat samasama memakai metode perhitungan astronomi moderen, namun di dalamnya terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam sistem perhitungan astronomi yang diterapkan dari kedua buku tersebut. Sistem perhitungan Jean Meeus dalam Elements of Solar Eclipses, sistem koordinat Matahari lebih mengacu kepada perhitungan yang berbasis pada perhitungan algoritmanya VSOP87 12 , sedangkan sistem perhitungan koordinat Bulannya berbasis pada teori ELP2000/8213. VSOP87, merupakan penyelesaian analisis pada pergerakan beberapa planet dalam versi yang berbeda-beda. Versi utama VSOP87, terdiri atas beberapa seri dalam elemen elips, sebagaimana yang terdapat pada sistem VSOP82 dan beberapa versi VSOP87 lainnya, yakni VSOP87A, VSOP87B, VSOP87C, VSOP87D dan VSOP87E, yang mana VSOP87(dari versi A hingga versi E), yang berdasarkan atas variabel persegi panjang dan bola. Versi utama VSOP87, sama halnya dengan versi teori yang sebelumnya, yakni VSOP82 14 . Keduanya, merupakan ketetapan pada gabungan yang telah ditentukan berdasarkan penyesuaian untuk gabungan numerik DE200 15 pada Jet Propulsion Laboratory (JPL)16 . Berbagai versi pada Barat (BB)”. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak......, Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak......, hlm.27-28. 10 Jean Meeus, merupakan seorang ahli meteorologi Belgia. Beliau juga merupakan seorang Astronom, dalam bidang mekanika langit, Astronomi bola dan Astronomi Matematik. Lihat pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/Jean_Meeus, diakses pada tanggal 14 Juni 2018, pukul 20:49 WIB. 11 William Marshall Smart (1889-1975), pada awalnya merupakan seorang ahli navigasi pada masa Perang Dunia I. Kemudian, pada tahun 1919, beliau kembali ke Universitas Cambridge dan John Couch Adams Astronomer pada tahun 1921-1937, untuk menjadi mengajar Matematika. Lihat pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/William_Marshall_Smart, diakses pada tanggal 14 Juni 2018, pukul 20:52 WIB. 12 VSOP (Bahasa Prancis: Variations Seculaires des Orbites Planetaires). 13 ELP-2000/82, merupakan sebuah sistem perhitungan Ephemeris Bulan yang bersifat semi analitik yang setara untuk waktu historis. Teori ini diungkapkan oleh Chapront-Touze M dan Chapront J, pada Bureau des Longitudes, Paris, Perancis. Baca P.Bregtanon dan G.Francou, Planetary Theories in Rectangular and Spherical Variables VSOP87 Solutions, (Paris: Unite Associee au CNRS, 1988), hlm.309. 14 VSOP82, merupakan VSOP versi tahun 1982. 15 DE200 (Development Ephemeris), merupakan sistem Ephemeris yang belum lama ini diciptakan oleh pihak JPL (Jet Propulsion Laboratory). Sistem DE200 ini, akan membentuk beberapa dasar pada sistem Ephemeris dalam “Astronomical Almanac” atau Almanak Astronomis, yang dimulai pada tahun 1984. Sistem Ephemeris DE200 ini, bersumber dari referensi Ekuinoks Dinamik J2000, dari sistem Ephemeris itu sendiri. Baca E.M. Standish, Orientation of the JPL Ephemerides, DE 200/LE 200, to the Dynamical Equinox of J200, (California: Institute of Technology, 1982), hlm.297. File pdf dapat diunduh pada laman https://www.mathworks.com/matlabcentral/fileexchange/54843nasa-jpl-development-ephemerides-de200, diakses pada 8 Agustus 2018, pukul 11:57 WIB. 16 Jet Propulsion Laboratory (Laboratorium Tenaga Pendorong Jet), merupakan sebuah pusat riset nasional milik NASA (bekerja sama dengan Institut Teknologi California), Amerika Serikat, yang memiliki tujuan (misi) untuk 4 VSOP87, berbeda-beda satu sama lainnya, dalam jenis koordinat dan keadaannya. Berikut merupakan beberapa jenis VSOP87: 1. VSOP87: Elips Heliosentris, Variabel: Equinox dan Ekliptik J2000.17 2. VSOP87A : Persegi Heliosentris, Variabel: Equinox dan Ekliptik J2000. 3. VSOP87B : Bola Heliosentris, Variabel: Equinox dan Ekliptik J2000. 4. VSOP87C : Persegi Heliosentris, Variabel: Equinox dan Ekliptik pada Tanggal. 5. VSOP87D : Bola Heliosentris, Variabel: Equinox dan Ekliptik pada Tanggal. 6. VSOP87E : Persegi Heliosentris, Variabel: Equinox dan ekliptik J2000.18 Selain VSOP87, terdapat sistem ELP-2000/82. Sistem ELP-2000/82 berisikan masa periodik Bulan secara keseluruhan, baik dari titik lintang, bujur maupun jarak Bulan dari Bumi. Seluruh data masa periodik ini, nantinya akan terabaikan dalam sistem komputerisasi, dengan koefisien terkecil dalam bujur dan lintang, serta lebih kecil satu meter dalam hal jarak.19 Teori ELP-2000/82, terdiri atas beberapa seri pada penyelesaian semi-analitik. Data Ephemeris Bulan disesuaikan untuk gabungan numerik DE200/LE200 pada Jet Propulsion Laboratory dan uraiannya terdapat dalam teori semi analitik ELP-2000/85. Teori ini, juga berisi seri trigonometri dan seri Poisson20, yang sebanding dengan waktu (t) atau pangkat dua dari waktu tersebut ( t 2 ). Tiga puluh enam berkas data, termasuk beberapa seri yang berhubungan dengan berbagai komponen pada teori tiga koordinat bola, yakni bujur, lintang serta jarak. Seluruh uraian termasuk ketetapan serta sistem koordinat dijelaskan dalam ulasan “Lunar Solution ELP-2000-82B”.21 membawa keluar (angkasa) robotik angkasa dan ilmu pengetahuan Bumi. Lihat selengkapnya pada laman https://www.jpl.nasa.gov/about/, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 11:58 WIB. 17 J2000 (2000 January 1.5 TT) yakni untuk 12 jam pada satuan waktu Terrerstrial pada tanggal 1 Januari tahun 2000. Waktu tersebut, merupakan koordinat sistem yang digunakan untuk mendefinisikan Equinox dengan ekuator/ekliptik. Pada tanggal 1 Januari 2000, terjadi sekitar 64 detik lebih cepat, dibandingkan tengah hari UT1 pada tanggal yang sama. Tanggal 1 Januari 2000 (J2000) tersebut, disebut juga sebagai sebuah Epoch (waktu yang digunakan sebagai angka referensi untuk beberapa waktu, bermacam-macam nilai astronomi). Lihat selengkapnya pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/Epoch_(astronomy)#Julian_years_and_J2000, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 12:01 WIB. 18 Lihat pada laman cdsarc.u-strasbg.fr/viz-bin/Cat?cat=VI/81, diakses pada Hari Jumat, tanggal 3 Agustus 2018, pukul 11:48 WIB. 19 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses (1951-2200), (United States of America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.3. 20 Dalam ilmu Matematika, formula Poisson merupakan suatu persamaan yang berhubungan dengan seri Fourier (koefisien pada perhitungan periodik), pada suatu fungsi untuk menilai fungsi perubahan seri Fourier, secara berturut-turut. Lihat selengkapnya pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/Poisson_distribution, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 12:12 WIB. 21 ELP-2000/82B, merupakan teori pergerakan Bulan, yang terdiri atas beberapa seri, dalam penyelesaian semi-analitik ELP-2000/82. Baca P.Bregtanon dan G.Francou, Planetary Theories in Rectangular and Spherical Variables VSOP87 Solutions, (Paris: Unite Associee au CNRS, 1988), hlm.309. 5 Segala data perhitungan yang terdapat dalam Elements of Solar Eclipses, merupakan hasil dari teori VSOP87 serta ELP-2000/82. Banyak terdapat data-data untuk perhitungan koreksi dalam rumus perhitungan gerhana Matahari. Elements of Solar Eclipses yang berdasarkan VSOP87 serta ELP-2000/82, memberikan hasil perhitungan yang cukup akurat, serta menyediakan data-data tersebut. Data tersebut, tidak hanya merupakan data yang berlaku di masa yang telah terlewati, namun juga untuk masa depan.22 Adapun Textbook on Spherical Astronomy dalam sistem perhitungannya, berbasis pada astronomi bola, yang di dalam sistem astronomi bola tersebut, juga terdapat elemen Bessel. Namun, mengingat algoritma yang digunakan dalam Textbook on Spherical Astronomy merupakan sistem perhitungan astronomi bola, maka elemen Bessel yang digunakan dalam perhitungannya, merupakan Bessel yang bersifat Bessel Spherical Functions (Fungsi Bessel Bola). Sehingga, antara elemen Bessel yang terdapat dalam Elements of Solar Eclipses dengan Textbook on Spherical Astronomy, akan terdapat perbedaan. Algoritma yang dihasilkan dari kedua referensi tersebut mempengaruhi hasil perhitungan di antara keduanya, sehingga terdapat beberapa perbedaan dalam memperkirakan terjadinya gerhana Matahari. Hal ini sangatlah penting untuk dikaji lebih dalam, karena mengingat kedua algoritma tersebut pada dasarnya, berada dalam sistem perhitungan astronomi yang berbeda. Kedua sistem perhitungan yang berbeda tersebut, akan menghasilkan nilai (output) yang berbeda dalam perhitungan gerhana Matahari. Jika melihat data yang diberikan oleh NASA23, maka perhitungan keduanya (baik perhitungan Jean Meeus maupun W.M Smart), akan tertera sebagai sumber rujukan perhitungan. Algoritma Jean Meeus digunakan sebagai perhitungan dasar oleh NASA, sedangkan sistem astronomi bola W.M Smart, akan digunakan sebagai rujukan perkiraan dalam pemetaan terjadinya gerhana Matahari. Data-data yang dihasilkan oleh NASA tersebut, pada akhirnya akan digunakan dalam berbagai aspek. Bagi para ahli rukyat, data-data tersebut sangatlah membantu dalam kegiatan pengamatan pergerakan benda-benda langit, terutama pada Matahari, Bumi dan Bulan. Ketiga benda tersebut merupakan dasar penentuan sistem kalenderisasi Islam, serta penentuan dalam pelaksanaan ibadah, yang salah satunya terkait dalam hal pelaksanakan salat gerhana. 22 Dalam hal ini, data yang terdapat dalam buku Elements of Solar Eclipses, hanyalah data yang tersedia dari tahun 1951 hingga 2200. 23 NASA (National Aeronautics and Space Administration), merupakan Badan Penerbangan dan Antariksa milik Pemerintah Negara Amerika Serikat, yang memiliki tanggung jawab di beberapa bidang dalam program dan penelitian luar angkasa Amerika Serikat. Lihat pada laman https://www.nasa.gov/, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 12:15 WIB. 6 Oleh karenanya, dalam hal ini penulis mengkaji lebih lanjut mengenai sistem perhitungan antara kedua referensi tersebut, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan alternatif baru dalam hal perhitungan gerhana Matahari. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dan juga untuk mempermudah penulis dalam melakukan kajian dalam hal ini, maka dirasa perlu adanya suatu rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dikelompokkan menjadi 2 macam : 1) Bagaimana perbedaan sistem perhitungan gerhana Matahari dalam Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus dan Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart? 2) Bagaimana akurasi perhitungan di antara keduanya dalam sistem perhitungan gerhana Matahari? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah: 1) Mengetahui spesifikasi sistem perhitungan gerhana Matahari dalam Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus dan Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart, serta mengetahui persamaan maupun perbedaan kedua referensi tersebut, berdasarkan pada sistem perhitungan astronomis. 2) Mengetahui perihal akurasi sistem perhitungan gerhana Matahari, antara Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian adalah: 1) Memberikan wawasan dalam bidang keilmuan, khususnya terhadap bidang Ilmu Falak dan Astronomi, dalam bidang perhitungan gerhana Matahari. 2) Memberikan pengetahuan kepada para ahli Falakhisab maupun rukyat, perihal perhitungan gerhana Matahari, yang sistem perhitungannya berdasarkan pemikiran Jean Meeus pada Elements of Solar Eclipses, serta pemikiran W.M. Smart pada Textbook on Spherical Astronomy. 7 3) Memberikan data-data (hasil kajian) perhitungan gerhana Matahari, berdasarkan pemikiran Jean Meeus pada Elements of Solar Eclipses, serta pemikiran W.M. Smart pada Textbook on Spherical Astronomy kepada para ahli Falak untuk keperluan observasi gerhana Matahari. D. Telaah Pustaka Perhitungan gerhana Matahari yang menggunakan Elemen Bessel, sangatlah banyak ditemukan pada berbagai referensi astronomi. Namun, sejauh penelusuran penulis perhitungan gerhana Matahari yang menggunakan Elemen Bessel sebagai perhitungannya, hanya ditemukan dalam referensi astronomi luar. Berbagai referensi Ilmu Falak, belum banyak yang membahas tentang peran penting Elemen Bessel pada perhitungan gerhana. Referensi Ilmu Falak, hanyalah sebatas membahas perhitungan gerhana yang menggunakan data-data Ephemeris. Penulis terus mencari referensi yang berkaitan dengan perhitungan gerhana Matahari yang menggunakan Elemen Bessel, dan akhirmya mendapatkan referensi yang berjudul “A Manual of Spherical and Practical Astronomy” yang ditulis oleh William Chauvenet. Buku ini menerangkan tentang perhitungan Gerhana yang menggunakan konsep astronomi bola. Namun jika dilihat, buku ini hanya menampilkan beberapa data yang informasinya sangatlah terbatas. Buku ini erupakan referensi lama, sehingga, data-data yang terdapat di dalamnya dapat dikatakan masih sangat membingungkan dan hanya sebatas memberikan data perhitungan astronomi bola. Tidak menjelaskan lebih mendalam kembali, dari mana asal, atau mengenai apa yang dimaksud dalam konstanta-konstanta data tersebut. Elemen Bessel dalam referensi ini, juga hanya sedikit disinggung dalam perhitungannya.24 Selanjutnya, terdapat referensi yang berjudul “Practical Astronomy with your Calculator or Spreadsheet” karya Peter Duffet-Smith dan Jonathan Zwart. Referensi ini menjelaskan tentang bagaimana perhitungan astronomi, termasuk juga perhitungan gerhana dalam pengplikasiannya dalam Excel maupun kalkulator. Namun, tidak dicantumkan dari mana asalnya elemen-elemen perhitungan gerhana Matahari tersebut.25 24 William Chauvenet, A Manual of Spherical Astronomy: Embracing (The General Problems of Spherical Astronomy, The Spherical Applications to Nautical Astronomy, and The Theory and Use of Fixed and Portable Astronomical Instruments), With an Apendix on the Method of Least Square, (Philadelphia: J.B. Lippincott Company, 1900). 25 Peter Duffett-Smith dan Jonathan Zwart, Practical Astronomy with your Calculator or Spreadsheet, (New York: Cambridge University Press, 2011). 8 Buku astronomi yang berjudul “Prediction and Analysis of Solar Eclipse Circumtances” yang ditulis oleh Wentworth Williams, JR., merupakan buku yang menjelaskan tentang perhitungan astronomi, yang di dalamnya juga terdapat perhitungan gerhana. Perhitungan ini menggunakan Elemen Bessel di dalamnya. Perhitungannya sangat lengkap, informasi yang diberikan pun juga sangat detail. Namun, dalam buku ini data-data yang disajikan merupakan data lama, serta perhitungannya pun formasinya merupakan formasi perhitungan lama. Perhitungan mengunakan referensi ini, tidak menyalahi aturan, namun tidak dianjurkan, dikarenakan keakuratan yang dihasilkan nantinya sangatlah kurang.26 Berbagai penjelasan di atas menjelaskan bahwa, perhitungan gerhana Matahari yang menggunakan Elemen Bessel, banyak ditemukan pada referensi astronomi yang backgroundnya merupakan refrensi berbahasa asing. Referensi Ilmu Falak belum ada yang membahas mengenai perhitungan gerhana yang menggunakan sistem Elemen Bessel. Sehingga, perlu adanya penelitian untuk mengupas perhitungan gerhana Matahari menggunakan beberapa referensi, yang sekiranya telah umum digunakan dalam perhitungan Falak, yakni Elements of Solar Eclipses serta Textbook on Spherical Astronomy, dimana kedua referensi tersebut merupakan narasumber data NASA (yang banyak digunakan para ahli Falak sebagai acuan dalam memperkirakan gerhana). Keduanya sama-sama menggunakan Elemen Bessel sebagai dasar perhitungannya, namun hasil yang disajikan antara keduanya sangatlah berbda. Inilah yang menjadi fokus penelitian yang penulis lakukan. E. Metode Penelitian 1) Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, serta laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu.27 2) Sumber Data 26 Wenworht Williams, JR., Prediction of Analysis of Solar Eclipse Circumtances, (Acorn Park Cambridge: Arthur D. Little, Inc., 1971). 27 M. Iqbal Hasan, Pokok Pokok Materi Metodologi Penelitian & Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), hlm.11. 9 Adapun sumber data dalam penulisan ini, penulis melakukan penelusuran pada beberapa literatur yang berkaitan dengan penelitian penulis, yang berkaitan dengan peristiwa gerhana Matahari secara umum, baik dalan ruang lingkup sains (Astronomi) maupun yang terdapat dalam ilmu Falak. Kemudian, penulis juga menelusuri berbagai literatur yang berkaitan dengan perhitungan gerhana Matahari baik itu berupa sumber data, rumus dan elemen-elemen yang berkaitan dengan gerhana Matahari. Setelah semua perhitungan dasar gerhana Matahari telah terkumpul, maka perhitungan-perhitungan tersebut lebih dispesifikan kembali ke arah perhitungan yang merujuk kepada kedua sumber rujukan penulis dalam penelitian ini (yakni perhitungan yang menggunakan Elemen Bessel). Perhitungan tersebut merujuk pada referensi Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus dan juga Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart. 3) Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data, penulis menelusuri beberapa literatur yang berkaitan dengan penelitian penulis, yang berkaitan dengan peristiwa gerhana Matahari secara umum, baik dalan ruang lingkup sains (Astronomi) maupun yang terdapat dalam ilmu Falak. Kemudian, penulis menelusuri berbagai literatur yang berkaitan dengan perhitungan gerhana Matahari baik itu berupa sumber data, rumus dan elemen-elemen yang berkaitan dengan gerhana Matahari. Setelah semua perhitungan dasar gerhana Matahari telah terkumpul, maka perhitungan-perhitungan tersebut lebih dispesifikan kembali ke arah perhitungan yang merujuk kepada kedua sumber rujukan penulis dalam penelitian ini. Perhitungan tersebut merujuk pada referensi Elements of Solar Eclipseskarya Jean Meeus dan juga Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart. 4) Metode Analisis Data Setelah proses pengumpulan data, kemudian dilakukan olah data, yakni dengan metode deskriptif analisis, dengan menggunakan kedua literatur utama, yang menjadi topik utama pembahasan skripsi ini, yakni Elements of Solar Eclipseskarya Jean Meeus dan juga Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart. Analisis data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun. Analisis data yang digunakan penulis adalah, content analysis (analisis isi), terhadap kedua sumber referensi tersebut, yang kemudian disampaikan melalui teknik deskriptif serta komparatif. Awalnya, penulis 10 memaparkan perhitungan dari kedua sistem perhitungan tersebut (Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus dengan Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart). Dalam perumusan perkiraan terjadinya gerhana Matahari, apabila kita merunut pada Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus kita akan disajikan beberapa rumusan algoritma. Algoritma yang digunakan bersifat rumusan beruntut yang membutuhkan korelasi antara rumus yang sebelumnya dengan yang sesudahnya. Banyak konstanta, rumus dan simbol yang berkaitan dengan rumusan Jean Meeus yang lain. Di dalamnya, juga terdapat beberapa algoritma yang sudah ada ketetapan nilainya dalam bentuk tabel, yang tertera sesuai dengan data waktu yang dibutuhkan. Kemudian, penjelasan dalam perhitungan Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart, lebih bersifat kepada perhitungan astronomi bola. Banyak rumusan yang dihasilkan dari berbagai gambaran geometris sferis yang diterapkan ke dalam bola langit.Sebagaimana halnya Jean Meeus, perhitungannya pun menggunakan Elemen Bessel di dalamnya. Namun, elemen tersebut berasal dari sudut-sudut yang tercipta dari penggambaran geometris sferis. Setelah proses pemaparan kedua sistem perhitungan tersebut, maka penulis menggunakan metode analisis komparatif, yakni membandingkan antara sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus dengan Spherical Astronomy karya W.M. Smart dalam perhitungan gerhana Matahari. Adapun pada setiap penulisan ilmiah yang menggunakan metode penelitian studi analisis komparatif, terdapat sebuah rujukan yang dijadikan sebagai parameter (tolok ukur) hasil dari sebuah penulisan ilmiah. Parameter tersebut dapat menentukan dan memperkuat, hasil yang lebih efektif dalam sebuah penulisan ilmiah. Penulisan ini, menggunakan parameter yang berbasis pada data yang bersumber langsung dari NASA (National Aeronautics and Space Administration), serta dibuktikan menggunakan aplikasi astronomi Stellarium. Keduanya, merupakan parameter dalam perbandingan antara perhitungan gerhana Matahari dalam Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus dengan Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart. Pada berbagai perhitungan astronomi, NASA merupakan sumber rujukan terbesar dan terutama, dimana data-data perhitungannya telah umum dipergunakan berbagai pihak. Berbagai penemuan dan penelitiannya juga tidak dapat diragukan lagi. Adapun aplikasi Stellarium, merupakan aplikasi yang berkonsep planetarium, yang telah memiliki lisensi 11 dari GNU General Public License28, dan juga telah digunakan oleh proyek MeerKAT29 sebagai perangkat lunak untuk menampilkan langit virtual, di mana titik antena pada radio teleskop berada. Sehingga, keterangan tersebut, dapat meyakinkan bahwa aplikasi Stellarium sudah tidak diagukan lagi penggunaannya sebagai simulator fenomena langit, yang hasilnya juga memiliki keakuratan yang tinggi. F. Sistematika Penulisan Secara garis besar, penulisan penelitian ini disusun per bab. Terdiri dari lima bab, yang di dalamnya masing-masing terdapat sub-sub pembahasan dengan berbagai permasalahan, dengan sistematika sebagai berikut: Bab pertama yaitu pendahuluan. Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, signifikasi dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua yaitu, sistem perhitungan gerhana Matahari. Bab ini memaparkan tinjauan umum perihal sistem perhitungan gerhana Matahari. Hal tersebut berisikan berbagai sistem rumusan dasar, maupun beberapa elemen perhitungan yang digunakan dalam perhitungan gerhana Matahari. Bab ketiga yaitu, sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy.Bab ini berisikan pembahasan sistem perhitungan gerhana Matahari dalam ruang lingkup sistem perhitungan yang terdapat dalam Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy. Adapun dalam sub bab pertama, yakni mengenai sistem perhitungan gerhana Matahari yang berdasarkan pada Elements of Solar Eclipses, baik dari elemen-elemen perhitungan dasarnya, berbagai rumusan yang ada di dalamnya dan sebagainya. Selanjutnya, pada sub bab kedua, yakni mengenai sistem perhitungan gerhana Matahari yang berdasarkan pada Textbook on Spherical Astronomy baik itu mengenai beberapa koreksi yang terdapat di dalamnya, maupun rumusan astronominya. 28 GNU General Public License, merupakan penyedia lisensi untuk perangkat lunak, yang mana menjamin para penggunanya untuk bebas menjalankan, belajar, berbagi dan memodifikasi perangkat lunak. Lisensi ini diciptakan oleh Richard Stallman dari Free Software Foundation. Aplikasi yang berada di bawah lisensi GNU General Public License, akan mendapatkan hak cipta berupa copyleft (hak cipta untuk perangkat lunak), dari GPL. Lihat selengkapnya pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/GNU, diakses pada tanggal 10 September 2018, pukul 20:46. 29 MeerKAT (Teleskop Karoo Array), merupakan sebuah perangkat radio teleskop, yang terdiri dari 64 antena yang sekarang telah diuji di bawah pengawasan observatorium South African Radio Astronomy Observatories, dan berada di Northern Cape, Afrika Selatan. Lihat selengkapnya pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/MeerKAT, diakses pada tanggal 10 September 201, pukul 20:47 WIB. 12 Kemudian, pada sub bab berikutnya, akan dipaparkan mengenai contoh dari perhitungan gerhana Matahari yang berasal dari kedua sistem perhitungan tersebut. Bab keempat, yaitu analisis komparatif sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy. Bab ini berisikan penjabaran analisis hasil pengkomparasian dari perhitungan yang berdasarkan pada perhitungan Elements of Solar Eclipses dan sistem perhitungan yang berdasarkan pada perhitungan Textbook on Spherical Astronomy. Analisis tersebut, selain dari sistem perhitungannya analisis ini juga meliputi hasil dari perhitungan yang menggunakan kedua cara tersebut. Analisis ini juga akan menentukan hasil akurasi antar kedua sistem perhitungan tersebut. Bab kelima, yaitu penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil data perhitungan serta keakurasian dari kedua sistem perhitungan tersebut, serta memaparkan saran dan masukan bagi peneliti selanjutnya. BAB II SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI A. Pengertian Gerhana Matahari Gerhana pada dasarnya, merupakan pergerakan beberapa benda langit di dalam bidang orbit yang cenderung ke arah satu sama lainnya dan bergerak serta memotong pada sebuah titik, terutama dalam pola kejadian yang berbeda, yang disebabkan oleh satu benda yang membayangi serta melewati benda lainnya.30 Sementara itu, gerhana Matahari sendiri, merupakan sebuah fenomena alam yang disebabkan oleh adanya peristiwa yang menyebabkan Matahari tertutupi oleh Bulan, baik hanya sebagian permukaan maupun secara keseluruhan permukaannya. Posisi Bulan berada tepat di antara Bumi dan Matahari yang berada pada satu garis lurus. Pada saat peristiwa ini terjadi, posisi Bulan menutupi cahaya Matahari terhadap Bumi, oleh karena itu gerhana Matahari disebut dengan istilah dalam bahasa Arab, yakni istilah “Kusuf asySyams” (‫)كسف الشمس‬, yang berarti menutupi. Sedangkan, jika disebut ke dalam istilah bahasa Inggris, maka fenomena ini disebut dengan Eclipses of the Sun atau Solar Eclipses. Gerhana Matahari ada tiga macam, yakni: a. Gerhana Matahari total atau sempurna ‫( كل‬kully), yakni gerhana Matahari yang terjadi manakala antara posisi Bulan dengan Bumi pada jarak yang dekat, sehingga bayangan kerucut (umbra) Bulan menjadi panjang dan dapat menyentuh permukaan Bumi, serta Bumi-Bulan-Matahari berada pada satu garis lurus.31 30 Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.314-315. 31 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), hlm.188. 13 14 Gambar 2.1 Skema Gerhana Matahari Total (Total Eclipse) (Sumber: Astro UNL, Astronomy Education at the University of NibraskaLencoln) b. Gerhana Matahari cincin atau )‫(حلقى‬halqy adalah, gerhana Matahari yang terjadi manakala posisi Bulan dengan Bumi pada jarak yang jauh, sehingga bayangan kerucut (umbra) Bulan menjadi pendek dan tidak dapat menyentuh permukaan Bumi, serta Bulan-Bumi-Matahari pada satu garis lurus. Ketika itu diameter Bulan lebih kecil dibandingkan dengan diameter Matahari, sehingga terdapat bagian tepi piringan Matahari yang masih terlihat dari Bumi.32 Gambar 2.2 Skema Gerhana Matahari Cincin (Annular Eclipse) (Sumber: Astro UNL, Astronomy Education at the University of NibraskaLencoln) 32 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik........., hlm.189. 15 c. Gerhana Matahari sebagian atau (‫ )بعضىىىىى‬ba`dliy adalah gerhana Matahari yang terjadi manakala antara posisi Bulan dengan Matahari pada jarak yang dekat, sehingga bayangan kerucut (umbra) Bulan menjadi panjang dan dapat menyentuh permukaan Bumi, tetapi Bumi-Bulan-Matahari tidak tepat pada satu garis lurus.33 Gambar 2.3 Skema Gerhana Matahari Sebagian (Partial Eclipse) (Sumber: NASA) Secara historis, dikenal adanya siklus Saros gerhana Bulan dan gerhana Matahari. Siklus Saros ini memberikan informasi tentang pengulangan gerhana pada arah rasi tertentu atau berdekatan dengan lokasi gerhana sebelumnya. Rata-rata satun siklus Saros gerhana sepanjang 18 tahun11,3 hari (sekitar 6585,3 hari) atau 223 kali periode sinodis Bulan (rata-rata 29,53 hari). Melalui telaah fisik Bulan dan Matahari serta dinamika atau gerak Bulan dan Matahari, kini dapat diramalkan berlangsungnya gerhana. Pengamatan gerhana dapat direncanakan dengan lebih baik.34 B. Dalil Mengenai Gerhana Matahari a. Hadits riwayat oleh Aisyah r.a. َ ‫ت ا َ َح ٍد َوالَ ِل َحيَا تِ ِه فَ ِأ ذَا َر ا َ ْيت ُ ُم ْواهُفا‬ َّ ‫اِنَّ ال‬ ِ ‫َّللاِ ع ََّز َو َج َّل الَ يَ ْخ سِ فَا ِن ِل َم ْو‬ ِ ‫س َو ا ْلقَ َم َر ا ْيتَا نَ ِم ْن ايَا‬ َّ ‫ت‬ َ ‫ش ْم‬ َ‫ْز فَعُ ْوا أِلَى الص ََلة‬ “Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah `Azza wa Jalla. Tiadalah terjadinya gerhana matahai dan Bulan itu karena matinya seseorang dan bukan juga karena hidup atau kelahiran 33 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik............, hlm.189. Dr. Moedji Raharto, Catatan Kuliah: (AS 3006) Dasar-Dasar Sistem Kalender Bulan dan Kalender Matahari, (Bandung: Penerbit ITB, Maret 2009), hlm.47-48. 34 16 seseorag, maka apabila kamu melihatnya, segeralah kamu melaksanakan salat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).35 b. Qur`an Surat al-Qiyamah[75]:8-9. ٩ ‫س َو ا ْلقَ َم ُر‬ ُ ‫َو ُج ِم َع الش َّْم‬ ٨ ‫ف ا ْلقَ َم ُر‬ َ ‫َو َخ‬ َ ‫س‬ “...dan telah gerhana Bulan, dan teah dihimpun Matahari dan Bulan,.......”.36 Apabila terjadi gerhana, baik gerhana Matahari maupun gerhana Bulan, dianjurkan oleh Rasulullah SAW agar kaum muslimin melaksanakan salat gerhana, memperbanyak doa, memperbanyak takbir dan memperbanyak shadaqah.37 C. Fiqh Hisab Rukyah Gerhana Matahari Jika dilihat dari kaca mata fiqh hisab rukyah, dalam persoalan gerhana ini baik gerhana Matahari maupun Bulan, tidak ada nampaknya sekat atau persoalan yang terjadi antara mazhab Hisab dan mazhab Rukyah, walaupun pada dasarnya kedua madzhab ini juga terdapat dalam persoalan gerhana. Madzhab Hisab yang disimbolkan mereka yang memakai cara menghitung kapan terjadinya gerhana, dengan madzhab Rukyah yang disimbolkan dengan mereka yang menyatakan terjadi gerhana dengan cara melihatnya secara langsung. Penjelasan tersebut, memperlihatkan bahwa tidak adanya permasalahan antara kedua madzhab tersebut, dalam hal memperkirakan gerhana, bahkan tidak ada sekat di antara keduanya.38 Hisab mendeteksi kapan terjadinya fenomena gerhana Matahari atau Bulan, ini dilakukan supaya umat Islam dapat menyelenggarakan pelaksanaan salat sunnah grhana Matahari (Salat Kusuf as-Syams) dan salat sunnah gerhana Bulan (Salat Khusuf al-Qamar). Karena menurut A.Katsir, pada pertengahan kedua gerhana kusuf/khusuf ini ada salat sunnah diiringi dengan khutbah kejadian alam, pertanda ayat kebesaran Ilahi Rabbi.39 D. Perhitungan Gerhana Matahari 35 KH. Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih (Bagian Ibadat), (Jakarta: Kencana, 2013), hlm.435. 36 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.627. 37 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), hlm.194-195. 38 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm.106. 39 A.Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm.208. 17 Perhitungan gerhana Matahari dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yakni dengan menggunakan data-data Ephemeris, sebagaimana yang tertera dalam langkah-langkah perhitungan berikut: 1. Memperkirakan terjadinya ijtima` dengan perbandingan tarikh (HijriyahMiladiah) Tanggal 29 Jumadil Awwal 1437 Hijriah bertepatan dengan tanggal, Bulan dan tahun berapa Miladiah? Untuk menentukannya, maka harus ditetapka secara matematis bahwa tanggal 29 Jumadi Awwal 1437 Hijriah = 1436 tahun + 4 Bulan + 29 hari40. Jumlah 1436 tahun/30 tahun × 1 daur = 47 daur + 26 tahun 47 daur × 10631 hari41 = 499657 hari 26 tahun (Hijriah) = 9204 hari Tahun kabisatnya = 4 Bulan (Hijriah) = 29 hari = Tafawut43 10 hari42 118 hari 29 hari + = 509018 hari = 227016 hari + = 736034 hari Koreksi Paus Gregorius44 = Jumlah = 13 hari + 736047 hari Bila jumlah bilangan hari ini akan dijadikan tanggal, Bulan dan tahun Miladiah, maka dilakukan perhitungan berikut: 736047 hari/1461 hari × 1 daur = 503 daur + 1164 hari 503 daur × 4 tahun 40 = 2012 tahun 1436 tahun, 4 Bulan dan 29 hari, menunjukkan jumlah waktu yang telah terlampaui. 10631 hari, merupakan jumlah rentang waktu 30 tahun (1 daur untuk tahun hijriah). 42 10 hari, diperoleh melalui urutan tahun kabisah (yakni huruf ke-2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26 dan 29). Sedangkan pada perhitungan tersebut, tahun 1439 terdiri atas 26 tahun, yang mana angka 26 tahun tersebut, memiliki urutan huruf ke-10. 43 Selisih tetap usia tarikh Miladiah dengan tarikh Hijriah. 44 Jumlah 13 hari tersebut, merupakan jumlah hari Pra tahun 2100 Miladiah. 41 18 1164 hari = 3 tahun + 69 hari 69 hari = Jumlah = 2015 tahun + 2 Bulan + 9 hari 2 Bulan + 9 hari + Dengan demikian, tanggal 29 Bulan Jumadil Awwal tahun 1437 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 9 Maret tahun 2016 Miladiah. 2. Menentukan saat terjadinya ijtima` dengan data almanak Ephemeris hisab rukyat Berdasarkan data dari almanak Ephemeris diketahui: a. FIB (terkecil) tanggal 9 Maret 2016 M = 0.00001 Pukul 02.00 GMT. b. ELM (Ecliptic Longitude Matahari) pada pukul 02.00 GMT = 348° 56’ 14” c. ALB (Apparent Longitude Bulan) pada pukul 02.00 GMT = 348° 58’ 13” Sabaq Matahari per jam: ELM pada pukul 02.00 GMT = 348° 55’ 55.15” ELM pada pukul 03.00 GMT = 348° 58’ 25.15” Selisih = -0° 2’ 30” Sabaq45 Bulan per jam: ALB pada pukul 02.00 GMT = 348° 59’ 3.31” ALB pada pukul 03.00 GMT = 349° 36’ 20.87” Selisih = -0° 37’ 17.56” Saat ijtimak dapat dicari dengan rumus: Pukul FIB (GMT) + Pukul 02.00 + Pukul 02.00 + ELM−ALB SB−SM + 08.00 (WITA) 348° 55′ 55.15" − 348° 59′ 3.31" 0° 37′ 17.56"−0° 2′ 30" −0° 03′ 8.16" 0°34′ 47.56" + 08.00 + 08.00 Pukul 02.00 + -0j 5m 24.48d + 08.00 = 9j 54m 35.52d Jadi, saat ijtimak pukul 09 : 54 : 35.52 WITA. 45 Selisih antara data per jam. 19 3. Perhitungan untuk menentukan waktu terjadinya gerhana Matahari total dengan data almanak Ephemeris hisab rukyat a. Diketahui ijtimak akhir Rabi`ul Akhir 1437 Hijriah terjadi pada tanggal 9 Maret 2016 M, pada pukul 09 : 54 : 35.52 WITA. b. Saat terjadinya gerhana Matahari (kusuf), dapat ditentukan dengan data-data Semi Diameter Matahari (Śdm ), Semi Diameter Bulan (Śdb ), Horizontal Parallax Bulan (ĥpβ ), dan Apparemt Lattitude Bulan (Ȧ1b ) dari Almanak Ephemeris yang telah diinterpolasi sebagai berikut: Rumus: X – (X−Y) × Z 1 1) Semi Diameter Matahari (Śdm ) Pukul 02.00 GMT = 0° 16’ 06.45” Pukul 03.00 GMT = 0° 16’ 06.44” (Śdm ) = 0° 16’ 06.44” Pukul 03.00 GMT = 0° 16’ 33.78” (Śdb ) = 0° 16’ 33.76” Pukul 03.00 GMT = 1° 00’ 47.16” (ĥpb ) = Pukul 03.00 GMT = 0° 12’ 4.56” (Ȧ1b ) = 0° 12’ 23.24” 2) Semi Diameter Bulan (Śdb ) Pukul 02.00 GMT 3) Horizontal Parallax Bulan (ĥpβ ) Pukul 02.00 GMT 4) Apparent Lattitude Bulan (Ȧ1b ) = 0° 16’ 33.54” = 1° 00’ 46.27” 1° 00’ 47” = 0° 15’ 31.85” Ternyata harga (Ȧ1b ) = 0° 12’ 23.24”, lebih kecil dari (˂) 1° 24’ 36”, maka pasti akan terjadi gerhana. Keterangan: Jika harga (Ȧ1b ) ˂ 1° 24’ 36” = akan terjadi gerhana. Jika harga (Ȧ1b ) ˃ 1° 24’ 36” = tidak akan terjadi gerhana. 20 Jika harga (Ȧ1b ) ˂ 1° 24’ 36”, harga (Ȧ1b ) ˂ 1° 34’ 46” = mungkin akan terjadi gerhana. Adapun Horizontal Parallax Matahari (ĥpμ ) dapat diketahui dengan rumus: Horizontal Parallax Matahari (ĥpμ ) ́ sin(Sdm ) = sin(ĥpμ ) = 109.04 = sin(0° 16’ 06.44”) 109.04 = 0° 0’ 8.59” Sedangkan wilayah yang akan mengalami gerhana Matahari tergantung dari nilai harga Ȧ1b -nya. Jika Ȧ1b (+) dan harganya ˃ 0° 31’, akan terjadi gerhana di wilayah utara khatulistiwa. Jika Ȧ1b (-) dan harganya ˃ 0° 31’, akan terjadi gerhana di wilayah selatan khatulistiwa. Apabila harga mutlak Ȧ1b ˂ 0° 31’, akan terjadi gerhana di sekitar wilayah khatulistiwa. c. Cara menentukan awal dan akhir gerhana Matahari dengan rumus bantu, sebagai berikut: 1) sin H = = sin Ȧ1b sin 5° 09′ sin 0° 12’ 23.24” sin 5° 09′ = 0° 02’ 24.51” H = 2° 18’ 2.19” Karena hasilnya positif (+), maka dikurangkan dengan nilai 360°, (namun apabila hasilnya negatif (-), maka hasilnya akan ditambahkan nilai 360°). Maka, H = 360° - 2° 18’ 2.19” = 2) tan U = = 357° 41’ 57.81”. tan Ȧ1b sin H tan 0° 12’ 23.24” sin 357° 41′ 57.81" = - 0° 5’ 23.15” U 46 = 5° 7’ 45.64”46 Hanya diambil harga mutlaknya. Maka, nilai (-) diabaikan. 21 3) sin Z Z 4) k = sin U × sin H = sin 5° 7′ 45.64" × sin 357° 41’ 57.81” = - 0° 0’ 12.92” = 0° 12’ 20.26”47. = cos Ȧ1b × (SB−SM) cos U = cos 0° 12’ 23.24” × = 0° 59’ 59.98” × (0° 37′ 17.56"−0° 2′ 30") cos 5° 7’ 45.64” 0° 34′ 47.56" 0° 59′ 45.58" = 0° 59’ 59.98” × 0° 34’ 55.96” = 0° 34’ 55.95” 5) D = ĥpβ + Śdm - ĥpμ = 1° 00’ 47” + 0° 16’ 06.44” - 0° 0’ 8.59” 6) X = 1° 16′ 44.85" = D + Śdb = 1° 16′ 44.85" + 0° 16’ 33.76” = 1° 33’ 18.61” 7) Y = D - Śdb = 1° 16′ 44.85" - 0° 16’ 33.76” 8) cos C = 1° 0′ 11.09" = = cos X cos Z cos 1° 33’ 18.61” cos 0° 12’ 20.26” = 0° 59’ 58.7” C 9) cos E = 1° 32’ 29.47” = = cos Y cos Z cos 1° 0′ 11.09" cos 0° 12’ 20.26” = 0° 59’ 59.47” E 47 nilai (-). = 0° 58’ 54.41” Seperti halnya nilai pada U, maka nilai Z juga hanya diambil harga mutlaknya saja dan mengabaikan 22 Keterangan: Jika harga Y lebih kecil dibandingkan harga Z, maka terjadi gerhana Matahari sebagian, sehingga tidak perlu untuk mencari nilai E. 10) 𝜏1 11) 𝜏2 12) t = = c K 1° 32’ 29.47” 0° 34’ 55.95” = 2j 38m 51.76d = = E K 0° 58’ 54.41” 0° 34’ 55.95” = 1j 41m 10.7d = sin 0.05 × = sin 0.05 × cos H sin K × sin Ȧ1b sin K cos 357° 41’ 57.81” sin 0° 34’ 55.95” × sin 0° 12’ 23.24” sin 0° 34’ 55.95” = 0° 0’ 3.14” × 98° 20’ 0.6” × 0° 21’ 16.61” = 0j 01m 49.49d Keterangan: Jika (+), Lintang Bulan telah mengecil (descending node). Jika (-), Lintang Bulan semakin besar (ascending node). Dari hasil perhitungan tersebut, dapat ditentukan waktu tengah, awal dan akhir gerhana Matahari, dengan rumus berikut: a) Tengah Gerhana (𝜏0) = ijtima` - t –2.5m (konstanta) = 09 : 54 : 35.52 - 0j 01m 49.49d - 2.5m b) Awal Gerhana = 9j 50m 16.03d = 𝜏0 - 𝜏1 = 9j 50m 16.03d - 2j 38m 51.76d c) Awal Gerhana = 7j 11m 24.27d = 𝜏0 – 𝜏2 = 9j 50m 16.03d - 1j 41m 10.7d 23 d) Akhir Gerhana = 8j 9m 5.33d = 𝜏0 + 𝜏2 = 9j 50m 16.03d + 1j 41m 10.7d e) Akhir Gerhana = 11j 31m 26.73d = 𝜏0 + 𝜏1 = 9j 50m 16.03d + 2j 38m 51.76d = 12j 29m 7.79d 4. Ikhtisar waktu terjadinya gerhana Matahari total (total solar eclipse) tanggal 9 Maret 2016 Awal gerhana total (kontak awal dengan penumbra) = Pukul 7 : 11 : 24.27 WITA. Awal gerhana total (kontak awal dengan umbra) = Pukul 8 : 9 : 5.33 WITA. Pertengahan gerhana Matahari total = Pukul 9 : 50 : 16.03 WITA. Akhir gerhana total (kontak terakhir dengan umbra) = Pukul 11 : 31 : 26.73 WITA. Akhir gerhana total (kontak terakhir dengan penumbra) = Pukul 12 : 29 : 7.79 WITA.48 48 A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak (Panduan Lengkap dan Praktis), (Jakarta: Amzah, 2012), hlm.216-222. BAB III SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI ELEMENTS OF SOLAR ECLIPSES DAN TEXTBOOK ON SPHERICAL ASTRONOMY Dalam bab ini, akan dibahas perhitungan gerhana Matahari menurut perhitungan Jean Meeus dalam Elements of Solar Eclipses danperhitungan W.M. Smart dalam Textbook on Spherical Astronomy. Pembahasan lebih memfokuskan kepada penyajian data dan proses perhitungan kedua data tersebut. Pembahasan ini dibagi menjadi dua kajian penting, yakni Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy. Dalam Elements of Solar Eclipses, akan dikaji terlebih dahulu mengenai pemaparan buku Elements of Solar Eclipses secara umum. Selain itu, akan dibahas mengenai algoritma yang dirangkai oleh Jean Meeus, dan data-data yang disajikan dalam memperkirakan terjadinya gerhana Matahari, secara umum. Selanjutnya, pada sub bab Textbook on Spherical Astronomy akan dipaparkan sebagaimana pemaparan sub bab sebelumnya, yakni dengan memaparkan mengenai Textbook on Spherical Astronomy secara umum, yang kemudian dilanjutkan dengan memaparkan sistem perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan terjadinya gerhana Matahari. A. Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Jean Meeus dalam Elements of Solar Eclipses. 1. Tinjauan Umum Elements of Solar Eclipse Jean Meeus Elements of Solar Eclipse, merupakan buku yang berisikan Elemen Bessel yang akurat untuk gerhana Matahari atau gerhana Matahari di masa mendatang, yakni dari tahun 1951 hingga 2200 A.D. 49 perhitungannya berdasarkan pada beberapa teori moderen pada konsep Matahari dan Bulan yang terdapat dalam Bureau des longitudes di Paris, (baik itu teori VSOP87 maupun ELP-2000/82). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data yang terdapat dalam Elements of Solar Eclipses akurasinya sangatlah tinggi. Tidak tertera peta di dalamnya (yakni pada tahun 1986-2035). Sebagai gantinya, maka peta tersebut dapat dilihat pada karya Espenak.50 Data numerik yang disajikan untuk garis sentral, rumus yang dibutuhkan untuk beberapa perhitungan, 49 Tahun A.D (Anno Domini) atau T.M. (Tarich Masehi), yakni satuan tahun yang dihitung sesudah lahirnya Nabi Isa. 50 Espenak (Fred Espenak), merupakan seorang Astrofisikawan Amerika. Dia dikenal melalui hasil karyanya dalam memprediksi gerhana. 24 25 (keadaan lokal, titik garis sentral atau pada batas utara dan selatan, dan lain sebagainya), telah disediakan. Algoritma tersebut dapat dengan mudahnya dijadikan pemrograman untuk mikrokomputer, sedangkan beberapa contoh numerik yang disajikan dalam Elements of Solar Eclipses dapat digunakan sebagai (pedoman) perbandingan.51 2. Sumber Informasi Data a. Koordinat Matahari Koordinat Matahari dibutuhkan untuk perhitungan Elemen Bessel yang ditetapkan dalam Elements of Solar Eclipses, yang telah diperhitungan dengan teori dasar VSOP8752 yang digagas oleh P. Bretagnon dan G. Francou, di Bureau des Longitudes, Paris, pada tahun 1987. Teori ini memberikan lintang dan bujur gerhana pada planet, dan garis radius planet-planet tersebut, sebagaimana penjumlahan pada masa periodis. Dalam perhitungan Jean Meeus, masa periodis diabaikan dengan koefisien yang lebih kecil dibandingkan dengan 0”.0005 dalam lintang dan bujur, dan lebih kecil dari 0.000000001 Satuan Astronomis (SA) dalam garis radius.53 Teori VSOP87 terdiri atas rangkaian panjang pada masa periodis yang menggunakan perhitungan pada koordinat heliosentris pada setiap planet, yakni dari planet Merkurius hingga planet Neptunus, (yang diperkirakan 2500 masa dari Bumi). Koordinat heliosentris digunakan jika terletak dari sudut pandang Bumi, jika sebaliknya, maka menggunakan koordinat geosentris Matahari.54 b. Nilai Radius Bulan Untuk kontak bagian luar (kerucut penumbra pada Bulan), menggunakan nilai k = 0.272481 (untuk rasio pada Bulan hingga radius ekuatorial pada Bumi). Nilai ini berhubungan pada radius rata-rata bola Bulan (lunar globe). 51 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.1. 52 VSOP (Variations Séculaires des Orbites Planétaires),solusi analisa pada pergerakan planet yang hanya digambarkan melalui variable elips. Namun, kartesian atau variable bola lebih tepat dalam beberapa permasalahan, seperti pernyataan analisis untuk perhitungan bagian yang tampak. Analisis pada sistem nutasi, pada selisih antara TDB-TDT. Baca P.Bregtanon dan G.Francou, Planetary Theories in Rectangular and Spherical Variables VSOP87 Solutions, (Paris: Unite Associee au CNRS, 1988), hlm.309. 53 54 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200......................., hlm.3. Gian Casalegno, Sun Ephemeris Comparison, hlm.1. 26 Karena gerhana Matahari tidak akan terlihat secara keseluruhan (apabila selama Matahari bersinar, menyinari lembah Bulan), memiliki nilai terkecil dibandingkan dengan nilai rata-rata konstanta k, maka digunakanlah untuk perhitungan pada kerucut umbra (fase total dan cincin), menggunakan nilai adaptasi: k = 0.272274.55 Nilai (k = 0.272481) untuk kerucut penumbra, dan nilai (k = 0.272274) untuk kerucut umbra, adalah nilai yang direkomendasikan oleh Explanatory Supplement. Pada tahun 1969 hingga 1980, Astronomical Epimeris (Inggris) menggunakan (k = 0.272281) untuk menghitung radius pada umbra. Sedangkan pada tahun 1981, Astronomical Almanak (Amerika), menggunakan nilai (k = 0.272488) untuk menghitung pada areal penumbra. Kemudian, pada Bulan Agustus tahun 1982 IAU General Assembly 56 memberi penyelesaian untuk mengambil nilai yang sama besar, yakni (k = 0.272508).57 3. Keterangan pada nilai numerik yang disajikan dalam katalog a. Data-data yang disajikan, mengandung beberapa elemen pada semua peristiwa gerhana Matahari yang terjadi pada tahun 1951 hingga 2200 A.D. Secara keseluruhan, pada periode 250 tahun ini, setidaknya terdapat 570 peristiwa gerhana Matahari, yang mana 366 atau 64 persennya, merupakan peristiwa gerhana Matahari total. Pada katalog yang bagian penjelasannya, telah dihasilkan secara langsung dari perhitungan komputer, yang secara otomatis tidak terdapat kesalahan di dalamnya. Setiap gerhana, mengambil empat bagian pada daftar, yang disana terdapat sepuluh gerhana per halamannya.58 b. Tipe Gerhana Terdapat pada kolom pertama katalog, yang dengan secara langsung dapat diketahui karena terdapat pada bagian bawah tanggal (tahun, Bulan, hari). Simbol 55 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.4. 56 IAU (International Astronomical Units), merupakan sebuah perkumpulan Astronomi Internasional, yang dibentuk pada tahun 1919. Misi dari IAU adalah, untuk memperkenalkan serta mengawasi ilmu pengetahuan dalam bidang astronomi, pada seluruh aspek yang berhubungan dengan kerjasama internasional. Lihat selengkapnya pada laman https://www.iau.org/, diakses pada tanggal 11 September pukul 12:07 WIB. 57 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.4. 58 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200......................., hlm.5. 27 yang terdapat pada katalog telah digunakan oleh Oppolzer59, sebagaimana simbol huruf r, yang mengindikasikan gerhana sebagai gerhana cincin (ringforming). Berikut merupakan berbagai macam simbol yang digunakan untuk mengindikasikan berbagai macam tipe gerhana yang terjadi: 1) p : Gerhana Parsial 2) r : Gerhana Cincin (Sentral) 3) t : Gerhana Total (Sentral) 4) (r) : Gerhana Cincin (Non Sentral) 5) (t) : Gerhana Total (Non Sentral) 6) rt : Gerhana Cincin-Total : Gerhana Sentral, Total pada sebagian kecilnya, dan Cincin pada bagian lainnya.60 Pada kasus gerhana sentral, poros pada bayangan kerucut Bulan bersilangan dengan permukaan Bumi, sedangkan ketika gerhana yang terjadi tidaklah sentral, maka gerhana tersebut banyak terjadi pada tipe p, dan terkadang pada tipe (r) atau pada tipe (t). Pada kasus dimana sebuah gerhana bertipe (r) atau (t), hanya bagian kerucut umbra yang melalui permukaan Bumi. Ketika gerhana adalah gerhana sebagian, huruf p diikuti oleh nilai pada jarak terbesar pada gerhana sebagian di permukaan Bumi. Nilai itu merupakan nomor antara nilai 0 dan 1, dan cenderung diikuti oleh tiga angka desimal.61 Contoh: Gerhana pada 3 Oktober 1986 dan pada 29 Maret 1987 merupakan gerhana cincin-total. Gerhana pada 23 September 1987 merupakan gerhana cincin, dan pada 18 Maret 1988 adalah gerhana total. Pada 19 Mei 1985, terjadi gerhana sebagian dengan jarak maksimum sebesar 0.841.62 59 Theodor von Oppolzer (1841-1886), merupakan ahli matematika serta Astronom yang berasal dari negara Austria. Pada tahun 1868, Oppolzer memimpin sebuah ekspedisi untuk keperluan observasi gerhana Matahari. Setelah itu, pada tahun 1887, dia menulis buku yang berjudul Canon der Finsternisse, yang di dalamnya berisikan tentang kompilasi 8000 gerhana Matahari serta 5200 gerhana Bulan, dari tahun 1200 SM-2161 M. Karyanya tersebut menjadikannya sebagai salah satu ilmuwan yang berprestasi akan hasil terbesar dalam bidang perhitungan, pada masa itu. Lihat selengkapnya pada laman https://en.wikipedia.org/wiki/Theodor_von_Oppolzer, diakses pada tanggal 11 September 2018, pukul 13:42 WIB. 60 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.5. 61 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200.............., hlm.5. 62 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200.............., hlm.5. 28 c. Nilai Gamma (ɣ) Pada kolom pertama katalog, pada baris ketiga menunjukkan jumlah ɣ (Gamma), yang mana jarak minimal dari poros pada kerucut bayangan Bulan hingga pada pusat Bumi, dalam satuan pada radius ekuatorial Bumi. Jarak ini bernilai positif maupun negatif, menurut poros pada bayangan kerucut yang melewati utara atau selatan pusat Bumi. Jika ɣ berkisar antara +0.997 dan 0.99763, maka gerhana adalah gerhana sentral.64 d. Julian Day (JDE) Untuk mempermudah kronologi perhitungan dalam berbagai tujuan, hari astronomi (astronomical day) yang dimulai pada waktu siang rata-rata Greenwich atau pukul 12 Universal Time65 untuk alasan sejarah, berturut-turut bernomor dari jangka waktu masa lampau yang cukup jauh untuk mendahului periode sejarah. Nomor yang menunjukkan satu hari dalam hitungan yang terus menerus disebut Julian Day Number (JD).66 Penyelesaian Julian Day dimulai dengan JD = 0 untuk 1 Januari -4712 pada pukul 12 UT. Tanggal diperlihatkan dalam Julian Days dan sebagian kecil melambangkan hari yang terlewat semenjak jaman tersebut. Secara normal, Julian Day dinyatakan dalam satuan Universal Time, namun dapat pula dinyatakan dalam bentuk satuan Dynamical Time 67 (waktu Epimeris), dalam bentuk menyerupai Julian Days. Dalam kasus yang seperti itu, JD diukur dari 12ℎ TD sebagai ganti dari 12ℎ UT, dan diatur untuk menghindari keambiguan, maka disebut dengan Julian Epimeris Day (JDE). JDE sesuai dengan waktu pada gerhana maksimum (ketika poros kerucut bayangan Bulan mendekati pusat 63 Batasan nilai 0.997, bertentangan dengan penyebab pada perataan Bumi. Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.5. 65 Universal Time, merupakan suatu ukuran pada waktu yang sesuai (dalam perkiraan yang teliti), pada rata-rata pergerakan diurnal Matahari dan bermanfaat sebagai dasar pada seluruh ketepatan waktu dalam ruang lingkup sipil. UT ditentukan berdasarkan observasi pada pergerakan diurnal bintang. UT terdiri atas tiga bagian, yakni UT0, UT1 serta UTC. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.385. 66 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.5. 67 Dynamical Time, merupakan salah satu bagian dari skala waktu, yang diperkenalkan pada tahun 1984, untuk menggantikan waktu Ephemeris sebagai penjelasan pada teori dinamis serta Epemeris. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.374. 64 29 Bumi), yang ditentukan pada baris pertama di kolom kedua. Nilai JDE tersebut dibulatkan hingga mendekati nilai seperseratus hari.68 e. Lunation (k) Pada baris kedua dalam kolom kedua katalog, ditunjukkan nomor lunasi k. lunasi nomor ke-0, berhubungan dengan Bulan baru pada tanggal 6 Januari tahun 2000. Sebelum tahun 2000, nilai k, adalah k < 1. Dalam mengatur untuk mendapatkan penomoran lunasi, dilanjutkan dalam seri E.W. Brown yang mana dalam nilai k nya terdapat penambahan angka 953 untuk nilai k.69 f. Seri Saros Kolom kedua pada katalog juga terdaat nomor dari seri Saros70, yang mana angka tersebut dimiliki setiap peristiwa gerhana. Gerhana yang memiliki nomor seri Saros ganjil, berlangsung pada ascending node pada orbit Bulan (satu periode Saros kemudian, bayangan pada Bulan akan lebih kearah selatan (nilai ɣ berkurang)). Demikian pula, gerhana dengan nomor Saros genap berlangsung pada descending node (satu periode Saros kemudian, garis edar pada bayangan Bulan berganti arah menuju utara (nilai ɣ berkurang)). Saros adalah periode yang terjadi pada 223 lunasi, atau 6585.3 hari, atau 18 tahun dan kurang lebih 11 hari. Setelah melalui periode tersebut, gerhana Matahari dan gerhana Bulan berulang dengan situasi yang sama pula.71 g. Referensi Waktu (𝑻ₒ ) Kolom ketiga mengandung referensi waktu 𝑇ₒ . Waktu ini merupakan waktu yang berbentuk bilangan bulat pada Dynamical Time, yang mendekati waktu gerhana maksimum. Waktu ini merupakan referensi waktu untuk elemen Bessel yang terdapat dalam katalog.72 h. Elemen Bessel Tujuh kolom terakhir pada katalog mengandung elemen Bessel pada setiap gerhana. Elemen Bessel memberikan ciri posisi geometri pada bayangan Bulan tergantung pada Bumi. Garis singgung luar hingga permukaan Matahari dan Bulan dari kerucut umbra, dan garis singgung dalam untuk kerucut penumbra. 68 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.5. 69 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200................, hlm.5. 70 Nomor seri Saros tersebut, diperkenalkan oleh tokoh yang bernama G.Van den Bergh. 71 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.5. 72 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200..............., hlm.7. 30 Poros yang sama pada kedua kerucut tersebut adalah poros pada bayangan tersebut. Bidang geosentris yang tegak lurus pada poros bayangan disebut bidang dasar, dan dianggap sebagai bidang XY pada sistem koordinat geosentris persegi.73 Poros X berpotongan pada bidang dasar dengan bidang pada ekuator74, dan tepat ke arah timur, sedangkan poros Y tepat mengarah ke utara. X dan Y merupakan koordinat pada perpotongan poros bayangan dengan bidang dasar, dalam satuan radius ekuatorial Bumi. Deklinasi d dan sudut waktu Epimeris M, pada titik bola langit mengarah ke poros bayangan yang tepat menunjukkan pada poros yang sebenarnya. Radius kerucut penumbra, pada bidang dasar dinyatakan sebagai 𝐿1 . Sedangkan, radius kerucut umbra dinyatakan sebagai 𝐿2 , dan bernilai positif apabila gerhana cincin, dan bernilai negatif apabila gerhana total. Sudut 𝑓1 dan 𝑓2 merupakan elemen sudut pada kerucut penumbra dan kerucut umbra, yang secara berurutan menurut poros bayangannya. Penyusunan nilai X0, Y0, d0, M0, L10 dan L20 yang merupakan nilai dari X, Y, d, M, L1 dan L2 pada referensi waktu 𝑇ₒ . Nilai lainnya merupakan koefisien yang menunujukkan fungsi pada satuan waktu. Sebagai contoh, nilai X pada setiap terjadinya gerhana terhitung dari: X = X0 + X1t + X2𝑡 2 + X3𝑡 3 Dimana: t dihitung dari jam referensi 𝑇ₒ , yang secara langsung bernilai negatif.75 Elemen X dan Y ditunjukkan melalui beberapa polinomial76 pada derajat ke tiga. Sementara d, L1 dan L2 polinomial derajat kedua yang digunakan,sementara M ditunjukkan oleh fungsi linear waktu tersebut. Jumlah d dan M dinyatakan dalam bentuk derajat dan desimal. Perlu diketahui bahwa, X1, M1, dan L10 nilainya selalu bersifat positif. Nilai tan f1 dan tan f2, terletak pada kolom terakhir 73 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200....................., hlm.7. Ekuator merupakan lingkaran besar pada permukaan bidang, yang dibentuk oleh perpotongan pada permukaan, dengan sebuah bidang yang melewati pusat tegak lurus ke arah poros rotasi. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.375. 75 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.7. 76 Polinomial (suku banyak), merupakan pernyataan matematika yang banyak melibatkan jumlahan perkalian pangkat, dalam satu atau lebih variabel dengan koefisien. 74 31 yang dianggap sebagai jumlah tetap selama terjadinya gerhana, dan nilainya selalu bersifat positif.77 4. Penggunaan praktis Elemen Besel dan contoh numeriknya. a. Perhitungan Waktu Dalam Elements of Solar Eclipses, satuan waktu yang digunakan adalah Dynamical Time (TD). Dynamical Time sebelumnya disebut sebagai Epimeris Time (ET), yang merupakan satuan perataan waktu oleh hukum dinamis 78 . Sedangkan satuan waktu Universal Time (UT) diperlukan dalam kehidupan sipil maupun diperlukan dalam perhitungan astronomis, yang mana satuan waktu ini didasari oleh pergerakan rotasi Bumi.79 Kemudian, perbedaan antara satuan waktu Barycentric Dynamical Time80 (TDB) dan satuan waktu Terrestrial Dynamical Time 81 (TDT). Kedua satuan waktu tersebut dibedakan oleh jumlah detik yang berlebih, yakni sebanyak 0.0017 detik. Dalam perbedaan detik tersebut maka terdapat perbedaan pula dalam efek relativisti, yang berhubungan dengan pergerakan Bumi pada orbit elips dalam mengelilingi Matahari. Karena perbedaan yang terdapat di dalamnya sangatlah kecil, maka perbedaan tersebut diabaikan, demi berbagai kepentingan. Sehingga, referensi data waktu yang disajikan dalam Elements of Solar Eclipses tidak membedakan antara satuan waktu TDB dan TDT, dan disimpulkan dalam satuan waktu Dynamical Time (TD). Karena pergerakan rotasi Bumi pada umumnya bergerak melambat (dan terlebih dengan adanya ketidakteraturan yang tidak 77 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.7. 78 Hukum dinamis tersebut didasari oleh pergerakan planet. 79 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.9. 80 Barycentric Dynamical Time (TDB), merupakan salah satu dari bagian kelompok skala waktu yang dihasilkan dari berbagai macam perubahan teori dan metrik pada teori relativitas Terrestrial Time (TT). TDB juga merupakan waktu koordinat, yang hanya berbeda variasi periodik dengan Terrestrial Time. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.372-373. 81 Terrestrial Dynamic Time (TDT), yang juga dikenal sebagai Terrestrial Time (TT), merupakan penjelasan dari Epemeris Geosentris. Satuan pada TT adalah detik SI (International Sistem of Units), atau sejumlah satu hari dalam 86400 detik SI pada sistem geoid. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.384. 32 terprediksi), satuan waktu UT tidaklah sama. Perhitungan perbedaan ∆T = TD – UT tersebut, dapat diperhitungkan hanya melalui hasil dari observasi.82 Sebagai nilai pada rotasi Bumi yang perlahan berkurang, kini satuan waktu TD lebih diutamakan dibandingkan dengan satuan waktu UT, dan rata-rata perbedaan ini akan semakin berkurang kedepannya. Hal ini menjelaskan bahwa prediksi pada berbagai macam hubungan waktu berhubungan dengan gerhana Matahari kedepannya, yang mana hanya dapat diperkirakan dengan akurasi yang tepat pada satuan Dynamical Time-nya. Apabila perhitungan gerhana Matahari tersebut diperhitungkan menggunakan akurasi satuan waktu Universal Time, maka dimugkinkan akan terjadi ketidaktepatan dalam perhitungan rotasi Bumi, yang mana akan terjadinya ketidaktentuan dalam jumlah satuan detik, hingga menit. Selain itu, hal tersebut akan berdampak pula pada jumlah pasti jarak maksimum pada lokasi yang diberikan, posisi garis tengah permukaan Bumi dan sebagainya bergantung pada nilai ∆T83. b. Catatan pada Garis Lintang Geografis Dalam Elements of Solar Eclipses, garis lintang diukur sebagai garis yang bernilai positif jika berada di barat, dan bernilai negatif jika berada di timur84. Penting untuk diketahui bahwa: Terdapat alat hitung yang tidak dapat menghitung fungsi trigonometri pada sebuah sudut, yang mana nilai sudut tersebut dinyatakan dalam bentuk derajat, menit dan detik. Sehingga, sebelum melakukan perhitungan ada baiknya mengubah nilai sudut tersebut menjadi bentuk derajat dan desimal. Ada pula, komputer yang tidak dapat menghitung sebuah perhitungan yang di dalamnya terdapat satuan derajat. Komputerisasi tersebut, hanya daapt melakukan perhitungannya jika nilai yang diperhitungkan di dalamnya menggunakan satuan radian (rad).85 82 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.9. 83 Apabila dalam suatu waktu nilai ∆T tidaklah diketahui, maka dapat dilakukan perhitungan sebagaimana perhitungan yang didasarkan pada perkiraan. 84 Ketentuan ini telah diikuti (digunakan) oleh banyak ahli astronomi selama lebih dari satu abad. Tidak diketahui secara pasti, mengapa sejak awal badan International Astronomical Union telah menetapkan pengukuran garis lintang pada planetografis dengan arah yang berlawanan dengan arah rotasi Bumi. namun dalam hlm ini, Elements of Solar Eclipses tidak mengikuti ketentuan dari IAU, namun akan tetap mempertimbangkan bahwa garis lintang bernilai positif. 85 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200, (United of States America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.10-11. 33 Sehingga, untuk mengubah satuan derajat ke radian, maka nilai tersebut dikalikan dengan: 𝜋 180 5. atau dengan konstanta 0.017453292520 Metode Perhitungan a. Menghitung Elemen Bessel Data-data dan perhitungan Elemen Bessel, sebagaimana yang telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya, yakni terdiri atas: X, Y, d, M, L2, X’, Y’, ɷ, p, b, c, 𝑦1 , 𝑏1 , 𝑏2, kemudian B, H, sin 𝛷1 , Φ, λ, L2’, a, n, Durasi, sin h, h, 𝐾 2 , Lebar Lintasan dan Rasio A (sudut radius Bulan-Matahari). Berikut merupakan perhitungan Elemen Bessel: 1) Nilai t (TD) yang diberikan dalam perhitungan ini, dinyatakan dalam jam dari referensi waktu 𝑇ₒ , yang dihitung menggunakan elemen BesselX, Y, d, M dan L2 dari formula: a) X b) Y c) d = X0 + X1t + X2𝑡 2 + X3𝑡 3 . = Y0 + Y1t + Y2𝑡 2 + Y3𝑡 3 . = d0 + d1t + d2𝑡 2 . d) M = M0 + M1t. e) L2 = L20 + L21t + L22𝑡 2 .86 Perhitungan perbedaan tiap jamnya: f) X’ g) Y’ = X1 + 2X2t + 3X3𝑡 2 . = Y1 + 2Y2t + 3Y3𝑡 2 .87 Kemudian hitung; h) ɷ i) p j) b = Y’ – pX sin d k) c = X’ + pY sin d l) 86 87 1 = √1−0.006694385𝑐𝑜𝑠2 𝑦1 = 𝑀1 57.2957795 𝑑 = ɷY Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200..................., hlm.11. Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200..................., hlm.11. 34 m) 𝑏1 n) 𝑏2 = ɷ sin d = 0.99664719 ɷ cos d = √1 − 𝑋 2 − 𝑦1 2> 0 o) B Jika nilai B tidak muncul, maka tidak akan terjadi gerhana sentral.88 2) 𝜱𝟏 dan sudut waktu H a) cos 𝛷1 sin H = X. b) cos 𝛷1 cos H = B 𝑏2 - 𝑦1 𝑏1 (sudut waktu). = B 𝑏1 + 𝑦1 𝑏2 (nilai Φ).89 sin 𝛷1 3) Bujur Geografis Φ dan Lintang λ a) tan Φ = 1.00336409 tan 𝛷1 b) λ = M – H – 1.0027379 ∆T90 Jika kita ingat kembali, bahwa satu detik pada satuan jam (waktu), sama dengan 15 detik pada satuan busur, atau 0.00416667°, sehingga kita memiliki formula, λ = M – H - 0.00417807 ∆T Dimana: i. M dan H dinyatakan dalam derajat. ii. ∆T dinyatakan dalam satuan waktu detik.91 4) Durasi pada Gerhana total atau Gerhana Cincin pada Lokasi a) L2’ = L2 – B tan 𝑓2 . Jika nilai L2’ bernilai negatif, maka yang akan terjadi adalah gerhana total sedangkan, jika nilai L2’ bernilai positif maka yang akan terjadi adalah gerhana cincin. b) a = c – pB cos d. c) n = √𝑎2 + 𝑏 2> 0. d) Durasi = 7200 𝐿2′ 𝑛 (detik).92 5) Tinggi Matahari h pada Gerhana Sentral 88 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200................, hlm.11-12. Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200..............., hlm.12. 90 Dimana ∆T merupakan selisih dari TD – UT. 91 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200..............., hlm.12. 92 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200..............., hlm.12. 89 35 = sin d sin Φ + cos d cos Φ cos H.93 sin h 6) Lebar Garis Edar pada Fase Gerhana Total atau Cincin a) 𝐾 2 = 𝐵2 + b) Lebar = (𝑋𝑎+𝑌𝑏)2 𝑛2 12756 |𝐿2′| 𝐾 (kilometer) Formula yang terakhir ini, tidaklah begitu tepat, kecuali jika posisi Matahari berada pada titik rendah, maka formula ini akan menghasilkan perhitungan yang sangat tepat. Pelebaran ini tegak lurus dengan arah pergerakan bayangan permukaan Bumi. dengan kata lain, pelebaran ini diukur berdasarkan tempat di setiap titik garis sentral.94 7) Rasio A pada Diameter Bulan yang Tampak hingga Diameter Matahari A 𝐿1′ −𝐿2′ = 𝐿1′ + 𝐿2′ dimana L1’ = L10 + L11t + L12𝑡 2 – B tan 𝑓1 .95 B. Sistem Perhitungan Gerhana Matahari W.M. Smart dalam Textbook on Spherical Astronomy 1. Tinjauan Umum Textbook on Spherical Astronomy W.M. Smart Perhitungan dalam Textbook on Spherical Astronomy, menggunakan sistem astronomi bola atau astronomi posisional, yang mana keduanya merupakan cabang dari ilmu astronomi yang digunakan untuk menjabarkan lokasi pada objek yang terletak dalam bola langit. Elemen terpenting pada astronomi bola adalah sistem koordinat dan waktu. Koordinat objek langit yang telah tercantum, menggunakan sistem koordinat equatorial, yang berdasarkan pada proyeksi ekuator Bumi terhadap bola langit. Posisi sebuah obnek dalam sistem ini disebutkan dalam beberapa istilah seperti asensio rekta (α) dan deklinasi (δ). Bujur dan waktu local dapat digunakan untuk memperoleh posisi objek dalam sistem koordinat horizontal96, yang terdiri atas altitude97 dan azimuth.98 93 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200........., hlm.12. Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200........., hlm.12. 95 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses 1951-2200........., hlm.13. 96 Lingkaran besar di antara zenith dan nadir, atau lingkaran besar yang terbentuk oleh pertemuan bola langit dengan bidang tegak lurus pada garis dari pengamat ke zenith. 97 Sudut dari horizon sepanjang lingkaran vertical yang mencapai ke obyek. 98 Sudut dari titik utara pada horizon searah jarum jam hingga ke dasar lingkaran vertical melalui obyek. 94 36 Koordinat pada objek langit seperti halnya bintang dan sejumlah galaksi terkumpul dalam sebuah catalog bintang, yang memberikan posisi objek tersebut dalam waktuwaktu tertentu.99 Mengenai Textbook on Spherical Astronomy, dipaparkan bahwa buku ini berdasarkan kuliah yang diberikan tiap tahun dalam Universitas Cambridge dan dalam mata kuliah persamaan pada pelajaran Astronomi terapan dalam observatorium. Perubahan baru dalam almanak (dalam berbagai hal), mempengaruhi posisi pada catatan lama sebagai rujukan infomasi dalam praktek mutakhir, dan karya yang sekarang ini diharapkan akan mengisi perbedaan yang disebabkan oleh perkembangan zaman moderen. Dalam penambahan masalah waktu astronomi bola, buku ini berisikan beberapa diskusi dasar dalam beberapa subjek penting, seperti halnya koordinat heliografis, pergerakan yang tepat, penentuan posisi pada permukaan laut, penggunaan fotografi dalam ukuran astronomi yang tepat serta orbit bintang ganda, dan seluruh hal yang berkaitan dengan masalah ini.100 Dalam aplikasi numerik, menggunakan almanak tahun 1931, yang mengikuti rekomendasi pada International Astronomical Union (Persatuan Astronomi Internasional), namun terdapat beberapa modifikasi yang dilakukan demi menghindari kesukaran ataupun salah konsep dalam memahami sebuah materi (permasalahan). Seperti halnya, sudut pada stellar parallax (paralaks bintang)101, yang ditunjukkan dengan simbol Π dibandingkan dengan simbol 𝜋 yang mana para pelajar (mahasiswa) telah terbiasa untuk menggunakannya, terutama saat pelajaran matematika yang terdapat dalam sifat lingkaran.102 2. Metode Perhitungan a. 99 Elemen Bessel https://en.m.wikipedia.org/wiki/Spherical_astronomy, diakses pada hari Rabu, 18 Juli 2018 pukul 23:00. 100 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.V. 101 Stellar Paralax (Paralaks bintang), merupakan metode untuk mengukur jarak bintang. Hal ini dihitung melalui pergeseran yang tampak pada bintang dalam kurun waktu satu tahun. 102 Perbedaan simbol Pi antara 𝜋 dengan Π adalah, jika simbol Π adalah versi uppercase (huruf kapital), maka simbol 𝜋 merupakan versi lowercase (huruf kecil). Seperti halnya penulisan huruf dalam bahasa Latin, huruf dalam bahasa Yunani juga dibedakan atas dua macam huruf (simbol), yakni yang disebut dengan upper dan lowercase. Namun, meski pada intinya sama-sama merupakan simbol Pi, jika dalam ilmu matematika maka akan memiliki makna yang berbeda. Jika simbol Π, memiliki fungsi sebagai product, yakni sebagai hasil dari sebuah perkalian. Sedangkan simbol 𝜋, memliki fungsi sebagai kelompok dasar, momentum konjugasi, grup homotop, fungsi utama perhitungan serta proyeksi. 37 Gambar 3.1 Skema Bola Langit (Sumber: Textbook on Spherical Astronomy) Metode yang digunakan dalam memprediksikan gerhana sejalan dengan okultasi 103 bintang pada gerhana. Melintasi pusat Bumi E, sebuah garis EC tergambar sejajar dengan garis lurus terhubung pada Bulan dan Matahari dan bertemu sebuah lingkaran, berpusat pada titik E, di titik C. EC merupakan porosz dan bidang DBA (yang terarsir), pada EC yang normal pada titik E merupakan bidang dasar (fundamental plane). Jika P adalah kutub utara langit, bidang pada lingkaran besar yang melewati titik C dan P memotong bidang dasar pada garis EB. Adapun EA dan EB merupakan poros x dan y secara berurutan.104 1) Elemen x, y dan d. Ambil (α, δ) untuk asensio rekta dan deklinasi pada Matahari, serta (α1 , 𝛿1 ) sama dengan titik koordinat Bulan. (α, d) menjadi asensio rekta dan deklinasi pada titik C dalam lingkaran. (x, y, z) menjadi titik 103 Okultasi merupakan efek pengaburan pada salah satu benda langit, oleh benda langit lainnya yang memiliki diameter lebih besar. Jika sumber utama cahaya pada bayangan benda terpotong oleh okultasi, maka fenomena ini disebut juga sebagai peristiwa gerhana. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.380. 104 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.390-391. 38 koordinat Matahari, dengan acuan penjelasan beberapa poros, dalam istilah jarak ekuatorial Bumi sebagai sebuah kesatuan.105 Maka jika X adalah posisi Matahari pada lingkaran: x = r cos AX, y = r cos BX, z = r cos CX…..(4) Dimana: r menjadi jarak geosentris Matahari. Kini, A merupakan kutub pada garis CPB dan karena itulah menjadi sebuah ekuator. Maka, PA = 90°, FA = 90°. Karena asensio rekta pada A adalah 90° + a, maka XṖA = 90° + a – a. Sebagaimana PX = 90° - δ, dari keterangan (4), menggunakan rumus cosinus: x = r cos δ sin (α– a)…..(5) Dalam segitiga PBX, BP = d. Juga, semenjak AṖB = 90°, XṖB = 180° + α– a, maka: y = r [sin δ cos d – cos δ sin d cos (α – a)]…..(6) Dalam segitiga PCX, PC = 90° - d, PX = 90° - δ dan XṖC = α – a, maka: z = r [sin δ sin d + cos δ cos d cos (α – a)]….(7) Melalui cara yang sama, didapati hubungan bilangan untuk Bulan: 𝑥1 = 𝑟1 cos 𝛿1 sin (α1 − 𝑎), 𝑦1 = 𝑟1[sin 𝛿1 cos 𝑑 − cos 𝛿1 sin 𝑑 cos(α1 − 𝑎)] 𝑧1 = 𝑟1[sin 𝛿1 sin 𝑑 + cos 𝛿1 cos 𝑑 cos(α1 − 𝑎)] Tetapi, karena poros-z sejajar dengan garis yang terhubung dengan pusat pada Matahari dan Bulan, maka: x = 𝑥1 , y = 𝑦1 . Koordinat (x,y) atau (𝑥1 , 𝑦1 ), merupakan koordinat pada pusat bayangan dalam bidang dasar. Karenanya, r cos δ sin (α– a)= 𝑟1cos 𝛿1 sin (α1 – a)…..(8) r [sin δ cos d – cos δ sin d cos (α – a)] = 𝑟1[sin 𝛿1 cos d – cos 𝛿1 sin d cos (α1 – a)]…..(9) Pada beberapa perhitungan, nilai r, 𝑟1, α, δ, α1 dan 𝛿1 dapat dianggap telah diketahui; rumus (8) dan (9), sehingga memungkinkan untuk menghitung a dan d. Rumus ini dapat dimasukkan ke dalam bentuk yang lebih mudah, sejak 105 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.................., hlm.391. 39 atau pada waktu terdekat terjadinya gerhana, α dan δ sedikit berbeda dari α1 dan 𝛿1 secara berturut-turut. Maka: 𝑟1 𝑟 …..(10). =b Yang mana dapat pula ditulis sebagai: b= sin 𝑃 sin 𝑃1 ….(11). Dari penjelasan tersebut, maka 1/r = sin P dan 1/𝑟1= sin 𝑃1 . Sehingga, b dapat dihitung kapanpun. Nilai b ini merupakan jumlah kecil yang jumlahnya kurang lebih 1/400. Tulisan [α1 - a + (α- a)] untuk (α1 − 𝑎) pada rumus (8) dan diperluas, maka akan ditemukan: sin (α - a){1 – b sec δ cos 𝛿1 cos (α1 − 𝑎)} = b sec δ cos 𝛿1 cos (α − 𝑎) sin (α1 − 𝑎). atau, cukup dengan akurasi, a=α– 𝑏 sec 𝛿 cos 𝛿1 1−𝑏 (α1 − 𝑎) …..(12) Dengan cara yang sama, dari rumus ke (9), maka: d=δ- 𝑏 1−𝑏 (𝛿1 - δ) …….(13) Perhitungan pada nilai a dan d dibuat pada jarak waktu per jam. Sebagai tambahan, variasi x`, y` (per jam) pada koordinat (x,y) pada pusat bayangan wajib adanya namun, dengan mudah didapatkan melalui perbedaan pada susunan nilai tabel x dan y pada Astronomi Epimeris (Astronomical Epimeris).106 2) Elemen μ. Untuk beberapa meridian 107 sudut waktu pada C, merupakan sudut waktu pada vernal equinox108, tidak sebanyak pada asensio rekta titik C. dalam keterangan, jika μ menunjukkan sudut waktu pada titik C untuk meridian Epimeris ketika waktu sideris Epimeris adalah G, maka μ = G – α. 106 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, .............., hlm.391-392. Meridian, merupakan lingkaran besar yang melewati kutub langit dan melewati titik zenith pada suatu lokasi di Bumi. Dalam observasi planet, suatu meridian tersebut merupakan setengah bagian dari lingkaran besar yang mlewati kutub planet tersebut, dan melewati beberapa lokasi pada planet. Baca Jean Kovalevsky dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy, (United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004), hlm.380. 108 Vernal Equinox, merupakan titik perpotongan yang terjadi pada saat Matahari bergerak dari langit bagian selatan, ke arah langit bagian utara, yakni pada titik Aries (tepatnya pada tanggal 21 Maret). Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005), hlm.17. 107 40 Oleh karena itu, α dapat ditemukan dari perhitungan ke-(12), nilai pada μ dapat dihitung pada saat itu juga. Begitu juga pada nilai μ` (variasi pada μ per jam) dapat ditemukan dengan proses yang lebih mudah.109 3) Elemen f1 dan f2 Gambar 3.2 Skema Posisi Matahari dan Bulan saat Gerhana Matahari (Sumber: Textbook on Spherical Astronomy) Menjadikan garis CD sebagai bagian pada bidang dasar dengan bidang pada gambar tersebut. Pertimbangan pertama, kerucut penumbra dengan puncak pada 𝑉1. 𝑓1 menunjukkan sudut 𝐴𝑉1 𝑆 atau 𝐹𝑉1 𝐶. R menjadi radius garis pada Matahari dan k menjadi radius garis pada Bulan. Maka, 𝑠𝑖𝑛𝑓1 = 𝑅 𝑆𝑉1 = 𝑘 𝑉1 𝑀 = 𝑅+𝑘 𝑆𝑀 Tetapi, selama beberapa fase pada gerhana, SM = r - 𝑟1, dengan akurasi yang cukup. Oleh karenanya, menggunakan perhitungan ke-(10), 𝑠𝑖𝑛𝑓1 = 𝑅+𝑘 𝑟 (1−𝑏) …..(14) Dalam perhitungan ke-(14), hitungan (R + k) adalah konstan, menjadi penjumlahan pada radius garis Matahari dan Bulan. Menunjuk sudut semivertikal 𝐵𝑉2 𝑀, pada kerucut umbra yakni 𝑓2 , diperoleh dengan cara yang sama, 𝑠𝑖𝑛𝑓2 = 𝑅−𝑘 𝑟 (1−𝑏) ……(15) Sudut 𝑓1 dan 𝑓2 sangat mudah dihitung dengan menggunakan perhitungan ke-(14) dan (15).110 109 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.392. 110 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy................, hlm.393. 41 4) Elemen L1 dan L2 . Jika melihat pada gambar, maka MF merupakan koordinat z pada pusat Bulan, dengan menunjuk kepada poros yang telah digambarkan. Oleh karena itu, MF = 𝑧1 . Begitu juga dengan 𝑉1 𝑀 = 𝑘 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 𝑓1 . 𝑉1 𝐹 menyatakan koordinat-z pada puncak kerucut penumbra oleh 𝑐1, maka: 𝑐1 = 𝑧1 + k cosec 𝑓1 …...(16) Begitu pula, jika 𝑐2 menyatakan koordinat-z pada puncak kerucut umbra, maka: 𝑐2 = 𝑧1 - k cosec 𝑓2 ….(17) Dalam setiap contoh, 𝑐1 dan 𝑐2 merupakan nilai yang bersifat aljabar111 yang ⃗⃗⃗⃗⃗⃗ (arah positif pada poros-z). diukur secara jelas dalam fungsi 𝐹𝑀 Misalkan 𝑙1 dan 𝑙2 menyatakan jari-jari pada lingkaran di mana kerucut penumbra dan umbra berpotongan pada bidang dasar. Maka: 𝑙1 = FC = 𝑐1 tan 𝑓1 dan 𝑙2 = FR = 𝑐2 tan 𝑓2 ……(18). Atau, menggunakan cara perhitungan ke-(16) dan (17), 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 ……(19). 𝑙2 = 𝑧1 tan 𝑓2 - k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 ……(20). Rumus ke-(19) dan (20) memungkinkan nilai numerik pada 𝑙1 dan 𝑙2 untuk diperhitungkan. Nilai x, y, sin 𝑑 , cos 𝑑 , μ, 𝑙1 dan 𝑙2 disebut sebagai elemen Bessel pada gerhana. Nilai-nilai tersebut merupakan hitungan pertama pada jarak setiap jam dan tersusun pada jeda 10 menit dalam Epimeris Astronomis. Satu nilai juga cenderung pada nilai tan 𝑓1 , tan 𝑓2 , μ` dan d`, selama nilai-nilai tersebut konstan, dengan dibutuhkan ketelitian di dalamnya.112 b. Perhitungan Gerhana pada Tiap Tempat Gambar 3.3 Aljabar, (dari bahasa Arab “al-jabr”, yang berarti “pengumpulan bagian yang rusak”), merupakan salah satu bidang dari ilmu matematika yang luas, bersama dengan teori bilangan, geometri dan analisis. Aljabar juga merupakan ilmu yang mempelajari berbagai simbol dalam matematika. Lihat selengkapnya pada laman https://id.wikipedia.org/wiki/Aljabar, diakses pada tanggal 13 September 2018, pukul 21:38 WIB. 112 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.393-394. 111 42 Skema Gerhana Matahari Tiap Tempat (Sumber: Textbook on Spherical Astronomy) Pada Gambar 3.8, misalkan garis KH menjadi titik potong pada bidang, yang melalui pengamat yang sejajar dengan bidang dasar. (ξ, η, ζ) menjadi koordinat pada titik pengamat (dalam waktu kapanpun), dengan referensi poros dasar. Sehingga, bidang KH disebut z = ζ. Mengingat jari-jari pada lingkaran bidang z = ζ, yang ditentukan oleh perpotongan pada bidang ini dengan kerucut penumbra dan umbra, dan perkirakan 𝐿1 dan 𝐿2 menjadi jari-jari secara berturutturut. Maka, dalam gambar 𝐿1 = GH dan 𝐿2 = GT. Maka, karena FG = ζ, maka: 𝐿1 = (𝑐1 - ζ) tan 𝑓1 , 𝐿2 = (𝑐2 - ζ) tan 𝑓2 , Atau, menggunakan rumus ke-(18): 𝐿1 = 𝑙1 – ζ tan 𝑓1 ….(21), 𝐿2 = 𝑙2 – ζ tan 𝑓2 ….(22).113 𝐿1 selalu bernilai positif. Karena 𝑐2 telah digunakan dalam fungsi aljabar, 𝐿2 bernilai negatif ketika puncak 𝑉2 pada kerucut umbra terletak (sebagaimana pada gambar) di tepat pada titik G. Hal ini merupakan kondisi geometris bahwa beberapa area pada permukaan Bumi dapat berada dalam kerucut umbra. Sehingga, beberapa pengamat khusus pada jarak ζ dari bidang dasar, sebuah syarat untuk gerhana total adalah 𝐿2 , dihitung dengan menggunakan rumus ke(22), akan menjadi nilai yang bersfat negatif. Sementara itu, Φ’ dan ρ merupakan garis lintang geosentris dan jarak pengamat, serta λ merupakan garis bujur barat pada Greenwich.114 113 114 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............., hlm.394. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............., hlm.394-395. 43 Gambar 3.4 Skema Bola Langit (Sumber: Textbook on Spherical Astronomy) Dalam Gambar 1.9, X mewakili zenith115 geosentris pengamat pada bola langit. Maka: ξ = ρ cos 𝐴𝑋, η = ρ cos 𝐵𝑋, ζ = ρ cos 𝐶𝑋 ……(23). PX merupakan meridian pada pengamat dan karena μ adalah sudut waktu Epimeris pada C pada pengamat, maka h mengatakan bahwa, XPC = μ – λ – 1.0027∆T. Maka, X𝑃̂A = 90° - h. Begitu pula, PX = 90° - Φ`. Rumus ke-(23), mengaplikasikan rumus cosinus untuk segitiga APX, ξ = ρ cos Φ` sin ℎ ……….(24). Sama halnya dengan, η = ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] …..(25), ζ = ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26). Variasi ξ`, η` dan ζ` per jam dalam nilai ξ, η dan ζ telah diperhitungkan. Contoh, 115 Zenith, merupakan titik perpotongan antara garis vertikal yang melalui seseorang, dengan meridian pada bola langit bagian atas. Baca Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005), hlm.71. 44 ξ` = μ` ρ cos 𝛷` cos ℎ, dimana, μ` merupakan variasi pada μ per jam. Nilai pada ξ, η dan ζ biasanya dihitung untuk diambil waktu pada koneksi, maka dengan rata-rata pada nilai perhitungan ξ`, η` dan ζ`, nilai pada ξ, η dan ζ didapatkan pada jarak waktu sepuluh menit. Nilai pada 𝐿1 dan 𝐿2 dapat diperoleh dari rumus ke-(21) dan (22) pada saat yang tepat. Ketika fase parsial tepat akan memulai atau berakhir, pengamat berada pada batas kerucut penumbra dan jaraknya dari poros bayangan adalah 𝐿1 (jari-jari pada lingkaran di mana z = ζ memotong kerucut penumbra. Tetapi pusat pada lingkaran ini mempunyai koordinat (x,y) dan koordinat pengamatnya adalah (ξ,η)), yang kedua-duanya saling berhubungan pada potongan bidang z = ζ. Sehingga, syarat yang dibutuhkan adalah: (𝑥 − 𝜉)2 + (𝑦 − 𝜂)2 = 𝐿1 2 …….(27). Begitu pula, dengan kondisi pada awal atau akhir gerhana total yang perlu diperhatikan, adalah (𝑥 − 𝜉)2 + (𝑦 − 𝜂)2 = 𝐿2 2 …….(28).116 T merupakan waktu Epimeris yang sesuai, yang mendekati waktu pada gerhana total dan T + t menjadi waktu Epimeris yang sesuai pada permulaan (atau akhir) pada saat terjadinya gerhana total. xₒ, yₒ menjadi nilai pada titik koordinat x,y pada waktu T, dan ξₒ, ηₒ berhubungan dengan titik pengamat. Maka pada waktu T+t,t dinyatakan dalam satuan jam, x = xₒ + x`t, y = yₒ + y`t, ξ = ξₒ + ξ`t, η = ηₒ + η`t. Pada rumus ke-(22), karena 𝑓2 merupakan sudut kecil, nilai pada ζ tan 𝑓2 pada waktu T + t tidak akan ada perbedaan yang cukup besar dari nilai ini pada waktu T, begitu pula dengan 𝑙2 akan berubah menjadi sangat lambat. Sehingga, rumus tersebut cukup untuk digunakan, dalam rumus tersebut nilai pada 𝐿2 diperhitungkan untuk waktu T. Maka, untuk awal atau akhir fase total (atau pada fase cincin): [𝑥ₒ − 𝜉ₒ + 𝑡 (𝑥` − 𝜉`)]2 + [𝑦ₒ − 𝜂ₒ + 𝑡 (𝑦` − 𝜂`)]2 = 𝐿2 2 …..(29). 116 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.395-396. 45 Seluruh nilai 𝐿2 , xₒ, …..η` telah diketahui, rumus ke-(29) merupakan sebuah persamaan kuadrat dalam t, dimana akan memberikan jeda antara permulaan dan akhir pada saat terjadinya gerhana total. Jumlah nilai pembantu m, M, n dan N yang ditentukan pada: m sin M = xₒ - ξₒ, m cos M = yₒ - ηₒ …..(30), n sin N = x` - ξ` n cos N = y` - η` ...…(31). Sebagaimana tan M = (xₒ - ξₒ)/(yₒ - ηₒ), yang terdapat dua nilai pada M, dengan selisih 180°, yang mana dapat dipenuhi dengan rumus ke-(30). Dengan mengambil m sebagai akar kuadrat positif pada [(𝑥ₒ − 𝜉ₒ)2 + (𝑦ₒ − 𝜂ₒ)2 ], dan memilih mana nilai pada M yang akan diberikan kepada sin M yang mana nilainya (positif atau negatif) sama dengan (𝑥ₒ − 𝜉ₒ). Tata cara perhitungan untuk n dan N juga sama.117Secara geometris, m dan M menjelaskan jarak dan posisi sudut pada poros bayangan yang terhubung dengan pengamat. Adapun n dan N, dengan cara yang sama menjelaskan magnitudo dan arah pada pusat bayangan yang terhubung dengan pengamat. Dengan memasukkan rumus ke-(30), (31) dalam rumus ke-(29), diperoleh rumus: 𝑛2 𝑡 2 + 2𝑚𝑛𝑡 cos (𝑀 − 𝑁) + 𝑚2 − 𝐿2 2 = 0 ……(32). Dua akar pada persamaan ini memberikan awal dan akhir pada gerhana total. Sebuah sudut Ψ didefinisikan sebagai berikut: 𝐿2 sin Ψ = m sin (M - N) ….(33). Rumus ke-(33) memberikan dua nilai pada Ψ. Dalam rumus ke-(32) terdapat rumus, 𝑛2 𝑡 2 + 2𝑚𝑛𝑡 cos (𝑀 − 𝑁) + 𝑚2 𝑐𝑜𝑠 2 (𝑀 − 𝑁) = 𝐿2 2 − 𝑚2 + 𝑚2 𝑐𝑜𝑠 2 (𝑀 − 𝑁) = 𝐿2 2 𝑐𝑜𝑠 2 𝛹 dari rumus ke-(33). Sehingga, t = - 𝑚 𝑛 cos(𝑀 − 𝑁) ± 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 Jika τ merupakan nilai numerik pada pada waktu Epimeris (𝑇 − Epimeris adalah (𝑇 − 𝑚 𝑛 𝑚 𝑛 ……(34).118 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 , awal pada gerhana total terdapat cos ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑀 − 𝑁 − 𝜏) dan akhir pada gerhana total waktu ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ cos 𝑀 − 𝑁 + 𝜏). Durasi pada gerhana total adalah 2τ. Untuk beberapa alasan, hasil ini tidaklah cukup akurat. 117 118 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.396. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.396-397. 46 Misalkan 𝑇1 menjadi perkiraan waktu pada awal gerhana total. Hitung rumus ke- (34) untuk 𝑇1 . Sebagaimana sebelumnya, akan terdapat dua akar pada rumus ke(34), yang satu menunjukkan awal waktu dan yang lainnya untuk akhir waktu fase total. Jika 𝜏1 sesuai dengan perhitungan yang sebelumnya, awal waktu gerhana total pada waktu Epimeris adalah: 𝑇1 − 𝑚1 𝑛1 cos (𝑀1 − 𝑁1 ) − 𝜏1 , Dimana 𝜏1 merupakan nilai numerik pada 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 yang dihitung untuk 𝑇1 , dan tulisan yang berada di bawah garis menunjukkan nilai pada m, n, M, N pada 𝑇1 . Sementara itu, 𝑇2 menjadi perkiraan waktu pada akhir gerhana total. Melalui cara yang sama, maka akhir pada fase total dalam waktu Epimeris adalah: 𝑇2 − 𝑚2 𝑛2 cos (𝑀2 − 𝑁2 ) + 𝜏2 , Dimana tulisan yang berada di bawah garis menunjukkan kepada nilai pada m, n, M, N pada 𝑇2 . Perbedaan di antara perhitungan waktu memberikan durasi pada gerhana total.119 Jika 𝛹1 , 𝛹2 merupakan nilai pada Ψ saat awal dan akhir gerhana total, kuadran pada sudut ini didefinisikan sebagai berikut (yang didasarkan pada dua nilai kemungkinan pada Ψ yang terdapat pada rumus ke-(33)): 1) Awal pada fase total, kuadran cos 𝛹1 bernilai positif. 2) Akhir pada fase total, kuadran cos 𝛹2 bernilai negatif. 3) Perhitungan dapat diulang, dengan memilih nilai yang lebih akurat pada T. 4) Pada almanak, fenomena gerhana dihitung dengan metode terdahulu.120 C. Contoh Hasil Perhitungan Gerhana Matahari Menggunakan Algoritma Elements of Solar Eclipses Jean Meeus dan Algoritma Textbook on Spherical Astronomy 1. Hasil Perhitungan Gerhana Matahari pada 10 Mei 1994 a. Berdasarkan Algoritma Elements of Solar Eclipses121 Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Waktu Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses 119 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.............., hlm.397. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.............., hlm.397-398. 121 Lihat pada Lampiran I. 120 47 Hasil Waktu Gerhana Jenis Gerhana Jean Meeus (Ms.Excel 2007) 16° 26′ 59" GMT CINCIN b. Berdasarkan Algoritma Textbook on Spherical Astronomy Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Waktu Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy122 Hasil Textbook on Spherical Astronomy Awal Waktu Gerhana 15° 23′ 56,68" GMT Jenis Gerhana CINCIN 2. Hasil Perhitungan Gerhana Matahari pada 9 Maret 2016 a. Berdasarkan Algorima Elements of Solar Eclipses123 Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Waktu Gerhana Elements of Solar Eclipses Hasil Jean Meeus (Ms.Excel 2007) Waktu Gerhana 0° 21′ 36" GMT Jenis Gerhana TOTAL b. Berdasarkan Algoritma Textbook on Spherical Astronomy 122 123 Lihat pada Lampiran V. Lihat pada Lampiran III. 48 Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Textbook on Spherical Astronomy124 Hasil Textbook on Spherical Astronomy Awal Waktu Gerhana 23° 47′ 46,22" GMT Jenis Gerhana TOTAL Keterangan: - Nilai (+) atau (-) pada Lintang maupun Bujur, menunjukkan arah mata angin yang dihasilkan dari perhitungan. Pada Bujur, nilai (+) menunjukkan pada arah Bujur Timur (BT), sedangkan nilai (-) menunjukkan pada arah Bujur Barat (BB). Adapun dalam Lintang, nilai (+) menunjukkan pada arah Lintang Utara (LU), sebaliknya nilai (-) menunjukkan pada arah Lintang Selatan (LS). - Hasil Perhitungan berdasarkan perhitungan pada data-data yang tertera dalam Algoritma Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy, yang diterapkan pada Software Microsoft Excel 2007125. 124 125 Lihat Pada lampiran VI. Lihat Pada Lampiran I dan Lampiran III. BAB IV ANALISIS KOMPARATIF SISTEM PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI ELEMENTS OF SOLAR ECLIPSES DAN TEXTBOOK ON SPHERICAL ASTRONOMY A. Analisis Perbandingan Hasil Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy. Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy, dan disertai pula hasil perhitungan dari keduanya. Dari kedua sistem perhitungan tersebut, ditemukan beberapa perbedaan, di antaranya sebagai berikut: 1. Pada Elements of Solar Eclipses, semua data-data telah dipersiapkan dalam bentuk katalog. Seluruh data Elemen Bessel (X0,....tan 𝑓2), telah tercantum berikut rinciannya. Sedangkan dalam Textbook on Spherical Astronomy, seluruh data Elemen Bessel masih dalam bentuk sistem perhitungan data, yang harus dihitung secara manual terlebih dahulu. Selain itu, Elemen Bessel yang digunakan menggunakan dasar perhitungan trigonometri terlebih dahulu. 2. Elemen Bessel pada Elements Solar Eclipses berupa (x, y, δ, μ dan 𝐿2 ). Sedangkan Elemen Bessel pada Textbook on Spherical Astronomy berupa (x, y, sin δ,cos δ, μ, 𝑙1 dan 𝑙2 ). 3. Pada Elements of Solar Eclipses, data Lintang dan Bujur merupakan hasil perhitungan data Elemen Bessel, sehingga dari awal, tidak diperlukan input data Lintang dan Bujur. Sedangkan pada Textbook on Spherical Astronomy, data Lintang dan Bujur harus di input terlebih dahulu, dan termasuk dari bagian sistem perhitungan. Selain itu, diperlukan data Lintang dan Bujur Geosentris, yang mana kedua data tersebut merupakan data yang bersifat sferis, mengingat sistem Elemen Bessel pada Textbook on Spherical Astronomy merupakan Bessel Spherical Functions. Seperti halnya pada contoh perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 10 Mei 1994 berikut, 49 50 Tabel 4.1 Perhitungan Lintang dan Bujur pada Elements of Solar Eclipses126 Data Hasil Perhitungan fail tan Φ sin−1(𝐵 × 𝑏1 + 𝑦1 × 𝑏2 ) 0,61338925 tanh 0,70634395 35° 14’ 07” U 0,70634395 Φ 1,00336409 × tan(0,61338925) Λ HA + (0,00417807×ΔT) – μ 100° 10’ 46” B (- 32,52596° ) + (0,00417807 × 60) - 67,9041983 Sedangkan pada contoh perhitungan Textbook on Sphercal Astronomy, selain membutuhkan Lintang (Φ) dan Bujur (λ) geografis, juga menggunakan data Lintang Geosentris (Φ`), seperti contoh perhitungan berikut: = tan 𝛷` : 1 - 𝑒 2 × Φ` dimana, 𝑅𝑁 𝑅𝑁 +ℎ × tan 𝛷.127 = √2𝑓 − 𝑓 2 128 e = √(2 × 0° 0′ 12,07") − (0° 0′ 12,07")2 = √0° 0’ 24,14” − 0° 0’ 00,04” = 0° 04’ 54,75”129 𝑎130 𝑅𝑁 = = = 126 = √1−𝑒 2 𝑠𝑖𝑛2 𝛷 . 131 637855,137 2 √1−(0° 04’ 54,75”) 𝑠𝑖𝑛2 (35° 14′ 07") √1−0° 6378,137 00′ 24,13" ×0° 6378,137 0° 59′ 55,98" 19′ 58,28" Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses, (United States of America: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm.12. 127 James R. Clynch, Geodetic Coordinate Conversions, (Naval Postgraduate, 2002), hlm.1. George H. Born, Geodetic and Geocentric Latitude, hlm.2. 129 e, merupakan nilai eksentrisitas, yang dihasilkan dari rumus akar kuadran perkalian f atau flattening 𝑎 (b = 6356.752/jari-jari kutub), untuk WGS-84. (ellipticity), di mana f = 𝑎−𝑏 130 a merupakan jari-jari ekuator. 131 James R. Clynch, Geodetic Coordinate Conversions, (Naval Postgraduate, 2002), hlm.1. 128 51 = 6385,267215. Sehingga, lintang geosentris nya adalah: Φ` = 1 - 𝑒2 × 𝑅 𝑅𝑁 𝑁 +ℎ × tan 𝛷. = 1 – (0° 04’ 54,75”)2 × 6385,267215 6385,267215+(−239° 10′ 13,04") × tan(35° 14′ 07") = 1 - 0° 00′ 24,13" × (-0° 00’ 15,05”) × 0° 42′ 22,84" tan Φ` = 1° 0′ 0,7" Φ` = 45° 0’ 20,05”. Jika kita lihat seksama, maka Lintang Geografis (Φ) digunakan seagai input data untuk perhitungan Lintang Geosentris (Φ`). Maka, nilai lintang tersebut haruslah diketahui terlebih dahulu, dan bukannya sebagai hasil perhitungan data. 4. Pada Elements of Solar Eclipses, tidak banyak memerlukan informasi data Epemeris. Sedangkan pada Textbook on Spherical Astronomy, memerlukan data-data Epemeris di dalamnya. Misalnya, data Deklinasi (δ) Matahari dalam Elements of Solar Eclipses, merupakan hasil dari perhitungan Elemen Bessel (d0, d1, dan d2). Sedangkan data Deklinasi (δ) Matahari pada Textbook on Spherical Astronomy diperoleh melalui data-data Epemeris berdasarkan tahun terjadinnya gerhana tersebut. Selain itu, dalam Textbook on Spherical Astronomy tidak hanya memerlukan deklinasi (δ) Matahari, namun juga deklinasi (δ) pada Bulan. Perhitungan dalam Textbook on Spherical Astronomy, tidak hanya membutuhkan deklinasi (δ) Matahari dan Bulan, namun juga membutuhkan data deklinasi pada salah satu titik bola langit, yang diperoleh melalui: d=δ- 𝑏 1−𝑏 (𝛿1 - δ) 5. Pada Elements of Solar Eclipses, waktu gerhana termasuk pada salah satu data input. Sedangkan pada Textbook on Spherical Astronomy, waktu gerhana merupakan hasil dari perhitungan algoritma Elemen Bessel. 6. Perhitungan waktu terjadinya gerhana pada Elements of Solar Eclipses, hanya menampilkan waktu pada saat terjadinya gerhana sentral saja (tepat pada saat kontak gerhana telah terjadi). Sedangkan perhitungan waktu gerhana pada Textbook on Spherical Astronomy, menampilkan waktu awal atau akhir terjadinya gerhana. Keduanya, disajikan dalam bentuk waktu Epemeris (GMT). 52 Perlu untuk diketahui, waktu gerhana dalam Elements of Solar Eclipses merupakan data input, sedangkan waktu gerhana pada Textbook on Spherical Asronomy merupakan hasil dari perhitungan data. Dari beberapa inti perbedaan di atas, maka tidak heran apabila hasil dari kedua perhitungan tersebut menghasilkan nilai serta waktu gerhana yang berbeda pula, seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Perbandingan hasil perhitungan waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy. Waktu Elements of Solar Textbook on Gerhana Eclipses Spherical Astronomy 10 Mei 1994 16° 26′ 59" GMT 16° 24′ 48,85" GMT132 9 Maret 2016 0° 21′ 36" GMT 0° 22′ 2,28" GMT133 Selisih 0° 2′ 10,15" 0° 0′ 26,28" Dari tabel di atas, beberapa perbedaan hasil perhitungan gerhana Matahari antara Elements of Solar Eclipses dengan Textbook on Spherical Astronomy, berkisar 2 menit untuk hasil perhitungan gerhana Matahari pada tanggal 10 Mei 1994. Hasil perhitungan waktu gerhana dari Textbook on Spherical Astronomy 2 menit 10,15 detik lebih cepat dari waktu gerhana hasil perhitungan Elements of Solar Eclipses. Adapun pada hasil perhitungan gerhana Matahari tanggal 9 Maret 2016, perhitungan waktu gerhana Elements of Solar Eclipses lebih cepat 26,28 detik dari hasil perhitungan waktu gerhana Textbook on Spherical Astronomy. Perbedaan tersebut dapat terjadi, disebabkan dari data Elemen Bessel yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Perbedaan penggunaan data Elemen Bessel 132 133 Lihat pada Lampiran VII. Lihat pada Lampiran VII. 53 Textbook on Spherical Astronomy Elements of Solar Eclipses Data Data 10 Mei 1994 X - 0° 22,79” 9 Maret 2016 26’ -0° 57’ 15,38” Y 0° 20’ -0° 01’ 30,85” Δ 17° 41’ -4° 24’ 19,64” Μ 67° 54’ 183° 13,41” 30.51” 15,11” 03’11,59” 10 Mei 1994 X -0° 0’ 05,06” -0° 0’ 55,93” Y 0° 0’ 03,91” 0° 0’ 57,65” -0° 05’ 33,82” 0° 17’ 58,94” 0° 59’ 44,49” 0° 57’ 14,52” -179° 00’ 24,53” - -0° 14’ 45,22” 0° 18’ 11,48” 𝐬𝐢𝐧 𝜹 𝐜𝐨𝐬 𝜹 Μ 𝑳𝟐 0° 01’ 14,5” -0° 0’ 25,73” 9 Maret 2016 𝒍𝟏 𝒍𝟐 -0° 16’ 33,59” 183° 32’ 33,31” -0° 14’ 40,65” Jika nilai 𝐿2 dalam Elements of Solar Eclipses merupakan salah satu Elemen Bessel, maka dalam Textbook on Spherical Astronomy, nilai 𝐿2 merupakan garis radius pada kerucut umbra, seperti yang tertera pada gambar berikut: Gambar 4.1 Skema Gerhana Matahari (Sumber: Textbook on Spherical Astromony) Adapun nilai 𝐿2 pada Textbook on Spherical Astronomy diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut: 54 𝑳𝟐 = 𝒍𝟐 – ζ 𝐭𝐚𝐧 𝒇𝟐 .134 Dimana nilai ζ merupakan jari-jari pada bidang KH yang disebut z, diperoleh melalui perhitungan: KH = CD Gunakan segitiga DV1 C, Gambar 4.2 Segitiga D𝐕𝟏 C V1 G K H D F C Diketahui: 𝑉1C = 0° 31′ 20,29". 𝑉1F = 0° 27′ 09,39" Maka sisi FC adalah: FC = √V1 𝐶 2 − 𝑉1 𝐹 2 = √(0° 31′ 20,29")2 − (0° 27′ 09,39")2 = √0° 16′ 22,08" − 0° 12′ 17,48" = √0° 04′ 04,6" FC = 𝟎° 𝟏𝟓′ 𝟑𝟖, 𝟑𝟖" Sehingga karena FC=DF, maka: CD = (𝟎° 𝟏𝟓′ 𝟑𝟖, 𝟑𝟖")𝟐 = 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟎𝟒, 𝟔" Dari perhitungan di atas, telah diketahui bahwa nilai CD adalah 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟎𝟒, 𝟔". Maka, dapat disimpulkan bahwa panjang sisi KH adalah sama besarnya denga sisi CD, dikarenakan garis KH dengan CD adalah sejajar. KH (ζ) = 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟎𝟒, 𝟔". 134 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.394. 55 Setelah mendapatkan nilai ζ, maka nilai 𝐿2 dapat dicari menggunakan rumus: 𝐿2 = 𝑙2 – ζ tan 𝑓2 = (- 0° 14’ 40,65”) – (0° 04′ 04,6" × (tan 1° 04’ 10,5”)) = (- 0° 14’ 40,65”) - 0° 00’ 04,57” 𝑳𝟐 = - 𝟎° 14’ 45,22”. Tabel 4.4 Nilai selisih pada data Elemen Bessel yang digunakan dalam perhitungan gerhana Matahari pada Elemen of Solar Eclipses Nilai Selisih Data X Y 10 Mei 1994 9 Maret 2016 -0° 26’ 17,73” -0° 56’ 19,45” 0° 20’ 09,5” -0° 02’ 28,5” 246° 54’ 39,64” 366° 35’ 44,9” 0° 11’ 25,04” Δ Μ 0° 0’ 21,46” Pada dasarnya, dalam menghitung gerhana Matahari pada algoritma Elements of Solar Eclipses, cukup menggunakan data-data yang telah tersedia, seperti dalam tabel berikut ini: Tabel 4.5 Data dasar Elemen Bessel Elements of Solar Eclipses pada tanggal 10 Mei 1994135 dan 9 Maret 2016136 JDE Tanggal Tipe k Saros 10 05 94 2449483,2 R T˳ -70 17 X0 Y0 X1 Y1 X2 Y2 X3 Y3 d0 d1 d2 L20 M0 L21 M1 L22 (-) 0,173367 0,383484 17,68613 75,90923 0,4990629 0,010642 15,001621 0,0869393 0,020679 135 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses, (United States of America: Willman-Bell, Inc., 1989), 136 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses...................., hlm.61. hlm.56. 56 128 Tanggal Tipe 0,0000296 (-) (-) (-) (-) 0,0001183 0,000004 0,0000317 0,00000563 (-) (-) 0,00000092 0,0000097 JDE k T˳ Saros X0 Y0 X1 Y1 X2 Y2 X3 Y3 d0 d1 d2 L20 M0 L21 M1 L22 09 0316 2457456,58 2 (-) 0,062417 0,253690 (-) 207,37216 (-) T 200 0,5502769 0,1721233 4,37971 15,003971 0,007227 130 0,0000047 0,0000171 0,015886 (-) (-) (-) 0,000001 0,0000700 0,00000906 0,00000275 (-) 0,0000127 Sehingga, pada perhitungannya pun tidak memerlukan tambahan data lainnya. Hanya sekedar memasukkan data-data di atas ke dalam rumus, yang kemudian nantinya menghasilkan data Elemen Bessel. Sedangkan, dalam perhitungan Elemen Bessel Textbook on Spherical Astronomy, datadata dasarnya menggunakan data-data Epemeris, seperti yang terdapat dalam tabel berikut: Tabel 4.6 Data dasar Elemen Bessel Textbook on Spherical Astronomy pada tangal 10 Mei 1994137 dan 9 Maret 2016138 10 Mei 1994 x dan y 𝐬𝐢𝐧 𝒅 𝐜𝐨𝐬 𝒅 137 μ 𝒍𝟏 𝒍𝟐 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.391-394. 138 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..............., hlm.394. 57 r d δ a α 1° 00’ 36” 17° 26’ 23,53” ° 17 30’ 5,47” -132° 15’1,88” D 17° 26’ 23,53” 46° 45′ 22,65" 46° 45′ 22,65" 9 Maret 2016 𝐬𝐢𝐧 𝒅 x dan y 1° 00’ 36” d -5° 19’ 13,99” δ -4 24’ 41,1” a 350° 37’ 55,84” α k a 46° 39′ 49,78" r 𝒛𝟏 0° 1’ 56,95” G ° 𝒇𝟏 30° 21’ 39,1” 𝒇𝟐 1° 04’ 10,5” 𝒍𝟏 μ 𝐜𝐨𝐬 𝒅 D 0° 14′ 42,68" 𝒍𝟐 𝒛𝟏 0° 5’ 32,69” -5° 19’ 13,99” G 167° 05’22,53” a 349° 44’ 53,38” 350° 37’55,84” k 0° 16′ 33,02" 𝒇𝟏 32° 42’ 16,67” 𝒇𝟐 -0° 25’ 9,76” Keterangan: r = jarak Bumi-Matahari (1 AU). α = asensio rekta pada Matahari. d = deklinasi pada titik C139. G = waktu sideris Epemeris. δ = deklinasi Matahari. 𝑧1 = koordinat pada pusat Bulan. a = asensio rekta pada titik C. 139 VI. k = radius pada Bulan. Titik C yang dimaksudkan adalah sebuah titik koordinat pada bola langit. Lihat pada Lampiran V dan 58 𝑓1 = sudut A𝑉1S140 (kerucut penumbra) 𝑓2 = sudut B𝑉2M (kerucut daerah umbra) Jika kita perhatikan, dari segi data-data input nya, telah memiliki prbedaan yang sangat signifikan. Seperti halnya data-data Textbook on Spherical Astronomy yang terdapat dalam tabel tersebut, yang memperlihatkan bahwa Textbook on Spherical Astronomy lebih membutuhkan perhitungan yang lebih rinci. Textbook on Spherical Astronomy menggunakan rumus yang lebih spesifik ke arah trigonometri bola. Menggunakan beberapa fungsi trigonometri (sin, cos dan tan), yang mana sebelumnya juga menggunakan perhitungan phytagoras. Sebagai contoh, dalam mencari nilai 𝑙1 dan 𝑙2 (pada tanggal 10 Mei 1994), harus melakukan perhitungan pitagoras sebagai berikut: 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 ……(19). 𝑙2 = 𝑧2 tan 𝑓2 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 ……(20). Gambar 4.3 Skema Gerhana Matahari (Sumber: Textbook on Spherical Astromony) Titik z merupakan titik koordinat pada garis MF pada gambar. Dikarenakan nilai titik z belum diketahui, maka titik z dicari dengan menggunakan rumus trigonometri, sebagaimana perhitungan berikut: Gambar 4.4 Segitiga C𝐕𝟏 F C (B) f1 (C)V1 140 Lihat pada Gambar Lampiran V dan VI. M F (A) 59 Keterangan: 𝑉1M = k csc 𝑓1 = Sudut puncak kerucut daerah penumbra MF = Garis titik koordinat z 𝑓1 Sehingga, untuk mencari z (MF), terlebih dahulu mencari sisi 𝑉1C (a), dikarenakan sisi a telah memiliki besaran sudut, yakni 90° . Untuk mencari sisi a, maka menggunakan persamaan sinus: 𝑎 sin 𝐴 𝑎 = = sin 90° 𝑎 1 𝑐 sin 𝐶 0° 16’ 6,48” sin 32° 42’ 16,67” = 0° 16’ 6,48” 0° 32′ 25,11" 𝑉1C (a) = 0° 29′ 48,76". Setelah menemukan panjang sisi 𝑉1 C, maka selanjutnya adalah mencari sisi 𝑉1 F (b), menggunakan rumus trigonometri sebagai berikut: b = √𝑎2 − 𝑐 2 = √(0° 29′ 48,76")2 − (0° 16′ 6,48")2 = √0° 14′ 48,8" − 0° 04′ 19,47" b = 0° 25′ 05,19" Setelah mengetahui panjang sisi 𝑉1F, maka selanjutnya sisi MF (titik koordinat z), dapat dihitung dengan perhitungan: 𝑽𝟏 F = 𝑽𝟏 M + MF 0° 25′ 05,19" = k csc 𝑓1 + MF 0° 25′ 05,19" = (0° 16’ 33,02” × (csc(32° 42’ 16,67”))) + MF 0° 25′ 05,19" = 0° 30′ 37,88" + MF 0° 25′ 05,19" - 0° 30′ 37,88" = MF - 𝟎° 𝟎𝟓′ 𝟑𝟐, 𝟔𝟗" = MF. Dari penjelasan tersebut, telah diketahui bahwa nilai dar titik koordinat z adalah: - 0° 5’ 32,69”. Namun, koordinat z (MF) tersebut, diukur dalam fungsi ⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝐹𝑀 , yang berarti bahwa garis (titik koordinat) tersebut, memiliki nilai dengan arah positif. Maka, hasil tersebut menjadi, z (𝒛𝟏 ) = 𝟎° 5’ 32,69”. 60 Mencari nilai koordinat z pada puncak kerucut penumbra: 𝑐1 = 𝑧1 + k cosec 𝑓1 …...(16).141 = 0° 5’ 32,69” + (0° 16’ 33,02” × (csc(32° 42’ 16,67”))) = 0° 5’ 32,69” + 0° 30’ 37,88” 𝒄𝟏 = 𝟎° 36’ 10,57” Sedangkan nilai koordinat z pada puncak kerucut umbra: 𝑐2 = 𝑧1 - k cosec 𝑓2 ….(17).142 = 0° 5’ 32,69” - (0° 16’ 33,02” × (csc(−0° 25’ 9,76”))) = 0° 5’ 32,69” – (-37° 41’ 08,52”) 𝒄𝟐 = 𝟑𝟕° 46’ 41,21” Mencari nilai 𝑙1 dan 𝑙2 (sebagai jari-jari pada lingkaran di mana kerucut penumbra dan umbra berpotongan pada bidang dasar), menggunakan rumus: 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 143 = (0° 5’ 32,69” × tan 32° 42’ 16,67”) + (0° 16’ 33,02” × (sec(32° 42’ 16,67”))) = 0° 3’ 33,62” + 0° 19’ 40,11” 𝒍𝟏 = 𝟎° 23’ 13,73” 𝑙2 = 𝑧1 tan 𝑓2 - k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 .144 = (0° 5’ 32,69” × tan(−0° 25’ 9,76”)) - (0° 16’ 33,02” × (sec((−0° 25’ 9,76”))) = -0° 0’ 2,44” - 0° 16’ 33,05” 𝒍𝟐 = - 𝟎° 16’ 35,49”. 141 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.394. 142 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy................, hlm.394. 143 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy................, hlm.394. 144 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy................, hlm.394. 61 Jika kita lihat pada metode perhitungan di atas, maka terlihat jelas bahwa metode yang digunakan dalam Textbook on Spherical Astronomy, memerlukan beberapa fungsi trigonometri (sin, cos dan tan), serta membutuhkan bantuan skema phytagoras dalam mencari suatu nilai pada jarak atau lambang tertentu. Jenis gerhana pada perhitungan ditentukan oleh 𝐿2 . Dalam Elements of Solar Eclipses dinyatakan bahwa, jika nilai 𝐿2 negatif maka gerhana Matahari yang akan terjadi adalah gerhana total. Sebaliknya, jika nilai 𝐿2 adalah positif, maka gerhana Matahari yang akan terjadi adalah gerhana cincin.145 Sebagaimana pada contoh perhitungan gerhana Matahari pada tanggal 9 Maret 2016, sebagai berikut: = 𝐿2 – B tan 𝑓2 𝐿2 ` = (-0,0071469) – 0,2978615 × tan 0,00469 = -0,0085424. (hasilnya adalah negatif, maka gerhana yang akan terjadi adalah gerhana total). Sementara itu, perhitungan nilai 𝐿2 dalam gerhana Matahari pada Textbook on Spherical Astronomy, sebagaimana pada contoh perhitungan pada tanggal 10 Mei 1994: (𝑥 − 𝜉)2 + (𝑦 − 𝜂)2 = 𝐿2 2 .146 Dimana, (x, y) = titik koordinat kartesian pada pusat lingkaran. (𝜉 ,𝜂) = titik koordinat pengamat. Sehingga, perhitungannya adalah: ((−1523,081909) − 4064763292)2 + (4845,703746 − 4122588014)2 = 𝐿2 2. √1,6522313 × 1019 + 1,699569198 × 1019 = 𝐿2 . 5789473636 = 𝐿2 . Nilai 𝐿2 pada Textbook on Spherical Astronomy, tidak menentukan jenis gerhana Matahari yang akan terjadi nantinya. 145 Jean Meeus, Elements of Solar Eclipses, (United States of America: Wellman-Bell, Inc., 1989), hlm.12. 146 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.396. 62 Hasil perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan textbook on Spherical Astronomy, apabila dicocokkan dengan hasil data NASA147, Tabel 4.7 Perbandingan waktu gerhana Matahari hasil perhitungan Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy dengan data NASA Elements of Solar Eclipses Textbook on Spherical NASA Astronomy 10 Mei 1994 16° 26' 59" GMT 16° 24' 48,85" GMT 16° 27’ 00” GMT148 9 Maret 2016 0° 21' 36" GMT 0° 22' 2,28" GMT 0° 22’ 00” GMT149 Sedangkan selisihnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Selisih hasil perbandingan waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy dengan data NASA Elements of Solar Eclipses Textbook on Spherical Astronomy 10 Mei 1994 0° 00’ 01" 0° 02’ 11,15” 9 Maret 2016 0° 00’ 24" 147 + 0° 00’ 2,28" Data waktu gerhana Matahari, dapat diakses melalui website resmi NASA, yaitu https://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEpath/SEpath. 148 https://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEpath/SEpath1951/SE1994May10Apath.html, diakses pada tanggal 01 Desember 2018, pukul 14:38. 149 https://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEpath/SEpath2001/SE2016Mar09Tpath.html, diakses pada tanggal 01 Desember 2018, pukul 14:36. 63 Dari yang tertera pada tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa selisih hasil perhitungan waktu gerhana pada Elements of Solar Eclipses selisihnya lebih sedikit dibandingkan dengan hasil perbandingan hasil waktu gerhana Textbook on spherical Astronomy. Sedangkan, jika kita cocokkan menggunakan aplikasi Stellarium, maka hasilnya akan seperti gambar berikut: Gambar 4.5 Hasil input data waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 10 Mei 1994 pada aplikasi Stellarium. (Sumber: Aplikasi Stellarium 0.18.2 Ver) Gambar 4.6 Hasil input data waktu gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 10 Mei 1994 pada aplikasi Stellarium. 64 (Sumber: Aplikasi stellarium 0.18.2 Ver) Gambar 4.7 Hasil input data waktu gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 9 Maret 2016 pada aplikasi Stellarium. (Sumber: Aplikasi Stellarium 0.18.2 Ver) 65 Gambar 4.8 Hasil input data waktu gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 9 Maret 2016 pada aplikasi Stellarium. (Sumber: Aplikasi Stellarium 0.18.2 Ver) Dapat dilihat bahwa, masing-masing simulasi penampakan gerhana (baik pada tanggal 10 Mei 1994, maupun 9 Maret 2016), tidak mengaami perbedaan yang jauh. Hanya saja, untuk simulasi penampakan gerhana paa tanggal 10 Mei 1994, untuk hasil perhitungan gerhana Matahari menggunakan Textbook on Spherical Astronomy (pada gambar), Bulan nampak telah sedikit keluar dari areal umbra. Begitu pula pada saat gerhana tanggal 9 Maret 2016, Bulan juga nampak telah bergeser sedikit dari area umbra. Dalam kasus tersebut, keduanya dapat dijadikan sebagai sumber referensi sistem perhitungan gerhana Matahari. Dikarenakan, kedua sistem perhitungan tersebut telah menggunakan perhitungan kontemporer. Selain itu pula, seperti yang telah disimulasikan dengan aplikasi Stellarium di atas, bahwa kedua hasil perhitungan tersebut sesuai dengan keadaan gerhana yang seharusnya terjadi. Bahkan, sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus tersebut telah dipergunakan sebagai salah satu narasumber NASA, yang mana data dari lembaga NASA tersebut sudah tidak diragukan lagi keakuratannya. Sedangkan Textbook on Spherical Astronomy, merupakan salah satu alternatif sistem perhitungan gerhana Matahari, yang mana buku karya W.M. Smart tersebut telah dijadikan sebagai sumber referensi astronomi populer yang banyak 66 digunakan dalam beberapa penelitian serta para ahli astronomi. Buku Textbook on Spherical Astronomy ini, juga sebagai salah satu buku referensi perkuliahan astronomi di Universitas Cambridge, dimana universitas tersebut telah terkenal akan reputasi pendidikannya, terutama dalam bidang astrofisika. B. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy 1. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses Sebagai salah satu sumber referensi utama NASA, Jean Meeus memberikan sistem perhitungan gerhana Matahari pada Elements of Solar Eclipses dengan datadata yang sangat teliti. Ketelitian tersebut dapat kita lihat, dari beberapa data tambahan yang terdapat dalam katalog data dasar Elemen Bessel. Katalog tersebut berisikan beberapa data tambahan yang mana, akan digunakan sebagai beberapa data perhitungan lainnya. Jika dibandingkan dengan sumber referensi lainnya, dalam hal ini adalah referensi Textbook on Spherical Astronomy karya W.M. Smart, maka sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus memiliki beberapa kelebihan, di antaranya yaitu: a. Mudah serta Cepat Banyak data yang terdapat dalam Elements of Solar Eclipses telah diersiapkan. Para peneliti hanya perlu mengambil data-data tersebut, yang telah berbentuk sebuah katalog. Data-data tersebut adalah tanggal dan jenis gerhana, data dasar Elemen Bessel x, y, δ, μ, 𝐿1 dan 𝐿2 , serta data tan 𝑓1 dan tan 𝑓2 . Data-data tersebut sangatlah memudahkan para peneliti dalam proses menghitung gerhana Matahari, sehingga kegiatan perhitungan tersebut dapat dilanjutkan tanpa kesulitan. b. Mudah diaplikasikan ke dalam bentuk formula Excel. Sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses karya Jean Meeus, sangatlah mudah untuk dapat diaplikasikan ke dalam Microsoft Excel. Microsoft Excel tersebut dapat mempermudah para peneliti untuk mengaplikasikan semua data tersebut ketika melakukan perhitungan gerhana Matahari. Para peneliti hanya perlu memasukkan data-data yang diperlukan, beserta rumus-rumus yang akan digunakan dalam perhitungan gerhana Matahari. Hanya perlu sedikit ubahan kecil dalam mengolah bahasa rumus Elements of Solar Eclipses ke dalam bentuk formula Microsoft Excel. Masing-masing Microsoft Excel, juga memiliki kriteria 67 masing-masing dalam penggunaannya. Misalkan saja, ada yang dalam penulisan untuk angka desimal, ada yang menggunakan tanda koma (,) ada pula yang menggunakan tanda titik (.). Begitu juga dalam pemasukan data angka dalam Microsoft Excel, ada yang didahului menggunakan tanda petik (‘)150, ada pula yang tidak perlu didahului tanda petik. c. Dapat diprogram dalam Kalkulator. Data-data serta perhitungan yang terdapat dalam Elemen Bessel, dapat diaplikasikan atau diprogram ke dalam kalkulator. Namun, hanya beberapa kalkulator saja, yang dapat digunakan untuk memprogram data-data Elements of solar Eclipses tersebut. Jenis kalkulator yang diperlukan, setidaknya memiliki menu “Program” di dalamnya, serta memiliki fungsi-fungsi dasar sebagai berikut: 1) Memiliki mode derajat (DEG) dan satuan derajat (° ‘ “). 2) Memiliki fungsi trigonometri (sin, cos dan tan) serta turunannya (𝑠𝑖𝑛−1 , 𝑐𝑜𝑠 −1 , 𝑡𝑎𝑛−1 , sec, csc, ctn, sinh, cosh, tanh, 𝑠𝑖𝑛ℎ−1, 𝑐𝑜𝑠ℎ−1, 𝑡𝑎𝑛ℎ−1 ). 3) Memiliki fungsi minus, yang ditandai dengan lambang “(-)”. 4) Jumlah minimal digit yang dapat tertera dalam layar kalkulator berjumlah 10 digit. d. Tingkat kesalahan yang ditimbulkan sangatlah kecil. Potensi kesalahan yang ditimbulkan pada saat proses perhitungan data, sangat sering terjadi. Lebih banyak data yang dihitung, maka akan lebih besar pula potensi kesalahan yang terjadi dalam proses perhitungan. Namun, dalam hal perhitungan data Elements of Solar Eclipses, potensi kesalahan tersebut sangatlah kecil kemungkinannya. Hal ini disebabkan karena banyaknya data yang telah dipersiapkan oleh Jean meeus dalam karyanya ini. Para peneliti hanya cukup memasukkan data-data tersebut, ke dalam rumus. Hanya saja, ketelitian tetaplah diperlukan dalam proses pemasukkan data ke dalam rumus tersebut, sehingga potensi kesalahan tersebut dapat dihindari. e. Konsistensi dalam data Dalam Elements of Solar Eclipses, para peneliti tidak perlu khawatir dengan adanya beberapa gubahan data di dalam proses perhitungan gerhana Matahari dalam rumus-rumus tersebut. Hal ini dikarenakan, data-data yang tersedia dalam Elements of solar Eclipses telah tersusun rapi dan lengkap dalam katalog. 150 Seperti halnya dalam input data angka dalam Microsoft Excel 2010. 68 f. Sistematis Alur yang digunakan dalam proses perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses telah tersusun secara sistematis. Perhitungan gerhana Matahari dalam Elements of Solar Eclipses tidak dapat dilakukan secara acak, namun harus dilakukan secara berurutan. Perhitungan haus diawali dengan pencarian nilai Elemen Bessel. Setelah mencari nilai Elemen Bessel, maka perhitungan gerhana Matahari dapat dilakukan dan dapat menghasilkan waktu gerhana yang dicari. Dalam sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses, disamping memiliki beberapa kelebihan, sistem perhitungan ini juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya: 1) Hasil perhitungan tidaklah bersifat global. Hasil yang diperoleh dari perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses, hanya bersifat lokal saja. Hal ini dikarenakan, dalam perihal input data, waktu yang digunakan di dalamnya adalah waktu lokal, di mana lokasi gerhana Matahari tersebut terjadi. Perhitungan Elements of Solar Eclipses, juga menghasilkan letak Lintang (Φ) dan Bujur (λ) lokal. Sehingga, waktu gerhana yang dimaksudkan dalam Elements of Solar Eclipses, hanya berlaku bagi tempat dimana letak lintang dan bujur tersebut berada. 2. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy Seperti halnya sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses, dalam sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy juga memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: a. Sistematis. Seperti halnya sistem perhitungan gerhana Matahari pada Elements of Solar Eclipses, sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy juga bersifat sistematis. Bahkan, dalam sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, perhitungannya sama sekali tidak dapat dilakukan secara acak. Jika sampai ada satu perhitungan saja yang terlewat, maka perhitungan lainnya pun tidak dapat dilakukan. Hal ini berlaku sampai pada sistem perhitungan tambahannya, seperti halnya menghitung menggunakan fungsi phytagoras, mencari lintang geosentris 69 dan perhitungan lainnya yang sekiranya tidak tertera dalam Textbook on spherical Astronomy. b. Memiliki hasil perhitungan gerhana yang detail. Hasil perhitungan gerhana Matahari yang diperoleh melalui rumus-rumus dalam Textbook on Spherical Astronomy, memiliki detail hasil yang lebih lengkap dibandingkan dengan hasil perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses. Waktu gerhana yang dihasilkan memiliki dua waktu gerhana, yakni waktu awal gerhana dan waktu akhir gerhana. Sebagai sebuah sistem perhitungan gerhana Matahari yang belum berbasis pada sistem perhitungan dengan akurasi yang tinggi, maka sistem perhitungan Textbook on spherical Astronomy juga memiliki beberapa kekurngan, di antaranya: a. Konsistensi data kurang. Data yang disajikan dalam Textbook on Spherical Astronomy, memiliki informasi data yang sangatlah sedikit. Tidak banyak data yang dijelaskan di dalamnya. Banyak data yang harus dicari keterangannya di luar lingkup materi perhitungan gerhana Matahari dalam Textbook on Spherical Astronomy. Bahkan di liar lingkup referensi tersebut. Data-data yang kurang informasi tersebut, kebanyakan berkaitan dengan data yang terkait dengan materi geometri Bumi. Seperti halnya dalam mencari data lintang geoentris. Dimana data lintang geosentris tersebut memiliki beberapa rumus di dalamnya untuk memperoleh data lintang geosentris tersebut. Selain itu pula, banyak data yang dalam konstantanya tidak memiliki keterangan lebih, sehingga terkadang dapat membingungkan dalam proses perhitungan. Banyak pula data yang mmilii banyak persamaan, serta banyak data yang memiliki banyak turunan, sehingga jika ingin melakukan perhitungan selanjutnya, maka dibutuhkan ketelitian yang tinggi, untuk menentukan mana data yang akan sesuai digunakan untuk perhitungan selanjutnya. b. Tidak dapat diaplikasikan ke dalam Excel Dikarenakan variasi perhitungan yang tertera di dalam Textbook on Spherical Astronomy sangatlah banyak, sehingga sangatlah susah untuk dapat diaplikasikan ke dalam perhitungan berbasis Excel. Banyak pula rumus-rumus yang susah didefinisikan ke dalam formula Excel (dalam hal ini berlaku untuk penghitung awam). c. Susah diprogram dalam kalkulator 70 Seperti halnya dalam faktor yang menyebabkan susahnya perhitungan Textbook on Spherical Astronomy untuk diaplikasikan ke dalam Excel, maka dalam pemrograman atau pengaplikasiannya dalam kalkulator pun sama susahnya. Hal ini dikarenakan perhitungannya yang sangat banyak variasinya, serta banyak persamaan serta turunan perhitungannya, maka akan sangat membingungkan untuk dapat diubah ke dalam “bahasa” kalkulator. d. Berpotensi besar untuk kesalahan perhitungan Banyaknya variasi, persamaan, hingga turunan perhitungan yang tertera dalam sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, maka kesalahan dalam perhitungannya pun sangatlah besar dan sering terjadi human error. Human error yang dimaksudkan di sini adalah, ketelitian peneliti yang terkadang kurang dalam proses pemasukan data serta perhitungan rumusnya, sehingga sering mengakibatkan kesalahan pada hasil perhitungan. Dikarenakan sistem perhitungan ini bersifat sistematis, maka kesalahan pada salah satu perhitungan awal saja, sudah mengakibatkan kesalahan fatal pada perhitungan-perhitungan selanjutnya. Misalka saja, dalam menentukan nilai pada konstanta M dan N. Dalam penentuan nilainya, harus disesuaikan berdasarkan pada hasil nilai perhitungan (xₒ - ξₒ). Jika nilai pada (xₒ - ξₒ) negatif, maka kita menyesuaikan nilai konstanta M dan N berdasarkan nilai (xₒ - ξₒ) tersebut. Begitu pula sebaliknya.151 e. Tidak menghasilkan waktu gerhana sentral Sistem perhitungan gerhana Matahari pada Textbook on Spherical Astronomy, menghasilkan waktu gerhana yang sifatnya bukanlah waktu gerhana sentral (tepat pada saat gerhana Matahari tersebut terjadi). Sistem perhitungan gerhana Matahari pada Textbook on Spherical Astronomy, hanya menghasilkan waktu awal gerhana dan waktu akhir gerhana. Tidak ada keterangan lebih lanjut, untuk perhitungan gerhana sentral. Sehingga, untuk memperoleh waktu gerhana sentral, dilakukanlah perhitungan untuk memperoleh selisih antara waktu awal gerhana dan waktu akhir gerhana tersebut, yang kemudian disesuaikan dengan jenis gerhana pada tanggal tersebut. 151 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.396. 71 Tabel 4.9 Perbandingan kelebihan dari sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy Sistem Perhitungan No. Indikator Elements of Solar Textbook on Spherical Eclipses 1 Mudah serta cepat 2 Program kalkulator 3 Program Excel 4 Kelengkapan data 5 Kelengkapan informasi data 6 Sistematis 7 Akurasi data 8 Akurasi waktu gerhana Astronomy √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Dari tabel tersebut, dapat terlihat jelas bahwa sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses memiliki lebih banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem perhitungan gerhana Textbook on Spherical Astronomy. Hal itu menunjukkan bahwa, sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses lebih unggul untuk dijadikan sebagai referensi dalam proses perhitungan gerhana Matahari. Dalam segi proses pengerjaan rumus-rumus ataupun pemasukkan data, Textbook on Spherical Astronomy memanglah jauh lebih rumit dan cenderung menyulitkan bagi para peneliti yang igin melakukan perhitungan. Hal ini dikarenakan, literatur Textbook on 72 Spherical Astronomy berbasis kepada data-data geometris. Pada data-data geometris mengharuskan perhitungan yang menggunakan dasar data yang lebih konkrit dan faktual. Oleh karena itu, banyak data yang diambil dari tabel data Epemeris. Selain data Epemeris, dibutuhkan juga data mengenai hubungan antara Matahari-Bumi-Bulan. Pada bagianbagian inilah, yang terkadang menyulitkan, dan apabila terdapat kesalahan sedikit saja, maka perhitungan-perhitungan selanjutnya akan mengalami kesalahan data. Sistem perhitungan gerhana Matahari pada Textbook on Spherical Astronomy, juga menggunakan ketelitian data hingga satuan per jam. Sehingga, mengharuskan untuk menghitung beberapa data dasar juga dalam bentuk ketelitian per jam. Phytagoras juga dibutuhkan dalam sistem perhitungan ini. Beberapa skema jarak titik koordinat langit, maupun jarak atau titik koordinat antara Matahari-Bumi-Bulan, sangatlah membutuhkan bantuan perhitungan phytagoras tersebut. Adapun dalam proses penggunaan kalkulator maupun program Excel, sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy sangatlah susah jika dilakukan dengan kedua cara perhitungan tersebut. Faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, sama halnya dengan faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Sekiranya dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan kalkulator serta Excel, maka sangatlah membutuhkan ketelitian serta rutin untuk melakukan verifikasi terhadap perhitungan-perhitungan data yang melengkapinya, dari awal hingga akhir perhitungan. Hal ini dikarenakan, data-data yang digunakan dalam Textbook on Spherical Astronomy sangatlah banyak persamaannya, serta banyak data yang serupa namun sebenarnya tidaklah termasuk data yang harus di input ke dalam perhitungan. Sehingga, dari keseluruhan penjelasan tersebut, dapat dimaklumi bahwa sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, kurang dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan cepat. Dalam hal kelengkapan data, pada dasarnya kedua sistem perhitungan tersebut, sama lengkapnya. Namun, tetap saja lebih unggul Elements of Solar Eclipses dibandingkan dengan Textbook on Spherical Astronomy. Hal ini dapat dilihat melalui data-data yang dipersiapkan dalam perhitungan Elements of Solar Eclipses, yang sangatah lengkap. Disamping data-data nya yang sangat lengkap, informasi datanya juga sangat mendukung. Jika Textbook on Spherical Astronomy, para peneliti terkadang diharuskan menelaah 73 kembali beberapa bacaan sebelumnya, atau pun menambah dengan referensi lainnya untuk dijadikan sebagai pendukung informasi data yang tertera di dalamnya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada penjelasan serta pemaparan mengenai sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, perbedaan sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu konsep Elemen Bessel dan proses perhitungan gerhana Matahari, sebagaimana yang terdapat dalam uraian berikut: 1. Elements of Solar Eclipses menggunakan Elemen Bessel yang tidak berbasis kepada perhitungan sferis. Sedangkan pada sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, sistem Elemen Bessel nya menggunakan perhitungan sferis. 2. Elements of Solar Eclipses tidak menggunakan bantuan skema perhitungan phytagoras. Sedangkan proses perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, dalam menghitung beberapa rumusnya, menggunakan bantuan skema phytagoras. 3. Elements of Solar Eclipses tidak memerlukan perhitungan yang memiliki ketelitian hingga per jam. Sedangkan, dalam sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, memerlukan perhitungan yang memiliki ketelitian hingga per jam. Kedua, Dari pemaparan sistem perhitungan Elements of Solar Eclipses dan Textbook on Spherical Astronomy, dapat diketahui bahwa waktu gerhana Matahari yang dihasilkan keduanya, memiliki perbedaan selang waktu beberapa detik hingga menit. Untuk gerhana Matahari cincin pada tanggal 10 Mei 1994, perbedaan yang terdapat antara kedua hasil sistem perhitungan waktu gerhana tersebut hanyalah berselang 2 menit 10,15 detik. Adapun pada saat gerhana Matahari total tanggal 9 Maret 2016, perbedaan yang terdapat antara kedua hasil sistem perhitungan waktu gerhana tersebut hanyalah berselang 26,28 detik. Selanjutnya, pada saat kedua hasil sistem perhitungan waktu gerhana tersebut dikomparasikan dengan data waktu gerhana Matahari NASA, maka hasilnya adalah sebagai berikut: 1. Pada saat gerhana Matahari cincin, tanggal 10 Mei 1994, waktu gerhana Matahari hasil perhitungan Elements of Solar Eclipses adalah jam 16 lewat 26 menit 59 detik 74 75 GMT, dan waktu gerhana Matahari hasil perhitungan Textbook on Spherical Astronomy adalah jam 16 lewat 21 menit 36 detik GMT. Adapun data waktu gerhana Matahari NASA adalah, jam 16 lewat 27 menit. Jika dikomparasikan dengan data NASA, maka waktu gerhana Elements of Solar Eclipses akan memiliki perbedaan waktu hanya lebih awal 1 detik. Sedangkan waktu gerhana Textbook on Spherical Astronomy, akan memiliki perbedaan waktu 2 menit 11,15 detik lebih awal dari data waktu gerhana Matahari NASA. 2. Pada saat gerhana Matahari total, tanggal 9 Maret 2016, waktu gerhana Matahari hasil perhitungan Elements of Solar Eclipses adalah jam 0 lewat 21 menit 36 detik GMT, dan waktu gerhana Matahari hasil perhitungan Textbook on Spherical Astronomy adalah jam 0 lewat 22 menit 2,28 detik GMT. Adapun data waktu gerhana Matahari NASA adalah, jam 0 lewat 22 menit. Jika dikomparasikan dengan data NASA, maka waktu gerhana Elements of Solar Eclipses akan memiliki perbedaan waktu hanya lebih awal 24 detik. Sedangkan waktu gerhana Textbook on Spherical Astronomy, akan memiliki perbedaan waktu 2,28 detik, sedikit lebih lambat dari data waktu gerhana Matahari NASA. Jika dilihat dari pemaparan hasil perbandingan kedua sistem perhitungan waktu gerhana Matahari dengan waktu gerhana Matahari berdasarkan data NASA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, hasil waktu dari sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses lebih mendekati waktu hasil perhitungan gerhana Matahari NASA. Adapun pada hasil waktu dari sistem perhitungan gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy, menunjukkan bahwa waktu tersebut masih memiliki selisih yang sangat signifikan terhadap data waktu gerhana Matahari NASA. Sehingga, sistem perhitungan gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses merupakan sistem perhitungan gerhana Matahari yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem perhitungan gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy. B. Saran 1. Perlu adanya perhatian serta apresiasi yang lebih terhadap ilmu falak, mengingat telah banyaknya para penggiat serta ahli falak yang memiliki perbedaan serta keragaman pemikiran dalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu falak. Dalam persoalan menghitung gerhana Matahari, memanglah tidak terdapat perbedaan dalam perhitungan serta perkiraan kejadiannya, namun alangkah baiknya jika para generasi 76 ilmu falak (yang notabenenya terdiri dari ilmu astronom Islam), juga ikut menelaah berbagai referensi lainnya dalam konsentrasi perhitungan gerhana. Hal ini dikarenakan, gerhana Matahari tersebut juga termasuk dalm penentuan waktu kita untuk beribadah kepada Allah, yakni salat gerhana. 2. Menurut penulis, dalam proses perhitungan gerhana Matahari akan lebih akurat jika menggunakan perhitungan dalam sistem Elements of Solar Eclipses. Meskipun dalam sistem perhitungan Textbook on Spherical Astronomy juga menghasilkan waktu gerhana yang akurat, namun alangkah baiknya jika menggunakan perhitungan Elements of Solar Eclipses yang memiliki hasil waktu gerhana sentral. C. Penutup Segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini telah selesai disusun. Meskipun telah mengupayakan skripsi ini dengan hasil yang terbaik, namun penulis menyadari akan ketidaksempurnaan serta masih banyaknya kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang konstruktif (membangun), sehingga nantinya akan menjadi lebih baik kembali di masa yang akan datang. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA Buku: Chauvenet, William, A Manual of Spherical Astronomy: Embracing (The General Problems of Spherical Astronomy, The Spherical Applications to Nautical Astronomy, and The Theory and Use of Fixed and Portable Astronomical Instruments), With an Apendix on the Method of Least Square, Philadelphia: J.B. Lippincott Company, 1900. Clynch, James R, Geodetic Coordinate Conversions, Naval Postgraduate, 2002. ---------------------, Geodetical Coordinate Conversions, Naval Postgraduate School, 2002. Espenak, Fred, and Jean Meeus, Five Millenium Catalog of Solar Eclipses: -1999 to +3000 (2000 BCE to 3000 CE)-Revised. Kortenberg, Belgium: NASA, Goddard Space Flight Center, Maryland., January 2009. G. Francou, P. Bregtanon, Planetary Theories in Rectangular and Spherical Variables VSOP87 Solutions, (Paris: Unite Associee au CNRS, 1988). Hasan, M. Iqbal, Pokok Pokok Materi Metodologi Penelitian & Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002). JR., Wenworht Williams, Prediction of Analysis of Solar Eclipse Circumtances, Acorn Park Cambridge: Arthur D. Little, Inc., 1971. KH. Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih (Bagian Ibadat), Jakarta: Kencana, 2013. Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004. Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis. Semarang: Putra Rizki Putra, 2012. Khazin, Muhyiddin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005). Kovalevsky, Jean, dan P.Kenneth Seidelmann, Fundamentals of Astronomy. United Kingdom: University Press, Cambridge, 2004. Meeus, Jean, Elements of Solar Eclipses (1951-2200). United States of America: WillmanBell, Inc., 1989. Rida, Syaikh Muhammad Rasyid, et al., Hisab Bulan Qamariyah (Tinjauan Syar`I tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah). Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012. Smart, William Marshall, Textbook on Spherical Astronomy. Great Britain: University Press, Cambridge, 1977. Smith, Peter Duffett dan Jonathan Zwart, Practical Astronomy with your Calculator or Spreadsheet, New York: Cambridge University Press, 2011. Standish, E.M., Orientation of the JPL Ephemerides, DE 200/LE 200, to the Dynamical Equinox of J200, (California: Institute of Technology, 1982), hlm.297. Jurnal: Born, George H., Geodetic and Geocentric Latitude. Casalegno, Gian, Sun Ephemeris Comparison. Clynch, James R., Geodetic Coordinate Conversions. Naval Postgraduate, 2002. Website: cdsarc.u-strasbg.fr/viz-bin/Cat?cat=VI/81, diakses pada Hari Jumat, tanggal 3 Agustus 2018, pukul 11:48 WIB. https://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEpath/SEpath1951/SE1994May10Apath.html, tanggal 01 Desember 2018, pukul 14:38 WIB. diakses pada https://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEpath/SEpath2001/SE2016Mar09Tpath.html, diakses pada tanggal 01 Desember 2018, pukul 14:36 WIB. https://en.m.wikipedia.org/wiki/Spherical_astronomy, diakses pada hari Rabu, 18 Juli 2018 pukul 23:00 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/Astronomical_unit, diakses pada tanggal 26 November 2018, pukul 20.00 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/Database, diakses pada tanggal 12 Juni 2018, pukul 12:45 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/Epoch_(astronomy)#Julian_years_and_J2000, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 12:01 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/Jean_Meeus, diakses pada tanggal 14 Juni 2018, pukul 20:49 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/Poisson_distribution, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 12:12 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/Theodor_von_Oppolzer, diakses pada tanggal 11 September 2018, pukul 13:42 WIB. https://en.wikipedia.org/wiki/William_Marshall_Smart, diakses pada tanggal 14 Juni 2018, pukul 20:52 WIB. https://id.wikipedia.org/wiki/Perangkat_lunak, diakses pada tanggal 12 Juni 2018, pukul 12:43 WIB https://nssdc.gsfc.nasa.gov/planetary/factsheet/earthfact.html, diakses pada tanggal 26 diakses pada tanggal 26 November 2018, pukul 20.34 WIB. https://nssdc.gsfc.nasa.gov/planetary/factsheet/moonfact.html November 2018, pukul 20.46 WIB. https://nssdc.gsfc.nasa.gov/planetary/factsheet/moonfact.html, diakses pada tanggal 26 November 2018, pukul 20.47 WIB. https://www.4shared.com/file/119020611/8afddf1b/gerhana-Matahari-total-22-juli2009.html, diakses pada tanggal 10 desember 2018, pukul 08:14 WIB. https://www.iau.org/, diakses pada tanggal 11 September pukul 12:07 WIB. https://www.jpl.nasa.gov/about/, diakses pada tanggal 8 Agustus 2018, pukul 11:58 WIB. https://www.mathworks.com/matlabcentral/fileexchange/54843-nasa-jpl-developmentephemerides-de200, diakses pada 8 Agustus 2018, pukul 11:57 WIB. https://www.space.com/15584-solar-eclipses.html, diakses pada tanggal 30 November 2018, pukul 21.45 WIB. https://www.space.com/15584-solar-eclipses.html, diakses pada tanggal 30 November 2018, pukul 21.48 WIB. Aplikasi: Stellarium 0.18.2 Win Hisab 2010, Data Epemeris Bulan tanggal 10 Mei 1994. Win Hisab 2010, Data Epemeris Matahari tanggal 9 Maret 2016. Lampiran I Tahap Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 10 Mei 1994. Data Perhitungan: Waktu (UT) : 16𝑗 26𝑚 59𝑑 152 Delta T (detik) : 60 Waktu (TD) : 16,46638889 Waktu referensi (T˳ ) : 17 t : -0,53361111 Elemen Bessel tanggal 10 Mei 1994: X0 : -0,173367 L12 : -0,0000098 X1 : 0,4990629 L20 : 0,020679 X2 : 0,0000296 L21 : -0,0000317 X3 : -0,00000563 L22 : -0,0000097 Y0 : 0,383484 tan f1 : 0,004631 Y1 : 0,0869393 tan f2 : 0,004608 Y2 : -0,0001183 Y3 :-0,00000092 d0 : 17,68613 d1 : -0,010642 d2 : -0,000004 m0 : 75,90923 m1 : 15,00162 L10 : 0,566906 L11 : -0,0000318 152 Waktu (Universal Time), ditentukan berdasarkan pada waktu pengamatan (waktu tepat pada saat terjadinya gerhana berlangsung) lokal yang diubah ke dalam waktu GMT (Greenwich Mean Time). Adapun waktu terjadinya gerhana Matahari pada 10 Mei 1994, sekitar pukul 09:01 AM. Gerhana Matahari tersebut, terlihat di Ontario, Amerika Serikat, yang memiliki zona waktu UTC -07.00. Jika UTC nya bernilai -07.00, maka waktu lokal tersebut ditambah dengan zona waktu tersebut, yakni pukul 09:01+07:00=16:01 GMT (UT). Hal ini dikarenakan, waktu lokal diperoleh dengan cara waktu GMT dihitung bersama dengan zona waktu daerah tersebut. Singkatnya, jika UTC nya merupakan (-) maka waktu lokal ditambah, sedangkan jika simbolnya (+) maka waktu lokal dikurangi. 81 Detail Perhitungan: X : (-0,173367+(0,5502769×(-0,53361111)) + (0,0000296 × (−0,533611112 )) + ((0,0000296) × (−0,533611113 ))) : -0,4396632 Y : (0,383484 + (0,0869393 × (-0,53361111)) + ((-0,0001183) × ( −0,533611112 )) + ((0,00000092) × (−0,533611113 ))) : 0,33705868 Deklinasi (d) : (17,68613 + ((-0,010642) × (-0,53361111)) + ((-0,000004) × ((−0,533611112 ))) : 17,6918076 derajat : 0,30878 radian M : (75,90923 + (15,00162 × (-0,53361111))) : 67,9041983 derajat L2 : (0,020679 + ((-0,0000317) × (-0,53361111)) + ((-0,0000097) × (−0,533611112 ))) : 0,02069315 X’ : (0,5502769 + (2 × 0,0000296 × (-0,53361111)) + (3×(0,0000296) × (−0,533611112 ))) : 0,4990265 Y’ : (0,0869393 + (2 × (-0,0001183) × (-0,53361111)) + (3 × (-0,00000092) × (−0,533611112 ))) : 0,08706477 w: 1 √(1 − 0,006694385 × cos(0,3087803)2 ) : 1,00305198 p: 15,00162 57,2957795 : 0,26182768 b : 0,08706477 - 0,26182768 × (-0,4396632) × sin(0,3087803) : 0,12204816 c : 0,4990265 + 0,26182768× (0,33705868) × sin(0,3087803) : 0,52584579 y1 : 1,00305198 × (0,33705868) : (0,33808738) b1 : 1,00305198 × sin(0,3087803) : 0,30482433 b2 : 0,99664719 × 1,00305198 × cos(0,3087803) : 0,9524086 B : √1 − (−0,43966322)2 − (−0,33808738)2 : 0,83210166 Hour Angle (H) : tan−1((−0,4396632) ÷ ((0,83210166 × 0,9524086) − (0,33808738 × 0,30482433))) : -0,5676851 radian : (-32,52596) derajat fail : sin−1(0,83210166 × 0,30482433 + 0,33808738 × 0,9524086) : 0,61338925 radian : 35,144615 derajat Tan(Lintang) : 1,00336409 × tan 0,61338925 : 0,70634395 Lintang : tan−1 0,70634395 : 0,61497097 radian : 35,235241 derajat (+ 35𝑗 14𝑚 07𝑑 ) Bujur : (-32,52596)+0,00417807×60-67,9041983 : --100,1795 detajat : -100,1795 derajat (+ 100𝑗 10𝑚 46𝑑 ) L2’ : (0,02069315) - 0,83210166 × 0,004608 : 0,01685908 a : 0,52584579 - 0,26182768 × 0,83210166 × cos 0,3087803 : 0,31828259 n : √(0,318282592 + 0,122048162 ) : 0,34088056 Durasi : 356,1 detik : 00𝑗 05𝑚 56,1𝑑 Jenis Gerhana : CINCIN153 sin(ℎ) : sin 0,3087803 × sin −0,0483827 × cos 0,3087803 × cos(−0,0483827) × cos(−0,56768507) : 0,83143271 Altitude : sin−1 0,83143271 : 0,98168128 radian : 56,246194 derajat : (+) 56𝑗 14𝑚 46𝑑 Jika hasil pada L2’, nilainya kurang dari nilai nol (0), maka gerhana yang akan muncul adalah gerhana total. Jika sebaliknya, maka gerhana yang akan muncul adalah gerhana sebagian atau cincin. Dalam perhitungan excel, digunakanlah rumus (formula) logika IF, di mana “true value”-nya adalah TOTAL dan “false value”-nya adalah CINCIN. 153 K : √0,832101662 + ( ((−0,43966322) × 0,31828259 +(0,33705868) × 0,12204816) 2 ) (0,34088056) : 0,88113483 Lebar Lintasan : 12756 × Abs(0,01685908) 0,88113483 : 244,1 km L1’ : 0,566906 + (-0,0000318) × (-0,53361111) + (-0,0000098) ×(−0,53361111)2- 0,83210166 × 0,004631 : 0,56306688 Sudut radius Bulan atau Matahari : (0,56306688 − 0,01685908) (0,56306688 + 0,01685908) : 0,94185782 Lampiran II DATA RUMUS EXCEL PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI 10 MEI 1994 RUMUS DATA DASAR PERHITUNGAN154 DATA RUMUS HASIL Waktu (TD) Jam+Menit/60+Detik/3600+Delta 16,46638889 T (detik)/3600 T Waktu (TD)-T0 (-)0,53361111 RUMUS ELEMEN BESSEL DATA RUMUS HASIL X X0+X1*t+X2*t*t+X3*t*t*t (-) 0,439663 22 Y Y0+Y1*t+Y2*t*t+Y3*t*t*t 0,337058 68 Deklinasi (d) d0+d1*t+d2*t*t 17,69180 76° M M0+M1*t 67,90419 83° L2 L20+L21*t+L22*t*t 0,020693 15 X’ X1+2*X2*t+3*X3*t*t 0,499026 5 154 RUMUS PERUBA HAN HASIL RADIANS 0,3087 (17,691807 803 rad 6°) Berdasarkan rumus Jean Meeus yag disusun oleh Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ, S.Si., M.Si., Dosen Fisika UGM, Yogyakarta, yang dapat diunduh pada https://www.4shared.com/file/119020611/8afddf1b/gerhanaMatahari-total-22-juli-2009.html, diakses pada tanggal 10 desember 2018, pukul 08:14 WIB. Y’ Y1+2*Y2*t+3*Y3*t*t 0,087064 77 W 1/SQRT(10,006694385*COS(d)*COS(d)) 1,003051 98 P M1/57,2957795 0,261827 68 B Y’-p*X*sin(d) 0,122048 16 C X’+p*Y*SIN(d) 0,525845 79 y1 w*Y 0,338087 38 b1 w*SIN(d) 0,304824 33 b2 0,99664719*w*COS(d) 0,952408 6 B SQRT(1-X*X-y1*y1) 0,832101 66 Hour Angle (H) ATAN2(B*b2-y1*b1;X) (-) 0,567685 1 rad DEGREES (-) (32,525 0,5676851) 96° Fail ASIN(B*b1+y1*b2) 0,613389 25 rad DEGREES 35,144 (0,6133892 615° 5) Tan(Lintan g) 1,00336409*TAN(fail) 0,706343 95 Lintang ATAN(Tan(Lintang)) 0,614970 97 rad DEGREES 35,235 (0,6149709 241° 7) Bujur M-H-0,00417807*Delta T -100,1794 7 rad DEGREES (100,17 100,17947) 95° (Nilai H yang diinput adalah nilai H yang bernilai derajat) L2’ L2-B*tan f2 0,016859 08 A c-p*B*COS(d) 0,318282 59 N SQRT(a*a+b*b) 0,340880 56 Durasi ABS(7200*L2’/n) 356,1 menit=INT 5𝑚 (Durasi/60) detik=Dura simenit*60 Jenis Gerhana IF(L2’<0; “TOTAL”; “CINCIN”) CINCIN Sin(h) SIN(d)*SIN(Lintang)+COS(d)*COS(Li ntang)*COS(H) 0,831432 71 Altitude ASIN(SIN(h)) 0,981681 28 rad K SQRT(B*B+((X*a+Y*b)/n)^2) 0,881134 83 Lebar Lintasan 12756*ABS(L2’)/K 244,1 L1’ L10+L11*t+L12*t*t-B*tan f1 0,563066 88 Sudut Radius Bulan/Mat ahari (L1’-L2’)/(L1’+L2’) 0,941857 82 56,1𝑑 DEGREES 56,246 (0,9816812 194° 8) Keterangan: Perhitungan pada Lintang, Bujur, Altitude dan Azimuth, hasilnya diubah ke dalam bentuk satuan Jam, Menit dan Detik (00𝑗 00𝑚 00𝑑 ) dengan cara, ABS(hasil perhitungan dalam satuan derajat)/24 Penentuan hasil nilai POSITIF atau NEGATIF pada Lintang, Bujur, Altitude dan Azimuth, ditentukan dengan cara, IF(hasil perhitungan dalam satuan derajat<0; “NEGATIF”; “POSITIF”) Lampiran III Tahap Perhitungan Gerhana Matahari Elements of Solar Eclipses pada tanggal 9 Maret 2016. Data Perhitungan: : 0𝑗 21𝑚 36𝑑 Waktu (UT) Delta T (detik) : 69 Waktu (TD) : 0,3791667 Waktu referensi (T˳ ) : 2 t : -1,6208333 Elemen Bessel tanggal 10 Mei 1994: X0 : -0,062417 L12 : -0,0000128 X1 : 0,5502769 L20 : -0,007227 X2 : 0,0000047 L21 : -0,00007 X3 : -0,00000906 L22 : -0,0000127 Y0 : 0,25369 tan f1 : 0,00471 Y1 : 0,1721233 tan f2 : 0,00469 Y2 : 0,0000171 Y3 :-0,00000275 d0 : -4,37971 d1 : 0,01589 d2 : 0,000001 m0 : 207,372 m1 : 15,004 L10 : 0,538861 L11 : -0,0000704 Detail Perhitungan: X : (-0,062417+(0,5502769×(-1,6208333))+(0,0000047×( 0,00000906)×(−1,62083333 ))) −1,62083332 ))+((- −1,62083332 ))+((- : -0,9542732 Y : (0,25369+(0,1721233×(-1,6208333))+((0,0000171)×( 0,00000275)×(−162083333 ))) : -0,0252365 Deklinasi (d) : (-4,37971+((0,01589)×(-1,6208333))+((0,000001)×((−1,62083332 ))) : -4,4054559 derajat : -0,07689 radian M : (207,372+(15,004×(-1,6208333))) : 183,05322 derajat L2 : (-0,007227+((-0,00007)×(-1,6208333))+((-0,0000128)×(−1,62083332 ))) : -0,0071469 X’ : (0,5502769+(2×0,0000047×(-1,6208333))+(3×(-0,00000906)×(−1,62083332 ))) : 0,5501903 Y’ : (0,1721233+(2×(0,0000171)×(-1,6208333))+(3×(-0,00000275)×(−1,62083332 ))) : 0,1720462 w: 1 √(1−0,006694385×cos(0,3087803)2 ) : 1,0033441 p: 15,004 57,2957795 : 0,2618687 b : 0,1720462-0,2618687×(-0,9542732)×sin(−0,07689) : 0,1528508 c : 0,5501903+0,2618687×(-0,0252365)×sin(−0,07689) : 0,5506979 y1 : 1,0033441×(-0,0252365) : -0,0253209 b1 : 1,0033441×sin(−0,07689) : -0,0770708 b2 : 0,99664719×1,0033441×cos(−0,07689) : 0,9970256 B : √1 − (−0,9542732)2 − (−0,0253209)2 : 0,2978615 (H) : tan−1 ((−0,9542732) ÷ ((0,2978615) × 0,9970256) − ((−0,0253209) × (−0,0770708))) : -1.2709563 radian : -72,8204 derajat fail : sin−1((0,2978615 × (−0,0770708)) + ((−0,0253209) × 0,9970256)) : -0,0482208 radian. : -2,76285 derajat. Tan(Lintang) : 1,00336409×tan(−0,0482208) : -0,0484205 Lintang : tan−1(−0,0484205) : -0,0483827 radian : -2,77213derajat (- 02𝑗 46𝑚 20𝑑 ) Bujur : (-72,8204)+0,00417807×69-183,05322 : -255,58537 radian : 104,415derajat (+ 104𝑗 24𝑚 53𝑑 ) L2’ : -0,0071469-0,2978615×0,00469 : -0,0085424 a : 0,5506979-0,2618687×0,2978615×cos(−0,07689) : 0,4729277 n : √(0,47292772 + 0,15285082 ) : 0,4970151 Durasi : 123,7 detik : 00𝑗 02𝑚 3,7𝑑 Jenis Gerhana : TOTAL sin(ℎ) : sin(−0,07689) × sin(−0,0483827) × cos(−0,07689) × cos(−0,0483827) × cos(−1,2709563) : 0,2978651 Altitude : sin−1(0,2978651) : 0,3024555 radian : 17,3294 derajat : (+) 17𝑗 19𝑚 46𝑑 K : √0,29786152 + ( ((−0,9542732)×0,4729277+(−0,0252365)×0,1528508) 2 ) (0,4970151) : 0,963009 Lebar Lintasan : 12756× Abs(−0,0085424) : 113,2 km 0,963009 L1’ : 0,538861 + (-0,0000704) × (-1,6208333) + (-0,0000128) ×(−1,6208333)2-0,2978615 × 0,00471 : 0,5375389 Sudut radius Bulan atau Matahari : (0,5375389−−0,0085424) (0,5375389+−0,0085424) : 1,0322968 Lampiran IV DATA RUMUS EXCEL PERHITUNGAN GERHANA MATAHARI 9 MARET 2016 RUMUS DATA DASAR PERHITUNGAN DATA RUMUS HASIL Waktu (TD) Jam+Menit/60+Detik/3600+Delta 0,3791667 T (detik)/3600 T Waktu (TD)-T0 (-)1,6208333 RUMUS ELEMEN BESSEL DATA RUMUS HASIL X X0+X1*t+X2*t*t+X3*t*t*t (-) 0,954273 2 Y Y0+Y1*t+Y2*t*t+Y3*t*t*t (-) 0,025236 5 Deklinasi (d) d0+d1*t+d2*t*t (-) M M0+M1*t 183,0532 2° L2 L20+L21*t+L22*t*t (-) 0,007146 9 4,405455 9° RUMUS PERUBA HAN HASIL RADIANS (-) (4,4054559 0,0768 °) 9 rad X’ X1+2*X2*t+3*X3*t*t 0,550190 3 Y’ Y1+2*Y2*t+3*Y3*t*t 0,172046 2 W 1/SQRT(10,006694385*COS(d)*COS(d)) 1,003344 1 P M1/57,2957795 0,261868 7 B Y’-p*X*sin(d) 0,152850 8 C X’+p*Y*SIN(d) 0,550697 9 y1 w*Y (-) 0,025320 9 b1 w*SIN(d) (-) 0,077070 8 b2 0,99664719*w*COS(d) 0,997025 6 B SQRT(1-X*X-y1*y1) 0,297861 5 Hour Angle (H) ATAN2(B*b2-y1*b1;X) (-) 1,270956 3 rad DEGREES (-) (72,820 1,2709563) 4° Fail ASIN(B*b1+y1*b2) (-) 0,048220 8 rad DEGREES (-) (2,7628 0,0482208) 5° Tan(Lintan g) 1,00336409*TAN(fail) (-) 0,048420 5 Lintang ATAN(Tan(Lintang)) (-) 0,048382 7 rad DEGREES (-) (0,0483827 2,7721 ) 3° Bujur M-H-0,00417807*Delta T (-) 255,5853 7 rad DEGREES 104,41 (5° 255,58537) (Nilai H yang diinput adalah nilai H yang bernilai derajat) L2’ L2-B*tan f2 (-) 0,008542 4 A c-p*B*COS(d) 0,472927 7 N SQRT(a*a+b*b) 0,497015 1 Durasi ABS(7200*L2’/n) 123,7 menit=INT 2𝑚 (Durasi/60) detik=Dura simenit*60 Jenis Gerhana IF(L2’<0; “TOTAL”; “CINCIN”) TOTAL Sin(h) SIN(d)*SIN(Lintang)+COS(d)*COS(Li ntang)*COS(H) 0,297865 1 Altitude ASIN(SIN(h)) 0,302455 5 rad K SQRT(B*B+((X*a+Y*b)/n)^2) 0,963009 Lebar Lintasan 12756*ABS(L2’)/K 113,2 L1’ L10+L11*t+L12*t*t-B*tan f1 0,537538 9 Sudut Radius Bulan/Mat ahari (L1’-L2’)/(L1’+L2’) 1,032296 8 3,7𝑑 DEGREES 17,329 (0,3024555 4° ) Keterangan: Perhitungan pada Lintang, Bujur, Altitude dan Azimuth, hasilnya diubah ke dalam bentuk satuan Jam, Menit dan Detik (00𝑗 00𝑚 00𝑑 ) dengan cara, ABS(hasil perhitungan dalam satuan derajat)/24 Penentuan hasil nilai POSITIF atau NEGATIF pada Lintang, Bujur, Altitude dan Azimuth, ditentukan dengan cara, IF(hasil perhitungan dalam satuan derajat<0; “NEGATIF”; “POSITIF”) Hasil perhitungan Lebar Lintasan dinyatakan dalam satuan kilometer (km).155 155 Berdasarkan rumus Jean Meeus yag disusun oleh Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ, S.Si., M.Si., Dosen Fisika UGM, Yogyakarta, yang diunduh pada https://www.4shared.com/file/119020611/8afddf1b/gerhanaMatahari-total-22-juli-2009.html, diakses pada tanggal 10 desember 2018, pukul 08:14 WIB. Lampiran V Tahap Perhitungan Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 10 Mei 1994. Tahap perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. Sudut Pusat Bumi dari Pusat Matahari dan Bulan Saat Awal Atau Akhir Gerhana Matahari Skema Sudut Pusat Bumi dari Pusat Matahari dan Bulan (Sumber: Textbook on Spherical Astronomy) a. Segitiga MEB Segitiga MEB M B E Diketahui: MB ME = Semidiameter Bulan = 0° 14’42,68” = Semimayor Bulan = 0° 23’ 03,84” Mencari ∠MEB (𝐒𝟏 )? MB sin 𝛼156 = sin 𝛼 = 0° 38’ 16,25” 𝛼 = ME 0° 14′ 42,68" 0° 23’ 03,84” = 𝟑𝟗° 37’ 53,32” (𝐒𝟏 ) b. Segitiga AES Segitiga AES A S E Diketahui: AS = Semidiameter Matahari = 0° 15’ 50,38” ES = Jarak Matahari-Bumi = 1° 00’ 36” (1AU) Mencari ∠AES (S)? tan 𝛼 tan 𝛼 𝛼 = AS = 0° 15’ 50,38” ES 1° 00’ 36” = 0° 15’ 40,97” = 𝟏𝟒° 38’ 53,82” (S) c. Segitiga ACE Segitiga ACE A C E Diketahui: CE = Earth’s Polar Radius (Jari-jari Kutub Bumi) = 0° 00’ 22,88” Menggunakan aturan sinus, dikarenakan dalam mencari ∠MEB, sisi segitiga siku-siku yang diketahui, hanyalah sisi depan (MB) dan sisi miring (ME) dari ∠MEB. 156 AE = AE pada segitiga AES = √ES 2 + AS 2 = √(1° 00′ 36")2 + (0° 15′ 50,38)2 = √1° 01′ 36" + 0° 4′ 10,09" = 1° 4’ 46,9” Mencari ∠EAC (𝐏)? CE sin 𝛼 = sin 𝛼 = 0° 00’ 21,19” 𝛼 = AE 0° 00′ 22,88" 1° 4′ 46,9” = 𝟎° 20’ 14,08” (P) d. Segitiga CBE Segitiga CBE C B E Diketahui: CE = Earth’s Polar Radius (Jari-jari Kutub Bumi) BE = 0° 00’ 22,88” = Sisi BE pada segitiga MEB Segitiga MEB E M BE = √ME 2 − MB2 B = √(0° 23′ 3,84")2 − (0° 14′ 42,68")2 = √0° 08′ 51,95" − 0° 03′ 36,42" = 0° 19′ 27,42" Mencari ∠CBE (𝐏𝟏 )? tan 𝛼 = = tan 𝛼 𝛼 CE BE 0° 00′ 22,88" 0° 19′ 27,42" = 0° 01′ 10,56" = 𝟏° 𝟎𝟕′ 𝟐𝟐, 𝟐𝟕" (𝐏𝟏 ) e. Sudut Pusat Bumi dari Pusat Matahari dan Bulan Saat Awal Atau Akhir Gerhana Matahari D = S + 𝐒𝟏 + 𝐏𝟏 + P = 14° 38’ 53,82” + 39° 37’ 53,32” + 1° 07′ 22,27" + 0° 20’ 14,08” = 𝟓𝟓° 44’ 23,49”.157 2. Elemen Bessel (x, y, sin 𝑑, cos 𝑑, 𝜇, 𝑙1 dan 𝑙2 ) a. Elemen x, y, sin 𝑑 dan cos 𝑑. (Sumber: Textbook on Spherical Astronomy) Data Perhitungan 10 Mei 1994 157 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.387-388. Matahari158 Bulan159 𝜶 46° 39’ 49,78” 𝜶𝟏 r 1° 00’ 36” 𝒓𝟏 17° 30’ 5,47” 𝜹 1° 08’ 23,5” 41° 22’ 53,96” 𝜹𝟏 0° 00’ 09,36” B A d 0° 00’ 09,27” 46° 45’ 22,65” a` 17° 26’ 23,53” 47° 22’ 27,69” 17° 35′ 57,01" d` Keterangan: 𝜶 = asensio rekta Matahari 𝜹 = deklinasi Matahari 𝜶𝟏 = letak koordinat Bulan (lattitude) 𝜹𝟏 = letak koordinat Bulan (longitude) r = jarak geosentris Matahari (1 AU) 𝒓𝟏 = jarak Bulan dari Bumi (AU) b = 𝒓𝟏 160 . 𝒓 d=δMaka, x x 𝑏 1−𝑏 a =α– 𝑏 sec 𝛿 cos 𝛿1 1−𝑏 (α1 − 𝑎).161 (𝛿1 - δ).162 = r cos 𝛿 sin(𝛼 − 𝑎)...(5).163 = 1° 00’ 36” × cos(17° 30’ 5,47”) × sin(46° 39′ 49,78" − 0° 0’ 6,34” ) = -𝟎° 0’ 05,6” sedangkan 158 Data Matahari yang terdiri atas asensio rekta (RA), deklinasi serta jarak geosentris, diperoleh melalui data Epemeris tanggal 10 Mei 1994. 159 Data Bulan, yakni letak koordinat Bulan (lattitude dan longitude), diperoleh melalui data Epemeris tanggal 10 Mei 1994. Sedangkan data Bulan lainnya, yakni poros semimayor diperoleh melalui data NASA, https://nssdc.gsfc.nasa.gov/planetary/factsheet/moonfact.html. Sedangkan data jarak Bulan dari Bumi, diperoleh melalui laman NASA, yakni https://en.wikipedia.org/wiki/Astronomical_unit. 160 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.392. 161 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.392. 162 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........., hlm.392. 163 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........., hlm.391. x` = r cos 𝛿` sin(𝛼` − 𝑎`) = 1° 00’ 36” × cos(17° 40′ 52,56”) × sin(47° 19′ 58,73" − 47° 22’ 27,69”) = 1° 00’ 36” × 0° 57’ 9,94” × (-0° 0’ 2,6” ) x` = -𝟎° 0’ 02,5” Adapun: y = r [sin δ cos d – cos δ sin d cos (α – a)]…..(6).164 = 1° 00’ 36” × [sin(17° 30’ 5,47”) × cos 17° 26’ 23,53” - cos(17° 30’ 5,47”) × y sin(17° 26′ 23,53") × cos(46° 39′ 49,78" − 46° 45′ 22,65")] = 𝟎° 0’ 03,91” sedangkan y` = r [sin δ` cos d` – cos δ` sin d` cos (α` – a`)] = 1° 00’ 36” × [sin(17° 40′ 52,56”) × cos 17° 35′ 57,01" - cos(17° 40′ 52,56”) × sin(17° 35′ 57,01") × cos(47° 19′ 58,73" − 47° 22’ 27,69”)] = 1° 00’ 36” × [(0° 18’ 13,4” × 0° 57’ 11,5”) – (0° 57’ 9,94”× 0° 18’ 8,48” × 1° 0′ 0")] y` = 1° 00’ 36” × [0° 17’ 22,22” – 0° 17’ 17,06”] = 𝟎° 0’ 05,21” 𝐬𝐢𝐧 𝒅 = sin(17° 26’ 23,53”) = 𝟎° 𝟏𝟕′ 𝟓𝟖, 𝟗𝟒" 𝐜𝐨𝐬 𝒅 = cos(17° 26’ 23,53”) = 𝟎° 57’ 14,52” Sehingga, nilai x, y 𝐬𝐢𝐧 𝒅 dan 𝐜𝐨𝐬 𝒅 adalah: x Y -𝟎° 0’ 05,6” 𝟎° 0’ 03,91” b. Elemen 𝜇. 𝐬𝐢𝐧 𝒅 𝟎° 17’ 58,94” 𝟎° 𝟓𝟕’ 𝟏𝟒, 𝟓𝟐” Data Perhitungan G 164 𝐜𝐨𝐬 𝒅 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy......., hlm.391. a -132° 15’ 1,88” 46° 45’ 22,65” G` a` -244° 49’ 44,96” 47° 19’ 58,73” Keterangan: G = Waktu sideris Epimeris165. Maka, 𝜇 = G – 𝛼.166 = -132° 15’ 1,88” - 46° 45’ 22,65” 𝝁 = -𝟏𝟕𝟗° 00’ 24,53” Variasi μ pada tiap jam (μ`): 𝜇` = G` - 𝛼` 𝜇` = G` – (α` – 𝑏 sec 𝛿` cos 𝛿1` 1−𝑏 (α1 ` − 𝑎`)) 0° 00’ 09,27” sec 17° 40′ 52,56" cos 49° 28′ 52,61" 𝜇` = -244° 49’ 44,96” – (47° 19’ 58,73” – ( (0° 26’ 19,93”− 23° 56’ 04,2”)) )× 1−0° 00’ 09,27” = -244° 49’ 44,96” – (47° 19’ 58,73” – 0° 0’ 6,34” × (0° 26’ 19,93”− 23° 56’ 04,2”)) = -244° 49’ 44,96” – (47° 19’ 58,73” – 0° 0’ 6,34” × (-23° 29′ 44,27")) = -244° 49’ 44,96” - 47° 22’ 27,69” = -292° 12’ 12,65” c. Elemen f1 dan f2 . Data Perhitungan R k r b 0° 15’ 50,38” 0° 14’ 42,68” 1° 00’ 36” 0° 0’ 9,27” Keterangan: 165 166 Diperoleh melalui data Epemeris tanggal 10 Mei 1994. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.392. R = jarak semidiameter Matahari.167 k = jarak semidiameter Bulan.168 Menggunakan rumus: 𝑠𝑖𝑛𝑓1 = = 𝑅+𝑘 𝑟 (1−𝑏) …..(14).169 0° 15′ 50,38" +0° 14′ 42,68" 1° 00’ 36” × (1−0° 0’ 9,27”) 𝑠𝑖𝑛𝑓1 = 0° 30’ 19,6” 𝒇𝟏 = 𝟑𝟎° 21’ 39,1” 𝑠𝑖𝑛𝑓2 = = 𝑅−𝑘 𝑟 (1−𝑏) ……(15).170 0° 15′ 50,38" −0° 14′ 42,68" 1° 00’ 36” × (1−0° 0’ 9,27”) 𝑠𝑖𝑛𝑓2 = 0° 01’ 07,2” 𝒇𝟐 = 𝟏° 04’ 10,5” d. Elemen L1 dan L2 . Menggunakan rumus, 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 ……(19). 𝑙2 = 𝑧2 tan 𝑓2 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 ……(20). (Sumber: Textbook on Spherical Astromony) Titik z merupakan titik koordinat pada garis MF pada gambar. Dikarenakan nilai titik z belum diketahui, maka titik z dicari dengan menggunakan rumus trigonometri, sebagaimana perhitungan berikut: Segitiga C𝑽𝟏 F C (B) f1 167 Data Epemeris Matahari tanggal 10 Mei 1994. Data Epemeris Bulan tanggal 10 Mei 1994. 169 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.393. 170 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.393. 168 (C)V1 F (A) M z Keterangan: 𝑉1M = k csc 𝑓1 MF = Garis titik koordinat z 𝑓1 = Sudut puncak kerucut daerah penumbra Sehingga, untuk mencari z (MF), terlebih dahulu mencari sisi 𝑉1C (a), dikarenakan sisi a telah memiliki besaran sudut, yakni 90° . Untuk mencari sisi a, maka menggunakan persamaan sinus: 𝑎 sin 𝐴 𝑎 sin 90° 𝑎 1 = = 𝑐 sin 𝐶 0° 15’ 50,38” sin 30° 21′ 39,1" = 0° 15’ 50,38” 0° 30′ 19,6" 𝑉1C (a) = 0° 31′ 20,29". Setelah menemukan panjang sisi 𝑉1C, maka selanjutnya adalah mencari sisi 𝑉1F (b), menggunakan rumus trigonometri sebagai berikut: b = √𝑎2 − 𝑐 2 = √(0° 31′ 20,29")2 − (0° 15′ 50,38")2 = √0° 15′ 50,38" − 0° 04′ 10,9" = √0° 11′ 39,48" b = 0° 27′ 09,39" Setelah mengetahui panjang sisi 𝑉1 F, maka selanjutnya sisi MF (titik koordinat z), dapat dihitung dengan perhitungan: 𝑽𝟏 F = 𝑽𝟏 M + MF 0° 27′ 09,39" = k csc 𝑓1 + MF 0° 27′ 09,39" = (0° 14’ 42,68” × (csc(30° 21’ 39,1”))) + MF 0° 27′ 09,39" = 0° 29′ 06,34" + MF 0° 27′ 09,39" - 0° 29′ 06,34" = MF - 𝟎° 𝟎𝟏′ 𝟓𝟔, 𝟗𝟓" = MF. Dari penjelasan tersebut, telah diketahui bahwa nilai dar titik koordinat z adalah: - 0° 1’ 56,95”. Namun, koordinat z (MF) tersebut, diukur dalam fungsi ⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝐹𝑀 , yang berarti bahwa garis (titik koordinat) tersebut, memiliki nilai dengan arah positif. Maka, hasil tersebut menjadi, z (𝒛𝟏 ) = 𝟎° 1’ 56,95”. Mencari nilai koordinat z pada puncak kerucut penumbra: 𝑐1 = 𝑧1 + k cosec 𝑓1 …...(16).171 = 0° 1’ 56,95” + (0° 14’ 42,68” × (csc(30° 21’ 39,1”))) = 0° 1’ 56,95” + 0° 29’ 06,34” 𝒄𝟏 = 𝟎° 31’ 03,29” Sedangkan nilai koordinat z pada puncak kerucut umbra: 𝑐2 = 𝑧1 - k cosec 𝑓2 ….(17).172 = 0° 1’ 56,95” - (0° 14’ 42,68” × (csc(1° 04’ 10,5”))) = 0° 1’ 56,95” - 13° 08’ 06,43” 𝒄𝟐 = -𝟏𝟑° 06’ 09,48” Mencari nilai 𝑙1 dan 𝑙2 (sebagai jari-jari pada lingkaran di mana kerucut penumbra dan umbra berpotongan pada bidang dasar), menggunakan rumus: 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 .173 = (0° 1’ 56,95” × tan 30° 21’ 39,1”) + (0° 14’ 42,68” × (sec(30° 21’ 39,1”))) = 0° 1’ 8,51” + 0° 17’ 2,97” 𝒍𝟏 = 𝟎° 18’ 11,48” 𝑙2 = 𝑧1 tan 𝑓2 - k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 .174 171 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........., hlm.393. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........., hlm.393. 173 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........., hlm.394. 174 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........., hlm.393. 172 = (0° 1’ 56,95” × tan 1° 04’ 10,5”) - (0° 14’ 42,68” × (sec(1° 04’ 10,5”))) = 0° 0’ 2,18” - 0° 14’ 42,83” 𝒍𝟐 = - 𝟎° 14’ 40,65” 3. Perhitungan Gerhana pada Tiap Tempat Dalam perhitungan gerhana pada tiap tempat, terlebih dahulu kita menghitung jari-jari pada bidang KH yang disebut z = ζ, yang ditentukan oleh 𝐿1 dan 𝐿2 . Namun, dikarenakan nilai pada bidang KH belum diketahui, maka kita harus mencari terlebih dahulu besarannya, dengan: KH = CD Gunakan segitiga DV1 C, Segitiga D𝐕𝟏 C V1 G H K D F Diketahui: 𝑉1C = 0° 31′ 20,29". 𝑉1F = 0° 27′ 09,39" Maka sisi FC adalah: FC = √V1 𝐶 2 − 𝑉1 𝐹 2 = √(0° 31′ 20,29")2 − (0° 27′ 09,39")2 = √0° 16′ 22,08" − 0° 12′ 17,48" FC = √0° 04′ 04,6" = 𝟎° 𝟏𝟓′ 𝟑𝟖, 𝟑𝟖" Sehingga karena FC=DF, maka: CD = (𝟎° 𝟏𝟓′ 𝟑𝟖, 𝟑𝟖")𝟐 = 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟎𝟒, 𝟔" C Dari perhitungan di atas, telah diketahui bahwa nilai CD adalah 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟎𝟒, 𝟔". Maka, dapat disimpulkan bahwa panjang sisi KH adalah sama besarnya denga sisi CD, dikarenakan garis KH dengan CD adalah sejajar. KH (ζ) = 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟎𝟒, 𝟔". Dalam gambar, garis GH = 𝐿1 dan GT = 𝐿2 , dan dalam permisalan garis GH dan GT, garis FG = ζ. Maka, FG = KH. Sehingga, mencari nilai 𝐿1 dan 𝐿2 dengan perhitungan: 𝐿1 = 𝑙1 – ζ tan 𝑓1 ….(21).175 = 0° 18’ 11,48” – (0° 04′ 04,6" × (tan 30° 21’ 39,1”)) 𝑳𝟏 = 0° 18’ 11,48” - 0° 02’ 23,28” = 𝟎° 15’ 48,2”.176 𝐿2 = 𝑙2 – ζ tan 𝑓2 ….(22).177 = (- 0° 14’ 40,65”) – (0° 04′ 04,6" × (tan 1° 04’ 10,5”)) = (- 0° 14’ 40,65”) - 0° 00’ 04,57” 𝑳𝟐 = - 𝟎° 14’ 45,22”.178 Kemudian, menghitung segitiga APX atau (ξ, η, ζ), menggunakan rumus: ξ = ρ cos Φ` sin ℎ ……….(24). η = ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] …..(25), ζ = ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26). Dimana: Φ` = lintang geosentris h = tan 𝛷 : 1 - 𝑒 2 × 𝑅 𝑅𝑁 𝑁 +ℎ × tan 𝛷 = XPC = μ – λ – 1.0027∆T.179 = (-179° 0’ 24,53”) - 0° 0’ 5,31”- 1,0027 × 60 Dimana, λ merupakan bujur barat Greenwich. XPC = -𝟐𝟑𝟗° 10’ 13,04”. Maka, sebelum menghitung rumus ke-24 hingga rumus ke-26, terlebih dahulu kita mencari nilai garis lintang geosentris (Φ`). 175 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........, hlm.393. 𝐿1 selalu bernilai positif. 177 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.394. 178 𝐿2 bernilai negatif. 179 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........, hlm.395. 176 Φ` = tan 𝛷` : 1 - 𝑒 2 × 𝑅 dimana, e 𝑅𝑁 𝑁 +ℎ × tan 𝛷.180 = √2𝑓 − 𝑓 2 181 = √(2 × 0° 0′ 12,07") − (0° 0′ 12,07")2 = √0° 0’ 24,14” − 0° 0’ 00,04” 𝑅𝑁 = 0° 04’ 54,75”182 𝑎183 = √1−𝑒 2 = = = 𝑠𝑖𝑛2 𝛷 . 184 6378,137 2 √1−(0° 04’ 54,75”) 𝑠𝑖𝑛2 (35° 14′ 07") √1−0° 6378,137 00′ 24,13" ×0° 6378,137 0° 59′ 55,98" 19′ 58,28" = 6385,267215. Sehingga, lintang geosentris nya adalah: = 1 - 𝑒2 × Φ` 𝑅𝑁 𝑅𝑁 +ℎ × tan 𝛷. = 1 – (0° 04’ 54,75”)2 × 6385,267215 6385,267215+(−239° 10′ 13,04") × tan(35° 14′ 07") = 1 - 0° 00′ 24,13" × (-0° 00’ 15,05”) × 0° 42′ 22,84" tan Φ` = 1° 0′ 0,7" = 45° 0’ 20,05”. Φ` Adapun menghitung ρ (jarak pengamat), mengunakan rumus: r = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 .185 sehingga, sebelum menghitung r, terlebih dahulu kita (x, y, z)186, menggunakan rumus: x y z = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × cos λ. = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × sin 𝜆. = ([1 - 𝑒 2 ] × 𝑅𝑁 + h) × sin Φ.187 Maka, 180 James R. Clynch, Geodetic Coordinate Conversions, (Naval Postgraduate, 2002), hlm.1. George H. Born, Geodetic and Geocentric Latitude, hlm.2. 182 e, merupakan nilai eksentrisitas, yang dihasilkan dari rumus akar kuadran perkalian f atau flattening 𝑎 (b = 6356.752/jari-jari kutub), untuk WGS-84. (ellipticity), di mana f = 𝑎−𝑏 183 a merupakan jari-jari ekuator. 184 James R. Clynch, Geodetic Coordinate Conversions, (Naval Postgraduate, 2002), hlm.1. 185 James R. Clynch, Geodetical Coordinate Conversions, (Naval Postgraduate School, 2002), hlm.4. 186 x, y, dan z merupakan koordinat kartesian. 187 James R. Clynch, Geodetical Coordinate Conversions.............., hlm.3. 181 x = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × cos λ. = (6385,267215 + (-239° 10’ 13,04”)) × cos(35° 14′ 07") × cos(100° 10′ 46") = 6146° 05′ 48,93" × 0° 49′ 00,44" × (-0° 10′ 36,23" ) = -887,2050893. y = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × sin 𝜆. = (6385,267215 + (-239° 10’ 13,04”)) × cos(35° 14′ 07") × sin(100° 10′ 46") = 6146° 05′ 48,93" × 0° 49′ 00,44" × 0° 59’ 03,33” = 4941,048909. z = ([1 - 𝑒 2 ] × 𝑅𝑁 + h) × sin Φ. = ([1 – (0° 04’ 54,75”)2 ] × 6385,267215 + (-239° 10’ 13,04”)) × sin(35° 14′ 07"). = ([1 – 0° 00′ 24.13"] × 6385,267215 + (-239° 10’ 13,04”)) × 0° 34′ 36,97". = ((0° 59′ 35,87" × 6385,267215) + (-239° 10’ 13,04”)) × 0° 34′ 36,97". = 6103° 17′ 52,44" × 0° 34′ 36,97". = 3521,212955. Setelahnya, maka menghitung r, yakni mengunakan rumus: r = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 . = √(−887,2050893)2 + (4941,048909)2 + (3521,212955)2 = √787132,8705 + 24413964,32 + 12398940,67 r (ρ) = 36813792,2. Setelah diketahui nilai dari ρ, Φ` serta h, maka dapat dilakukan perhitungan segitiga APX, yakni dengan rumus: ξ = ρ cos Φ` sin ℎ ……….(24).188 = 36813792,2 × cos(45° 0’ 20,05”) × sin(−239° 10′ 13,04") = 22350739,55. η = ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] …..(25).189 = 36813792,2× [ sin(45° 0′ 20,05") × 0° 57’ 14,52” − cos(45° 0′ 20,05") × 0° 17’ 58,94” × cos(−239° 10′ 13,04")] = 36813792,2 × [ 0° 42′ 25,83" × 0° 57’ 14,52”- 0° 42' 25,34" × 0° 17’ 58,94” × (−0° 30′ 44,96")] = 28835017,64. 188 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.395. 189 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........, hlm.395. ζ = ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26).190 = 36813792,2× [ sin(45° 0’ 20,05”) × 0° 17’ 58,94” + cos(45° 0’ 20,05”) × 0° 57’ 14,52” × cos(−239° 10′ 13,04")] = 36813792,2 × [ (0° 42′ 25,83" × 0° 17’ 58,94” )+ (0° 42' 25,34" × 0° 57’ 14,52” × (−0° 30′ 44,96"))] = -4923818,797. Mencari koreksi (ξ, η, ζ) per jam, yakni (ξ`, η`, ζ`) dengan rumus: ξ` = μ`ρ cos Φ` sin ℎ η` = μ`ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] ζ` = μ`ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] Sehingga perhitungannya adalah, ξ` = μ`ρ cos Φ` sin ℎ = (-292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × cos(45° 0′ 20,05") × sin(−239° 10’ 13,04”) = (-292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × 0° 42’ 25,34 × (0° 51’ 31,3”) = -6530973862 η` = μ`ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] = (- 292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × [( sin(45° 0′ 20,05") × 0° 57’ 14,52”) − (cos(45° 0′ 20,05") × 0° 17’ 58,94” × cos(−239° 10’ 13,04”))] = (- 292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × [( 0° 42′ 25,83" × 0° 57’ 14,52”)(0° 42' 25,34" × 0° 17’ 58,94” × (−0° 30′ 44,96"))] = (-292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × 0° 46′ 59,76" = -8425693087. ζ ` = μ`ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26). = (- 292° 12’ 12,65”) × 36813792,2× [ sin(45° 0’ 20,05”) × 0° 17’ 58,94” + = cos(45° 0’ 20,05”) × 0° 57’ 14,52” × cos(−239° 10’ 13,04”)] (- 292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × [ (0° 42′ 25,83" × 0° 17’ 58,94” ) + (0° 42' 25,34" × 0° 57’ 14,52” × (−0° 30′ 44,96")] = (-292° 12’ 12,65”) × 36813792,2 × (-0° 08’ 01,5”) = 1438764725 Kemudian, memperhitungkan nilai 𝐿2 , sebagai syarat keadaan fase cincin, dengan rumus persamaan kuadrat: 190 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........, hlm.395. (𝑥 − 𝜉)2 + (𝑦 − 𝜂)2 = 𝐿2 2 …….(28).191 Dimana, (x, y) = titik koordinat kartesian pada pusat lingkaran. (𝜉 ,𝜂) = titik koordinat pengamat. Sehingga, perhitungannya adalah: ((−887,2050893) − 22350739,55)2 + (4941,048909 − 28835017,64)2 = 𝐿2 2. √((−887,2050893) − 22350739,55)2 + (4941,048909 − 28835017,64)2 = 𝐿2 √4,995952186 × 1014 + 8,311733162 × 1014 = 𝐿2 . 36479700,31 = 𝐿2 . Kemudian, dikarenakan T merupakan watu yang telah diperhitungkan dalam 𝐿2 (pada rumus ke-22), maka: T = - 0° 14’ 45,22”. Adapun T + t, menjadi waktu Epemeris yang sesuai dengan permulaan (atau akhir) pada saat terjadinya gerhana, sehingga: T + t = 15° 08′ 59" (perkiraan awal gerhana). Sehingga, dapat diperkirakan nilai t adalah: (-0° 14′ 45,22”) + t = 15° 08′ 59” t = 15° 08′ 59" – (-0° 14′ 45,22”) = 15° 23’ 44,22”. Pada waktu T + t, t dinyatakan dalam satuan jam, sehingga: x = xₒ + x`t.192 xₒ = x`t – x = ((-0° 0’ 2,5”) × 15° 23’ 44,22”) – (-887,2050893) = 887,1943979. y = yₒ + y`t.193 yₒ = y`t – y = (0° 0’ 5,21” × 15° 23’ 44,22”) – (4941,048909) = -4941,026628. ξ = ξₒ + ξ`t.194 ξₒ = ξ`t – ξ 191 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy......., hlm.396. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.396. 193 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.396. 194 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.396. 192 = ((-6530973862)× 15° 23’ 44,22”) – (22350739,55) = -1,005707208 × 1011 η = ηₒ + η`t.195 ηₒ = η`t – η = ((-8425693087) × 15° 23’ 44,22”) – (28835017,64) = -1,005707208 × 1011 Masing-masing nilai (x, y, hingga η˳) telah diketahui, maka untuk perhitungan awal atau akhir fase cincin, dapat diperhitungkan menggunakan rumus: [𝑥ₒ − 𝜉ₒ + 𝑡 (𝑥` − 𝜉`)]2 + [𝑦ₒ − 𝜂ₒ + 𝑡 (𝑦` − 𝜂`)]2 = 𝐿2 2 …..(29).196 [(887,1943979– (−1,005707208 × 1011 )) + (15° 23’ 44,22” × ((−0° 0’ 2,5”) − (−6530973862)))]2 + [((−4941,026628) − (−1,005707208 × 1011 )) + (15° 23’ 44,22” × (0° 0’ 5,21” − (−8425693087)))]2 = 𝐿2 2 [(1,005707208 × 1011 ) + (1,0054837 × 1011 )]2 + (1,297187409 × 1011 )]2 = 𝐿2 2 [(1,005707159 × 1011 ) + 4,044888868 × 1022 + 5,303323391 × 1022 = 𝐿2 2 9,348212259 × 1022 = 𝐿2 2 √9,348212259 × 1022 = 𝐿2 3,057484629 × 1011 = 𝐿2 . Kemudian, menghitung nilai bantuan, yakni M dan m, serta N dan n. m sin M = xₒ - ξₒ, m cos M = yₒ - ηₒ …..(30).197 n sin N = x` - ξ` n cos N = y` - η` ...…(31).198 Diketahui bahwa, nilai M diperoleh melalui tan M = (xₒ - ξₒ)/(yₒ - ηₒ), yang akan memberikan dua nilai pada M, yakni: tan M = (xₒ - ξₒ) = (887,1943979– (−1,005707208 × 1011 )) M = 1,005707208 × 1011 = 90 dan, tan M = (yₒ - ηₒ) = ((−4941,026628) + (−1,297480908 × 1011 )) 195 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.396. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.396. 197 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........, hlm.396. 198 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy........, hlm.396. 196 M = (−1,297480957 × 1011 ) = -90 Adapun nilai m diperoleh melalui rumus: √[(𝑥ₒ − 𝜉ₒ)2 + (𝑦ₒ − 𝜂ₒ)2 ] = m Sehingga, perhitungan ke-(30), dapat dijabarkan seperti: √[(𝑥ₒ − 𝜉ₒ)2 + (𝑦ₒ − 𝜂ₒ)2 ] × sin 𝑀 = xₒ - ξₒ, √([〖(887,1943979– (〖 − 1,005707208 × 10〗^11))〗^2 + 〖 ((−4941,026628) + (〖 − 1,297480908 × 10〗^11 ))〗^2]) × 1,005707208 × 1011 sin −90° = - sin 90° = - cos −90° = - cos 90° = - = (1,641616223 × 1011 )× -1 = 1,005707208 × 1011 . = -1,641616223 × 1011 = 1,005707208 × 1011 atau, √([〖(887,1943979– (〖 − 1,005707208 × 10〗^11))〗^2 + 〖 ((−4941,026628) + (〖 − 1,297480908 × 10〗^11 ))〗^2]) × 1,005707208 × 1011 = (1,641616223 × 1011 )× 1 = 1,005707208 × 1011 . = 1,641616223 × 1011 = 1,005707208 × 1011 dan √([〖(887,1943979– (〖 − 1,005707208 × 10〗^11))〗^2 + 〖 ((−4941,026628) + (〖 − 1,297480908 × 10〗^11 ))〗^2]) × 1,005707208 × 1011 = (1,641616223 × 1011 )× 0 = 1,005707208 × 1011 . = 0= (−1,297480957 × 1011 ) atau, √([〖(887,1943979– (〖 − 1,005707208 × 10〗^11))〗^2 + 〖 ((−4941,026628) + (〖 − 1,297480908 × 10〗^11 ))〗^2]) 1,005707208 × 1011 = (1,641616223 × 1011 )× 0 = 1,005707208 × 1011 . = 0= (−1,297480957 × 1011 ) × Adapun, nilai N diperoleh melalui tan N = (x` - ξ`)/(y` - η`), yang akan memberikan dua nilai pada M, yakni: tan N = (x` - ξ`) = ((−0° 0’ 2,5”)– (−6530973862)) = 6530973862 N = 90 dan tan N = (y` - η`) = (0° 0’ 5,21” − (−8425693087)) = 8425693087 N = 90 Adapun nilai n diperoleh melalui rumus: √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] = n Sehingga, perhitungan ke-(31), dapat dijabarkan seperti: √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] × sin 𝑁 = x` - ξ`, √[((−0° 0’ 2,5”)– (−6530973862))2 + (0° 0’ 5,21” − (−8425693087))2 ] × sin 90° = 6530973862 = 1,066048421 × 1010 × 1 = -638374568,8. = 1,066048421 × 1010 = -638374568,8. atau, √[((−0° 0’ 2,5”)– (−6530973862))2 + (0° 0’ 5,21” − (−8425693087))2 ] × sin − 90° = 6530973862 = 1,066048421 × 1010 × -1 = -638374568,8. = -1,066048421 × 1010 = -638374568,8 dan √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] × cos 𝑁 = y` - η`. √[((−0° 0’ 2,5”)– (−6530973862))2 + (0° 0’ 5,21” − (−8425693087))2 ] × cos 90° = 8425693087 = 1,066048421 × 1010 × 0 = 8425693087. = 0 = 8425693087. atau, √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] × cos 𝑁 = y` - η`. √[((−0° 0’ 2,5”)– (−6530973862))2 + (0° 0’ 5,21” − (−8425693087))2 ] cos −90° = 8425693087 = 1,066048421 × 1010 × 0 = 8425693087. = 0 = 8425693087. × Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan ini adalah, bahwa dalam hasil penentuan nilai M dan N, nilai yang dipilih untuk 𝐬𝐢𝐧 𝑴 atau 𝐬𝐢𝐧 𝑵 , haruslah memiliki kesamaan nilai (positif atau negatif) dengan (x˳- 𝝃ₒ).199 Sebagaimana dalam perhitungan ke (30), yakni pada rumus m sin M = xₒ - ξₒ, nilai 90 adalah nilai yang tepat untuk diterapkan pada jumlah nilai M. Hal ini dikarenakan, jika kita menggunakan nilai 90 pada perhitungan ke (30), maka jumlah sin 90° nilainya akan sama sebagaimana nilai (xₒ - ξₒ), yakni sama-sama bernilai positif200. Adapun dalam perhitungan ke (31), yakni pada rumus n sin N = x` - ξ`, nilai -90 adalah nilai yang tepat untuk diterapkan pada jumlah nilai N. Hal ini dikarenakan, jika kita menggunakan nilai -90 pada perhitungan ke (31), maka jumlah sin −90° nilainya akan sama sebagaimana nilai (x` - ξ`), yakni sama-sama bernilai negatif201. Setelah nilai N, n, M, serta m telah diketahui, maka rumus ke (30) dan (31) diaplikasikan ke dalam rumus (29), yang menjadi rumus ke (32), yang dapat dihitung dengan rumus: 𝑛2 𝑡 2 + 2𝑚𝑛𝑡 cos (𝑀 − 𝑁) + 𝑚2 − 𝐿2 2 = 0 ……(32).202 Sehingga, ( (1,066048421 × 1010 )2 × (15° 23’ 44,22”)2 ) + ((2 × ( 1,641616223 × 1011 ) × (1,066048421 × 1010 ) × 15° 23’ 44,22”) × cos((90) − (−90))) + ((1,641616223 × 1011 )2 ) – (36479700,31)2= 0. √(1,066048421 × 1010 ) × (15° 23’ 44,22”) + ((2 × (1,339008727 × 1010 ) × 867330572,3 × 15° 23’ 44,22” ) √(1,641616223 × 1011 ) − (36479700,31) = 0 × cos((90) − (−90)) ) + 405123,1027 + (-5,388596334 × 1022 ) + 405123,614 = 0. Kemudian menghitung sudut Ψ, dengan rumus: 𝐿2 sin Ψ = m sin (M - N) ….(33).203 𝐿2 sin Ψ = m sin (M) - m sin (N) sin Ψ = 𝑚 sin (𝑀) − 𝑚 sin (𝑁) sin Ψ = ((1,641616223×1011 ) ×sin (90° ) − ((1,641616223×1011 ) ×sin (−90° ) 199 𝐿2 (36479700,31)204 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.396. Nilai dari sin 90° = 1, nilai dari (x˳- ξ˳) adalah 1,005707208 × 1011 . 201 Nilai dari sin −90° = -1, nilai dari (x`- ξ`) adalah -638374568,8. 202 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.396. 203 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............, hlm.397. 204 Menggunakan hasil 𝐿2 pada rumus ke-(28). 200 Ψ = 4500,08144. Setelah menemukan nilai dari Ψ, kemudian menghitung t yang menggunakan rumus ke (34), yang didahului dengan mencari nilai dari 𝑳𝟐 𝐜𝐨𝐬 𝜳 (3,057484629×1011 ) 𝐜𝐨𝐬(4500,08144) = 𝒏 1,066048421×1010 Setelah itu, dapat dilakukan perhitungan: 𝑚 t=𝑡1 = - cos(𝑀 − 𝑁) ± 𝑛 =- 𝑚 cos(𝑀 − 𝑁) + 𝑛 (1,641616223×1011 ) (1,066048421×1010 ) 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 yakni: = -𝟐𝟖° 𝟒𝟎′ 𝟒𝟗, 𝟗𝟓" ……(34).205 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 × −1 + (−𝟐𝟖° 𝟒𝟎′ 𝟒𝟗, 𝟗𝟓") = 15,39907748 + (−𝟐𝟖° 𝟒𝟎′ 𝟒𝟗, 𝟗𝟓") = 𝟒𝟒° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟔𝟑" Karena hasilnya adalah 𝟒𝟒° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟔𝟑", maka harus disesuaikan dengan nilai waktu satu hari yakni 𝟐𝟒° 𝟎′ 𝟎". Maka 𝑡1 , 𝟒𝟒° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟔𝟑" - 𝟐𝟒° 𝟎′ 𝟎" = 𝟐𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟔𝟑". dan 𝑡2 = - 𝑚 =- 𝑛 cos(𝑀 − 𝑁) − 𝐿2 cos 𝛹 (1,641616223×1011 ) (1,066048421×1010 ) 𝑛 × −1 − (−𝟐𝟖° 𝟒𝟎′ 𝟒𝟗, 𝟗𝟓") = 15,39907748 - (−𝟐𝟖° 𝟒𝟎′ 𝟒𝟗, 𝟗𝟓") = -𝟏𝟑° 𝟏𝟔′ 𝟓𝟑, 𝟐𝟕" Maka hasil awal waktu gerhana, 𝑇1 − 𝑚1 𝑛1 cos (𝑀1 − 𝑁1 ) − 𝜏1 adalah, 𝟒𝟒° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟔𝟑" − 𝟏𝟑° 𝟏𝟔′ 𝟓𝟑, 𝟐𝟕" = 𝟑𝟎° 𝟒𝟕′ 𝟓𝟑, 𝟑𝟔". 205 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.397. Karena hasilnya adalah 𝟑𝟎° 𝟒𝟕′ 𝟓𝟑, 𝟑𝟔" (lebih dari 24 jam), maka hasil itu harus dibagi 2, karena durasi gerhana terdiri dari awal dan akhir gerhana, maka 𝟑𝟎° 𝟒𝟕′ 𝟓𝟑, 𝟑𝟔" ÷ 2 = 𝟏𝟓° 𝟐𝟑′ 𝟓𝟔, 𝟔𝟖" Maka, awal gerhana pada tanggal 10 Mei 1994, terjadi pada pukul 𝟏𝟓° 𝟐𝟑′ 𝟓𝟔, 𝟔𝟖" GMT. Lampiran VI Tahap Perhitungan Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy pada tanggal 9 Maret 2016. Tahap perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. Elemen Bessel (x, y, sin 𝑑, cos 𝑑, 𝜇, 𝑙1 dan 𝑙2 ) a. Elemen x, y, sin 𝑑 dan cos 𝑑. Data Perhitungan 9 Maret 2016 Matahari206 206 Bulan207 Data Matahari yang terdiri atas asensio rekta (RA), deklinasi serta jarak geosentris, diperoleh melalui data Epemeris tanggal 9 Maret 2016. 207 Data Bulan, yakni letak koordinat Bulan (lattitude dan longitude), diperoleh melalui data Epemeris tanggal 9 Maret 2016. Sedangkan data Bulan lainnya, yakni poros semimayor diperoleh melalui data NASA, 𝜶 349° 44’ 53,38” 𝜶𝟏 r 1° 00’ 36” 𝒓𝟏 -4° 24’ 41,1” 𝜹 0° 22’ 25,75” 347° 44’ 31,52” 𝜹𝟏 0° 00’ 09,36” B a d 0° 00’ 09,27” 350° 37’ 55,84” a` -5° 19’ 13,99” 350° 40’ 00,23” -5° 18′ 54,87" d` Keterangan: 𝜶 = asensio rekta Matahari 𝜹 = deklinasi Matahari 𝜶𝟏 = letak koordinat Bulan (lattitude) 𝜹𝟏 = letak koordinat Bulan (longitude) r = jarak geosentris Matahari (1 AU) 𝒓𝟏 = jarak Bulan dari Bumi (AU) b = 𝒓𝟏 208 𝒓 d=δMaka, x x a 𝑏 1−𝑏 =α– 𝑏 sec 𝛿 cos 𝛿1 1−𝑏 (α1 − 𝑎)209 (𝛿1 - δ)210 = r cos 𝛿 sin(𝛼 − 𝑎)...(5)211 = 1° 00’ 36” × cos(−4° 24’ 41,1”)×sin(349° 44′ 53,38" − 350° 37’ 55,84” ) = -𝟎° 0’ 55,93” sedangkan x` = r cos 𝛿` sin(𝛼` − 𝑎`) = 1° 00’ 36” × cos(−4° 24′ 19,96”)×sin(349° 45′ 43, 22" − 350° 40’ 0,23”) = 1° 00’ 36” × 0° 59’ 49,36” × (-0° 0’ 56,84” ) https://nssdc.gsfc.nasa.gov/planetary/factsheet/moonfact.html. Sedangkan data jarak Bulan dari Bumi, diperoleh melalui laman NASA, yakni https://en.wikipedia.org/wiki/Astronomical_unit. 208 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.392. 209 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.392. 210 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.392. 211 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.391. x` = -𝟎° 0’ 57,24” Adapun: y = r [sin δ cos d – cos δ sin d cos (α – a)]…..(6)212 = 1° 00’ 36” × [sin(−4° 24′ 41,1") × cos −5° 19′ 13,99" - cos(−4° 24’ 41,1”) × y sin(−5° 19′ 13,99") × cos(349° 44′ 53,38" − 350° 37′ 55,84")] = 𝟎° 0’ 57,65” sedangkan y` = r [sin δ` cos d` – cos δ` sin d` cos (α` – a`)] = 1° 00’ 36” × [sin(−4° 24′ 19,96”) × cos(−5° 18′ 54,87") - cos(−4° 24′ 19,96”) × sin(−5° 18′ 54,87") × cos(349° 45′ 43,22" − 350° 40′ 0,23")] = 1° 00’ 36” × [(-0° 04’ 36,54” × 0° 59’ 44,52”) – (0° 59’ 49,36”× (-0° 05’ 33,49”) × 0° 59′ 59,55")] y` = 1° 00’ 36” × [-0° 04’ 35,33” – (-0° 05’ 32,46”)] = 𝟎° 0’ 57,7” 𝐬𝐢𝐧 𝒅 = sin(−5° 19’ 13,99”) = -𝟎° 𝟎𝟓′ 𝟑𝟑, 𝟖𝟐" 𝐜𝐨𝐬 𝒅 = cos(−5° 19’ 13,99”) = 𝟎° 59’ 44,49” Sehingga, nilai x, y 𝐬𝐢𝐧 𝒅 dan 𝐜𝐨𝐬 𝒅 adalah: X Y -𝟎° 0’ 55,93” 𝟎° 0’ 57,65” b. Elemen 𝜇. 212 𝐬𝐢𝐧 𝒅 𝐜𝐨𝐬 𝒅 -𝟎° 05’ 33,82” 𝟎° 𝟓𝟗’ 𝟒𝟒, 𝟒𝟗” Data Perhitungan G a 167° 05’ 22,53” G` 350° 37’ 55,84” 182° 07’ 50,08” 350° 40’ 0,23” a` William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.391. Keterangan: G = Waktu sideris Epimeris213. Maka, 𝜇 = G - 𝛼214 = 167° 05’ 22,53” - 350° 37’ 55,84” 𝝁 = -𝟏𝟖𝟑° 32’ 33,31” Variasi μ pada tiap jam (μ`): 𝜇` = G` - 𝛼` 𝜇` = 182° 07’ 50,08” – 350° 40’ 0,23” = -168° 32’ 10,15” c. Elemen f1 dan f2 . Data Perhitungan R k r b 0° 16’ 6,48” 0° 16’ 33,02” 1° 00’ 36” 0° 0’ 9,27” Keterangan: R = jarak semidiameter Matahari.215 k = jarak semidiameter Bulan. Menggunakan rumus: 𝑠𝑖𝑛𝑓1 = = 𝑅+𝑘 𝑟 (1−𝑏) …..(14).216 0° 16′ 6,48" +0° 16′ 33,02" 1° 00’ 36” × (1−0° 0’ 9,27”) 𝑠𝑖𝑛𝑓1 = 0° 32’ 25,11” 𝒇𝟏 = 𝟑𝟐° 42’ 16,67” 𝑠𝑖𝑛𝑓2 = 213 𝑅−𝑘 𝑟 (1−𝑏) = ……(15).217 0° 16′ 6,48" +0° 16′ 33,02" 1° 00’ 36” × (1−0° 0’ 9,27”) https://nssdc.gsfc.nasa.gov/planetary/factsheet/earthfact.html. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.392. 215 Data Epemeris tanggal 10 Mei 1994. 216 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............., hlm.393. 217 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.393. 214 𝑠𝑖𝑛𝑓2 = -0° 0’ 26,35” = -𝟎° 25’ 9,76” 𝒇𝟐 d. Elemen L1 dan L2 . Menggunakan rumus, 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 ……(19). 𝑙2 = 𝑧2 tan 𝑓2 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 ……(20). Titik z merupakan titik koordinat pada garis MF pada gambar. Dikarenakan nilai titik z belum diketahui, maka titik z dicari dengan menggunakan rumus trigonometri, sebagaimana perhitungan berikut: C (B) f1 (C)V1 M F (A) Keterangan: 𝑉1M = k csc 𝑓1 MF = Garis titik koordinat z 𝑓1 = Sudut puncak kerucut daerah penumbra Sehingga, untuk mencari z (MF), terlebih dahulu mencari sisi 𝑉1C (a), dikarenakan sisi a telah memiliki besaran sudut, yakni 90° . Untuk mencari sisi a, maka menggunakan persamaan sinus: 𝑎 sin 𝐴 𝑎 sin 90° 𝑎 1 = = 𝑐 sin 𝐶 0° 16’ 6,48” sin 32° 42’ 16,67” = 0° 16’ 6,48” 0° 32′ 25,11" 𝑉1C (a) = 0° 29′ 48,76". Setelah menemukan panjang sisi 𝑉1C, maka selanjutnya adalah mencari sisi 𝑉1F (b), menggunakan rumus trigonometri sebagai berikut: b = √𝑎2 − 𝑐 2 = √(0° 29′ 48,76")2 − (0° 16′ 6,48")2 = √0° 14′ 48,8" − 0° 04′ 19,47" b = 0° 25′ 05,19" Setelah mengetahui panjang sisi 𝑉1 F, maka selanjutnya sisi MF (titik koordinat z), dapat dihitung dengan perhitungan: 𝑽𝟏 F = 𝑽𝟏 M + MF 0° 25′ 05,19" = k csc 𝑓1 + MF 0° 25′ 05,19" = (0° 16’ 33,02” × (csc(32° 42’ 16,67”))) + MF 0° 25′ 05,19" = 0° 30′ 37,88" + MF 0° 25′ 05,19" - 0° 30′ 37,88" = MF - 𝟎° 𝟎𝟓′ 𝟑𝟐, 𝟔𝟗" = MF. Dari penjelasan tersebut, telah diketahui bahwa nilai dar titik koordinat z adalah: - 0° 5’ 32,69”. Namun, koordinat z (MF) tersebut, diukur dalam fungsi ⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝐹𝑀 , yang berarti bahwa garis (titik koordinat) tersebut, memiliki nilai dengan arah positif. Maka, hasil tersebut menjadi, z (𝒛𝟏 ) = 𝟎° 5’ 32,69”. Mencari nilai koordinat z pada puncak kerucut penumbra: 𝑐1 = 𝑧1 + k cosec 𝑓1 …...(16).218 = 0° 5’ 32,69” + (0° 16’ 33,02” × (csc(32° 42’ 16,67”))) = 0° 5’ 32,69” + 0° 30’ 37,88” 𝒄𝟏 = 𝟎° 36’ 10,57” Sedangkan nilai koordinat z pada puncak kerucut umbra: 𝑐2 = 𝑧1 - k cosec 𝑓2 ….(17).219 218 219 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............, hlm.393. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.............., hlm.393. = 0° 5’ 32,69” - (0° 16’ 33,02” × (csc(−0° 25’ 9,76”))) = 0° 5’ 32,69” – (-37° 41’ 08,52”) 𝒄𝟐 = 𝟑𝟕° 46’ 41,21” Mencari nilai 𝑙1 dan 𝑙2 (sebagai jari-jari pada lingkaran di mana kerucut penumbra dan umbra berpotongan pada bidang dasar), menggunakan rumus: 𝑙1 = 𝑧1 tan 𝑓1 + k 𝑠𝑒𝑐𝑓1 220 = (0° 5’ 32,69” × tan 32° 42’ 16,67”) + (0° 16’ 33,02” × (sec(32° 42’ 16,67”))) = 0° 3’ 33,62” + 0° 19’ 40,11” 𝒍𝟏 = 𝟎° 23’ 13,73” 𝑙2 = 𝑧1 tan 𝑓2 - k 𝑠𝑒𝑐𝑓2 .221 = (0° 5’ 32,69” × tan(−0° 25’ 9,76”)) - (0° 16’ 33,02” × (sec((−0° 25’ 9,76”))) = -0° 0’ 2,44” - 0° 16’ 33,05” 𝒍𝟐 = - 𝟎° 16’ 35,49” 4. Perhitungan Gerhana pada Tiap Tempat Dalam perhitungan gerhana pada tiap tempat, terlebih dahulu kita menghitung jari-jari pada bidang KH yang disebut z = ζ, yang ditentukan oleh 𝐿1 dan 𝐿2 . Namun, dikarenakan nilai pada bidang KH belum diketahui, maka kita harus mencari terlebih dahulu besarannya, dengan: KH = CD Gunakan segitiga DV1 C, V1 K D 220 221 G H C William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.............., hlm.394. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.............., hlm.393. F Diketahui: 𝑉1C = 0° 29′ 48,76". 𝑉1F = 0° 25′ 05,19". Maka sisi FC adalah: FC = √V1 𝐶 2 − 𝑉1 𝐹 2 = √(0° 29′ 48,76")2 − (0° 25′ 05,19")2 = √0° 14′ 48,8" − 0° 10′ 29,33" FC = √0° 04′ 19,47" = 𝟎° 𝟏𝟔′ 𝟔, 𝟒𝟖" Sehingga karena FC=DF, maka: CD = (𝟎° 𝟏𝟔′ 𝟔, 𝟒𝟖")𝟐 = 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟏𝟗, 𝟒𝟕" Dari perhitungan di atas, telah diketahui bahwa nilai CD adalah 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟏𝟗, 𝟒𝟕". Maka, dapat disimpulkan bahwa panjang sisi KH adalah sama besarnya denga sisi CD, dikarenakan garis KH dengan CD adalah sejajar. KH (ζ) = 𝟎° 𝟎𝟒′ 𝟏𝟗, 𝟒𝟕". Dalam gambar, garis GH = 𝐿1 dan GT = 𝐿2 , dan dalam permisalan garis GH dan GT, garis FG = ζ. Maka, FG = KH. Sehingga, mencari nilai 𝐿1 dan 𝐿2 dengan perhitungan: 𝐿1 = 𝑙1 – ζ tan 𝑓1 ….(21).222 = 0° 23’ 13,73” – (0° 04′ 19,47" × (tan 32° 42’ 16,67”)) 𝑳𝟏 = 0° 23’ 13,73” - 0° 02’ 46,61” = 𝟎° 20’ 27,12”.223 𝐿2 = 𝑙2 – ζ tan 𝑓2 ….(22).224 = (- 0° 16’ 35,49”) – (0° 04′ 19,47" × (tan −0° 25’ 9,76”)) = (- 0° 16’ 35,49”) – (-0° 00’ 01,9”) 𝑳𝟐 = - 𝟎° 16’ 33,59”.225 Kemudian, menghitung segitiga APX atau (ξ, η, ζ), menggunakan rumus: ξ = ρ cos Φ` sin ℎ ……….(24). 222 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.393. 𝐿1 selalu bernilai positif. 224 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy.........., hlm.394. 225 𝐿2 bernilai negatif. 223 η = ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] …..(25), ζ = ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26). Dimana: Φ` = lintang geosentris = tan 𝛷 : 1 - 𝑒 2 × 𝑅 𝑅𝑁 𝑁 +ℎ × tan 𝛷 h (XPC) = μ – λ – 1.0027∆T.226 = (-183° 32’ 33,31”) - 0° 0’ 5,31”- 1,0027 × 69 Dimana, λ merupakan bujur barat Greenwich. XPC = -𝟐𝟓𝟐° 43’ 49,3”. Maka, sebelum menghitung rumus ke-24 hingga rumus ke-26, terlebih dahulu kita mencari nilai garis lintang geosentris (Φ`). Φ` = tan 𝛷` : 1 - 𝑒 2 × 𝑅 dimana, e 𝑅𝑁 𝑁 +ℎ × tan 𝛷.227 = √2𝑓 − 𝑓 2 228 = √(2 × 0° 0′ 12,07") − (0° 0′ 12,07")2 = √0° 0’ 24,14” − 0° 0’ 00,04” 𝑅𝑁 = 0° 04’ 54,75”229 𝑎230 = √1−𝑒 2 = = = 𝑠𝑖𝑛2 𝛷 . 231 6378,137 2 √1−(0° 04’ 54,75”) 𝑠𝑖𝑛2 (−02° 46′ 20") 6378,137 √1−0° 00′ 24,13" ×0° 0′ 8,42" 6378,137 0° 59′ 59,97" = 6378,190152. Sehingga, lintang geosentris nya adalah: Φ` 226 = 1 - 𝑒2 × 𝑅 𝑅𝑁 𝑁 +ℎ × tan 𝛷. William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............, hlm.395. James R. Clynch, “Geodetic Coordinate Conversions”, Naval Postgraduate, (2002), hlm.1. 228 George H. Born, Geodetic and Geocentric Latitude, (tt: tp, tth), hlm.2. 229 e, merupakan nilai eksentrisitas, yang dihasilkan dari rumus akar kuadran perkalian f atau flattening 𝑎 (ellipticity), di mana f = (b = 6356.752/jari-jari kutub), untuk WGS-84. 𝑎−𝑏 230 a merupakan jari-jari ekuator. 231 James R. Clynch, Geodetic Coordinate Conversions, hlm.1. 227 6378,190152 = 1 – (0° 04’ 54,75”)2 × 6378,190152+(−252° 43’ 49,3”) × tan(−2° 46′ 20") = 1 - 0° 00′ 24,13" × 1° 02’ 28,53” × (-0° 02′ 54,32") tan Φ` = 1° 00′ 01,22" = 45° 0’ 34,94”. Φ` Adapun menghitung ρ (jarak pengamat), mengunakan rumus: r = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 .232 sehingga, sebelum menghitung r, terlebih dahulu kita (x, y, z)233, menggunakan rumus: x y z = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × cos λ. = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × sin 𝜆. = ([1 - 𝑒 2 ] × 𝑅𝑁 + h) × sin Φ.234 Maka, x = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × cos λ. = (6378,190152 + (-252° 43’ 49,3”)) × cos(−2° 46′ 20") × cos(104° 24′ 53") = 6125° 27′ 35,25" × 0° 59′ 55,79" × (-0° 14′ 56,18" ) = -1523,081909. y = (𝑅𝑁 + h) × cos Φ × sin 𝜆. = (6378,190152 + (-252° 43’ 49,3”)) × cos(−2° 46′ 20") × sin(104° 24′ 53") = 6125° 27′ 35,25" × 0° 49′ 00,44" × 0° 58’ 06,67” = 4845,703746. z = ([1 - 𝑒 2 ] × 𝑅𝑁 + h) × sin Φ. = ([1 – (0° 04’ 54,75”)2 ] × 6378,190152 + (-252° 43’ 49,3”)) × sin(−2° 46′ 20"). = ([1 – 0° 00′ 24.13"] × 6378,190152 + (-252° 43’ 49,3”)) × (-0° 2′ 54,12"). = ((0° 59′ 35,87" × 6378,190152) + ((-252° 43’ 49,3”) × (-0° 2′ 54,12")). = 6335° 26′ 18,82" × 12° 13′ 25,41". = 77442,65873. Setelahnya, maka menghitung r, yakni mengunakan rumus: r = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 . = √(−1523,081909)2 + (4845,703746)2 + (77442,65873)2 = √2319778,502 + 23480844,79 + 5997365391 r (ρ) = 6020847759. 232 James R. Clynch, Geodetic Coordinate Concertions, hlm.4. x, y, dan z merupakan koordinat kartesian. 234 James R. Clynch, Geodetical Coordinate Conversions, hlm.3. 233 Setelah diketahui nilai dari ρ, Φ` serta h, maka dapat dilakukan perhitungan segitiga APX, yakni dengan rumus: ξ = ρ cos Φ` sin ℎ ……….(24).235 = 6020847759 × cos(45° 0’ 34,94”) × sin(−252° 43’ 49,3”) = 4064763292. η = ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] …..(25).236 = 6020847759× [ sin(45° 0’ 34,94”) × 0° 59’ 44,49” − cos(45° 0’ 34,94”) × −0° 5’ 33,82” × cos(−252° 43’ 49,3”)] = 6020847759 × [( 0° 42′ 26,02" × 0° 59’ 44,49”) - 0° 42' 25,15" × −0° 5’ 33,82” × (−0° 17′ 48,73")] = 4122588014. ζ = ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26).237 = 6020847759× [(sin(45° 0’ 34,94”) × (−0° 5’ 33,82”)) + (cos(45° 0’ 34,94”) × 0° 59’ 44,49” × cos(−252° 43’ 49,3”))] = 6020847759 × [ (0° 42′ 26,02" × (-0° 5’ 33,82”) )+ (0° 42' 25,15" × 0° 59’ 44,49” × (−0° 17′ 48,73"))] = -1653071860. Mencari koreksi (ξ, η, ζ) per jam, yakni (ξ`, η`, ζ`) dengan rumus: ξ` = μ`ρ cos Φ` sin ℎ η` = μ`ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ] ζ` = μ`ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] Sehingga perhitungannya adalah, ξ` = μ`ρ cos Φ` sin ℎ.238 = (-168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × cos(45° 0’ 34,94”) × sin(−252° 43’ 49,3”) = (-168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × 0° 42’ 25,15” × (-0° 17’ 48,73”) = 2,12974253 × 1011 . η` = μ`ρ [sin 𝛷` cos 𝑑 − cos 𝛷` sin 𝑑 cos ℎ]. = (- 168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × [( sin(45° 0’ 34,94”) × 0° 59’ 44,49”) − (cos(45° 0’ 34,94”) × (−0° 5’ 33,82”) × cos(−252° 43’ 49,3”))] 235 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy, (Great Britain: University Press, Cambridge, 1977), hlm.395. 236 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.395. 237 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.395. 238 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy..........., hlm.395. = (- 168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × [( 0° 42′ 26,02" × 0° 59’ 44,49”)(0° 42' 25,15" × (−0° 5’ 33,82”) × (−0° 17′ 48,73"))] = (-168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × 0° 41′ 04,99" = -6,948057164 × 1011 . ζ ` = μ`ρ [sin 𝛷` sin 𝑑 + cos 𝛷` cos 𝑑 cos ℎ] …..(26). = (- 168° 32’ 10,15”) × 6020847759× [( sin(45° 0’ 34,94”) × (−0° 5′ 33,82")) + = cos(45° 0’ 34,94”) × 0° 59’ 44,49” × cos(−252° 43’ 49,3”)] (- 168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × [ (0° 42′ 26,02" × (- 0° 5’ 33,82”) ) + (0° 42' 25,15" × 0° 59’ 44,49” × (−0° 17′ 48,73"))] = (-168° 32’ 10,15”) × 6020847759 × (-0° 16’ 28,41”) = 2,786027197 × 1011 . Kemudian, memperhitungkan nilai 𝐿2 , sebagai syarat keadaan fase cincin, dengan rumus persamaan kuadrat: (𝑥 − 𝜉)2 + (𝑦 − 𝜂)2 = 𝐿2 2 …….(28). Dimana, (x, y) = titik koordinat kartesian pada pusat lingkaran. (𝜉 ,𝜂) = titik koordinat pengamat. Sehingga, perhitungannya adalah: ((−1523,081909) − 4064763292)2 + (4845,703746 − 4122588014)2 = 𝐿2 2. √1,6522313 × 1019 + 1,699569198 × 1019 = 𝐿2 . 5789473636 = 𝐿2 . Kemudian, dikarenakan T merupakan watu yang telah diperhitungkan dalam 𝐿2 (pada rumus ke-22), maka: T = -0° 16′ 33,59". Adapun T + t, menjadi waktu Epemeris yang sesuai dengan permulaan (atau akhir) pada saat terjadinya gerhana, sehingga: T + t = 15° 08′ 59" (perkiraan awal gerhana). Sehingga, dapat diperkirakan nilai t adalah: (-0° 16′ 33,59") + t = 23° 30′ 59” t = 23° 30′ 59" – (-0° 16′ 33,59”) = 23° 47’ 32,59”. Pada waktu T + t, t dinyatakan dalam satuan jam, sehingga: x = xₒ + x`t xₒ = x`t – x = ((-0° 0’ 57,24”) × 23° 47’ 32,59”) – (-1523,081909) = 1522,70361 y = yₒ + y`t, yₒ = y`t – y = (0° 0’ 57,65” × 23° 47’ 32,59”) – (4845,703746) = -4845,322737. ξ = ξₒ + ξ`t, ξₒ = ξ`t – ξ = ((2,12974253 × 1011 )× 23° 47’ 32,59”) – (4064763292) = 5,063100896 × 1012 . η = ηₒ + η`t. ηₒ = η`t – η = ((-6,948057164 × 1011 ) × 23° 47’ 32,59”) – (4122588014) = -1,653520846 × 1013 . Masing-masing nilai (x, y, hingga η˳) telah diketahui, maka untuk perhitungan awal atau akhir fase cincin, dapat diperhitungkan menggunakan rumus: [𝑥ₒ − 𝜉ₒ + 𝑡 (𝑥` − 𝜉`)]2 + [𝑦ₒ − 𝜂ₒ + 𝑡 (𝑦` − 𝜂`)]2 = 𝐿2 2 …..(29). [(1522,70361– (5,063100896 × 1012 )) + (23° 47’ 32,59” × ((−0° 0’ 57,24”) − (−2,12974253 × 1011 )))]2 + [((−4845,322737) − (−1,653520846 × 1013 )) + (23° 47’ 32,59” × (0° 0’ 57,65” − (−6,948057164 × 1011 )))]2 = 𝐿2 2 [(−5,063100894 × 1012 ) + (5,067165659 × 1012 )]2 + [(1,653520846 × 1013 ) + (1,653108588 × 1013 )]2 = 𝐿2 2 1,652231451 × 1019 + 1,093379821 × 1027 = 𝐿2 2 1,093379838 × 1027 = 𝐿2 2 √1,093379838 × 1027 = 𝐿2 3,306629459 × 1013 = 𝐿2 . Kemudian, menghitung nilai bantuan, yakni M dan m, serta N dan n. m sin M = xₒ - ξₒ, m cos M = yₒ - ηₒ …..(30), n sin N = x` - ξ` n cos N = y` - η` ...…(31). Diketahui bahwa, nilai M diperoleh melalui tan M = (xₒ - ξₒ)/(yₒ - ηₒ), yang akan memberikan dua nilai pada M, yakni: tan M = (xₒ - ξₒ) = (1522,70361 – (5,063100896 × 1012 )) M = -5,063100894 × 1012 = -90 atau, tan M = (yₒ - ηₒ) = ((−4845,322737) − (−1,653520846 × 1013 )) M = 1,653520846 × 1013 = 90 Adapun nilai m diperoleh melalui rumus: √[(𝑥ₒ − 𝜉ₒ)2 + (𝑦ₒ − 𝜂ₒ)2 ] = m Sehingga, perhitungan ke-(30), dapat dijabarkan seperti: √[(𝑥ₒ − 𝜉ₒ)2 + (𝑦ₒ − 𝜂ₒ)2 ] × sin 𝑀 = xₒ - ξₒ, √([(1522,70361 – (〖5,063100896 × 10〗^12 ))^2 + ((−4845,322737) − (− 〖1,653520846 × 10〗^13 ))^2 ] ) × sin 90° = -5,063100894 × 1012 = (1,729300753 × 1013 )× 1 = -5,063100894 × 1012 . = 1,729300753 × 1013 = -5,063100894 × 1012 atau, √([(1522,70361 – (〖5,063100896 × 10〗^12 ))^2 + ((−4845,322737) − (− 〖1,653520846 × 10〗^13 ))^2 ] ) × sin −90° = -5,063100894 × 1012 = (1,729300753 × 1013 )× -1 = -5,063100894 × 1012 . = -1,729300753 × 1013 = -5,063100894 × 1012 dan √[(𝑥ₒ − 𝜉ₒ)2 + (𝑦ₒ − 𝜂ₒ)2 ] × cos 𝑀 = yₒ - ηₒ. √([(1522,70361 – (〖5,063100896 × 10〗^12 ))^2 + ((−4845,322737) − (− 〖1,653520846 × 10〗^13 ))^2 ] ) × cos 90° = -5,063100894 × 1012 = (1,729300753 × 1013 )× 0 = -5,063100894 × 1012 . = 0 = -5,063100894 × 1012 atau, √([(1522,70361 – (〖5,063100896 × 10〗^12 ))^2 + ((−4845,322737) − (− 〖1,653520846 × 10〗^13 ))^2 ] ) × cos −90° = -5,063100894 × 1012 = (1,729300753 × 1013 )× 0 = -5,063100894 × 1012 . = 0 = -5,063100894 × 1012 Adapun, nilai N diperoleh melalui tan N = (x` - ξ`)/(y` - η`), yang akan memberikan dua nilai pada M, yakni: tan N = (x` - ξ`) = ((−0° 0’ 57,24”)– 2,12974253 × 1011 ) N = -2,12974253 × 1011 = -90 atau, tan N = (y` - η`) = (0° 0’ 57,65” − (−6,948057164 × 1011 )) N = 6,948057064 × 1011 = 90 Adapun nilai n diperoleh melalui rumus: √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] = n Sehingga, perhitungan ke-(31), dapat dijabarkan seperti: √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] × sin 𝑁 = x` - ξ`, √[((−0° 0’ 57,24”)– 2,12974253 × 1011 )2 + (0° 0’ 57,65” − (−6,948057164 × 1011 ))2 ] × sin 90° = -2,12974253 × 1011 . = (7,267138378 × 1011 ) × 1 = -2,12974253 × 1011 . = 7,267138378 × 1011 = -2,12974253 × 1011 . atau, √[((−0° 0’ 57,24”)– 2,12974253 × 1011 )2 + (0° 0’ 57,65” − (−6,948057164 × 1011 ))2 ] × sin −90° = -2,12974253 × 1011 . = (7,267138378 × 1011 ) × -1 = -2,12974253 × 1011 . = -7,267138378 × 1011 = -2,12974253 × 1011 , dan √[(𝑥` − 𝜉`)2 + (𝑦` − 𝜂`)2 ] × cos 𝑁 = y` - η`. √[((−0° 0’ 57,24”)– 2,12974253 × 1011 )2 + (0° 0’ 57,65” − (−6,948057164 × 1011 ))2 ] × cos 90° = 6,948057064 × 1011 = 7,267138378 × 1011 × 0 = 6,948057064 × 1011 . = 0 = 6,948057064 × 1011 . atau, √[((−0° 0’ 57,24”)– 2,12974253 × 1011 )2 + (0° 0’ 57,65” − (−6,948057164 × 1011 ))2 ] × cos −90° = 6,948057064 × 1011 = 7,267138378 × 1011 × 0 = 6,948057064 × 1011 . = 0 = 6,948057064 × 1011 . Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan ini adalah, bahwa dalam hasil penentuan nilai M dan N, nilai yang dipilih untuk 𝐬𝐢𝐧 𝑴 atau 𝐬𝐢𝐧 𝑵 , haruslah memiliki kesamaan nilai (positif atau negatif) dengan (x˳- 𝝃ₒ).239 Sebagaimana dalam perhitungan ke (30), yakni pada rumus m sin M = xₒ - ξₒ, nilai -90 adalah nilai yang tepat untuk diterapkan pada jumlah nilai M. Hal ini dikarenakan, jika kita menggunakan nilai -90 pada perhitungan ke (30), maka jumlah sin −90° nilainya akan sama sebagaimana nilai (xₒ - ξₒ), yakni sama-sama bernilai negatif240. Adapun dalam perhitungan ke (31), yakni pada rumus n sin N = x` - ξ`, nilai -90 adalah nilai yang tepat untuk diterapkan pada jumlah nilai N. Hal ini dikarenakan, jika kita menggunakan nilai -90 pada perhitungan ke (31), maka jumlah sin −90° nilainya akan sama sebagaimana nilai (x` - ξ`), yakni sama-sama bernilai negatif241. Setelah nilai N, n, M, serta m telah diketahui, maka rumus ke (30) dan (31) diaplikasikan ke dalam rumus (29), yang menjadi rumus ke (32), yang dapat dihitung dengan rumus: 𝑛2 𝑡 2 + 2𝑚𝑛𝑡 cos (𝑀 − 𝑁) + 𝑚2 − 𝐿2 2 = 0 ……(32). Sehingga, ( (7,267138378 × 1011 )2 × (23° 47’ 32,59”)2 ) + ((2 × (1,729300753 × 1013 ) × (7,267138378 × 1011 ) × 23° 47’ 32,59”) × cos((−90) − (−90))) + ((1,729300753 × 1013 )2 ) – (5789473636)2= 0. 239 William Marshall Smart, Textbook on Spherical Astronomy............., hlm.396. Nilai dari sin −90° = -1, nilai dari (x˳- ξ˳) adalah -9855404725. 241 Nilai dari sin −90° = -1, nilai dari (x`- ξ`) adalah -638374568,8. 240 √(7,267138378 × 1011 ) × (23° 47’ 32,59”) + ((2 × (1,729300753 × 1013 ) × (7,267138378 × 1011 ) × 23° 47’ 32,59” ) × √(1,729300753 × 1013 ) − 5789473636 = 0 cos((−90) − (−90)) ) + 20282417,31 + (5,980010621 × 1026 ) + 4157790,045 = 0. Kemudian menghitung sudut Ψ, dengan rumus: 𝐿2 sin Ψ = m sin (M - N) ….(33) 𝐿2 sin Ψ = m sin (M) - m sin (N) sin Ψ = 𝑚 sin (𝑀) − 𝑚 sin (𝑁) sin Ψ = ((1,729300753×1013 ) ×sin (−90° ) )− ((1,729300753×1013 ) ×sin (−90° )) 𝐿2 5789473636 Ψ = -𝟐𝟗𝟖𝟔, 𝟗𝟕𝟒𝟎𝟓𝟑 dan +𝟐𝟗𝟖𝟔, 𝟗𝟕𝟒𝟎𝟓𝟑. Setelah menemukan nilai dari Ψ, kemudian menghitung t yang menggunakan rumus ke (34), yang didahului dengan mencari nilai dari 𝑳𝟐 𝐜𝐨𝐬 𝜳 𝒏 = (3,306629459×1013 ) cos(2986,974053) (7,267138378×1011 ) Setelah itu, dapat dilakukan perhitungan: t=- 𝑚 𝑡1 = - =- cos(𝑀 − 𝑁) ± 𝑛 𝑚 𝑛 cos(𝑀 − 𝑁) + (1,729300753×1013 ) =- 𝑛 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 𝑚 𝐿2 cos 𝛹 cos(𝑀 − 𝑁) − (1,729300753×1013 ) (7,267138378×1011 ) = -𝟑𝟕° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟗𝟒" yakni: ……(34). × 1 + (−𝟏𝟑° 𝟏𝟕′ 𝟎, 𝟕𝟐") 𝑛 𝑛 = -𝟏𝟑° 𝟏𝟕′ 𝟎, 𝟕𝟐" (7,267138378×1011 ) = -𝟏𝟎° 𝟑𝟎′ 𝟒𝟓, 𝟓". 𝑡2 = - 𝐿2 cos 𝛹 𝐿2 cos 𝛹 𝑛 × 1 − (−𝟏𝟑° 𝟏𝟕′ 𝟎, 𝟕𝟐") Karena hasilnya adalah - 𝟑𝟕° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟗𝟒" , maka harus disesuaikan dengan nilai waktu satu hari yakni 𝟐𝟒° 𝟎′ 𝟎". Maka 𝑡1 , 𝟑𝟕° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟗𝟒" - 𝟐𝟒° 𝟎′ 𝟎" = 𝟏𝟑° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟗𝟒". Maka hasil awal waktu gerhana, 𝑇1 − 𝑚1 𝑛1 cos (𝑀1 − 𝑁1 ) − 𝜏1 adalah, -𝟏𝟎° 𝟑𝟎′ 𝟒𝟓, 𝟓" − (𝟑𝟕° 𝟎𝟒′ 𝟒𝟔, 𝟗𝟒") = -𝟐𝟑° 𝟒𝟕′ 𝟒𝟔, 𝟐𝟐" 𝐆𝐌𝐓242 . Maka, awal waktu gerhana Matahari pada tanggal 9 Maret 2016, terjadi pada pukul 𝟐𝟑° 𝟒𝟕′ 𝟒𝟔, 𝟐𝟐" 𝐆𝐌𝐓. 242 Nilai negatif diabaikan. Lampiran VII Perhitungan Waktu Gerhana Sentral pada Sistem Perhitungan Gerhana Matahari Textbook on Spherical Astronomy Hasil waktu terjadinya gerhana sentral pada perhitungan Textbook on Spherical Astronomy, diperoleh melalui perhitungan selisih antara hasil perhitungan waktu awal dan akhir gerhana, yang perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. 10 Mei 1994 15° 23′ 56,68" - 16° 40′ 49,95" = -1° 16′ 53,27" -1° 16′ 53,27" × 0° 12′ 30"243 = -0° 16′ 01,1". Kemudian, waktu akhir gerhana dikurangi dengan hasil perkalian antara selisih waktu akhir gerahan dengan nilai 0° 12′ 30" (nilai negatif diabaikan), (karena waktu akhir gerhana pasti terlebih dahulu waktunya, jika dibandingkan dengan waktu gerhana sentral). 2. 16° 40′ 49,95" - 0° 16′ 01,1" = 16° 24′ 48,85" GMT. 9 Maret 2016 23° 47′ 46,22" - 24° 26′ 56" = -0° 39′ 09,78". -0° 39′ 09,78" × 0° 7′ 30"244 = -0° 04′ 53,72". 24° 26′ 56" - 0° 04′ 53,72" = 0° 22′ 2,28" GMT. Nilai 0° 12’ 30” merupakan durasi maksimum pada gerhana cincin. (https://www.space.com/15584-solareclipses.html). 244 Nilai 0° 7’ 30” merupakan durasi maksimum pada gerhana total. (https://www.space.com/15584-solareclipses.html). 243 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Fiki Nuafi Qurrota Aini Tempat, tangga lahir : Semarang, 12 Mei 1996 Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jln. Tanggul Mas Timur 8, No.273, Kel.Panggung Lor, Kec.Semarang Utara, Kota Semarang. Pendidikan Formal • 2002-2008 • 2008-2011 • 2011-2014 • 2014-sekarang : : MI AL-KHOIRIYYAH 2, Semarang. : MTs FUTUHIYYAH 2, Mranggen, Demak. : MA NU BANAT, Kudus. : UIN WALISONGO, Semarang. Pendidikan Non Formal : • TPQ An-Nur, Semarang. • Ponpes Al-Badriyyah, Mranggen, Demak. • Ponpes Yanabiul ‘Ulum wa Rohmah, Krandoun, Kudus. Semarang, 18 Juni 2018 Fiki Nuafi Qurrota Aini NIM. 1402046009