DAKWAH TERHADAP MASALAH PORNOGRAFI
DAN PORNOAKSI
Icol Dianto, S.Sos.I, M.Kom.I
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Padangsidimpuan
[email protected]
A. Latar Belakang
Kehangatan dan aktualitas persoalan “Pornografi dan Pornoaksi” muncul
karena adanya perkembangan teknologi yang canggih, baik di bidang komputer,
maupun telepon genggam (handphone). Walaupun banyak orang yang merasa
tertolong oleh kemudahan-kemudahannya, tetapi perkembangan ini juga
membawa akibat negatif. Salah satu akibat negatif tersebut adalah semakin
berkembangnya pornografi melalui dunia maya (internet).
Pengaruh negatif perkembangan teknologi dipicu dengan tipologi
kebudayaan masyarakat yang serba komplek, maka masalah-masalah
sosial sulit untuk diatasi. Kesulitan ini menyebabkan kebingungan,
kecemasan dan konflik-konflik yang terbuka sebagai bentuk persoalan
sosial, maupun masalah yang tersembunyi dalam diri pribadi (internal),
sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku yang menyimpang
dari norma-norma umum, demi kepentingan sendiri atau kelompok yang dapat
mengganggu atau merugikan dirinya dan orang lain.
Pornoaksi dan pornografi merupakan masalah sosiopatik1 yang
merupakan produk sampingan, atau merupakan konseksekuensi yang tidak
diharapkan dari sistem sosio-kultural yang ada. Di sinilah terjadi bentrokan
kebudayaan antara kebudayaan yang sesuai dengan norma umum yang berlaku di
masyarakat dengan kebudayaan yang menyimpang. Sama dengan kelompok
normal lainnya, kelompok yang sosiopatik itu juga memiliki adat dan moralitas,
1
Tingkah laku yang berbeda dan menyimpang dari kebiasaan dan norma-norma umum, yang pada suatu
waktu dan tempat tertantu sangat ditolak sekalipun tingkah laku tersebut berada di lain waktu dan tempat yang
bisa diterima oleh masyarakat lainnya (perspektif sosiologis).
1
namun berbeda dengan adat dan moralitas yang berlaku umum sesuai norma
sosial yang ada. Adanya dua benturan kebudayaan ini, tidak kalah seringnya
menyebabkan bentrokan fisik, permusuhan, dan terpecahnya umat. Sebenarnya,
bukan umat itu yang ingin berpisah, tetapi kebudayaan yang sosiopatik itu yang
tidak sesuai dengan norma sosial, akhirnya para pelakunya tersisih dari kebenaran
sosial.
Sebagai tingkah laku yang abnormal dan sosiopatik, pornoaksi dan
pornografi memiliki tiga kategori: (1) sikap PgPa (pornografi dan pornoaksi) itu
bersifat destruktif merugikan orang lain tetapi tidak bagi dirinya. (2) PgPa
menjadi masalah bagi dirinya tetapi tidak menjadi masalah atau tidak menganggu
bagi orang lain. (3) PgPa menjadi masalah bagi dirinya dan masalah bagi orang
lain. Nah, terlepas dari perilaku seseorang itu dapat menganggu dirinya,
masyarakat, atau diri dan masyarakat, namun bagi umat islam yang memiliki
tanggungjawab moral kepada pencipta dan manusia, semua bentuk itu sebaikbaiknya pendapat, seharusnya ditiadakan karena memiliki dampak sebagai pemicu
ke arah sederetan tingkah laku yang abnormal lainnya.
Dari persoalan di atas, diperlukan suatu solusi yang cerdas untuk
mencegah dan mengobati penyakit yang sosiopatik itu melalui aktivitas dakwah
Islam. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan definisi pornoaksi dan
pornografi, pandangan islam, dan solusi dakwah untuk mencegah dan mengobati
PgPa.
B. Definisi Pornoaksi dan Pornografi
Kata pornoaksi dan pornografi adalah dua kata yang memiliki tujuan
publikasi yang sama, yaitu menampilkan sikap dan tingkah laku yang tidak
wajar menurut norma-norma yang umum berlaku di masyarakat, kecuali adat
dan budaya. Berikut ini, dipisahkan pembahasan definisi dua kata itu untuk
mendudukan
pemahaman,
dan
membedakan
antara
pornoaksi
dengan
pornografi.
Kata pornoaksi terdiri dari dua kata, porno dan aksi. Porno berarti
creative activity (writing or pictures or films etc.) of no literary or artistic value
2
other than to stimulate sexual desire.2 Maksudnya, kegiatan kreatif (tulisan atau
gambar atau film, dll) yang tidak memiliki nilai sastra atau seni selain untuk
merangsang hasrat seksual.
Tidak diragukan kita sering mendengar istilah kata „porno‟ berikut arti
yang sudah dalam pemahaman kita masing-masing. Dan kata „porno‟ termasuk
kata yang paling banyak diketik pada mesin-mesin pencari di dunia maya ini.
Tetapi darimana sebenarnya istilah tersebut timbul? Konon di Kota Korintius
masa Yunani kuno, pelacuran adalah industri utama kota tersebut. Lebih dari
1.000 orang wanita bekerja sebagai pelacur di Kuil Aphrodite yang terletak di
Kota Porne. Tidak heran kota itu lalu menjadi tujuan utama tempat hiburan para
pelaut pada masa itu. Dikemudian hari, kata Porne itu sendiri berarti pelacuran
dalam bahasa Yunani. Nah, dari nama kota inilah yang kemudian memunculkan
kata-kata porno.3
Sedangkan kata-kata aksi berarti4 (1) gerakan: pengumpulan dana; (2)
tindakan: pembalasan; (3) sikap: gerak-gerak, tingkah laku yang dibuat-buat, ia
berjalan mondar-mandir dengannya; (4) acak elok sekali.
Jadi, pornoaksi menurut bahasa adalah semua gerakan, sikap, atau tingkah
laku yang menampilkan tindakan nyata sebagai bentuk kegiatan yang tidak
mengandung nilai baik sastra maupun seni, selain hanya merangsang syahwat.
Definisi pornografi, perlu mencarikan arti kata grafi5 yaitu lukisan pasang
surut suatu keadaan dengan garis atau gambar atau tentang turun naiknya hasil,
statistik, dsb. Dapat ditarik definisi menurut bahasa bahwa pornografi adalah
semua bentuk gambar, bergerak atau tidak, berbeda dengan norma sosial, yang
dapat membangkitkan syahwat. Jenis bunyi-bunyian yang dapat merangsang
syahwat birahi atau seksualitas maka digolongkan kepada pornografi. Perlu
menjadi catatan bahwa pornoaksi dan pornografi mengenai seni dan sastra adalah
adanya kontroversial pendapat mengenai gerakan meliuk-liuk atau gambar seni
berhubungan biologis-seksual dianggap oleh sebagian orang sebagai seni atau
2
http://www.artikata.com/arti-141367-porno.html
https://dreamindonesia.wordpress.com/tag/asal-usul-kata-porno/
4
http://www.artikata.com/arti-318235-aksi.html
5
http://www.artikata.com/arti-329127-grafik.html
3
3
tidak. Maka, bagi orang-orang yang menganggap sebagian PgPa sebagai seni
adalah kategori internal seni rendah (seni di sisi negative). Jadi, dari uraian
sebelumnya dapat dipahami bahwa pornoaksi dan pornografi adalah penyajian
seks dalam tulisan, gambar, foto, film, suara, pementasan dengan tujuan komersial
dan dapat membangkitkan gairah nafsu birahi orang.
Ensiklopedi Hukum Islam dalam Salmadanis6 kata pornografi berasal dari
Yunani. Porne berarti perempuan jalang, graphein berarti menulis. Pornografi
mengandung arti:
1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha
membangkitkan nafsu birahi, misalnya dengan pakaian merangsang, tipis dan
mini.
2. Sikap dan perbuatan merangsang dengan melakukan perbuatan seksual.
3. Soal pornoaksi dan pornografi memiliki kata kunci sengaja dan semata-mata
untuk membangkitkan nafsu birahi.
Dalam perkembangannya, kata pornografi mengandung tiga pengertian.
Pertama, kecabulan yang merendahkan derajat kaum wanita. Kedua, merosotnya
kualitas kehidupan yang erotic dalam gambar-gambar yang jorok, kosa kata yang
kasar, dan humor yang vulgar. Ketiga, mengacu pada tingkah laku yang merusak
mental manusia.
Di Indonesia, masalah pornoaksi dan pornografi diatur dalam UndangUndang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Dalam Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Dalam pasal 3 disebutkan bahwa UU 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
ini bertujuan:7
a. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,
berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
6
7
Salmadanis, Patologi Sosial (Padang; Hayfa Press, 2009) hal 76-77
Dokumen Negara: UU No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
4
b. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat
istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk;
c. Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak
masyarakat;
d. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
e. Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.
Lebih lanjut secara lokal, dalam Peraturan Gubernur Sumatera Barat
Nomor 77 Tahun 2006 Tentang Larangan Pornografi, pornoaksi, perbuatan tuna
susila dengan memberikan pengertian pornografi adalah suatu pengungkapan
dalam bentuk tulisan, lukisan, gambar-gambar atau sejenisnya tentang kehidupan
erotis dan eksploitasi seksual maupun pencabulan dengan tujuan menimbulkan
rangsangan seks atau birahi kepada yang membacanya atau yang melihatnya.
Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan eksploitasi seksual, kecabulan dan/
gerakan tubuh yang erotis dengan menonjolkan bagian tubuh dan cara berpakaian,
suara yang dapat menimbulkan atau tidak menimbulkan rangsangan seksual bagi
yang melihat atau mendengarnya.
C. Ciri dan Batasan Pornografi
Adapun ciri-ciri pornoaksi dan pornografi perlu diketahui untuk
membedakan PgPa dengan perbuatan lainnya.
a. Adegan atau rangsangan seksual yang ditampilkan untuk merangsang nafsu
birahi.
b. Tidak termasuk adegan adat, dan budaya yang memiliki nilai-nilai yang sudah
diakui pada umumnya.
c. Melanggar unsur SARA; suku, adat, ras, dan agama.
d. Adegan, gambar, suara, dan sketsa yang menimbulkan rangsangan atau tidak.
Apa batasan „pornografi‟ dan „pornoaksi‟ dalam pandangan Islam? Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan
Pornoaksi mencantumkan butir-butir berikut:8
a. Menggambarkan secara langsung atau tidak langsung tingkah laku secara
erotis; baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun
8
http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/01/11/batasan-porno-menurut-para-ulama/
5
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
ucapan; baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat
meningkatkan nafsu birahi adalah haram.
Membiarkan aurat terbuka dan atau tembus pandang dengan maksud untuk
diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah
haram.
Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud poin kedua adalah
haram.
Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang,
melakukan pengambilan gambar hubungan seksual, baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah
haram.
Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau
memperlihatkan gambar orang baik cetak atau visual yang terbuka auratnya
atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu
birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan
yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan
atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar pernikahan adalah
haram.
Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki
dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi
perempuan adalah haram; kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara
syar’i.
Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan
lekuk tubuh adalah haram.
Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan dapat mendorong terjadinya
hubungan seksual di luar pernikahan atau perbuatan sebagaimana dimaksud
poin enam adalah haram.
Dalam prespektif Al-Quran. Batasan pornografi sudah sangat jelas sekali,
sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini.
6
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara lakilaki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung.9
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman.
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232]
ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Ibnu Abbas, dan „Aisyah r.a. menafsirkan firman Allah SWT “… Illaa
maa zhahara minhaa…” (An-Nur [24] : 31), kecuali yang nampak darinya wajah
dan kedua telapak tangan, artinya boleh nampak dari anggota tubuh wanita
muslimah hanyalah wajah dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan,
sedangkan anggota tubuh yang lainnya wajib ditutup. Penafsiran ayat tersebut,
wajah dan kedua telapak tangan adalah pendapat yang masyhur dari Jumhur
Ulama, mufassirin diantaranya, Ibnu Umar, „Athaa, Ikrimah, Saad bin Zubair,
Abu Asy-Sya‟tsaa‟, Ad Dhihak, Ibrahim An Nakha‟i dan yang lainnya. Ibnu
Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata: “Kemungkinan Ibnu Abbas dan yang
mengikutinya ingin menafsirkan “… Illaa maa zhahara minhaa…” dengan wajah
dan dua telapak tangan dan ini adalah masyhur dari Jumhur Ulama”. (Media
Dakwah, Desember 1996).
9
Al-Quran In Word, 2003, An-Nur: 31
7
Disamping itu, Mazhab Malikiyah dan Syafi‟iyah, mengatakan “Aurat
wanita muslimah seluruh badan, kecuali wajah dan kedua telapak tangan, tepatnya
dari ujung jari sampai pergelangan tangan, sedangkan anggota tubuh lainnya
termasuk katagori aurat wajib ditutup”, berdasarkan surat (QS. An-Nur [24] : 31).
Demikian juga, hal senada dikemukakan Mazhab Hanafiyah, “Seluruh tubuh
wanita aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.” Dalil yang menunjukkan
bahwa wajah dan kedua telapak tangan wanita bukan aurat, dalam hal ini dalildalil mazhab Hanafiyah tidak berbeda dengan dalil-dalil mazhab Malikiyah dan
Syafi‟iyah, yaitu surat (QS. An-Nur [24] : 31).
D. Penyebab dab Akibat Pornografi
1. Penyebab Pornoaksi dan Pornografi
Menjadi perlu dipelajari bahwa penyebab munculnya pornografi dan pornografi
adalah kultural masyarakat Indonesia yang menganut system patriarkis, yang melebihkan
laki-laki dari wanita. Apalagi, pornoaksi dan pornografi diidentikkan dengan tampilan
fisik tubuh wanita. Sehingga, adegan pornografi dan pornografi itu dianggap biasa,
padahal kultur yang demikian adalah sebuah pelecehan terhadap wanita. Selain itu,
penyebab pornoaksi dan pornografi adalah gangguan kejiwaan atau stress (psychosocial
stressor). Stress disebabkan oleh kesenjangan antara tuntutan dan kemampuan hidup
adalah pengalaman hidup atau perubahan lingkungan hidup yang bermakna bagi
seseorang. Ada beberapa penyebab stress, yaitu persoalan yang menekan kejiwaan
(stressfull life event), social class (stress yang terjadi karena status sosial rendah), social
mobility (naik-turunnya status sosial ekonomi penyebab stress), urban rural community
(kehidupan kota beresiko tinggi pemicu stress), globalisasi, kemiskinan ekonomi, dan
masa transisi (pada remaja).
2. Akibat-akibat Pornoaksi dan Pornografi
Adanya perubahan sosial serba cepat didukung dengan perkembangan
teknologi
informasi
menjadikan
perkembangan
beberapa
komponen
masyarakat tidak seimbang. Akibatnya, banyak individu dipaksakan untuk
menyesuaikan diri. Atau, timbulnya disharmoni, konflik-konflik internal dan
eskternal, dan juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi.
Disorganisasi personal 10 disebabkan oleh konflik-konflik intrapsikis yang
10
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta; Rajawali Pers, 2009), hal. 4-5
8
ditimbulkan oleh identifikasi-inditifikasi yang kontroversal satu dengan
yang lainnya. Dapat dipahami bahwa penyebab perilaku pornografi dan
pornoaksi ditinjau dari interan, bersumber dari factor diskoneksi stimulan
psikis dari pelaku. Atau, adanya ganguan kejiwaan seperti ketidakpuasan,
kekecewaan. Sedangkan, faktor eksternal pemicu pornoaksi dan pornografi adalah
ekonomi, sosial, budaya.
Selanjutnya Kartini Kartono mengatakan, 11
“Faktor-faktor apakah yang menyebabkan disorganisasi sosial?
Ternyata, faktor-faktor politik, religious, dan sosial budaya memainkan
peranan penting di samping faktor ekonomi. Mengenai hal ini, kaum
interaksionis dengan teori interaksionisnya menyatakan bahwa bermacammacam faktor tadi bekerja sama, saling mempengaruhi, dan saling
berkaitan satu sama lain sehingga terjadi, interplay yang dinamis, dan bisa
mempengaruhi tingkah laku manusia. Terjadilah kemudian perubahan
tingkah laku dan perubahan sosial sekaligus timbul perkembangan yang
tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau ketidakselarasan,
ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik-konflik, dan tidak adanya
konsensus. Muncullah banyak disorganisasi, disintegrasi, dan
penyimpangan tingkah laku atau perilaku yang patologis”.
Kalau diperhatikan dari perspektif seksmologi, ada enam bahaya besar yang
mengancam kehidupan umat dan secara perlahan-lahan dapat menghancurkan
martabat manusia sebagai pelaku atau subyek dalam sejarah alam semesta, karena
manusialah yang diberi tugas oleh Allah untuk memelihara dunia alam semesta
ini. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pornografi adalah:
1.
Pornografi dapat mempengaruhi kesadaran umum masyarakat karena
pornografi mengandung suatu gagasan atau amanat tertentu tentang
seksualitas yang bertentangan dengan Islam. Gagasan atau amanat ini dapat
mempengaruhi pandangan umum atau masyarakat akan nilai-nilai kehidupan.
Misalnya: karena berbagai pola hubungan seksual yang dipertunjukkan oleh
pornografi, orang dapat diyakinkan bahwa pola kelakuan seksual tertentu
adalah normal. Bahkan mereka dapat menganggap bahwa hal itu atau pola itu
lazim dilakukan dan sesuai dengan norma moral. Misalnya: hubungan seks
11
Ibid, hal 7.
9
antara sesama pria (homoseksual) atau hubungan seks antara sesama wanita
(lesbian). Atau pola foreplay melalui anus/dubur.
2.
Terjadinya penghancuran gagasan cinta kasih dan kemesraan atau keintiman
dalam hubungan karena munculnya brutalisme demi untuk mencari
kenikmatan seksual.
3.
Akibat berantai dari barbarisme atau brutalisme adalah menumpulnya
perasaan manusia terhadap penderitaan pribadi manusia yang lain.
Barbarisme atau brutalisme identik dengan kekerasan dan pornografi yang
sering memadukan antara seks dan kekerasan.
4.
Frustasi, orang dapat mengkhayalkan kenikmatan yang luar biasa, padahal
dalam kenyataannya kehidupan seksual mereka sendiri hanya biasa-biasa
saja, tidak mungkin bisa mencapai taraf seperti yang digambarkan dalam
pornografi.
5.
Penyalahgunaan unsur erotik. Pornografi dengan pertunjukkan seksual dan
erotis itu berusaha untuk merangsang penonton secara paksa, sehingga
didesak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan apa yang dipamerkan
dalam pornografi. Karena didesak terus-menerus secara paksa maka ada
bahaya bahwa si penonton itu akan menyalurkan desakan erotis itu ke jalan
yang menyimpang. Misalnya dengan mencoba seperti yang dilakukan dalam
pornografi yang dilihat.
6.
Mengganggu perkembangan seksual anak-anak dan kaum muda. Akibat yang
terakhir merupakan akibat yang sangat fatal karena berkaitan dengan anakanak atau kaum muda yang sedang dalam perkembangan. Pornografi dapat
mengganggu perkembangan seksual anak-anak dan remaja atau kaum muda.
Sampai akhirnya perkembangan seksualitas mereka tidak mengarah kepada
seksualitas yang komunikatif.
Salmadanis dalam bukunya patologi sosial merinci akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh pornoaksi dan pornografi adalah:
a.
b.
c.
d.
Perzinaan dan perkosaan,
Hubungan seksual dengan binatang (ittiyan al -bahimah),
Hubungan seksual dengan mayat (ittiyan al-mayitah),
Liwat (lesbian dan homoseksual),
10
e.
f.
Sodomi (menyetubui melalui anal atau anus),
Oral-sex (seks melalui mulut), onani, dan masturbasi.
Selain akibat itu, ada dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh
pornoaksi dan pornografi terhadap pribadi pengonsumsi pornoaksi dan
pornografi. Cline, seorang psikiater menyampaikan bahwa ada empat
tahapan orang-orang yang terlibat pornoaksi dan pornografi, yaitu tahap
addicition (kecanduan), tahap escalation (eskalasi), tahap desensitization
(tabu, mengejutkan, immoral), dan tahap act-out (menerapkan). Sedangkan
Dolzilman dan Jennis Bryant menyebutkan beberapa dampak pornoaksi dan
pornografi terhadap khalayak umum.
a. Menunjukan peningkatan ketidaksensitifan terhadap perempuan.
b. Cenderung menganggap perkosaan sebagai kejahatan ringan.
c. Cenderung memiliki persepsi menyimpang mengenai seksualitas.
d. Menunjukan peningkatan kebutuhan akan tipe -tipe pornografi yang
lebih keras dan menyimpang.
e. Meremehkan
monogamy
dan
kehilangan
kepercayaan
terhadap
perkawinan sebagai lembaga yang layak.
f. Cenderung menganggap perilaku di luar monogamy sebagai perilaku
normal dan alamiah.
E. PANDANGAN ISLAM
Perspektif Al-Quran dan Hadist, adanya larangan untuk tidak
mempertontonkan auratnya terutama bagi wanita beriman dan melakukan
hubungan seks di luar nikah menyebarkan melalui rekaman kamera dan TV,
atau VCD dan DVD kepada masyarakat umum. Mengenai aurat, Allah telah
membatasi bagi wanita dari ujung rambut sampai ujung (ampuh) kaki, sebagai
mana dalam QS. An- Nur: 31:
11
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung”.12
Ayat di atas, dapat diambil pandangan jangan membuka seluruh
anggota tubuh (porno atau cabul) tidak memakai jilbab atau kerudung sampai
mengulurkan ke dada sudah termasuk membuka aurat. Kalau tidak dipatuhi,
berarti sudah mengingkari seruan Allah, walaupun wanita itu shalat, puasa, haji,
zakat, tapi tidak memakai jilbab juga itu termasuk orang yang ingkar kepada
Allah karena mereka itu sebagian taat kepada Allah dan sebagian lagi ingkar
kepada Allah, dan mereka ini akan mendapat mendapatkan siksa dan temasuk
orang, yang merugi. (Terkecuali, perdebatan tentang hal-hal yang sudah biasa
tampak tidak dibahas di sini).
Pandangan Islam tentang prilaku menyimpang orang yang terlibat
dalam prilaku pornoaksi dalam Islam adalah perbuatan dan juga homoseks
seperti yang, pernah dilakukan umat kaum Nabi Luth pada yang silam,
perbuatan zina adalah perbuatan yang dimurkai oleh Allah dan termasuk dosa
besar. Dalam hal ini Allah secara tetras melarang umatnya untuk berbuat
12
Al-quran in word, 2003
12
zina jangankan melakuakan menghampiri atau mendekatinva saja sudah
dilarang. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al- Isra: 32.
Artinya, “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. 13
Pornoaksi dan pornografi merupakan cikal bakal pemicu pengembangan
perilaku prostitusi. Ini dikembangkan oleh oknum dan kelompok sebagai profesi
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan guna memenuhi kebutuhan
hidup, bisnis, dan seni yang rendah. Pornoaksi dan pornografi yang
digambarkan dalam hadis adalah larangan pemakaian pakaian yang tembus
pandang, erotis, sensual, hadis larangan berdua-duan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram.
Selain larangan dari al-Quran dan Sunnah, ada kaidah tentang Sad alZari‟ah yang menegaskan segala yang dapat menyebabkan perbuatan haram
maka haram pula hukum perbuatan tersebut. Atau, kaidah ushul fiqh, yang
menegaskan, kalau ada dua persoalan yang darurat, maka ambillah yang
lebih kecil daruratnya. Atau, menolak kerusakan lebih utama dari mengambil
kemaslahatannya. Secara fiqh, menyaksikan secara langsung aurat seseorang
yang bukan haknya (pornoaksi) adalah haram, kecuali untuk tujuan yang
dibolehkan oleh syara‟, misalnya memberi pertolongan medis. Sementara itu,
sebuah benda dengan bermuatan pornografi dihukumi mubah. Namun demikian,
kemubahan ini bisa berubah menjadi haram ketika benda (baca: sarana/wasilah)
itu dipastikan dapat menjerumuskan pada tindakan yang haram. Sebab kaidah
ushul fikih yang mu‟tabar menyebutkan:
Sarana yang menjerumuskan pada tindakan keharaman adalah haram
Kemubahan tidak berlaku untuk penyebarluasan dan propaganda
pornografi/pornoaksi yang dapat menimbulkan dampak serius di masyarakat.
Namun, orang yang ikut dalam usaha membuat dan/atau menyebarluaskan media
porno, maka menurut syariat, dia dianggap telah melakukan aktivitas yang haram.
13
Al-quran in word, 2003
13
Oleh karena itu, pornoaksi dan pornografi harus ditolak karena kekhawatiran akan
bahaya/kemudharatannya lebih besar, daripada manfaatnya yang hanya sedikit
saja. Upaya untuk mencegah dan mengobati pornoaksi dan pornografi, mau tidak
mau, dakwah harus bergerak.
Solusi dakwah dan upaya mengatasinya
Pornografi dan pornoaksi adalah perbuatan yang berdampak negatif
terhadap perilaku generasi muda. Anak-anak dan perempuan banyak yang telah
menjadi korban, baik sebagai korban murni maupun sebagai ”pelaku sebagai
korban”. Langkah yang jitu yang dapat dilakukan segera untuk menghindari
keterlibatan dalam kegiatan pornoaksi dan pornografi adalah memalingkan
perhatian. Mungkin ini yang diisyaratkan dari kisah Nabi Yusuf a.s., dengan
Salekhah, atau inilah yang dikatakan oleh Allah, agar setiap orang merubah diri
sendiri agar allah membantunya dengan jalan-Nya. Tentu perlu kesadaran
personal, sadar bahwa pribadi anda sudah berada dalam keterpurukan akhlak
maka berubahlah ke arah jalan Allah. Dalam perspektif psikologinya,
mengalihkan perhatian dengan mengubah situasi dan kondisi sosial korban dari
situasi sosial yang terpuruk ke situasi sosial yang lebih baik. Maka, ketika korban
sudah tinggal di lingkungan sosial yang baru, maka akan lenyaplah pola perilaku
lama yang pernah dilakukannya pada masa lampau. Karena, pola perilaku
lamanya tidak ditemukan di situasi sosial yang baru.
Solusi dakwah dalam mengatasi pornografi dan pornoaksi tidak bisa
dilakukan oleh para da'i dan mubaligh-mubaligha saja, tapi harus melibatkan atau
berkerja sama dengan elemen-elemen masyarakat, di antaranya: ulama,
tokoh masyarakat, dan pemerintah, dan khalayak umum.
a.
Ulama, Da'i, Mubaligh
Yang dapat dilakukan oleh para ulama adalah membuat dan
mengeluarkan fatwa tentang haramya pornografi dan porno aksi dengan dalil
nas yang syar'i dan pertimbangan-pertimbangan matang, bagi para Da'i atau
mubaligh dengan melakukan pendekatan terhadap pelaku-pelaku dengan orangorang, yang terlibat dalam pornografi dan pornoaksi dengan pendekatan
psikologis, sosial, antropologis, menyeruh dan mengajak mereka ke jalan
14
yang benar yaitu jalan sirathal mustakim. Karena manusia terdiri dari
beberapa unsur yang, melekat pada dirinya, yang diungkapkan oleh
Salmadanis dalam filsafat Dakwah yang dikutip dari Muhammad Fuad AlBaqi14
Manusia itu adalah al- basyar, yang berarti kulit kepala, wajaah,
tubuh, yang menjadi tempat rambut. Makna ini menunjukkan bahwa manusia
adalah maklluk biologis yang memiliki segala sifat kemanuasian, seperti
makan, minum, seks dan lain sebagainya. Ini menunjukkan konsekuensi
bahwa manusia yang menonjol nafsunya
Manusia itu adalah al-insan, yang maknanya ingat, pelupa, berfikir.
dan merasa, kata ini menunjukkan totalitas manusia adalah makhluk yang
terdiri unsur jasmani dan rohani. Perpaduan aspek fisik dengan rohani
menjadikan manusia mampu bcrkomunikasi dan berfikir dan mengembangkan
kemajuan dan peradaban yang menjalankan fungsinya sebagai khalifah dimuka
bumi Al-baqarah (2): 31.
Manusia adalah al-nas, yang maknanya bersama, masyarakat,
berintcraksi. Kata ini menunjukkan totalitas manusia adalah makhluk sosial,
sehingga mausia tidak mampu hidup sendirian, maka karena itu manusia
membutukan manusia yang lain dalam memenuhi
kebutuhannya.
Schingga manusia terkadang bisa saja melakukan interaksi sosial yang tidak baik
akibat kebutuhan hidup yang mendesak sehingga interaksi sosial mejadi rusak
yang menyimpang dari norma susila yang ada baik itu norma agama, adat,
dan hukum sehingga prilakunya masuk menjadi patologi sosial.
Manusia itu adalah bani adam, yang maknanya adalah kebiasaan,
tradisi, budaya. sehingga totalitas manusia dalam kata ini adalah
makkhluk antropologis, sehingga manusia melahirkan bermacam budaya
yang beraneka rangam yang sangat banyak jumlahnya, tejadinya
komunikasi dan interaksi antar budaya akan Baligh mempengaruhi, apa
lagi
di
kembangkan
oleh
mini-mini
dan
tujuan
tertentu,
seperti
pengembangan budaya non Islam kepada budaya Islam yang terjadi pada abad
14
Salmadanis, Filsafat Dakwah, Jakarta: Surau, 19 h.64-67
15
21 dewasa ini.
b.
Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang-orang berpengaruh di tengah-
tengah masyarakat yang ditakuti dan segani, salah satu metode dakwah yang
berpengaruh besar terhadap masyarakat di mana mereka tinggal, yaitu contoh
tauladan sebagai yang dicontohkan oleh Rasul (Q.S. Al -Ahzab: 21). Seorang
tokoh yang mengamalkan agamanya dengan sempurna dalam kehidupannya akan
membawa dampak pengaruh kapada orang-orang atau pengikut-pengikutnya, dan
sebaliknya masyarakat itu kacau dan rusak apabila Seorang tokoh tidak lagi
mengamalkan agama dengan sempurna, menyimpang, seperti selingkuh,
narkoba, kurupsi, manipulasi, dan penyalah gunaan wewenang.
c.
Pemerintah
Upaya upaya pemerintah dalam mengatasi solusi dakwah dalam pola
prilaku menyimpang pada pelaku-pelaku pornografi dan porno aksi adalah.
1) Membuat
UU
tentang
pornografi
atau
pornoaksi
dan
mengsyahkannya.
2) Memerintahkan kepada seluruh jajaranya mulai dari pemerintah pusat
sampai Pemerintah dacrah, dari penjabat tinggi sampai penjabat rendah.
3) Memerintahkan kepada seluruh masyarakat agar melaporkan kepada
pihak berwajib teihadap pelaku-pelaku pornogrfi dan porno aksi jika ada
ditengah-tengah masyarakat baik desa amupun kota untuk diberikan sangsi
hukum sesuai dengan UU yang telah berlaku.
4) Memberikan sangsi hukum kepada pemerintah dan masyarakat yang
terlibat dalam prilaku pelaku-pelaku pornografi dan pornoaksi sesuai dengan UU
Yang berlaku
d.
Masyarakat Umum
Prostitusi dan pornografi dan pornoaksi adalah masalah sosial sebagai
masalah yang berkembang, pada abad modern dewasa ini. Pada garis besarnya,
usaha untuk mengatasi masalah tunasusila ini dapat dibagi tnenjadi dua 3, yaitu :
a)
Usaha yang bersifat prepentif
b) Tindakkan yang bersifat refresif dan kuratif.
16
Usaha yang bersifat prefentif
Usaha yang bersifat prefentif di wujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk
mencegah terjadinya pelacuran dan porno grafi atau porno aksi. Usaha ini antara
lain :
1) Penyempurnaaan perundang-undangan tentang larangan atau peratura
mengenai larangan penyelenggaraan pelacuran dan pornografi atau pornoaksi.
2) Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian untuk
memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai relegius dan norma kesusilaan.
3) Menciptakan bermacam-macam kesibukkan dan rekrasi bagi anak-anak
puber dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya
4) Memperluas lapangan keda bagi kaum wanita, disesuiakan dengan
kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah gaji yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya.
5) Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman mini perkawinan
dalam kehidupan keluarga.
6) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar
Porno, film-film biro dan sarana-sarana lain merangsang nafsu seks.
7) Pembentukkan
badan
atau
tim
koordinasi
dari
semua
penanggulangan pelacuran dan porno grafi dan pornoaksi antara lain
dilakukan oleh beberapa istansi.
8) Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Sedangkan usaha yang represif dan kurutif yang dimaksudkan
sebagai kegiatan untuk rnenekan (menghapuskan, menindas), dan usaha
menyambuhkan para wanita dari ketunasusilaan untuk kemudian membawa
mereka kejalan yang benar.
Usaha represif dan kuratif ini antara lain: berupa
1) Melalui lokalisasi yang sering ditawarkan sebagai legdisasi orang
melakukan pewasan kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan
keamanan para proustusi yang semakin mcnimbulkan pornografi
dan
pornoaksi.
2) Untuk mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktifitas rehabilatasi
17
clan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga
masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan
memalui pendiddikan moral dan agama, latihan-latihan kerja dan
pendidikan kuterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif,
3) Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi
para
wanita
tunasusila terkena razia, disertai pembinaan yang sesuai dengan bakat dan
minat masing,
4) Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk
menjamin kesehatan para prostitusi dan lingkungannya.
5) Menyediakan lapangan kerja baru, bagi mereka yang bersedia meninggalkan
profesi pelacuran dan pornografi atau pornoaksi dan mau hidup susila.
6) Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan
masyarakat asal mereka agar mereka mau menerima kembali bekasbekas wanita tunasusiala itu mengawali hidup baru,
7) Mencarikan pasangan hidup yang permanen/suami bagi para wanita
tunasusila untuk membawa mereka ke jalan yang benar.
8) Mengikut sertakan ex-WTS (bekas wanita tuna susila) dalam usaha
trasmigrasi, dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan
kesempatan kerja bagi kaum wanita. Soejono Soekanto dalam bukunya
sosilogi suatu pengantar mernberikan pemecahan masalah sosial
dengan metode yang bersitat prepentif dan refresif 15 katanya metode
prepentif jelas lebih sulit dilaksanakan, karena harus didasarkan pada
penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya masalah
soasial. Metode represif lebih banyak digunakan. Artinya, setelah suatu
gejala telah dapat dipastikan sebagai masalah sosial, baru tindakan tindakkan untuk mengatasinya. Di dalam mengatasi masalah sosial
tindakan semata-mata melihat aspek sosiologis, tapi juga aspek-aspek
lainnva. Sehingga diperlukan suatu kerja sama antara ilmu pengetahuan
pada khususnya Untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi tadi
15
Soejono soekanto, sosiologi pengantar, (Jakarta: PT raja Grafindo persada),2002,h.395
18
(secara
interdisipliner)..
Lebih
lanjut
Rohiman
Not o wi gda gdo 16
m e n gun gka p sul u si t e r ha d a p p ri l a k u pa da pelaku-pelaku pornografi
dan porno ksi Islam menyerukan pcngendalian dan penguasan cinta itu
lewat pemenuhan dorongan tersebut dengan cara yang shah yaitu dengan
perkawinan. Alasannya adalah: dorongan seksual merupakan landasan
pembentukan keluarga, dimana suami istri sama-sama mendapatkan
kedamaian hati, sehingga timbul rasa tentram, aman dan damai. Dan di
antara keduanya timbul perasaan cinta, kasih sayang dan rahmat yang
mendorong tetap terpeliharanya kehidupan bersama dengan hamonisnya
dan rasa tolong, menolong. Sehingga akan timbul suasana yang segar,
bagi
pertumbuhan
anak-anak,
pemeliharaan
dan
pembentukan
keperibadian mereka secara sehat.
F. PENUTUP
Pengertian pornografi dan pornoaksi merupakan gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Ada
beberapa yang menjadi kata kuncinya, yaitu pornoaksi dan pornografi disengaja
dibuat, untuk membangkitkan birahi seksual, bertentangan dengan norma sosial,
melanggar SARA. Padangangan Islam terhadap pornoaksi dan pornografi adalah
melarang umatnya untuk melakukan loss-culture itu. Bahkan, ada golongan yang
mengharamkannya. Solusi dakwahnya adalah preventif dan kuratif dengan
melibatkan semua unsur masyarakat, baik dai, ulama, tokoh masyarakat/adat,
pemerintah, khalayak umum.
Rohiman Notowidagdo, ilmu budaya dasar berdasarkan al-qur’an dan hadits, Jakarta
PT Raja Grapindo Persada, 2002,h.81-82
16
19
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Quran in word 2003
Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 2005
Salmadanis, Dasar-Dasar Metode Dakwah, Jakarta: The Minangkabau
Foundation, 2000
…………Filsafat Dakwah, Jakarta:Surau,2007
Rahardjo, Dawam, Masyarakat madani Agama, kelas menengah dan
perubahan Sosial, Jakarta: LP3 ES 1991,
Notowdagno, Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan hadits,
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002
Majalah Islam, Sabili, UU APP mutlak diperlukan, Jakarta Edisi 23 Maret
2003.
Agus, Bustanuddin, Sosiologi Agama, Padang, Unixersitas Andalas, 2003.
Soekanto, Socrjono, Sosiologi Smart, Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
https://dreamindonesia.wordpress.com/tag/asal-usul-kata-porno/
http://www.artikata.com/arti-318235-aksi.html
20