Academia.eduAcademia.edu

DAKWAH TERHADAP MASALAH PORNOGRAFI

2018, academia.edu

Kehangatan dan aktualitas persoalan " Pornografi dan Pornoaksi " muncul karena adanya perkembangan teknologi yang canggih, baik di bidang komputer, maupun telepon genggam (handphone). Walaupun banyak orang yang merasa tertolong oleh kemudahan-kemudahannya, tetapi perkembangan ini juga membawa akibat negatif. Salah satu akibat negatif tersebut adalah semakin berkembangnya pornografi melalui dunia maya (internet). Pengaruh negatif perkembangan teknologi dipicu dengan tipologi kebudayaan masyarakat yang serba komplek, maka masalah-masalah sosial sulit untuk diatasi. Kesulitan ini menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik yang terbuka sebagai bentuk persoalan sosial, maupun masalah yang tersembunyi dalam diri pribadi (internal), sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum, demi kepentingan sendiri atau kelompok yang dapat mengganggu atau merugikan dirinya dan orang lain. Pornoaksi dan pornografi merupakan masalah sosiopatik 1 yang merupakan produk sampingan, atau merupakan konseksekuensi yang tidak diharapkan dari sistem sosio-kultural yang ada. Di sinilah terjadi bentrokan kebudayaan antara kebudayaan yang sesuai dengan norma umum yang berlaku di masyarakat dengan kebudayaan yang menyimpang. Sama dengan kelompok normal lainnya, kelompok yang sosiopatik itu juga memiliki adat dan moralitas, 1 Tingkah laku yang berbeda dan menyimpang dari kebiasaan dan norma-norma umum, yang pada suatu waktu dan tempat tertantu sangat ditolak sekalipun tingkah laku tersebut berada di lain waktu dan tempat yang bisa diterima oleh masyarakat lainnya (perspektif sosiologis).

DAKWAH TERHADAP MASALAH PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI Icol Dianto, S.Sos.I, M.Kom.I Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Padangsidimpuan [email protected] A. Latar Belakang Kehangatan dan aktualitas persoalan “Pornografi dan Pornoaksi” muncul karena adanya perkembangan teknologi yang canggih, baik di bidang komputer, maupun telepon genggam (handphone). Walaupun banyak orang yang merasa tertolong oleh kemudahan-kemudahannya, tetapi perkembangan ini juga membawa akibat negatif. Salah satu akibat negatif tersebut adalah semakin berkembangnya pornografi melalui dunia maya (internet). Pengaruh negatif perkembangan teknologi dipicu dengan tipologi kebudayaan masyarakat yang serba komplek, maka masalah-masalah sosial sulit untuk diatasi. Kesulitan ini menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik yang terbuka sebagai bentuk persoalan sosial, maupun masalah yang tersembunyi dalam diri pribadi (internal), sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum, demi kepentingan sendiri atau kelompok yang dapat mengganggu atau merugikan dirinya dan orang lain. Pornoaksi dan pornografi merupakan masalah sosiopatik1 yang merupakan produk sampingan, atau merupakan konseksekuensi yang tidak diharapkan dari sistem sosio-kultural yang ada. Di sinilah terjadi bentrokan kebudayaan antara kebudayaan yang sesuai dengan norma umum yang berlaku di masyarakat dengan kebudayaan yang menyimpang. Sama dengan kelompok normal lainnya, kelompok yang sosiopatik itu juga memiliki adat dan moralitas, 1 Tingkah laku yang berbeda dan menyimpang dari kebiasaan dan norma-norma umum, yang pada suatu waktu dan tempat tertantu sangat ditolak sekalipun tingkah laku tersebut berada di lain waktu dan tempat yang bisa diterima oleh masyarakat lainnya (perspektif sosiologis). 1 namun berbeda dengan adat dan moralitas yang berlaku umum sesuai norma sosial yang ada. Adanya dua benturan kebudayaan ini, tidak kalah seringnya menyebabkan bentrokan fisik, permusuhan, dan terpecahnya umat. Sebenarnya, bukan umat itu yang ingin berpisah, tetapi kebudayaan yang sosiopatik itu yang tidak sesuai dengan norma sosial, akhirnya para pelakunya tersisih dari kebenaran sosial. Sebagai tingkah laku yang abnormal dan sosiopatik, pornoaksi dan pornografi memiliki tiga kategori: (1) sikap PgPa (pornografi dan pornoaksi) itu bersifat destruktif merugikan orang lain tetapi tidak bagi dirinya. (2) PgPa menjadi masalah bagi dirinya tetapi tidak menjadi masalah atau tidak menganggu bagi orang lain. (3) PgPa menjadi masalah bagi dirinya dan masalah bagi orang lain. Nah, terlepas dari perilaku seseorang itu dapat menganggu dirinya, masyarakat, atau diri dan masyarakat, namun bagi umat islam yang memiliki tanggungjawab moral kepada pencipta dan manusia, semua bentuk itu sebaikbaiknya pendapat, seharusnya ditiadakan karena memiliki dampak sebagai pemicu ke arah sederetan tingkah laku yang abnormal lainnya. Dari persoalan di atas, diperlukan suatu solusi yang cerdas untuk mencegah dan mengobati penyakit yang sosiopatik itu melalui aktivitas dakwah Islam. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan definisi pornoaksi dan pornografi, pandangan islam, dan solusi dakwah untuk mencegah dan mengobati PgPa. B. Definisi Pornoaksi dan Pornografi Kata pornoaksi dan pornografi adalah dua kata yang memiliki tujuan publikasi yang sama, yaitu menampilkan sikap dan tingkah laku yang tidak wajar menurut norma-norma yang umum berlaku di masyarakat, kecuali adat dan budaya. Berikut ini, dipisahkan pembahasan definisi dua kata itu untuk mendudukan pemahaman, dan membedakan antara pornoaksi dengan pornografi. Kata pornoaksi terdiri dari dua kata, porno dan aksi. Porno berarti creative activity (writing or pictures or films etc.) of no literary or artistic value 2 other than to stimulate sexual desire.2 Maksudnya, kegiatan kreatif (tulisan atau gambar atau film, dll) yang tidak memiliki nilai sastra atau seni selain untuk merangsang hasrat seksual. Tidak diragukan kita sering mendengar istilah kata „porno‟ berikut arti yang sudah dalam pemahaman kita masing-masing. Dan kata „porno‟ termasuk kata yang paling banyak diketik pada mesin-mesin pencari di dunia maya ini. Tetapi darimana sebenarnya istilah tersebut timbul? Konon di Kota Korintius masa Yunani kuno, pelacuran adalah industri utama kota tersebut. Lebih dari 1.000 orang wanita bekerja sebagai pelacur di Kuil Aphrodite yang terletak di Kota Porne. Tidak heran kota itu lalu menjadi tujuan utama tempat hiburan para pelaut pada masa itu. Dikemudian hari, kata Porne itu sendiri berarti pelacuran dalam bahasa Yunani. Nah, dari nama kota inilah yang kemudian memunculkan kata-kata porno.3 Sedangkan kata-kata aksi berarti4 (1) gerakan: pengumpulan dana; (2) tindakan: pembalasan; (3) sikap: gerak-gerak, tingkah laku yang dibuat-buat, ia berjalan mondar-mandir dengannya; (4) acak elok sekali. Jadi, pornoaksi menurut bahasa adalah semua gerakan, sikap, atau tingkah laku yang menampilkan tindakan nyata sebagai bentuk kegiatan yang tidak mengandung nilai baik sastra maupun seni, selain hanya merangsang syahwat. Definisi pornografi, perlu mencarikan arti kata grafi5 yaitu lukisan pasang surut suatu keadaan dengan garis atau gambar atau tentang turun naiknya hasil, statistik, dsb. Dapat ditarik definisi menurut bahasa bahwa pornografi adalah semua bentuk gambar, bergerak atau tidak, berbeda dengan norma sosial, yang dapat membangkitkan syahwat. Jenis bunyi-bunyian yang dapat merangsang syahwat birahi atau seksualitas maka digolongkan kepada pornografi. Perlu menjadi catatan bahwa pornoaksi dan pornografi mengenai seni dan sastra adalah adanya kontroversial pendapat mengenai gerakan meliuk-liuk atau gambar seni berhubungan biologis-seksual dianggap oleh sebagian orang sebagai seni atau 2 http://www.artikata.com/arti-141367-porno.html https://dreamindonesia.wordpress.com/tag/asal-usul-kata-porno/ 4 http://www.artikata.com/arti-318235-aksi.html 5 http://www.artikata.com/arti-329127-grafik.html 3 3 tidak. Maka, bagi orang-orang yang menganggap sebagian PgPa sebagai seni adalah kategori internal seni rendah (seni di sisi negative). Jadi, dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa pornoaksi dan pornografi adalah penyajian seks dalam tulisan, gambar, foto, film, suara, pementasan dengan tujuan komersial dan dapat membangkitkan gairah nafsu birahi orang. Ensiklopedi Hukum Islam dalam Salmadanis6 kata pornografi berasal dari Yunani. Porne berarti perempuan jalang, graphein berarti menulis. Pornografi mengandung arti: 1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha membangkitkan nafsu birahi, misalnya dengan pakaian merangsang, tipis dan mini. 2. Sikap dan perbuatan merangsang dengan melakukan perbuatan seksual. 3. Soal pornoaksi dan pornografi memiliki kata kunci sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Dalam perkembangannya, kata pornografi mengandung tiga pengertian. Pertama, kecabulan yang merendahkan derajat kaum wanita. Kedua, merosotnya kualitas kehidupan yang erotic dalam gambar-gambar yang jorok, kosa kata yang kasar, dan humor yang vulgar. Ketiga, mengacu pada tingkah laku yang merusak mental manusia. Di Indonesia, masalah pornoaksi dan pornografi diatur dalam UndangUndang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa UU 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi ini bertujuan:7 a. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan; 6 7 Salmadanis, Patologi Sosial (Padang; Hayfa Press, 2009) hal 76-77 Dokumen Negara: UU No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi 4 b. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk; c. Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat; d. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan e. Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat. Lebih lanjut secara lokal, dalam Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 77 Tahun 2006 Tentang Larangan Pornografi, pornoaksi, perbuatan tuna susila dengan memberikan pengertian pornografi adalah suatu pengungkapan dalam bentuk tulisan, lukisan, gambar-gambar atau sejenisnya tentang kehidupan erotis dan eksploitasi seksual maupun pencabulan dengan tujuan menimbulkan rangsangan seks atau birahi kepada yang membacanya atau yang melihatnya. Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan eksploitasi seksual, kecabulan dan/ gerakan tubuh yang erotis dengan menonjolkan bagian tubuh dan cara berpakaian, suara yang dapat menimbulkan atau tidak menimbulkan rangsangan seksual bagi yang melihat atau mendengarnya. C. Ciri dan Batasan Pornografi Adapun ciri-ciri pornoaksi dan pornografi perlu diketahui untuk membedakan PgPa dengan perbuatan lainnya. a. Adegan atau rangsangan seksual yang ditampilkan untuk merangsang nafsu birahi. b. Tidak termasuk adegan adat, dan budaya yang memiliki nilai-nilai yang sudah diakui pada umumnya. c. Melanggar unsur SARA; suku, adat, ras, dan agama. d. Adegan, gambar, suara, dan sketsa yang menimbulkan rangsangan atau tidak. Apa batasan „pornografi‟ dan „pornoaksi‟ dalam pandangan Islam? Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi mencantumkan butir-butir berikut:8 a. Menggambarkan secara langsung atau tidak langsung tingkah laku secara erotis; baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun 8 http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/01/11/batasan-porno-menurut-para-ulama/ 5 b. c. d. e. f. g. h. i. ucapan; baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat meningkatkan nafsu birahi adalah haram. Membiarkan aurat terbuka dan atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud poin kedua adalah haram. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang, melakukan pengambilan gambar hubungan seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar orang baik cetak atau visual yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram. Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar pernikahan adalah haram. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan adalah haram; kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar’i. Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram. Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan dapat mendorong terjadinya hubungan seksual di luar pernikahan atau perbuatan sebagaimana dimaksud poin enam adalah haram. Dalam prespektif Al-Quran. Batasan pornografi sudah sangat jelas sekali, sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini.                                                                                    6 Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara lakilaki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.9 Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman.                         Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ibnu Abbas, dan „Aisyah r.a. menafsirkan firman Allah SWT “… Illaa maa zhahara minhaa…” (An-Nur [24] : 31), kecuali yang nampak darinya wajah dan kedua telapak tangan, artinya boleh nampak dari anggota tubuh wanita muslimah hanyalah wajah dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, sedangkan anggota tubuh yang lainnya wajib ditutup. Penafsiran ayat tersebut, wajah dan kedua telapak tangan adalah pendapat yang masyhur dari Jumhur Ulama, mufassirin diantaranya, Ibnu Umar, „Athaa, Ikrimah, Saad bin Zubair, Abu Asy-Sya‟tsaa‟, Ad Dhihak, Ibrahim An Nakha‟i dan yang lainnya. Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata: “Kemungkinan Ibnu Abbas dan yang mengikutinya ingin menafsirkan “… Illaa maa zhahara minhaa…” dengan wajah dan dua telapak tangan dan ini adalah masyhur dari Jumhur Ulama”. (Media Dakwah, Desember 1996). 9 Al-Quran In Word, 2003, An-Nur: 31 7 Disamping itu, Mazhab Malikiyah dan Syafi‟iyah, mengatakan “Aurat wanita muslimah seluruh badan, kecuali wajah dan kedua telapak tangan, tepatnya dari ujung jari sampai pergelangan tangan, sedangkan anggota tubuh lainnya termasuk katagori aurat wajib ditutup”, berdasarkan surat (QS. An-Nur [24] : 31). Demikian juga, hal senada dikemukakan Mazhab Hanafiyah, “Seluruh tubuh wanita aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.” Dalil yang menunjukkan bahwa wajah dan kedua telapak tangan wanita bukan aurat, dalam hal ini dalildalil mazhab Hanafiyah tidak berbeda dengan dalil-dalil mazhab Malikiyah dan Syafi‟iyah, yaitu surat (QS. An-Nur [24] : 31). D. Penyebab dab Akibat Pornografi 1. Penyebab Pornoaksi dan Pornografi Menjadi perlu dipelajari bahwa penyebab munculnya pornografi dan pornografi adalah kultural masyarakat Indonesia yang menganut system patriarkis, yang melebihkan laki-laki dari wanita. Apalagi, pornoaksi dan pornografi diidentikkan dengan tampilan fisik tubuh wanita. Sehingga, adegan pornografi dan pornografi itu dianggap biasa, padahal kultur yang demikian adalah sebuah pelecehan terhadap wanita. Selain itu, penyebab pornoaksi dan pornografi adalah gangguan kejiwaan atau stress (psychosocial stressor). Stress disebabkan oleh kesenjangan antara tuntutan dan kemampuan hidup adalah pengalaman hidup atau perubahan lingkungan hidup yang bermakna bagi seseorang. Ada beberapa penyebab stress, yaitu persoalan yang menekan kejiwaan (stressfull life event), social class (stress yang terjadi karena status sosial rendah), social mobility (naik-turunnya status sosial ekonomi penyebab stress), urban rural community (kehidupan kota beresiko tinggi pemicu stress), globalisasi, kemiskinan ekonomi, dan masa transisi (pada remaja). 2. Akibat-akibat Pornoaksi dan Pornografi Adanya perubahan sosial serba cepat didukung dengan perkembangan teknologi informasi menjadikan perkembangan beberapa komponen masyarakat tidak seimbang. Akibatnya, banyak individu dipaksakan untuk menyesuaikan diri. Atau, timbulnya disharmoni, konflik-konflik internal dan eskternal, dan juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Disorganisasi personal 10 disebabkan oleh konflik-konflik intrapsikis yang 10 Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta; Rajawali Pers, 2009), hal. 4-5 8 ditimbulkan oleh identifikasi-inditifikasi yang kontroversal satu dengan yang lainnya. Dapat dipahami bahwa penyebab perilaku pornografi dan pornoaksi ditinjau dari interan, bersumber dari factor diskoneksi stimulan psikis dari pelaku. Atau, adanya ganguan kejiwaan seperti ketidakpuasan, kekecewaan. Sedangkan, faktor eksternal pemicu pornoaksi dan pornografi adalah ekonomi, sosial, budaya. Selanjutnya Kartini Kartono mengatakan, 11 “Faktor-faktor apakah yang menyebabkan disorganisasi sosial? Ternyata, faktor-faktor politik, religious, dan sosial budaya memainkan peranan penting di samping faktor ekonomi. Mengenai hal ini, kaum interaksionis dengan teori interaksionisnya menyatakan bahwa bermacammacam faktor tadi bekerja sama, saling mempengaruhi, dan saling berkaitan satu sama lain sehingga terjadi, interplay yang dinamis, dan bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Terjadilah kemudian perubahan tingkah laku dan perubahan sosial sekaligus timbul perkembangan yang tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau ketidakselarasan, ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik-konflik, dan tidak adanya konsensus. Muncullah banyak disorganisasi, disintegrasi, dan penyimpangan tingkah laku atau perilaku yang patologis”. Kalau diperhatikan dari perspektif seksmologi, ada enam bahaya besar yang mengancam kehidupan umat dan secara perlahan-lahan dapat menghancurkan martabat manusia sebagai pelaku atau subyek dalam sejarah alam semesta, karena manusialah yang diberi tugas oleh Allah untuk memelihara dunia alam semesta ini. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pornografi adalah: 1. Pornografi dapat mempengaruhi kesadaran umum masyarakat karena pornografi mengandung suatu gagasan atau amanat tertentu tentang seksualitas yang bertentangan dengan Islam. Gagasan atau amanat ini dapat mempengaruhi pandangan umum atau masyarakat akan nilai-nilai kehidupan. Misalnya: karena berbagai pola hubungan seksual yang dipertunjukkan oleh pornografi, orang dapat diyakinkan bahwa pola kelakuan seksual tertentu adalah normal. Bahkan mereka dapat menganggap bahwa hal itu atau pola itu lazim dilakukan dan sesuai dengan norma moral. Misalnya: hubungan seks 11 Ibid, hal 7. 9 antara sesama pria (homoseksual) atau hubungan seks antara sesama wanita (lesbian). Atau pola foreplay melalui anus/dubur. 2. Terjadinya penghancuran gagasan cinta kasih dan kemesraan atau keintiman dalam hubungan karena munculnya brutalisme demi untuk mencari kenikmatan seksual. 3. Akibat berantai dari barbarisme atau brutalisme adalah menumpulnya perasaan manusia terhadap penderitaan pribadi manusia yang lain. Barbarisme atau brutalisme identik dengan kekerasan dan pornografi yang sering memadukan antara seks dan kekerasan. 4. Frustasi, orang dapat mengkhayalkan kenikmatan yang luar biasa, padahal dalam kenyataannya kehidupan seksual mereka sendiri hanya biasa-biasa saja, tidak mungkin bisa mencapai taraf seperti yang digambarkan dalam pornografi. 5. Penyalahgunaan unsur erotik. Pornografi dengan pertunjukkan seksual dan erotis itu berusaha untuk merangsang penonton secara paksa, sehingga didesak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan apa yang dipamerkan dalam pornografi. Karena didesak terus-menerus secara paksa maka ada bahaya bahwa si penonton itu akan menyalurkan desakan erotis itu ke jalan yang menyimpang. Misalnya dengan mencoba seperti yang dilakukan dalam pornografi yang dilihat. 6. Mengganggu perkembangan seksual anak-anak dan kaum muda. Akibat yang terakhir merupakan akibat yang sangat fatal karena berkaitan dengan anakanak atau kaum muda yang sedang dalam perkembangan. Pornografi dapat mengganggu perkembangan seksual anak-anak dan remaja atau kaum muda. Sampai akhirnya perkembangan seksualitas mereka tidak mengarah kepada seksualitas yang komunikatif. Salmadanis dalam bukunya patologi sosial merinci akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pornoaksi dan pornografi adalah: a. b. c. d. Perzinaan dan perkosaan, Hubungan seksual dengan binatang (ittiyan al -bahimah), Hubungan seksual dengan mayat (ittiyan al-mayitah), Liwat (lesbian dan homoseksual), 10 e. f. Sodomi (menyetubui melalui anal atau anus), Oral-sex (seks melalui mulut), onani, dan masturbasi. Selain akibat itu, ada dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh pornoaksi dan pornografi terhadap pribadi pengonsumsi pornoaksi dan pornografi. Cline, seorang psikiater menyampaikan bahwa ada empat tahapan orang-orang yang terlibat pornoaksi dan pornografi, yaitu tahap addicition (kecanduan), tahap escalation (eskalasi), tahap desensitization (tabu, mengejutkan, immoral), dan tahap act-out (menerapkan). Sedangkan Dolzilman dan Jennis Bryant menyebutkan beberapa dampak pornoaksi dan pornografi terhadap khalayak umum. a. Menunjukan peningkatan ketidaksensitifan terhadap perempuan. b. Cenderung menganggap perkosaan sebagai kejahatan ringan. c. Cenderung memiliki persepsi menyimpang mengenai seksualitas. d. Menunjukan peningkatan kebutuhan akan tipe -tipe pornografi yang lebih keras dan menyimpang. e. Meremehkan monogamy dan kehilangan kepercayaan terhadap perkawinan sebagai lembaga yang layak. f. Cenderung menganggap perilaku di luar monogamy sebagai perilaku normal dan alamiah. E. PANDANGAN ISLAM Perspektif Al-Quran dan Hadist, adanya larangan untuk tidak mempertontonkan auratnya terutama bagi wanita beriman dan melakukan hubungan seks di luar nikah menyebarkan melalui rekaman kamera dan TV, atau VCD dan DVD kepada masyarakat umum. Mengenai aurat, Allah telah membatasi bagi wanita dari ujung rambut sampai ujung (ampuh) kaki, sebagai mana dalam QS. An- Nur: 31:                            11                                                          Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.12 Ayat di atas, dapat diambil pandangan jangan membuka seluruh anggota tubuh (porno atau cabul) tidak memakai jilbab atau kerudung sampai mengulurkan ke dada sudah termasuk membuka aurat. Kalau tidak dipatuhi, berarti sudah mengingkari seruan Allah, walaupun wanita itu shalat, puasa, haji, zakat, tapi tidak memakai jilbab juga itu termasuk orang yang ingkar kepada Allah karena mereka itu sebagian taat kepada Allah dan sebagian lagi ingkar kepada Allah, dan mereka ini akan mendapat mendapatkan siksa dan temasuk orang, yang merugi. (Terkecuali, perdebatan tentang hal-hal yang sudah biasa tampak tidak dibahas di sini). Pandangan Islam tentang prilaku menyimpang orang yang terlibat dalam prilaku pornoaksi dalam Islam adalah perbuatan dan juga homoseks seperti yang, pernah dilakukan umat kaum Nabi Luth pada yang silam, perbuatan zina adalah perbuatan yang dimurkai oleh Allah dan termasuk dosa besar. Dalam hal ini Allah secara tetras melarang umatnya untuk berbuat 12 Al-quran in word, 2003 12 zina jangankan melakuakan menghampiri atau mendekatinva saja sudah dilarang. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al- Isra: 32.           Artinya, “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. 13 Pornoaksi dan pornografi merupakan cikal bakal pemicu pengembangan perilaku prostitusi. Ini dikembangkan oleh oknum dan kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan-keuntungan guna memenuhi kebutuhan hidup, bisnis, dan seni yang rendah. Pornoaksi dan pornografi yang digambarkan dalam hadis adalah larangan pemakaian pakaian yang tembus pandang, erotis, sensual, hadis larangan berdua-duan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Selain larangan dari al-Quran dan Sunnah, ada kaidah tentang Sad alZari‟ah yang menegaskan segala yang dapat menyebabkan perbuatan haram maka haram pula hukum perbuatan tersebut. Atau, kaidah ushul fiqh, yang menegaskan, kalau ada dua persoalan yang darurat, maka ambillah yang lebih kecil daruratnya. Atau, menolak kerusakan lebih utama dari mengambil kemaslahatannya. Secara fiqh, menyaksikan secara langsung aurat seseorang yang bukan haknya (pornoaksi) adalah haram, kecuali untuk tujuan yang dibolehkan oleh syara‟, misalnya memberi pertolongan medis. Sementara itu, sebuah benda dengan bermuatan pornografi dihukumi mubah. Namun demikian, kemubahan ini bisa berubah menjadi haram ketika benda (baca: sarana/wasilah) itu dipastikan dapat menjerumuskan pada tindakan yang haram. Sebab kaidah ushul fikih yang mu‟tabar menyebutkan: Sarana yang menjerumuskan pada tindakan keharaman adalah haram Kemubahan tidak berlaku untuk penyebarluasan dan propaganda pornografi/pornoaksi yang dapat menimbulkan dampak serius di masyarakat. Namun, orang yang ikut dalam usaha membuat dan/atau menyebarluaskan media porno, maka menurut syariat, dia dianggap telah melakukan aktivitas yang haram. 13 Al-quran in word, 2003 13 Oleh karena itu, pornoaksi dan pornografi harus ditolak karena kekhawatiran akan bahaya/kemudharatannya lebih besar, daripada manfaatnya yang hanya sedikit saja. Upaya untuk mencegah dan mengobati pornoaksi dan pornografi, mau tidak mau, dakwah harus bergerak. Solusi dakwah dan upaya mengatasinya Pornografi dan pornoaksi adalah perbuatan yang berdampak negatif terhadap perilaku generasi muda. Anak-anak dan perempuan banyak yang telah menjadi korban, baik sebagai korban murni maupun sebagai ”pelaku sebagai korban”. Langkah yang jitu yang dapat dilakukan segera untuk menghindari keterlibatan dalam kegiatan pornoaksi dan pornografi adalah memalingkan perhatian. Mungkin ini yang diisyaratkan dari kisah Nabi Yusuf a.s., dengan Salekhah, atau inilah yang dikatakan oleh Allah, agar setiap orang merubah diri sendiri agar allah membantunya dengan jalan-Nya. Tentu perlu kesadaran personal, sadar bahwa pribadi anda sudah berada dalam keterpurukan akhlak maka berubahlah ke arah jalan Allah. Dalam perspektif psikologinya, mengalihkan perhatian dengan mengubah situasi dan kondisi sosial korban dari situasi sosial yang terpuruk ke situasi sosial yang lebih baik. Maka, ketika korban sudah tinggal di lingkungan sosial yang baru, maka akan lenyaplah pola perilaku lama yang pernah dilakukannya pada masa lampau. Karena, pola perilaku lamanya tidak ditemukan di situasi sosial yang baru. Solusi dakwah dalam mengatasi pornografi dan pornoaksi tidak bisa dilakukan oleh para da'i dan mubaligh-mubaligha saja, tapi harus melibatkan atau berkerja sama dengan elemen-elemen masyarakat, di antaranya: ulama, tokoh masyarakat, dan pemerintah, dan khalayak umum. a. Ulama, Da'i, Mubaligh Yang dapat dilakukan oleh para ulama adalah membuat dan mengeluarkan fatwa tentang haramya pornografi dan porno aksi dengan dalil nas yang syar'i dan pertimbangan-pertimbangan matang, bagi para Da'i atau mubaligh dengan melakukan pendekatan terhadap pelaku-pelaku dengan orangorang, yang terlibat dalam pornografi dan pornoaksi dengan pendekatan psikologis, sosial, antropologis, menyeruh dan mengajak mereka ke jalan 14 yang benar yaitu jalan sirathal mustakim. Karena manusia terdiri dari beberapa unsur yang, melekat pada dirinya, yang diungkapkan oleh Salmadanis dalam filsafat Dakwah yang dikutip dari Muhammad Fuad AlBaqi14 Manusia itu adalah al- basyar, yang berarti kulit kepala, wajaah, tubuh, yang menjadi tempat rambut. Makna ini menunjukkan bahwa manusia adalah maklluk biologis yang memiliki segala sifat kemanuasian, seperti makan, minum, seks dan lain sebagainya. Ini menunjukkan konsekuensi bahwa manusia yang menonjol nafsunya Manusia itu adalah al-insan, yang maknanya ingat, pelupa, berfikir. dan merasa, kata ini menunjukkan totalitas manusia adalah makhluk yang terdiri unsur jasmani dan rohani. Perpaduan aspek fisik dengan rohani menjadikan manusia mampu bcrkomunikasi dan berfikir dan mengembangkan kemajuan dan peradaban yang menjalankan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi Al-baqarah (2): 31. Manusia adalah al-nas, yang maknanya bersama, masyarakat, berintcraksi. Kata ini menunjukkan totalitas manusia adalah makhluk sosial, sehingga mausia tidak mampu hidup sendirian, maka karena itu manusia membutukan manusia yang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Schingga manusia terkadang bisa saja melakukan interaksi sosial yang tidak baik akibat kebutuhan hidup yang mendesak sehingga interaksi sosial mejadi rusak yang menyimpang dari norma susila yang ada baik itu norma agama, adat, dan hukum sehingga prilakunya masuk menjadi patologi sosial. Manusia itu adalah bani adam, yang maknanya adalah kebiasaan, tradisi, budaya. sehingga totalitas manusia dalam kata ini adalah makkhluk antropologis, sehingga manusia melahirkan bermacam budaya yang beraneka rangam yang sangat banyak jumlahnya, tejadinya komunikasi dan interaksi antar budaya akan Baligh mempengaruhi, apa lagi di kembangkan oleh mini-mini dan tujuan tertentu, seperti pengembangan budaya non Islam kepada budaya Islam yang terjadi pada abad 14 Salmadanis, Filsafat Dakwah, Jakarta: Surau, 19 h.64-67 15 21 dewasa ini. b. Tokoh masyarakat Tokoh masyarakat adalah orang-orang berpengaruh di tengah- tengah masyarakat yang ditakuti dan segani, salah satu metode dakwah yang berpengaruh besar terhadap masyarakat di mana mereka tinggal, yaitu contoh tauladan sebagai yang dicontohkan oleh Rasul (Q.S. Al -Ahzab: 21). Seorang tokoh yang mengamalkan agamanya dengan sempurna dalam kehidupannya akan membawa dampak pengaruh kapada orang-orang atau pengikut-pengikutnya, dan sebaliknya masyarakat itu kacau dan rusak apabila Seorang tokoh tidak lagi mengamalkan agama dengan sempurna, menyimpang, seperti selingkuh, narkoba, kurupsi, manipulasi, dan penyalah gunaan wewenang. c. Pemerintah Upaya upaya pemerintah dalam mengatasi solusi dakwah dalam pola prilaku menyimpang pada pelaku-pelaku pornografi dan porno aksi adalah. 1) Membuat UU tentang pornografi atau pornoaksi dan mengsyahkannya. 2) Memerintahkan kepada seluruh jajaranya mulai dari pemerintah pusat sampai Pemerintah dacrah, dari penjabat tinggi sampai penjabat rendah. 3) Memerintahkan kepada seluruh masyarakat agar melaporkan kepada pihak berwajib teihadap pelaku-pelaku pornogrfi dan porno aksi jika ada ditengah-tengah masyarakat baik desa amupun kota untuk diberikan sangsi hukum sesuai dengan UU yang telah berlaku. 4) Memberikan sangsi hukum kepada pemerintah dan masyarakat yang terlibat dalam prilaku pelaku-pelaku pornografi dan pornoaksi sesuai dengan UU Yang berlaku d. Masyarakat Umum Prostitusi dan pornografi dan pornoaksi adalah masalah sosial sebagai masalah yang berkembang, pada abad modern dewasa ini. Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tunasusila ini dapat dibagi tnenjadi dua 3, yaitu : a) Usaha yang bersifat prepentif b) Tindakkan yang bersifat refresif dan kuratif. 16 Usaha yang bersifat prefentif Usaha yang bersifat prefentif di wujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran dan porno grafi atau porno aksi. Usaha ini antara lain : 1) Penyempurnaaan perundang-undangan tentang larangan atau peratura mengenai larangan penyelenggaraan pelacuran dan pornografi atau pornoaksi. 2) Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai relegius dan norma kesusilaan. 3) Menciptakan bermacam-macam kesibukkan dan rekrasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya 4) Memperluas lapangan keda bagi kaum wanita, disesuiakan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya. 5) Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman mini perkawinan dalam kehidupan keluarga. 6) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar Porno, film-film biro dan sarana-sarana lain merangsang nafsu seks. 7) Pembentukkan badan atau tim koordinasi dari semua penanggulangan pelacuran dan porno grafi dan pornoaksi antara lain dilakukan oleh beberapa istansi. 8) Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Sedangkan usaha yang represif dan kurutif yang dimaksudkan sebagai kegiatan untuk rnenekan (menghapuskan, menindas), dan usaha menyambuhkan para wanita dari ketunasusilaan untuk kemudian membawa mereka kejalan yang benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain: berupa 1) Melalui lokalisasi yang sering ditawarkan sebagai legdisasi orang melakukan pewasan kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para proustusi yang semakin mcnimbulkan pornografi dan pornoaksi. 2) Untuk mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktifitas rehabilatasi 17 clan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan memalui pendiddikan moral dan agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan kuterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif, 3) Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila terkena razia, disertai pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing, 4) Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitusi dan lingkungannya. 5) Menyediakan lapangan kerja baru, bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan pornografi atau pornoaksi dan mau hidup susila. 6) Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka agar mereka mau menerima kembali bekasbekas wanita tunasusiala itu mengawali hidup baru, 7) Mencarikan pasangan hidup yang permanen/suami bagi para wanita tunasusila untuk membawa mereka ke jalan yang benar. 8) Mengikut sertakan ex-WTS (bekas wanita tuna susila) dalam usaha trasmigrasi, dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan kesempatan kerja bagi kaum wanita. Soejono Soekanto dalam bukunya sosilogi suatu pengantar mernberikan pemecahan masalah sosial dengan metode yang bersitat prepentif dan refresif 15 katanya metode prepentif jelas lebih sulit dilaksanakan, karena harus didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya masalah soasial. Metode represif lebih banyak digunakan. Artinya, setelah suatu gejala telah dapat dipastikan sebagai masalah sosial, baru tindakan tindakkan untuk mengatasinya. Di dalam mengatasi masalah sosial tindakan semata-mata melihat aspek sosiologis, tapi juga aspek-aspek lainnva. Sehingga diperlukan suatu kerja sama antara ilmu pengetahuan pada khususnya Untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi tadi 15 Soejono soekanto, sosiologi pengantar, (Jakarta: PT raja Grafindo persada),2002,h.395 18 (secara interdisipliner).. Lebih lanjut Rohiman Not o wi gda gdo 16 m e n gun gka p sul u si t e r ha d a p p ri l a k u pa da pelaku-pelaku pornografi dan porno ksi Islam menyerukan pcngendalian dan penguasan cinta itu lewat pemenuhan dorongan tersebut dengan cara yang shah yaitu dengan perkawinan. Alasannya adalah: dorongan seksual merupakan landasan pembentukan keluarga, dimana suami istri sama-sama mendapatkan kedamaian hati, sehingga timbul rasa tentram, aman dan damai. Dan di antara keduanya timbul perasaan cinta, kasih sayang dan rahmat yang mendorong tetap terpeliharanya kehidupan bersama dengan hamonisnya dan rasa tolong, menolong. Sehingga akan timbul suasana yang segar, bagi pertumbuhan anak-anak, pemeliharaan dan pembentukan keperibadian mereka secara sehat. F. PENUTUP Pengertian pornografi dan pornoaksi merupakan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Ada beberapa yang menjadi kata kuncinya, yaitu pornoaksi dan pornografi disengaja dibuat, untuk membangkitkan birahi seksual, bertentangan dengan norma sosial, melanggar SARA. Padangangan Islam terhadap pornoaksi dan pornografi adalah melarang umatnya untuk melakukan loss-culture itu. Bahkan, ada golongan yang mengharamkannya. Solusi dakwahnya adalah preventif dan kuratif dengan melibatkan semua unsur masyarakat, baik dai, ulama, tokoh masyarakat/adat, pemerintah, khalayak umum. Rohiman Notowidagdo, ilmu budaya dasar berdasarkan al-qur’an dan hadits, Jakarta PT Raja Grapindo Persada, 2002,h.81-82 16 19 DAFTAR KEPUSTAKAAN Al-Quran in word 2003 Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 2005 Salmadanis, Dasar-Dasar Metode Dakwah, Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2000 …………Filsafat Dakwah, Jakarta:Surau,2007 Rahardjo, Dawam, Masyarakat madani Agama, kelas menengah dan perubahan Sosial, Jakarta: LP3 ES 1991, Notowdagno, Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan hadits, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002 Majalah Islam, Sabili, UU APP mutlak diperlukan, Jakarta Edisi 23 Maret 2003. Agus, Bustanuddin, Sosiologi Agama, Padang, Unixersitas Andalas, 2003. Soekanto, Socrjono, Sosiologi Smart, Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. https://dreamindonesia.wordpress.com/tag/asal-usul-kata-porno/ http://www.artikata.com/arti-318235-aksi.html 20