BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini ialah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 159
Rumusan Masalah
Apa Pengertian dari Pelindungan Konsumen?
Bagaiman Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen?
Bagaimana Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ?
BAB II
PEMBAHASAN
Penjelasan Umum Perlindungan Konsumen
Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 159
Didalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen dan konsumen antara. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hokum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 159
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan /atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
(Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 229
Konsumen membutuhkan produksi barang atau jasa sesuai dengan keperluan sehari-hari. Masyarakat yang memproduksi barang dan jasa perlu memerhatikan kebutuhan-kebutuhan konsumen yang mengonsumsi. Sehubungan dengan konsumsi John M Keynes berpendapat, “ He argued that proper role of a national government is to make up for private undercomsumption by undertaking its own spending on final goods and services and by reducing taxes to stimulate increased private spending.”
John M Keynes, The General Theory of Employment, Interest, and Money, (New York: Harcourt,
Brace, and Co, 1936), hlm. 87
Jumlah penduduk yang semakin meningkat memberikan dorongan pada peningkatan konsusmsi. Kebutuhan konsumsi masyarakat berpenduduk banyak, membutuhkan pelayanan yang bervariasi. Konsumsi yang bervariasi memudahkan produsen dalam memenuhi salah satu jenis konsumsi yang dibutuhkan masyarakat. Anggota masyarakat pedesaan maupun perkotaan mempunyai kekhusussan prosuksi yang dibutuhkan untuk konsumsi dirinya dan konsumen. Masyarakat yang memiliki pengetahuan ilmu konsumsi diharapkan mampu memproduksi barang atau jasa untuk di konsumsi sendiri maupun konsumen.
Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 45
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian , hlm.
229
Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian , hlm.
229
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindunga Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
229
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
229
Konsumen menurut Undang-Undang adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Dalam hal ini, Undang-Undang hanya menekankan pada sifat penggunaan dan pemakaian barang atau jasa tersebut, dengan tidak membedakan untuk kepentingan siapa barang atau jasa tersebut dipakai atau dipergunakan.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, (Jakarta: PT Grafindo
Persada, 1999 ), hlm. 12
Di samping itu, undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaanya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
230
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti :
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
230
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang barang, menjadi undang-undang ;
Undang-undang Nomor 2 tahun 1966 tentang Hygiene
Undang-undang Nomor 5 tahun 1975 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tenatang Kesehatan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Aggrement Establishing The World Trade Organizatioan ( Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia )
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan AtasUndang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
231
Perlindungan Konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
231
Asas dan Tujuan
Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
233
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :
Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan, dimaksukan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil maupun spiritual.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas kemanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Asas kepastian hukum, dimasudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
234
Perlindungan konsumen bertujuan:
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
234
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang dan.atau jasa
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentinganya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
234
Hak dan Kewajiban
Berdasarkan Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 161
Hak Konsumen
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunkan
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsmen secara patut
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak semana mestinya
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 161
Kewajiban Konsumen
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
Membayar seusai dengan nilai tukar yang disepakati
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 162
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 162
Hak Pelaku Usaha
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 162
Kewajiban Pelaku Usaha
Baritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutut barang dan.atau jasa yang berlaku
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat atau diperdagangkan
Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau pengganti atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 163
Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan / mempromosikan / mengiklankan, larangan penjualan secara obral/lelang, dan larangan dalam ketentuan periklanan.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 163
Larangan dalam Memproduksi/Memperdagangkan
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan dan/atau jasa yang :
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan dan ketentuan perundang-undangan
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam lebel atau etiket barang tersebut.
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan dalam menurut ukuran yang sebenarnya.
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
Tidak seusai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolaan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan jasa tersebut.
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan jasa tersebut.
Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana dinyatakan “Halal” yang dicantumkan dalam label
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan prundang-undangan yang berlaku.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 164
Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atasa barang yang dimaksud.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 164
Sementara itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas larangan diatas, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 164
Larangan dalam Menawarkan / Mempromosikan / Mengiklankan.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatau barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 165
Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standart mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karajteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu
Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru
Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi
Barang atau jasa tersebut tersedia
Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
Barang tersebut berasal dari daerah tertentu
Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan jasa lain
Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap
Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, misalnya:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 165
Harga atau tarif suatau barang atau jasa
Kegunaan suatu barang atau jasa
Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa
Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
Bahaya penggunaan barang atau jasa
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa, dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang daoat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 166
Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang, misalnya :
Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan
Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 166
Larangan dalam Penjualan Secara Obral/Lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen, antara lain:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 166
Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standart mutu tertentu
Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi
Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain
Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang lain
Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup ddengan maksud menjual jasa yang lain
Menaikan harga atau tarif barang dan jasa sebelum melakukan obral.
Larangan dalam Periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya :
Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang atau jasa.
Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang atau jasa tersebut
Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa
Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan atau jasa
Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan
Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 167
Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian antara lain:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 167
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen
Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindak sepihak yang berkaitan dengan barang yang diberi konsumen secara angsuran
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen seara anggsuran.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klasula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klasula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memeuhi ketentuan sebagaimana telah dinayatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, pelaku usaha wajib menyesuaikan klasula baku yang bertentangan dengan undang-undang.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan / jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti rugi kerugian atau kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
Sementara itu, Pasal 20 dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidakya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut sistem beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak atau tidak meberi tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen maka menurut Pasal 23 dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
Pelaku usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
243
Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang atau jasa tersebut.
Pelaku usaha lain di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh mutu dan komposisi.
Pelaku usaha sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang atau jasa tersebut.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
243
Di dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang di derita konsumen, apabila:
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan.
Cacat barang timbul pada kemudian hari.
Cacat timbul di kemudian hari adalah seduah tanggal yang mendapat jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan.
Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standardisasi yang telah ditetapkan pemerintah berdassrkan kesepakatan semua pihak.
Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
Lewatnya jangka waktu penentuan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah garansi.
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
244
Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana.
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
Sanksi Administratif
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, pasal 25, dan Pasal 26.
Sankso administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Sanksi Pidana
Pelaku usaha yang menlanggar ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimkasud dalam Pasal 11, pasal 12, Pasal 13 yat (1), pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) di pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana dena paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
244
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2, hlm.
244
Perampasan barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Pembayaran ganti rugi
Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbilnya kerugian konsumen
Kewajiban penarikan barang dari peredaran
Pencabutan izin usaha.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Asas Manfaat, memberikan kesempatan kepada konsumen dalam memperoleh hakya. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen. Asas Keamanan Dan Keselamatan Konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, Asas Kepastian Hukum, yaknik pelaku dan maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, Christine S. T. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Keynes, John. 1936. The General Theory of Employment, Interest, and Money. New York: Harcourt, Brace, and Co
Mulyono. 2010. Konsep Pembiayaan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Sari, Elsi Kartika. 2008. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT Grasindo.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad. 1999. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, Jakarta: PT Grafindo Persada.
23