BIODEGRADASI LIMBAH MINYAK BERAT
(HEAVY OIL WASTE / HOW) DENGAN TEKNIK BIOSLURRY
MENGGUNAKAN Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
HUSNILEILI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Biodegradasi Limbah
Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan
Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12” adalah benar hasil karya saya
sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Husnileili
NRP P052080011
ABSTRACT
Husnileili. Biodegradation of Heavy Oil Waste with Bioslurry Technique Using
Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Supervised by Mohamad Yani and
Suprihatin.
Bioremediation is the application of biological treatment to clean up of hazardous
chemicals, included petroleum hydrocarbon such as heavy oil waste by using
microorganisms. The final design must provide the controls to manipulate the
environment for enhancing biodegradation of the target compounds. One of
bioremediation techniques is bioslurry which has some advantages to degrade heavy
oil waste. The experiment was conducted at laboratory scale and then continued to
scale up phase using bacteria Salipiger sp. MY 7 and Bacillus altitudinis MY 12.
Process of biodegradation was observed in 14 days for lab scale and 28 days for scale
up. In lab scale, the best combination for bioslurry was using 15% TPH and 10%
solid which has 80,16% of TPH degradation. The availability of microorganisms in
bioslurry bioreactor was 4,1x107 -1,6x109 CFU/ml . Acidity (pH) of the slurry was in
range of 6 – 7 which is normal condition for microorganisms to grow well, and with
temperature in range of 31 – 34oC. The decreasing in TPH during the scale up phase
(28 days) was from 18,82% to 11,93%. Biodegradation rate can achieved at 44,57
mg/L TPH/day at first week, and 37,57 mg/L/day at second week. Acidity (pH) was
7-9 and temperature was 28oC-30oC which is normal condition for microorganisms
for doing biodegradation of heavy oil waste.
Keywords: bioremediation, bioslurry, biodegradation, heavy oil waste, Salipiger,
Bacillus altitudinis
RINGKASAN
HUSNILEILI. Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW)
Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis
MY12. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan SUPRIHATIN.
Meningkatnya produksi minyak bumi menyebabkan semakin banyak limbah
minyak bumi yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkan
masalah tersebut. Limbah minyak bumi mengandung hidrokarbon yang relatif masih
tinggi dan beberapa senyawa lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam
termasuk logam berat, tergantung dari jenis minyak buminya.
Heavy Oil Waste (HOW) adalah jenis limbah minyak bumi yang sulit untuk
didegradasi. Heavy oil yaitu salah satu jenis minyak mentah yang mempunyai
viskositas yang tinggi dan mempunyai komposisi molekular yang lebih berat.
Karakteristik yang umum adalah grafitasi spesifik yang tinggi, rendah rasio hidrogen
dan karbon, residu karbon yang tinggi, dan kandungan asphaltenes, heavy metal,
sulphur dan nitrogen yang tinggi. Proses refining yang khusus diperlukan untuk
memproduksi fraksi yang lebih bermanfaat seperti: naphthalen, kerosene, dan gas oil.
Bioremediasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah minyak bumi
secara biologis yang terus dikembangkan karena bioremediasi yang merupakan
teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien. Secara umum bioremediasi
dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem pengolahan biologis untuk
menghancurkan kontaminan atau mengurangi konsentrasi limbah dengan
mengandalkan peranan mikroorganisme untuk menyerap, mendegradasi,
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar. Diantara teknik bioremediasi
yang digunakan adalah bioslurry. Bioslurry memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya adalah lebih mudah dalam mengontrol kondisi yang sesuai untuk
berlangsungnya bioremediasi, dapat dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik,
desorbsi dari tanah lebih mudah, dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan
Korus, 1996). Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi
diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi karena
bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan (hidrokarbon)
dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti
CO 2 dan H 2 O.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji laju proses biodegradasi Total
Petroleum Hydrokarbon (TPH) dari Heavy Oil Waste (HOW)
dengan teknik
bioslurry pada berbagai konsentrasi HOW dan padatan, pada skala laboratorium
dengan reaktor 500 ml dan dilanjutkan pada skala yang lebih besar 32 L untuk
perlakukan terbaik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif
dalam pengolahan limbah minyak bumi yang lebih baik khususnya limbah heavy oil
bagi dunia industri perminyakan dan lahan/perairan tercemar minyak secara umum
dan memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan.
Penelitian skala laboratorium pada reaktor 500 ml, dengan menggunakan
Erlenmeyer 500 ml (volume kerja 200 ml). Kultivasi dilakukan pada shaker dengan
kecepatan agitasi 180 rpm dan suhu ruang (28 – 32 oC) selama 14 hari. Penelitian
skala laboratorium dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dalam proses
degradasi heavy oil waste.
Terhadap perlakuan terbaik dari hasil Rancangan Respon Permukaan (RSM),
dilanjutkan ke tahapan skala lebih besar pada reaktor berukuran 32 liter . Fermentasi
dilakukan dengan kecepatan agitasi sekitar 120 rpm dan suhu ruang (28 – 32 oC)
selama 28 hari.
Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam
mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium
diaplikasikan pada penelitian skala 32 L pada 3 buah reaktor, yaitu reaktor 1 adalah
kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri), reaktor 2 dan 3 merupakan ulangan
(dengan penambahan konsorsium bakteri). Percobaan dilakukan selama 28 hari
dengan pengamatan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Parameter yang diuji adalah
TPH, pengujian mikroorganisme (TPC), pH, dan suhu.
Tingkat degradasi TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) merupakan salah satu
parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah hidrokarbon
minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste. Dari pengujian data
pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan Respon Permukaan
menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica v5.0 memberikan hasil belum
tercapai titik optimum bagi degradasi heavy oil waste dengan teknik bioslurry. Hal ini
diduga karena proses biodegrdasi memerlukan waktu yang lebih lama, ketersediaan
nutrisi dan perbandingan CNP yang tepat serta kemampuan bakteri dalam
mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon.
Pada penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi tertinggi yaitu
sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10% padatan. Dari semua
perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan padatan, dengan metode
TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara 4,1x107-1,6x109 CFU/ml.
Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan dengan nilai degradasi tertinggi,
yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 % padatan, memiliki pertumbuhan
populasi bakteri 3,8x108 CFU/ml.
Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba dan
kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor yang
mempengaruhi tersebut adalah pH. Pada penelitian skala laboratorium, pH masing
masing perlakuan berkisar pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH
berada pada selang pH normal.
Degradasi hidrokarbon terbaik pada skala laboatorium sebesar 80,16 % pada
tingkat cemaran 15 % dan padatan 10 % , diterapkan pada penelitian skala 32 L
selama 28 hari dengan selang pengamatan 7 hari. Selama 28 hari proses biodegradasi
oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 terhadap heavy oil
waste, diperoleh penurunan TPH sebesar 36,61 % untuk perlakuan dengan
penambahan bakteri. Sedangkan tanpa penambahan bakteri (kontrol) penurunan TPH
terjadi sebesar 13,50 %. Laju degradasi tertinggi dicapai pada minggu pertama dan
kedua, yaitu : 44,57 mg/L/hari dan 37,57 mg/L/hari. Sedangkan nilai pH, pada
perlakuan dengan penambahan bakteri, berkisar 7-9 sedangkan tanpa penambahan
bakteri pH berkisar 7-8. Kisaran pH ini adalah kisaran pH netral yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Suhu pada proses biodegradasi berkisar antara 28 – 30oC. Suhu
optimum utnuk pertumbuhan bakteri dan proses biodegradasi berkisar 30 – 40oC.
Kata kunci : Bioremediasi, bioslurry, heavy oil waste, Salipiger, Bacillus
altitudinis
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
BIODEGRADASI LIMBAH MINYAK BERAT
(HEAVY OIL WASTE / HOW) DENGAN TEKNIK BIOSLURRY
MENGGUNAKAN Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
HUSNILEILI
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof.Dr.Ir. Erliza Noor
Judul Tesis
:
Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW)
Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12
Nama
:
Husnileili
NRP
:
P052080011
Program Studi :
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.–Ing.Ir.Suprihatin
Anggota
Dr.Ir. Mohamad Yani, M.Eng
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang
berjudul “Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan
Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program
Studi
Pengelolaan
Sumberdaya
Alam
dan
Lingkungan,
Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.
Mohamad Yani, M.Eng dan Prof. Dr.-Ing Ir. Suprihatin selaku komisi pembimbing,
atas bimbingan, arahan serta motivasi yang selalu diberikan selama proses penelitian
dan hingga selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada Kepala Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (PKSPL – IPB), Prof. Tridoyo Kusumastanto, atas dukungan yang
diberikan selama studi, serta yang telah membiayai pendidikan ini melalui Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB. Ucapan terima kasih yang tulus
penulis sampaikan kepada Mama dan Papa yang tercinta Drs. H. Yusran Khatib, MPd
Dt Batuah dan Hj. Yuniarti; yang terkasih Moj Drogi Mietku , yang dengan sepenuh
cinta dan kasih setiap saat tanpa bosan selalu memberikan dukungan semangat, moril
dan materil, ide dan pemikiran kepada penulis, anak-anakku tersayang Muhammad
Ihsan Ridwan dan Muhammad Ilham Ramadhan atas pengertian dan pengorbanannya
selama penulis menjalani studi hingga selesainya penulisan tesis ini. Semoga Allah
SWT melimpahkan balasan yang tak terhingga dan mencatatnya sebagai amal
perbuatan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu
penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran untuk perbaikan sehingga menjadi
lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan berbagai pihak.
Bogor, Juni 2011
Husnileili
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batu Sangkar pada tanggal 7 Agustus 1968 dari pasangan
Drs. H. Yusran Khatib, M.Pd, Dt. Batuah dan Hj. Yuniarti. Penulis merupakan anak
kedua dari empat bersaudara. Penulis dikaruniai dua orang putra yaitu Muhammad
Ihsan Ridwan dan Muhammad Ilham Ramadhan.
Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD PPSP IKIP
Padang, dan sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP PPSP IKIP Padang pada
tahun 1983. Tahun 1985 penulis lulus dari SMA PPSP IKIP Padang dan diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).
Tahun 1991 penulis berhasil menamatkan pendidikan Strata- 1.
Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S-2) pada Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1997 hingga saat ini penulis bekerja sebagai staf peneliti pada
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Institut Pertanian Bogor.
II.
LAMPIRANLLLLLLL
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................
I.
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian ........................................................................................... 3
1.3. Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 3
1.4. Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.5. Hipotesis ........................................................................................................ 6
II.
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7
2.1. Heavy Oil ...................................................................................................... 7
2.2. Bioremediasi ................................................................................................... 7
2.3. Degradasi Minyak bumi Heavy Oil ............................................................... 10
2.4. Slurry Bioreaktor .......................................................................................... 15
2.5. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon ................................................. 17
III.
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 19
3.1. Bahan dan Alat ............................................................................................... 20
3.2. Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 20
3.3. Pengamatan .................................................................................................... 25
3.4. Rancangan Percobaan .................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 27
4.1.
Karakterisasi Tanah tercemar HOW .......................................................... 27
4.2.
Persiapan Starter Bakteri Yang Digunakan ............................................... 27
4.3.
Penelitian Skala Laboratorium .................................................................. 30
4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam tanah dan Persen Padatan
terhadap Degradasi hidrokarbon ................................................... 31
4.3.2. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan
terhadap Pertumbuhan Populasi bakteri ........................................ 33
4.3.3. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen padatan
terhadap Perubahan pH ................................................................. 34
4.4.
Penelitian Skala 32 Liter ........................................................................... 35
4.4.1. Degradasi Hidrokarbon ................................................................. 36
4.4.2. Pertumbuhan Populasi Mikroba .................................................... 38
4.4.3. Perubahan pH ................................................................................ 40
4.4.4. Perubahan Temperatur .................................................................. 41
4.5.
V.
Skala Laboratorium vs Skala 32 L ............................................................ 41
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 43
VI. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44
VII. LAMPIRAN .......................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Keuntungan dan Kerugian Bioremediasi ................................................................. 8
2
Klasifikasi Senyawa Hidrokarbon ........................................................................... 15
3
Beberapa Hasil Penelitian Bioremediasi dengan Teknik Bioslurry ......................... 16
4
Kelompok Mikroorganisma Pendegradasi Senyawa Hidrokarbon ........................... 18
5
Parmeter Pengamatan ............................................................................................... 25
6
Kisaran dan Taraf Peubah Uji .................................................................................. 25
7
Matriks Satuan Percobaan pada Optimasi Bioremediadi dalam Rancangan
Komposit Fraksional ................................................................................................ 26
8
Hasil Analisis Kandungan Polyaromaric Hydrocarbon pada Sampel ..................... 28
9
Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi perlakuan (+1/- 1)
32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................... 4
2
Hubungan Kurva Pertumbuhan Bakteri dengan Total Hidrokarbon ...................... 19
3
Bagan Alir penelitian skala Laboratorium ................................................................ 22
4
Bagan Alir Penelitian skala 32 Liter ........................................................................ 23
5
Slurry bioreaktor 500 ml ........................................................................................... 24
6
Slurry Bioreaktor 32 Liter ......................................................................................... 24
7
Penyegaran Isolat Bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 ....... 29
8
Propagasi dan Adaptasi Bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 29
9
Grafik Pertumbuhan Bakteri Salipiger sp. MY 7 dan Bacillus altitudinis MY12 .... 30
10 Permukaan Respon Degradasi TPH .......................................................................... 31
11 Persentase degradasi TPH dalam proses biodegradsi HOW skala laboratorium ...... 32
12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene ................................................................. 33
13 Pertumbuhan mikroba pada kombinasi persen padatan dan tingkat cemaran……... 34
14 Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW……………………. 36
15 Laju degradasi HOW ................................................................................................ 36
16 Populasi bakteri dalam proses biodegradasi HOW………………………………... 39
17 Nilai pH selama proses biodegradasi HOW……………………………………….. 40
18 Suhu selama proses biodergradasi HOW…………………………………………. 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Peremajaan Bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis MY12 ................. 47
2
Prosedur Pengukuran TPH dengan Gravimetri ........................................................ 48
3
Prosedur Perhitungan Kuantitas Mikroba (Total Plate Count) ................................. 49
4
Prosedur Pengukuran pH ......................................................................................... 50
5
Prosedur Pengukuran Suhu ...................................................................................... 50
6
Hasil Analisis Degradasi Hidrokarbon/ TPH ............................................................ 51
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan
selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai
buangan atau limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh manusia seperti pada
kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Penanganan
dan pengolahan limbah secara tidak tepat merupakan sebab utama terjadinya
pencemaran lingkungan. Keberadaan polutan organik pada lingkungan akan
menekan pertumbuhan organisme makro maupun mikro, hal ini disebabkan
karena bahan pencemar organik bersangkutan dapat bersifat toksik, mutagenik,
teratogenik atau karsinogenik.
Salah satu beban pencemaran yang menjadi masalah besar terhadap
keseimbangan lingkungan adalah limbah yang disebabkan oleh minyak bumi dan
limbah lain yang juga merupakan turunan dari minyak bumi, baik yang berasal
dari dan selama proses produksi, transportasi maupun akibat ceceran dan
tumpahan minyak. Peningkatan produksi minyak bumi guna mengantisipasi
kebutuhan masyarakat yang kian bertambah, memicu laju aktivitas perminyakan.
Limbah minyak bumi mengandung hidrokarbon yang relatif masih tinggi dan
beberapa senyawa lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam
termasuk logam berat, tergantung dari jenis minyak buminya.
Meningkatnya kegiatan produksi minyak bumi menyebabkan semakin
banyak limbah yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk
memecahkan masalah tersebut. Salah satu jenis minyak bumi yang sulit untuk
didegradasi adalah apa yang disebut dengan heavy oil. Heavy oil yaitu salah satu
jenis minyak mentah yang sangat dan tidak mudah mengalir serta mempunyai
viskositas yang tinggi. Karakteristik umum limbah minyak berat (heavy oil waste
/ HOW) adalah densitas (specific gravity) yang tinggi, rendah rasio hidrogen dan
karbon, residu karbon yang tinggi, dan kandungan asphaltenes, heavy metal,
sulphur and nitrogen yang tinggi.
2
Proses refining yang khusus diperlukan untuk memproduksi fraksi yang
lebih bermanfaat seperti: naphtha, kerosene, gas dan minyak.
Usaha untuk mengatasi masalah pencemaran oleh limbah minyak bumi terus
dilakukan dan dikembangkan. Metode pengolahan yang umum dilakukan adalah
metode fisika, kimia dan biologi. Seringkali ketiga metode tersebut diaplikasikan
secara bersama dan berkesinambungan untuk memperoleh hasil pengolahan yang
optimal. Salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang saat ini terus
dikembangkan adalah bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan,
cukup efektif dan efisien serta ekonomis (Udiharto, 1996).
Bioremediasi secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem
pengolahan biologis untuk menghancurkan kontaminan atau mengurangi
konsentrasi limbah dengan mengandalkan pada peranan mikroorganisme untuk
menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar,
baik itu logam berat maupun senyawa organik.
Bioremediasi mempunyai aplikasi yang sangat luas yang seringkali tidak
dapat dilakukan oleh metoda fisika ataupun kimia. Landfarming dan slurry
bioreaktor merupakan salah satu teknologi bioremediasi yang terus dikembangkan
hingga saat ini. Slurry bioreaktor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
bioremediasi secara landfarming, diantaranya adalah lebih mudah dalam
mengontrol kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya bioremediasi, dapat
dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik, desorbsi dari tanah lebih mudah,
dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan Korus, 1996)
Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi
diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi karena
bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan
(hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak
berbahaya seperti CO 2 dan H 2 O. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik
bioremediasi yang mampu menanggulangi limbah minyak bumi secara efektif dan
efisien.
3
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji laju proses biodegradasi TPH
dari Heavy Oil Waste (HOW) dengan teknik bioslurry pada berbagai konsentrasi
HOW dan persen padatan menggunakan isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12 ; dan (2) Menerapkan perlakuan terbaik dari skala
laboratorium (500 ml) ke skala yang lebih besar (32 L).
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dapat memberikan
alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak yang lebih efektif dan efisien
khususnya bagi dunia industri perminyakan dan bagi pengelolaan lahan dan
perairan tercemar minyak secara umum; (2) Memberikan manfaat praktis di
bidang pengelolaan lingkungan dengan metode bioremediasi limbah heavy oil ;
(3) Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
bioremediasi limbah heavy oil; dan (4) Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang mikrobiologi lingkungan.
1.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran untuk memecahkan permasalahan pencemaran akibat
limbah heavy oil dengan metode bioremediasi digambarkan pada Gambar 1.
Limbah heavy oil akibat kegiatan produksi minyak bumi akan mencemari tanah di
sekitar lokasi industri. Metode bioremediasi dengan menggunakan teknik
bioslurry
sebagai alternatif pengelolaan limbah heavy oil pada fase slurry
diharapkan dapat mendegradasi hidrokarbon pada limbah heavy oil dengan baik,
efektif dan efisien sehingga dapat menekan terjadinya pencemaran akibat limbah
heavy oil.
4
Pertambangan minyak bumi
Limbah
Tanah tercemar
Heavy Oil Waste
Pengolahan HOW dengan
Bioremediasi (Landfarming)
Biodegradasi tidak maksimal
Pengembangan teknik
Bioremediasi
Penggunaan bioslurry
dengan mengkombinasikan
tingkat cemaran dan persen
padatan
Teknik pengolahan HOW
yang lebih baik
(Teknik Bioslurry)
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
HOW sulit terdegradasi karena mengandung PAH yang bersifat rekalsitran.
Polutan yang bersifat rekalsitran merupakan tantangan khusus bagi pengolahan
air limbah. Dalam banyak kasus air limbah seperti yang demikian bahkan tidak
bisa diolah secara biologis. Hal ini terutama karena efek toksik polutan tertentu
terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu, untuk proses degradasi secara biologis
diperlukan keterlibatan beberapa
mikroorganisme "ahli". Mikroorganisme
5
"spesialis" ini umumnya memerlukan waktu regenerasi yang sangat lama,
sehingga tujuan teknologi adalah berjuang untuk mempertahankan jumlah dari
"spesialis" dalam sistem reaktor yang cocok, dan peningkatan konsentrasi dari
"spesialis" dalam sistem..
1.4.
Perumusan Masalah
Dengan semakin berkembangnya teknologi, kebutuhan akan penggunaan
produk-produk minyak bumi pun semakin meningkat. Hal ini selain
memberikan dampak positif juga diperoleh dampak negatif, salah satu dampak
negatif yang dihasilkan adalah terbentuknya limbah heavy oil (Heavy Oil
Waste/HOW) yang dapat mencemari lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan
penanggulangan heavy oil waste untuk meminimalkan dampak pencemaran
yang terjadi terhadap lingkungan. Alternatif penanggulangannya adalah dengan
menggunakan teknik bioremediasi. Metode ini merupakan upaya penanganan
limbah yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Seberapa efektif
bioremediasi dengan teknik bioslurry dalam merombak hidrokarbon dari heavy
oil waste merupakan permasalahan yang perlu diketahui dan dikembangkan.
HOW mengandung PAH yang cukup tinggi sehingga sulit didegradasi
dengan teknik landfarming, dengan demikian perlu alternatif lain dengan teknik
bioslurry menggunakan bakteri yang mampu untuk mendegradasi PAH.
Charlena (2010) menguji kemampuan beberapa bakteri yang diisolasi dari
tanah terkontaminasi HOW dalam mendegradasi HOW yang dilakukan pada
skala laboratorium (reaktor 250 ml). Dari beberapa bakteri yang mempunyai
kemampuan dalam mendegradasi HOW diperoleh dua isolat bakteri yang
mempunyai kemampuan terbaik dalam mendegradasi HOW yaitu Salipiger sp.
MY7 dan Bacillus altitudinis
MY12. Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian pada skala yang lebih besar dalam menguji kemampuan dua bakteri
terbaik tersebut dalam mendegradasi HOW.
6
1.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah:
1.
Heavy Oil Waste (HOW) dapat didegradasi oleh Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12 yang dapat dikembangkan sebagai agen biologi
dalam proses bioremediasi dengan menggunakan teknik bioslurry dan laju
biodegradasi HOW dipengaruhi oleh tingkat padatan dan konsentrasi TPH.
2.
Hasil terbaik skala laboratorium dapat diterapkan pada bioreaktor dengan
skala yang lebih besar (32 L).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Heavy Oil
Minyak bumi merupakan suatu senyawa organik yang berasal dari sisa sisa
organisme tumbuhan dan hewan yang tertimbun selama berjuta-juta tahun.
Umumnya minyak bumi berupa cairan dan gas yang tepat disebut sebagai minyak
mentah dan gas alam. Pada tingkatan yang lebih rendah, minyak bumi berwujud
endapan pada ter, pasir dan serpihan (Fitriana, 1999).
Beberapa komponen yang menyusun minyak bumi diketahui bersifat racun
terhadap mahluk hidup, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen
hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat
menyebabkan anastesi dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah, dan bila
terdapat pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian (Fitriana, 1999).
Minyak bumi dan produknya sangat kompleks karena terdiri dari campuran
bermacam-macam senyawa yang terdiri dari ribuan senyawa tunggal sehingga
menyebabkan sifat fisiknya berbeda-beda. Minyak bumi terdiri dari senyawa
hidrokarbon (sekitar 50 - 98% dari total komposisinya) dan senyawa non
hidrokarbon (yaitu sulfur, nitrogen, oksigen dan berbagai macam logam berat)
dalam berbagai susunan kombinasi. Senyawa hidrokarbon minyak bumi
merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon cair, gas yang terlarut, dan
hidrokarbon padat. Senyawa ini tersusun dari beberapa golongan yaitu senyawa
alkana (parafinik), sikloalkana (naftenik), aromatik, dan olifinik sebesar 19% dan
sisanya resins sebesar 2% (Meyer dan Colwell, 1990).
2.2. Bioremediasi
Istilah bioremediasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan
mikroorganisme perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar.
Kemampuan perombakan tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid microbial
yang mengandung gen-gen penyandi berbagai enzim perombak polutan (Sudrajat,
1996). Menurut Citroreksoko (1996), proses bioremediasi didasari bahan organik
di biosfer yang dilakukan oleh bakteri dan jamur heterotropik. Mikroorganisme
8
ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami (misalnya
hidrokarbon minyak bumi) sebagai sumber karbon dan energi. Proses
dekomposisi yang terjadi menghasilkan karbon dioksida, metan,air, biomassa
mikroba dan hasil sampingan yang lebih sederhana dibanding dengan senyawa
awalnya.
Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan karena teknologi
ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat menyelesaikan permasalahan
pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas (Gunalan,1996).
Wisnjnuprapto (1996) menjelaskan bahwa dua keuntungan utama teknologi
bioremediasi adalah biaya investasi yang rendah dan kemampuannya untuk
melaksanakan tugas di lapangan. Namun dalam memilih teknologi bioremediasi
tetaplah harus dipertimbangkan faktor kerugiannya. Tabel 1 menampilkan
keuntungan dan kerugian aplikasi bioremediasi.
Tabel 1 Keuntungan dan kerugian bioremediasi
Keuntungan
Kerugian
♦Dapat dilaksanakan di lokasi
♦Tidak semua bahan kimia dapat diolah
♦Penyisihan buangannya permanen
secara bioremediasi
♦Sistem biologi adalah sistem yang ♦Membutuhkan
murah
ekstensif
pemantauan
yang
♦Masyarakat dapat menerima dengan ♦Membutuhkan lokasi tertentu
baik
♦ Pengotornya bersifat toksik
♦ Menghapus resiko jangka panjang
♦ Padat ilmiah
♦ Perusakan lokasi minimum
♦ Menghapus biaya transportasi dan
kendalanya
♦Dapat digabung
pengolahan lain
dengan
♦Berpotensi menghasilkan produk yang
tidak dikenal
♦ Persepsi sebagai teknologi yang
belum teruji
teknik
Sumber: Wisnjnuprapto (1996)
Bioremediasi dapat berlangsung secara alamiah dalam beberapa kasus
pencemaran lingkungan, hal ini disebabkan karena mikroorganisme pada
lingkungan yang tercemar tersebut telah beradaptasi untuk mendegradasi polutan.
Adaptasi ini ditandai dengan peningkatan laju biodegradasi polutan oleh
9
mikroorganisme, tetapi laju bioremediasi alamiah ini tidak cukup untuk
melindungi lingkungan dari tingkat pencemaran yang lebih serius, oleh karena itu
diperlukan proses bioremediasi yang melibatkan peran serta manusia dan
kemajuan teknologi terutama bidang bioteknologi (Bollag dan Bollag, 1992).
Berdasarkan konsep pengembangan perancangan bioremediasi dapat
dilakukan secara in situ, ex situ ataupun kombinasinya. Bioremediasi in situ
disebut juga dengan intrinsic bioremediation atau natural attenuatio, pada
prinsipnya adalah suatu proses bioremediasi yang hanya mengandalkan
kemampuan mikroorganisme indigenous yang telah ada di lingkungan tercemar
limbah untuk mendegradasinya. Bioremediasi ex situ disebut juga dengan
aboveground treatment merupakan proses bioremediasi yang dilakukan dengan
cara memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa
perlakuan. Pemilihan konsep perancangan bioremediasi ditentukan oleh lokasi
kontaminan, kondisi hidrogeologi setempat dan kendala-kendala lokasi.
Terdapat dua metode untuk meningkatkan kecepatan biodegradasi dalam
bioremediasi
yaitu
dengan
menambahkan
nutrien
untuk
menstimulasi
mikroorganisme indigenous (biostimulasi) dan penambahan mikroorganisme
eksogenous
(bioaugmentasi)
(Walter,
1997).
Walaupun
mikroorganisme
indigenous tersebar luas di alam, bioaugmentasi tetap dipertimbangkan sebagai
strategi potensial dalam proses bioremediasi. Alasan rasional penambahan
mikroorganisme eksogenous ialah populasi mikroorganisme indigenous tidak
mampu mendegradasi substrat potensial yang terdapat dalam campuran komplek
seperti
hidrokarbon.
Bioaugmentasi
dilakukan
dengan
panambahan
mikroorganisme yang telah diketahui dapat mendegradasi kontaminan.
Bacher dan Herson (1994) dalam Citroreksoko (1996) serta Boopathy
(2000) menggolongkan perlakuan teknologi bioremediasi menjadi:
a. Bioaugmentasi
Merupakan perlakuan penambahan bakteri terhadap medium yang terkontaminasi,
sering digunakan dalam bioreaktor dan sistem ex situ
10
b. Biofilter
Merupakan perlakuan penggunaan kolom berjalur mikrobial untuk perlakuan
terhadap emisi udara
c. Biostimulasi
Merupakan perlakuan stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/atau air
tanah; dilakukan secara in situ atau ex situ
d. Bioreaktor
Merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor;
digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry)
e. Bioventing
Merupakan perlakuan tanah terkontaminasi oleh oksigen terhisap melalui tanah
untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba
f. Pengomposan
Merupakan perlakuan termofilik, aerobik, dimana bahan terkontaminasi dicampur
dengan pereaksi yang jumlahnya besar.
g. Landfarming
Merupakan sistem perlakuan fase padat untuk tanah terkontaminasi, dilakukan
secara in situ atau dalam suatu ruang terkonstruksi dalam tanah.
2.3. Biodegradasi Minyak Bumi Heavy Oil
Atlas (1981) menyatakan bahwa degradasi hidrokarbon oleh populasi
mikroorganisme merupakan mekanisme utama dalam penanganan minyak
mentah. Biodegradasi minyak mentah pada proses alami sangat komplek.
Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada komposisi minyak
mentah tersebut dan faktor lingkungan.
Komponen minyak bumi jenis heavy oil yang sebagian besar tersusun atas
hidrokarbon
digunakan
pertumbuhannya.
oleh
Pertumbuhan
mikroba
sebagai
mikroorganisme
sumber
terlihat
karbon
dengan
bagi
adanya
penambahan populasi mikroorganisme. Kemampuan degradasi hidrokarbon
11
minyak bumi
oleh mikroorganisme tergantung dari kemampuan adaptasi
mikroorganisme tersebut terhadap lingkungannya. Rosenberg dan Ron (1996)
mengemukakan bahwa degradasi hidrokarbon minyak bumi terjadi bila
mikroorganisme menempel di permukaan butiran-butiran minyak karena enzim
oksigenase yang dibutuhkan untuk memecah rantai karbon yang sifatnya terikat
pada membran sel.
Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan
hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal,
sulphur and nitrogen. Hidrokarbon jenuh memiliki komponen terbesar (79%)
sedangkan hidrokarbon aromatik sebesar 19% dan sisanya resin sebesar 2%.
Minyak bumi
juga mengandung sejumlah VOCs seperti benzene, toluene,
etilbenzena, xilena, dan C3-benzena.
Udiharto (1996) menyatakan bahwa minyak bumi terdiri atas komponen
minyak dan bahan aditif. Komponen minyak dari bahan ini sebagian besar
merupakan hidrokarbon yaitu normal alkana atau n-parafin, isoalkana atau
isoparafin, sikloalkana atau naftalena, olefin dan campuran aromat dan olefin.
Beberapa senyawa polutan hasil pembakaran minyak bumi adalah
hidrokarbon, oksida nitrogen, partikulat, benzene, dan karbon monoksida.
Hidrokarbon minyak bumi sebagian besar berupa n-alkana sederhana tidak
bercabang, dengan kandungan senyawa poliaromatik kurang dari empat persen.
N-alkana dengan jumlah atom karbon 6-12 bisa melarutkan fosfolipida yang
menyusun
membran
sel
mikroorganisme,
walaupun
demikian
beberapa
mikroorganisme tertentu diketahui dapat memetabolisme senyawa-senyawa toksik
tersebut (Johnson, 2000)
Proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme dimulai dengan
terjadinya perlekatan mikroorganisme pada globula minyak, yang dilanjutkan
dengan proses pelarutan hidrokarbon oleh surfaktan yang diproduksi oleh
mikroorganisme tersebut. Hidrokarbon yang telah teremulsi ini selanjutnya
diserap ke dalam sel dan diurai melalui proses katabolisme. Untuk n-alkana,
proses katabolisme ini diawali dengan proses hidroksilasi n-alkana yang
menghasilkan alkan-l-o1, yang selanjutnya dioksidasi oleh enzim dehydrogenase
12
dan menghasilkan asam lemak. Jika sistem oksidasi mikroorganisme pengurai
hidrokarbon dapat berjalan secara optimal, maka asam lemak yang terbentuk ini
akan diurai sempurna menjadi energi, H 2 O dan CO 2 melalui proses β-oksidasi
(Godfrey, 1986).
Faktor-faktor yang mendukung proses bioremediasi minyak adalah faktor
fisik-kimia dan faktor biologi. Faktor fisik-kimia adalah komposisi kimia minyak,
kondisi fisik minyak, konsentrasi minyak, suhu, oksigen, nutrisi, salinitas,
tekanan, air aktivitas, dan pH, sedangkan faktor biologi adalah kemampuan
mikroorganisme itu sendiri.
Menurut Cookson (1995), faktor-faktor yang diperlukan untuk bioremediasi
adalah :
a. Tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar
Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung
dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun
dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang >
hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik (Leahy dan
Colwell, 1990). Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi biodegradasi.
Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat penyebaran bahan
pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat
dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul dalam bentuk padatan (Atlas,
1981).
b. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah dan
mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah,
viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana
terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi.
Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme
hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40 oC. Di atas temperatur ini,
aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan
semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).
13
c. Nutrien
Hidrokarbon merupakan sumber karbon dan energi yang bagus untuk
mikroorganisme. Hidrokarbon ini merupakan makanan yang tidak sempurna
karena hidrokarbon tidak berisi konsentrasi nutrien lain yang cukup besar (seperti
nitrogen dan fosfor) untuk pertumbuhan mikroorganisme (Prince et al., 2002).
Masuknya sumber karbon yang sangat besar akan menyebabkan berkurang secara
cepatnya nutrien anorganik (Margesin et al., 1999) yang akan membatasi tingkat
biodegradasi, sehingga biostimulasi dapat digunakan untuk memaksimalkan
proses bioremediasi (Trinidade et al., 2002).
d. pH
Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada
lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur
pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat
memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon
(Leahy dan Colwell, 1990).
e. Oksigen
Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam
mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses
degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi
oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat
digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor
pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk
mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat
dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara
anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di
bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan
Colwell, 1990).
Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas
yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam
studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan
aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan air
14
sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan
mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan
menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme
dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme
dapat berlangsung lebih cepat.
f. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi. Kandungan air
tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer gas dan tingkat
toksisitas dari kontaminan. Kelembaban sangat penting untuk hidup, tumbuh dan
aktivitas metabolik mikroorganisme. Tanpa air, mikroorganisme tidak dapat hidup
dalam limbah minyak.
Mikroorganisme akan hidup aktif di daerah antara minyak dengan air.
Selama bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya
oksigen untuk masuk ke dalam tanah (Fletcher, 1991).
Bersihnya
proses
penguraian
hidrokarbon
oleh
mikroorganisme
menyebabkan proses bioremediasi daerah yang tercemar minyak bumi menjadi
sangat menarik sebagai pelengkap dari metoda fisik dan kimia. Penerapan
bioremediasi ini pertama kali dilakukan oleh Environmental Protection Agency
(EPA) Amerika untuk mengatasi pencemaran minyak bumi di daerah Alaska,
Amerika akibat karamnya kapal Exxon Valdez pada bulan Maret 1989. Pada saat
itu, proses remediasi tidak menggunakan mikroorganisme pengurai hidrokarbon,
tetapi menggunakan nutrien (sumber nitrogen dan fosfor) untuk merangsang
mikroorganisme pengurai hidrokarbon yang ada secara alami untuk melakukan
proses penguraian lebih cepat walaupun metoda ini menunjukkan hasil yang baik
dan mikroorganisme pengurai hidrokarbon secara alami mungkin ada di daerah
yang tercemar, namun proses remediasi sebaiknya tidak hanya bergantung pada
mikroorganisme yang tersedia secara alami. Penambahan mikroorganisme
pengurai hidrokarbon dan penambahan nutrien atau bahan kimia lain yang dapat
mengoptimalkan kondisi kimia lingkungan akan mempercepat proses remediasi
(Shaheen, 1992).
15
Senyawa hidrokarbon minyak bumi berdasarkan kerentanannya agar dapat
didegradasi secara biologis dapat diklasifikasikan seperti dalam Tabel 5.
Tabel 2. Klasifikasi senyawa hidrokarbon
Kerentanan
Hidrokarbon
Sangat rentan
n dan iso-alkana
Kerentanan tinggi
1-,2-,5- dan 6- cincin sikloalkana, 1cincin aromatik, dan senyawa aromatik
bersulfur
Agak rentan
Sangat resisten
Resisten tinggi
3- dan 4- cincin sikloalkana, 2- dan 3cincin aromatik
Tetra aromatik, stearin, triterpen dan
senyawa aromatik yang mengandung
napten
Penta aromatik, aspal dan resin
Sumber: Blackburn dan Hafker (1993)
2.4. Slurry Bioreaktor
Bioreaktor merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau
reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry) (Bacher
dan Herson, 1994 dalam Citroreksoko, 1996). Teknik bioremediasi dengan
menggunakan bioreaktor merupakan pengembangan bioremediasi secara ex situ.
Slurry bioreaktor tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah
berbentuk fase cairan dan slurry namun juga limbah padat/tanah. Menurut Banerji
(1996) fase slurry dapat diperoleh dari limbah padat/tanah yang dicampurkan air
sehingga slurry memiliki tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian
disimpan dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam
kondisi lingkungan yang terkontrol agar mikroorganisme dapat melakukan proses
degradasi dengan baik. Selain penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan
suplai gas atau oksigen untuk menjaga agar kondisi aerobik pada bioreaktor tetap
terjaga. Selain itu juga dilakukan pengadukan secara mekanik atau pneumatik.
Keuntungan proses bioremediasi dengan menggunakan slurry bioreaktor adalah
mempercepat proses transfer massa antara fase padat dan cair; kontrol lingkungan
seperti nutrisi, pH, dan suhu dapat berlangsung dengan baik; mudah dalam
16
memelihara tingkat penerimaan elektron dalam reaktor; dan berpotensial dalam
mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme pengganggu (Banerji, 1996).
Bioslurry merupakan proses yang potensial untuk perlakuan tanah yang sulit
didegradasi, khususnya kontaminan dengan kandungan heavy oil, PAHs, pestisida
dan khloropenol yang tinggi. Pencampuran yang seksama dalam fase slurry akan
berpotensi
untuk
pencampuran
yang
berhasil.
Perlakuan
seksama
dan
dengan
agitasi.
bioslurry
Agitasi
menghomogenkan slurry tapi juga meningkatkan
tidak
membutuhkan
hanya
untuk
pemecahan partikel padat,
(desorption) penyerapan limbah dari partikel padat, kontak antara limbah organik
dan mikroorganisme, oksigenasi slurry dengan aerasi, dan penguapan bahan
kontaminan (LaGrega et al., 2001).
Beberapa hasil penelitian bioremediasi dengan teknik bioslurry dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Beberapa hasil penelitian bioremediasi dengan teknik bioslurry
yang Hasil
Skala
penelitian
Referensi
99%
400 galon
Craig et
al., 1995
Jenis
Limbah
Lama proses Bakteri
biodegradasi
digunakan
Bahan
peledak
53 hari
-
TPH
45 hari
Pengayaan kultur 70%
mikroba
120
ml Yerushal
volume
mi et al.,
kerja 45 ml 2003
PAH
14 hari
-
Skala pilot
US EPA,
2003
PAH
4 hari
a Triton N-101 30%
surfactant
solution
-
Brown et
al., 1999
Minyak
Diesel
4 hari
Pseudomonas
85%
pseudomallei dan
Enterobacter
agglomerans
Skala lab
Eris, 2006
Minyak
Diesel
20 hari
Pseudomonas
91%
pseudomallei dan
Enterobacter
agglomerans
Skala
16 Eris, 2006
liter volume
kerja 8 liter
96%
17
….lanjutan Tabel 3
PAH
(Phenanthr
ene)
7 hari
Sphingomonas sp. 99,4 % 250
ml Chen
et
al., 2008
volume
kerja 100 ml
Weathered 15 hari
oily sludge
waste
Genera Bacillus, 30%
Pseudomonas dan
Serratia
500 ml
Machin
Ramirez
et
al.,
2008
2.5. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon
Dalam kegiatan biodegradasi diperlukan adanya aktivitas biologi. Mikroba
merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi heavy oil.
Telah lama diketahui bahwa beberapa mikroorganisme mampu mendegradasi
minyak bumi. Selama kegiatan degradasi tersebut, mikroorganisme akan
memanfaatkan karbon dari minyak bumi sebagai sumber energinya.
Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan di berbagai
tempat yaitu lingkungan yang mengandung cukup limbah hidrokarbon. Jenis
mikroorganisme yang mendominasi pada lingkungan tersebut terdiri atas beberapa
genera,
yaitu
Alcaligenes,
Arthrobacter,
Acenitobacter,
Nocardia,
Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas dan lain-lain (Cookson,
1995). Genera Aspergillus dan Penicillium berhasil diisolasi dari laut dan tanah
dan ternyata dapat berperan dalam mendegradasi hidrokarbon.
Atlas dan Bartha (1973) mengemukakan bahwa ada 22 genera bakteri yang
dapat menguraikan hidrokarbon minyak mentah, yang mana bakteri tersebut dapat
diisolasi dari lingkungan minyak bumi. Bakteri tersebut yaitu dari genera
Pseudomonas,
Arthrobacter,
Corynobacterium,
Mycobacterium
dan
Mavobacterium (Wong et al., 1997). Mikroorganisme tersebut menggunakan
hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber energi dan sumber karbon.
Eksplorasi mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat diperoleh dari
beberapa sumber potensial, seperti: ekosistem tanah, tanah gambut, sludge/lumpur
aktif, septic tank, pupuk/kotoran hewan, dan sebagainya. Jenis bakteri lokal
(indigenous bacteria) dianalisis dari sampel limbah cair di salah satu perusahaan
minyak bumi telah dapat diisolasi dan diidentifikasi terhadap mikroorganisme
18
yang dominan. Dari 10 jenis mikroorganisme dominan tersebut adalah
Enterobacter agglomerans, Bacillus sp., Clostridium sp., Arthrobacter sp.,
Shigella sp., Pseudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophyla, dan Citrobacter
freundi. Selain itu dapat diidentifikasi pula beberapa bakteri Coliform (E. coli)
dan Salmonela, namun tidak dilakukan identifikasi lanjut. Bakteri yang dapat
mendegradasi
minyak
bumi
antara
lain
Aeromonas
hydrophyla,
Arthrobacter,Bacillus sp. dan Pseudomonas aeruginosa (Anonim, 2002).
Eksplorasi mikroorganisme dari berbagai jenis kotoran atau pupuk kandang
telah dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi, identifikasi dan pengujian
kemampuan isolat bakteri dan kapang terhadap substrat minyak tanah, minyak
bumi, minyak goreng, dan minyak diesel, serta sludge minyak bumi. Dari sekian
isolat diperoleh 3 jenis isolat Pseudomonas pseudomallei, P. aeruginosa, dan
Enterobacter agglomerans dan sejumlah kapang yang belum seluruhnya
diidentifikasi (Anggraeni, 2003). Suatu penelitian di LEMIGAS menemukan
suatu kultur campuran yang didominasi oleh Pseudomonas yang mampu
mendegradasi minyak bumi dan fenol. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari air
buangan kilang minyak (Udiharto, 1992). Beberapa kelompok mikroorganisme
pendegradasi senyawa hidrokarbon dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 Kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon
Senyawa Parafinik
Senyawa Naftenik
Senyawa Aromatik
Pseudomonas
Acinetobacter
Pseudomonas
Pseudomonas
Achromobacter
Bacillus
Mycobacterium
Achromobacter
Arthrobacter
Nocardia
Flavobacterium
Mycobacterium
Acetobacter
Corynebacterium
Brevibacterium
Alcaligenes
Aeromonas
Nocardia
Sumber: Kardena dan Suhardi, 2001
Kemampuan degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme tergantung dari
faktor-faktor lingkungan seperti temperatur, nutrisi, dan oksigen (Higgins dan
Gilbert, 1978). Suatu studi laboratorium menunjukkan bahwa penambahan fosfat
dan nitrat atau amonia akan mempercepat biodegradasi hidrokarbon. Mikroba
19
dalam pertumbuhannya selain membutuhkan karbon juga memerlukan unsurunsur
hara lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, besi dan sulfur (Wardley,
1983).
Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat
fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase
stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh
kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolic
toksik. Gambar 2 menunjukkan degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan
dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di
lingkungan minyak heavy oil, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada
pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan
semakin
berkurang
akibat
aktivitas
mikroorganisme
dan
pada
saat
mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon
yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri
tersebut akan mati.
Gambar 2 Hubungan kurva pertumbuhan bakteri dengan total hidrokarbon
(MECHEA, 1991).
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : culture collection isolat
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang berasal dari tanah
terkontaminasi HOW, Heavy Oil sludge (tanah terkontaminasi HOW) dari lapangan
minyak Duri dan Balongan; Nutrien agar, yeast extract, pepton, air laut, NaCl, HCl,
Na2SO4 anhidrat, Petroleum ether, silica gel, kertas saring, kapas, alumunium foil
dan bahan – bahan lain.
Peralatan yang digunakan meliputi: Bioreaktor (Erlenmeyer) 500 ml dan 32 L,
incubator, shaker incubator, kertas pH, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri,
pengaduk kaca, jarum ose (lup inokulasi), Lamina Air Flow, pipet gelas, pipet mikro,
thermometer, autoklaf, oven, hot plate, timbangan analitik, magnetic stirrer,
pembakar Bunsen, soxhlet, labu lemak, spatula, dan lain-lain.
3.2.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu (1) penelitian bioremediasi pada skala
laboratorium untuk menentukan perlakuan terbaik dari proses biodegradasi limbah
heavy oil; dan (2) penelitian pada akala yang lebih besar, 32 L, dari perlakuan
terbaik pada skala laboratorium.
Langkah awal dari pelaksanaan penelitian adalah dengan melakukan persiapan
bakteri yang meliputi ; menyediakan isolate bakteri, melakukan penyegaran isolate,
melakukan kultivasi bakteri dan melakukan adaptasi bakteri terhadap polutan yang
akan didegradasi, dalam hal ini HOW.
21
Desain penelitian dipaparkan di bawah ini:
1. Persiapan bakteri
a. Sumber bakteri
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri yang diperoleh
dari tanah yang terkontaminasi heavy oil waste, yaitu bakteri Salipiger sp. MY7
dan Bacillus altitunidinis MY12.
b. Penyegaran Isolat
Isolat bakteri diremajakan dengan cara memindahkan kultur ke medium agar
(Nutrien agar), dengan cara membuat media agar, kemudian disikan sebanyak 5
ml ketiap tabung reaksi dan disterilasi dengan menggunakan autoclave. Setelah
itu diletakkan miring dan dibiarkan selama satu malam hingga terbentuk agar dan
mengeras. Biakan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitunidinis MY12
diambil satu ose dan digoreskan pada tiap tabung agar miring dan diinkubasi
pada suhu 30oC selama 24 jam. Isolat siap digunakan untuk propagasi pada media
cair menggunakan media air laut yang ditambah dengan yeast extract dan pepton.
c. Kultivasi dan Adaptasi
Sebelum diaplikasikan pada limbah minyak heavy oil waste, dilakukan adaptasi
isolat bakteri dengan terlebih dahulu menumbuhkan pada media kaya dan media
minimal. Tahap pertama adalah menumbuhkan bakteri pada media kaya yaitu 100
ml medium garam mineral (air laut) yang ditambah dengan yeast 1,5 g dan pepton
0,3 g dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian disterilisasi pada suhu 121oC selama
15 menit. Secara aseptis bakteri diinokulasikan dengan ose pada media kaya
tersebut dan diinkubasi pada inkubasi goyang dengan kecepatan 180 rpm selama
3 hari. Selanjutnya sebanyak 200ul bakteri dipindahkan ke dalam media minimal
yang mengandung yeast extract 0,5 g dan pepton 0,1 g yang telah disterilisasi.
Heavy oil waste sebagai limbah hidrokabon disterilisi terpisah dengan sinar UV
selama 15 menit ditambahkan pada media minimal sebanyak 5 ml. Bakteri pada
media minimal diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan 180oC
selama 7 hari. Adaptasi bakteri ini dilakukan sebanyak 3 kali dan bakteri siap di
aplikasikan pada tanah terkontaminasi heavy oil waste.
22
2. Penelitian skala laboratorium
Sebelum dilakukan penelitian pada skala lebih besar, reaktor 32 L, dilakukan
penelitian skala laboratorium pada reaktor 500 ml, dengan menggunakan
Erlenmeyer 500 ml (volume kerja 200 ml). Kultivasi dilakukan pada shaker
dengan kecepatan agitasi 180 rpm pada suhu ruang (28 – 32 oC) selama 14 hari.
Penentuan 14 hari berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Charlena (2010)
dimana pada hari ke 14 degradasi bakteri tertinggi. Penelitian skala laboratorium
dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dalam mendegradasi heay oil
waste.
HOW (5, 10, 15 %)
Padatan/ Tanah (10, 25, 40%)
Dicampur
Bakteri salipiger sp.
MY7 dan Bacillus
altitudinis MY12
Proses bioremediasi (Reaktor
500 ml, 180 rpm, suhu ruang)
Pengamatan dan Analisis
Gambar 3 Bagan alir penelitian skala laboratorium
Terhadap perlakuan terbaik dari hasil Rancangan Respon Permukaan (RSM),
dilanjutkan ke tahapan skala lebih besar yang dilakukan pada reaktor berukuran 32
liter (volume kerja 16 liter). Fermentasi dilakukan dengan kecepatan agitasi 120 rpm
dan suhu ruang (31 – 32 oC) selama 28 hari.
Teknis pelaksanaan pada kedua tahap penelitian adalah sama, yaitu: limbah
heavy oil waste dicampurkan sesuai dengan perlakuan tingkat cemaran dalam tanah
(w/w). Hasil pencampuran ini kemudian ditambahkan air sesuai dengan perlakuan
Air
23
persen padatan (w/v). Campuran ini kemudian dimasukkan ke dalam reaktor.
Sebanyak 10% konsorsium bakteri dan tambahan nutrisi N dan P dimasukkan ke
dalam reaktor dan dilakukan pengadukan. Pada reaktor 500 ml, pengadukan
dilakukan dengan menggunakan shaker (Gambar 5) dan pada reaktor 32 L
pengadukan dilakukan dengan memasang agitator dengan kecepatan agitasi antara
120 rpm. (Gambar 6). Pengadukan dilakukan setiap hari untuk mendapatkan proses
aerobik berjalan pada seluruh bahan.
Penelitian skala
laboratorium
Perlakuan terbaik
Proses Bioremediasi Skala 32 L
(agitasi 120 rpm, suhu ruang)
Pengamatan dan Analisis
Gambar 4 Bagan alir penelitian skala 32 L
Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam
mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium digunakan
pada penelitian skala lebih besar yang diaplikasikan ke dalam 3 buah reaktor 32 L,
yaitu Reaktor 1 adalah kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri), dan reaktor 2
dan 3 merupakan ulangan (dengan penambahan konsorsium bakteri). Percobaan
dilakukan selama 28 hari dengan selang pengamatan 7 hari.
24
Gambar 5 Slurry bioreaktor 500 ml
c
b
a
Gambar 6 Slurry bioreaktor 32 liter
a. Reaktor, b. Agitator, c. Slurry bioreaktor
25
3.3. Pengamatan
Pada penelitian dengan menggunakan reaktor dilakukan pengambilan sampel
untuk TPH, pengujian mikroorganisme, pH, dan suhu. Parameter pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter pengamatan
No
1
2
3
4
1
2
3
4
3.4.
Metode
analisis/pengukuran
A. Penelitian skala laboratorium (Reaktor 500 ml)
TPH
Hari ke-0 dan ke-14
Gravimetri (soxhlet)
Pengujian populasi mikroba
Hari ke-0 dan ke-14
TPC
pH
Hari ke-0 dan ke-14
Kertas pH
Suhu
Hari ke-0 dan ke-14
Thermometer
B. Penelitian skala reaktor 32 L
TPH
Hari ke-0, 7,14,21,28
Gravimetri (soxhlet)
Pengujian Mikroorganisme/TPC
Hari ke-0, 7,14,21,28
TPC
pH
Hari ke-0, 7,14,21,28
Kertas pH
Suhu
Hari ke-0, 7,14,21,28
Thermometer
Parameter
Waktu Pengamatan
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat cemaran dalam
tanah dan persen padatan pada slurry heavy oil waste terhadap proses bioremediasi
serta melakukan optimasi terhadap peubah-peubah tersebut untuk meningkatkan
degradasi hidrokarbon heavy oil wastel. Optimasi dilakukan dengan menggunakan
metode permukaan respon (Respons Surface Method/RSM) dan pengolahan data
dilakukan menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica v5.0. Masing-masing
peubah uji terdiri dari 3 taraf dengan rincian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi
Jenis Perlakuan
Persen Padatan (% v/v)
Tingkat Cemaran dalam tanah (% v/v)
Nilai rendah
(-1)
10
5
Nilai tengah
(0)
25
10
Nilai tinggi
(+1)
40
15
Dalam studi ini digunakan 3 ulangan pada titik pusat sehingga memenuhi
model kuadratik (Montgomerry, 1991). Dengan prosedur ini maka diperlukan 11
26
satuan percobaan. Nilai pusat perlakuan digunakan adalah 10% tingkat cemaran
dalam tanah dan 25% padatan. Tabel 7 menunjukkan matriks satuan-satuan
percobaan pada optimasi proses bioremediasi dalam unit dan nilai asli.
Dengan dua peubah uji tersebut, maka model kuadratiknya mengambil bentuk
persamaan berikut ini
Yi = b0 + b1x1i + b2x2i + b11x1i2 + b22x2i2 + b12x1i + ri
Keterangan :
Y
x
r
b
= Respon dari masing-masing perlakuan
= (x 1 : persen padatan (%) ; x 2 : tingkat cemaran (%)
= error
= koefisien parameter
Tabel 7
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Matriks satuan percobaan pada optimasi bioremediasi dalam rancangan
komposit fraksional
Kode nilai
X1
X2
-1
-1
-1
+1
+1
-1
+1
+1
0
0
0
0
0
0
1.414
0
-1.414
0
0
1.414
0
-1.414
Nilai asli
Persen Padatan (%)
Tingkat Cemaran (%)
10.00
5.00
10.00
15.00
40.00
5.00
40.00
15.00
25.00
10.00
25.00
10.00
25.00
10.00
46.21
10.00
3.79
10.00
25.00
17.07
25.00
2.93
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW
Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan
hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal ,
sulfur dan nitrogen. Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada
kompiosisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan (Atlas, 1981).
Menurut Cookson (1995), salah satu faktor
yang diperlukan untuk
bioremediasi adalah tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar. Tingkat degradasi
hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan jenis
hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun dari urutan
senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang > hidrokarbon
aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik. Kondisi fisik hidrokarbon
juga mempengaruhi biodegradasi.
Biodegradasi mikrobial dapat diubah
berdasarkan tingkat penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi
(Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang
muncul dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).
Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah culture collection
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang diketahui memiliki
kemampuan dalam mendegradasi HOW sebesar 60,13% selama 21 hari
(Charlena, 2010).
Sebelum dilakukan proses bioremediasi terhadap tanah terkontaminasi
Heavy Oil Waste (HOW), dilakukan analisis
sifat fisik-kimia sampel yang
meliputi kadar TPH, TS, PAH. Konsetrasi TPH pada sampel 38 %, TS 63%, dan
hasil analisis PAHs yang terkandung pada sampel seperti yang terlihat pada Tabel
8 di bawah ini
28
Tabel 8 Hasil Analisis kandungan Poly Aromatik Hidrokarbon (PAH) pada
sampel
No. Polynuclear Aromatic Hydrocarbons
mg/ Kg
1.
Naphthalene
372
2.
Acenaphthalene
<0.5
3.
Acenaphthene
228
4.
Fluorene
204
5.
Phenanthrene
1240
6.
Anthracene
225
7.
Fluoranthrene
91
8.
Pyrene
1080
9.
Benz(a)anthracene
291
10.
Chrysene
463
11.
Benzo(b) & (k) fluoranthene
75
12.
Benzo(a)pyrene
242
13.
Indeno(1,2,3-cd)pyrene
18
14.
Dibenz(a,h)acridine
<0.5
15.
Benzo(g,h,i)perylene
164
Method reference : USEPA 8270C
4.2. Persiapan starter bakteri yang digunakan
Sebelum digunakan dalam proses biodegradasi HOW, dilakukan persiapan
starter bakteri yaitu penyegaran isolat, kultivasi dan adaptasi. Gambar 7
menunjukkan hasil penyegaran bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis
MY12 yang siap di propagasi pada media nutrient agar dan penambahan garam
mineral dari media air laut.
29
Gambar 7 Penyegaran isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis
MY12.
Pada Gambar 8 bakteri di berikan HOW sebagai fase adaptasi dalam melakukan
proses biodegradasi tanah yang tercemar HOW. Masa adaptasi dilakukan pada
media minimum dan media kaya selama 7 hari dan penumbuhan bakteri pada
media minimal dilakukan sebanyak 3 kali hingga siap diaplikasikan pada tanah
tercemar. Dengan metode TPC diperoleh jumlah bakteri yang tumbuh berkisar
antara 2,1x107 – 5x108 CFU/ml.
a
b
c
Gambar 8 Propagasi dan adaptasi bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus
altitudinis MY12. a. Propagasi bakteri, b. Adaptasi dengan
penambahan HOW, c. Adaptasi setelah 7 hari
Isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mengalami
fase pertumbuhan yang cepat hingga hari ke 7 kemudian pertumbuhan mulai
perlahan hingga hari ke 14. Setelah itu pertumbuhan mikroba mengalami
penurunan secara perlahan hingga hari ke 21. Menurut Charlena (2010) bakteri
Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mulai mengalami penurunan
jumlah sel pada hari ke 21 dan 28. Penurunan jumlah sel ini disebabkan oleh
30
jumlah nutrisi yang tidak lagi mencukupi bagi pertumbuhan mikroba dan telah
melewati fase stasioner menuju fase kematiannya. Adapun grafik pertumbuhan
isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
dapat dilihat pada
Gambar 9.
log T P C (c fu/m l)
10
8
L og TP C (c fu/ml)
S alipiger s p. MY 7
6
log TP C (c fu/ml)
B ac illus altitudinis
MY 12
4
2
0
0
7
14
21
Wa ktu (ha ri)
Gambar 9 Grafik pertumbuhan isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus
altitudinis MY12
4.3. Penelitian Skala Laboratorium
Penelitian skala laboratorium dilakukan selama 14 hari. Penelitian
biodegradasi HOW dengan menggunakan starter campuran Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12 pada skala lab (500ml) volume kerja 200ml dengan
perlakuan kombinasi persen padatan dan cemaran (Tabel 6 dalam metoda).
Pengamatan yang dilakukan adalah TPH, TPC, suhu, dan pH.
Pemilihan waktu 14 hari didasarkan kepada penelitian Charlena (2010) yang
melakukan penelitian bioremediasi heavy oil waste (HOW) dengan menggunakan
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12, dimana didapatkan
waktu terbaik dalam proses bioremediasi HOW adalah 14 hari.
31
4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan
terhadap Degradasi Hidrokarbon
Tingkat degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) merupakan salah
satu parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah
hidrokarbon minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste
(HOW).
Pengujian data pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan
Respon Permukaan memberikan persamaan 1. sebagai berikut :
Y 1 = 26,537 – 15,817X 1 + 3,246X 2 – 0,112X 1 2 – 4,761X 2 2 – 8,452X 1 X 2
(R2 = 55,3%)
Keterangan :
Y 1 = Respon terhadap degradasi TPH
X 1 = Pesen Padatan
X 2 = Tingkat Cemaran dalam tanah
Surface Plot of % degradasi vs X2 , X1
50
% degr adasi
25
0
1
0
-1
0
X1
X2
-1
1
Gambar 10 Permukaan respon degradasi TPH
Dari persamaan di atas terlihat belum tercapai titik optimum bagi degradasi
(HOW) dengan teknik bioslurry. Hal ini diduga karena proses biodegrdasi
memerlukan waktu yang lebih lama, komposisi nutrisi dan perbandingan CNP
32
yang tepat serta kemampuan bakteri dalam mendegradasi rantai-rantai
hidrokarbon.
Namun dari penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi
tertinggi yaitu sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10%
D eg radas i T P H (% )
padatan seperti yang terlihat pada Gambar 11.
100
80
60
40
20
0
10,5
10,15
40,5
40,15
X 1, X 2 (K ombinas i % P adatan dan % T P H )
Gambar 11 Persentase degradasi TPH setelah 14 hari dalam proses biodegradasi
HOW skala laboratorium
Tabel 9 Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi
perlakuan (+1/- 1)
No.
-1
-1
1
1
X1 (% padatan)
10,5
10,15
40,5
40,15
X2 (% cemaran)
% degradasi
-1
48.84
1
80.16
-1
29.19
1
4.37
Penelitian Eris (2006) mendapatkan terjadi degradasi TPH optimum minyak
diesel sebesar 85,29 % dari kombinasi perlakuan sebesar 32,62 % padatan dan
9,09 % cemaran.
Heavy oil waste mempunyai kandungan PAH yang cukup tinggi sehingga
diduga bakteri belum mendapatkan kondisi yang optimal dalam mendegradasi
33
hidrokarbon rantai panjang dan rantai karbon struktur cincin. Bakteri diduga juga
kesulitan mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon secara monokultur atau hanya
dua species saja. Diduga dalam proses biodegaradasi HOW dibutuhkan
konsorsium bakteri lain untuk membantu proses biodegrasi HOW lebih baik.
Hasil penelitian Charlena (2010) mendapatkan bahwa campuran 3 species bakteri
mampu mendegradasi HOW lebih baik dari pada campuran 2 jenis species
bakteri. Selain itu perlu penambahan substrat lain seperti serbuk gergaji dan
pupuk untuk meningkatkan kinerja bakteri dalam mendegradasi HOW terutama
fraksi aromatik dan alifatik.
Hidrokarbon dengan struktur cincin lebih sulit didegradasi oleh mikroba dari
pada hidrokarbon rantai lurus. HOW mempunyai kandungan PAH yang tinggi
yang didominasi oleh pyrene sebesar 1.080 mg/kg dan phenanthrene sebesar
1.240 mg/kg. Struktur kimia pyrene dan phenanthrene yang mempunyai rantai
carbón struktur cincin seperti yang disajikan pada Gambar 12.
Pyrene (C16H10)
Phenanthrene (C14H10)
Gambar 12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene
4.3.2. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan
terhadap Pertumbuhan Populasi Bakteri
Proses biodegradasi memerlukan adanya aktivitas mikroba yang merupakan
organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi limbah minyak bumi,
termasuk HOW.
Beberapa mikroba, termasuk bakteri,
telah lama diketahui
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi limbah minyak bumi. Dalam proses
biodegradasi, mikroba akan memanfaatkan karbon dari HOW sebagai sumber
energinya.
log TPC (cfu/ml)
34
10
8
6
4
2
0
10,5
10,15
40,5
40,15
X1,X2 (Kombinasi % padatan dan % TPH)
Gambar 13 Pertumbuhan mikroba setelah 14 hari dalam proses biodegradasi
HOW skala laboratorium
Dari semua perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan
padatan, dengan metode TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara
4,1x107-1,6x109 CFU/ml. Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan
dengan nilai degradasi tertinggi, yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 %
padatan memiliki pertumbuhan populasi bakteri 3,8x108 CFU/ml.
Pada HOW didapatkan PAH yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri
sulit mendegradasi hidrokarbon dengan rantai cincin apalagi PAH yang dominan
didominasi oleh hidrokarbon dengan jumlah cincin 3 atau lebih. Senyawa PAH ini
dapat bersifat toksik bagi bakteri. Namun dari penelitian Charlena (2010)
diketahui bahwa bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan mendegradasi PAH hidrokarbon
cincin.
4.3.3. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan
terhadap Perubahan pH
Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba
dan kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor
yang mempengaruhi tersebut adalah pH.
35
Pada penelitian skala laboratorium, pH masing masing perlakuan berkisar
pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH berada pada selang pH
normal.
Bakteri pada umumnya dapat tumbuh baik pada pH normal 6-8 yang
merupakan selang pH yang kondusif bagi pertumbuhan bakteri dan proses
metabolismenya dalam memanfaatkan HOW sebagai sumber karbonnya.
Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada
lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur
pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat
memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon
(Leahy dan Colwell, 1990).
Tingkat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
laju pertumbuhan bakteri, kemampuan bakteri dalam membangun sel, transportasi
melalui mebran sel dan keseimbangan reaksi katalis (Cookson, 1995). Tingkat
keasaman (pH) dapat berubah selama pertumbuhan mikroba. Peningkatan pH
dapat terjadi jika adanya proses reduksi nitrat membentuk ammonia atau gas
nitrogen, sedangkan penurunan pH terjadi bila terbentuknya asam-asam organik
sebagai hasil proses fermentasi (Tanner, 1997).
Dari pembahasan hasil penelitian skala laboratorium diatas didapatkan
kondisi terbaik proses degradasi HOW dengan teknik bioslurry menggunakan
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yaitu pada kombinasi
tingkat cemaran 15 % dan 10 % padatan dengan nilai degradasi HOW terbaik
sebesar 80,16 % yang diterapkan pada penelitian dengan skala yang lebih besar
yaitu skala 32 Liter.
4.4. Penelitian Skala 32 Liter
Penelitian tahap skala 32 L ini merupakan lanjutan dari penelitian skala
laboratoium dimana percobaan terdiri dari perlakuan kombinasi bahan pencemar
dan persen padatan dengan penambahan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus
altutidinis MY12 dengan dua ulangan dan tanpa penambahan mikroba(sebagai
kontrol). Penelitian tahap skala 32 L dilakukan selama 28 hari dengan selang
36
pengamatan 7 hari. Penentuan lama waktu degradasi 28 hari ini berdasarkan
penelitian Charlena (2010) bahwa proses degradasi HOW mulai melambat dan
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12
mulai mengalami
penurunan pertumbuhan jumlah sel pada hari ke ke 21 dan 28.
4.4.1. Degradasi Hidrokarbon
Selama 28 hari proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12 terhadap Heavy Oil Waste (HOW), diperoleh
penurunan TPH sebesar 36,61% untuk perlakuan dengan penambahan bakteri.
Sedangkan tanpa penambahan bakteri penurunan TPH terjadi sebesar 13,50 %
(Gambar 14).
Kadar TPH (%)
20
15
10
5
0
7
14
21
28
Degradasi
TPH
perlakuan1
Degradasi
TPH
perlakuan2
Degradasi
TPH kontrol
Lama Proses Biodegradasi (hari)
Gambar 14 Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW
Laju degradasi
(% TPH/hari)
50
40
30
20
10
0
7
14
21
28
Lama Proses Biodegradasi (hari)
Gambar 15 Laju degradasi HOW
37
Dari hasil proses biodegradasi HOW skala 32 L terlihat bahwa dua
perlakuan mengalami penurunan nilai TPH yang lebih rendah dari kontrol. Trend
proses degradasi pada minggu pertama berlangsung lambat atau cenderung datar.
Ini memperlihatkan bahwa bakteri yang mempunyai kemampuan dalam degradasi
HOW masih dalam masa adaptasi terhadap bahan pencemar dalam memanfaatkan
HOW sebagai sumber karbon. Setelah satu minggu hingga minggu kedua nilai
degradasi TPH dan proses degradasi berjalan lebih cepat dengan grafik yang
menurun tajam. Hal ini memperlihatkan bahwa mikroba telah memanfaatkan
HOW sebagai sumber karbon dalam proses metabolismenya. Pada minggu ke tiga
hingga keempat penurunan nilai TPH kembali perlahan dan laju degradasi mulai
menurun ditandai dengan grafik terlihat melandai. Hal ini memperlihatkan bahwa
bakteri sudah berada pada fase stationer kehidupannya dan menuju pada fase
kematian.
Mariano et al. (2007) dan Sook Oh et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat
degradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh keseimbangan nutrien yang
dibutuhkan bakteri dalam proses pemanfaatan
hidrokarbon untuk hidupnya.
Kekurangan unsur N dan P dapat menghambat kerja bakteri dalam mendegradasi
hidrokarbon yang berakibat pada rendahnya tingkat degradasi bakteri terhadap
sumber karbon yang tersedia yang berasal HOW.
Perbedaan disain reaktor, metode dan disain agitator dan kecepatan agitasi
diduga juga mempengaruhi proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7
dan Bacillus altutidinis MY12. Beberapa kondisi ini diduga mempengaruhi
ketersediaan oksigen bagi mikroba.
Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam
mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses
degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi
oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat
digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor
pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk
mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat
dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara
38
anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di
bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan
Colwell, 1990).
Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas
yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam
studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan
aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan air
sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan
mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan
menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme
dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme
dapat berlangsung lebih cepat.
Bioremediasi tanah terkontaminsai petroleum hydracarbon dengan proses
Bioslurry pada skala pilot oleh Banerji et al. (1997) mendapatkan hasil bahwa
degradasi kandungan TPH berlangsung cepat pada 7 hari pertama hingga minggu
kedua, setelah itu penurunan TPH berlangsung lambat hingga hari ke 30. Setelah
48 hari proses biodegradasi dengan proses bioslurry , penurunan TPH mencapai
91%. Bioslurry reaktor dengan sirkulasi yang memadai dapat menurunkan TPH
pada tanah lebih besar dari 90% dalam waktu 48 hari, Namun demikian untuk
beberapa tanah yang terkontaminasi petroleum hidrokarbon jangka waktu ini
mungkin tidak cukup dan membutuhkan proses bioremediasi lebih lanjut.
4.4.2. Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat
fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase
stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh
kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolic
toksik. Degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan populasi bakteri,
pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di lingkungan minyak heavy oil,
kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada pada fase pertumbuhan
logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan semakin berkurang akibat
aktivitas mikroorganisme dan pada saat mikroorganisme tersebut sudah tidak
39
mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang ada maka pertumbuhannya akan
terus menurun dan akhirnya sel bakteri tersebut akan mati. (MECHEA, 1991).
log TPC (cfu/ml)
10
8
6
4
2
0
0
7
14
21
28
Lama proses biodegradasi (hari)
Gambar 16 Populasi bakteri dalam proses biodegradasi HOW
Populasi bakteri pendegradasi HOW berlangsung cepat hingga hari ke 14,
kemudian cenderung datar hingga hari ke 28. Dari gambar 16 terlihat bahwa
jumlah populasi mikroba masih cukup tinggi pada hari ke 28 yang memungkinkan
proses biodegradasi masih dapat terus berlajut dengan menjaga kondisi yang
optimum bagi mikroba untuk tumbuh dan memanfaatkan HOW sebagai sumber
energinya sehingga proses biodgradasi dapat terus berlanjut.
Hasil penelitian Hidayati (2009), bakteri pendegradsi PAH menunjukkan
pertumbuhan yang tajam pada hari ke 0 hingga hari ke 7 dan pertumbuhan mulai
melambat estela hari ke 14 dan menurun secara perlahan hingga hari ke 28.
Sementara Charlena (2010) mendapati bahwa bakteri pendegradasi HOW
megalami pertumbuhan yang pesat pada minggu pertama dan mulai melambat
hingga
minggu ke-2 dan menurun perlahan hingga hari ke 28. Jumlah
pertumbuhan bakteri berkisar antara 106 hingga 109 CFU/ml yang merupakan
kisaran jumlah bakteri yang optimum dalam mendegradsi hidrokarbon (Trinidad,
2004).
40
4.4.3. Perubahan pH
Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada
lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur
pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat
memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon
(Leahy dan Colwell, 1990).
10
pH
8
6
pH perlakuan
4
pH kontrol
2
0
7
14
21
28
Lama proses biodegradasi (hari)
Gambar 17 Nilai pH selama proses biodegradasi HOW
Selama 28 hari proses biodegradasi HOW, terjadi perubahan pH baik pada
bioreaktor dengan perlakuan penambahan bakteri maupun bioreaktor tanpa
penambahan bakteri (kontrol). Pada perlakuan dengan penambahan bakteri, pH
berkisar 7-9 sedangkan perlakuan tanpa penambahan bakteri pH berkisar 7-8.
Kisaran pH ini merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan
bakteri dimana mikroba dapat tumbuh dengan baik dan optimal dalam melakukan
proses degradasi bahan pencemar. Peningkatan pH selama proses biodegradasi
dan cenderung basa ini memperlihatkan bahwa selama proses biodegradasi
berlangsung terjadi reaksi yang menghasilkan amoniak
Hasil penelitian Charlena (2010), bakteri pendegradasi HOW tumbuh baik
pada selang pH 6-8.
Sedangkan pada penelitian Hidayati (2009) selama proses
biodegradasi PAH menggunakan bakteri Bacillus megaterium pH berkisar pada
41
selang 7-8. Dalam proses biodegardasi minyak diesel didapat nilai pH 7-9 (Eris,
2006)
4.4.4. Perubahan Temperatur
Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah
dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah,
viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana
terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi.
Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme
hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40oC. Di atas temperatur ini,
aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan
Suhu oC
semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Suhu perlakuan
Suhu kontrol
7
14
21
28
Lama proses biodegradasi (hari)
Gambar 18 Suhu selama proses biodergradasi HOW
Dalam proses biodegradasi skala 32 L, suhu perlakuan berkisar antara 28 –
30oC sedangkan suhu kontrol berkisar antara 29 – 34oC. Suhu yang optimum
untuk pertumbuhan bakteri dan proses degradasi adalah berada pada kisaran 30 –
40oC.
4.5. Skala Laboratorium Vs Skala Lebih besar 32 L
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang
Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
42
Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis yang tertuang dalam KepMen
LH No.128 tahun 2003, dimana dalam Kepmen ini salah satunya mensyaratkan
hasil akhir proses bioremediasi dengan TPH sebesar 1% atau 10.000 ppm.
Dalam proses biodegradasi HOW skala 32 L selama 28 hari didapatkan
persentase degradasi HOW sebesar 36,69% dengan nilai TPH akhir 11,93 %.
Nilai TPH ini masih jauh diatas nilai TPH yang disyaratkan oleh otoritas
lingkungan hidup di Indonesia yaitu Kementerian Negara Lingkungan Hidup
(KMLH).
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
HOW dapat didegrasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis
MY 12. Laju biodegrasi tersebut dipengaruhi oleh persentase jumlah padatan dan
cemaran. Pada skala laboratorium didapat perlakuan terbaik kombinasi 10 % padatan
dan 15 % cemaran dengan tingkat degradasi HOW mencapai 80,16 %.
Pada penerapan skala yang lebih besar, 32 L, diperoleh hasil bahwa setelah
proses biodegradasi berlangsung selama 28 hari didapatkan degradasi HOW sebesar
36,69% dengan nilai TPH akhir 11,93 %. Laju degradasi tertinggi dicapai pada
minggu pertama dan kedua , yaitu sebesar 44,57 mg/L TPH per hari dan 37,57 mg/L
TPB per hari. Hal ini disebabkan oleh mikroba yang telah memanfaatkan HOW
sebagai sumber karbon dalam proses metabolismenya
5.2. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan kondisi optimum proses
bioremediasi heavy oil waste dengan teknik bioslurry, misalnya dengan
menggunakan bakteri Salipiger sp. MY7 atau Bacillus altutidinis MY12, dan
optimasi kondisi proses seperti komposisi media (misalnya kadar nutrisi Nitrogen dan
Phospor), suplai oksigen/kecepatan agitasi, dan lain sebagainya.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Admassu dan Korus. 1996. Engineering of Bioremediation Processes: Need and
Limitation dalam Crawford RL dan DL Crawford. (Eds) 1996.
Bioremediation: Principles and Application. Cambridge University Press.
Agary SE, Owabor CN, Yusuf RO. Bioremediation of Soil Artificially
Contaminated With Petroleum Hydrocarbon Oil Mixtures: Evaluation of
the Use of Animal Manure and Chemical Fertilizer. Bioremediation
Journal 14(4), 2010: 189-195
Alef, K. and Nannipieri, P. 1995 Methods in Applied Soil Microbiology and
Biochemistry. Academic Press, London.
Anggraini D. 2003. Isolasi Bakteri dan Kapang Pndegradasi Hidrokarbon Munyak
Diesel dari Kotoran Hewan (skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Atlas RM, Bartha R. 1998. Microbial Ecology: Fundamental and Application. 4th
edition. The Benjamin/Cummings Publishing Company. London........p
Bacher dan Herson. 1994. Bioremediation. Mc. Graw-Hill. New York..
Banerji, S. K., Zappi, M. E., Teeter, C. L., Gunnison, D., Cullinane, M. J., and
Morgan, R. T. 1997. “Bioremediation of soils contaminated with
petroleum hydrocarbons using bioslurry reactors,” Miscellaneous Paper
IRRP-95-2, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg,
MS.
Blackburn JW dan WR Hafker. 1993. The Impact of Biochemistry,
Bioavailability and Bioactivity on the Selection of Bioremediation
Techniques dalam Bioremediation. Elsevier Science Ltd. United
Kingdom.
Bollag WB dan JM Bollag, 1992. Biodegradation dalam Encyclopedia of
Microbiology. Academic Press Inc. New York.
Boopathy R. 2000. Factors Limiting Bioremediation Technologies. Bioresource
Technology 74 : 63-67
Brown DG, S Guha, dan PR Jafee. 1999. Surfactan-Enhanced Biodegradation of
PAH in Soil Slurry Reactor. Abstract. Bioremediation J., Vol.3(3): 269283.
Charlena. 2010. Bioremediasi Senyawa Hidrokarbon Pada Tanah Tercemar
Limbah Minyak Berat Menggunakan Konsorsium Bakteri. Disertasi. IPB.
Bogor
Chen J, Wong MH, Tam NFY. Multi-factors on Biodegradation Kinetics of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) by Sphingomonas sp. A
bacterial strain isolated from Mangrove Sediment. Marine Pollution
Bulletin 57(2008) 695-702.
45
Citrorekso P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding pelatihan dan Lokakarya
“Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan” Cibinong 24-28
Juni 1996. LIPI – BPPT- HSF.
Cookson JT. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. Mc.
Graw-Hill Inc. New York. USA.....
Craig HD, WE Sisk, MD Nelson dan WH Dana. 1995. Bioremediation of
Explosives Contaminated Soils: A Status Review. Proceeding of the 10th
Annual Conference on Hazardous waste Research.
Fitriana L. 1999. Pengaruh Komposisi Ammonium dan Phosphat terhadap
Degradasi Minyak Bumi oleh Bakteri Apyzim dan dan Campuran Bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Arthrobacter simplex. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fletchter RD. 1992. Biosurfactant : Moving Towards Industrial Application.
TIBTECH. 10: 208-217
Godfrey T. 1986. Mineral Oils and Drilling Muds. Stockton Press. New York.
Gunalan. 1998. Penerapan Bioremediasi pada Pengolahan Limbah dan Pemulihan
Lingkungan Tercemar Polutan Hidrokarbon Petroleum (Skripsi). Fakultas
pertanian, Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam praktek. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.
Higgins IJ dan PD Gilbert. 1978. The Biodegradation of Bydrokarbon in The Oil
Industry and Microbial Ecosystem. Hayden and Sons Limited. London.
Johnson SJ. 2000. Monitoring and Control of In Situ Bioremediation of Soil
Contaminated with Cable Oil (Thesis). Institut of Bioscience and
Technology, Cranfield University.
KEPMEN LH No. 128 Tahun 2003 : Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara
Biologis.
La Grega MD, Buckingham PL dan Evans CJ. 2001. Hazardous Waste
Management. 2nd Edition. Chapter 10. McGraw-Hill International Edition.
Biological Sciences Series. Singapore
Leahy JG dan R Colwell. 1990. Microbial Degradation of Hydrocarbons in the
Environments. Microbiological Reviews 54 (3) : 305-315.
Mariana M, Dumitru M dan Lacatusu A. Bioremediation of Cambic Chernozem
Polluted With Petroleum Hydrocarbon. Bulletin UASVM, Agriculture
65(2)/2008: 112-117.
Mariano AP, Geraldes Kataoka APDA, De Angelis DDF, Bonotto DM. 2007.
Laboratory Study On The Bioremediation Of Diesel Oil Contaminated
Soil From A Petrol Station Brazilian Journal Of Microbiology 38 : 346353
MECHEA (Maxus Energy Coorporation Health and Environmental Affair). 1991.
Alpha Environmental. Alpha Environmental Midcontinent Inc. Colorado.
46
Meyer RF dan R Colwell. 1990. The Future of Heavy crude and Far Sands.
Penerbit ITB. Bandung.
Prince RC, JR Clark, and K. Lee. 2003. Bioremediation of Stranded Oil on an
Arctic Shoreline. Spill Science and Technology Bulletin 8(3): 303-312.
Ramirez CM, Okoh AI, Deloisa KM, Quintero R, Hernandez MRT. Slurry-phase
Biodegradation of Weathered Oily Sludge Waste. Chemosphere 70 (2008)
737-744.
Rosenberg E. 1993. Exploitating Microbial Growth on Hydrocarbons-New
Markets. Trends Biotechnol 11 : 419-424
Rosenberg E dan Ron EZ. 1998. Bioremediation of Petroleum Contamination. In
Crawford RL dan Crawford DL (Eds). 1996. Bioremediation Principles
and Applications. Cambridge University Press, Cambridge.
Samanta SK, Chakraborti AK, dan Jain RK. 1999. Degradation of Phenanthrene
by Different Bacteria : Evidence for Novel Transformation Sequences
Involving the Formation of 1-Naphtol. Appl. Microbiol. Biotechnol. 53 :
98-107.
Saraswathy A, Hallberg R. 2002. Degradation of Pyrene by indigenous fungi from
a former gasworks site. FEMS Microbiology Letters 210 : 227-232
Shaheen EI. 1992. Technology of Environmental Pollution Control. Pen Well
Books. Tulsa, Oklahoma.
Silva IS, Dos Santos EDC, De Menezes CRD, De Faria AF, Fransiscon E,
Grossman M, Durrant LR. Bioremediaiton of a Polyaromatic Hydrocarbon
Contaminated Soil by native Soil Microbiota and Bioaugmentation With
Isolated Microbial Consortia. Bioresoures Technology 100 (2009) 46694675.
Siota LF, Dos Santos FR, De Miquel T and Villa TG. Bioremediation Journal,
12(4): 185-192. 2008.
Sudrajat. 1996. Karakteristik Limbah Minyak dan pelaksanaan Bioremediasi.
PPLH. Samarinda.
Syakti, AD dan M Yani. Environmental Remediation Full-Scale Implementation:
Back to Simple Microbial massive Culture Approaches. Makara,
Teknologi, Vol 13(1) April 2001: 33-36.
Tanner RS. 1997. Cultivation of Bacteria and Fungi. In Hurst CJ (Ed). Manual of
Environmental Microbiology. ASM Press. Washington DC.
Udiharto M. 1996. Bioremediasi Minyak bumi. Prosiding Pelatihan dan
Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan.
LIPI/BPPT/HSF. Cibinong. Ha
U.S. EPA. 2003. Site Technology Profile: Ecova Corporation (Bioslurry reactor).
www.epa.gov/ORD/NRMRL/pubs/540r03501/540R03501c-e.pdf. (14 Juli
2005)l
Walter MV. 1997. Bioaugmentation. Dalam CJ Hurst (Eds). 1997. Manual of
Environmental Microbiology. ASM Press. Washington DC.
47
Wardley SJ. 1983. The Control of Oil Pollution. Groham and Trotman Limited.
London.
Wisnjnuprapto. 1996. Bioremediasi, Manfaat dan pengembangannya. Prosiding
pelatihan dan Lokakarya “Peranan Bioremediasi dalam pengelolaan
Lingkungan”. Cibinong 24-28 Juni 1996. LIPI-BPPT-HSE.
Wong JWC, Lai KM, Wan CK, Ma KK, Fang M. 2002. Isolation and
Optimization of PAH-Degradative Bacteria from Contaminated Soil for
PAHs Bioremediation. Water, Air and Soil Pollution 139: 1-13.
Yerushalmi L, S Rocheleau., R Cimpoia, M Sarrazin, G Sunahara, A Peisajovich,
G Leclair, dan SR Guiot. 2003. Enhanced Biodegradation of Petroleum
Hydrocarbon in Contaminated Soil. Bioremediation J., Vol. 7 (1), 2003.
Young-Sook, O.H., S. Doo-Seup and K. Sang-Jin. 2001. Effect of nutrients on
crude oil biodegradation in the upper intertidal zone. Mar. Pollut. Bull.,
42(12): 1367-1372.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peremajaan Spesies Bakteri (Hadioetomo 1993)
Bakteri Salipiger sp dan Bacillus altitudinis yang digunakan yang telah
diisolasi dari tanah tercemar dan diketahui memiliki kemampuan dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon tertentu. Peremajaan masing-masing spesies
dilakukan pada media miring nutrient agar . Sebanyak 100 ml nutrient agar
disiapkan di dalam erlenmeyer kemudian sebanyak 5 ml nutrient agar dipipet dan
dimasukkan ke dalam tabung biakan atau tabung reaksi. Tabung tersebut disumbat
kapas dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Setelah
disterilisasi, tabung diletakkan pada papan miring dan dibiarkan menjadi dingin dan
padat. Secara aseptis masing-masing bakteri diinokulasikan pada agar miring tersebut
dan inkubasi pada suhu 30 °C selama 24 jam.
Bakteri tersebut masing-masing
ditumbuhkan dalam agar miring sebagai stok.
Preparasi Inokulum pada Media Kaya dan Media Minimal
Sebelum diaplikasikan pada limbah minyak berat, Bakteri Salipiger sp dan
Bacillus altitudinis ditumbuhkan terlebih dahulu pada media kaya dan media
minimal. Media kaya dibuat dalam erlenmeyer 250 ml, tambahkan 1,5 g yeast ekstrak
dan 0,3 g pepton dalam 100 ml air laut dan diberi sumbat kapas dan disterilisasi pada
suhu 121 °C selama 15 menit, kemudian secara aseptis bakteri diinokulasikan dengan
ose pada media kaya tersebut dan diinkubasi goyang pada suhu kamar dengan
kecepatan pengadukan 200 rpm selama 3 hari.
Setelah ditumbuhkan selama 3 hari pada media kaya, kemudian bakteri
sebanyak 1 ml dipindahkan ke dalam media minimal yang dibuat dalam erlenmeyer
250 ml, tambahkan 0,3 g yeast ekstrak dan 0,1 g pepton dalam 100 ml air laut yang
telah disterilisasi. Sebanyak 5 ml solar yang telah disterilisasi dengan sinar UV
selama 15 menit ditambahkan pada media minimal. Media minimal lalu diinkubasi
goyang dengan kecepatan 200 rpm pada suhu kamar selama 7 hari. Penumbuhan
bakteri pada media minimal dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah ditumbuhkan pada
media minimal, bakteri siap digunakan untuk diaplikasikan pada tanah tercemar
HOW.
Lampiran 2. Prosedur pengukuran residu minyak/TPH dengan gravimetri
(Alef dan Nannipieri, 1995)
Untuk mengukur TPH media yang mengandung minyak bumi dan turunannya,
minyak diekstraksi dengan menggunakan heksana. Fraksi air dan fraksi organik
dipisahkan dengan corong pisah. Kandungan air pada fraksi organik dihilangkan
dengan menambahkan Na 2 SO 4 anhidrat. Pelarut dihilangkan dengan menggunakan
radas penguap putar. Wadah dan sampel didinginkan lalu ditimbang. Bobot yang
terukur adalah bobot minyak dan grease. Sampel hasil pengeringan dilarutkan
kembali dengan heksana dan ditambahakan silika gel untuk menghilangkan
hidrokarbon bergugus fungsi dan disaring, pelarut diuapkan kembali dengan
rotavavor lalu oven (suhu 60oC) dan eksikator. Bobot tetap yang terukur merupakan
residu minyak (nilai TPH).
% Degradasi =
(TPH 0 - TPH n )
TPH 0
Keterangan: TPH o = TPH perlakuan hari ke-0 (ppm)
TPH n = TPH perlakuan hari ke-n (ppm)
x 100%
Lampiran 3. Prosedur pengukuran populasi mikroba (Total Plate Count)
(Hadioetomo 1993)
Analisa kuantitas mikroba dengan metode cawan ini menggunakan prinsip
pengenceran.
1. Sediakan tabung reaksi sesuai dengan tingkat pengenceran yang dibutuhkan.
Ke dalam tiap tabung reaksi tersebut dimasukkan 9 ml garam fisiologis dalam
kondisi steril. Pada tabung reaksi dituliskan tingkat pengenceran sesuai
dengan urutannya, 10-1, 10-2, 10-3, dan seterusnya.
2. Secara aseptis masukkan 1 ml sampel biakan bakteri dengan menggunakan
mikropipet ke dalam tabung reaksi 10-1. Selanjutnya dilakukan pengenceran
berseri dengan cara memipet 1 ml sampel dari tabung reaksi 10-1 dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-2 secara aseptis. Pengenceran terus
dilakukan hingga ke tabung reaksi dengan tingkat pengenceran paling tinggi.
Dalam pengenceran, sebelum pengambilan sampel, masing-masing tabung
reaksi dikocok terlebih dahulu dengan menggunakan vortex sampai homogen.
3. Siapkan cawan Petri sesuai dengan jumlah tabung reaksi (tingkat
pengenceran). Pada masing-masing permukaan dasar cawan Petri dituliskan
tingkat pengenceran yang dimaksud.
4. Secara aseptis, dengan menggunakan pipet mikro, sebanyak 1 ml sampel dari
tabung reaksi yang merupakan hasil pengenceran berseri dipindahkan ke
cawan sesuai tingkat pengencerannya.
5. Selanjutnya ke dalam masing-masing cawan dituangkan media agar steril
yang masih dalam keadaan cair dengan suhu 40-43oC. Penuangan media
dilakukan secara aseptis. Cawan Petri tersebut kemudian diputar-putar secara
perlahan agar inokulum tercampur rata dengan media, kemudian diamkan
hingga media agar memadat. Setelah padat, inkubasikan cawan-cawan
tersebut pada suhu 30oC selama ± 48 jam.
6. Setelah 48 jam, masing-masing cawan dihitung koloninya sesuai dengan
tingkat pengencerannya. Cawan yang dipilih adalah cawan yang jumlahnya
antara 30 – 300. Sedangkan cawan dengan koloni kurang dari 30 dan lebih
dari 300 tidak dapat digunakan.
Lampiran 4. Prosedur pengukuran pH
Pengamatan pH dilakukan dengan cara mengambil 2 ml slurry kemudian
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi aquades 8 ml dan diaduk. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan kertas pH (pH indicador stripe) skala pH 0-14 merek
Merck.
Lampiran 5. Prosedur pengukuran suhu
Pengukuran
suhu
dilakukan
dengan
menggunakan
termometer
gelas
(termometer alcohol, 10 – 110oC). Termometer digantung sehingga sensor berada
pada larutan slurry selama 10 menit pengukuran dilakukan dengan tidak
menghentikan agitasi.
Lampiran 6. Data percobaan optimasi degradasi TPH dengan menggunakan Rancangan Respon Permukaan
Perlakuan
Unit Kode
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
X1
X2
-1
-1
1
1
1.414
-1.414
0
0
0
0
0
-1
1
-1
1
0
0
1.414
-1.414
0
0
0
Nilai Asli
Persen
Tingkat
Padatan
Cemaran
(%)
(%)
10.00
5.00
10.00
15.00
40.00
5.00
40.00
15.00
46.21
10.00
3.79
10.00
25.00
17.07
25.00
2.93
25.00
10.00
25.00
10.00
25.00
10.00
Respon
Degradasi
TPH
(%)
Log Bakteri
pH
Suhu