Academia.eduAcademia.edu

ISLAM SEBAGAI SISTEM NILAI DI BIDANG EKONOMI

Islam ditujukan kepada seluruh manusia tanpa membedakan ras dan kebangsaan dengan segala masalah yang dihadapinya. Bukan hanya mengatur hubungan dengan Tuhan saja, tetapi mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam secara keseluruhan. Islam menjadi dasar dari berbagai persoalan manusia dengan rujukan utama yang jadi sumber pokok, yaitu al-Qur’an. Dalam ajaran Islam mencakup seluruh aspek kebutuhan manusia baik bersifat keduniaan atau kebutuhan fisik ataupun spiritual, individual maupun sosial, rasional maupun emosional mendapatkan perhatian.

ISLAM SEBAGAI SISTEM NILAI DI BIDANG EKONOMI Oleh, Abdul Aziz [email protected] [email protected] [email protected] orcid.org/0000-0003-2407-3557 Abstrak Islam ditujukan kepada seluruh manusia tanpa membedakan ras dan kebangsaan dengan segala masalah yang dihadapinya. Bukan hanya mengatur hubungan dengan Tuhan saja, tetapi mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam secara keseluruhan. Islam menjadi dasar dari berbagai persoalan manusia dengan rujukan utama yang jadi sumber pokok, yaitu al-Qur’an. Dalam ajaran Islam mencakup seluruh aspek kebutuhan manusia baik bersifat keduniaan atau kebutuhan fisik ataupun spiritual, individual maupun sosial, rasional maupun emosional mendapatkan perhatian. Kata Kunci: Islam, Sistem Nilai, Ekonomi Definisi dan Kedudukan Islam Sesungguhnya Islam telah dipilih oleh Allah SWT sebagai agama yang paling sempurna. Dia rido agama Islam dipilih menjadi agama-Nya 1 Al-Qur’an, Surat al-Maidah (5), ayat 31. Maka, siapa pun ketika Islam menjadi agamanya berarti dia telah memperoleh petunjuk. Allah SWT sebagai Ada dalam kedudukan diri-Nya di dalam Ada-Nya. Ini berarti Ada-Nya menjadi bukti Dia sebagai Yang Maha Berkuasa. Apapun yang berada di dalam kekuasaan-Nya tak dapat menguasai diri-Nya. Adapun Dia sebagai Penguasa, maka bagi-Nya sebagaimana kehendak-Nya. Islam dipilih untuk menjadi agama yang diridoi karena kekuasaan-Nya untuk memilih. Inilah siapa pun tak dapat mengaku agamanya, selain Islam, adalah agama yang terbaik. Keberadaan-Nya adalah wujud-Nya yang nyata dalam penguasaan atas seluruh makhluk-Nya. Allah berwujud Ada karena Dia berkehendak Ada tanpa campur tangan makhluk-Nya. Ada-Nya merupakan simbol perwujudan yang ditampakkan adanya makhluk ciptaan-Nya. Allah SWT menetapkan Islam menjadi agama yang diridoi agar di yakini oleh yang mengimani-Nya. Ketika sudah memilih Islam sebagai agamanya dalam berkehidupan, maka seharusnya tidak dipermainkan sesuai keinginannya. Kehendak-Nya yang telah menetapkan Islam untuk diyakini oleh orang-orang yang beriman. Jadi, tak patut bila Islam adalah agama-Nya belum diyakini sebagai agama yang dapat menyelamatkan dirinya (kaum mukmin). Konsekuensi dari pemilihan kepada Islam sebagai agama yang di yakininya adalah membenarkan firman Allah di dalam al-Qur'an yang sudah memberitakan akan kedudukan agama-Nya sebagai yang paling sempurna dan diridloi. Jadi, berketetapan memilih Islam itu berkonsekuensi dalam kehidupan di dunia. Keadaan keyakinan memilih Islam akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak oleh Dia Yang Memiliki Islam sebagai agama-Nya. Maka, bersungguh-sungguhlah ketika anda menyatakan diri sebagai seorang muslim. Karena Islam bukan dilahirkan oleh manusia, maka keyakinan akan keber-adaan-Nya tidak dapat terbantahkan bila siapa pun yang sudah berketetapan memeluk Islam sebagai agamanya! Untuk itu, Islam dipilih bukan oleh keinginan akal selain diperkuat oleh keyakinan akan kebenaran ada-Nya sebagai Tuhan Yang Mahaesa. Tiada Tuhan kecuali Allah. Dengan demikian, Islam itu adalah agama yang diyakini kebenarannya sebagai agama terpilih oleh Allah Yang Maha Ghaib. Kemahaghaiban-Nya tidak dapat dijangkau oleh akal yang sangat serba terbatas tanpa didukung oleh keyakinan dirinya atas kehadiran Dia di hadirat-Nya. Jadi, apa yang dimaksud dengan Islam itu sendiri? Islam berasal dari kata aslama, yuslimu yang berarti menyerah, tunduk dan damai. Dalam pengertian bahasa, Islam mengandung makna yang umum bukan hanya nama dari suatu agama. Ketundukkan, ketaatan dan kepatuhan merupakan makna Islam. Ini berarti segala sesuatu yang tunduk dan patuh terhadap kehendak Allah adalah Islam 2 Syahidin, dkk. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta, 2009, hal. 432. Islam dalam arti terminologi adalah agama yang ajaran-ajarannya diberikan Allah kepada masyarakat manusia melalui para utusan-Nya (Rasul-Rasul). Jadi, Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh para nabi pada setiap zamannya yang berakhir dengan kenabian Muhammad SAW. Penanaman agama Islam bagi para nabi didasarkan kepada firman Allah, yaitu: قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" 3 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), ayat 1363. Demikian pula kata Islam muncul dalam bentuk the active participle noun (isim fail), sebagaimana kisah Nabi Yusuf, yaitu tersebut dalam al-Qur’an. Allah berfirman: رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian takbir mimpi. (Ya Tuhan). Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh” 4 Al-Qur’an, Surat Yusuf (12), ayat 1014. Kata Islam juga diucapkan oleh Nabi Ibrahim dalam perkataannya, yaitu: إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" 5 Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah (2), ayat 1315. Kata Islam sebagai agama yang jelas terdapat pada ayat ketiga pada surat al-Maidah dan surat Ali Imron, ayat 19. Kedua ayat ini jelas-jelas menyebutkan bahwa Islam merupakan agama yang diturunkan Allah dan tidak dikaitkan atau diintervensi oleh pembawanya. Misalnya: إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya” 6 Al-Qur’an, Surat Ali Imran (3), ayat 196. Dan ayat terakhir yang menjelaskan tentang Islam sebagai agama untuk umat manusia adalah: حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالأزْلامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang di tanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agama mu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” 7 Al-Qur’an, Surat Al-Maidah (5), ayat 37. Dari beberapa ayat tersebut di atas tampaklah bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui para Rasul dan pada saat terakhir agama ini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi, Islam dalam pengertian yang paling baru dan sempurna merupakan ajaran dan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Para Nabi dan Rasul adalah penerima dan pembawa berita atau perantara antara Allah dengan manusia pada umumnya yang dilakukan melalui wahyu 8 Wahyu artinya pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat kepada para Nabi dan Rasul Allah. Lih. Harun Nasution. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press, 1986, hal. 158. Islam ditujukan kepada seluruh manusia tanpa membedakan ras dan kebangsaan dengan segala masalah yang dihadapinya. Bukan hanya mengatur hubungan dengan Tuhan saja, tetapi mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam secara keseluruhan. Islam menjadi dasar dari berbagai persoalan manusia dengan rujukan utama yang jadi sumber pokok, yaitu al-Qur’an. Dalam ajaran Islam mencakup seluruh aspek kebutuhan manusia baik bersifat keduniaan atau kebutuhan fisik ataupun spiritual, individual maupun sosial, rasional maupun emosional mendapatkan perhatian. Dengan demikian dalam kedudukannya, Islam merupakan knowledge (pengetahuan) yang dapat menjadi obor (penerang, jalan dan petunjuk). Dalam ajaran Islam, pengetahuan yang merupakan domain akal menempati kedudukan yang cukup strategis. Berbagai problem sosial, politik, budaya, ekonomi dan aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia dapat dicarikan solusi (pemecahan) melalui pengetahuannya (pengerahan dan pemberdayaan akal) secara optimal. Pengetahuan akal ini pula yang dapat membedakan kedudukan istimewa manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Islam, kata Muhammad Tholchah Hasan (2003: 5-6), peran (pengetahuan) akal tidak bisa ditinggalkan. Misalnya yurisprudensi hukum (ilmu fiqh), (fiqh legal maxim/kaidah-kaidah fiqhiyah sebagai produk murni akal), yang di-anggap sebagai salah satu sumber hukum dalam hukum positif (hukum yang berlaku dalam suatu negara), juga lebih ditentukan oleh peran akal (pengetahuan) yang berhasil di-tunjukkan hakim melalui analisa dan pertimbangan-pertimbangan yang diajukannya sebelum suatu per-kara diputuskan. Dalam konteks bangunan, Islam disimbolkan’ sebagai pengetahuan (knowledge) merupakan pengejawantahan dari peranan akal dalam kita ber-agama Islam, dalam kita memahami (arti) al-Qur’an dan Sunnah Nabi juga amat ditekankan oleh al-Qur’an sendiri. Islam Sebagai Konsep Hidup (Islam is The Way of Life) Manusia dijadikan dua aspek dalam hidup, yaitu pertama sistem biologi dan sistem Islam menuntut kepada umatnya untuk menerima secara utuh seluruh ajaran-ajarannya serta mengaktualisasikan dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga Islam harus dijadikan dasar pembentuk pola pikir dan pola tindakan seseorang sehingga melahirkan bentuk pribadi muslim yang utuh dan terintegrasi 9 Syahidin, dkk. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta, 2009, hal. 489. Hal ini diisyaratkan dalam al-Qur’an sebagai petunjuk bagi perwujudan keutuhan manusia dalam segala dimensi kehidupan secara konsisten. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” 10 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), ayat 20810. Dari sini jelas bahwa Islam sebagai agama pilihan untuk umat manusia menjadi yang terbaik di antara agama-agama dan atau kepercayaan selain Islam. “Kamu adalah umat yang terbaik (khairu ummah) yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” 11 Al-Qur’an, Surat Ali-‘Imran (3), ayat 11011. Ayat di atas mengungkapkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik (khairu ummah) di antara umat yang ada. Sebelum membahas konsep khairu ummah ini, akan dijabarkan pengertian ummah. Quraish Shihab, dalam Wawasan Al-Quran, menyatakan kata “ummah” terambil dari kata “amma-yaummu” yang berarti menuju, mampu, dan meneladani. Dari kata yang sama lahir kata “um” yang berarti ibu dan “imâm” yang berarti pemimpin karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan anggota masyarakat. Quraish Shihab menuturkan, kata “ummah” mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya dan cara hidup (way of life). Jika kata “ummah” dan “Islam” digabung, maka ia berarti himpunan manusia yang tidak disatukan oleh tanah air (nasionalisme) atau keturunan (suku), melainkan disatukan oleh keyakinan, yaitu Islam. Sejatinya, makna umat Islam ini tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu yang statis, yakni kesatuan agama saja, tapi juga dinamis. Dalam arti, men-jadikan Islam sebagai cara hidup, cara meraih tujuan, dan tujuan hidup. Dari sinilah kemudian intelektual asal Iran Ali Syariati mengistewakan kata “ummah” dari kata “nation” (bangsa) atau qabilah (suku). Ia mendefinisikan “ummah” sebagai “himpunan manusiawi yang seluruh anggota nya bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama”. Kembali kepada QS Ali ‘Imran, ayat 110, disebutkan bahwa umat Islam akan menjadi khiru ummah (umat terbaik) dengan dua syarat, yaitu al-amru bi al-ma’rûf wa an-nahyu ‘an al-munkâr (menyuruh kebaikan dan mencegah keburukan) dan tu’minûn billah (beriman kepada Allah). Ketika mengomentari QS Ali ‘Imran: 110 ini, Qurthubi menyatakan bahwa saat umat Islam kehilangan dua sikap ini, al-amru bi al-ma’rûf wa an-nahyu ‘an al-munkâr dan beriman kepada Allah, serta terlena dalam kemunkaran, mereka akan hancur karena hal ini merupakan sebab kehancuran umat Islam. Secara sederhana, kata “al-ma’rûf” biasanya didefinisikan sebagai kebaikan atau kebajikan. Lantas apa perbedaan kata “al-ma’rûf” dengan “al-khair” yang biasanya juga diartikan sebagai kebaikan. “Al-ma’rûf” berasal dari kata “’arafa-ya’rifu” yang berarti mengetahui. Jadi, menurut bahasa “al-ma’rûf” adalah yang diketahui. Dari kata ini juga lahir kata “’urf” yang berarti kebiasaan, tradisi atau adat. Jadi, “al-ma’rûf” adalah kebaikan yang dikenal oleh masyarakat setempat. Sedangkan “al-khairu” adalah nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal. Jadi, perngertian al-amru bi al-ma’rûf wa an-nahyu ‘an al-munkâr adalah adalah menganjurkan orang lain melakukan perbuatan baik yang dikenal oleh masyarakat setempat – sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai al-Quran – dan melarang perbuatan keji. Jika umat Islam sudah ber-amar ma’fur dan ber-nahi munkar dengan benar serta nilai-nilai Islam memancar dalam tingkah laku dan perbuatan mereka karena menjadikan Islam sebagai konsep hidup, maka insya Allah umat Islam akan menjadi khairu ummah. Dan syarat menjadi khair ummat adalah apabila pribadi-pribadi yang ada didalamnnya adalah beriman, berislam dan berihsan (amal saleh). Dalam hal ini Syahidin, dkk. (2009: 33), mengambarkan pribadi yang seperti itu sebagai pribadi yang sempurna. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: Ibadah Mahdah Ayat-Ayat Qur’an Dzikir Hamba Allah Q.S. 51: 56 Insan Kamil Manusia Proses Objek Pendekatan Ibadah Ghair Mahdah Ayat-Ayat Kauniyah Pikir Khalifah Q.S. 2: 30, 33: 72 Gambar 2.1 Manusia Sempurna Pribadi (manusia) yang sempurna adalah pribadi yang melalui proses panjang, dimana pribadi sebagai hamba Allah (Q.S. 51: 56) dan sebagai khlaifah Allah (Q.S. Al-Baqarah, 2: 3) keduanya saling berfungsi satu sama lain. Artinya, pribadi (manusia) sebagai hamba Allah diperkaya oleh dzikir dengan selalu mengingat nama-nama Allah, baik ayat-ayat (tanda-tanda) qauliyah (firman-Nya) merenung dan melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan segala larang-larangan-Nya. Sementara fungsi khalifah di muka bumi difungsikan sebagai pengajawantahan pribadi yang berkualitas secara intelektual (IQ), emosi (EQ) dan kekuatan fisik yang sehat (AQ) dalam merenung tanda-tanda (ayat-ayat) alam semesta menjadi saintifik, intelektual, cendekiawan, ilmuan yang berguna dan bermanfaat. Karena, aktifitas perjalanan hidup manusia di dunia sampai akhirat ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini 12 Dr. Muhammad Amin Syahadat, Iradat al-Waktu Bain al-Turats wa al-Mu’ashirah, (Arab Saudi: Dar Ibn al-Jawzy, 2000), h. 15412: الخلود الموت الولادة الجنة النار الصراط الدنيا البعث الحساب القبر Gambar 2.2 Perjalanan Kehidupan Manusia Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam aktifitasnya, manusia dituntut untuk melakukan yang terbaik, profesional dan bermutu untuk kepentingan diri dan lainnya (khair an-nas anfa’uhum lin nas). Inilah perbuatan baik yang setiap orang sama besar peluang untuk itu, dan sama pula untuk tidak melakukannya. Ekonomi Islam Sebagai Rangkaian Sistem Kehidupan Aktivitas dan perilaku ekonomi tidak terlepas dari karakteristik manusianya. Pola perilaku, bentuk aktivitas, dan pola kecenderungan terkait dengan pemahaman manusia terhadap makna kehidupan itu sendiri. Dalam pandangan Islam bahwa kehidupan manusia di dunia merupakan rangkaian kehidupan yang telah ditetapkan Allah kepada setiap makhluk-Nya tersebut untuk nanti dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Telah menjadi suatu ketetapan dan kehendak Allah bahwa manusia diciptakan juga sekaligus diberikan tuntunan hidup agar dapat menjalani kehidupan di dunia sebagai hamba Allah untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya. Agama Islam yang diturunkan oleh Allah melalui para Nabi dan Rosul-Nya dan disempurnakan ajarannya melalui Nabi terakhir yaitu Muhammad SAW adalah merupakan suatu sistem kehidupan yang bersifat integral dan komprehensif mengatur semua aspek kehidupan manusia agar mencapai kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS: Al-Baqarah: 132) Untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang baik harus dimulai dari pembinaan kualitas kehidupan secara individual. Karena dari sekumpulan individu-individu itulah yang nanti dapat memberikan warna dan pengaruh perubahan yang lebih baik dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Kualitas seseorang ditentukan oleh kualitas kepribadiannya yang akan melahirkan berbagai aktivitas di tengah masyarakat. Jika kualitas kepribadian nya baik dan sehat maka akan melahirkan aktivitas amaliah yang cenderung baik dan sebaliknya. Di sinilah pentingnya pembinaan kualitas kepribadian seorang muslim agar benar-benar memahami secara benar tentang nilai-nilai Islam kemudian dapat memberikan warna dan pengaruh perubahan terhadap lingkungan di sekitarnya. Pembentukan kepribadian Islam pada diri seseorang ditempuh melalui dua tahap yaitu, Pertama, mengintroduksikan aqidah Islamiyah pada diri seseorang agar dia jadikan aqidah atau pandangan hidupnya. Kedua, seorang muslim yang telah memiliki aqidah Islamiyah itu bertekad menjadikan aqidah Islamiyah sebagai landasan dalam melakukan proses berfikir yang Islami dan sekaligus menjadikan aqidah Islamiyah dalam mengatur dan mengendalikan tingkah lakunya. Untuk dapat memiliki kualitas berfikir yang ber-landaskan aqidah Islamiyah atas berbagai fenomena kehidupan ini, maka seorang muslim harus mencurahkan kemampuannya untuk mempelajar ilmu-ilmu ke-Islaman baik ilmu tentang aqidah Islamiyah (ilmu tauhid), ilmu Al-Qur’an dan tafsirnya (‘ulumul Qur’an), Ilmu Hadist, Fikih dan Ushul Fiqih, ilmu bahasa Arab dsb. Jadi seorang muslim harus meningkatkan kualitas fikirnya melalui penguasaan terhadap informasi-informasi Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Assunnah. Disamping itu juga harus dibarengi dengan keseriusan dalam memahami per-kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kontemporer seperti ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu pengetahuan alam, ilmu budaya, ilmu hukum, ilmu filsafat dsb. Keseimbangan dalam penguasaan ilmu baik ilmu-ilmu ke-Islaman dan ilmu pengetahuan kontemporer akan melahirkan sosok seorang muslim yang cerdas, bijaksana dan santun dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Namun aspek olah fikir (kognitif) dan olah rasa (afeksi) saja tidak cukup untuk melahirkan seseorang memiliki kepribadian Islam tetapi perlu ditunjang dengan pembinaan aspek perilaku kehidupan sehari-hari (psikomotorik). Agar seseorang dapat senantiasa meningkatkan ketaatan dirinya terhadap Allah SWT sebagai Dzat yang menciptakannya, maka dia harus memahami eksistensi dirinya sebagai makhluk Allah yang diberi anugerah berupa kelebihan-kelebihan baik secara fisik, mental, emosional dan intelektual dibandingkan makhluk Allah lainnya. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus memahami bahwa dirinya memiliki berbagai macam potensi atau naluri kehidupan yang meliputi naluri mempertahankan hidup, naluri melangsungkan keturunan dan naluri beragama. Masing-masing naluri kehidupan tersebut kemudian akan melahirkan berbagai macam bentuk aktivitas manusia di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk kecenderungan hidup tersebut harus senantiasa diatur dan dikendalikan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT agar martabat-nya sebagai hamba Allah tidak jatuh ke jurang kehinaan. Kedua, islam telah mengatur semua kehidupan manusia baik menyangkut persoalan ekonomi, politik, budaya, hukum, seni, baik kehidupan secara individual maupun social, permasalahan hidup di dunia maupun akhirat. Seorang muslim senantiasa berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan dan naluri tersebut berdasarkan atas aqidah Islamiyah bukan pada azas, ideologi, pandangan hidup, budaya lainnya. Jadi disiniliah letak dan hakekat kepribadian seorang muslim yang ditentukan oleh sejauh mana kemampuan berfikir atas segala fenomana kehidupan ini dan kemampuan berperilaku yang didorong oleh berbagai macam naluri dan kebutuhan yang senantiasa didasarkan atas aqidah Islamiyah. Sebagaimana Ali Sakti mendudukan sistem ekonomi Islam dalam sistem kehidupan sebagia berikut: Gambar 2.3 Sistem Ekonomi dalam Sistem Islam Dalam aktivitas ekonomi seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisik saja tapi juga sekaligus merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Sehingga dalam setiap tahap dan proses aktivitas ekonomi selalu dikaitkan dengan nilai-nilai Islam untuk mendapatkan keberkahan dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Motif ibadah dalam setiap aktivitas ekonomi selalu menuntun setiap langkahnya untuk selalu berada di jalan-Nya. Seorang muslim akan selalu berusaha untuk tidak melakukan kegiatan ekonomi yang tidak dibenarkan menurut syariat Islam meskipun secara fisik material mungkin menguntungkan seperti korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), mengurangi timbangan, menipu, transaksi narkoba, prostitusi, praktek aborsi, manipulasi proyek, bisnis pornografi dan pornoaksi dan sebagainya. Seorang muslim melihat setiap persoalan dalam perspektif dan dimensi yang luas karena dia yakin kehidupan ini tidak berhenti hanya pada kehidupan di dunia saja tetapi merupakan kontinuitas kehidupan yang akan dilanjutkan dengan kehidupan di akhirat dimana setiap individu harus berhadapan dengan mahkamah keadilan Allah untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatan nya. Di sinilah implikasi keimanan seorang muslim terhadap hari akhir akan berdampak pada perilaku kehidupan sehari-hari karena dia yakin bahwa Allah selalu mengawasi setiap langkah dan aktivitas hamba-Nya. Perlu ditegaskan disini adanya perbedaan pengertian antara ilmu ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam merupa-kan suatu kajian (studi) yang terikat dengan rambu-rambu metodologi ilmiah. Sehingga dalam proses perkembangan-nya senantiasa mengakomodasi kan berbagai aspek dan variabel dalam analisis ekonomi. Ilmu ekonomi Islam dalam perspektif metodologi ilmiah tidak berbeda dengan ilmu ekonomi pada umumnya yang mengenal pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam yang merupakan bagian dari kehidupan seorang muslim. Sistem ekonomi Islam merupakan suatu bagian dalam kehidupan seorang muslim dalam upaya untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam aktivitas ekonomi. Sistem ekonomi Islam merupakan salah satu aspek dalam sistem Islam yang integral dan komprehensif. Aplikasi nilai Islam dan sistem ekonomi Islam bagi seorang muslim merupakan bagian dari ketaatan dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Islam sebagai sistem kehidupan yang integral dan komprehensif telah memberikan aturan pada semua aspek kehidupan manusia baik aspek politik, budaya, ekonomi, sosial, hukum, seni, manajemen dsb. Sistem syariah Islam meliputi semua aspek kehidupan manusia untuk menjaga ketertiban, keseimbangan dan kelestarian hidup manusia sehingga tercapai kebahagiaan hidup manusia di dunia sampai di akhirat. Kesempurnaan Islam sebagai pandangan hidup (ideologi) dan sistem nilai menjadi suatu tuntutan manusia di tengah arus globalisasi dan modernitas yang dihadapkan pada berbagai persoalan yang semakin kompleks. Hal ini telah diungkapkan Allah SWT dalam firman-Nya: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu" (Q.S. Al-Baqarah, 2: 208). Dari ayat di atas secara eksplisit dan implisit terdapat perintah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman untuk mengikuti semua aturan-aturan yang telah diturunkan Allah secara totalitas dan jangan mengambil jalan hidup (way of life) dan sistem kehidupan (manhaj) selain dari Islam agar hidup manusia mencapai kebahagiaan yang sebenarnya. Dalam suatu hadist Rasulullah SAW., pernah menyampaikan pesan kepada seluruh umat manusia untuk selalu berpegang teguh kepada syariat Islam yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Assunnah. “Aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR. Malik) Berdasarkan hadits tersebut di atas, maka jelaslah bahwa sistem ekonomi dalam Islam bersumber dari al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedang, aspek-aspek positif dalam kegiatan manusia yang berupa kegiatan positif (eknonomi positif) harus sesuai dengan norma-norma yang sesuai syariat islam. Karena itu, sistem ekonomi dalam islam sangat berbeda dengan sistem-sistem yang ada, seperti; sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Gambar 2.4 Perbedaan Sistem Ekonomi dengan Lainya Dari gambar 4 tersebut di atas, jelas bahwa perbedaan sistem ekonomi Islam dengan sosialis dan kapitalis, disamping secara filosifis berbeda juga pada paradigmanya. Dimana paradigma Sosialis bertumpu pada Marxian, Kapitalis pada pasar, sedang Islam pada syariahnya. Karena itu, kata Yuyun Wirasasmita 13 Prof. Dr. H. Yuyun Wirasasmita, M.Ec., guru besar Emiritus UNPAD dalam kata pengantar buku Abdul Aziz berjudul Manajemen Investasi Syariah, yang diterbitkan pada tahun 2010.13, bahwa tidak dapat disangkal bahwa sistem Ekonomi Islam telah memberikan pencerahan yang selama ini dalam sistem ekonomi konvensional dianggap dilematik dan kontroversial, kita ambil contoh misalnya, masalah-masalah kepemilikan (ownership), motivasi, proses pengambilan keputusan, peran pemerintah, lembaga ekonomi, hal-hal tersebut telah menjadi sumber perdebatan baik dalam sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Sebagai contoh kita ambil masalah kepemilikan (ownership) dalam ekonomi kapitalis, setiap orang telah diberikan kebebasan mutlak baik untuk memilikinya maupun pengguna annya yang telah menimbul kan berbagai masalah seperti; externalitas (masalah kerusakan lingkungan, monopoli, dan lain-lain). Sebaliknya, dalam sistem ekonomi sosialis dimana kepemilikan perorangan sangat dibatasi, telah menimbulkan kemandegan ekonomi. Dalam Ekonomi Islam, kata Yuyun 14 Prof. Dr. Yuyun Wirasasmiat, M.Sc., dalam kata pengantar buku Manajemen Investasi Syariah, karya Abdul Aziz, M.Ag yang diteritkan oleh CV. Alfabe 14, sebagaimana telah diberikan arahan seperti telah diuraikan oleh Sultan Abu Ali dalam Lectures on Islamic Economics, hal. 133. Dia menyatakan sebgai berikut: The owners should always try to invest his wealth in order to develp the society, and not to keep it idle, for it will then to be reduced through the payment of zakat, The owner should spend in the way of God, which will help achieve social solidarity, The use of wealth, should not harm other individuals or the society at large, The sources of wealth should be halal, it should not be realized from riba, cheating or monopoly, Wealth should not be used to corrupt the society or to exercise political power. Dari uraian di atas yang merupakan fondasi dari Ekonomi Islam jelas bahwa kepemilikan atau ownership itu mempunyai fungsi sosial, akan tetapi fungsi sosialnya telah diberikan arahan sesuai dengan ajaran Islam. Fungsi sosial inilah yang menjadi ciri khas bagi umat Islam, seperti terjelaskan dalam al-Qur’an, surat al-Baqarah, ayat 3 yang berbunyi: الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkah-kan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,” Dari ayat di atas, dijelaskan bahwa ketakwaan (seorang yang bertakwa) ditandai bila keberimanan kepada yang ghaib dan mendirikan shalat, yang kemudian dibarengi dengan sikap dermawan atas sesama dengan mengeluarkan pendapatan. Fungsi sosial ini bisa dengan pengeluaran harta benda dengan suka rela (infak dan shadaqah), serta dengan cara non-suka rela (zakat). Itulah yang prinsip penting ekonomi dalam Islam. Fungsi sosial ini merupakan manifestasi dari prilaku manusia beriman, zuhud dan mencermin-kan persaudaraan (ukhuwah), disamping ciri prilaku ekonomi dalam islam, juga secara fungsional dapat diaplikasikan dalam kehidupannya dengan cara mengeluarkan zakat, infak, shadaqah dan hibah, menghindari diri dari perbuatan ribawi dan perjudian. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 6 berikut: Gambar 2.5 Prinsip Ekonomi dalam Islam Sumber: Ali Sakti dalam Ekonomi Islam Dalam sistem ekonomi Islam, prilaku ekonomi manusia didasarkan atas keimanan, kezuhudan dan ukhuwwah (kebersatuaan dan persaudaraan). Namun juga dalam prakteknya, ia harus menjadi manusia dermawan dengan selalu menginfakkan sebagian hartanya, baik secara paksa (zakat) maupun non paksa/suka rela (infak dan shadaqah). Hal ini jelas merupakan perintah Allah SWT sebagaimana tertuang dalam Q.S. Al-Baqarah, 2: 277: إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Perintah tentang zakat ini bukan dijelaskan pada 1 atau 2 ayat, tetapi lebih dari 5 ayat yang tersebar dalam ayat-ayat al-Qur’an. Ini bukti bahwa kedermawanan sosial merupakan karakter dari Islam. Disamping itu, penghindaran atas prilaku ribawi adalah penting untuk diperhatikan. Prilaku riba bukan saja merupakan perbuatan yang merugikan atas manusia, tetapi juga larangan Allah SWT yang sangat jelas, “واحل الله البيع وحرم الربا ...” (Q.S. Al-Baqarah, 2: 17) Dengan demikian, kepemilikan (ownership) dalam sistem ekonomi Islam men-ciptakan homosocioeconomicus dengan karakter sosial. Karena dasar kita sebagai manusia adalah makhluk sosial. Kita tak mungkin hidup tanpa manusia yang lain. Manusia yang senang bersosialisasi akan terlihat lebih menyenangkan 15 M.K. sutrisna Suryadilaga. The Balance Ways. (Bandung: Mizan Publika, 2007), h. 18815. Pada dasarnya adalah senang berbagi. Hal ini dapat dilihat pada al-Qur’an, surat al-Ma’arij, ayat 19-21 yang berbunyi: وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19), Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20), dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir ...,” Ayat ini menjadi bukti bahwa secara umum manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir, dan berkeluh kesah. Namun demikian ayat ini menjadi bukti bahwa manusia disamping secara pribadi merupakan makhluk ciptakan Yang Maha Kuasa dengan segala sifatnya, juga makhluk yang sejatinya mengenal pergaulan sesama dan lingkunganya. Hal ini menjadi bukti bahwa disamping menjadi makhluk sosial dalam aktivitas keseharian dalam berekonomi juga harus sesuai dengan aturan dan tuntunan dalam Islam. Penutup Dari pembahasan, uraian dan penjelasan tersebut di atas maka dapat di-pahami bahwa ajaran Islam mencakup keseluruhan dalam kehidupan baik dunia maupun akhirat. Dalam kehidupan dunia ini, Allah SWT memberikan arahan agar tidak melupakan kehidupan untuk akhiratnya. Karena itu, dianjurkan agar ketika manusia beraktivitas dalam kehidupan dunia dengan berbagai profesi dan atribut-nya, terutama dalam konteks bisnis harus berorientasi juga pada kehidupan akhirat. Artinya, kehidupan akhirat yang merupakan bagian penting dalam konteks kehidupan masa yang akan datang setelah mati, memang tidak ada yang tahu seperti apa dan bagaimana. Apakah seperti dalam kehidupan dunia dalam mengisi aktivitasnya atau seperti apa? Karena itu, pada kehidupan dunia ini praktek bisnis dalam Islam telah diberikan petunjuk dan arahan yang sesuai dengan kodrat manusia. Petunjuk dan arahan dalam bisnis dalam Islam sudah jelas harus sejalan dengan ajaran-ajaran Islam, baik berupa akidah, ibadah dan instrumen-instrumen-nya. Seperti; saling ridha (an taradin), tidak saling mendhalimi dan merugikan, tidak menjalankan praktek ribawi, mengurangi timbangan dan sebagainya. Karena itulah ajaran Islam sebagai sistem hidup dan kehidupan menjadi bukti bahwa pelaku bisnis bukan bebas nilai (free of value), akan tetapi harus berorientasi pada kepentingan duniawi maupun ukhrawi. Wallahu a’lam bi shawab Daftar Pustaka Al-Qur’an Al-Hadits Abdul Aziz, 2010. Manajemen Investasi Syariah, Bandung, Alfabeta. Ali Sakti, Ekonomi Islam. Tidak diterbitkan. Syahidin, dkk., 2009. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta. Harun Nasution, 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press. Muhammad Amin Syahadat, 2000. Iradat al-Waktu Bain al-Turats wa al-Mu’ashirah, Arab Saudi: Dar Ibn al-Jawzy. M.K. Sutrisna Suryadilaga, 2007. The Balance Ways. Bandung: Mizan Publika.