Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
16 pages
1 file
Indonesia memiliki potensi 217 triliun dari hasil pengumpulan zakat setiap tahunnya. Hasil riset ini tentu mencengangkan. Jika kita bandingkan dengan potensi zakat di beberapa negara Islam tentunya potensi kita jauh lebih besar. Pada tahun 2000 dan 2002, potensi zakat di Jordania, Kuwait dan Mesir sangat kecil bila dibandingkan dengan nilai Gross Domestic Product (GDP) mereka, bahkan dapat diabaikan karena sangat tidak signifikan. Selanjutnya, potensi zakat Arab Saudi mencapai 0,4 persen-0,6 persen dari total GDP mereka. Khusus untuk Pakistan, potensi zakat mencapai 0.3 persen dari GDP, dan Yaman memiliki potensi hingga 0,4 persen dari total GDP. Jika dilihat sekilas, nampak bahwa potensi zakat masih sangat kecil. Sedangkan potensi zakat Indonesia mencapai Rp19 triliun atau 0,95 persen dari GDP Indonesia. Jika kita menggunakan asumsi bahwa potensi zakat adalah sama dengan 2,5 persen dikali dengan total GDP, menemukan bahwa potensi zakat Turki mencapai angka 5,7 miliar dolar AS. Sedangkan potensi zakat Uni Emirat Arab dan Malaysia masing-masing sebesar 2,4 miliar dolar AS dan 2,7 miliar dolar AS. Total potensi zakat seluruh negara-negara Islam minus Brunei Darussalam adalah sebesar 50 miliar dolar AS. Dari sisi realisasi, secara umum dana zakat yang berhasil dihimpun oleh masing-masing negara masih sangat kecil.
Islam merupakan agama yang kaffah, tidak hanya mengatur ibadah saja akan tetapi mengatur masalah yang berhubungan dengan permasalahan hubungan antar sesama makhluk (muamalah). Dalam bermuamalah salah satu aspek yang sangat mendukung terhadap kehidupan manusia adalah aspek ekonomi. Terdapat banyak aliran dan paham tentang teori dan praktek dalam ekonomi, misalnya paham ekonomi liberalis, ekonomi komunis, ekonomi sosialis dan ekonomi Islam. Dalam konsep ekonomi Islam yang membedakan Islam dengan materialisme adalah bahwa Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan etika. Konsep ekonomi Islam juga berbeda dengan konsep kapitalisme yang memisahkan akhlak dengan ekonomi. Manusia muslim individu maupun kelompok dalam hal ekonomi atau bisnis diberikan kebebasan untuk mencari keuntunagn yang sebesar-besarnya. Namun hal ini terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bisa bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Masyarakat mulim tidak bebas tanpa kecuali dalam memproduksi segala sumber daya alam mendistribusikannya, atau mengkonsumsikannya. Ia terikat dengan etika dan hukum-hukum Islam. Fenomena tersebut di atas, nampaknya cukup jelas bahwa Islam menempatkan etika ketika kita melkukan kegiatan ekonomi atau berbisnis. Dalam hal ini Islam menjelaskan juga bahwa bukan hanya mencari keuntungann materi semata dalam berbisnis, akan tetapi meraih keuntungan yang abqa (abadi) yaitu mengharap keridhoan Allah Swt sebagai bekal nanti di akhirat. Karena kehidupan yang kekal dan lebih baik adalah kehidupaan akhirat.
Economic misbehavior would certainly impact on the economic performance of a society. As a religion, Islam realizes this and knows that economic misconduct must be diagnosed. Islam encourages that in order for the economic sustenance to be materialized human and natural resources must be explored to the maximum. Economic sustenance is the goal for any country. And Islam supports a policy toward that sustenance. The fact that Islam loves a strong society means that this religion supports a sound economic policy that would work toward the realization of a well-off society. The Qur'an states that one must explore the world and seek the providence of God. To "explore the world" is a divine command. The logic behind this command is that, first, one must work to earn fortune so that his worldly needs can be met, and second, he must develop a system so that he may earn the fortune both in legitimate and progressive way. In Islam, working is a form of worship. It is therefore rewarding. But Islam also encourages that we develop a comprehensive, holistic, realistic, just, responsible, and balanced economic system so that our economic sustenance may be realized. Islam believes that the goal of any economic sustenance is the materialization of social and economic welfare. All members of society irrespective of their race, religion and color must benefit from that sustenance.
1. Riwayat Hidup Al-Syatibi Al-Syatibi adalah seorang cendikiawan muslim yang belum terkenal di masanya. Beliau bernama lengkap Ibrahim bin Musa, bin Muhammad Al-Lakhmi Al-Ghamathi Abu Ishak, yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Syatibi yang dijuluki dengan Al-Imam Al-lAlaamah (yang sangat dalam ilmu pengetahuannya), Al-Muhaqqiq (yang memiliki kemampuan untuk meneliti sesuatu guna menemukan kesalahan dan kemudian memberi solusi), Al-Qudwah (yang pantas didkuti), Al-Hafizh (yang telah menghafal dan menjaga ribuan hadits) dan Al-Mujtahid (yang mampu mendayagunakan kemampuan untuk menghasilkan hukum) 1 . Kata "Al-Syatibi" yang merupakan 'alam laqab yang dinisbatkan ke daerah asal keluarganya, Syatibah (Xatibah atau Jativa), yang terletak di kawasan Spanyol bagian timur 2 . Dan beliau berasal dari Suku Arab Lakhmi. Meskipun Al-Syatibi dinisbatkan kepada negeri itu, diduga keras ia tidak lahir di sana. Karena kota tersebut sebelumya telah dikuasai oleh orang-orang Kristen atau jatuh ke tangan Kristen, dan orang-orang Islam telah diusir dari sana sejak tahun 1247 (645 H) atau hamper satu abad sebelum Al-Syatibi dilahirkan 3 . Al-Syatibi dibesarkan dan memperoleh seluruh pendidikannya di ibukota kerajaan Nashr, Granada, yang 1 Imam Al-Syatibi, Al-I'tisham, Diterjemahkan oleh : Shalahuddin Sabki dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. xvii 2 H. Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 378, Ed, 3 Cet, 5 merupakan benteng terakhir umat Islam di Spanyol. Masa mudanya bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Muhammad V Al-Ghani Billah yang merupakan masa keemasan umat Islam setempat. Karena Granada menjadi pusat kegiatan ilmiah dengan berdirinya Universitas Granada 4 . Dalam bermadzhab, Al-Syatibi menganut madzhab Maliki dan mendalami berbagai ilmu, baik berupa 'ulum alwasa'il (metode) maupun 'ulum maqashid (esensi dan hakikat). Al-Syatibi memulai aktivitas ilmiahnya dengan belajar dan mendalami :
Aspek tasawur atau falsafah merupakan antara cabaran utama yang patut dihadapi dalam usaha melaksanakan ekonomi Islam. Terdapat sesetengah pihak terutamanya dalam kalangan ahli ekonomi Islam arus perdana mendakwa konsep dan teori ekonomi lazim boleh diguna pakai asalkan ia tidak bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Antara hujah yang sering dikemukakan untuk menguatkan dakwaan mereka ini adalah terdapat beberapa amalan Jahiliah yang diterima pakai dalam Islam. Proses ini disamakan dengan tindakan memilih-milih perkara yang dirasakan baik daripada konsep dan teori ekonomi lazim lalu menggunakannya secara kolektif dalam ekonomi Islam. Aliran pemikiran sebegini dikenali sebagai akomodatif-modifikasi dengan sifat elektisme-metodologik. Persoalannya, adakah ekonomi Islam itu boleh dikatakan ekonomi Islam tulen sedangkan tasawurnya masih bercampur aduk antara tasawur lazim dengan tasawur Islam? Bukankah ia merupakan proses Islamisasi? Apakah konsep tasawur ekonomi Islam yang patut diguna pakai? Bagaimanakah ia terbina? Bagi menjawab semua persoalan ini, makalah ini mempunyai dua tujuan utama. Pertama, mengenal pasti tasawur ekonomi Islam yang sedia ada; kedua, menganalisis tasawur ekonomi Islam yang sedia ada itu berdasarkan tasawur Islam; dan ketiga, merumuskan konsep tasawur ekonomi Islam yang hakiki. Bagi mencapai tujuan ini, kaedah perpustakaan dan kaedah analisis kandungan digunakan. Akhirnya, makalah ini merumuskan bahawa Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW itu bukan sahaja merombak aspek konsep dan operasional amalan Arab Jahiliah, malah ia juga melibatkan aspek falsafah atau tasawurnya. Dengan ini jelaslah bahawa hujah logik yang sering dikemukakan oleh para pendukung aliran pemikiran akomodatif-modifikasi dengan sifat eklektisme-metodologik adalah tidak tepat. Pendekatan ‘pembungkihan’ sepatutnya diguna pakai dalam merealisasikan ekonomi Islam pada masa kini. Tindakan memilih-milih perkara yang dirasakan baik dari pelbagai sumber dan menggunakannya secara kolektif dalam ekonomi Islam adalah tidak sesuai. Tidak mungkin tasawur ekonomi Islam tulen dapat dibina dan dilaksanakan selagi acuannya masih bertunjangkan tasawur lazim. Kata Kunci: Tasawur, ekonomi Islam, akomodatif-modifikasi, eklektisme-metodologik Makalah ini dibentangkan di Konferensi Internasional Pembangunan Islam I (KIPI-I), anjuran Universitas Jember, Indonesia, pada 16-21 September 2014, bertempat di Universitas Jember, Indonesia.
Buku, 2021
Buku ini hadir sebagai solusi dan memberikan penjelasan tentang ekonomi syariah islam yang memiliki beberapa tujuan diantaranya; untuk Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral islam, Persaudaraan dan keadilan universal, Distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, Kebebasan individu dalam konteks kemaslahatan sosial. Dengan adanya label Islam dalam ekonomi, ini berarti menjadi dasar hukum bahwa ekonomi itu bukanlah ekonomi konvensional. Dari sumber hukum ini yang menyebabkan ilmu ekonomi ini disebut “ekonomi Islam”, atau kalau dihubungkan dengan sumber ajaran Islam, berarti ekonomi Islam adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas al-Qur’an dan Hadis. Ini berarti bahwa kata Islam sebagai syarat suatu perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan didasarkan atas pedoman ekonomi Islam. Maka kalau kata ekonomi tidak disandingkan dengan kata Islam, maka tidak menggunakan dasar al-Qur’an dan hadis. Namun, hal ini akan menimbulkan masalah apabila dalam praktiknya ekonomi Islam tidak sesuai dengan apa yang diidealkan, sehingga menyebabkan Islam akan kehilangan makna sebagai pedoman yang paling sempurna untuk manusia. Buku ini diperuntukkan secara khusus untuk memenuhi kebutuhan mata kuliah ekonomi syariah islam yang merupakan sebuah mata kuliah yang menjadi prasyarat mata kuliah diatasnya, artinya tidak bisa mengambil/mengontrak beberapa mata kuliah berikutnya yang linier jika mata kuliah ekonomi syariah islam ini belum lulus, termasuk untuk mengambil konsentrasi ekonomi syariah pada prodi manajemen di STIE Sebelas April Sumedang. Buku ini dibuat dan disusun berdasarkan rencana pembelajaran semester dengan mengacu kepada kurikulum KKNI yang sudah ditetapkan baik SN-Dikti maupun standar tambahan yang sudah ditetapkan Prodi dan Perguruan Tinggi. Buku ini terdiri dari empat belas Bab, untuk empat belas pertemuan.
EKonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-iqtishad.Al-iqtishad secara bahasa berarti al-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan. Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilainilai Islam.Sumber dari keseluruhan nilai tersebut adalah Al-Qur'an, AsSunnah, Ijma, dan Qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini Merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang Komprehensif dan telah dinyatakan oleh Allah SWT sebagai ajaran yang sempurna. Firman Allah SWT: (QS. Al-Ma'idah : 3) "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama Bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat Dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. AlMa'idah : 3) Dalam sistem ekonomi ini, terdapat beberapa tokoh yang Mendukung pemikiran ekonomi Islam, diantaranya (Karim, 2014):
Istilah kesejahteraan keluarga lebih dulu popular dibandingkan dengan ketahanan keluarga. Kesejahteraan keluarga (family well-being) atau kesejahteraan rumah tangga (household well-being) dipopulerkan oleh para ahli ekonomi yang fokus pada unit rumahtangga atau unit keluarga (family economist) di awal abad 19. Sedangkan istilah ketahanan keluarga (family strength or resilience) dipopulerkan oleh ahli ilmu keluarga (family studiest) sejak tahun 1930an di Amerika Serikat sebagai reaksi untuk menanggulangi dampak dari great depression era. Adapun di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pada Pasal 1 Ayat 11 dijelaskan pengertian ketahanan dan kesejahteraan keluarga dalam satu definisi yang sama yaitu ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Peradaban kapitalis-neolib berusaha membangun ketahanan keluarga dengan program-program yang justru mereduksi ketahanan keluarga. Sementara peradaban Islam terbukti selama berabad-abad berhasil membangun tatanan keluarga yang kokoh, sejahtera, dan melahirkan generasi yang cemerlang. Berikut ini akan dipaparkan perbandingan antara Peradaban Kapitalis-Neolib dengan Peradaban Khilafah-Islam dalam membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Perbandingan dilakukan terhadap paradigma masing-masing tentang ketahanan ekonomi keluarga, mekanisme mewujudkan, program yang dijalankan dan bagaimana dampak kerusakan atau keberhasilannya. A. PARADIGMA MEMBANGUN KETAHANAN EKONOMI KELUARGA Peradaban kapitalis-neolib membuat negara abai dari tanggung jawabnya dengan mereduksi fungsinya hanya sekedar pembuat regulasi dan bukan sebagai penanggung jawab penuh dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Negara berposisi sebagai tujjar (pebisnis) yang selalu berhitung untung-rugi setiap melakukan proses pelayanan terhadap kebutuhan rakyatnya. Negara dalam peradaban kapitalis-neolib telah melemparkan tanggung jawabnya untuk melayani rakyat. Pemenuhan kebutuhan pokok individu (pangan, sandang, papan) dan kebutuhan pokok massal (pendidikan, kesehatan) bertumpu pada keluarga secara mandiri. Jika pendapatan seorang kepala keluarga tidak mencukupi, maka pendapatan keluarga harus ditopang oleh anggota keluarga yang lain, terutama perempuan. Tanpa disadari, hal ini berdampak pada menurunnya rasa tanggung jawab pada laki-laki untuk melindungi dan mengayomi perempuan. Laki-laki di era kini memandang perempuan adalah mitra pesaing dalam usahanya mengakses aktifitas perekonomian. Perempuan pun tanpa mereka sadari telah dirampok waktunya yang sangat berharga untuk bersama buah hatinya menyiapkan mereka menjadi generasi cemerlang. Sementara Islam membangun ketahanan ekonomi keluarga dengan strategi utama menjadikan laki-laki sebagai pencari nafkah. Strategi ini berhasil dengan baik. Pembagian peran yang jelas membuat fokus aktifitas bisa dilakukan secara baik. Sekaligus jika ada pihak yang mengabaikan perannya, maka proses koreksi dan perbaikan bisa dilakukan dengan mudah.Negara terlibat langsung dalam melayani dan mengurus rakyatnya. Negara berposisi sebagai ro'in (pengayom, pelindung). Bukan hanya sebagai regulator yang berperan membuat
Το παρόν έργο πνευματικής ιδιοκτησίας προστατεύεται κατά τις διατάξεις του ελληνικού νόμου (Ν. 2121/1993 όπως έχει τροποποιηθεί και ισχύει σήμερα) και τις διεθνείς συμβάσεις περί πνευματικής ιδιοκτησίας. Απαγορεύεται απολύτως η άνευ γραπτής άδειας του εκδότη και του συγγραφέα κατά οποιοδήποτε τρόπο ή μέσο αντιγραφή, φωτοανατύπωση και εν γένει αναπαραγωγή, εκμίσθωση ή δανεισμός, μετάφραση, διασκευή, αναμετάδοση στο κοινό σε οποιαδήποτε μορφή (ηλεκτρονική, μηχανική ή άλλη) και η εν γένει εκμετάλλευση του συνόλου ή μέρους του έργου.
Journal of the History of Sexuality, 2020
International Journal of Hydrogen Energy, 2024
Engineering Today
La ecoocreatividad. Filosofía y política postneoliberal, 2024
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 2018
GAMIFICATION IN DISTANCE EDUCATION AS A INSTRUMENT FOR STUDENT ENGAGEMENT IN HIGHER EDUCATION (Atena Editora), 2022
Palliative and Supportive Care, 2021
Eastern Mediterranean Health Journal, 2004
Annals of Internal Medicine, 2020
Medical Gas Research
Zootaxa, 2019
Ghina Inayah, 2024
Journal of Muscle Research and Cell Motility, 2000
Direktorat Jenderal Kebudayaan eBooks, 1983