2015
JURNAL PENELITIAN
Henri Yokom.S.T
[KERUSAKAN LINGKUNGAN
AKIBAT PEMBANGUNAN
PERUMAHAN RAKYAT]
Dengan adanya program Pemerintah yang di canangkan oleh Presiden Ke 7 Republik Indonesia yaitu
Bapak Ir. joko Widodo yaitu membangun 1 juta unit rumah tinggal tanpa disadari akan menimbulkan
dampak lingkungan yang sangat besar. Pembangunan tersebut akan menjadi sumber terhadap
kerusakan lingkungan yang bersifat jangka panang dan akan sulit ditangani.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
mungkin
sangat
sederhana
dan
belum
mencapai
sasaran.
Makalah ini berisikan tentang pengertian, kerusakan lingkungan itu sendiri sebagai
pernyataaan dari pemikiran saya selama ini. Yang harusnya menurut saya
pemerintah
lebih
menyadari
dampak
kerusakan
lingkungan
yang
terjadi.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah dalam menuangkan ide-ide didalam makalah yang saya sampaikan ini.
Hormat Saya
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................................hlm 2
Daftar Isi ......................................................................................................................hlm 3
Bab I. ..........................................................................................................................hlm 4
1. Pendahuluan..............................................................................................hlm 4
2. Latar belakang Masalah.............................................................................hlm 7
2.1 Alih Fungsi Lahan.................................................................................hlm 7
2.2 Penurunan muka air tanah akibat pemukiman.....................................hlm 9
2.3 Pengerusakan Lingkungan akibat limbah cair rumah tangga..............hlm 10
2.4 Pengerusakan lingkungan akibat limbah padat rumah tangga............hlm 11
3. Pemanfaatan Lahan Yang lebih efektif......................................................hlm 13
3.1 Pembangunan Rumah Susun..............................................................hlm 13
3.2 Pemanfaatan air yang lebih efisien......................................................hlm 16
3.3 Pengolahan limbah rumah tangga.......................................................hlm 17
3.4 Pengolahan limbah padat rumah tangga.............................................hlm 19
4. Analisa Amdal Terpadu.............................................................................hlm 20
4.1 Apa itu Amdal.......................................................................................hlm 20
4.2 Pengertian Amdal................................................................................hlm 21
4.3 Jenis jenis Amdal.................................................................................hlm 23
4.4 Amdal Kawasan..................................................................................hlm 24
4.5 Amdal Tunggal....................................................................................hlm 24
3
BAB I
1. Pendahuluan
Pada Tahun 1970 an yang merupakan awal permasalahan lingkungan secara
mendunia dengan dimulainya konfrensi stockholm di tahun 1972 yang saat itu
secara terbuka memcarakan masalah lingkungan (United Nation Confrence of
Human Enviroment, UNCHE).Konfrensi tersebut diselengarakan oleh PBB pada
tanggal 5-12 juni 1972 yang menetapkan pada tangga 5 Juli sebagai hari lingkungan
hidup sedunia. Tidak lama berselang pada tahun 1987 terbentuklah suatu komisi
dunia tentang lingkungan Hidup dan Pembangunan (World Commision on
Enviroment and Development) saehingga lahirlah sebuah konsep suistainable,
kemudian majelis umum PPB memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi di
Rio de Janeiro, Brasil 1992.
Kesadaran bangsa di Asia tenggara untuk melaksanakan perlindungan dan
pelestarian terhadap lingkunagan hidup di mulai dengan adanya beberapa
kerjasama di antara para bangsa di Asia Tenggara. Kerjasama tersebut bisa dilihat
melalui “Tripartite Agreement” dan Deklarasi Manila. Setelah Deklarasi Manila,
negara-negara ASEAN di tahun 1976 menyusun ASEAN Contingency plan.Nergara
Asean juga menyusun Action Plan yaitu dengan sasaran utama dari Action plan ini
adalah perkembangan dan perlindungan lingkungan laut dan kawasan pesisir bagi
kemajuan , dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Sejak tahun 1980
berkembang tuntutan yang lebih besar agar kebijakan-kebijakan yang diciptakan
oleh negara yang lebih pro lingkungan yang dapat tercermin di dalam pembentukan
perundang-undangan yang harus ditaati oleh semua pemangku kepentingan
(stakeholder). Tidak terkecuali di indonesia juga mengalami tuntutan yang sama,
4
yaitu perlu disusun suatu kebijakan yang dapat dipaksakan berlakunya dalam bentuk
undang-undang sendiri mengenai lingkungan hidup.
Oleh sebab itu maka indonesia akhirnya menetapkan Undang Undang No 4
tahun 1982 tentang ketentuan –ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UULH 1982) sebagai produk hukum pertama yang dibuat di indonesia. Di tahun
1981 dibentuklah satu kantor kementrian tersendiri di dalam susunan anggota
kabinet pembangunan III (1978-1983). Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup
yang pertama adalah Prof. Dr. Emil Salim yang berhasil meletakkan dasar-dasar
kebijakan mengenai lingkungan hidup dan akhirnya dituangkan dalam bentuk
undang-undang pada tahun 1982.
Lahirnya UULH 1982 tanggal 11 Maret 1982 dipandang sebagai pangkal tolak
atau awal dari lahir dan pertumbuhan hukum lingkungan nasional. Sebelum lahirnya
UULH 1982 sesungguhnya telah berlaku berbagai bentuk peraturan perundangundangan tentang atau yang berhubungan dengan lingkungan hidup atau sumber
daya alam dan sumber daya buatan, yang dipandang sebagai rezim hukum nasional
klasik. Rezim hukum lingkungan klasik berisikan ketentuan-ketentuan yang
melindungi kepentingan sektoral, sementara masalah-masalah lingkungan yang
timbul semakin kompleks sehingga peraturan perundang-undangan klasik tidak
mampu mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-masalah lingkungan secara
efektif, sedangkan rezim hukum lingkungan modern yang dimulai lahirnya UULH
1982 berdasarkan pendekatan lintas sektoral atau komprehensif integral.
UULH 1982 merupakan sumber hukum formal tingkat undang-undang yang
pertama dalam konteks hukum lingkungan modern di Indonesia. UULH 1982
memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum
baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep5
konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di samping itu,
ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup.
Akan tetapi, setelah UULH 1982 berlaku selama sebelas tahun ternyata oleh
para pemerhati lingkungan hidup dan juga pengambil kebijakan lingkungan hidup
dipandang sebagai instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak
efektif. Sejak pengundangan UULH 1982 kualitas lingkungan hidup di Indonesia
ternyata tidak semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan terhadap
UULH 1982, setelah selama dua tahun dipersiapkan, yaitu dari sejak naskah
akademis hingga RUU, maka pada tanggal 19 September 1997 pemerintah
mengundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH 1997).
Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH), didalam kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Disebabkan juga pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan
perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.
Setidaknya ada empat alasan mengapa UULH 1997 perlu untuk digantikan
oleh undang – undang yang baru. Pertama, UUD 1945 setelah perubahan secara
tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan
berdasarkan
prinsip
pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan
6
lingkungan. Kedua,
kebijakan
otonomi
daerah
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan
hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di
bidang perlingkungan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin
meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga semakin memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup. Ketiga alasan ini ditampung dalam UULH
1997. Keempat, UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah – celah
kelemahan
administratif
normatif,
terutama
kelemahan
kewenangan
yang dimiliki kementrian Lingkungan
penegakan
Hidup dan
hukum
kewenangan
penyidikan penyidik pejabat pegawai negeri sipil sehingga perlu penguatan dengan
mengundangkan sebuah undang – undang baru guna peningkatan penegakan
hukum. Berdasarkan hal ini menunjukan, bahwa UUPPLH memberikan warna yang
baru dan berbeda dari undang-undangan sebelumnya.
2. Latar Belakang Masalah
2.1 Ahli Fungsi Lahan
Dengan dibukanya perumahan rakyat oleh presiden Republik Indonesia ke 7 Yaitu
Joki Widodo menjanjikan 1 juta unit Rumah murah untuk Masyarakat berpenghasilan
Rendah1 (MBR) yaitu sebanyak 331.693 unit rumah di sebanyak 16 propinsi.
Anggap saja di pulau jawa yang berpenduduk 136.6 juta jiwa dari total jumlah
penduduk indonesia sensus tahun 2010 sebesar 250 juta jiwa.artinya hampir 50 %
jumlah penduduk di indonesia terkosentrasi di pulau jawa2. Sementara luas pulau
jawa 126.700 km2 artinya di dalam 1 km2 pulau jawa dihuni oleh 1078 jiwa. Artinya
begitu padatnya penduduk di pulau jawa sehingga pengendalian lingkungan untuk
1
http://economy.okezone.com/read/2015/04/09/470/1131692/mau-beli-rumah-bersubsidi-dari-programjokowi-ini-syaratnya
2
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/183708-inilah-rincian-penduduk-ri-per-provinsi
7
pengelolaan lingkungan hidup sangat sulit dilakukan. Artinya Jokowi harus
membangun sebesar 1.990.158 unit rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah
tinggal di 6 provinsi di pulau jawa. Sementara luas hutan di pulau jawa hanya
berkisar 4% dari keseluruhan lahan terbuka hijau di jawa. Sementara untuk
membangun Rumah Sederhana 1.990.158 unit rumah jika diasumsikan 1 unit
Rumah sangat sederhana type 21/60 artinya 1 unit rumah membutuhkan lahan
bersih sebesar 60 m2 sedangkan lahan kotor ( termasuk jalan akses dan saluran
kota) membutuhkan sebesar 100 m2/unit. Maka untuk membangun 1.990.158 unit
rumah di butuhkan lahan sebesar 200 km2.
Maka jika luas hutan di pulau jawa yang 4% nya yaitu sebesar 5068 km2
maka akibat perluasan perumahan luas hutan akan semakin berkurang 200
km2/tahun. Artinya progam kerja jokowi untuk membuat rumah murah dimungkinkan
akan menambah kerusakan lingkungan khususnya di pulau jawa. Itu baru di lihat sisi
kerusakan lahan akibat hilangnya fungsi ruang terbuka hijau menjadi perumahan.
Dengan hilangnya lahan terbuka hijau mengakibatkan hilangnya lahan resapan air
hujan yang menyebabnya berubahnya aliran bawah tanah menjadi Aliran
permukaan. Hilangnya area resapan air hujan mengakibatkan berkurangnya
berkurangnya air tanah dan meningkatkan kondisi air permukaan. Jika berkurangnya
air tanah dan berkurangnya daerah resapan air hujan sehingga akan semakin
berkurangnya tanaman-tanaman tinggi yang akan menjaga stabilitas lingkungan.
Sehingga akan terciptanya lahan kosong tanpa tanaman yang memiliki tingkat
evaporasi yang tinggi. Jika tingkat evaporasi tinggi maka kondisi kelembaban di
udara akan naik maka curah hujan akan semakin meningkat debit curahannya.
Sementara tanah tidak bisa menyerap sebaik dahulu lagi akibat berkurangnya lahan
resapan. Maka debit air yang tinggi akan menjadi aliran permukaan yang mengalir
8
ke saluran kota dan bermuara ke daerah aliran sungai (DAS). Berkurangnya daerah
resapan yang menjadi aliran permukaan di sungai mengakibatkan debit sungai
meningkat khususnya di daerah hilir sehingga hulu akan kekurangan daya tampung
yang mengakibatkan luapan air hujan akan berubah menjadi banjir di daerah-daerah
dataran rendah. Dari sisi kurangnya daerah resapan air hujan sudah menimbulkan
dampak lingkungan yang besar yaitu meningkatnya debit banjir di daerah dataran
rendah yang biasanya menjadi daerah perkotaan.
Hasil pencitraan satelit landsat tahun 2005 hutan alam di pulah jawa hanya tingga
400.000 hektar saja sedangkan penutupan lahan akibat vegetasi (hutan, perkebunan
dan lain lain) hanya mencapai 18% sehingga lebih rendah daripada yang
disyaratkan oleh undang-undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Di
dalam
undang
tersesebut
telah
syaratkan
tentang
30%
lahan
perhutanan/vegetasi/daerah aliran sungai , 30% lahan terbuka hijau dan sisanya
baru bisa di gunakan untuk lokasi pemukiman maupun lokasi usaha.
Jika 30%
untuk lahan perhutanan/vegetasi/daerah aliran sungai (DAS) artinya pemerintah
harus membebaskan lahan pinggir kali sebagai daerah resapan untuk menerapkan
Undang-undang no 26 tahun 2007 sebagai suatu keharusan di dalam penataan
perkotaan. Tetapi kenyataannya area pinggir sungai menjadi lahan pemukiman yang
tidak terkontrol dan memgubah fungsi sungai menjadi tempat sampah berjalan.
2.2 Penurunan muka air tanah akibat pemukiman.
Seharusnya pemerintah mencermati tingkat pencemaran lingkungan akibat
pemukiman- pemukiman baru. Dengan dibukanya pemukiman perumahan baru
maka setiap unit rumah akan membutuhkan debit air yang sangat besar. Jika kita
perhitungan untuk 1.990.158 unit rumah, jika 1 unit rumah diasumsikan untuk di huni
4 anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak maka untuk lahan
9
200 km 2 tersebut akan dihuni oleh 7.960.632 jiwa.
Maka jika 1 oranng
membutuhkan air bersih untuk minum, memasak, mandi, dan mencuci sebesar 20
liter perhari maka diperkiraan untuk wilayah perumahan dengan penduduk sebesar
7.960.632 jiwa membutuh air bersih sebesar 159.212.643 liter/hari atau 159.212
m3/hari atau 4.776.363 m3/bulan atau 57 juta meter kubik pertahun. Bisa kita
bayangkan jika pemerintah tidak menyiapkan lebih dahulu untuk kebutuhan air
bersih bagi para penghuni rumah subsidi tersebut. Maka mereka akan membuat
sumur-sumur bor yang menyerap air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih
mereka. Tidak heran terjadi intrusi air laut akibat pengambilan air tanah secara
besar-besaran
3
. Intrusi air laut itu terjadi akibat perbedaan tekanan karena
berkurangnya air tanah di daratan, sehingga kekosongan ruang di daratan terisi oleh
air laut yang sedikit demi sedikit merembes kedaratan. Kekosongan air tanah di
daratan akibat kurangnya area resapan air hujan dikarenakan daerah resapan telah
menjadi daerah yang tertutup beton sehingga air hujan lebih banyak menjadi aliran
permukaan daripada menjadi aliran bawah tanah. Tanpa adanya pasokandari
resapan air hujan dan sementara penyedotan air tanah untuk kebutuhan rumah
tangga terus berlangsung sehingga terjadinya kekosongan ruang-ruang di dalam
tanah yang mengakibatkan masuknya air laut (intrusi) kedalam tanah.
Maka jika pemerintah tidak lebih dahulu menyiapkan penyediaan air bersih
lebih dahulu di dalam hunian perumahan artinya pemerintah pun mengambil bagian
didalam perusakan lingkungan akibat dibukanya lahan perumahan murah.
2.3 Pengrusakan lingkungan akibat limbah cair rumah tangga.
Jika di dalam satu area pemukiman penduduk yang memiliki jumlah penduduk
sebesar 7.960.632 jiwa maka jika 1 orang menghasilkan air kotor sebesar 80% dari
3
http://georie.blogspot.com/2011/05/intrusi-air-laut.html
10
air bersih yang dipakainya limbah air kotor yang di buang ke saluran kota sebesar
45.6 meter kubik pertahun yang akan menjadi air kotor yang dibuang kesaluran kota
dan berakhir di daerah aliran sungai. Tanpa adanya pengelolaan daerah aliran
sungai yang menjadi harusnya area tersebut menjadi
daerah daya dukung
pengelolan limbah secara alamiah, tetapi kenyataannya di pinggir sungai menjadi
pemukiman penduduk sehingga sungai tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Apalagi sekarang daerah sungai menjadi tempat sampah berjalan sehingga supaya
tidak terjadi pengendapan maka pemda memperkuat bibir sungai dengan bangunan
beton. Sesungguhnya bangunan beton hanya bermanfaat supaya daerah aliran
sungai tidak menjadi pemukiman penduduk, tetapi secara fungsional bangunan
beton tersebut merusak fungsi sungai sebagai pengelola limbah cair secara alamiah.
Maka limbah tersebut secara langsung mengalir kelaut tanpa adanya pengolahan
limbah yang dilakukan oleh tanaman maupun pohon pohon di sekitar bibir sungai
yang hilang akibat bangunan beton sungai.
Funsi sungai sekarang lebih mengarah kepada aliran atas untuk mengalirkan curah
hujan berlebih dan limbah rumah tangga langsung menuju laut tanpa adanya
pengolahan terpadu secara alamiah.
Seharusnya 45.6 meter kubik limbah rumah tangga dapat meyerap dan mengalami
proses penjernihan dibawah tanah sehingga air limbah tersebut dapat berubah
menjadi air tanah yang bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Tetapi
pembuatan bibir sungai mengurangi daya sungai untuk melakukan penyerapan air
limbah untuk di proses di dalam tanah sebagai cadangan air tanah di kemudian hari.
2.4. Pengerusakan lingkungan akibat limbah padat rumah tangga.
Limbah padat rumah tangga berupa sampah, plastik dan barang barang rumah
tangga juga harus di perhitungan. Satu unit rumah tinggal rata rata membuang
11
sampah rumah tangga sebesar 0.3 kubik perhari atau 108 kubik pertahun. Artinya
dengan penambahan jumlah rumah tinggal sebanyak 1.990.158 unit
akan
menghasilkan limbah padat rumah tangga sebesar 214.937.064 meter kubik
setahun. Jika 1 unit dump truk itu sekitar 20 kubik maka limbah rumah tangga maka
di butuhkan 10.746.853 unit dump truk untuk menyingkirkan sampah tersebut.
Apakah TPS ( tempat penampungan Sampah) daerah sanggup untuk mengelola
sampah tersebut, hasilnya akan terjadi pembiaran terhadap sampah tersebut. Tanpa
adanya pengelolaan sampah secara terpadu akhirnya sampeh tersebut akan
dibuang ke lahan-lahan terbuka yang menjadi tempat penampungan sampah
sementara, kedaerah aliran sungai atau ke saluran saluran kota. Jadi tidak semudah
itu pemerintah mencanangkan akan dibangun fasilitas rumah murah bagi
masayarakat berpenghasilan rendah tanpa di dukung oleh pengolahan sampah
secara terpadu di daerah-daerah yang menjadi tempat pengembangan. Tanpa
adanya campur tangan pemerintah daerah di dalam pengelolaan sampah maka area
perumahan baru cenderung akan kembali menjadi pemukiman kumuh dan kurang
sejahtera.
Hasilnya progam pemerintah tidak akan mencapai sasaran hanya memindahkan
lingkungan kumuh lama ke tempat lingkungan kumuh baru dimana lokasi tersebut
hanya menjadi beban bagi pemerintah daerah di dalam pengelolaan sampahnya.
Jika
di
perhatikan
tempat
pembuangan
sampah
hanya
menjadi
tempat
pengerusakan lingkungan yang paling besar dimana limbah tersebut akan menyerap
ke tanah dan mencemari air tanah yang nantinya pun akan di pompa dan di gunakan
oleh penduduk kembali sebagai air bersih.
12
3. Pemanfaatan lahan yang lebih efektif
3.1 Pembangunan Rumah Susun
Menurut penulis pemerintah harus lebih jeli untuk meneliti kajian-kajian kerusakan
lingkungan akibat pembukaan lahan/pengalihan fungsi lahan. Sebagai bahan
pertimbangan menurut badan statistik nasional (2004) sebanyak 18.000 ha lahan
pertanian menjadi perumahan4. Oleh sebab itu pengurangan lahan pertanian akibat
dari perubahan fungsi lahan menjadi perumahan akan berdampak panjang yang
mengakibatkan berkurangnya hasil beras. Dampak panjang tersebut membuat
indonesia yang tadinya adalah negara peng-export beras berubah menjadi negara
pengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.
Mungkin cara yang terbaik bagi pemerintah adalah untuk memenuhi
kebutuhan rumah masyarakatnya sesuai dengan kebijakan pemerintah bukan
dengan menciptakan landed hause ( Rumah tapak/perumahan) melainkan dengan
membuat rumah susun hak milik (rusunami). Pemanfaatan lahan di dalam rusunami
lebih sedikit dibandingkan pemanfaatan lahan untuk rumah tinggal. Di dalam
membangun 1.990.158 unit rumah tinggal kalau dalam bentuk landed hause
membutuhkan pembukaan lahan sebesar 200 km2 . Tetapi jika dibuat dalam bentuk
Rumah Susun Hak milik (Rusunami) hanya membutuhkan 1/10 dari lahan yang di
gunakan untuk landed house yaitu sebesar 20 km2 saja. Artinya sekitar 180 km2
lahan penyerapan air hujan dapat diselamatkan dan di gunakan untuk penghijauan.
Menyimak bahwa perjanjian uang karbon ( carbon trade) bahwa di dalam
setiap ton karbon di hargai 4 USD 5 maka 1 ha bisa menghasilkan sekitar 750 USD6.
4
http://sultanamin.blogspot.com/p/blog-page.html
http://aceh.tribunnews.com/2015/01/30/aceh-mimpi-uang-karbon
6
http://jawarakampung.blogspot.com/2011/01/carbon-trading-atau-mau-jadi-penghasil.html
5
13
Lokasi
Luas Hutan
Jawa Barat
Carbon Trading
475. 45 Ha
343.087.5 USD
Banten
816.602,70 ha
612.452.025 USD
DKI Jakarta
201.787,00 ha
151.340.250 USD
Jawa Tengah
647.133,00 ha
485.349.750 USD
DI Yogyakarta
16.819,52 ha
12.614.640 USD
1.357.206,30 ha
1.017.904.725 USD
Jawa Timur
Tabel 1. Nilai Carbon Trade untuk pulau jawa7
Maka nilai carbon trade di pulau jawa sekitar USD 2.28 Milyar atau sekitar 31
Trilyun Rupiah. Nilai yang cukup besar jika di gunakan untuk pengembalian fungsi
lahan perumahan menjadi lahan resapan air hujan. Untuk membangun sekitar 20 km
hunian Rumah susun sederhana di perlukan biaya sebesar 300 milyar saja jika
diamsumsikan biaya pembangunan pe meter persegi sebesar 15 juta rupiah. Artinya
masih banyak dana carbon trade yang tersisa bisa di gunakan untuk membeli 180
km lahan yang tadinya disiapkan untuk landed house menjadi hutan tanaman
produksi atau kembalikan fungsinya menjadi lahan pertanian.
Penulis mencoba membayangkan andaikata di setiap perkotaan yang padat
penduduknya dimana harga tanah sebesar 1 juta permeter persegi dengan uang
senilai 31 trilyun rupiah pemerintah bisa membeli 3100 ha lahan di perkotaan untuk
dijadikan
ruang
terbuka
hijau
setiap
tahunnya.
Sementara
pemilik
lahan
sebelumnya/ penghuni landed house bisa di pindahkan ke rusun yang dikelola oleh
pemerintah.
Hingga
akhirnya
dalam
jangka
waktu
tertentu perkampungan
perkampungan kumuh yang padat hunian bisa menjadi hunian rumah susun yang
tertata rapi dan asri . Dengan hilangnya daerah perkampungan kumuh yang padat
7
http://alamendah.org/2011/01/05/luas-hutan-indonesia-di-tiap-provinsi/
14
menjadi daerah terbuka hijau memberikan banyak keuntungan secara ekologis dan
finansial bagi masyarakat di daerah tersebut. Beberapa keuntungan tersebut akan
penulis jabarkan secara detail diantaranya adalah:
1. Kembalinya daerah resapan air hujan yang lebih luas sehingga debit air tanah
akan kembali normal. Jika kondisi air tanah kembali normal maka banjir dan
kekeringan
akan
terhindar,
pemerintah
tidak
perlu
membuat
situ
(penampungan air hujan ) untuk cadangan air di musim kemarau. Karena
lahan pertanian dan perkebunan akan tumbuh subur dengan sendirinya,
dimana seperti kata lagu di era 70 an dimana tongkat kayu bisa menjadi
tanaman.
2. Dengan bertambahnya daerah resapan air hujan artinya itrusi air laut akan
berkurang
dan
mengembalikan
fungsi
daerah
aliran
sungai
(DAS)
sebagaimana mestinya. Lahan menjadi lebih subur karena air laut tidak
membunuh cacing yang berada di tanah akibat itrusi air laut tersebut.
3. Lingkungan menjadi lebih asri dan subur karena akan banyak tanaman dan
pepohonan yang memberikan udara segar khususnya Oksigen (O2) yang
bisa mengembuat wajah kota menjadi teduh dan indah.
4. Bertambahnya nilai carbon trade karena bertambahnya lahan hutan hijau
sebesar 180 ha menambah nilai pemasukan negara manjadi USD 135.000
atau 1.8 milyar
5. Akan banyak dibangunnya taman kota yang menjadi tempat rekreasi warga
kota tersebut dengan adanya pembebasan lahan perumahan dan di
pindahkan ke rumah susun. Tanah yang terbeli bisa dimanfaatkan ebagai
taman kota. Sehingga wajah kota menjadi lebih tertata indah dan rapi.
15
3.2 Pemanfaatan air bersih lebih efisien
Dengan adanya hunian berupa rumah susun pemanfaatan air bersih menjadi
lebih efisen karena untuk pengambilan air bersih warga tidak secara sporadis
membuat sumur bor langsung mengambil air tanah. Yang membuat persediaan air
tanah
semakin
hari
semakin
berkurang.
Supaya
warga
tidak
melakukan
penghisapan air tanah, pemda harus lebih dahulu menyiapkan jalur distribusi air
bersih dari rumah-ke rumah yang memakan banyak biaya dan waktu untuk
pemasangannya. Tetapi jika di rumah susun Pemda hanya menyiapkan satu jalur
distribusi air ke rumah susun tersebut, sementara distribusi ke masing-masing unit di
siapkan oleh pengelola rumah susun.
Di dalam pengambilan air bersih pengola rumah susun bisa mendapatkan air
bersih dari 2 sumber yaitu dari PDAM yang di kelola oleh pemda, dan dari
tangkapan air hujan yang memang disiapkan saat pembangunan rumah susun
tersebut. Sehingga pada musim penghujan area rumah susun tersebut bisa
meminimalisir aliran atas dengan menampung air hujan tersebut di Ground Water
Tank (GWT), sebagai cadangan di musim kemarau.
Di dalam GWT air yang ditampung di campur dengan air PDAM dan selanjutnya
bisa di oleh menjadi air layak minum dengan beberapa sistem penyaringan yang di
sediakan oleh pengelola di dalam GWT. Dengan sistem swakelola yang di miliki oleh
rumah susun maka Sumber Daya Air (SDA) dapat terjaga kelestariannya khususnya
untuk air tanah dan air sungai.
3.3 Pengelolaan limbah cair rumah tangga
Limbah cair rumah tangga di dalam hunian landed house biasanya terbagi
menjadi 2 jenis limbah yaitu, Black water (air dari kakus) dan grey water (air bekas
cucian) . untuk limbah dari kakus landed house biasanya menyiapkan yang disebut
16
dengan septink tank, atau tangki penampungan. Dimana limbah kakus tersebut
sedikit demi sedikit meresap ke dalam tanah dan tercampur kedalam air tanah.
Sedangkan air cucian atau greywater langsung mengalir melalui saluran kota
menuju sungai terdekat. Kedua limbah tersebut sangat berbahaya bagi lingkungan
jikalau kadarnya melebihi kemampuan lingkungan untuk mengolahnya. Tetapi di
dalam hunian dalam bentuk rumah susun air limbah rumah tangga akan ditampung
di dalam sewage treatment plan (STP) dimana di dalam STP sudah di pisahkan
antara greywater dan blackwater. Untuk greywater akan di oleh lkembali di dalam
STP dan di gunakan fungsinya sebagai air flusing ke dalam toilet maupun urinoir dan
sisanya di gunakan sebagai penyiraman tanaman. Sedangkan untuk blackwater
akan di olah di dalam STP supaya kandungan BOD (Biochemical Oxygan Demand),
dan COD (Chemical Oxygen Demand) tidak terlalu tinggi. BOD dan COD menjadi
acuan atas nilai tingkat pencemaran di dalam air, semakin tinggi kandungan BOD
dan COD di dalam air limbah, semakin tinggi pula tingkat pencemarannya. Di dalam
STP kandungan BOD dan COD air limbah di proses supaya mengalami penurunan
sehingga air tersebut menjadi air layak buang kesaluran kota8.
Air layak buang tersebut yang sudah di oleh di dalam STP akan meringankan
beban sungai sebagai filterisasi terakhir di dalam mengubah air limbah menjadi air
tanah. Sehingga kerja sungai tidak terlalu berat di dalam melaksanakan tugasnya.
Hunian terpadu Rumah susun lebih efisien di dalam pengendalian limbah rumah
tangga di bandingkan hunian landed House karena limbah yang keluar dari lokasi
hunian ke saluran kota terukur dengan pasti dan terkontrol.
Du dalam hunian terpadu rumah susun pun untuk jenis limbah buangan dan
kadar limbah buangan sudah bisa di kontrol sejak dari unit tinggal. Di mana di
8
https://watsanindo.wordpress.com/2008/09/10/od-bod-cod-apaan-tuh/
17
dakam saluran pembuangan wastafel bisa dipasang greese trap (penjebak lemak)
sehingga minyak yang merusak tidalk langsung masuk kedalam STP tetapi sudah
tertahan di dalam greese trap itu sendiri. Tinggal di dalam waktu tertentu minyak
tersebut dapat di ambil dan di buang sebagai limbah padat bukan limbah cair.
Mengapa minyak harus di pisahkan karena minyak dapat membunuh bakteri aerob
di dalam proses pengolahan limbah. Sehingga limbah tersebut memiliki tingkat
pencemaran yang tinggi karena tidak bisa di oleh oleh bakteri pengolah. Minyak
tersebut akan menghambat oksigen masuk kedalam limbah yang menyebabkan
bakteri aerob mati.
Proses pengolahan limbah terpadu inilah yang akan menjaga kualitas
lingkungan menjadi lebih baik. Greywater yang di gunakan sebagai penyiraman
tanaman pun banyak mengandung unsur hara yang sesungguhnya di butuhkan
tanaman maka tanaman akan menjadi lebih rindang dan subur. Maka pemanfaatan
air menjadi lebih efektif di dalam pengolahan limbah terpadu tersebut.
3.4 pengelolaan limbah padat rumah tangga
di dalam hunian landed house sampah padat rumah tangga biasanya akan di
kolektif oleh dinas kebersihan pemda dan diangkut di tempat pembuangan sampah
sementara dan tempat pembuangan sampah akhir. Tetapi sampah padat tidak
dipisahkan atara limbah organik dan limbah non organik ( plastik, botol dan kaca).
Semua sampah di tampung di tempat pembuangan sampah (TPS) tetapi hal ini
banyak memiliki kerugian yaitu pencamaran air tanah terjadi di TPS dikarenakan
sampah hanya di tumpuk begitu saja tanpa tindakan pengelolaan lebih lanjut.
Apalagi tingkat hunian yang padat mengakibatkan volume sampah juga akan besar
pula. Oleh sebab itu butuh perhatian khusus didalam pengelolaan limbah padat
tersebut. Walaupun sudah di pisahkan di dalam pengumpulan sampah organik dan
18
non organik, tetapi di dalam pengangkutannya akan di campur kembali menjadi satu
karena kurangnya armada pengangkutan sampah, dan di buang di tempat
pembuangan sampah yang sama.
Untuk hunian rumah susun pengelolaan sampah bisa diatur untuk dipisahkan
antara sampa organik dan sampah non organik oleh pihak pengelola. Sampah non
organik akan di buang ke tempat pembuangan akhir dengan bekerjasama dengan
pemda terutama dinas kebersihan. Untuk di angkut menuju tempat daur ulang
limbah milik pemda. Hai ini mempermudah pemda karena sampah non organik
tingga di pilah pilah antara sampah plastik, sampah kaleng maupun smpah botol
untuk di olah di tempat daur ulang yang berbeda.
Sedangkan sampah organik akan dikelola oleh pengelola rumah susun di
buatkan bak penampungan sampah organik sehingga bisa dijadikan kompos untuk
area pupuk di area taman sekitar hunian rumah susun, sedangkan gas pembusukan
bisa dimanfaatkan sebagai bio gas untuk bahan bakar pengganti LPG. Pengelola
rumah susun akan menyiapkan sistem terpadu sehingga bio gas tersebut
kemungkinan bisa langsung dimanfaatkan ke penghuni rumah susun dengan biaya
yang jauh lebih murah di bandingkan menggunakan LPG. Ada asas manfaat yang
bisa dikelola oleh para penghuni rumah susun menjadi nilai plus di dalam pengolalan
lingkungan.
4. Analisa Amdal terpadu
4.1 Apa itu amdal
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai
DAMPAK suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
19
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang
diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural.
Bermula dari Amerika Serikat, tahun 1969. The National Enviromental Policy Act
of
1969
(NEPA
1969)
diperkenalkan
sebagai
sebuah
instrumen
untuk
mengendalikan dampak segala macam kegiatan yang bisa merusak kelestarian
lingkungan. Instrumen tersebut dalam bentuk peraturan. Dalam perkembangan
selanjutnya, peraturan ini diadopsi oleh banyak negara.
Tahun 1982, Indonesia mengeluarkan undang-undang (UU) lingkungan hidup.
UU ini diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1986,
yang kemudian diganti PP Nomor 51 Tahun 1993, dan terakhir diganti lagi dalam PP
Nomor 27 Tahun 1999.
Pemerintah membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
(Bapedal) melalui Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 untuk melengkapi
pelaksanaan peraturan tersebut. Ada tingkat pusat dan daerah, meskipun keduanya
tidak memiliki hubungan hierarki struktural. Bapedal pusat kini berada di bawah
Kementerian Lingkungan Hidup
Badan-badan lingkungan tersebut menjadi lokomotif pelindung kepentingan
ekologi. Pada kenyataannya kepentingan lingkungan sering kalah oleh kepentingan
praktis materialis yang disebut kepentingan ekonomi. Studi amdal menjadi formalitas
saja.
20
4.2 . Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan
keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi,
sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi
kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk
pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
AMDAL digunakan untuk:
• Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
• Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup
dari rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha
dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
• Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu
rencana usaha dan atau kegiatan
21
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
• Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
• Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
• Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala
bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan
penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step
scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun
UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86
Tahun 2002
3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai
dengan Permen LH NO. 08/2006
4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah
22
satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan
hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan
untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/ pemberian ijin usaha
dan/atau kegiatan.
4.3 JENIS – JENIS AMDAL
AMDAL TUNGGAL adalah hanya satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang
kewenangan pembinaannya di bawah satu instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan
AMDAL TERPADU/MULTISEKTORAL adalah hasil kajian mengenai dampak besar
dan penting usaha/kegiatan terpadu yang direncanakan terhadap LH dan melibatkan
lebih dari 1 instansi yang membidangi kegiatan tersebut
Kriteria kegiatan terpadu meliputi :
– berbagai usaha/kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam perencanaan dan
proses produksinya
– Usaha dan kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan hamparan ekosistem
AMDAL KAWASAN adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting
usaha/kegiatan yang direncanakan terhadap LH dalam satu kesatuan hamparan
ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan RTRW yang ada
4.4 Amdal Kawasan
23
Di dalam pembangunan kawasan perumahan/ landed house di perlukan amdal
sebagai kajian antuk memperhitungkan dampak lingkungan akibat pembangunan
200 km2 kawasan hunian. Sehingga untuk mendapatkan ijin amdal tersebut
seharusnya jauh lebih sulit di bandingkan amdal tunggal karena dampak lingkungan
yang terdampak jauh lebih besar dan akan mengakibatkan terganggunya sistem
ekologi di sekitarnya.
4.5 Amdal Tunggal
Untuk gedung bertingkat seperti hunian rumah susun yang nantinya di bawah
satu jenis usaha yaitu pengelolaan rumah susun maka amdal yang digunakan
adalah amdal tunggal. Karena area yang berdampak tidak sebesar amdal kawasan
sehingga pengurusan perijiannya akan jauh lebih mudah. Dari jenis amdalnya saja
sudah dapat diketahui bahwa hunian rumah susun sedikit menimbulkan dampak
akan lingkungan di bandingkan hunian landed house/perumahan.
24