Academia.eduAcademia.edu

Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran.docx

1999, Kita

Terdapat beberapa tahapan prosedur pengembangan evaluasi pembelajaran yang telah dirangkum dalam dokumen ini.

PROSEDUR PENGEMBANGAN EVALUASI PEMBELAJARAN Keberhasilan suatu kegiatan evaluasi akan dipengaruhi oleh kenerhasilan evaluator dalam melaksanakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang harus di tempuh dalam kegiatan evalusi. Prosedur pengembangan evaluasi pembelajaran terdirin atas : (1) perencanaan evaluasi, yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi, menyusun kisi-kisi, mengembangkan daftar instrumen final, (2) pelaksanaan evaluasi dan monitoring, (3) pengolahan data dan analisis, (4) pelaporan hasil evaluasi, dan (5) pemanvaatan hasil evaluasi. Baik buruknya evaluasi terletak pada evaluator, yaitu guru yang melaksanakan proses pembelajaran dalam suatu bidang studi/mata pelajaran secara keseluruhan. Jadi guru harus bertanggung jawab juga dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Perencanaan Evaluasi Dalam melaksanakan suatu kegiatan harus sesuai dengan apa yang di rencanakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal. Sebagai seorang evalutor harus dapat membuat perencanaan evaluasi dengan baik. Maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting karna akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh. W. James Popham (1974) mengemukakan maksud perencanaan evaluasi adalah “ to facilitate gathering data, thereby making possible valid statements about the effect or out comes of the program, practice, or policy under study” Robert H. Davis, dkk. (1974) mengemukakan tiga kegunaan dari perencanaan evaluasi, yaitu : Evaluation plan helps you to determine whether or not you have stated your objective in behavioral terms. If the conditions, behavior or standards or objective have been stated ambiguosly, you will have difficulty designing a test to measure student achievement. Evaluation plan early in the design process is that you will be prepared to collect the information you need when it is available. Evaluation plan is that it provides sufficient time for test design. To design a good test requires careful preparation, and the quality of a test usually improves if it can be designed in a leisurely fashion. Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komprehensif, sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Berdasarkan perencanaan evaluasi yang matang inilah, Anda dapat menetapkan tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau indikator yang akan dicapai, dapat mempersiapkan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat. Pentingnya Analisis Kebutuhan Pada dasarnya, analisis kebutuhan merupakan bagian integral dari sistem pembelajaran secara keseluruhan. Analisis kebutuhan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis kebutuhan adalah pendekatan sistem sehingga model analisisnya disebut analisis sistem. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis system dapat mengikuti langkah-langkah metode pemecahan masalah, yaitu mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, analisis data dan kesimpulan. Melalui analisis kebutuhan, evaluator akan memperoleh kejelasan masalah dalam pembelajaran sehingga dapat memberikan rekomendasi kepada pembuat atau penentu kebijakan. Sehubungan dengan hal tersebut, evaluator harus memahami dengan tepat apa, mengapa, bagaimana, kapan, di mana dan siapa yang melakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan skala prioritas pemecahannya. Dalam program pembelajaran, kebutuhan yang dimaksud merupakan suatu kondisi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi nyata. Kebutuhan tersebut dapat terjadi pada diri peserta didik dan guru, baik secara perseorangan maupun kelompok atau juga pada institusi. Dasar pemikirannya dalah sering sekali sekolah dan guru sudah melakukan berbagai upaya maksimal untuk memanfaatkan sumber daya dalam sistem pembelajaran. Namun kenyataannya, masih ada saja keluhan, kekecewaan atau kekurangan, seperti prestasi belajar peserta didik yang kuarang optimal. Analisis kebutuhan merupakan alat yang tepat untuk melakukan perubahan yang rasional dan fungsional. Roger Kaufman dan Fenwick W. English (1979) mendeskripsikan perbandingan antara upaya pemecahan masalah secara tradisional dengan cara yang inovatif, yaitu menggambarkan proses penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam sebuah diagram atau bagan proses yang menunjukan posisi analisis kebutuhan. Dibawah ini adalah posisi analisis kebutuhan dalam program pembelajaran: Untuk apa pembelajaran dan apa yang akan diajarkan? Mengapa materi tersebut penting untuk diajarkan? Bagaimana mengerjakannya? Tujuan dan materi Analisis Kebutuhan Pendekatan dan strategi Ketika guru ingin mengembangkan program pembelajaran, tentu seorang guru harus merumuskan tujuan pembelajaran. Guru kemudian memilih materi apa saja yang nantinya akan disampaikan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Setelah itu, guru menelaah kembali materi yang dipilih sudah sesuai dengan kebutuhan peserta didik, maka guru menentukan pendekatan dan strategi yang tepat untuk menyampaikan materi. Pendekatan dapat digunakan secara individual atau kelompok, sedangkan strategi akan menentukan metode, media, dan sumber belajar yang akan digunakan. Hal penting yang harus dipahami oleh evaluator adalah ketika melakukan analisis kebutuhan dalam pembelajaran hendaknya dimulai dari peserta didik, kemudian komponen-komponen yang terkait dengannya. Perencanaan evaluasi dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu: 1). Pendekatan program pembelajaran. Suatu program minimal terdiri atas tig dimensi, yaitu input, proses, dan output.dalam evaluasi CIPP terdapat empat dimensi, yaitu konteks, input, processand product. Di sini evaluator harus menyusun desain evaluasi yang dituangkan dalam bentuk proposal, karena melakukan evaluasi sama halnya dengan melakukan penelitian. Kegiatan evaluasi sama dengan kegiatan penelitian. 2). Pendekatan hasil belajar. Pendekatan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu domain hasil belajar, proses dan hasil belajar dan kompetensi (lihat ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam bab 1). Di sini perencanaan evaluasi dilihat dalam perspektif penilaian hasil belajar. Jika dalam penilaian itu sudah jelas akan menggunakan tes, maka ada baiknya kita simak pendapat Norma.E.Gronlund (1985) tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam perencanaan suatu tes sebagai berikut: a. Detrermine the purpose of the test. b. Identify the learning outcomes to be measured by the test. c. Define the learning outcomesin the terms of specific, observable behavior. d. Outline the subject matter to be measurred by the test. e. Prepare a table of specifications. f. Use the table of specifications as basis for preparing test. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam perencanaan penilaian hasil belajar, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti merumuskan tujuan penilaian, mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar,menyusun kisi-kisi atau blueprint, mengembangkan draf instruman, uji coba dan analisis instrumen, revisi dan merakit instrumen baru. 1.    Menentukan Tujuan Penelitianan Dalam kegiatan penilaian, tentu guru mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan penilaian ini harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Tujuan penilaian jangan terlalu umum sehingga tidak menuntun guru dalam menyusun soal. Dalam penilaian hasil belajar , ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif) , untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan). Dengan kata lain, tujuan penilaian harus dirumuskan sesuai dengan jenis penilaian penempatan atau seleksi. Rumusan tujuan penilaian harus memperhatikan domain hasil balajar, seperti domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor dari Bloom (1956) yang kemudian terkenal dengan Taxonomy Bloom. 2.    Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, semua jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum, seperti standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar dan indicator. Mengenai hasil belajar, Benyamin S.Bloom, dkk. Mengelompokkanya dalam tiga domain, yaitu: (a) domain kognitif (cognitive domain) yang meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),penerapan (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). (b) domain afektif (affective domain), yang meliputi penerimaan (receiving), respons (responding), penilaian (valuing). Organisasi (organization), karakterisasi (characterization by a value or value-complex). Dan (c) domain psikomotor (psychomotor domain), yang meliputi persepsi (perception), kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan (set), respons terbimbing (guided response), kemahiran (complex overt response), adaptasi(adaptation), dan orijinasi (origination). 3. Menyusun Kisi-Kisi Menyusun kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika materi penilaian tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil penilaian itu kurang baik. Begitu juga jika materi penilaian terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah materi penilaian relevan dengan materi pelajaran atau apakah penilaian terlalu banyak atau kurang, guru harus menyusun kisi-kisi. Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis sosal atau merakit soal menjadi perangkat test. Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan silabus setiap mata pelajaran. Jadi guru, harus melakukan analisis silabus terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal. Perhatikan langkah-langkah berikut ini: ANALISIS SILABUS Langkah pertama : MENYUSUN KISI-KISI MENYUSUN KISI-KISI Langkahkedua: Langkah ketiga : MENYUSUN KISI-KISI MENYUSUN KISI-KISI Langkah keempat : ANALISIS SILABUS Langkah kelima : ANALISIS SILABUS Langkah keenam : Sebenarnya format kisi-kisi tidak ada yang baku, kerena itu banyak model format yang dikembangkan para pakar evaluasi. Namun, sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi soal dapat dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas ditulis dibagian atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat dalam bentuk kolom yang sesuai. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang sekolah, jurusan/program, mata pelajaran, tahun ajaran/smt, kurikulum acuan, alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Komponen matriks terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor urut soal. Contoh: Nama sekolah : Mata pelajaran : Jurusan/Progam Studi: Kurikulum Acuan : Jumlah soal : Standarn Kompetensi : No Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator Jenjang Kemampuan Bentuk Soal Nomor Soal Catatan : apabila bentuk soal yang akan digunakan lebih dari satu, sebaiknya dimasukkan ke dalam komponen matriks Salah satu unsur penting dalam komponen matriks adalah indikator. Indikator adalah rumusan pernyataan sebagai bentuk ukuran spesifik yang menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO). Perhatikan contoh-contoh berikut ini : a. Menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer. b. Menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer. c. Membedakan antara hard-ware dengan soft-ware. Perhatikan juga indikator dalam matriks berikut ini : Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan Kelas/Semester : IV/I Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Mempraktikkan gerak dasar ke dalam permainan sederhana dan olah raga serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya Mempraktikkan gerak dasar dalam permainan bola kecil sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi serta nilai kerjasama tim, sportifitas, dan kejujuran 1. Melakukan berbagai teknik dasar permainan kasti. 2. Menerapkan kerjasama tim dalam permainan kasti 3.  Menyebutkan manfaat permainan kasti terhadap kesehatan tubuh. Dalam praktiknya, penggunaan kata kerja operasional untuk setiap indikator harus disesuaikan dengan domain dan jenjang kemampuan yang diukur: berikut contoh rumusan kata kerja operasional. a.    Domain kognitif 1)   Pengetahuan atau ingatan: mendefenisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, menyatakan dan sebagainya. 2)   Pemahaman: mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan, dan sebagainya. 3)   Penerapan: menghitung, mendemostrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankankan, menghubungkan, menunjukan, memecahkan, menggunakan, dan sebagainya. 4)   Analisasi: mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci, dan sebagainya. 5)   Sintesis: menggolongkan, menggabungkan, menghimpun, menciptakan, merencanakan, menjelaskan, membangkitkan, mengorganisasi, merevisi, menyimpulkan, menceritakan, dan sebagainya. 6)      Evaluasi: menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengkritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, dan sebagainya. b.    Domain afektif 1)   Kemauan menerima: bertanya, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberi, berpegang teguh, menjawab, menggunakan, dan sebagainya. 2)   Kemauan menanggapi: menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, memprktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberi tahu, dan sebagainya. 3)   Berkeyakinan: melengkapi, menggambarkan, membeda-bedakan, mengusulkan, bekerja sama, mencoba, dan sebagainya. 4)   Ketekunan, ketelitian: merevisi, melaksanakan, memeriksa, kebenaran, melayani, dan sebagainya. c.    Domain psikomotor Menirukan, menggunakan, artikulasi (mengucapkan dengan nyata, menyatukan dengan menyambung), mewujudkan, membina,menukar, membersihkan, menyusun, menghubungkan, melatih, mengikuti, membuat bagan, melokalisasi, mengikat mencampur, mengasah/menajamkan, mengaduk, mengerjakan dengan teliti, memulai, memanaskan, mengidentifikasi, dan sebagainya. Rumusan indikator sebenarnya hampir sama dengan tujuan pembelajaran khusus atau tujuan tingkah laku (behavioral objective). Bedanya, kalau tujuan pembelajaran 3khusus harus dirumuskan dengan lengkap. Contoh : a. Siswa dapat menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer. b. Siswa dapat menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer. c. Siswa dapat membedakan antara hard-ware dengan soft-ware. Lebih jauh, S.J. Montage dan J.J Koran (1969) mendefinisikan tujuan tingkah laku sebagai “a goal for or desired outcome of learning wich is expresed in terms of observable behavior or performance of the leaner” Manfaat adanya indikator adalah (1) guru dapat memilih materi, metode, media, dan sumber belajar yang tepat, sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, dan (2) sebagai pedoman dan pegangan bagi guru untuk menyusun soal atau instrument penilaian lain yang tepat, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk mengukur pencapaian target dalam indikator, sebaiknya Anda menyusun butir soal dalam format khusus. Hal ini bermanfaat untuk menimbang apakah rumusan indikator sudah benar atau belum, dan apakah sudah konsisten antara indikator dengan butir soal. Contoh : HUBUNGAN INDIKATOR DENGAN SOAL Mata Pelajaran             : ......................................................... Kelas                              : ......................................................... Semester                       : ......................................................... Standar Kompetensi     : ......................................................... Kompetensi Dasar        : ......................................................... No Jenjang Indiktor Soal-soal Nomor Naskah Kemampuan No Rumusan soal I II III VI VII 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan : Kolom 1       : diisi dengan nomor urut indikator. Tiap lembar sebaiknya hanya untuk satu nomor indikator. Kolom 2    : diisi dengan jenjang kemampuan, baik dalam domain kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) maupun domain afektif dan psikomotor . Kolom 3    : diisi dengan rumusan indikator Kolom 4    : diisi dengan nomor urut soal untuk setiap indikator. Satu indikator dapat disusun                      untuk beberapa soal. Kolom 5 : diisi dengan rumusan soal Kolom 6 : diisi dengan nomor soal yang bersangkutan pada naskah ujian/tes ke satu. Kolom 7, 8, 9, dan seterusnya : diisi sama dengan kolom 6. Setelah dirumuskan tujuan atau kompetensi secara rinci, Anda perlu menentukan ruang lingkup materi yang hendak diukur dan perbandingannya. Ruang lingkup materi yang hendak diukur harus sesuai dengan silabus/ kurikulum yang digunakan agar derajat keesuaian dapat diperoleh secara optimal. Misalnya, aspek yang berkenaan dengan pengertian tajwid, fungsi dan peranan ilmu tajwid, cara membaca. al-Qur’an sesuai dengan tajwid dan makhroj. Selanjutnya, ditentukan pula perbandingan bobot materi yang akan diukur. Berat-ringannya bobot bergantung kepada urgensi materi dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Di samping itu, Anda juga harus menyusun bentuk soal secara bervariasi agar kelemahan setiap bentuk soal dapat ditutupi oleh bentuk soal yang lain. Dalam kisi-kisi, Anda harus memperhatikan domain yang akan diukur, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada pula sistematika yang lebih sederhana yaitu aspek recall, komprehensi, dan aplikasi. Aspek recall berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi, fakta, konsep, metode dan prinsip-prinsip. Aspek komprehensi berkenaan dengan kemampuan-kemampuan antara lain : menjelaskan, menyimpulkan suatu informasi, menafsirkan fakta (grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lain (misalnya dari pernyataan verbal kepada non-verbal atau dari verbal ke dalam bentuk rumus), memprakirakan akibat atau konsekwensi logis dari suatu situasi. Aspek aplikasi meliputi kemampuan-kemampuan antara lain : menerapkan hukum/prinsip/teori dalam suasana yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat (grafik, diagram, dan lain-lain), mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dan lain-lain. Tingkat kesukaran soal juga harus diperhatikan agar Anda dapat mengetahui dan menetapkan berapa jumlah soal yang termasuk sukar, sedang dan mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal untuk tiap-tiap tingkat kesukaran tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih banyak daripada jumlah soal mudah dan sukar, sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar sama banyaknya. Misalnya, soal mudah ditentukan 30%, sedang 40%, dan sukar 30 %. Contoh : KISI-KISI SOAL Nama Madrasah           : ……………………………….. Mata Pelajaran             : ……………………………….. Kelas/Semester              : ……………………………….. Kurikulum Acuan          : ……………………………….. Alokasi Waktu               : ……………………………….. Jumlah Soal                   : ……………………………….. Materi BS 50 PG 30 M 20 Peng 30% Pem 30% Ap 40% Jml Peng 30% Pem 30% Ap 40% Jml Peng 30% Pem 30% Ap 40% Jml A 40% 6 6 8 20 3 4 5 12 2 2 4 8 B 40% 6 6 8 20 3 4 5 12 2 2 4 8 C 20% 3 3 4 10 2 2 2 6 1 1 2 4 Jlh 15 15 20 50 8 10 12 30 5 5 10 20 Penjelasan : Misalnya, jumlah soal keseluruhan adalah 100, terdiri atas 50 soal bentuk benar-salah, 30 soaL. bentuk pilihan-ganda, dan 20 soal bentuk menjodohkan. Selanjutnya, tentukan pula persentase soal untuk masing-masing materi, misalnya 40 %, 40 %, dan 20 %. Untuk soal bentuk B – S = 50, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah : Materi A = 40 % x 50 = 20 soal Materi B = 40 % x 50 = 20 soal Materi C = 20 % x 50 = 10 soal Untuk bentuk P – G = 30, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah : Materi A = 40 % x 30 = 12 soal Materi B = 40 % x 30 = 12 soal Materi C = 20 % x 30 = 6 soal Untuk bentuk Menjodohkan = 20, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah : Materi A = 40 % x 20 = 8 soal Materi B = 40 % x 20 = 8 soal Materi C = 20 % x 20 = 4 soal Selanjutnya, menghitung jumlah soal untuk setiap jenjang kemampuan, yaitu persentase pada setiap jenjang kemampuan dikalikan dengan jumlah soal untuk setiap bentuk soal. Misalnya : Pengetahuan : 30 % x 20 = 6 soal Pemahaman : 30 % x 20 = 6 soal Aplikasi : 40 % x 20 = 8 soal Pada kisi-kisi di atas belum tampak tingkat kesukaran soal (mudah, sedang, sukar serta perbandingannya). Untuk menghitung tingkat kesukaran soal, maka pada setiap jenjang kemampuan/aspek yang diukur (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) harus dibagi menjadi tiga kolom, yakni untuk kolom mudah, sedang, dan sukar dengan perbandingan (misalnya) 30 %, 40 %, dan 30 %. Dengan demikian, jumlah soal untuk masing-masing tingkat kesukaran pada setiap jenjang kemampuan dapat dihitung seperti berikut : Untuk jenjang kemampuan pengetahuan : Mudah   : 30 % x 6 = 1,8 dihitung 2 soal. Sedang   : 40 % x 6 = 2,4 dihitung 2 soal. Sukar     : 30 % x 8 = 1,8 dihitung 2 soal. Demikian seterusnya, sehingga melahirkan tabel yang lebih terurai. 4. mengembangkan daftar instrumen Mengembangkan draf instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun nontes, dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penilaian sosial adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan. Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, ahli kurikulum, dan ahli evaluasi. Dalam bentuk notes, guru dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawncara, studi dokumentasi, skala sikap, penilaian bakat, minat, dan sebagainya. 5 . uji coba dan analisis soal Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu dilapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapa kali uji-coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empirik pada umumnya menyangkut segala hal yang dapat mempengaruhi validitas soal, seperti aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya. Sedangkan analisis rasional dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal. Dalam melaksanakan uji-coba soal, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan, antar lain : a. ruangan tempatnya tes hendaknya diusahakan seterang mungkin, jika perlu dibuat papan pengumuman diluar agar orang lain tahu bahwa ada tes yang sedang berlangsung, b. perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik itu sendiri, guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan tes, c. para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak mengganggu suasana tes. Peserta didik yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes, d. waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan, sehingga peserta didik dapat bekerja dengan baik, e. peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguji. Sikap ini harus tetap dipelihara meskipun diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan bila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang jelas. Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk dengan sikap yang bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun demikian, antara penguji dan peserta didik hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif, dan f. hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis, dan diadministrasikan dengan baik, sehingga dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali. 6. Revisi dan Merakit Soal Setelah soal diuji-coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah Anda merakit soal menjadi suatu alat ukur yang terpadu. Semua hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokkan bentuk soal, penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan. Pelaporan Hasil Evaluasi Laporan hasil belajar peserta didik merupakan sarana komunikasi antara sekolah, peserta didik, dan orang tua dalam upaya mengembangkan dan menjaga hubungan kerja sama yang harmonis diantara mereka. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni: 1.      Konsisten dengan pelaksanaan penilaian di sekolah. 2.      Memuat perincian hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan dikaitkan dengan penilain yang bermanfaat bagi pengembangan peserta didik. 3.      Menjamin orang tua akan informasi permasalahan peserta didik dalam belajar. 4.      Mengandung berbagai cara dan strategi komunikasi. 5.      Memberikan informasi yang benar dan jelas. Laporan kemajuan belajar peserta didik yang selama ini dilakukan oleh pihak sekolah cenderung hanya bersifat kuantitatif, sehingga kurang dapat dipahami maknanya. Penggunaan Hasil Evaluasi Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah penggunaan atau pemanfaatan hasil evaluasi. Salah satu penggunaannya adalah laporan. Laporan dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Remmer (1967) mengatakan :”we discuss here the use of test result to help students understand them selves better, explain pupil growth and development to parents and assist the teacher in planning instruction”. Dengan demikian, hasil evaluasi dapat digunakan untuk membantu pemahaman peserta didik menjadi lebih baik, menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik kepada orang tua, dan membantu guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran.  sehubungan dengan hal tersebut, Julian C. Stanley dalam Dimyati dan Mudjiono (1994) mengemukakan:”apa yang harus dilakuakan terhadap hasil evaluasi yang kita peroleh bergantung pada tujuan program. Evaluasi itu sendiri yang tentunya sudah dirumusakn sebelumnya. Berdasarkan penjelsan tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa jenis penggunaan hasil evaluasi sebagai berikut: 1.      Untuk keperluan laporan pertanggung jawaban 2.      Untuk keperluan seleksi 3.      Untuk keperluan promosi 4.      Untuk keperluan diagnosis 5.      Untuk keprluan memprediksi masa depan peserta didik.