Academia.eduAcademia.edu

skripsi las_bagus_mesin7(r6).pdf

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam teknologi produksi dengan menggunakan bahan baku logam, pengelasan merupakan proses pengerjaan yang memegang peranan sangat penting. Dimasa ini hampir tidak ada logam yang tidak dapat dilas, karena telah banyak teknologi baru yang ditemukan dengan cara-cara pengelasan. Pengelasan didefinisikan sebagai penyambungan dua logam atau paduan logam dengan memanaskan diatas batas cair atau dibawah batas cair logam disertai penetrasi maupun tanpa penetrasi, serta diberi logam pengisi atau tanpa logam pengisi tersebut. Salah satu jenis las yang sering digunakan adalah pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding). Pada pengelasan SMAW elektroda memiliki peranan penting sebagai bahan penyambung antar dua logam yang akan dilas. Dalam pengelasan cara ini digunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Busur listrik terbentuk di antara logam induk dan ujung elektroda, karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama. Elektroda adalah logam pengisi yang berperan di dalam proses pengelasa. Perlakuan panas juga ikut menentukan kekuatan dari hasil pengelasan, penentuan perlakuan panas atau proses pendinginan dipilih sesuai dengan jenis material logam induk. Pada dunia industri logam, metode las SMAW merupakan metode yang sering digunakan untuk menyambung logam. Metode ini sering dipakai karena prosesnya yang cepat efisien waktu, biaya murah, sering diaplikasikan pada usaha-usaha kecil menengah kebawah seperti bengkel rumahan. Pada kenyaatannya baja yang paling konsumtif dipakai di dunia industri adalah baja ST60, karena sifat baja yang cukut kuat dan ulet. Proses pengelasan SMAW juga sering diaplikasikan bada baja ST60, seperti perbaikan poros yang aus. Perbaikan ini dilakuakan dengan cara, poros dilas keliling atau di tambal dengan las bagian 1 yang aus baru diproses bubut ulang . Dan tak jarang juga terjadi crack atau patah, di bagian yang terkena panas karena proses las. Hal ini disebabkan karena sifat baja mengalami perubahan akibat terkena penetrasi panas. Sehingga sekiranya perlu diteliti tentang “Pengaruh Media Pendinginan Terhadap Kuat Tarik Pada Hasil Pengelasan SMAW Baja ST60”. 1.2 Rumusan Masalah Masalah – masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik kekuatan tarik pada hasil pengelasan SMAW Baja ST60 ? 2. Bagaimana pengaruh media pendinginan terhadap kuat tarik pada hasil pengelasan SMAW Baja ST60 ? 3. Bagaimana perbandingan hasil kuat tarik pada pengelasan SMAW Baja ST60 antara elektroda mildsteel dan elektroda Cor 1.3 Batasan Masalah Untuk memberikan penjelasan terhadap isi pembahasan, maka dalam penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut : • Penelitian ini dilakukan pada baja ST60 setelah proses pengelasan SMAW • Elaktroda manggunakan kawat RB26 (mildsteel) dan kawat cor CIA-1 • Media pengelasan adalah baja ST60silinder ½” L 300mm 18 buah • Proses pendinginannya menggunakan media Oli SAE 10W-40, air, radiator • • • coolent dan udara bebas Kuat arus pengelasan 160 – 195 A, tegangan pengelasan antara 20 – 24 Volt Pengelasan manual, posisi pengelasan 1G Menguji kuat tarik 1.4 Tujuan Penelitian 1 Untuk mengetahui karakteristik kekuatan tarik pada hasil pengelasan SMAW 2 Baja ST60. Untuk mengetahui pengaruh media pendinginan terhadap kuat tarik pada hasil pengelasan SMAW Baja ST60. 3 Untuk mengetahui Bagaimana perbandingan hasil kuat tarik pada pengelasan SMAW Baja ST60 antara elektroda mildsteel dan elektroda Cor 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi teman-teman mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya dalam 2 memperlakuakan panas (metode pendinginan) terhadap hasil pengelasan SMAW agar mendapatkan kuat tarik yang maksimal 1.6 Sistematika Penulisan Dalam setiap sistematika pembuatan penulisan karya ilmiah ini akan di jelaskan beberapa urutan-urutan penulisan di mulai dari: a. Bab I Pendahuluan Dalam Bab ini isi dari materi memperbaiki atau penyempurnaan dari latar belakang, rumusan maslah, batasan masalah, tujuan penelitian manfaat penelitian dan sistematika penulisan. b. Bab II LandasanTeori Dalam bab ini akan membahas definisi-definisi yang langsung berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. c. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini di uraikan tentang metode penelitian yang akan dilakukan, perancangan karya ilmiah dimulai dari pemunculan ide sampai penulisan laporan penelitian, rancangan pengambilan data, peralatan yang di perlukan, proses pengambilan data dan rancang ananalisa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Teknik pengelasan telah dipergunakan secara luas dalam penyambungan logam struktur pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Salah satu jenis pengelsan yang sering digunakan adalah pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding). Pengelasan SMAW adalah pengelasan dengan busur nyala listrik yang digunakan sebagai sumber panas untuk mencairkan logam (elektroda). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi kecepatan pengelasan dan jenis elektroda terhadap kekuatan tarik hasil pengelasan SMAW baja ST 60. Rendy Setio P., Tjuk Oerbandono, Purnami (2006) melakukan penelitian menggunakan jenis elektroda yang berbeda yaitu E 6013 dan E 7016 pada baja ST60. Variasi kecepatan pengelasan yang digunakan adalah 200 mm/min, 250mm/min dan 300mm/min. Jenis pengelasan yang digunakan adalah SMAW dengan arus 100 A dan menggunakan kampuh V 60o. Hasil dari penelitian ini diperoleh harga kekuatan tarik hasil pengelasan dengan elektroda E 7016 lebih besar daripada hasil pengelasan E 6013. Nilai kekuatan tarik terbesar adalah pada pengelasan dengan elektroda E 7016 dengan kecepatan pengelasan 300 mm/min yaitu 632 MPa dan nilai kekuatan tarik terkecil adalah pada pengelasan dengan elektroda E 6013 dengan kecepatan pengelasan 200 mm/min yaitu 376 MPa. Baja St 60 adalah baja karbon sedang yang banyak dipergunakan untuk peralatan mesin, roda gigi dan untuk konstruksi umum karena mempunyai sifat mampu las dan kepekaan terhadap retak las. Nizam Effendi (2005) melakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh heat input terhadap ketangguhan impact las SMAW vertikal naik baja St 60 temper. Pada hasil uji struktur mikro daerah Las terurai menjadi tiga jenis grain boundary ferrite, widmanstatten ferrite, dan acicular ferrite. Grain boundary ferrit tersebar merata didaerah las, struktur ini mempunyai sifat ulet. Pada logam 4 induk fasa ferit lebih banyak daripada perlit dan perlit yang terbentuk tersebar merata. Sedangkan pada daerah Haz terjadi pertumbuhan martensit. Hal ini menunjukan bahwa baja St 60 yang mengalami proses pengelasan terjadi peningkatan kekerasan pada daerah Haz seiring dengan semakin tingginya heat input dan laju pendinginan. Ketangguhan impact tertinggi di dapat pada masukan panas 275 j/mm dengan nilai 2.61 j/mm2 dan ketangguhan impact terendah terdapat pada masukan panas 175 j//mm dengan nilai 0.85 j/mm 2. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanis suatu bahan ialah melalui perlakuan panas (Heat Treatment). Sokamto (2009) melakukan penelitian pengaruh media pendinginan terhadap hasil las TIG pada baja karbon rendah. Dari hasil uji tariknya diketahui pada logam induk sebelum pengelasan mempunyai tegangan tarik 34,63 kg/mm2. Pada benda uji setelah pengelasan menggunakan prosespendinginan air mempunyai tegangan tarik sebesar 20,25 kg/mm2, regangan 4.58%. pada benda uji dengan pendinginan udara mempunyai tegangan tarik 22,75 kg/mm2, regangan 5%. Pada benda uji pendinginan air laut mempunyai tegangan tarik 27,07 kg/mm2, regangan 9,46%. dan dari hasil pengujian kekerasan hasil pendinginan dengan air laut mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendinginan air biasa dan udara. 2.2 Proses Pengelasan SMAW Proses pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding) yang juga disebut Las Busur Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material dasar atau logam induk dan elektroda (bahan pengisi). Panas tersebut dihasilkan oleh lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan permukaan plat yang akan dilas ). Panas yang dihasilkan dari lompatan ion listrik ini besarnya dapat mencapai 40000C sampai 45000C. Sumber tegangan yang digunakan pada pengelasan SMAW ini ada dua macam yaitu AC (Arus bolak balik) dan DC (Arus searah). Proses terjadinya pengelasan ini karena adanya kontak antara ujung elektroda dan material dasar sehingga terjadi hubungan pendek, saat terjadi hubungan 5 pendek tersebut welder harus menarik elektroda sehingga terbentuk busur listrik yaitu lompatan ion yang menimbulkan panas.Panas akan mencairkan elektroda dan material dasar sehingga cairan elektrode dan cairan material dasar akan menyatu membentuk logam lasan. Untuk menghasilkan busur yang baik dan konstan welder harus menjaga jarak ujung elektroda dan permukaan material dasar tetap sama. Adapun jarak yang paling baik adalah sama dengan 1,5 x diameter elektroda yang dipakai. Gambar 2.1. Proses pengelasa 3.2.1. Proses Pengelasan SMAW-AC (Arus bolak balik) Besarnya tegangan listrik yang dihasilkan oleh sumber pembangkit listrik belum sesuai dengan tegangan yang digunakan untuk pengelasan. Bisa terjadi tegangannya terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga besarnya tegangan perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan cara menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan ini disebut transformator atau trafo. Kebanyakan trafo yang digunakan pada peralatan las adalah jenis trafo step-down, yaitu trafo yang berfungsi menurunkan tegangan. Hal ini disebabkan kebanyakan sumber listrik, baik listrik PLN maupun listrik dari sumber yang lain, mempunyai tegangan yang cukup tinggi, padahal kebutuhan tegangan yang dikeluarkan oleh mesin las untuk pengelasan hanya 55 volt sampai 85 volt. Transformator yang digunakan pada peralatan las mempunyai daya yang cukup besar. Untuk mencairkan sebagian logam induk dan 6 elektroda dibutuhkan energi yang besar, karena tegangan pada bagian terminal kumparan sekunder hanya kecil, maka untuk menghasilkan daya yang besar perlu arus besar. Arus yang digunakan untuk peralatan las sekitar 10 ampere sampai 500 ampere.Besarnya arus listrik dapat diatur sesuai dengan keperluan las. Untuk keperluan daya besar diperlukan arus yang lebih besar pula, dan sebaliknya. 3.2.2. Proses Pengelasan SMAW-DC (Arus Searah) Arus listrik yang digunakan untuk memperoleh nyala busur listrik adalah arus searah. Arus searah ini berasal dari mesin berupa dynamo motor listrik searah. Dinamo dapat digerakkan oleh motor listrik, motor bensin, motor diesel, atau alat penggerak yang lain. Mesin arus yang menggunakan motor listrik sebagai penggerak mulanya memerlukan peralatan yang berfungsi sebagai penyearah arus. Penyearah arus atau rectifier berfungsi untuk mengubah arus bolakbalik (AC) menjadi arus searah (DC). Arus bolak-balik diubah menjadi arus searah pada proses pengelasan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: • Nyala busur listrik yang dihasilkan lebih stabil, • Setiap jenis elektroda dapat digunakan pada mesin las DC, • Tingkat kebisingan lebih rendah, • Mesin las lebih fleksibel, karena dapat diubah ke arus bolakbalik atau arus searah. 2.3 Daerah Pengaruh Panas (HAZ) Daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (HAZ) adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar. Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik 1 dan 2 7 menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukkan temperatur pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan austenit. Gambar 2.2. Area Haz 8 2.4 Kampuh Las Kampuh atau alur las merupakan bagian pada pengelasan yang nantinya akan diisi oleh logam las yang berasal dari kawat las atau logam pengisi. Gambar 2.3 Alur Sambungan Las Tumpul, Sumber : Jurnal Krishna Muku (2009) Berdasarkan banyaknya logam las yang mengisi kampuh, lasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu lasan penetrasi penuh dan lasan penetrasi tidak penuh atau lasan penetrasi sebagian. Apabila logam las mengisi seluruh bagian kampuh (penetrasi penuh) disebut dengan groove weld, sedangkan jika logam las tidak 9 mengisi seluruh bagian kampuh ( lasan penetrasi sebagian) maka jenis lasan ini dikenal sebagai fillet weld. 2.5 Elektroda Elektroda atau kawat las ialah suatu benda yang dipergunakan untuk melakukan pengelasan listrik yang berfungsi sebagai pembakar yang akan menimbulkan busur nyala. Dalam proses pengelasan terjadi lompatan lompatn ion (+)(-), atu bias dibilang proses pengelasan SMAW adalam proses konsleting yang dipertahankan guna mendapatkan panas yang bisa melelehkan logam masukan atau logam induksi alektrode. Sesuai dengan jenis logam yang dilas, maka kawat las atau elektroda disesuikan dengan logam induknya. Dalam penelitian ini elektroda yang di gunakan ada 2 macam: Elektroda baja karbon (mild steel arc welding electrodes). Elektroda RB- 2.5.1 26 AWS E6013 ini dipakai untuk mengelas baja lunak (mild steel), bajabaja dengan prosentase karbon yang rendah. E6013 Yang dapat diartikan sebagai berikut: E = elektroda 60 = kekuatan tarik minimum = 60x1000 psi = 60.000 psi atau 42 kg/mm2 1 = elektroda dapat dipakai untuk semua posisi 3 = tipe salutan adalah rutile-kalium dan arus AC atau DC. elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan penembusan sedang. Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak arah ke bawah. Mengandung lebih benyak Kalium memudahkan pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis. Sebagai komposisi kimia elektroda ini: 10 Tebel 2.1 komposisi lelektroda RB-26 AWS E6013, Sumber: KOBELCO WELDING HANDBOOK 2.5.2 Elektrode besi tuang (cast iron arc welding electrodes), Elektroda CIA -1 AWS E Ni-Cl dipakai untuk mengelas besi tuang. Elektroda ini dibungkus dengan lapisan grafit jenis fluks dan batang inti nikel murni. Oleh karena itu elektroda ini khusus di gunakan untuk besi co karena memiliki kemampuan las yang baik dan machinability. Nikel dijadikan sebaguan dari bahan elektroda las besi cor, karena nikel mempunyai low solubility (sulit larut) Pada karbon. Pada dasarnya electrode yang dipakai adalah sesuai dengan logam induk yang dipakai. Komposisi kimia elektroda ini: NAMA ELEKTROD C% Si% Mn% P% S% 0,97 0,22 0,62 0,003 0,002 Ni% Fe% Seimban 1,84 A CIA - 1 g 11 Tabel 2.2 Komposisi lelektroda CIA -1 AWS E Ni-Cl, Sumber: Katalog KOBELCO Thailand Kobe Welding Co Ltd, 2011 2.6 Baja Karbon Tinggi (Baja ST60) Baja St 60 adalah baja karbon sedang yang banyak dipergunakan untuk peralatan mesin, roda gigi dan untuk konstruksi umum karena mempunyai sifat mampu las dan kepekaan terhadap retak las. Disebut juga baja keras, banyak sekali digunakan untuk tangki, perkapalan, jembatan, dan dalam permesinan. Baja St 60 dalam bentuk plat seringkali harus mengalami proses pengerolan setelah dilas untuk menyesuaikan dengan bentuk konstruksi dan disain. Di bawah ini daftar kandungan material yang terkandung pada baja ST60, Dari hasil penelitian, Nizam Effendi (2013) adalah Tabel 2.3 Kandungan Baja ST60, Sumber: Jurnal Nizam Effendi (2005) Dalam dunia kontruksi dan industry, baja ST60 banyak digunakan sebagai komponen mesin alat-alat berat dan lain-lain. Karna sifatnya yang keras dan ulet dan mampu di las, di antaranya seperti; 12 1. Roda gigi 2. Poros 3. Angkur Gambar 2.4 Contoh kegunaan baja ST60 2.7 Media Pendinginan Pada proses pendinginan terjadi perlakuan panas yang bias merubah strutur mikro material. Ada beberapa sifat mekanis material yang terjadi pada saat material menagalami penurunan suhu. http:// nasukhamesin. blogspot.co.id / 2015/01/ diagram-tttcct.html menjelaskan diagram pendingianan, dapat dilihat pada di bawah ini: 13 Gambar 2.5 Diagram pendinginan, Sumber: tehnikmesinindustri.wordpress.com Diagram pendinginan adalah sebuah gambaran dari temperatur terhadap waktu logaritma untuk baja paduan dengan komposisi tertentu. Diagram ini biasanya digunakan untuk menentukan kapan transformasi mulai dan berakhir pada perlakuan panas yang isothermal (temperatur konstan) sebelum menjadi campuran Austenit. Ketika Austenit didinginkan secara perlahan-lahan sampai pada temperature dibawah temperatur kritis, struktur yang terbentuk ialah Perlit. Semakin meningkat laju pendinginan, suhu transformasi Perlit akan semakin menurun. Struktur mikro dari materialnya berubah dengan pasti bersamaan dengan meningkatnya laju pendinginan. Pada empat sampel plat yang sudah dilas akan didinginkan dengan metode yang berbeda-beda. 2.7.1 Media Oli 14 Berdasarkan wujudnya, minyak pelumas dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu cair (liquid) atau biasa disebut oli, dan setengah padat (semi solid) Minyak pelumas cair (oli) dapat digolongkan Berdasarkan bahan pelumas itu dibuat yaitu: § Pelumas mineral (pelikan) yang berasal dari minyak bumi. Mineral yang terbaik digunakan untuk pelumas mesin-mesin diesel otomotif, kapal, dan industri. § Pelumas nabati yaitu yang terbuat dari bahan lemak binatang atau tumbuh-tumbuhan. Sifat penting yang dipunyai pelumas nabati ini ialah bebas sulfur atau belerang, tetapi tidak tahan suhu tinggi, sehingga untuk mendapatkan sifat gabungan yang baik biasanya sering dicampur dengan bahan pelumas yang berasal dari bahan minyak mineral, biasa disebut juga compound oil. § Pelumas sintetik yaitu pelumas yang bukan berasal dari nabati ataupun mineral. Minyak pelumas ini berasal dari suatu bahan yang dihasilkan dari pengolahan tersendiri. Pada umumnya pelumas sintetik mempunyai sifat-sifat khusus, seperti daya tahan terhadap suhu tinggi yang lebih baik daripada pelumas mineral atau nabati, daya tahan terhadap asam, dll. Dalam penelitian ini oli yang digunakan tergolong pelumas jenis mineral SAE 10W-40. 2.7.2 Media Air Air keran sebenarnya datang dari 2 sumber, sumber pertama adalah dari air alami seperti waduk, danau, atau sungai (paling umum), dan 2.7.3 sumber lainnya dapat berasal dari air tanah seperti sumur. Media Udara Kandungan udara kering adalah 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon Dioksida, 0,003% gas-gas lain (Neon, Helium, 2.7.4 Metana, Kripton, Hidrogen, Xenon, Ozon, Radon). Media radiator coolant Pada penelitian ini radiator cooler yang dipakai radiator sepedah motor Kandungan air radiator cooler itu sendiri adalah air murni, glycol dan anti-karat. Glycol menjadi unsur terpenting, Karena fungsinya menaikan titik didih air, dan menurunkan titik beku air. 15 fungsi coolant bukan untuk mendinginkan temperatur, tetapi memperpanjang titik didih air di dalam sistem pendinginan. Glycol juga mengandung bahan pelumas. Kandungan lain yang ada dalam RC adalahn anti-karat. Setelah plat sudah didinginkan dengan media yang berbeda-beda, plat yang terisi kampuh las dipotong-potong untuk sampel yang akan diuji. Dari ketiga media tersebut terdapat 4 sampel uji yang akan diuji kuat tariknnya. Manakah yang mencapai hasil yang mencapai kuat tarik yang tinggi. 2.8 Perhitungan Porositas Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari volume zat padat itu sendiri. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan Porosity = 1 Dimana : m x100 th : densitas aktual (gram/cm3) : densitas teoritis (gram/cm3) Dengan diketahuinya densitas aktual dan densitas teoritis, maka porositas material dapat ditentukan dengan persamaan di atas. 1. Densitas aktual : 2. Densitas teoritis : m= ms x H 2O ms mg Dimana: : densitas actual (gram/cm3) 16 : massa sampel kering (gram) : massa sampel yang digantung di dalam air (gram) : massa jenis air = 1 gram/cm3 : densitas teoritis (gram/cm3) : densitas Al (gram/cm3) : densitas Fe (gram/cm3) : fraksi volume Al : fraksi volume Si 2.9 Uji Tarik Pengujian tarik yaitu pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sifat-sifat dan keadaan dari suatu logam. Pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan-lahan, kemudian akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini terus berlanjut sampai bahan sampai titik propotionality limit. Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan penambahan panjang yang lebih besar dan suatu saat terjadi penambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Hal ini dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini hanya berlangsung sesaat dan setelah itu akan naik lagi. Kenaikan beban ini akan berlangsung sampai mencapai maksimum, untuk batang yang ulet beban mesin tarik akan turun lagi sampai akhirnya putus. Pada saat beban mencapai maksimum, batang uji mengalami pengecilan penampang 17 setempat (local necting) dan penambahan panjang terjadi hanya disekitar necking tersebut. Pada batang getas tidak terjadi necking dan batang akan putus pada saat beban maksimum.Pada pengujian tarik nantinya akan diperoleh sifat mekanik dari logam. Beberapa sifat mekanik tersebut adalah: 2.9.1. Sifat Mekanik di daerah Elastis : • Kekuatan elastis : kemampuan batang untuk menerima beban / tegangan tanpa berakibat terjadinya deformasi plastis (perubahan • bentuk yang permanen). Ditunjukkkan oleh titik luluh (yield). Kekakuan (stiffness) : suatu batang yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat beban (dalam batas elastisnya) akan mengalami • deformasi plastis, tetapi hanya sedikit. Resilience : kemampuan bahan untuk menyerap energi tanpa menyebabkan terjadinya deformasi plastis. Dinyatakan dengan besarnya luasan di bawah grafik daerah elastik (Modulus Resilien) 2.9.2. Sifat Mekanik di daerah plastis : • Kekuatan tarik (Tensile strength) : Kemampuan batang untuk menerima beban/ tegangan tanpa mengakibatkan batang rusak atau putus. Kekuatan tarik maksimum ditunjukkan sebagai tegangan • maksimum (ultimate stress) pada kurva tegangan-regangan. Keuletan (Ductility) : Kemampuan bahan untuk berdeformasi tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastis yang terjadi setelah batang uji putus. Ditunjukkan sebagai garis elastik • pada grafik tegangan-regangan. Ketangguhan (Toughness) :Kemampuan menyerap energi tanpa mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan yaitu banyaknya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan satu satuan volume bahan. Ditunjukkan sebagai keseluruhan luasan di bawah kurva tegangan- regangan. kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gbr.2.11. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya 18 tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut. Gambar 2.6 Gambaran singkat uji tarik dan datanya, Sumber: Gatot Setya Budi (2011) Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu dan tempat penelitian adalah hal yang perlu direncanakan agar semua perencaaan sesuai dengan yang diharapkan. Di dalam tabel 3.1 dibawah ini akan ditunjukkan waktu dan tempat diadakannya penelitian. Table 3.1 : Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian 1 (satu) bulan. Tempat pengelasan dan perlakuan panas sample Bangkel las dan bubut “Kerja Sama”, Sidoarjo Tempat Uji Porositas Laboratorium Mesin Universitas Muhammadiyah, Sidoarjo Tempat Uji Test Tarik dan Tekan Balai Latihan Kerja, Menanggal Surabaya 20 3.2 Metode Penelitian Penjelasan diuraikan dalam bentuk tahapan atau langkah studi yang dilakukan mulai dari latar belakang sampai kesimpulan dan saran. Kerangka metodologi penelitian dapat dilihat pada gambar 15 di bawah ini. PERSIAPAN & PEMBUATAN SPESIMEN PROSES PENGELASAN METODE PENDINGINAN AIR UDARA OLI POROSITAS UJI TARIK UJI TARIK ANALISA 21 RADIATOR Gambar 3.1 Alur Metodologi penelitian Berdasarkan gambar 3.1 diatas dapat dijabarkan langkah-langkah dalam melakukan penelitian mengenai analisa pengaruh media pendingin terhadap hasil pengelasan SMAW. Seperti yang dijelaskan pada sub bab berikut ini 3.3 Proses pembentukan spesimen Pada tahap ini nantinya ada 18 sampel yang akan di uji. 3 sample di uji tarik sebagai pembanding utama atau base metal dari material ST60 dan 15 sisinya di las dan dilakukan beberapa metode pendinginan. Sebelum melakukan tes uji tarik, setelah dilas dan didinginkan matrial uji kita lakukan uji porositas terlebih dahulu dengan membandingkan nilai antara densitas actual dan densitas teoritis. Ada hal hal lain yang perlu diperhatikan, baik atau tidaknya hasil penglasan diantaranya kuat arus yang pengelasaan, alur pengelasan, metode pengelasan. Adapun tahapan - tahapan pembentuka dan pengelasan specimen sebagai berikut. 3.3.1 Penyiapan material uji A. Pemotongan Raw material baja ST60 silinder D16mm dengaan panjang 300mm sebanyak 18 pcs Gambar 3.2 Raw Material B. Pembentukan Spesimen uji sesuai standart JIS Z 2201 (1980) sebagai acuan.. C. Setelah specimen selesai dibentuk seperti gambar 3.4, kemudian bagian tengahnya diprofil untuk kampuh las. 22 Gambar 3.3 bentuk specimen, Sumber: JIS Z 2201 (1980) 3.3.2 Perencanaan pengelasan A.Perencanaan Kuat Arus Untuk material dengan ketebalan 4,7 mm,diameter elektrode 2.6 mm, arus yang sesuai adalah 160 – 195 A [4]. Variasi arus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 A, 165 A, 180 A, 195 A dan 210 A. Dalam hal ini, selain arus pada range standard, digunakan juga arus yang di bawah dan di atas standard. B. Perencanaan Untuk kuat arus 160 – 195 A dan tebal material 8mm, tegangan yang digunakan antara 20 – 24 Volt [4]. Pada penelitian ini digunakan tegangan 24 V dan dijaga konstan. C. Perencanaan kecepatan pengelasan Besarnya kecepatan pengelasan yang sesuai dengan standard adalah antara 20 – 25 inchi/menit [4]. Pada penelitian ini digunakan kecepatan konstan 25 inchi/menit. 23 Gambar 3.4 spesimen yang sudah dilas, Sumber: JIS Z 2201 (1980) 3.4 Proses Pendinginan Pada tahap ini setelah matrial uji di las, benda kerja langsung didinginkan dengan media yang berbeda-beda. 3.4.1 Media Air Radiator Cooler Gambar 3.5 Pendinginan Air Radiator Cooler 3.4.2 Media Air Gambar 3.6 Pendinginan air ledeng 3.4.3 Media Oli 24 Gambar 3.7 Pendinginan Oli 3.4.4 Media Udara Bebas Gambar 3.8 Pendinginan udara bebas 3.5 Menghitung Porositas Untuk menghitung porositas las diharuskan mengetahui densitas dari spesimen yang sudah diprofil sesuai standart sebelum di las dan sesudah di las. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian densitas adalah sebagai berikut: 25 1. Menyiapkan gelas ukur dan botol air mineral 1 liter kosong 2. Mengkalibrasi/mentarra neraca digital supaya tepat dititik nol. 3. Menimbang spesimen yang sudah di profil sebelum dilas 4. Mengulangi penimbangan sampai tiga kali setiap media pendingin dan diambil massa rata-rata. 5. Mencatat angka yang ditunjukkan neraca digital. 6. Mecari volume spesimen yang sudah di profil sebelum dilas. 7. Memasukkan Spesimen kedalam botol air mineral 1liter penuh air 8. Mengukur jumlah air yang tumpah saat spesimen di masukkan kedalam botol, menggunakan gelas ukur. 9. Mengulangi pengukuran sampai tiga kali setiap media pendingin dan diambil massa rata-rata. 10. Mencatat volume air pada gelas ukur. 11. Mengulangi penimbangan dan pengukuran volume pada spesiamen yang sudah dilass.. 12. Diketahui massa dan volume actual dari lassan, dari selisih penimbangan massa dan pengukuran volume spesimen sebelum dan sesudah di las. Setelah diketahui massa dan volume actual dari lassan benda uji , dapat diketahui besarnya densitas aktual dari benda uji tersebut. Uji densitas bertujuan untuk dapat mengetahui densitas dari benda uji agar selanjutnya data tersebut dapat digunakan sebagai perbandingan dengan densitas teoritis untuk mengetahui besar porositas yang terjadi. 3.6 Prosedur Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan di Balai Latiha Kerja, Menaggal Surabaya. Mesin yang digunakan adalah mesin Servo Control Universal Testing Machine GT7001-LS. Dalam pengujian ini benda uji ditarik dengan beban sebesar 10 MPa/detik atau setara dengan 1.000.000kgf secara konstan sampai benda uji itu putus. berikut beberapa prosedur pengujian: • Buatlah benda uji untuk setiap contoh dengan bentuk dan dimensi yang • • sesuai dengan ketentuan Dari setiap metode pendinginan diambil 3 sampel las Setiap benda uji dilengkapi dengan nomor benda uji, nomor contoh serta • dimensinya; Pasang benda uji dengan cara menjepit bagian h dari benda uji padat alat penjepit mesin tarik; sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda uji. 26 • Tarik benda uji dengan penambahan beban sebesar 1.000.000kgf sampai • benda uji itu putus; catat dan amatilah Besarnya perpanjangan yang terjadi sertiap penambahan yang terjadi beban 10 MPa; Jika benda uji merupakn baja lunak, maka harus dicatat • besarnya gaya tarik pada batas ulur, Py; Gaya tarik maksimum, Pmaks Buatlah laporan grafik antara gaya tarik yang bekerja dengan perpanjangan. Gambar 3.9 Mesin uji tarik Servo Control Universal Testing Machine GT7001-LS. 27 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Setelah pengamatan, pengukuran serta pegujian dilakukan pada masingmasing benda uji, baik pada base metal dan benda uji yang dilas dengan dua jenis elektroda dan empat metode pendinginan. Maka didapatkan data-data seperti yang disajikan pada bab ini bersama dengan analisa setiap pengujian dan pengamatan. 4.1 Pengujian Porositas Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari volume zat padat itu sendiri. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity. Reverensi perhitungan porositas Hamdan (2014). Untuk pengambilan data dalam pengujian porositas digunakan timbangan dan gelas ukur untuk mecari perbandingan massa dan volume actual. a) Timbangan Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital. Timbangan ini digunakan untuk mengukur massa specimen uji sebelum dilakukan pengelasan dan setelah dilas. Untuk mencari berat dari lassan. b) Gelas ukur Gelas ukur digunakan untuk mengetahui volume spesimen sebelum dilas dan sesudah dilas. Guna mencari volume dari lassan 28 (a) Timbangan digital (b) Gelas ukur Gambar 4.1 alat pengukuran massa dan volume Setelah pengambilan data actual dilakukan, baru bisa diperhitungkan perbandingan antara jumlah volume ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari volume zat padat itu sendiri (porositas) 4.1.1 • Hasil Porositas Pengelasan Pengelasaan Menggunakan Elektorda RB26 Pendinginan Air, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.1 data porositas pengelasan elektroda RB26 pendingin Air Dimana data porositas diperoleh dari hasil rata-rata perbandingan massa dan volume ketiga spesimen serta table komposisi bahan elektroda, diperhitungkan sebagai berikut: 29 Densitas actual : Densitas teoritis : m= m v = 1,17 =4,44 gr/cm 3 0,27 = 7,61 . 0,535 + 2,33 . 0,465 = 5,1548 gr/cm3 Porositas • :1– Densitasactual x 100 DensitasTeoritis = 0,14% Pengelasaan Menggunakan Elektorda RB26 Pendinginan Radiator Coolent, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.2 data porositas pengelasan elektroda RB26 pendingin R.Coolent • Pengelasaan Menggunakan Elektorda RB26 Pendinginan Oli, didapatkan data sebagai berikut: 30 • Tabel 4.3 data porositas pengelasan elektroda RB26 pendingin Oli Pengelasaan Menggunakan Elektorda RB26 Pendinginan Udara, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.4 data porositas pengelasan elektroda RB26 pendingin Udara • Pengelasaan Menggunakan Elektorda Cor CIA-1 Pendinginan Radiator Coolent, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.5 data porositas pengelasan elektroda Cor CIA-1 pendingin R.Coolent 4.1.2 Analisa Pengujian Porositas Pengelasan 31 Dari table data porositas diatas dengan perbedaan jenis elektroda las dan media pendingin yang dapat ditampilkan pada grafik di bawah ini: POROSITAS (%) 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 Gambar 4.2 grafik rata-rata porositas 4.2 Pengujian Tarik Material Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahiu sifat-sifat mekanis dari material baja ST60 sebagai material uji dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik pada umumnya adalah parameter kekuatan tarik (ultimate strenght) maupun luluh (yield strenght). Keuletan bahan yang ditunjukkan dengan presentase perpanjangan dan kontraksi/ reduksi penampang (reduction of area). Data pengujian diperoleh dari enam pengujian yaitu: • Spesimen material/ base material • Spesimen yang dilas menggukan elektroda RB 26 dan didinginkan • langsung dengan air Spesimen yang dilas menggukan elektroda RB 26 dan didinginkan • langsung dengan radiator coolent Spesimen yang dilas menggukan elektroda RB 26 dan didinginkan • langsung dengan oli Spesimen yang dilas menggukan elektroda RB 26 dan didinginkan langsung dengan udara 32 • Spesimen yang dilas menggukan elektroda Cor CIA-1 dan didinginkan langsung dengan radiator coolent. Dimana masing-masing terdiri dari 3 spesimen untuk pengujian, sehingga nantinya akan bias diambil rata-rata dari tiap pengujian. Dari pengamatan sementara dapat disimpulkan bahwa keseluruhan matrial las diuji tarik mengalami patahan yang tak beraturan dan masih di daerah HAZ (Heat Affected Zone). Hasil dari pengujia sementara: • Pada pengujian tarik yang terjadi pada hasil pengelasan menggunakan elektroda RB 26 lalu didinginkan dengan air, 3 patahan tak beraturan • terjadi di daerah lass Pada pengujian tarik yang terjadi pada hasil pengelasan menggunakan elektroda RB 26 lalu didinginkan dengan radiator coolent, 3 patahan tak beraturan terjadi di daerah lass dan salah satunya melebar sampai daerah • HAZ Pada pengujian tarik yang terjadi pada hasil pengelasan menggunakan elektroda RB 26 lalu didingin kan dengan oli, 2 patahan tak beraturan • terjadi di daerah lass dan 1 terjadi di daerah HAZ Pada pengujian tarik yang terjadi pada hasil pengelasan menggunakan elektroda RB 26 lalu didinginkan dengan udara, 3 patahan tak beraturan • terjadi di daerah lass Pada pengujian tarik yang terjadi pada hasil pengelasan menggunakan elektroda las Cor (CIA-1) lalu didinginkan dengan air, 3 patahan beraturan terjadi di daerah lass. Itu menunjukkan adanya pengaruh metode pendinginan terhadap hasil kuat tarik dari material baja ST60. Akan tetapi perlu analisah data lebih lanjut untuk menentukan dengan metode pendinginan apa yang memiliki nilai uji tarik maupun luluh (yield strenght) paling tinggi dari hasil pengujian, dibandingkan dengan elektroda las Cor dan mana yang layak digunakan. 4.3 Hasil Pengujian Tarik 4.3.1 Hasil Uji Tarik Material Dasar/ Base Metal Dari pengujian Pertama deperoleh data : 33 Tabel 4.6 data pengujian Base ke.1 Pada base metal ke.1, gaya/ beban yang diberikan mencapai 2832 kgf selama senggang waktu 22.6 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 56.34 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L) diperoleh dengan cara: = L x100 L0 L= ¿ . L0 100 31,05.50,8 100 34 Gambar 4.3 grafik pengujian Base ke.1 Dari pengujian Kedua deperoleh data : Tabel 4.7 data pengujian Base ke.2 Pada base metal ke.2, gaya/ beban yang diberikan mencapai 2271.05 kgf selama senggang waktu 21.9 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 55.13 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= . L0 100 35 ¿ 31,25.52,3 100 Gambar 4.4 grafik pengujian Base ke.2 Dari pengujian Ketiga deperoleh data : Tabel 4.8 data pengujian Base ke.3 Pada base metal ke.3, gaya/ beban yang diberikan mencapai 2791.38 kgf selama senggang waktu 22.1 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 55.53 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 36 L= ¿ . L0 100 31,6.50,1 100 Gambar 4.5 grafik pengujian Base ke.3 Dari data tiga kali pengujian base metal didapatkan nilai rata-rata: Tabel 4.9 data rata-rata pengujian base metal 37 15.98mm 4.3.2 Hasil Uji Tarik Pengelasan Menggunakan Elektroda RB 26 Lalu Didingankan Dengan Air Dari pengujian Pertama diperoleh data : Tabel 4.10 data pengujian las RB 26 pendinginan air ke.1 Pada pengelasan menggunakn elektroda RB26 yang didinginkan dengan air, pengujian pertama. Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2271.38 kgf selama senggang waktu 18.8 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 45.19 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 28,2.50,1 100 38 Gambar 4.6 grafik pengujian las RB 26 pendinginan air ke.1 Dari pengujian Kedua diperoleh data : Tabel 4.11 data pengujian las RB 26 pendinginan air ke.2 Pada pengelasan menggunakn elektroda RB26 yang didinginkan dengan air, pengujian kedua. Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2628.77 kgf selama senggang waktu 17.7 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 52.3 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 39 L= ¿ . L0 100 25.5.50,3 100 Gambar 4.7 grafik pengujian las RB 26 pendinginan air ke.2 Dari pengujian Ketiga diperoleh data : 40 Tabel 4.12 data pengujian las RB 26 pendinginan air ke.3 Pada pengelasan menggunakn elektroda RB26 yang didinginkan dengan air, pengujian ketiga. Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2688.06 kgf selama senggang waktu 18.2 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 53.48 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 26,77.50,5 100 Gambar 4.8 grafik pengujian las RB 26 pendinginan air ke.3 41 Dari data tiga kali pengujian las RB 26 pendinginan air didapatkan nilai rata-rata: Tabel 4.13 data rata-rata pengujian las RB 26 pendinginan air 4.3.3 Hasil Uji Tarik Pengelasan Menggunakan Elektroda RB 26 Lalu Didingankan Dengan Radiator Coolent Dari pengujian Pertama diperoleh data : Tabel 4.14 data pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent ke.1 42 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2633.85 kgf selama senggang waktu 17 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 52.4 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 25,05.50,7 100 Gambar 4.9 grafik pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent ke.1 43 Dari pengujian Kedua diperoleh data : Tabel 4.15 data pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent ke.2 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2584.73 kgf selama senggang waktu 27.8 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 51.42 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 41,28. 49,89 100 44 Gamba r 4.10 grafik pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent ke.2 Dari pengujian Ketiga diperoleh data : Tabel 4.16 data pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent ke.3 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2745.64 kgf selama senggang waktu 20.9 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 54.62 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 45 L= ¿ . L0 100 30,45.50,32 100 Gambar 4.11 grafik pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent ke.3 Dari data tiga kali pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent didapatkan nilai rata-rata: 46 Tabel 4.17 data rata-rata pengujian las RB 26 pendinginan radiator coolent 4.3.4 Hasil Uji Tarik Pengelasan Menggunakan Elektroda RB 26 Lalu Didingankan Dengan Oli Dari pengujian Pertama diperoleh data : Tabel 4.18 data pengujian las RB 26 pendinginan Oli ke.1 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2508,51 kgf selama senggang waktu 8,7 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 49,91 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 47 L= ¿ . L0 100 13,1.50,55 100 Gambar 4.12 grafik pengujian las RB 26 pendinginan Oli ke.1 Dari pengujian Kedua diperoleh data : 48 Tabel 4.19 data pengujian las RB 26 pendinginan Oli ke.2 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 1920,77 kgf selama senggang waktu 18,6 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 38,21 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 27,72.50,32 100 49 Gambar 4.13 grafik pengujian las RB 26 pendinginan Oli ke.2 Dari pengujian Ketiga diperoleh data : Tabel 4.20 data pengujian las RB 26 pendinginan Oli ke.3 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2554,25 kgf selama senggang waktu 20,8 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 50,82 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 50 L= ¿ . L0 100 30,47.50,12 100 Gambar 4.14 grafik pengujian las RB 26 pendinginan Oli ke.3 Dari data tiga kali pengujian las RB 26 pendinginan oli didapatkan nilai rata-rata: 51 Tabel 4.21 data rata-rata pengujian las RB 26 pendinginan Oli 4.3.5 Hasil Uji Tarik Pengelasan Menggunakan Elektroda RB 26 Lalu Didingankan Dengan Udara Dari pengujian Pertama diperoleh data : Tabel 4.22 data pengujian las RB 26 pendinginan Udara ke.1 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2528,84kgf selama senggang waktu 18 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 50,31 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 52 L= ¿ . L0 100 26,85.50,32 100 Gambar 4.15 grafik pengujian las RB 26 pendinginan Udara ke.1 Dari pengujian Kedua diperoleh data : 53 Tabel 4.23 data pengujian las RB 26 pendinginan Udara ke.2 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2701,61 kgf selama senggang waktu 20,6 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 53,75 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 35,4.50,55 100 54 Gambar 4.16 grafik pengujian las RB 26 pendinginan Udara ke.2 Dari pengujian Ketiga diperoleh data : Tabel 4.24 data pengujian las RB 26 pendinginan Udara ke.3 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2715,16 kgf selama senggang waktu 23,4 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 54,02 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); 55 L= ¿ . L0 100 30,32.50,7 100 Gambar 4.17 grafik pengujian las RB 26 pendinginan Udara ke.3 Dari data tiga kali pengujian las RB 26 pendinginan Udara didapatkan nilai rata-rata: 56 Tabel 4.25 data rata-rata pengujian las RB 26 pendinginan Udara 4.3.6 Hasil Uji Tarik Pengelasan Menggunakan Elektroda Cor CIA-1 Lalu Didingankan Dengan Radiator Coolent Dari pengujian Pertama diperoleh data : Tabel 4.26 data pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent ke.1 57 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 1880,11 kgf selama senggang waktu 8,8 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 37,4 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 13,72.50,7 100 Gambar 4.18 grafik pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent ke.1 Dari pengujian Kedua diperoleh data : 58 Tabel 4.27 data pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent ke.2 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 2061,35 kgf selama senggang waktu 15 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 41,01 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 21,47.49,89 100 59 Gambar 4.19 grafik pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent ke.2 Dari pengujian Ketiga diperoleh data : 60 Tabel 4.28 data pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent ke.3 Gaya/ beban yang diberikan mencapai 1519,34 kgf selama senggang waktu 5,7 detik sampai matrial putus dan tegangan yang terjadi 30,23 kgf/mm2. Sedangkan pertambahan panjang (L); L= ¿ . L0 100 8,9.50,3 100 61 Gambar 4.20 grafik pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent ke.3 Dari data tiga kali pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent didapatkan nilai rata-rata: 62 Tabel 4.29 data rata-rata pengujian las Elektroda Cor CIA-1 pendinginan radiator coolent 4.4 Analisa Data Hasil Pengujian Tarik Dari grafik tegangan dan regangan yang diperoleh dari masing-masing spesimen di atas, dapat dibuat rata-rata dari setiap perlakuan metode pendinginan dengan perbedaan jenis elektroda las. Yang dapat ditampilkan pada grafik di bawah ini: 63 TEGANGAN (kgf/mm2) 6055,67 50 46,31 50,32 52,81 52,69 36,21 40 30 20 10 0 23/02/190014/02/190018/02/190020/02/190020/02/1900 04/02/1900 Gambar 4.21 grafik analisa rata-rata tegangan dari setiap metode pendinginan 64 2798,15 3000 2500 GAYA ULTIMATE (kgf) 2327,84 2529,4 2654,74 2648,54 1820,27 2000 1500 1000 500 0 29/08/1907 15/05/1906 03/12/1906 07/04/1907 01/04/1907 24/12/1904 Gambar 4.22 grafik analisa rata-rata gaya ultimet dari setiap metode pendinginan REGANGAN (%) 35 31,3 30 25 23,76 26,84 32,26 20 30,86 14,7 15 10 5 0 30/01/190022/01/190025/01/190031/01/190029/01/1900 13/01/1900 Gambar 4.23 grafik analisa rata-rata regangan dari setiap metode pendinginan 65 4.5 Pembahasan Dari Hasil Pengujian Tarik Secara keseluruhan berdasarkan pengujian las menggunakan elektroda RB26 yang dilakukan. 3 metode pendinginan, menunjukkan data uji tarik yang baik dengan hasil yang mendekati dari material dasarnya/ base metal. Dalam penelitian ini, pendinginan dengan media radiator coolent lah yang menunjukkan hasil paling baik Pada spesimen baja ST60 yang dilas dengan elektroda RB26 kemudian didinginkan dengan media radiator coolent menunjukkan tegangan tarik rata-rata 52,8 kgf/mm2 yang hampir mendekati nila 55,7 kgf/mm2 dari material dasarnya. Sedangkan 3 media pendinging lainnya menunjukkan hasil yang cukup baik pula walau tidak sebaik pendingin radiator coolent. Hal ini ditunjukkan hasil teganngan tarik rata-rata pendingin udara 52,7 kgf/mm2, pendingin air 50,5 kgf/mm2, pendingin oli 46.3 kgf/mm2. Gaya ultimet terbesar ditunjukkan pada media pendingin radiator coolent. Yaitu sebesar 2654,7 kgf hampir menyamai nilai ultimet 2798,2 kgf dari material dasarnya dan regangan 32,2 %, lebih tinggi 1% dari material dasarnya. Sedangka media pendingin oli menunjukkan nilai terendah baik nilai ultimate, regangan dan tegangan diantara media pendingin lainnya. Hal ini disebabkan oli memiliki kekentalan tertentu pada suhu tinggi yang berfungsi sebagai pendinginan cepat didaerah HAZ (Head Effected Zone). Karen perubahan suhu thermal itulah menyebabkan berubahnya struktur mikro material. Yang mengakibatkan terjadinya putus di daerah HAZ dengan nilai tegangan paling rendah 46,37 kgf/mm2. Pada baja ST60 pendinginan media oli juga merubah struktur mikro dari material induk itu sendiri, ini ditunjukkan dengan hasil regangan yang rendah 23,8% selisih 8,5% lebih rendah dari nilai regangan material induknya 31,3%. Jadi pengelasan baja ST60 setelah di celup oli berubah menjadi getas yang menandakan keuletannya kurang baik. Dengan kemampuan menahan beban yang rendah. Dan bila media pendingin radiator coolent dibandingkan dengan media pendingin air biasa. Menunjukkan hasil kuat tarik dan kemampuan menahan 66 beban yang hampir sama besarnya namun pendingin air cenderung lebih getas dibandinggkan menngunakan pendinginan coolent. Pada penelitian di atas juga membandingkan hasil pengelasan baja ST60 mengunakan elektroda Cor CIA-1. Dengan arus dan kecepatan pengelasan yang sama didapatkan hasil pengelasan yang tidak maksimal karena pada proses pengelasan dengan elektroda cor tidak bisa melelehkan material induknya. Ini ditunjukan pada data rata-rata hasil pengujian tarik 36,2 kgf/mm2, daya ultimet 1820,3 kgf, dan regangan 14,7. Yang jauh dibawah dari nilai material induknya. Hal ini bias diliat pada foto penampang patahan dan bentuk patahan di bawah ini: (a1) (a2) (a3) (a4) 67 (a5) (a6) Gambar 4.24 foto penampang patahan dari setiap media pendingin (a1) base metal (a2) pendingin udara-elektroda RB26 (a3) pendingin R.coolent-elektroda Cor CIA-1 (a4) pendingin air-elektroda RB26 (a5) pendingin R.coolent-elektroda RB26 (a6) pendingin oli-elektroda RB26 68 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah serta hasil dan analisa penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pengujian tarik menunjukkan bahwa kekuatan tarik pada material dasar/ base metal ST60 sebesar 55,7 kgf/mm2. Dan hasil kuat tarik paling mendekati terjadi pada pengelasan menggunakan elektroda RB26 kemudian didinginkan secara langsung dengan media radiator roolent, yaitu sebesar 52,8 kgf/mm2. Dan yang didinginkan dengan udara juga memiliki kuat tarik yang hampir sama yaitu sebesar 52,7 kgf/mm2. Sedangkan hasil kuat tarik yang paling rendah terjadi pada pengelasan menggunakan elektroda RB26 yang didinginkan dengan oli, yaitu sebesar 46.3 kgf/mm2. Nilanya jauh dibawah kuat tarik materil dasarnya. 2. Pada hasil regangan material dasar/ base metal ST60 sebesar 31,3%. Dan regangan yang paling besar terjadi pada media pendingin radiator coolent pula, yaitu 32,3% menyamai material dasarnya. Pendinginan biasa dengan udara juga menunjukkan nilai yang menyamai material dasarnya juga, yaitu 30,9%. Sedangkan dengan media oli material menjadi getas, karena oli memiliki kekentalan tertentu pada suhu tinggi yang berfungsi sebagai pendinginan cepat didaerah HAZ (Head Effected Zone). 3. Dari hasil pembanding pengelasan baja ST60 menggunakan elektroda Cor CIA-1, menunjukkan nilai tarik yang rendah yaitu 36.2 kgf/mm 2. Ini dikarenakan pada saat pengelasan baja ST60 mengunakan elektroda Cor panas yang dihasilkan saat pengelasan tidak melelehkan material induknya. Sperti pada gambar 4.23. 69 5.2 Saran Setelah melakukan analisa dan mengetahui hasilnya maka dari penelitian ini dapat memberikan saran kepada kalangan akademis atau praktisi bahwa: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam pengujian mikro struktur dan sifat bahan setelah dilas, yang di beri dengan penambahan variasi elektroda supaya dapat mengetahui komposisi elektroda yang sesuai pada baja ST60 dan dapat menghasilkan kuat tarik yang lebih maksimal. 2. Perlu dilakukan tes uji tarik pengelasan baja ST60 dengan media pendingin radiator coolent namun menggunakan elektroda stainless. 3. Dan dilakukannya tes uji tarik pada pengelasan besi Cor namun mengunakan Elektroda mild steal dan didinginkan dengan media radiator coolent. 70