Academia.eduAcademia.edu

UP 1 blok 15

LO UP 1, Blok 15 Bagaimanakah standar pakan pada sapi perah dara, bunting, dan menyusui? Sebutkan jenisnya! Bagaima standar mineral untuk sapi perah dara, bunting, dan menyusui? Apa akibatnya apabila pakan dan mineral tidak seimbang (kelebihan atau kekurangan)? Sebutkan patogenesis hipokalsemia! Bagaimanakah cara penanganan terhadap sapi yang terserang hipokalsemia? Pembahasan Manajemen pakan Sapi Dara Menurut Kearl (1982) pertumbuhan ideal untuk sapi dara dengan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mcal bila berat badannya 100 kg. Bila PBBH 0,5 kg/hari pada sapi dara tercapai maka berat badan minimal ideal untuk kawin I (250 kg) tercapai, maka sapi dara dapat dikawinkan pertama kali pada umur ± 16,5 bulan, selanjutnya umur beranak pertama adalah pada usia 27 bulan. Sapi Bunting B.1 Sapi Induk Muda Bunting Sapi betina muda yang bunting juga masih mengalami pertumbuhan badan, sehingga pemberian pakan harus menjamin tercukupinya kebutuhan untuk pertumbuhan jaringan selama terjadi kebuntingan dan pertumbuhan induk semangnya (Tillman et al., 1998). Kebutuhan karbohidrat selama kebuntingan sangat besar, karena dibutuhkan energi dalam jumlah besar. Kebutuhan mineral terbanyak pada saat terjadinya kebuntingan adalah kalsium dan fosfor karena dibutuhkan untuk pembentukan tulang janin. Pemberian pakan pada ternak ruminansia harus menjamin pemenuhan kebutuhan vitamin A dan D. Sapi bunting membutuhkan juga pemenuhan kebutuhan vitamin A sebagai cadangan selama laktasi nantinya. B.2 Sapi Induk Bunting Tua Hingga Laktasi Sistem pemeliharaan pada peternakan rakyat yang intensif dikandangkan menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi sangat tergantung pada pakan yang tersedia di kandang. Affandhy et al. (2003) menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah pakan yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja keluarga. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak tetapi sesuai dengan kemampuan peternak merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas. Rendahnya kualitas ransum dalam tiga bulan awal setelah beranak; khususnya protein kasar (PK) yang hanya sekitar 50 – 65% dari kebutuhan merupakan penyebab tidak optimalnya lama waktu periode birahi setelah melahirkan( anoestrus post partus) (Yusran, 1998). Mineral Yang Dibutuhkan Sapi Fe Zat besi (Fe) dalam tubuh biasanya berikatan dengan protein dan ikatan Fe-S, menjadi residu sistein dalam protein ferodoksin dari bakteri dan tanaman. Dalam tubuh, sebagian Fe digunakan untuk proses metabolisme dan sebagian disimpan sebagai cadangan. Fe yang digunakan dalam proses metabolisme enzimatis dalam hemoglobin sekitar 55% dan dalam mioglobin 15%. Unsur Fe yang disimpan sebagai cadangan berbentuk feritin, yaitu protein kompleks yang mudah larut, sekitar 70−80%, dan sebagai hemosiderin yang merupakan protein kompleks tidak mudah larut. Kedua bentuk ikatan Fe tersebut disimpan dalam organ hati, sumsum tulang, limpa, dan otot skeletal. Bila keseimbangan konsentrasi Fe dalam tubuh terganggu maka kandungan Fe pada lokasi penyimpanan, sebelum Fe digunakan dalam metabolisme, menurun (King 2006) Cu Tembaga (Cu) sangat penting dalam proses metabolisme energi dalam sel, sistem transmisi impuls saraf, sistem kardiovaskuler, dan sistem kekebalan. Cu juga berperan penting dalam proses metabolisme estrogen yang diperlukan untuk menjaga kesuburan ternak betina dan proses kehamilan. Mineral esensial lainnya yaitu Zn diperlukan dalam sistem enzim sebagai metaloenzim. Lebih dari 100 jenis metaloenzim mengikat Zn, termasuk enzim nicotinamid adenine dinucleotid dehydrogenase (NADH), RNA dan DNA polymerase, alkalin fosfatase, superoksid dismutase, dan carbonic anhidrase (Hougland et al. 2005). Fe dan Cu mempunyai sifat yang sama dalam sistem pembentukan darah, yaitu Fe sebagai pembentuk hemoglobin dan Cu sebagai pembentuk seruloplasmin. Bila ternak mengalami defisiensi Fe maka absorpsi Cu dan Pb, yang merupakan mineral non-esensial, meningkat sehingga ternak akan mengalami gejala toksisitas Cu atau Pb (Chung et al. 2004). Ca Pada sapi laktasi, substantial overfeeding (>150% of requirement diperlukan sebelum masalah muncul. Diet dengan >1% Ca substantially mengurangi penyerapan selenium oleh dry cows. This has not been shown in lactating cows but because Se status is often sub-optimal, feeding lactating cows diets with more than 1% Ca should be avoided. Diets with >1.5% Ca may reduce feed intake and milk yield (this is more than twice the requirement). Because Ca is inorganic and contains no energy, high Ca diets tend to be lower in energy. Akibat Jika Kekurangan atau Kelebihan Mineral Kekurangan Kandungan mineral dalam hijauan pakan dan rumput ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis tanah, kondisi tanah, jenis tanaman, dan adanya mineral lain yang memiliki efek antagonis terhadap mineral tertentu yang dibutuhkan oleh ternak. Pada tanah alkalis dengan pH 8 akan terjadi defisiensi Fe, Mn, dan Zn, sebaliknya pada pH 5 terjadi defisiensi Cu. Beberapa spesies rumput seperti Brachiaria humidicola mengandung Fe sampai 48% atau 480.766 mg/kg bobotkering, dan kandungan tersebut bervariasi bergantung pada interval pemotongan (Darmono, 2007). Gejala awal berupa penurunan reproduksi sekitar 20−75%, retensi plasenta, anak yang lahir menjadi lemah, dan angka kematian anak tinggi. Penyakit lain yang timbul adalah pneumonia, diare, stomatitis, anoreksia, dan penurunan produksi susu pada sapi perah. Gejala lain yang lebih parah ialah patah tulang, kulit kering dan bersisik, serta kekurusan yang hebat (Darmono, 2007). Penyakit defisiensi mineral terutama diakibatkan oleh kurangnya kandungan mineral tertentu pada pakan ternak, tetapi tidak menutup kemungkinan akibat terjadinya interaksi unsur-unsur mineral dalam pakan tersebut. Timbulnya penyakit juga disebabkan oleh kondisi daerah, yaitu lahan kering marginal dengan curah hujan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada daerah yang kering dengan curah hujan rendah, kandungan mineral dalam tanah dan tanaman umumnya sangat rendah (Darmono, 2007). Kelebihan Mineral Efek Negatif Akibat Kelebihan Ca Hypophosphatemia sebagai akibat menurunnya absorpsi P, deposit Ca urat dalam ureter P Penurunan absorpsi Ca Na Hipertensi Cl Peningkatan keasaman K Penurunan absorpsi dan utilisasi Mg Mg Ekskreta basah, jarang terjadi jika diberikan ransum normal Mn Jarang terjadi jika diberikan ransum normal Zn Anemia, napsu makan turun Fe Hemosiderosis I Hyperparathyroid (Lubis, 2010) Patogenesis Normal Hipokalsemia Selama periode kering, kebutuhan kalsium sedikit, tapi setelah kelahiran large amounts of calcium are exported into milk. This sudden calcium drain must be countered by increased calcium absorption from the gut or calcium resorption (mobilization) from bone. Bone is the primary source of calcium when absorption from the gut is less than required, because bone contains nearly all of the calcium stores in the body. Absorption of calcium in the gut occurs primarily in the small intestine and is facilitated by 1,25 dihydroxyvitamin D3. Calcium resorption from bone is influenced by 1,25 dihydroxyvitamin D3, parathyroid hormone, and blood calcium. As blood calcium drops, parathyroid hormone is released to enhance calcium resorption from bone. Hypocalcemia results when mechanisms of calcium absorption and resorption are insufficient to meet calcium demands. If untreated, most cows with milk fever die within a day. Penganan Sapi Hipokalsemia Pengobatan penyakit defisiensi mineral dapat dilakukan dengan penambahan mineral dalam pakan serta mengurangi interaksi antara unsur nutrisi lain dengan unsur nutrisi mineral. Untuk mencegah interaksi tersebut perlu dilakukan diagnosis kandungan mineral darah pada ternak. Di samping itu, perlu diketahui kandungan mineral dalam pakan (Darmono, 2007). Secara fisiologis, kandungan normal suatu mineral dalam serum adalah konstan, misalnya kandungan Ca dalam serum normal sapi adalah 8−12 mg%. Bila kandungannya berada di bawah 8 mg% maka sapi akan mengalami defisiensi Ca. Walaupun gejala kekurangan Ca belum terlihat, pemberian mineral tambahan perlu segera dilakukan. Hal demikian berlaku untuk mineral esensial lainnya. Pemberian mineral tambahan berupa konsentrat maupun mineral blok dilakukan dengan takaran dua kali dari pemberian pada ternak normal (Darmono, 2007). Methods for treating milk fever involve elevating blood calcium. For down cows, treatment normally consists of 8-10 g intravenous calcium. Due to the role of the vitamin D metabolite 1,25 dihydroxyvitamin D3 in calcium absorption and resorption, some have recom mended supplementing large quantities of vitamin D orally before calving to alleviate hypocalcemia and milk fever. Recent work (Goff et al., 1986, 1989) has suggested intravenous or intramuscular injection of parathyroid hormone may reduce incidence of milk fever. Calcium gels have been used successfully to administer supplemental calcium in hopes of elevating blood calcium. The gels are typically CaCl2 or calcium propionate. CaCl2 can cause ulceration of the mouth and digestive tract, induce severe metabolic acidosis, and reduce dry matter intake. Calcium propionate has the advantage of containing propionate, a readily available energy source for the cow (Bethard, 1998). Daftar Isi Bethard, G. Controlling Milk Fever and Hypocalcemia in Dairy Cattle. Mexico: College of Agriculture and Home Economics, State University of Mexico Chung, J., D.J. Haile, and M. Wessling-Resnick. 2004. Ferroportin-l is not upregulated in copper-deficient mice. J. Nutr. 134: 517521. Darmono. 2007. Hougland, J.L., A.V. Kravchuk, D. Herschlag, and J.A. Piccirilli. 2005. Functional identification of catalytic metal ion binding sites within RNA. PLoS Biol. 3(9): e277. King, M.W. 2006. Clinical aspect of iron metabolism. J. Med. Biochem. 15(9): 14. Lubis, A. 2010. Perkawinan Alam. (Online), (http://aswarlubis.blogspot.com/2010/12/ mineral-kalsium-ca.html, diakses 19 Desember 2013) Schroeder, J. W. 2012. Use of Minerals in Dairy Cattle. United States of America: Department of Agriculture Cooperating 6