Academia.eduAcademia.edu

B komposite

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. MATERIAL KOMPOSIT Komposit adalah kombinasi dari dua material atau lebih dalam skala makro yang secara fisik dan secara mekanik dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam kombinasi tersebut, material penyusun komposit tetap mempertahankan identitasnya masing – masing, hal ini disebabkan material – material tersebut tidak saling melarutkan atau bercampur secara sempurna [1] . Kombinasi dari material – material penyusunnya tersebut menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik. Material komposit dalam definisi modern, adalah material yang di buat dengan cara mengkombinasikan beberapa material sehingga terbentuk material yang memiliki fasa yang berbeda secara sengaja, tidak secara alami, serta tidak saling melarutkan dan memiliki mekanisme antarmuka (interface). Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar dari paduan logam dan material keramik tidak termasuk dalam definisi ini, karena keberagaman fasa yang dimilikinya terbentuk secara alami[2]. Komposit berdasarkan penyusunnya, dapat kita pisahkan menjadi dua bagian yaitu matriks dan bahan penguat. Matriks sebagai bagian terbesar dalam material komposit dapat terbuat dari tiga material dasar yaitu logam, polimer dan keramik. Oleh karena itu kemudian material komposit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis matriks kompositnya seperti Metal Matrix Composite (MMC), Ceramic Matrix composite (CMC) serta Polymer Matrix Composite (PMC). Selain itu, komposit juga dapat diklasifikasikan menurut jenis bahan penguatnya, bahan – bahan yang sering digunakan sebagai penguat adalah serat gelas, karbon, aramid dan belakangan ini serat alam juga mulai dikembangkan sebagai penguat. Selain jenis matriks dan jenis penguatnya, material komposit 4 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 juga dapat kita bedakan berdasarkan bentuk seratnya, seperti yang dapat dilihat dalam gambar 2.1 dibawah ini Gambar 2.1 Klasifikasi Komposit berdasarkan Materi penguat (reinforcement), yaitu: (a) Random fiber (short fiber) reinforced composites, (b) Continuous fiber (long fiber) reinforced composites, (c) Partikel sebagai penguat (particulate composites), (d) Serpihan sebagai penguat (flake composites), (e) Filler sebagai penguat (filler composite). [3] Kedua materi penyusun ini (matriks dan penguat) akan menentukan sifat akhir dari komposit. Contohnya pada sifat mekanik, ketika material komposit menerima beban, matriks memiliki fungsi utama untuk mentransfer beban yang diberikan ke penguat dan penguat memiliki tugas utama menahan beban tersebut. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa jenis matriks akan berpengaruh lebih besar terhadap sifat fisik seperti, ketahanan kimia, ketahanan thermal dan ketahanan terhadap radiasi ultraviolet, sedangkan penguat yang digunakan pada material komposit akan mempengaruhi sifat mekanik dari material komposit secara keseluruhan. Pada material komposit berpenguat serat gelas misalnya misalnya, kekuatan mekanik pada material yang menggunakan chopped fiber / short fiber akan berbeda dengan material yang menggunakan continuous fiber, 5 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 demikian pula dengan ukuran serat, walaupun sama – sama menggunakan continous fiber, namun apabila ukuran serat (diameter) serat yang digunakan berbeda maka sifat mekaniknya akan berbeda pula. Selain bentuk dan ukuran serat, parameter lain yang dapat mempengaruhi sifat dari material komposi adalah distribusi serat, orientasi serat serta konsentrasi serat (lihat Gambar 2.2). (a) (b) (d) (c) (e) Gambar 2.2 Pengaruh fiber pada material komposit ditentukan oleh (a) distribusi serat, (b) bentuk serat, (c) orientasi serat, (d) konsentrasi serat dan (e) ukuran serat [4] 2. 2. KOMPOSIT MATRIKS POLIMER Komposit matriks polimer merupakan teknologi komposit yang paling dikenal dan sering digunakan. Terdiri dari polimer (epoxy, polyester, urethane) kemudian diperkuat dengan fiber yang berdiameter kecil (grafit, aramids, boron serta serat alam). Material komposit dengan matriks polimer memiliki rasio berat berbanding kekuatan yang tinggi. Sebagai contoh, komposit epoksi dengan fiber grafit memiliki kekuatan lima kali lebih besar dibandingkan baja dengan berat 6 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 yang sama[5]. Ditambah dengan biaya yang rendah dan prinsip manufaktur yang tidak rumit maka tidaklah heran apabila material komposit dengan matriks polimer menjadi teknologi komposit yang paling sering digunakan. Pada komposit dengan matriks polimer, matriks yang digunakan disebut juga dengan resin. Berdasarkan dari pengaruh panas terhadap sifatnya, resin dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, material yang tidak tahan terhadap perlakuan pada temperatur tinggi disebut juga dengan resin termoplastik dan material yang memiliki ketahanan temperatur yang tinggi disebut dengan resin termoset. Pada penggunaan resin termoplastik, kita harus merubah dahulu resin termoplastik dari fasa padat (berupa pelet) menjadi fasa cair dengan memanaskannya terlebih dahulu hingga mencampai temperatur leleh (melting), baru kemudian fiber dicampurkan dan di aduk sehingga terdispersi secara merata. Kemudian setelah itu material baru dibentuk. Resin termoplastik ini jika dipanaskan kembali sampai temperatur yang sesuai ia akan meleleh kembali dan dapat menjadi keras kembali jika didinginkan, dan proses ini dapat dilakukan secara berulang – ulang tanpa mempengaruhi secara signifikan sifat materialnya. Contoh dari resin jenis ini adalah nilon, polipropilen dan ABS. Sedangkan resin termoset merupakan resin dengan fasa cair, yang akan mengeras jika ditambahkan aktivator dan atau katalisator. Metode pencampuran yang digunakan pada resin termoset relatif lebih sederhana, resin cair dicampurkan dengan fiber dengan kadar yang kita inginkan, kemudian diaduk, setelah itu ditambahkan hardener atau katalisator. Untuk beberapa jenis resin, seperti poliester cukup didiamkan pada temperatur ruang material akan mengeras. Berbeda dengan resin termoplastik sekali mengeras maka resin termoset tidak dapat mencair kembali jika dipanaskan, walaupun pada temperatur tertentu yang dikenal dengan Glass Transition Temperature (Tg) sifat mekaniknya akan berubah secara signifikan. Tg pada setiap material termoset tidaklah sama tergantung dari jenis resin yang digunakan. Tipe Resin termoset yang sering digunakan dalam industri material komposit adalah Epoksi, Vinil Ester dan Poliester [6] 7 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 2. 3. RESIN POLIESTER Resin poliester merupakan resin yang paling banyak digunakan dalam berabagai aplikasi yang menggunakan resin termoset, baik itu secara terpisah maupun dalam bentuk materal komposit. Walaupun secara mekanik, sifat mekanik yang dimiliki oleh poliester tidaklah terlalu baik atau hanya sedang – sedang saja. Hal ini karena resin ini mudah didapat, harga relatif terjangkau serta yang terpenting adalah mudah dalam proses fabrikasinya. Jenis dari resin poliester yang digunakan sebagai matriks komposit adalah tipe yang tidak jenuh (unsaturated polyester) yang merupakan termoset yang dapat mengalami pengerasan (curing) dari fasa cair menjadi fasa padat saat mendapat perlakuan yang tepat. Berbeda dengan tipe polister jenuh (saturated polyester) seperti Terylene™, yang tidak bisa mengalami curing dengan cara seperti ini. Oleh karena itu merupakan hal yang biasa untuk menyebut resin poliester tidak jenuh (unsaturated polyester) dengan hanya menyebutnya sebagai resin poliester. Ada dua prinsip dari resin poliester yang digunakan sebagai laminasi dalam industri komposit. Yaitu resin poliester orthopthalic, merupakan resin standar yang digunakan banyak orang, serta resin poliester isopthalic yang saat ini menjadi material pilihan pada dunia industri seperti industri perkapalan yang membutuhkan material dengan ketahanan terhadap air yang tinggi. Gambar 2.3 menunjukan struktur ideal dari poliester Isopthalic. Perhatikan posisi grup ester (CO - O - C) dan bagian yang reaktif atau bertangan ganda (C* = C*) dalam rantai molekul. Gambar 2.3 struktur ideal dari poliester Isopthalic [6] 8 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Posisi antara gugus ester yang berurutan dan berdekatan dengan bagian paling reaktif, menyebabkan material poliester Isopthalic hampir jenuh, dan sulit untuk menyerap air. Hal inilah yang menyebabkan material ini memiliki ketahanan yang luarbiasa terhadap penyerapan air. 2.3.1. Struktur kimia dan proses pembuatan unsaturated polyester 2.3.1.1 Ester Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan sebuah gugus hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti metil atau etil, atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil. Ester yang paling umum dibahas adalah etil etanoat. Pada ester ini, gugus -COOH telah digantikan dengan sebuah gugus etil. Rumus struktur untuk etil etanoat adalah seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Molekul ester sederhana etil etanoat[7] Perhatikan bahwa ester diberi nama berlawanan dengan urutan penulisan rumus strukturnya (lihat Gambar 2.5). Kata "etanoat" berasal dari asam etanoat, sedangkan "etil" berasal dari gugus etil pada ujungnya. [7] Gambar 2.5 Contoh molekul dari beberapa jenis ester 9 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Perlu diperhatikan bahwa penamaan asam dilakukan dengan menjumlahkan total atom karbon dalam rantai - termasuk atom karbon yang terdapat pada gugus -COOH. Jadi, misalnya, CH3CH2COOH adalah asam propanoat, dan CH3CH2COO adalah gugus propanoat. Sifat - sifat fisik ester-ester sederhana : a. Titik didih Ester-ester yang kecil memiliki titik didih yang mirip dengan titik didih aldehid dan keton yang sama jumlah atom karbonnya. Seperti halnya aldehid dan keton, ester adalah molekul polar sehingga memiliki interaksi dipol-dipol serta gaya dispersi van der waals. Akan tetapi, ester tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga titik didihnya tidak menyerupai titik didih asam yang memiliki atom karbon sama. Tabel 2.1 titik didik ester dan asam karboksilat[7] molekul tipe titik didih (°C) CH3COOCH2CH3 ester 77.1 CH3CH2CH2COOH asam karboksilat 164 b. Kelarutan dalam air Ester-ester yang kecil cukup larut dalam air tapi kelarutannya menurun seiring dengan bertambah panjangnya rantai. Tabel 2.2 kelarutan air pada ester sederhana[7] ester rumus molekul kelarutan (g per 100 g air) etil metanoat HCOOCH2CH3 10.5 etil etanoat CH3COOCH2CH3 8.7 etil propanoat CH3CH2COOCH2CH3 1.7 Penurunan kelarutan ini (Tabel 2.2) disebabkan oleh fakta bahwa walaupun ester tidak bisa berikatan hidrogen satu sama lain, tetapi bisa berikatan hidrogen dengan molekul air.[7] 10 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 2.3.1.2 Poliester tidak jenuh (unsaturated polyester) Unsaturated polyesters (poliester tidak jenuh) adalah kondensasi dari polymer yang terbentuk dari reaksi antara poliols dan asam polycarbosxylic dengan ketidak jenuhan oletinik yang disebabkan oleh salah satu reaktan, biasanya asam Poliols dan asam polycarbosxylic biasanya merupakan difunctional alcohol (glycol) dan difungsional asam seperti pthialic dan maleic / fumaric. Selama ini asam maleic (dalam bentuk maleic anhydride) lebih sering digunakan untuk resin untuk tujuan umum.[8] Maleic anhydride diperoleh dengan cara melakukan pencampuran uap benzene dengan udara menggunakan katalis (e.g. vanadium) pada temperature tinggi (450 0C). Sedangkan fumaric, yang merupakan trans isomer dari maleic, dapat diperoleh dengan memberikan perlakukan panas terhadap asam maleic, dengan atau tanpa katalis. Asam fumaric terkadang lebih dipilih sebagai material pembentuk unsaturated polyester karena penggunaannya menyebabkan resin menjadi lebih tahan korosi, lebih terang dan ketahanan panas meningkat cukup signifikan.[9] Gambar 2.6 Komposisi kimia dari asam polycarbosxylic (maleic, Fumaric dan maleic anhydride) [11] Pada reaksi esterifikasi juga dihasilkan air sebagai produk sampingan, air tersebut di pindahkan dari massa yang sedang bereaksi segera setelah dihasilkan untuk mendorong terjadinya reaksi polyesterifikasi yang sempurna. Seluruh material yang digunakan haruslah dalam kondisi difungsional agar reaksi dapat terjadi. 11 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Hal ini dengan jelas menyatakan bahwa molekul dari monomer harus memiliki minimal dua grup reaktif yang bisa membentuk polimer. Reaktan monofungsional seperti ethyl alcohol dan asam asetat bisa bereaksi membentuk ester namun tidak dapat membentuk polyester. dua reaktan yang difungsional seperti propylene glycol (gugus fungsi dihydroxy) dan asam maleic (gugus fungsi dicarboxylic) bisa dibuat menjadi ester dengan esterifikasi yang terus berlanjut hingga membentuk rantai panjang poliester, yang terdiri dari gugus propylene glycol maleate yang terus berulang. Polyesterifikasi adalah reaksi yang paling penting dalam mempersiapkan unsaturated polyester, disamping reaksi lain yang juga memiliki pengaruh. Hal ini telah di sebutkan oleh E.E. Parker [10] sebagai : 1. Isomerization dari maleate menjadi fumarate. 2. Penambahan glycol kepada ikatan rangkap maleate dan fumarate 3. Oksidasi untuk mememutuskan ikatan rangkap 4. Hilangnya glycol Ilustrasi dari struktur kimia polyester tidak jenuh dapat dilihat dari gambar dibawah yang merupakan representasi dari sintesis dari glycol, maleic anhydride dan phthalic anhydride polyester. Gambar 2.7 Struktur Polyester hasil sintesis dari Propylene glycol, maleic anhydride dan phthalic anhydride polyester [8]. 12 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Selain dari hasil sintesis diatas, poliester juga dapat disintesis dari berbagai macam glikol dan asam lainnya, berikut ini adalah daftar dari raw material yang biasa digunakan sebagai bahan sintesa poliester. serta tujuan dari penggunaan bahan tersebut Tabel 2.3 Raw Material yang biasa digunakan untuk Poliester [8] Raw Materials Contributes Glycols: Propylene Glycol (PG) Low cost, styrene compatibility Ethylene Glycol (EG) Low cost, rigidity Dipropylene Glycol (DPG) Flexibility, toughness Diethylene Glycol (DEG) Flexibility, toughness Neopentyl Glycol (NPG) UV, water and chemical resistance Trimethylpentanediol (TMPD) Water and chemical resistance Cyclohexane Dimethanol (CHDM) Electrical properties Propoqlated Bisphenol A (PBPA) Water and chemical resistance Hydrogenated Bisphenol A (HBPA) Water and chemical resistance Dibromoneopentyl Glycol (DBNPG) Flame retardance Acids: Phthalic Anhydride (PA) Low cost, styrene compatibility Maleic Anhydride (MA) Lowest cost unsaturation Adipic Acid (AA) Flexibility, toughness Toughness, water and chemical resistance Higher heat deflection point Isophthalic Acid (IPA) Terephthalic Acid (TPA) Fumaric Acid (FA) Glutaric Acid Dimer Acids Azelaic Acid Chlorendic Acid Tetrabromophthalic Anhydride Tetrachlorophthalic Anhydride Maximum reactive unsaturation Flexibility, toughness Flexibility, toughness Flexibility, toughness Flame retardance, chemical resistance Flame retardance, chemical resistance Flame retardance, chemical resistance Kecepatan dari poliesterifikasi dapat ditingkatkan dengan berbagai macam cara, dimana cara yang paling efektif dan efisien adalah memindahkan air hasil produksi sampingan dari reaksi. Poliester tidak 13 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 jenuh direaksikan di bawah selimut gas inert untuk meminimalisasi degradasi yang disebebkan oleh oksidasi pada temperature reaksi. Gas inert juga dapat berinteraksi dengan lapisan dibawah permukaan reaksi (sparging) untuk meningkatkan area antar muka dari gas / cairan sehingga dapat menyebabkan perpindahan air dari reaksi. Meningkatkan sparge dari gas inert atau kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan area perpindahan massa, meningkatkan kecepatan pemindahan. Penggunaan vakum juga dapat meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara meningkatkan tekanan parsial dari air hasil reaksi sampingan. Kecepatan reaksi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan katalis. Diantara katalis yang digunakan adalah asam dari mineral seperti sulfuric, asam aryl sulfonic seperti asam p-touluene sulfonic, senyawa tin seperti dibutyl tin oxide dan titanates seperti tetrabutyl titanate. Sebagian besar katalis memiliki kekurangan, seperti menjadikan warna resin menjadi gelap, haze pada resin dan perlunya memindahkan endapan pada katalis pada saat reaksi telah selesai. Untuk poliester tidak jenuh, penggunaan senyawa tin seperti dibutyl tin oxide dan asam butyl stannoic merupakan katalis yang sampai saat paling baik dalam meningkatkan kecepatan dan juga mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Kemudian mempermudah proses pengerjaan lanjutan (molding) resin poliester dilarutkan dengan crosslingking monomer dengan penambahan inhibitor (hydroquinone) untuk mencegah crosslinkig. Kemudian larutan resin dapat juga ditambahkan additif seperti Chlorendic Anhydride untuk ketahanan terhadap panas. Asam isopthalic untuk ketahanan kimia juga neopentyl glycol untuk ketahanan terhadap perubahan cuaca [13]. 2.3.1.3 Mekanisme curing Secara umum inti dari mekanisme curing material termoset adalah bagaimana crosslink bisa terjadi. Reaksi crosslink pada poliester tidak jenuh diharapkan bisa terjadi saat resin telah dimasukkan dalam cetakan 14 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 atau telah berinteraksi dengan serat dalam material komposit. Pada aplikasinya curing (crosslinking) dapat terjadi pada temperatur tinggi (100 0 C) seperti pada proses pressure moulding atau pada temperatur ruang pada proses hand lay-up. (1) Keterangan : (2) a. Low molecular weight unsaturated polyester b. Reactive diluent (styrene) molecule c. Initiator (catalyst) molecule Gambar 2.8 Peristiwa curing pada resin Poliester (1) Sebelum curing, (2) sesudah curing [12] Agar curing dapat terjadi maka poliester tidak jenuh harus ditambahkan katalis. Untuk proses pada temperatur tinggi biasanya sering digunakan katalis Benzoil Peroksida, biasanya dalam bentuk pasta peroksida (<50%) yang terlarut pada larutan cair seperti dimetil phthalate. Waktu yang dibutuhkan pada proses curing dengan pressure moulding kurang dari lima menit. Sedang untuk proses pada temperatur ruang katalis yang sering digunakan adalah Metil Etil Keton Peroksida (MEKPo). Peroksida sebagai katalis digunakan pada proses curing temperatur ruang biasanya ditambahkan dengan senyawa kobalt seperti naphthenate, octoate atau larutan organik sabun (organic solvent-soluble soap) lainnya sebagai akselerator. MEKPo adalah campuran dari berbagai senyawa yang biasanya tersedia di dalam bentulk 60 % peroksida cair yang dicampurkan kedalam dimetil ptalat [11]. 15 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Penambahan katalis kemudian menghasilkan reaksi yang melibatkan radikal bebas dari katalis yang berikatan dengan hidrogen pada rantai polyester, sehingga menghasilkan rantai reaktif dan dapat terhubung dengan rantai lain sehingga terjadi crosslink. ROOR → 2 RO ⋅ 2 RO ⋅ + ~ CH 2CH 2 ~ → ~ CH 2C& H ~ +RO ⋅ → ~ CH 2 CH ~ 2 ~ CH 2 C& H ~ │ ~ CH 2 CH ~ Gambar 2.9 Reaksi crosslink antara katalis dengan rantai polyester[12] 2.3.2. Kemampuan panas dan oksidasi polyester Resin Poliester biasanya digunakan pada aplikasi temperature yang tinggi, terutama pada aplikasi elektrik dan ketahanan korosi. Pada temperatur diatas 150 0 C polymer mulai terdissosiai secara kimia, temperatur dimana hal ini terjadi tergantung dari komposisi dan struktur dari poliester yang digunakan. Tanpa menghiraukan komposisi, pada temperatur mendekati 300 0C, Poliester yang telah curing akan mengalami dekomposisi secara spontan. Material poliester isopthalic dengan berat molekul yang tinggi seperti PET (polyethylene terephthalic), bisa memiliki performa yang sangat baik dalam aplikasi thermal jika diformulasikan dengan baik (Gambar 2.10). Gambar 2.10 Stabilitas temperature dari glass-polyester composites pada 180 °C [9] 16 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Sementara itu low-styrene resin memiliki ketahanan thermal yang tidak baik, hal yang sama juga terjadi pada orthopthalic resin, karena termasuk ke dalam resin yang memiliki berat molekul kecil. Namun di sisi lain walaupun memiliki ketahanan termal yang buruk, resin orthoptalic, memiliki performa yang baik pada temperatur menengah hingga tinggi dan lebih sering dipilih dalam berbagai aplikasi karena memiliki cost yang rendah. Penggunaan flame retardance juga bisa di lakukan pada poliester tidak jenuh, dengan menggunakan halogenasi menengah pada saat reaksi. Halogen yang digunakan biasanya chlorine atau bromine. Bagian dari asam jenuh pada poliester tidak jenuh bisa digantikan dengan tetrabromophthalic anhydride (TBPA), tetrachlorophthalic anhydride (TCPA) atau chlorendic acid (CA) Gambar 2.11 Gambar molekul etrabromophthalic anhydride (TBPA), tetrachloro phthalic anhydride (TCPA) dan chlorendic acid (CA) [8] 2.3.3. Ketahanan kimia dan ketahanan terhadap sinar ultraviolet. Resin Poliester telah digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan ketahanan kimia selama puluhan tahun. Komponen yang dibuat dari Poliester tidak jenuh memiliki ketahanan korosi yang menjadi kekurangan dari banyak logam. Pada kondisi yang semakin polar, korosi akan semakin berkurang menyerang komponen yang terbuat dari poliester tidak jenuh karena sifatnya yang polar. Aplikasi tersebut seperti pada tangki anti korosi, pipa dan juga pada industri kertas dan pulp. Pemilihan resin ditentukan dari kondisi lingkungan dimana ia akan diaplikasikan. Tabel 2.4 menunjukan bagaimana empat kelas dari resin polyester bertahan pada beberapa kondisi yang korosif. Resin isophthalic memiliki kemampuan yang baik pada lingkungan yang lembab maupun lingkungan organik. Secara umum resin inilah yang paling ekonomis untuk dipilih. Sedangkan resin vinyl esters lebih sering digunakan pada lingkungan yang lebih agresif, sedangkan untuk kondisi lingkungan yang sangat asam dan mengandung banyak oksida digunakan resin Chlorendic, terutama pada 17 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 temperatur tinggi. Penggunaan serat gelas tidak meningkatkan ketahanan korosi dari resin polyester, justru pada beberapa kondisi akan menurunkan ketahanan korosi. Misalnya pada lingkungan yang mengandung asam hydrofluoric atau lingkungan yang sangat pekat (caustic) dimana yang diserang biasanya adalah glass. Pada kondisi ini atau kondisi lain penambahan carbon sebagai reinforced lebih menjadi pilihan [11]. Tabel 2.4 Tabel ketahanan korosif material Poliester [9] Resin 75% H2SO480 °C (175 °F) Isophthalic Chlorendic – + 15% NaOH 65 °C (150 °F) – – BPA fumarate – + – + – + Vinyl ester – – + – – + 5.25% NaOCl 65 °C (150 °F) Xylene Ambient Deionized water 100 °C (212 °F) Seawater 80°C (180 °F) – – + + – + – + Selain pada aplikasi di lingkungan korosif, resin poliester banyak juga digunakan pada aplikasi di luar ruangan, komponen poliester bisa bertahan selama lebih dari tiga puluh tahun berada di luar ruangan, walaupun terjadi perpudaran warna maupun penurunan kekuatan. Degradasi permukaan yang disebabkan radiasi matahari yang mengandung sinar ultra violet biasanya ditandai dengan perubahan warna kuning menjadi lebih gelap seperti terjadi erosi dan tegangan permukaan yang sangat tinggi terjadi. pada material yang bening, radiasi ultraviolet menyebabkan material komposit menguning secara keseluruhan, walaupun warna kuning lebih intens pada permukaan. Hal ini akan menyebabkan penampilan material yang menjadi kurang menarik namun yang lebih penting lagi kekuatan material tersebut menjadi menjadi berkurang. Efek negatif dari radiasi utra violet bisa dikurangi secara efektif dikurangi dengan penambahan UV stabilizers terhadap lapisan terluar dari resin. Selain itu monomer yang digunakan juga berpengaruh terhadap kestabilan terhadap UV. Penggunaan styrene dan monomer vinyl aromatik turunan lainnya lebih baik untuk mencegah degradasi yang diakibatkan oksidasi dan biasanua ditambahkan 18 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 dengan monomer yang lebih tahan terhadap degradasi oksidasi seperti monomer acrylate atau monomer methacrylate. Dari monomer jenis acrylate, methyl methacrylate (MMA) merupakan monomer yang paling terkenal. Saat MMA dikopolimerisasi dengan styrene, polyester yang telah curing, memiliki daya tahan, ketahanan warna dan ketahanan terhadap pengikisan fiber yang superior.[12] Peningkatan yang signifikan dalam ketahanan kimia dan ketahanan terhadap radiasi ultraviolet juga bisa dicapai dengan mensubtitusikan neopentyl glycol (NPG) pada propylene glycol seperti gambar berikut : Gambar 2.12 struktur kimia dari neopentyl glycol (NPG) [8] Neopentyl glycol mampu memberikan peningkatan yang signifikan baik pada orthopyhalic poliester maupun pada isophthalic poliester. Hal ini karena NPG memiliki struktur glikol primer yang lurus sehingga memberikan ruang yang lebih besar untuk struktur alkyd yang lurus. sehingga akan memecahkan permasalahan aklkyd – styrene incompatibility pada material polyester yang memiliki kandungan asam maleic yang tinggi sama seperti penambahan secara signifikan asam yang memiliki rantai lurus seperti adipic pada formulasi [8]. 2.3.4. Penggunaan poliester pada material komposit Resin poliester seperti yang telah dijelaskan diatas memilki banyak kelebihan sekaligus beberapa kelemahan, dalam aplikasi komposit resin poliester dalam hal ini poliester tidak jenuh, biasanya ditambahkan penguat (reinforced) berupa serat. Serat yang digunakan sebagai penguat adalah bisa berupa serat gelas, serat alam, serat carbon dan berbagai serat lainnya. Karena sifatnya yang polar, hampir semua jenis serat bisa dikombinasikan dengan resin poliester. Penambahan filler / fiber pada resin poliester dilakukan dengan berbagai macam alasan, namun secara umum penambahan fiber pada material komposit dengan matrik resin poliester bertujuan untuk : 1. Mengurangi Biaya dari proses moulding / pencetakan 19 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 2. Untuk memfasilitasi proses moulding / pencetakan 3. Untuk memberikan sifat – sifat mekanik tertentu pada material yang ingin dibuat Penambahan filler untuk material komposit ini bisa dilakukan dengan kuantitas yang bervariasi bahkan hingga 70% dari berat resin, walaupun penambahan persentase akan berakibat pada tensile strength dan flexural strength material komposit. Penambahan filler bisa juga dilakukan untuk meningkatkan ketahanan terhadap api dari laminate. Dalam melakukan fabrikasi menggunakan resin poliester, kita harus meyakinkan bahwa resin dan additif lainnya harus sudah tersebar secara merata sebelum katalis ditambahkan. dan dalam proses pengadukan jangan sampai ada udara yang terperangkap didalam larutan komposit. Karena udara itu kemudian akan menyebabkan sifat mekanik dari material komposit berkurang secara signifikan. kemudian pemberian katalis juga harus diperhatikan, terlalu banyak katalis akan mengakibatkan proses pengerasan terlalu cepat sedangkan jika terlalu sedikit komposit yang terbentuk akan under-cure. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika akan menggunakan resin poliester, yaitu : • • Shrinkage (penyusutan volume) yang relatif tinggi pada saat pengerasan • diamkan terlalu lama. Waktu pengerjaan yang terbatas, karena akan mengeras sendiri jika di Mengeluarkan emisi gas styrene dalam kadar yang tinggi, sehingga dapat membahayakan kesehatan. Dengan perlakuan yang tepat maka kekurangan – kekurangan yang terdapat pada resin poliester ini dapat dikurangai. Pada Tabel 2.5 di bawah ini diberikan karakteristik umum dari resin poliester. 20 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Tabel 2.5 Karakteristik Resin Poliester [15] 2. 4. SERAT ALAM Selain serat – serat sintetis seperti serat gelas, serat karbon, serat aramid dan sebagainya, perkembangan material komposit saat ini juga mulai menggunakan serat alam sebagai penguat. Serat – serat alam, seperti rami, serat kelapa, serat bamboo dan serat nanas kita ketahui sangat melimpah di sekitar kita, bahkan sampai disia – disiakan, di lain sisi, kita mengerahkan segala potensi kita baik dana maupun tenaga untuk memproduksi serat sintetis untuk memenuhi kebutuhan terhadap aplikasi material komposit. Dalam konteks ini, bagaimanapun, sebagian besar serat sintetis yang biasa digunakan pada material komposit tidak tersedia pada negara - negara berkembang, dan kalaupun tersedia biaya yang dibutuhkan sangat besar untuk sebagian besar orang. hal ini telah menstimulasi penelitian yang luas mengenai desain komposit yang diperkuat dengan serat alam, seperti bambu, kelapa, serat 21 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 tebu, kayu, rami bahkan serat pisang. Usaha yang besar dikerahkan untuk mengganti fiber sintetis yang merusak dengan serat alam alternatif yang tersedia dari hasil pertanian dan perkebunan atau dari sampah industri, yang memiliki sedikit sekali nilai ekonomi. [16] Selain memiliki keuntungan secara ekonomis dan pelestarian terhadap lingkungan, serat alam di lain sisi juga memiliki potensi yang besar karena ternyata dari beberapa penelitian serat alam memiliki kekuatan yang bisa disejajarkan dengan serat sintetis. Bahkan untuk material tertentu serat alam dapat mengungguli serat sintetis, seperti yang terlihat pada Tabel 2.6 dibawah ini. Tabel 2.6 Sifat Fisik dan Mekanik Serat Alam Dari Sayuran dan Polipropilen [16] 2.4.1 Serat Rami Walaupun tak sepenuhnya menggeser serat sintetis, pemanfaatan serat alam yang ramah lingkungan merupakan langkah bijak untuk menyelamatkan kelestarian lingkungan. Tanaman rami (Boehmeria Nivea) merupakan salah satu jenis tanaman serat (bast fiber) yang tumbuh subur di Indonesia, seperti di daerah Garut Jawa Barat dan Wonosobo Jawa Tengah [17]. 22 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Tanaman Rami yang sudah ada sejak jaman Jepang pada waktu Perang Dunia II, adalah tanaman tahunan yang berbentuk rumpun mudah tumbuh dan dikembangkan di daerah tropis, tahan terhadap penyakit dan hama, serta dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan. Tanaman Rami yang dikenal dengan nama latinnya Boehmeria nivea (L) Goud merupakan tanaman tahunan berbentuk rumpun yang dapat menghasilkan serat alam nabati dari pita (ribbons) pada kulit kayunya yang sangat keras dan mengkilap. Serat rami mempunyai sifat dan karakteristik serat kapas (cotton) yaitu sama-sama dipintal ataupun dicampur dengan serat yang lainnya untuk dijadikan bahan baku tekstil. Dalam hal tertentu serat rami mempunyai keunggulan dibanding serat-serat yang lain seperti kekuatan tarik, daya serap terhadap air, tahan terhadap kelembaban dan bakteri, tahan terhadap panas, lebih ringan dibanding serat sentetis dan ramah lingkungan (tidak mengotori lingkungan sehingga baik terhadap kesehatan). Pengembangan tanaman rami memiliki prospek sangat cerah, kebutuhan serat rami dunia 400.000 ton per tahun sampai saat ini kekurangan pasokan sebesar 300.000 ton per tahun, dengan total penawaran (produksi) 100.000 ton. Dari hasil penelitian, serat rami di Indonesia kualitasnya mampu bersaing dengan serat rami dari Cina, Brazil, Filipina, Taiwan, Korea, Komboja, Thailand dan Vietnam. Dengan demikian pengembangan tanaman ini memiliki prospek yang sangat cerah, karena sampai saat ini Indonesia merupakan potensi yang besar untuk menggerakkan ekonomi rakyat melalui perekonomian pedesaan, pendapatan petani dan komoditi ekspor non migas[18]. Hingga saat ini, mayoritas produk serat rami tersebut diekspor ke Jepang, seperti yang dilakukan oleh Koppontren Darussalam Garut. Produk serat rami juga digunakan sebagai bahan tekstil dan kertas. Menurut Eichhorn et. al. [18] produksi rami dunia telah mencapai 100.000 ton per tahun, lebih tinggi dari produksi serat abaca yang hanya mencapai 70.000 ton per tahun. Penggunaan serat rami sebagai penguat dalam material komposit memiliki banyak keuntungan, rami merupakan serat yang dapat diperbaharui (renewable resources), dapat digunakan pada berbagai macam kondisi, mudah terurai, mudah di padukan dengan berbagai material lain. Serat rami juga memiliki aspek rasio 23 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 yang tinggi, kekuatan yang baik dibandingkan dengan rasio beratnya, tidak memerlukan energi yang tinggi untuk mengolahnya dan memiliki sifat insulator yang baik. Beberapa mungkin menganggap sebagian sifat ini adalah kelemahan seperti mudah terurai dan mudah terbakar, tapi sifat ini juga berarti kita dapat memprediksi dan memprogram mekanisme pengolahan limbahnya dengan lebih mudah, yang tidak dapat didapat dengan mudah pada material lain. 2.4.2 Struktur kimia dan komposisi serat rami Komposisi kimia dari serat rami tidak selalu persis sama, karena seperti diketahui serat alam adalah material komposit yang di desain secara alami, tanpa ada campur tangan manusia secara langsung sehingga komposisi yang ada tidak bisa secara pasti ditentukan, namun kita bisa mengambil kisarannya (lihat Tabel 2.7). Gambar 2.13 Struktur Cellulose, Lignin dan Hemicellulose [25] Secara umum serat rami mengandung Hemicellulose dan lignin sebagai unsur dominan disamping selulosa (C5H10O5)yang menjadi unsur utama dalam setiap serat alam (Gambar 2.13). Masing – masing unsur pembentuk serat rami memberikan pengaruh terhadap sifat serat rami secara 24 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 keseluruhan, hemmicellulose memberikan pengaruh terhadap bio degradasi, penyerapan mikro dan degradasi termal, sedangkan lignin berfungsi sebagai penstabil suhu namun rentan terhadap degradasi ultra violet. Tabel 2.7 Komposisi kimia dari serat rami (jute) dan beberapa serat alam lainnya[24] 2.4.3 Pengolahan serat rami Untuk memperoleh serat yang menyerupai serat kapas membutuhkan proses yang agak panjang, kemudian dilakukan pemotongan guna menghasilkan serat pendek halus (seukuran dengan serat kapas) sehingga menghasilkan serat yang menyerupai serat kapas, proses yang dibuat sampai menyerupai serat kapas menyebabkan harga serat akan menjadi mahal, namun tidak masalah apabila rami disubstitusi dengan kapas atau serat polyester dapat lebih murah dan kualitas lebih baik. Pengolahan serat diperoleh setelah melalui mesin dan proses mekanisme serta proses bakterisasi/kimiawi sebagai berikut [18] : a. Proses Dekortikasi: Proses pemisahan serat dari batang tanaman, hasilnya serat kasar disebut “China Grass “. b. Proses Degumisasi: Proses pembersihan serat dari getah pectin, lignin wales dan lain-lain, hasilnya serat degum disebut “ Degummed Fiber “. c. Proses Softening: Proses pelepasan dan proses penghalusan baik secara kimiawi maupun mekanis agar serat rami tersebut dapat diproses untuk dijadikan seperti kapas. d. Proses Cutting dan Opening: Proses mekanisisasi untuk memotong serat dan membukanya agar serat tersebut menjadi serat individual untuk serat panjang disebut “Top Rami” dan untuk serat pendek disebut “Staple Fiber “. 25 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 2.4.4 Sifat Mekanik Serat rami Massa jenis dari serat rami adalah berkisar antara 1.5 – 1.6 gr/cm3 dengan kekuatan tarik serat rami berkisar antara 400 – 1050 MPa. Modulus elastisitas tarik dan regangannya adalah sekitar 61.5 GPa dan 3.6 %. Pada umumnya serat rami memiliki diameter sekitar 0.04 – 0.08 mm [20]. 2. 5. INTERFACE DAN INTERPHASE Gaya ikat (adhesi) antara matriks – penguat merupakan suatu variable yang perlu dioptimalkan untuk mendapatkan sifat dan performa terbaik dari suatu material komposit. Gaya ikat dari suatu interphase tidak hanya merupakan suatu interaksi fisik dan kimia antara matriks dan penguat, namun juga struktur dari matriks dan penguat di daerah dekat interface. 2.5.1 Interface Dalam komposit, penguat dan matriks menghasilkan kombinasi sifat mekanik yang berbeda dengan sifat dasar dari masing-masing matriks maupun penguat karena adanya interface antara kedua komponen tersebut. Interface antara matriks-penguat dalam pembuatan komposit sangat berpengaruh terhadap sifat akhir dari komposit yang terbentuk, baik sifat fisik maupun sifat mekanik. Pengertian dari interface yaitu daerah antar permukaan matriks dan penguat yang mengalami kontak dengan keduanya dengan membuat suatu ikatan antara keduanya untuk perpindahan beban.[21] Ikatan yang terjadi pada interface matriks – penguat terbentuk saat permukaan penguat telah terbasahi oleh matriks.[22] Interface yang ada pada komposit ini berfungsi sebagai penerus (transmitter) beban antara matriks dan penguat. Bila energi permukaan semakin kecil maka akan semakin mudah terjadi pembasahan. Hubungannya dengan kelarutan (adsorbsi) adalah, bila semakin besar adsorbsi maka energi permukaan akan semakin kecil. Adsorbsi merupakan reaksi permukaan yang tergantung pada konsentrasi dan temperatur. 2.5.2 Interphase Hubungan daya ikat antara matriks – penguat terhadap sifat mekanis komposit sangatlah erat, karena apabila daya ikat antara matrik – penguat baik maka dapat meningkatkan sifat mekanis dan performa dari komposit. Interface 26 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 matriks – penguat merupakan suatu batas dua dimensi, sementara interphase matriks – penguat merupakan batas tiga dimensi. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 2.3, yang menunjukkan banyaknya karakteristik yang berbeda dari masing-masing daerah yang ada. Gambar 2.14 Diagram skematis dari interphase matriks – penguat (fiber) dan beberapa faktor yang berkonstribusi terhadap pembentukannya.[9] Dari Gambar 2.14, interphase hadir dari beberapa titik di dalam penguat (fiber) dimana sifat lokal yang ada mulai berubah dari sifat bulk penguat, melalui interface matriks – penguat, dan menjadi matriks dimana sifat lokal kembali sama dengan sifat bulk. Dalam daerah ini, berbagai jenis komponen yang pengaruhnya diketahui maupun yang tidak diketahui terhadap interphase dapat diidentifikasi. Sebagai contoh, penguat memiliki berbagai macam bentuk di dekat permukaan penguat, yang tidak terdapat di bulk penguat. Luas permukaan penguat dapat jauh lebih besar dibandingkan nilai geometrisnya, karena adanya poros, pitting, ataupun retak di permukaannya. Komposisi atomik dan molekular dari permukaan penguat sangat berbeda dengan komposisi yang terdapat di dalam bulk. Ketika matriks dan permukaan penguat bersentuhan, ikatan kimia dan fisika dapat terbentuk pada interface. Gugus kimia permukaan penguat dapat 27 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 bereaksi dengan gugus kimia yang ada pada matriks, yang dapat membentuk ikatan kimia; gaya tarik Van der Wals, ikatan hidrogen, dan ikatan elektrostatik. Jenis dan banyaknya dari masing-masing ikatan yang ada tersebut secara kuat mempengaruhi daya ikat antara matriks – penguat. Sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh penguat dapat merubah bentuk lokal dari matriks di dalam daerah interphase. Komponen matriks yang tidak bereaksi serta pengotor yang ada dapat terdifusi ke dalam daerah interphase, yang dapat merubah struktur lokal dan/atau dapat pula mengganggu kontak antara matriks – penguat atau dapat pula menghasilkan material dengan sifat mekanis yang kurang baik. Masing-masing dari fenomena tersebut dapat berbeda-beda besarnya dan dapat terjadi secara bersamaan di dalam daerah interphase. Bergantung pada sistem material, yaitu interphase itu sendiri yang dapat tersusun oleh beberapa komponen atau seluruh komponen tersebut dan dapat meningkatkan ketebalan dari beberapa nanometer hingga ratusan nanometer. Pada pembuatan komposit interphase selalu terbentuk, struktur yang ada pada daerah ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap performa dari komposit terutama dalam hal kekuatan mekanisnya dan ketahanan kimia dan termal. Oleh karena itu komposisi dan sifat yang tepat dari daerah tersebut harus benar-benar diperhatikan. 2. 6 PENGARUH KONSENTRASI DAN ARAH SERAT Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit adalah perbandingan matrik dan penguat/serat. Perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume serat (Vf) atau fraksi berat serat (Wf). Namun, formulasi kekuatan komposit lebih banyak menggunakan fraksi volume serat. Fraksi volume serat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut[17]: Keterangan : Mc − M f ⎤ ⎡ ⎢Vc − ⎥ QM ⎦ vf = ⎣ (2.1) Vc QM : Densitas matriks (gram/ml) 28 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Jika selama proses pembuatan komposit diketahui massa serat dan matrik, serta density serat dan matrik, maka fraksi volume dan fraksi massa serat dapat dihitung dengan persamaan (2.2): wf vf = wf wf = ρf ρf + wM (2.2) ρM ρ fVf ρ f V f + ρ M VM (2.3) Fraksi massa serat pada persamaan 2.3 dapat disederhanakan menjadi : wf = Wf (2.4) Wc Keterangan (Persamaan 2.1- 2.4) : Vc , Vf , VM : Volume komposit, fiber dan Matriks, (ml). Mc , Mf , MM : Berat Komposit, fiber dan matriks (gram) vc , vf , vM : Fraksi volume komposit, fiber dan matriks (%) wc , wf , wM : Fraksi berat komposit, fiber dan matriks (%). ρ c , ρ f , ρ M : Massa jenis komposit, fiber dan matriks (gram/ml) Analisis kekuatan komposit biasanya dilakukan dengan mengasumsikan ikatan serat dan matrik sempurna. Pergeseran antara serat dan matriks dianggap tidak ada dan deformasi serat sama dengan deformasi matrik. Kekuatan tekan dapat dihitung dengan persamaan[2]: σ= Keterangan P A (2.5) σ : Tegangan (MPa) A : Luas Penampang (mm2) P : Gaya Tekan (Newton) Regangan dapat dihitung dengan persamaan: ε= li − l 0 Δl = l0 l0 (2.6) 29 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008 Keterangan ε : Regangan (mm/mm) lo : Panjang awal (mm) Δl : Pertambahan panjang (mm) li : Deformasi (mm) Berdasarkan kurva uji, modulus elastisitas dapat dihitung dengan persamaan berikut: E= Δσ Δε (2.7) Berdasarkan the hukum pencampuran (Rule of Mixture), kekuatan dan modulus tekan komposit berpenguat serat tidak kontinyu dan tidak beraturan dapat dihitung dengan persamaan[2]: σ C = σ f v f + σ m vm (2.8) Ec = K Ef Vf + Em Vm (2.9) Keterangan : E : Modulus Elastisitas (MPa) σm : Tegangan Fiber (MPa) σf Δσ : Selisih Tegangan (MPa) Δε : Selisih regangan (mm/mm) : Tegangan Matriks (MPa) 30 Pengaruh konsentrasi serat..., Amar Bramantyo, FT UI, 2008