TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN
SESI 11
TAX PLANNING ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DISUSUN OLEH:
IKA ARDIANNI 14/375317/EE/06880
IKA KURNIA INDRIANI 14/375318/EE/06881
RINI ANGGRAENI 14/375368/EE/06930
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
LATARBELAKANG
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn), dasar hukum PPN dan PPnBM adalah UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No.11 tahun 1994 diubah lagi dengan UU No.18 ta tahun 2000 dan UU PPN dan PPnBM yang terbaru adalah UU No.42 tahun 2009.
PPN telah dipungut pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi, pemungutan pada setiap tingkat ini tidak menimbulkan efek ganda (casscade effect) karena adanya umur kredit pajak. Penggunaan metode perhitungan PPN dengan menggunakan Credit Method, pada Credit Method harus mencari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan.
Jumlah kewajiban PPN lebih bayar dapat ditekan dengan cara legal yaitu menggunakan strategi di bidang perpajakan atau yang lebih dikenal perencanaan pajak (tax planning). Diluar negeri terutama Amerika Serikat , strategi ini sudah cukup dikenal dan hampir semua perusahaan melakukannya. Cara ini cukup efektif dalam rangka melakukan efisiensi dan penghematan namun demikian ada sebagian orang berpendapat bahwa tindakan tax planning bertentangan dengan moral karena didalamnya penuh dengan trik-trik (siasat) yang digunakan lebih banyak yang mengarah pada pengelakkan pajak dan pada prinsipnya jelas hal ini akan mengurangi pendapatan negara dari pajak yang dapat menganggu fiskal negara dan merugikan penerimaan negara.
Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen pajak yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen pajak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus diperhatikan ialah tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan didukung dengan bukti-bukti yang kuat.
DASAR PENGGENAAN PAJAK (DPP) PPN
Dasar Penggenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung PPN. Dasaar Penggenaan Pajak terdiri atas harga jual, nilai penggantian, nilai ekspor, nilai impor, dan nilai lai sebagai Dasar Penggenaan Pajak Resmi (2013 : 25 – 26).
Harga Jual
Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Harga jual merupakan DPP untuk penyerahan BKP. Harga jual diperoleh dengan menjumlahkan harga pembelian bahan baku, bahan pembantu, alat-alat pelengkap lainnya ditambah dengan biaya-biaya seperti serta laba yang diharapkan. Teramasuk biaya dalam harga jual adalah biaya pengangkutan, biaya pengiriman, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya garansi, biaya bantuan tehnik, biaya pemasangan dan instalansi, dan biaya lain-lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan sampai dengan penyerahan BKP. Apabila PKP selain menerbitka Faktur Pajak juga harus tercantum sebagai potongan harga diskon dalam Faktur Penjualan.
Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Nilai penggantian merupakan nilai taksiran biaya untuk mengganti biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan profesi, keterampilan, dan kegiatan pelayanan dalam arti ”jasa”tersebut. Jika harga jual atau nilai penggantian menggunakan unag asing, maka harus dikonversi kedalam mata uang rupiah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai kurs yang berlaku pada saat ini.
Nilai Impor
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN.
Penentuan nilai impor BKP didasarkan pada undang-undang Pabaean yang menggunakan Dasar Penggenaan Bea Masuk, yaitu cost (harga faktur), insurance (biaya asuransi antar-Daerah Pabean), dan freight (ongkos angkut atau pengapalan antar-Daerah Pabaen).
Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lain yang Sah
Nilai Ekspor
Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta olek eksportir. Nilai ekspor tercantum dalam dokumen tertentu yang dapat dijadikan sebagai Faktur Pajak ekspor, yaitu Pemberitahuan Ekspor barang (PEB), yang tidak di fiat muat oleh Dirjen Bea dan Cukai. Berapapun nilai ekspor yang tercantum dalam dokumen ekspor (PEB), tidak ada perhitungan PPN karena tarif PPN untuk barang ekspor adalah 0% (nol persen). Dengan tari 0% (nol persen) makaPKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) PPN dalam rangka ekspor BKP.
Nilai Lain Sebagai Dasar Penggenaan Pajak
Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai dasar penggenaan pajak. Nilai lain tersebut antara lain :
Untuk pemakaian sendidri BKP atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.
Untuk pemberian cuma – cuma BKP atau JKP adalah harga jual atau penggantia setelah dikurangi laba.
Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata.
Upaya-upaya efisiensi pada PPN
Memilih Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) Atau Non-PKP Pada Pengusaha Kecil.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud sebagai Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Dengan kata lain, sebagai pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Pemilihan sebagai PKP atau tidak, dapat dilihat melalui transaksi yang ia lakukan.
Contoh:
Apabila sebagai PKP, dalam membeli bahan baku merupakan objek PM dan pada saat menjual Barang Kena Pajak (BKP) merupakan objek PK. Sedangkan apabila sebagai Non PKP membeli bahan baku, bukan merupakan objek PM. Begitu pula dalam menjual BKP bukan merupakan objek PK.
Apabila suatu perusahaan non PKP membeli BKP dari PKP, hal tersebut merupakan objek PM yang dapat dikreditkan pada SPT PPh Badannya. Sedangkan pada saat menjual BKP tersebut kepada pengusaha yang juga non PKP bukan merupakan objek PK.
Apabila dalam kondisi laba perusahaan besar sebaiknya non PKP. Karena Pmnya dapat dikreditkan yang mengakibatkan PPh Badannya kecil.
Apabila dalam kondisi laba perusahaan kecil sebaiknya menjadi PKP.
Perusahaan yang non PKP mempertahankan peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,-.
Mendahulukan penerbitan performa invoice sebelum menerbitkan invoice.
Porforma invoice merupakan faktur ringkasan atau perkiraan yang dikirim oleh penjual kepada pembeli (biasanya perusahaan jasa) sebelum pengiriman atau pengiriman barang. Mengenai catatan jenis dan jumlah barang, nilai, dan informasi penting lainnya seperti beban berat dan transportasi. Faktur proforma biasanya digunakan sebagai faktur awal dengan kutipan, atau untuk keperluan pabean dalam importasi. Mereka berbeda dari faktur normal tidak digunakan untuk permintaan atau permintaan untuk membayar.
Dalam hal efisiensi PPN dalam penerbitan performa invoice diperhatikan terlebih dahulu kapan terhutang PPN. Dalam UU No.42 tahun 2009 dikatakan bahwa terhutangnya PPN saat pemanfaatan jasa kena pajak. Namun dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan maka saat terutang pajakialah saat pembayaran. Penerbitan performa invoice penting dilakukan karena sering terjadi invoice sudah keluar namun belum dilakukan pembayaran.
Melakukan Pengelolaan Faktur Pajak Dengan Baik
Agar pengelolaan faktur pajak dilakukan dengan baik maka diperlukan koordinasi bagian pajak dengan bagian-bagian lain yang terkait dengan penerbitan dan penerimaan faktur pajak. Pengelolaan faktur pajak dapat dilakukan dengan cara memastikan atau menjaga Faktur Pajak tidak cacat. Jika melakukan pembelian barang atau pemakaian jasa maka terdapat Pajak Masukan, sehingga menerima Faktur Pajak. Faktur Pajak yang diterima tersebut harus diteliti, apabila cacat maka faktur pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan cara apabila menerima faktur pajak yang cacat, sesegera mungkin untuk dikembalikan agar dapat diganti dengan faktur pajak yang tidak cacat.
Dalam hal melakukan penjualan barang atau pemberian jasa maka terdapat Pajak Keluaran, sehingga menerbitkan Faktur Paja. Faktur Pajak yang diterbitkan harus dihindari dari kecacatan karena apabila cacat maka dikenakan sanksi sebesar 2% dari DPP. Untuk mengatasi hal apabila menerbitkan faktur pajak yang cacat, sesegera mungkin untuk menerbitkan faktur pajak pengganti. Karenanya untuk menghindari hal tesebut harus dilakukan koordinasi dengan divisidivisi yang terkait dalam perusahaan, diantaranya adalah dengan divisi pembelian dan penjualan. Bentuk koordinasinya ialah dengan menginformasikan apa saja yang harus dimuat dalam faktur pajak, antara lain:
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal pembeli BKP atau pengguna JKP diketahui FP yang telah diterima dari pihak lain ternyata cacat segera dikembalikan kepada pihak pemberi FP. Sedangkan dalam hal penjual BKP atau pemberi JKP ternyata telah menerbitkan FP cacat apabila belum dilaporkan segera melakukan penggantian FP.
Mengajukan permohonan sentralisasi PPN dalam hal perusahaan memiliki banyak cabang.
Hal yang dapat dilakukan apabila sebuah perusahaan memiliki banyak cabang ialah:
Mengajukan sentralisasi PPN
Apabila sentralisasi PPN telah dilakukan, maka pastikan di cabang-cabang tidak melakukan transaksi penjualan yang menerbitkan invoice. Sehingga seolah-olah hanya sebagai gudang (conventional).
Penanganan pengajuan restitusi PPN dengan baik.
Dalam pengajuan restitusi PPN, beberapa hal yang harus diperhatikan :
Penyerahan dokumen selambat lambatnya 1 bulan setelah pengajuan restitusi yakinkan semua dokumen terkait lengkap,selebihnya tidak diperhitungkan dan tidak dapat diajukan restitusi lagi.
Pengecekan Faktur Pajak
Pastikan kembali Faktur Pajak Masukan atau Faktur Pajak Keluaran tidak cacat (lakukan tax review).
Yakinkan bahwa lawan transaksi telah membayarkan PPN yang dipungut.
Dalam hal ini diperlukan konfirmasi kepada pihak lawan transaksi dengan cara meminta fotocopy SSP dan SPM terkait transaksi yang diajukan restitusi. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi tanggung renteng.
Sebelum mengajukan restitusi PPN, lakukan tax review dan tax review idealnya dilakukan setiap bulan masa pajak yang bersangkutan.
Mengupayakan agar PM dan PK terjadi pada masa yang sama.
Contoh:
2 April 28 April
Beli bahan baku Jual BKP
PM = 10% x 200 juta PK = 10% x 200 juta
20 juta 20 juta
Produksi
Biasanya perusahaan industri, sehingga dapat langsung offset dan uang tidak keluar
Memanfaatkan fasilitas-fasilitas PPN.
Pemanfaatan fasilitas PPN dikawasan berikat dan di luar kawasan berikat :
Kawasan Berikat
Luar Kawasan Berikat
Beli Bahan Baku Impor Produksi
Ekspor Barang Jadi
Dalam pembelian bahan baku, mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut.
PM = tidak dipungut
PK = 0
Maka tidak ada cash flow dalam transaksi
Beli Bahan Baku Impor Produksi
Ekspor Barang Jadi
Dalam pembelian bahan baku terdapat
Pajak Masukan.
Misal pembelian bahan baku sebesar 100,
maka terdapat PM 10.
PM = 10
PK = 0
Sehingga PM > PK
Lebih bayar 10
Atas lebih bayar tersebut dapat dilakukan
restitusi.
Dari segi non-pajak yang harus diperhitungkan:
Akses: Akses jalan yang mudah ditempuh untuk sampai ke Batam/Cengkareng
Buruh/Pekerja: Upah buruh yang lebih rendah Batam atau Cengkareng
Perizinan Usaha: Perizinan yang akan dilakukan lebih mudah di Batam atau Cengkareng.
Syarat melakukan manajemen PPN adalah :
Tidak melanggar Peraturan yang berlaku baik Peraturan Pajak maupun Peraturan lain
Secara bisnis reasonable, dapat diperhitungkan keuntungan dan kerugiannya
Didukung oleh bukti – bukti yang kuat dan diakui oleh pihak lain
Selain itu dalam melakukan manajemen PPN maka harus mengetahui :
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuataan faktur pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak
Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek dan subjek PPN dan atau PPnBM
Berbagai sanksi/denda terkait dengan PPn dan/ atau PPn Bm
Pemanfaatan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM
Penjelasan
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Jika telah dikukuhkan sebgai pengusaha kena pajak maka harus melaporkan usahanya tersebut. maka dari itu harus pula diketahui tentang:
Kapan harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP?
Yaitu WP yang sudah memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP/JKP.
Kemana harus melapor?
Ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha di lakukan.
Apa resikonya jika tidak melakukan kewajiban tersebut?
Direktorat Jendral Pajak (DJP) dapat mengukuhkan PKP secara jabatan apabila PKP tidak melaksanankan kewajiban pelaporan tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuatan faktur pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak.
Saat pembuatan faktur pajak :
Pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya--- dibuat pada saat penerimaan pembayaran; atau
Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BBKP/JKP; atau
Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau
Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN
Syarat Faktur Pajak (FP) standar, karena merupakan sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Paling sedikit FP memuat:
Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
Nama, alamat, NPWP yang menerima BKP/JKP
Jenis barang/jasa, harga jual/ penggantian, dan potongan harga
PPN yang dipungut
PPnBM yang dipungut
Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP
Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangai FP
Tax planning atas FP:
Perhatikan syarat sah-nya FP standar agar dapat dikreditkan
Terbitkan FP selama mungkin (dalam kurun waktu yang diperbolehkan)
Perketat term of payment untuk mencegah wp nalangin PPN pembeli
Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek PPN dan atau PPnBM
Identifikasi item mana yang :
Terutang PPN
Terutang tapi tidak dipungut PPN
Tidak dikenakan PPN
Dibebaskan dari PPN
Rekonsiliasi omzet PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPH Badan
Laporkan Faktur Pajak sesuai masanya
Mengetahui dengan jelas apa saja sanksi/ denda terkait dengan PPN dan atau PPnBM, sebagai berikut:
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat FP, atau
Pengusaha yang telah dikukuhakan sebagai PKP, membuat FP, tetapi tidak tepat waktu.
Pengusaha kena pajak melaporkan FP tidak sesuai dengan penerbitan FP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi FP secara lengkap, selain:
Identitas pembeli atau identitas pembeli serta nama dan tandatangan dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran. Terhadap hal-hal tersebut diatas akan dikenakan sanksi 2% x DPP
Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan (PM)
Sanksi : 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal peneribatan surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Memanfaatkan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM
Fasilitas ppn terhutang tidak dipungut
Kawasan berikat
KAPET
EPTE
Fasilitas PPN dibebaskan;
Impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis (PP no. 7 tahun 2007).
REFERENSI
Christine, SE.Ak.,M.Int.Tax. Manajemen Pajak Atas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. http://www.slideshare.net. Diunduh : tanggal 10 Mei 2015, 16.15 WIB.
John E Karayan , Charles S Swenson dan Joseph W Neff. Strategic Corporate Tax Planning, New Jersey: John willey & Sons Inc; 2002.
Kumar, Kaushal A ,Direct Tax Planning and Management Newdelhi: Atlantic ;5th edition, 2006.
Resmi, Siti, Perpajakan Teori dan Kasus; Edisi Enam: Jakarta, 2013.
Rusjdi, Muhammad, KUP Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Jakarta. Indeks, 2004