Academia.eduAcademia.edu

Manajemen Pemerintahan

2020

Manajemen pemerintahan merupakan faktor utama dalam suatu administrasi publik. Mengapa dikatakan demikian? Ramto (1997) mengemukakan bahwa hal tersebut karena manajemen pemerintahan dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan, baik dengan sarana dan prasarana yang ada, organisasi sumber dana, maupun sumber daya yang tersedia. Dengan kata lain, manajemen pemerintahan adalah sebuah upaya di dalam suatu organisasi. Upaya inilah yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan pemerintah yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan warga negara dan masyarakatnya. Oleh karena hal itu, hadirnya buku ini menjadi sebuah usaha penting untuk membahas semua hal yang berkaitan dengan manajemen pemerintahan.

MANAJEMEN PEMERINTAHAN Dian Cita Sari Robert Tua Siregar Marto Silalahi Marisi Butarbutar Hery Pandapotan Silitonga Heldy Vanni Alam Ali Zaenal Abidin Falimu Abdul Rahmat IP.013.04.2020 Manajemen Pemerintahan Dian Cita Sari, Robert Tua Siregar, Marto Silalahi, Marisi Butarbutar Hery Pandapotan Silitonga, Heldy Vanni Alam, Ali Zaenal Abidin Falimu, Abdul Rahmat Pertama kali diterbitkan April 2020 Oleh Ideas Publishing Alamat: Jalan Prof. Dr. Ir. Joesoef Dalie No. 110 Kota Gorontalo Surel: [email protected] Anggota IKAPI,No. 0001/ikapi/gtlo/II/14 ISBN: 978-623-234-049-7 Penyunting: Prof. Dr. Abdul Rahmat., M.Pd.I. Penata letak: Sintiya N. Gude Desain sampul: Tim kreatif Ideas Hak cipta dilindung iundang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian Atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit ii Daftar Isi Halaman Judul .................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................. iii Prakata ................................................................................................. v TEORI DAN KONSEP MANAJEMEN PEMERINTAHAN Dian Cita Sari ........................................................................................ 1 PERUBAHAN DAN PEMBANGUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN Robert Tua Siregar ................................................................................ 29 MANAJEMEN PEMERINTAHAN BERBASIS SUMBER DAYA MANUSIA Marto Silalahi ........................................................................................ 47 KOMUNIKASI PEMERINTAHAN Marisi Butarbutar .................................................................................. 63 AKUNTABILITAS KEGIATAN PEMERINTAH Hery Pandapotan Silitonga .................................................................... 75 MANAJEMEN KARIER & PERENCANAAN KARIER Heldy Vanni Alam ................................................................................ 95 PENDIDIKAN MEMBANGUN SUMBER DAYA MANUSIA UNGGUL Ali Zaenal Abidin .................................................................................. 107 KOMUNIKASI PEMERINTAHAN Falimu................................................................................................................................ 119 THE NEW PUBLIK MANAGEMENT DAN THE NEW PUBLIK SERVICE ERA REFOLUSI INDUSTRI 4.0 Abdul Rahmat ....................................................................................... 133 iii iv Prakata Pembuka kata terbaik untuk mengawali buku ini tidak lain adalah ucapan syukur sedalam-dalamnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Berkat izin, rahmat, dan kuasa-Nya, penyusunan buku Manajemen Pemerintahan dapat tersaji di hadapan pembaca. Alhamdulillah buku ini merupakan karya yang ke sekian kalinya dalam rentetan usaha dan niat baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Manajemen pemerintahan merupakan faktor utama dalam suatu administrasi publik. Mengapa dikatakan demikian? Ramto (1997) mengemukakan bahwa hal tersebut karena manajemen pemerintahan dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan, baik dengan sarana dan prasarana yang ada, organisasi sumber dana, maupun sumber daya yang tersedia. Dengan kata lain, manajemen pemerintahan adalah sebuah upaya di dalam suatu organisasi. Upaya inilah yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan pemerintah yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan warga negara dan masyarakatnya. Oleh karena hal itu, hadirnya buku ini menjadi sebuah usaha penting untuk membahas semua hal yang berkaitan dengan manajemen pemerintahan. Buku ini berisi sembilan tulisan dari sembilan penulis tentang manajemen pemerintahan. Disajikan dengan menarik dengan harapan dapat menambah wawasan bagi pembaca di manapun berada, termasuk mahasiswa, masyarakat, maupun kepada mereka yang terlibat aktif di dalam manajemen pemerintahan. Tidak ada buku yang sempurna. Sebuah kekurangan tidak pernah luput dari segala hal. Oleh karena itu, penyusun sangat membuka hati untuk menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan buku ini di masa mendatang. Akhirnya, ucapan terima kasih tentu tidak bisa luput begitu saja. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga usaha yang telah kita lakukan dapat beroleh berkah. Gorontalo, April 2020 Penyusun v vi 1 Teori dan Konsep Manajemen Pemerintahan Dian Cita Sari Universitas Abdurrab Riau, Pekanbaru [email protected] PENDAHULUAN Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan diperlukan untuk menggerakkan berbagai aktivitas pemerintahan, baik penyelenggaraan pemerintahan dalam arti luas yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun penyelenggaraan pemerintahan dalam arti sempit yang dijalankan oleh eksekutif. Pemerintah dan pemerintahan ke dalam arti luas dan arti sempit, yaitu: Pemerintah dalam arti luas menunjuk kepada aparatur negara, alat-alat perlengkapan negara seluruhnya sebagai kesatuan yang melaksanakan seluruh tugas dan kekuasaan negara atau pemerintahan dalam arti luas. Sedangkan, pemerintah dalam arti sempit menunjuk kepada aparat, organ atau alat perlengkapan negara yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan dalam arti luas, yaitu segala aktivitas tugas atau kewenangan atau kekuasaan negara. Jika mengikuti pembidangan Montesquieu, pemerintahan dalam arti luas, meliputi bidang-bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintah merupakan organisasi atau alat organisasi yang menjalankan tugas dan fungsi. Sedangkan, pemerintahan merupakan fungsi dari pemerintah. Pemerintah dalam definisi terbaiknya adalah lembaga negara terorganisasi yang menunjukkan dan menjalankan 1 wewenang atau kekuasaannya. Pendapat tersebut menjelaskan tentang kekuasaan dalam pemerintahan sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintahan tanpa kekuasaan tidak mungkin akan dapat berjalan. Konsep atau definisi pemerintah diidentifikasi dalam beberapa pengertian sebagaimana dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha (2003) berikut ini. 1. Badan publik, yaitu semua badan yang bertanggung jawab dalam sebagian atau seluruh rute providing suatu jasa atau layanan melalui otorisasi atau privatisasi. 2. Pemerintah dalam arti terluas adalah semua lembaga negara, seperti diatur dalam UU (konstitusi) suatu negara. 3. Pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga negara yang oleh konstitusi negara yang bersangkutan disebut sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Hal ini terdapat misalnya, di Indonesia di bawah UUD 1945; kekuasaan pemerintahan, meliputi fungsi legislatif dan fungsi eksekutif. Bahkan kepada presiden dilimpahkan “concentration of power and responsibility”. 4. Pemerintah dalam arti sempit, yaitu lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif. 5. Pemerintah dalam arti tersempit, yaitu lembaga negara yang memegang fungsi birokrasi. Birokrasi adalah aparat pemerintah yang diangkat atau ditunjuk dan bukan yang dipilih atau terpilih melalui pemilihan oleh lembaga perwakilan. Birokrasi dapat dianggap setara dengan, tetapi lebih luas daripada “pabrik” pada perusahaan. 6. Pemerintah dalam arti pelayan, diambil dari konsep civil servant . Di sini pemerintah dianggap sebagai sebuah warung (toko) dan pemerintah adalah pelayan yang melayani pelanggan (pembeli). 7. Pemerintah dalam konsep pemerintah pusat, yaitu pengguna kekuasaan negara pada tingkat pusat (tertinggi); pada umumnya dihadapkan pada konsep pemerintah daerah. 8. Pemerintah dalam konsep pemerintah daerah. Berbeda dengan pemerintah pusat yang dianggap mewakili negara, pemerintah 2 daerah dianggap mewakili masyarakat karena daerah adalah masyarakat hukum yang tertentu batas-batasnya. 9. Pemerintah dalam konsep pemerintah wilayah. Pemerintah dalam arti ini dikenal dalam negara yang menggunakan asas dekonsentrasi dan desentralisasi, contohnya Indonesia di bawah UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Kekuasaan (urusan) pusat di daerah dikelola oleh pemerintah wilayah. 10. Pemerintah dalam konsep pemerintahan dalam negeri. Konsep ini berasal dari tradisi pemerintahan Belanda (binnenlandsbestuur, BB, pamong praja). 11. Pemerintah dalam konteks ilmu pemerintahan adalah semua lembaga yang dianggap mampu (normatif) atau secara empirik memproses jasa publik dan layanan civil. PEMBAHASAN Menurut Taliziduhu Ndraha, teori pemerintahan dibagi dalam 4 sudut pandang. Pertama, pemerintah dapat dianggap sebagai sesuatu yang given, ditakdirkan hadir di mana-mana: bagian integral setiap sistem. Kedua, pemerintahan terbentuk secara evolusioner sebagai produk penyesuaian diri manusia dengan perubahan lingkungan hidupnya agar ia tetap survive. Ketiga, pemerintah terbentuk melalui revolusi, penaklukan atau pernyataan. Keempat, pemerintah dapat juga dianggap sebagai produk yang sengaja dibentuk berdasarkan kesepakatan warga masyarakat sebagai alat (input) untuk mencapai misi tertentu. Misal, Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Sama seperti sebuah organisasi, pada mulanya semua fungsi berada pada sebuah organisasi yang disebut bangsa. Lalu, besoknya diumumkan pembentukan UUD sebagai dasar pembentukan pemerintahan negara. Walaupun UUD mengenal dua macam kekuasaan, yaitu kekuasaan pemerintahan negara (Bab 3, pasal 4 dan 5) dan kekuasaan kehakiman (Bab 9), dalam penjelasan UUD dinyatakan bahwa kekuasaan dan tanggung jawab negara terkonsentrasi di tangan presiden: concentration of power and responsibility upon the presiden. 3 Hal di atas memiliki banyak persamaan dengan sebuah perusahaan. Pada periode kehidupan awal sebuah perusahaan, yaitu sejak berdiri sampai tercapai BEP (Break Even Point), tujuan perusahaan adalah survive menuju BEP. Semuanya serba apa adanya: rekruitmen, seleksi, gaji, fasilitas, dan sebagainya. Tidak menjadi persoalan, pendapatan belum ada. Pendiri perusahaan merangkap sebagai pemilik, pengurus juga pelaksana. Manajemen ditandai dengan sistem bos, tetapi tidak boleh terus- menerus demikian. Secara bertahap seleksi personil harus dilakukan, standardisasi input, proses, output dan outcome harus ditetapkan, efektivitas dan efisiensi ditegakkan. Untuk menegakkan efisiensi, spesialisasi ditempuh. Dengan demikian, keahlian dan profesionalisme semakin diperlukan. Modal harus dibentuk dan pasar dibuka. Pada tahap perkembangan tertentu, perusahaan go public. Bos, pendiri, penguasa organisasi harus menspesialisasikan dan mendiferensiasikan dirinya, bukan saja demi efisiensi, tetapi juga untuk meringankan bebannya (steering rather than rowing) agar ia bisa merintis frontier baru, memusatkan perhatian pada perubahan lingkungan dan lebih dari itu untuk menegakkan keadilan. Satu per satu kewenangan yang selama itu dipegangnya diserahkan kepada orang lain. Muncul fungsi-fungsi baru dan lembaga-lembaga baru. Dewan komisaris (BOC/Board of Commissioner) dan Direktur (BOD/Board of Directors). Fungsi korporat dibedakan dengan fungsi bisnis. Line produksi diberi otonomi dan fungsi korporat diperkuat. Seiring dengan itu, lembaga pemerintah secara bertahap mengalami diferensiasi dan spesialisasi, bergeser dari pemerintah dalam arti totaliter (terluas) ke pemerintah dalam arti luas (Pasal 4 dan 5 UUD) menuju pemerintah dalam arti sempit, yaitu eksekutif saja. Dalam negara yang menganut paham pemerintah arti luas, untuk menciptakan keadilan, kekuasaan yudikatif dibedakan dengan, dibagi menjadi, kemudian dipisahkan dari kekuasaan eksekutif–legislatif. Sedangkan dalam negara yang menganut paham kekuasaan dalam arti sempit, guna menciptakan keseimbangan (balance of power) dan saling mengecek (check and balance), kekuasaan legislatif dibedakan dengan, dan kemudian dipisahkan dari kekuasaan eksekutif (trias 4 politica). Berkaitan dengan hal di atas, Taliziduhu Ndraha (2003) memberikan contoh kasus pada negara Indonesia. Ketika pemerintahan negara Indonesia berdiri, lembaga (organisasi) nyalah yang terbentuk sehingga timbul anggapan bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh lembaga yang disebut pemerintah itulah pemerintahan yang legal dan legitimate, dan apa pun hasilnya itulah produk pemerintahan. Logika atau model ini juga digunakan dalam analisis kepemimpinan. Mula-mula diidentifikasi siapa atau lembaga mana yang secara formal disebut pemimpin dan aktivitasnya itulah kepemimpinan. Pembentukan pemerintah(an) berdasarkan kesepakatan atau kontrak sosial (pemerintahan yang demokratik) tidak cocok dengan pola pemikiran tersebut. Definisi pemerintah harus direinvent melalui pendekatan fungsional atau produk. Pendekatan fungsional atau produk bertolak dari kebutuhan manusia yang karena kondisi masyarakat masih sedemikian lemahnya dan tak berdaya (powerless) sehingga kebutuhan tersebut belum mampu mereka penuhi sendiri (barang dan jasa), juga bertolak dari kenyataan bahwa kepentingan yang satu cenderung merugikan kepentingan yang lain, dan produk yang karena sifatnya dan demi keadilan dan kemanusiaan, tidak dapat diprovide oleh lembaga privat atau masyarakat umum, melainkan semata-mata hanya oleh lembaga khusus dan khas (spesifik). Produk yang dimaksud adalah jasa publik yang dapat diprivatisasikan dan layanan civil. Proses penyediaan (providing) produk itu kepada setiap orang tepat pada saat diperlukan. Itulah yang disebut pemerintahan. Organ yang dianggap mampu menjalankan proses tersebut secara bertanggung jawab itulah yang disebut pemerintah. 1. Teori Pemerintahan a. Teori Klasik Paradigma lama manajemen pemerintahan di Negara kita dipengaruhi oleh sekumpulan konsep tentang pengorganisasian yang telah dikembangkan pada akhir tahun 1800-an, sekarang dikenal sebagai teori klasik. Pengaruh teori klasik yang kuat terhadap 5 pengorganisasian tersebut tetap sangat besar. Efeknya dapat terlihat dalam berbagai seluk beluk organisasi yang sebenarnya. Pengorganisasian yang berdasarkan birokrasi dan beberapa komponen lainnya dari teori klasik keberadaannya telah ada pada ratusan tahun. Seperti contohnya, yaitu adanya birokrasi-birokrasi besar pada zaman Mesir Kuno yang dikembangkan sepenuhnya di Cina dan juga di Kerajaan Romawi. Manajemen pemerintahan kita telah memiliki birokrasi tersebut, walaupun selama ratusan tahun belum mengenal namanya. Mengenai analisis pengorganisasian secara tertulis yang diberikan oleh para ahli teori klasik baru dimulai pada Abad ini. Sebelumnya, walaupun konsep-konsep klasik sering digunakan, telah dilakukan sedikit penelitian yang umum mengenai analisis pengorganisasian secara tertulis tersebut. Teori klasik berkembang dalam tiga jalur yaitu birokrasi, teori administratife, dan manajemen secara ilmiah. Pemahaman mengenai ketiga jalur ini adalah sebagai berikut: 1) Birokrasi Birokrasi telah dikembangkan dalam berbagai bagian oleh para ahli sosiologi, yang secara luas mengusahakan menjadi suatu yang ilmiah, memisahkannya dari pandangan yang deskriptif. Salah satunya adalah Max Weber yang telah mengembangkan teori Tipe Ideal Organisasi yang disebutnya Birokrasi, yang menggambarkan kegiatan organisasi yang didasarkan pada sejumlah hubungan wewenang. Jadi birokrasi adalah bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci dan sejumlah hubungan impersonal. Dalam praktek desain organisasi ideal mengalami adaptasi, tetapi jiwanya masih tetap melekat pada pembentukan organisasi pemerintahan. Ciri-ciri organisasi tersebut adalah: Pertama tiap organisasi mempunyai tujuan. Tujuan biasanya ditunjukkan dalam sasaran atau sekelompok sasaran yang diharapkan dapat dicapai oleh organisasi. Kedua, tiap organisasi terdiri dari orang-orang. Setiap organisasi memerlukan orang-orang supaya dapat melakukan pekerjaan yang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai sasaran. Ketiga, semua menyusun struktur yang 6 disengaja, sehingga semua anggota organisasi dapat melakukan pekerjaan mereka. Struktur itu mungkin terbuka dan fleksibel dengan tidak ada garis pembatas yang jelas dan pasti terhadaptugas tugas atau aturan ketat terhadap pengaturan pekerjaan manapun –atau yang merupakan jaringan yang sederhana dengan hubungan yang longgar. Atau suatu jaringan yang ketat dengan pengaturan dengan deskripsi pekerjaan yang memiliki batasan yang jelas dan seksama dan sejumlah anggota yang memiliki kewenangan atas para anggota organisasi lainnya. 2) Teori Manajemen Administratif Teori administratif merupakan komponen kedua dari teoriorganisasi klasik. Pelopor teoritikus administrasi Mooney dan Reiley menyatakan bahwa organisasi dalam pengertian formal adalah tata tertib, sehingga membutuhkan pengorganisasian dan prosedur ketatatertiban. Tata tertib dianggap sebagai pondasi organisasi formal. Seperti teori birokrasi, jalur ini juga menegaskan obyektifitas, rasionalitas, kepastian, hierarki, dan keahlian. Henry Fayol selaku pelopor teori manajemen administratif menganggap yang penting dalam organisasi adalah pada tingkatan teratas, karena segala sesuatu dapat berjalan baik jika para manajer dapat menggerakkan organisasi sesuai prinsip-prinsip manajemen. Henry Fayol bukanlah orang pertama yang mempelajari dan menyelidiki perilaku manajerial, tetapi dia merupakan orang pertama yang menjadikan hal itu sebuah sistem. Fayol mencetuskan 14 prinsip yang terkenal, yaitu: 1. Spesialisasi/pembagian kerja. Dengan adanya spesialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi. 2. Wewenang. Wewenang adalah hak dari para manajer untuk memberi perintah dan juga berhak menuntut kepatuhan dari yang diperintah. Wewenang disatu pihak menimbulkan tanggung jawab kepada pihak lain, yaitu tanggung jawab untuk melaksanakan perintah. Ada dua macam wewenang yaitu: wewenang formal dan wewenang pribadi. Wewenang formal adalah wewenang yang didapat dari atasannya untuk memberi perintah kepada orang lain. 7 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Wewenang pribadi adalah wewenang yang didapat oleh seseorang karena pengetahuannya, pengalamannya, dan sebagainya. Disiplin. Prinsip ini menekankan bahwa anggota organisasi harus menghormati aturan dan kesepakatan yang mengatur organisasi itu. Kesatuan Komando. Setiap orang dalam organisasi menerima perintah dari satu atasan saja. Kesatuan arah. Hanya ada satu orang pimpinan dengan satu rencana untuk semua kegiatan kelompok organisasi dalam mencapai tujuannya. Kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Semua anggota organisasi harus selalu mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadinya. Hal ini harus dilakukan karena tanpa adanya komitmen seperti itu, suatu organisasi tidak dapat maju dan berkembang. Pemberian upah. Pemberian upah ini harus sesuai dengan usaha yang telah dikeluarkan dan sedapat mungkin memuaskan kedua belah pihak. Sentralisasi. Adanya pemusatan kekuasaan, yaitu pada top manager. Prinsip ini hanya berlaku di perusahaan kecil. Pada perusahaan besar biasanya diterapkan desentralisasi. Rantai skala. Menunjukkan garis wewenag dalam organisasi yang menunjukkan kedudukan dari pimpinan puncak sampai ketingkat bawah. Garis wewenang ini harus merupakan rantai komunikasi yang berjalan lancar dari atas sampai ke bawah dan sebaliknya. Ketertiban. Maksud dari prinsip ini adalah manusia dan bahanbahan harus berada ditempat dan pada waktu yang tepat. Keadilan. Maksud prinsip ini adalah para manajer harus bersikap adil terhadap semua bawahannya dalam setiap hal. Kestabilan organisasi. Organisasi harus menjaga supaya turn over yang terjadi tidak terlalu tinggi, karena tidak baik untuk kelancaran kegiatan perusahaan. Inisiatif. Setiap anggota dalam organisasi berhak diberi kesempatan membuat rencana dan melaksanakannya. 8 14. Semangat kesatuan. Harus diciptakan rasa bangga terhadap organisasinya, karena dapat meningkatkan persatuan. 2. Teori Organisasi Neo Klasik Teori organisasi neo klasik merupakan teori yang menjembatani peralihan dari teori klasik ke teori organisasi modern. Teori ini timbul karena mulai tampak gejala-gejala tidak puas dikalangan pekerja akibat penerapan teori organisasi dan manajemen klasik. Penerapan teori klasik membuat manusia yang bekerja bagaikan mesin, tidak memperhatikan perasaan. Fokus utama dari teori neo klasik adalah manusia harus dipandang sebagai mahluk yang berperasaan, bukan sebagai mesin saja, seperti pandangan teori klasik. Teori organisasi neo klasik memiliki 3 macam aliran, yaitu: (1) aliran perilaku dengan pendekatan teoritis (2) aliran perilaku dengan pendekatan empiris, (3) aliran kuantitatif. a. Aliran perilaku dengan Pendekatan Teoritis Menurut Munstenberg, sesungguhnya manusia itu memiliki kesamaan, secara psikologis manusia akan bekerja dengan senang hati jika ada manfaat yang diperolehnya dari pekerjaan tersebut dan tidak menemui hambatan psikologis, seperti rasa takut, rasa tertekan, dan sebagainya. Menurut Barnard, perusahaan akan dapat tetap bertahan jika dia dapat menjaga keseimbangan antara tujuan organisasi dan tujuan individu yang bekerja di sana, Hal inilah yang disebut sebagai teori keseimbangan (Balance Theory). Jika karyawan tidak puas, maka mereka akan lari ke organisasi informal atau keluar dari perusahaan tersebut. Herbert Simon memiliki pendapat sedikit berbeda mengenai hal yang diseimbangkan. Menurut Simon, keseimbangan terjadi bila Inducement yang ditawarkan organisasi seimbang dengan kontribusi yang diberikan oleh anggota organisasi untuk organisasinya. Inducement terdiri dari tiga hal, yaitu tujuan organisasi, insentif yang diterima karyawan, serta nilai (values) yang ditawarkan organisasi. b. Aliran perilaku dengan pendekatan empiris Tokohnya adalah Elton Mayo, terkenal dengan percobaan Hawthorne mengenai tingkah laku manusia dalam situasi 9 kerja. Berdasarkan hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa tinggi rendahnya produktifitas karyawan tidak semata-mata ditentukan oleh imbalan ekonomi yang diberikan oleh pihak perusahaan. Akan tetapi ada beberapa aspek lain yang turut menentukan tingkat produktifitas karyawan, seperti suasana kerja yang kondusif dan norma kelompok (organisasi informal) yang ada. c. Aliran Kuantitatif Management science atau ilmu manajemen. Miller dan Starr mendefinisikannya sebagai teori keputusan terapan yang menggunakan matematika, pemikiran logis, dan alat ilmiah yang lain dalam mengatasi masalah secara rasional. Jadi dalam memecahkan masalah, yang dipergunakan adalah metode kuantitatif. Kelebihan dari teori ini adalah dapat meramalkan masa depan (forecasting) berdasarkan data yang ada, dengan menggunakan metode ilmiah yang ada. Tetapi, seperti teori-teori yang lain, aliran ini memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat dipergunakan untuk menghadapi masalah manusia dalam perusahaan, karena masalah ini tidak dapat diselesaikan secara kuantitatif. Aliran ini paling banyak dan paling baik dipakai untuk mengatasi masalah perencanaan dan pengendalian. 3. Paradigma Baru a. Perubahan Manajemen Pemerintahan Manajemen pemerintahan (public management) adalah faktor utama dalam suatu administrasi publik (public administration) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan sarana dan prasarana yang ada, termasuk organisasi serta sumber dana dan sumber daya yang tersedia (Ramto, 1997). Dengan demikian, manajemen pemerintahan tidak lain adalah faktor upaya dalam suatu organisasi. Upaya tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan pemerintah yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan warga Negara dan masyarakatnya (Kristiadi, 1994). Perubahan yang terjadi pada manajemen secara umum terjadi pula pada manajemen pemerintahan, seiring dengan adanya berbagai kelemahan dari karakter birokrasi yang telah dipraktekkan selama ini. Birokrasi sebagai suatu bentuk organisasi modern dengan para birokrat yang bekerja didalamnya, 10 telah banyak mendapat kritikan yang tajam.Dalam perkembangannya muncul pendekatan yang menamakan dirinya The New Public Management (Farnham, 1993). Aliran 1 dari The New Public Management adalah Managerialism yang didefinisikan oleh Pollitt yaitu:  Usaha peningkatan efisiensi secara terus-menerus,  Peningkatan penggunaan teknologi canggih secara terus-menerus,  Peningkatan disiplin pegawai untuk meningkatkan produktivitas,  Implementasi yang jelas terhadap peran manajemen professional. Aliran pertama ini bertumpu pada teori F.W. Taylor yang didasarkan pada pengadopsian teknik-teknik industrial Production Engineering ke dalam sektor publik. Aliran kedua dari The New Public Management didasarkan pemikiran koordinasi berdasarkan pasar. Karakteristiknya yaitu:  Perbaikan secara terus-menerus terhadap kualitas.  Penekanan pada devolution dan delegation.  Sistem informasi yang memadai dan Penekanan pada kontrak dan pasar.  Pengukuran kinerja dan Peningkatan penekanan pada audit dan inspeksi. Menurut Stewart dan Walsh (1994), tema-tema utama bagi manajemen public, yaitu:  Penekanan pada masyarakat sebagai Customer dan pada pilihan konsumen (customer choise),  Pembentukan pasar atau quasi markets dan komitmen untuk berkompetisi  Ruang lingkup yang lebih luas bagi individu dan provision sector swasta  Pemisahan peran “Purchaser” dengan peran “Provider”,  Bertumbuhnya kerjasama yang didasarkan pada kontrak atau semi kontrak.  Target kinerja yang diakui melalui uji pasar,  Fleksibilitas penggajian dengan kondisi-kondisi yang ada. Perkembangan pemikiran pada aliran kedua saat ini telah mendominasi perkembangan selanjutnya dari The New Public 11 Management. Tatanan hubungan antara pemerintah dengan swasta, dan pemerintah dengan masyarakat menjadi berubah. Konsep Governance didefinisikan kembali sehingga batas-batas antara ruang gerak swasta dan atau masyarakat sekarang telah menjadi objek studi tersendiri. Namun Kooiman mengatakan bahwa pola-pola hubungan antara pemerintah dan atau swasta masyarakat dipengaruhi oleh kompleksitas, dinamika serta diversitas yang ada dalam masyarakat. Pemikiran aliran kedua telah banyak mempengaruhi mekanisme penyediaan layanan publik dan organisasi penyedia layanan publik. b. Manajemen Pelayanan Masyarakat (New Public Services) Paradigma baru manajemen pemerintahan banyak diilhami oleh pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler yang telah sukses meluncurkan karya terkenal pertamanya berjudul Reinventing Government (19921), ia telah berhasil membuka mata dan pikiran banyak pihak untuk memulai membenahi birokrasi. Dalam buku pertamanya beliau hanya mengurai secara deskriptif karateristik pemerintahan wirausaha melalui sepuluh prinsipnya, yang intinya mengurangi peran pemerintah dengan cara memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah lebih efisien. Topik bahasan ini ini telah lama diberikan dalam bentuk Diklat oleh badan Diklat Depdagri maupun Badan Diklat Propinsi. Hal yang disajikan di atas hanya untuk mengingatkan kembali bagi para pejabat yang telah mengikuti diklat ini yang telah diselenggarakan oleh Pusat maupun Daerah Prinsip prinsip tersebut disarikan di bawah ini. Prinsip Pertama: Pemerintahan Katalis: Mengarahkan ketimbang mengayuh. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan prinsip kemitraan masyarakat dan swasta. Prinsip Kedua; Memberi Wewenang Ketimbang Melayani. Dalam bidang pemerintahan hal ini dapat dilakukan dengan merubah paradigma aparatur yang selama ini masyarakat sebagai objek menjadi subjek, memberikan kesempatan lebih luas kepada masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan; mengikutsertakan masyarakat dalam pengawasan dan pembangunan; menciptakan layanan dan akses dalam menyampaikan aspirasinya. 12 Prinsip ketiga: Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Hal ini didasarkan pada bahwa persaingan menghargai inovasi, membangkitkan semangat juang dan harga diri. Aplikasi prinsip ini dalam penyelenggaraan pemerintahan dilakuan dengan mengembangkan daya saing yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; menghilangkan hambatan birokratis misalnya dalam perizinan; memberikan penghargaan dan hukuman terhadap pemberian pelayanan kepada masyarakat. Prinsip keempat: Pemerintahan yang digerakkan oleh misi dengan mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan. Hal ini mendasari dasar pemikiran bahwa organisasi yang digerakkan oleh misi lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, dan lebih luwes serta lebih memiliki semangat tinggi dari pada yang digerakkan oleh peraturan; Hal ini dilakukan dimana setiap unit organisasi pemda memiliki misi yang jelas, mengikutsertakan pihak-pihak untuk ikut berpartisipasi memberikan sumbangan dalam merumuskan Visi dan Misi unit organisasi; mengurangi hambatan dalam pencapaian Visi dan Misi, menciptakan sistem anggaran yang digerakkan oleh Misi yang memiliki keunggulan dari pada yang digerakkan oleh peraturan. Prinsip kelima: Pemerintahan yang berorientasi pada hasil bukan masukan. Prinsip kelima ini diwujudkan dengan cara: mengutamakan hasil dari pada masukan; mengkaji dan memilih kegiatan kegiatan yang membawa hasil dan bermanfaat bagi masyarakat; efsiensi dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan menunjukkan hasil akan mendapat dukungan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan pengukuran kinerja untuk membedakan keberhasilan dan kegagalan. Dengan pengukuran kinerjamaka dapat melihat, menghargai keberhasilan dan mengenali kegagalan untuk memperbaikinya. Prinsip keenam. Pemerintahan berorientasi Pelanggan: Memenuhi pelanggan, bukan birokrasi. Hal ini diwujudkan dengan: mengutamakan kebutuhan masyarakat dan tidak semata-mata kepentingan birokrasi; memberikan kesempatan kepada masyakat dalam mengukur keberhasilan kegiatan pelayanan; memberikan peluang yang luas kepada masyarakat untuk menyampaikan 13 aspirasi/kebutuhannya. Oleh karena itu salah satu bentuk pelayanan kepada pelanggan adalah dengan menerapkan Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Prinsip ketujuh. Pemerintah Wirausaha: Menghasilkan ketimbang membelanjakan. Hal ini dapat diwujudkan melalui tindakan-tindakan: mencari sumber keuangan baru dari berbagai kegiatan dan hasilnya diinvestasikan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan kegiatan rutin pemerintahan keperluan birokrasi; Memikirkan kegiatan kegiatan baru tetapi tidak menjadi beban masyarakat; mengembangkan potensi sumber daya dengan tetap menjaga lingkungan dan tidak menimbulkan beban baru bagi masyarakat. Prinsip kedelapan. Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Hal ini dapat dilakukan dengan: Mengantisipatif kemungkinan masalah dengan tanggap, oleh karena itu perlu analisis masalah potensial; mencegah timbulnya masalah, dan menaggulangi masalah yang sudah muncul sebelum menjadi masalah yang lebih besar. Bentuk kongkrit adalah mengembangkan pencegahan kebakaran, melakukan perawatan kesehatan masyarakat misalnya imunisasi, perlindungan lingkungan yang saat ini masih kurang perhatian dari pemerintah daerah walaupun telah terbentuk unit-unit organisasi lingkungan. Prinsip kesembilan. Pemerintahan Desentralisasi: Hierarki menuju partisipasi dan tim Kerja. Lembaga yang terdesentralisasi memiliki keunggulan keunggulan: lebih luwes, lebih efektif; lebih inovatif; lebih menghasilkan semangat kerja; lebih banyak komitmen, lebih besar produktivitasnya. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan: mendesentralisasikan pada unit-unit kerja di bawahnya, atau pihak ketiga yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga; meminimalkan tindakan yang bersifat sentralisasi. Dalam kaitan ini perlu mendesentralisasikan orginisasi publik dengan manajemen partisipatif dengan membentuk tim-tim kerja seperti tim gugus mutu; komite karyawan; survey sikap, evaluasi karyawan dan manajer; kebijakan penemuan; perlombaan inovasi; program pengembangan pegawai dan program penghargaan. 14 Prinsip kesepuluh. Pemerintahan berorientasi pasar; Mendongkrak perubahan melalui pasar. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan tindakan: melakukan perubahan melalui kewenangannya terhadap mekanisme pasar; mendorong dan memfasilitasi kemajuan ekonomi masyarakat dari pada pemerintah menjadi pengelola sendiri yang akan menyerap tenaga kerja dan anggaran besar; menyerahkan penilaian kinerja pemerintah kepada masyarakat. Dalam kegiatan ini haruslah ada kebijakan pengaturan berbasis pasar yang mementingkan insentif bukan perintah. Organisasi yang dikembangkan oleh David Osborne dan Ted Gaebler, juga lebih berorientasi/berwawasan organisasi masa depan atau modern. Hal ini sangat berbeda dengan tipe organisasi birokrasi ideal dari Max Weber, yang lebih mengarah pada tipe organisasi tradisional. Salah satu posisi dan peran pemerintah ditinjau dari pendekatan produk adalah pemerintah sebagai konsumer. Produkproduk yang diperintah yang dikonsumsi oleh pemerintah, antara lain informasi, inspirasi, dukungan (mosi percaya) dan yang dinilainya tertinggi adalah suara (vote). Sebaliknya, pemerintah juga adalah produser, penjual, dan distributor; produk yang dijual atau dihasilkannya adalah barang dan jasa publik yang tidak dapat diprivatisasikan atau disediakan oleh lembaga privat dan masyarakat; serta layanan civil. Ryaas Rasyid (1996) mengemukakan bahwa tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem keterlibatan masyarakat dalam menjalani kehidupannya yang wajar. Pemerintah modern pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, secara umum tugas-tugas pokok pemerintahan menurut Ryaas Rasyid (1996) adalah: 1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan luar, menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan. 2. Memelihara tata tertib dengan mencegah terjadinya gontokgontokan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apa pun yang terjadi di dalam masyarakat dapat 15 berlangsung secara damai. 3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apa pun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan-keputusan, di mana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta di mana perselisihan bisa didamaikan. 4. Melakukan pekerjaan/urusan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah atau lebih baik jika oleh pemerintah. 5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. 6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat. 7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas maka tugas pemerintah adalah mengatur dan melayani masyarakat. Tugas pengaturan lebih menekankan kekuasaan yang melekat pada jabatan birokrasi. Sedangkan tugas melayani menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik, serta memberikan kepuasan kepada publik. 4. Peran dan Fungsi Pemerintah Salah satu pendapat yang berhubungan dengan peran pemerintah di antaranya dikemukakan oleh Bintoro Tjokroamidjojo bahwa peran pemerintah terutama ditujukan dalam dua bidang, yaitu memberikan pengarahan dan bimbingan serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan kegiatan masyarakat itu sendiri. Menurutnya, peran serta fungsi pemerintah terhadap perkembangan masyarakat tergantung pada beberapa hal, antara lain 16 filsafat hidup masyarakat dan filsafat politik masyarakat tersebut. Ada negara yang memberikan kebebasan cukup besar kepada anggotaanggota masyarakat untuk menumbuhkan perkembangan masyarakat sehingga pemerintah diharapkan tidak terlalu banyak campur tangan dalam kegiatan masyarakat itu sendiri. Pada masa lampau dalam bentuknya yang ekstrim, hal ini didukung oleh filsafat kemasyarakatan ”Laissez Faire”. Namun, ada pula negara di mana filsafat hidup bangsanya menghendaki negara dan pemerintah memimpin bahkan mengurus hampir segala sesuatu dalam kehidupan masyarakat bangsa tersebut. Filsafat politik sosialis yang tradisional mendasari orientasi semacam itu. Hal tersebut berkaitan dengan suatu pandangan bahwa pemerintah sebagai pemegang mandat kepercayaan untuk mengusahakan kepentingan masyarakat secara keseluruhan harus mengusahakan pula keadilan. Hal ini perlu dinyatakan dengan tetap memperhatikan kepentingan golongan yang lemah (kedudukan ekonominya). Mengenai cara pelaksanaan peran pemerintah tersebut, Awaludin Djamin mengungkapkan bahwa terdapat klasifikasi cara pelaksanaannya, yaitu: 1. fungsi pengaturan (produknya berupa berbagai peraturan) yang terbagi atas: penentuan kebijakan, pemberian pengarahan dan bimbingan, pengaturan melalui perjinan, serta pengawasan; 2. pemilikan sendiri dari usaha-usaha ekonomi atau sosial yang penyelenggaraannya dapat dilakukan sendiri atau oleh swasta. Fungsi pemerintahan terdiri dari fungsi-fungsi pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Fungsi pemerintah dalam pelayanan publik tidak lepas dari hakikat tujuan negara pada mulanya, yaitu mengatur berbagai kepentingan masyarakat agar tidak terjadi benturan antara masyarakat itu sendiri. Kemudian seiring semakin kompleksnya kebutuhan masyarakat maka negara memerlukan suatu institusi yang mengatur kepentingan itu. Pemerintah merupakan personifikasi negara, sedangkan birokrasi dan aparaturnya merupakan personifikasi pemerintah. Ungkapan tersebut mungkin terlalu sederhana dan tidak 17 dapat dipungkiri bahwa pihak yang paling aktif dalam kegiatan pengelolaan kekuasaan negara sehari-hari adalah birokrasi yang berperan sebagai pelaksana keputusan-keputusan yang dirumuskan oleh pemimpin politik. Berkaitan dengan fungsi pemberdayaan, Taliziduhu Ndraha (2003) mengungkapkan bahwa pemberdayaan dapat ditinjau dalam arti empowering dan dalam arti enabling. Dalam arti empowering, pemberdayaan, yaitu pemberian hak atau kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasinya atau menentukan masa depannya, jadi bersifat politik. Dalam arti enabling, pemberdayaan, yaitu proses belajar untuk meningkatkan ability, capacity, dan capability masyarakat untuk melakukan sesuatu demi menolong diri mereka sendiri dan memberi sumbangan sebesar mungkin bagi integritas nasional. Sedangkan fungsi pembangunan (development), Taliziduhu Ndraha (2003) berpendapat bahwa fungsi pembangunan bukanlah fungsi hakiki pemerintahan, melainkan fungsi ad interim, sementara masyarakat belum mampu membangun diri sendiri. Konsep development hanya dikenakan pada ”Dunia Ketiga”, dikelola menurut development administration yang diajarkan oleh negara-negara donor (negara maju) kepada kliennya di seluruh dunia. Tanpa pinjaman (hutang), tidak ada pembangunan. Pemerintah memiliki dua fungsi dasar, yaitu fungsi primer atau fungsi pelayanan dan fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan. Fungsi primer, yaitu fungsi pemerintah sebagai provider (penyedia) jasa-jasa publik yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam, layanan civil dan layanan birokrasi. Fungsi sekunder, yaitu sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri. 5. Government dan Governance Secara leksikografik sebagaimana diungkapkan oleh Taliziduhu Ndraha (2003), pemerintah dalam bentuk kata kerja berasal dari kata latin, gubernare atau bahasa Gerika (bahasa Yunani), kybernan artinya mengemudikan. Dalam bahasa Inggris, govern 18 artinya memerintah. Jadi, memerintah di sini berarti mengemudikan. Kata bendanya dalam bahasa latin, gubernantia dan dalam bahasa Inggris, governance menunjukkan metode atau sistem pengemudian atau manajemen organisasi. Kata kerja govern digunakan di lapangan politik, kata bendanya menjadi government. Governance lebih sebagai gejala sosial, sedangkan government sebagai gejala politik. Dewasa ini ada kecenderungan untuk mengembalikan makna pemerintahan dari government ke governance (yang lebih luas), sekurang- kurangnya menghidupkan governance di samping government. Misalnya, melalui konsep good governance. Sebelum melangkah kepada pengertian governance, kita harus mengetahui perbedaan konsepsi yang mendasar antara governance dan government, karena dua hal ini sangat berkaitan satu sama lain. Menurut Sedarmayanti, government atau pemerintah dalam bahasa Inggris diartikan sebagai the authoritative direction and administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc artinya pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara: negara bagian, kota, dan sebagainya. Bisa juga berarti the governing body of a nation, state, city, etc artinya lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, kota dan sebagainya. Sedangkan istilah governance atau kepemerintahan, yaitu the act, fact, manner of governing artinya tindakan, fakta, pola, dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian, governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana pendapat Kooiman yang dikutip oleh Sedarmayanti bahwa governance lebih merupakan proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingankepentingan tersebut. Istilah governance tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila terdapat istilah public governance, private governance, corporate governance, 19 dan banking governance. Governance sebagai terjemahan dari pemerintahan kemudian berkembang menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan, sedangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan yang baik (good governance). Prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisional adalah terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat semakin ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. Menurut UNDP, governance atau kepemerintahan memiliki tiga domain, yaitu: negara atau pemerintahan (state); sektor swasta atau dunia usaha (private sector); masyarakat (society). Ketiga domain tersebut berada dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan masyarakat. Sektor pemerintahan lebih banyak memainkan peranan sebagai pembuat kebijakan, pengendalian, dan pengawasan. Sektor swasta lebih banyak berkecimpung dan menjadi penggerak aktivitas di bidang ekonomi. Sedangkan sektor masyarakat merupakan obyek sekaligus subyek dari pemerintah maupun sektor swasta, karena di dalam masyarakatlah terjadi interaksi di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Lebih lanjut UNDP yang dikutip Sedarmayanti menyatakan bahwa governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economic governance, meliputi proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, property dan quality of live; political governance, yaitu proses keputusan untuk formulasi kebijakan; dan administrative governance, yaitu sistem implementasi proses kebijakan. Dari konsep governance, muncul konsep good governance (kepemerintahan yang baik). Berbagai ungkapan teoritik sering dilekatkan pada bentuk dan isi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, seperti responsible, accountable, controllable, transparency, limitable, dan lain-lain. Prinsip dasar yang melandasi perbedaan konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisional adalah terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat semakin ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. mengenai 20 konsep good governance, UNDP mendefinisikan bahwa good governance sebagai proses yang meningkatkan interaksi konstruktif di antara domain-domainnya dengan tujuan untuk menciptakan dan memelihara kebebasan, keamanan, dan kesempatan bagi adanya aktivitas swasta yang produktif. Oleh karena itu, good governance juga mengutamakan partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan efektivitas, serta memperlakukan semua sama. Good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat, berorientasi kepada dua hal,yaitu: a. orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. b. pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien Adapun ciri good governance menurut IMF yang dikutip oleh Laode Ida (2002) meliputi: a. keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah harus jelas; b. informasi tentang aktivitas pemerintah harus terbuka bagi publik (masyarakat luas); c. persiapan anggaran, keputusan dan laporannya harus dilakukan secara terbuka; d. informasi fiskal harus menjamin kejujuran yang bersifat independen. Ciri-ciri good governance tersebut melahirkan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan indikator dalam penerapan good governance, sebagaimana diungkapkan oleh UNDP berikut ini. a. Partisipasi (participation) Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki atau perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masing-masing. b. Aturan hukum (rule of law) Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama aturan hukum tentang HAM. 21 c. Transparansi (transparency) Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. d. Daya tanggap (responsiveness). Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). e. Berorientasi konsensus (consensus orientation). Kepemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai pihak kepentingan yang berbeda untuk mencapai kepentingan masing-masing pihak dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah. f. Berkeadilan (equity). Kepemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. g. Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency). Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia. h. Akuntabilitas (accountability). Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta, dan masyarakat madani melalui pertanggungjawaban kepada publik, sebagaimana kepada para pemilik (stakeholders). i. Visi strategik (strategic vision). Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia (human development), bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. j. Saling keterbukaan (interrelated). Keseluruhan prinsip good governance tersebut adalah saling memperkuat dan terkait (mutually reinforcing) dan tidak berdiri sendiri. Perubahan sosial dengan berbagai kecenderungan besar secara timbal balik mempengaruhi pula manajemen yang dijalankan pada 22 berbagai organisasi, sebab organisasi sebagai wadah kerjasama guna mencapai tujuan. Beberapa kecenderungan besar yang mewarnai gaya manajemen antara lain para anggota organisasi akan cenderung terdiri dari berbagai etnis dan kebangsaan. Elashmawi dan Harris (1996) perlu dikembangkan manajemen multibudaya sebagai salah satu kecakapan untuk menyongsong globalisasi.Berkaitan dengan manajemen multibudaya Ansari dan Jackson (1996) mengemukakan perlunya menerima kenyataan adanya keragaman budaya dilingkungan kerja, keragaman budaya tersebut perlu dikelola guna meningkatkan daya saing. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya konsepsi pemikiran dari Osborne dan Gaebler (1999) yang menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor publik.Osborne dan Gaebler mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya mengurangi peranan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah menjadi lebih efisien. Inti pemikiran Osborne dan Gaebler serupa Savas dan Barzelay. Berkaitan dengan efisiensi Stewart (1997) mengemukakan bahwa kegiatan organisasi pemerintah yang baik tidak cukup hanya memenuhi criteria 2E (efficiency dan effectiveness) melainkan harus memenuhi criteria 4E (economy, Efficiency, effectiveness, equity) artinya pemerintah tidak memperhatikan faktor efisien dan efektif di dalam menjalankan organisasinya melainkan juga perlu memperhatikan faktor ekonomis dan keadilan.Osborne bekerjasama dengan Plastrik (2000) mengemukakan 5 strategi untuk melakukan pembaharuan pemerintahan, kelima strategi tersebut adalah : The core Strategy, The Consequences strategy, The costumer Strategy, The control strategy, dan the kulture strategy. Ke lima strategi tersebut perlu digunakan untuk meningkatkan kinerja sektor publik agar menjadi lebih baik. Strategi tersebut sekaligus juga menunjukkan bahwa pemerintahan yang berpusat pada masyarakat (the customer centered government). Dalam Wasistiono (2001) ada 5 kecenderungan topik Manajemen pemerintahan yaitu: dilihat dari peranan pemerintah, 23 dilihat dari Misi dan Visi, dilihat dari fungsi-fungsi manajemen, dilihat dari fungsi organisasi, dan dilihat dari kepemimpinannya. Di era mendatang peranan pemerintah akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kedewasaan masyarakat. Pengurangan peran yang dijalankan oleh pemerintah berarti pula pengurangan jumlah pegawai. Konsep-konsep downsizing (pengurangan struktur organisasi) maupun pendekatan Zero growth (pembatasan penambahan pegawai) nampaknya akan masih tetap berlanjut. Pegawai pemerintah cenderung akan menyusut tetapi dengan kualitas yang semakin baik. Pemerintahan yang bersih akan menjadi salah satu strategik, syarat untuk dapat memasuki percaturan internasional secara terhormat, selain syarat demokrasi dan penegakan HAM. Berkaitan dengan perubahan misi akan terjadi pula perubahan visi organisasi pemerintah. Pemerintah akan menjalankan mendekati masyarakat (close to the customer). Hal ini membawa konsekuensi logis akan perlunya delegasi kewenangan dari pusat kepada unit-unit bawahannya yang langsung melayani masyarakat. Manajemen pemerintahan pada abad ke 21 akan lebih banyak menjalankan fungsi perencanaan yang bersifat strategi sedangkan fungsi yang bersifat taktis dan operasional dibuat oleh masyarakat. Untuk dapat menyusun perencanaan yang strategik organisasi pemerintah perlu didukung oleh pegawai yang memiliki wawasan luas dan jangkauan pandangan ke masa depan. Dilihat dari fungsi pengorganisasian manajemen pemerintahan masa mendatang akan lebih banyak bekerja dengan sistem jaringan (networking). Kerjasama lintas fungsi dan lintas unit akan lebih banyak dilakukan, dengan sendirinya hubungan kerja hirarkhie menjadi semakin berkurang. Untuk mengimbangi perubahan sosial pada masyarakat yang bergerak dengan cepat, organisasi pemerintah cenderung akan lebih ramping bentuknya. Jenjang birokrasi akan menjadi lebih pendek sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat. Peranan tenaga professional akan menjadi lebih penting, delegasi wewenang selain diberikan pada unit-unit lokal juga dilakukan antara atasan kepada bawahannya. 24 Gaya kepemimpinan yang digunakan akan cenderung berbentuk egaliter dan demokratis. Hubungan antara pemimpin dan pengikutnya lebih bersifat heterarkhis dari pada hirarkis. Seperti yang dikatakan oleh Clinton (dalam Wasistiono 2001) penyelenggaraan pemerintahan yang dikreasikan sebagai instrument kepentingan masyarakat kembali pada nilai-nilai fundamental. Manajemen pemerintahan Indonesia pada abad 21 harus tetap berpegang pada nilai-nilai fundamental agar tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa.Berbagai asas, hukum, teori maupun konsepsi pemikiran yang berlaku pada manajemen secara umum dapat pula digunakan untuk manajemen pemerintahan Indonesia dengan rambu-rambu Pancasila sebagai nilai fundamentalnya. 6. Faktor-faktor Dominan yang Mempengaruhi Manajemen Pemerintahan Perubahan yang terjadi pada manajemen pemerintahan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal, namun demikian ada tiga faktor dominan Wasistiono (2001) yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor struktural, faktor fungsional dan faktor kultural. Perubahan struktural. Sejalan dengan demokrasi dan paradigma Reinventing Governmentakan terjadi perubahan hubungan struktural dan kewenangan yang lebih luas. Hal tersebut dengan sendirinya menuntut kesiapan untuk mengatur dan mengelola urusan rumah tangganya sendiri secara lebih leluasa. Birokrasi diposisikan sebagai pihak yang bersikap netral (public service neutrality) sehingga nantinya lebih banyak menjadi pelaksana dari berbagai kebijakan publik yang diputuskan oleh partai politik yang memenangkan pemilu. Perubahan Fungsional. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya konsep Regom dari David Osborne (1999) yang menawarkan perlunya transpormasi semangat kewirausahaan pada sektor publik, yang intinya mengurangi peranan pemerintah dengan cara memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah lebih efisien. 25 Di antara berbagai pembaharuan manajemen pemerintahan, saat ini yang banyak digunakan adalah pendapat Osborne melalui paradigma Reinventing Government. Untuk melaksanakan konsep Regom ada lima strategi yang perlu diterapkan yaitu :The core Strategy, The Consequences Strategy, The Customer Strategy, The Control Strategy, dan The Kulture Strategy. Kelima strategi tersebut perlu digunakan untuk meningkatkan kinerja sektor publik agar menjadi lebih baik. Didalamnya terdapat metodologi untuk mengubah secara mendasar organisasi pemerintah pada semua tingkatan baik tingkat pusat, tingkat regional maupun tingkat lokal . Strategi tersebut juga menunjukkan bahwa pemerintahan yang berpusat pada masyarakat mungkin untuk dilaksanakan sejalan dengan konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara dan warga masyarakat diperlukan perubahan strategi pemberian pelayanan kepada masyarakat, salah satu strategi yang penting adalah memberdayakan dinas. Pemberdayaan dinas merupakan prasyarat mutlak agar otonomi dapat dilaksanakan secara nyata dan bertanggungjawab, sebab pada dasarnya inti desentralisasi adalah pendelegasian kewenangan sedangkan inti penyelenggaraan terletak pada dinas yang menangani kewenangan tersebut. Perubahan Kultral. Perubahan kultural harus dimulai dari pembaruan visi dan misi organisasi pemerintah yang dicanangkan oleh Kepala sebagai pimpinan dan sekaligus pemimpin . Berkaitan dengan perubahan kultural, ada tiga pendekatan dalam menjalankan strategi kebudayaan yaitu : meninggalkan kebiasaan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan jaman (breaking habits), upayakan meraih lubuk hati yang terdalam agar bersedia menerima perubahan yang ditawarkan (touching hearts) dan bagaimana dapat memasukan pola pikir baru yang sesuai dengan arah perubahan yang diinginkan (winning minds). Perubahan struktural, fungsional dan kultural pada manajemen pemerintahan akan mencakup semua aspek, namun aspek utama yaitu: aspek manajemen Sumber Daya Manusia, aspek 26 manajemen Perencanaan, aspek Manajemen Keuangan, aspek Manajemen Logistik, dan aspek manajemen Konflik. PENUTUP Penutup dari uraian teori dan konsep manajemen pemerintahan sebagai berikut: 1. Pemerintah yang baik hendaknya mensosialisasikan visi dan misi serta secara konsisten dalam menjalankan program pembangunan sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. 2. Untuk mengoptimalkan fungsi manajemen pemerintah diperlukan program terpadu peningkatan kualitas sumber daya manusia, program perencanaan pembangunan, pelibatan masyarakat dalam perencanaan program dapat ditingkatkan, pemeliharaan dan pengadaan sarana dan prasarana ditingkatkan dan terprogram secara kontinue. 3. Untuk meningkatkan fungsi organisasi sesuai teori dan konsep manajemen pemerintahan digunakan sistem ramping struktur kaya fungsi, dengan sistem ini akan lebih jelas penugasannya dan pelaksanaan penugasannya, sehingga pemahaman terhadap fungsi organisasi akan meningkat dan penumpukan kerjaan dalam sebuah organisasi tidak akan terjadi. DAFTAR PUSTAKA Ansari, Khizar Humayun dan June Jackson.(1996) Mengelola Keragaman Budaya di Lingkungan Kerja. Terjemahan PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Elashmawi, Farid dan Philip R Haris .(1996) Manajemen Multi Budaya – Kecakapan Budaya Demi Sukses Global. Terjemahan.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Keneddy, Paul. (1995) Menyiapkan Diri Menghadapi Abad 21. Terjemahan. Yayasan Obor. Jakarta. Moleong, Lexy.(2006) Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung ……………….. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. …………………. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Rosdakarya. Bandung. 27 Nasution, AZ. (1995). Konsumen dan Hukum. Pustaka Sinar Harapan. Bandung Ndraha, Taliziduhu. (2003). Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jilid 1-2. Rineka Cipta. Jakarta. ________________. (1983). Metodologi Pemerintahan Indonesia. Bina Aksara. Jakarta. Stewart, Thomas .(1997) Modal Intelektual – Kekayaan Baru Organisasi. Terjemahan PT Elex. Media Komputindo. Jakarta. Sullivan, Patrick H. (2000) Value – Driven Intellectual Capital – How To Convert Intangible Corporate Assets In to Market Value. Sugiyono. (2009) Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung. -------------- (2012) Metode Penelitian Kombinasi. Alfabeta. Bandung. Osborne, David dan Gaebler Ted.(1999) Mewirausahakan Birokrasi. Reinventing Government Mentransformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik.PT. Pustaka B.Pressindo. Jakarta. Orborne David dan Plastrik Peter(2000) Memangkas Birokrasi Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha.PPM. Jakarta Wasistiono, Sadu. (2001) Kapita Selekta Manajemen Pemerinatah Daerah. Alqaprint. Bandung. 28