HAJI DAN UMROH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Dosen Pengampu : Dr. Badrah Uyuni, MA
Disusun oleh :
Ahmad Al-Farisi (3120230095)
Alvin Junior (3120230037)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah melimpakan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat meningkatkan iman dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Serta komitmen yang tinggi sebagai insan yang haus akan ilmu pengetahuan.
Shalawat bertangkaikansalam marilah sama-sama kita junjungkan kepada tokoh revolusi dunia yang bertitel habiballah dan yang berpangkat rasulallah, beliau yaitu baginda nabi besar Muhammad SAW. Yang telah merubah ahklakul karimah ummat seperti apa yang kita rasakan saat ini, dan mengetahui ilmi pengetahuan dan ilmu ajaran islam.
Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada:
Selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan yang sangat berarti bagi penyusun makalah ini.
Dan rekan-rekan seperjuangan yang saya hormati dan saya banggakan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca demi perbaikan dan perkembangan makalah ini, agar jauh lebih baik.
Demikianlah makalah ini di buat, semoga dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.
Jum’at, 22 Maret 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PEMBUKAAN 3
A. Pendahuluan 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Pembelajaran 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
A. Pengertian singkat Haji dan Umroh 5
B. Rukun-rukun Haji dan Syarat Sahnya 5
C. Keutamaan Haji dan Umroh 6
D. Tata Cara Pelaksanaan Haji Dan Umroh 8
E. Adab Dalam Berhaji 9
BAB III 16
PENUTUP 16
Kesimpulan 16
Daftar Pustaka 17
BAB I
PEMBUKAAN
Pendahuluan
Dalam kehidupan umat Islam, ibadah Haji dan Umroh memiliki kedudukan yang sangat penting dan merupakan manifestasi dari rukun Islam yang kelima. Kedua ibadah ini tidak hanya sebagai perwujudan dari ketaatan kepada Allah SWT tetapi juga sebagai sarana untuk menyucikan jiwa dan memperkuat tali persaudaraan antar umat Muslim di seluruh dunia. Haji, yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu di tanah suci Makkah, adalah wajib bagi setiap Muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial, sedangkan Umroh dapat dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun.
Makalah ini akan mengulas tuntas tentang fikih Haji dan Umroh, mulai dari, hukum, syarat, rukun. Dengan memahami fikih Haji dan Umroh secara mendalam, diharapkan setiap Muslim dapat melaksanakan ibadah ini dengan benar sesuai dengan syariat Islam, sehingga mendapatkan Haji yang mabrur dan Umroh yang berkah.
Dalam penelusuran terhadap landasan hukum dan praktik yang benar dalam melaksanakan Haji dan Umroh menjadi penting, mengingat kompleksitas proses dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjalankan ibadah tersebut. Selain itu, pemahaman terhadap nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam setiap tahapan ibadah ini akan membantu umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Melalui pemahaman yang mendalam terhadap Haji dan Umroh, diharapkan setiap Muslim dapat menjalankan ibadah dengan penuh keberkahan, memperoleh pengampunan, serta mendapatkan pertumbuhan spiritual yang signifikan. Dengan demikian, makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam memperkuat pemahaman dan praktik umat Islam terhadap ibadah-ibadah yang begitu agung ini.
Rumusan Masalah
Berikan pengertian singkat Haji dan Umroh?
Apa saja Rukun-rukun Haji dan Syarat sahnya?
Seberapa penting pelaksanaan Haji dan Umroh dalam kehidupan Muslim?
Bagaimana tata cara pelaksanaan Haji dan Umroh ?
Bagaimana adab orang yang sedang menunaikan ibadah Haji dan Umroh?
Tujuan Pembelajaran
Memahami pengertian Haji dan Umroh
Mengetahui rukun-rukun Haji dan Umroh
Mengetahui pentingnya pelaksanaan Haji dan Umroh dalam kehidupan Muslim
Mengetahui tata cara pelaksanaan Haji Umroh
Mengetahui adab yang baik ketika sedang menunaikan ibadah Haji dan Umroh
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian singkat Haji dan Umroh
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima. Menunaikan ibadah haji adalah suatu bentuk ritual tahunan bagi kaum muslim yang mampu secara material, fisik, maupun juga keilmuan dengan berkunjung ke beberapa tempat di Arab Saudi atau juga akan melaksanakan beberapa kegiatan pada satu waktu yang telah ditentukan yakni tepat pada bulan Dzulhijjah1. Secara etimologi atau bahasa, Haji berarti niat (اللغة هي القصد), sedangkan menurut syara’ (اصطلاحا : قصد الكعبة للنسك في شهر الحج) berarti Niat menuju Baitul Haram dengan amal-amal yang khusus.
(Al-Malibari, 982 H) Umroh merupakan berkunjung ke Ka’bah untuk bisa melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Umroh ini disunahkan bagi muslim yang bila mampu. Umroh dapat dilakukan pada kapan saja, kecuali pada hari Arafah yakni tgl 10 Zulhijah dan juga hari-hari Tasyrik yaitu tgl 11,12,13 Zulhijah1. Melaksanakan Umroh pada bulan Ramadhan sama degan nilainya dengan melakukan Ibadah Haji.
Rukun-rukun Haji dan Syarat Sahnya
(Yunus, 1936)
Rukun Haji: Rukun ibadah haji adalah niat ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sai dan memotong rambut.
Syarat Sah Haji
Beragama Islam
Baligh (Dewasa)
Berakal Sehat
Merdeka atau bukan hamba sahaya
Mampu. Yang dimaksud dengan mampu meliputi:
Memiliki biaya untuk pergi ke Makkah dan kembali
Ada kendaraan, baik milik pribadi maupun pemerintah atau swasta
Aman selama dalam perjalanan, baik saat pergi maupun pulang
Rukun Umroh: Rukun pada ibadah umroh terletak pada tidak adanya rukun wukuf di padang Arafah.
Syarat Sah Umroh:
Beragama Islam
Baligh dan berakal
Merdeka dari perbudakan, atau bukan hamba sahaya
Memiliki kemampuan
Keutamaan Haji dan Umroh
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Musa, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abi Sufyan, dari 'Ikrimah bin Khalid, dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: "Islam dibangun di atas lima (landasan); Persaksian dengan menafikan adanya tuhan yang berhak disembah selain Allah ﷻ dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadan."(Muttafaqun ‘alaih)
(Ali, 817 H)
Orang yang beribadah haji dijanjikan surga dan umrah menggugurkan dosa
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda
العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا ، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّة
“Satu umrah hingga umrah berikutnya adalah penggugur dosa-dosa di antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tiada ganjaran bagi pelakunya melainkan surga” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349).
Haji menghapuskan dosa-dosa
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah, lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan, maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya” (HR. Bukhari no. 1521).
Haji dan umrah menghilangkan kefakiran
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Iringi umrah dengan haji atau sebaliknya, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An-Nasa’i no. 2629, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).
Umrah adalah haji kecil
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
واختلف في المراد بالحج الأصغر، فالجمهور على أنه العمرة
“Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan al hajj al ashghar (haji kecil). Jumhur ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah umrah” (Fathul Bari, 8: 178).
Mendapat keutamaan sholat di masjidil harom
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami 'Ubaidulloh bin 'Amr dari Abdul Karim dari 'Atho' dari Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, "Salat di masjidku lebih utama daripada seribu salat di tempat lainnya kecuali Masjid Haram, dan salat di Masjid Haram lebih utama daripada seratus ribu kali salat di tempat lainnya."”(HR. Ahmad-14733)
Tata Cara Pelaksanaan Haji Dan Umroh
Dijelaskan dalam kitab Fathul Qaribil Mujib kitab fikih Madzhab Syafi’i terdapat 5 (lima) rukun haji yang harus dilaksanakan.
(Gumelar, 2023) Kelima rukun haji tersebut yakni Ihram, Wuquf, Thawaf, Sa’i dan Tahallul. Mengingat pentingnya rukun haji sebagaimana penjelasan di atas, berikut ini penjelasan rukun ibadah haji beserta tata cara pelaksanaan dan waktunya.
Ihram
Yakni niat beribadah haji yang dilaksanakan pada saat miqot. Niat ini harus memperhatikan waktu (miqat zamani) dan tempat (miqat makani). Terkait miqat zamani, niat harus dilakukan di bulan Syawal, Dzulqa’dah, dan awal Dzulhijjah. Sementara miqat makani, bagi penduduk Indonesia (sesuai buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kemenag), miqat-nya disesuaikan dengan gelombang. Bagi jamaah gelombang pertama, miqat dimulai dari Dzulhulaifah (Bir Ali). Sementara bagi jamaah gelombang kedua, miqat-nya ketika berada di atas pesawat udara pada garis sejajar dengan Qarnul Manazil atau di Bandara King Abdul Azis Jeddah (sesuai dengan Keputusan Komisi Fatwa MUI, tanggal 28 Maret 1980 dan dikukuhkan kembali pada tanggal 19 September 1981 tentang Miqat Haji dan Umrah) atau Asrama Haji Embarkasi di Tanah Air.
Wuquf
Di Bukit Arafah Waktu pelaksanaan wuquf di Bukit Arafah terentang mulai dari waktu Dzuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai Subuh tanggal 10 Dzulhijjah. Jamaah haji dapat memilih antara waktu siang sampai setelah maghrib, ataupun malam harinya sampai jelang subuh.
Thawaf Ifadhah
Setelah melaksanakan wuquf di Bukit Arafah, jamaah haji berjalan menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf ifadhah yakni berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari arah Hajar Aswad dengan posisi Ka’bah berada di sebelah kiri badan jamaah haji. Gampangnya adalah jamaah haji berjalan mengelilingi Ka’bah berpuiar melawan arah jarum jam. Waktu pelaksanaan thawaf ifadhah yang utama adalah pada tanggal 10 Dzulhijjah sesudah melempar jumrah aqabah dan tahallul. Sedangkan waktu lainnya ialah sesudah tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, atau sesudah terbitnya fajar di tanggal 10 Dzulhijjah, atau sesudah keluarnya matahari di tanggal 10 Dzulhijjah. Tidak ada batasan waktu untuk akhir pelaksanaan tawaf ini, tetapi sebaiknya dilaksanakan sebelum berakhirnya hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Sa’i
Yaitu lari-lari kecil yang dilakukan oleh jamaah haji dari bukit Shafa ke Marwah sebanyak 7 kali putaran.
Tahallul
Yaitu mencukur rambut setelah selesai melaksanakan rangkaian ibadah haji yang dilaksanakan sekurang-kurangnya adalah setelah lewat tanggal 10 Dzulhijjah.
Adab Dalam Berhaji
Kami membagi Adab Berhaji menjadi 3 bagian yaitu:
Adab Sebelum Menunaikan Ibadah Haji
Setiap jemaah yang akan menunaikan ibadah haji mesti memperhatikan beberapa hal, seperti persiapan sebelum haji, ilmu ibadah haji, hingga adab saat ingin melaksanakannya. Berikut ini adab pergi haji yang harus diketahui oleh calon jemaah haji. Sebelum mempelajari ilmu ibadah haji, muslim perlu memahami perkara adab. Hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW,
بالأدب تفهم العلم
Artinya: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu
Imam Malik RA pun turut mengatakan:
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
Artinya: "Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu."
5 Adab sebelum Menunaikan Ibadah Haji
Ada lima adab yang perlu diketahui sebelum berangkat haji. Berikut di antaranya:
Niat yang Ikhlas
Syarat utama untuk diterimanya segala ibadah adalah niat yang tulus. Niat yang murni untuk membersihkan jiwa dari segala sifat negatif, seperti kesombongan, riya, atau kebanggaan, dan juga untuk mencari keridaan Allah SWT.
Biaya Haji Tidak Halal
Biaya haji berasal dari sumber yang halal, tidak mengandung syubhat atau harta yang haram. Menurut Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Hanafi mengenai harta haram untuk pergi haji adalah biaya yang sah secara lahir, tetapi tidak mabrur dan jauh dari penerimaan/rida Allah SWT. Imam Ahmad bin Hanbal RA mengatakan tidak sah hajinya dengan harta haram.
Memenuhi Hak-hak Allah SWT
Adab sebelum menunaikan haji selanjutnya adalah memenuhi hak-hak Allah SWT. Hak-hak Allah SWT yang dimaksud tersebut adalah kewajiban yang perlu ditunaikan bagi seorang muslim seperti salat, zakat, nazar, kafarat, dan fidyah.
Bertobat Muslim
Dianjurkan pula bertobat dengan tobat nasuha (tobat yang sebenar-benarnya). Diharapkan untuk sungguh-sungguh bertobat dari perbuatan maksiat dan dosa serta segala hal yang tidak disukai oleh Allah SWT. Hal ini bisa dilakukan dengan secara konsisten memohon ampun (istighfar), berusaha keras, dan berkomitmen untuk meninggalkan maksiat dan dosa selamanya. Selain itu, juga penting untuk memperbaiki diri dengan melakukan amal saleh yang terbaik.
Selesaikan Hak-hak dengan Manusia
Meminta maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan
Jika punya hutang bayarlah, dan apapun yang terkait dengan urusan muamalah lainnya dengan keluarga, teman, tetangga, dll
Menyelesaikan urusan-urusan yang masih belum terselesaikan dengan orang atau pun pihak lain
Menulis wasiat mengenai hak-hak Allah SWT atau hak-hak kerabat, saudara, atau keluarga
Memberikan bekal yang cukup untuk keluarga yang ditinggalkan selama menunaikan ibadah haji hingga kembali
memohon keridaan dan doa orang tua, guru, kerabat, keluarga atau sahabat.
muslim dianjurkan untuk mengaji dan mengkaji dengan memperbanyak membaca Al-Qur'an, berdoa dan berzikir. Selain itu, memahami fiqh haji dan umrah (kaifiah/tata cara manasik dan lain-lain) serta hukum atau fiqh lainnya seperti wudhu, tayamum, salat dan juga adab dan akhlak selama pelaksanaan dan selesainya ibadah haji dan umrah.
Berkenaan dengan adab sebelum menunaikan ibadah haji juga dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 197. Allah SWT berfirman:
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
) ١٩٧(
Artinya: "(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat."
Demikianlah adab sebelum pergi haji yang perlu diketahui oleh para calon jemaah haji.
Adab seorang yang sedang melaksanakan Haji
Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Baqarah ayat 196:
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌۗ ذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَاب
Artinya: “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Mahakeras hukuman-Nya.”
Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 196 Ibnu Katsir menyebutkan riwayat yang menjelaskan sababun nuzul surat Al-Baqarah ayat 196, berikut riwayatnya:
وقد روى الإمام أبو محمد بن أبي حاتم في سبب نزول هذه الأية حديثا غريبا فقال: حدثنا علي ابن الحسين, حدثنا أبو عبد الله الهروي حدثنا غسان الهروي حدثنا إبراهيم بن طهمان عن عطاء عن صفوان بن أمية أنه قال: جاء رجل إلى النبي صم متضمخ بالزعفران عليه جبة, فقال: كيف تأمرني يا رسول الله في عمرتي؟ قال: فأنزل الله: (وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِۗ) فقال رسول الله صم: "أين السائل عن العمرة؟" فقال: ها أنا ذا. فقال له: "ألق عنك ثيابك ثم اغتسل واستنشق ما استطعت ثم كنت صانعا في حجك فاصنعه في عمرتك"
Artinya: “Imam Abu Muhammad bin Abi Hatim meriwayatkan sababun turun ayat ini dengan sebuah hadits yang gharib. Ia berkata, “Menceritakan kepada kami Ali bin Husain, menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Harawi, menceritakan kepada kami Ghassan Al-Harawi, menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahman, dari Atha’, dari Shafwan bin Umayyah, bahwa ia berkata: “Seorang laki-laki mendatangi Nabi saw dengan semerbak wangi Za’faran. Ia mengenakan jubah. Ia berkata: “Bagaimana engkau memerintahkanku dalam umrahku wahai Rasulullah?”
Kemudian Allah menurunkan ayat: Wa atimmul-ḫajja wal-‘umrata lillāh. Rasulullah bertanya: “Di mana orang yang bertanya tentang umrah tadi?”
“Di sini wahai Nabi”, jawab laki-laki tersebut. Kemudian Nabi saw bersabda: “Lepaskan bajumu, mandilah, beristinysaqlah (menghirup air ke hidung). Lalu apa yang engkau lakukan pada hajimu lakukan juga pada umrahmu.” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wat Tauzi’: 1999 M/1420 H], juz I, halaman 532).
Ibnu Katsir memberi catatan bahwa hadits di atas ialah hadits yang gharib dan memiliki runtutan yang aneh. Dalam riwayat lain, dalam kitab shahih Al-Bukhari dan Muslim, ia menuturkan bahwa Nabi saw berkata: “Lepaslah jubahmu, basuhlah minyak wangi yang ada pada dirimu, dan lakukanlah umrah sebagaimana engkau melakukan hajimu”, tanpa menyebutkan mandi, istinsyaq dan turunnya ayat.”
Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 196 Setelah pada ayat sebelumnya Allah menyebutkan hukum puasa, kemudian mengikutkannya dengan jihad, pada ayat ini Allah menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah haji. Allah memerintahkan manusia untuk menyempurnakan ibadah haji dan umrah. (Ibnu Katsir, I/530).
Prof Quraisy Syihab menjelaskan dalam tafsirnya, ayat di atas merupakan salah satu ayat yang merinci dengan jelas hukum dan adab haji. Dalam hal keterkaitan dengan ayat sebelumnya, Prof Quraisy menjelaskan, sebagaimana berperang di jalan Allah merupakan jihad guna memelihara kesatuan umat dan agama, haji merupakan jihad jiwa untuk memelihara kepribadian dan menjalin persatuan umat. (Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah, juz I, halaman 428).
Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan bahwa maksud ayat ini, yaitu Allah memberikan perintah kepada umat Islam untuk menyempurnakan haji dan umrah dengan sempurna sesuai dengan rukun dan syaratnya karena Allah dengan tidak mencampur adukkannya dengan tujuan-tujuan duniawi. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, juz I, halaman 46).
Terlepas dari perbedaan pendapat ulama terkait hukum umrah, apakah wajib atau sunah, ayat di atas menjelaskan kewajiban menyempurnakan pelaksanaan umrah sebaik mungkin dengan niat karena Allah. Bukan karena tujuan lain, semisal gelar haji yang disematkan oleh masyarakat. Karenanya, Allah menyebutkan kata ‘lillah’ pada ayat di atas untuk mengingatkannya.
Adapun dari ayat di atas terdapat enam (6) hukum dan adab haji yang dapat diambil:
Ketika terjadi hal-hal yang menghalangi untuk menyempurnakan haji atau umrah disebabkan sakit atau dikepung oleh musuh dan orang yang haji atau umrah menghendaki untuk bertahallul, maka hendaknya ia menyembelih hewan sembelihan yang mudah baginya, baik unta, sapi, maupun kambing.
Orang haji tidak diperkenankan bertahallul dari ihram hingga sembelihan sampai pada tempat di mana terjadi pengepungan, baik pada tanah halal ataupun haram.
Jika dalam pelaksanaan haji orang terkena penyakit atau gangguan di kepala seperti kutu yang mengharuskan mencukur rambut, maka wajib baginya untuk membayar fidyah dengan berpuasa tiga hari atau bersedekah makanan untuk enam orang miskin atau dengan menyembelih seekor kambing.
Jika orang sudah merasakan aman dan hendak melakukan tamattu’ pada hajinya dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu, kemudian ia bersenang-senang dengan hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada saat ihram sebelum melaksanakan ibadah haji, maka ia wajib menyembelih sembelihan kambing sebagai bentuk syukur kepada Allah.
Jika tidak menemukan hewan sembelihan atau tidak mempunyai biaya untuk menyembelihnya, maka ia berpuasa 10 hari (3 hari pada saat haji dan 7 hari sekembalinya ke tanah air)
Ketentuan sembelihan atau tamattu’ di atas berlaku untuk selain penduduk yang bermukim di sekitar Masjidil Haram, yakni dalam jarak yang diperbolehkan qashar menurut Syafi’i atau yang tempat tinggalnya di luar miqat menurut Abu Hanifah.
Kesimpulannya, ibadah haji merupakan ibadah yang tidak hanya kesiapan finansial memerlukan, kesehatan jasmani, tapi juga memerlukan kesiapan ruhani untuk melaksanakan dan menjalani rangkaian ibadah secara sempurna.
Adab setelah Berhaji
Delapan adab yang dijelaskan dalam Kitab Al-Idhah fi Manasikil Hajj wal Umrah.
Membaca doa perjalanan pulang haji yakni:
آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ، سَاجِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ
Artinya, “(Kami) pulang, bertobat, menyembah, dan memuji Tuhan kami.”
Mengutus orang untuk mengabarkan pihak keluarga agar kepulangan jamaah haji tidak mengejutkan pihak keluarga. Hal ini bisa dilakukan dengan mudah saat ini dengan menggunakan berbagai jenis alat komunikasi.
Membaca doa memasuki kampung halaman yakni:
باسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ إنِّي أسألُكَ خَيْرَها وَخَيْرَ أهلها وَخَيْرَ ما فِيها وأعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّها وَشَرّ أهلها وَشَرّ مَا فِيهَا
Artinya, “Dengan nama Allah, ya Allah, aku memohon kebaikan dari pasar ini dan kebaikan dari apa yang ada di dalamnya. Aku berlindung dari keburukan pasar ini dan keburukan apa yang ada di dalamnya. Ya Allah, aku berlindung dari sumpah palsu dan transaksi yang merugikan.”
jamaah haji juga dianjurkan membaca doa berikut ini:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لَنَا بِهَا قَرَارًا وَرِزْقًا حَسَنًا
Artinya, “Ya Allah, jadikan kota ini sebagai tempat mukim dan (kami memohon) rezeki yang baik untuk kami.”
Diusahakan pulang ke rumah pada siang hari. Jamaah haji dianjurkan untuk memasuki rumah pada siang hari jika memungkinkan dan tidak menyulitkan. Tetapi mereka yang tiba di kediamannya pada malam hari dapat langsung masuk ke dalam rumah. Ini, kata Syekh Ibnu Hajar, berlaku bagi mereka yang memiliki istri atau keluarga,” jelas Ustadz Alhafidz.
Diusahakan untuk mencari masjid terdekat untuk melakukan shalat dua rakaat. Setelah itu ia dapat pulang ke rumah dan shalat dua rakaat di rumah. Di dalamnya ia bersyukur kepada Allah atas keselamatan perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji hingga selesai.
Orang yang menyambut jamaah haji dianjurkan mendoakan jamaah haji yang baru pulang dengan doa:
قَبَّلَ اللهُ حَجَّكَ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ
Artinya, “Semoga Allah menerima ibadah hajimu, mengampuni dosamu, dan mengganti pengeluaranmu.”
Atau doa berikut:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْحَاجِّ وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الحَاجُّ
Artinya, “Ya Allah, ampunilah dosa jamaah haji ini dan dosa orang yang dimintakan ampun oleh jamaah haji ini.”
Mengucapkan permohonan tobat yang dilafalkan Rasulullah saw sebelum memasuki rumahnya dan menemui keluarganya dengan bacaan doa:
تَوْبًا تَوْبًا، لِرَبِّنَا أَوْبًا، لَا يُغَادِرُ حُوْبًا
Artinya, “Kami sungguh memohon pertobatan. Kepada Tuhan kami, kami kembali, tobat yang tidak menyisakan dosa.”
berusaha menjadi lebih baik dari sebelum haji. Jamaah haji dianjurkan untuk meningkatkan kuantitas jika memungkinkan, tetapi terutama kualitas hablum minallah (hubungan dengan Allah) dan hablum minan nas (hubungan dengan manusia). “Jamaah haji perlu terus meningkatkan pengetahuan agama yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, dan seterusnya, karena tidak ibadah haji tidak menyulap jamaah haji menjadi ahli agama secara kun fayakun,” Pungkasnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Haji dan Umroh merupakan ibadah penting dalam Islam yang memiliki nilai spiritual tinggi dan berbagai keutamaan. Haji, sebagai rukun Islam kelima, wajib bagi umat Muslim yang mampu melakukannya, baik dari segi material, fisik, maupun pengetahuan. Pelaksanaannya diatur pada waktu dan tempat tertentu, khususnya di bulan Dzulhijjah. Sementara itu, Umroh adalah ibadah yang bisa dilakukan kapan saja, kecuali pada waktu-waktu tertentu yang dilarang, dan memiliki keutamaan yang sebanding dengan Haji jika dilakukan di bulan Ramadhan.
Keutamaan Haji dan Umroh sangat banyak, termasuk dijanjikannya surga bagi yang melaksanakan Haji mabrur dan diampuninya dosa-dosa antara dua Umroh. Haji juga memiliki kekuatan menghapus dosa-dosa dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan umat Muslim. Selain itu, Haji dan Umroh dipercaya dapat menghilangkan kefakiran dan memiliki nilai yang sangat tinggi dalam ibadah, seperti shalat di Masjidil Haram yang lebih utama daripada seratus ribu shalat di tempat lain.
Dengan demikian, pelaksanaan Haji dan Umroh bukan hanya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas spiritual dan sosial umat Muslim. Keutamaan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya memberikan motivasi besar bagi umat Islam untuk melaksanakan kedua ibadah ini dengan sebaik-baiknya.
Daftar Pustaka
Ali, S. A. (817 H). Ucapan Nabi SAW : "Islam dibangun di atas Pima Perkara". Dalam S. A. Ali, Fath Al-baari (hal. No 8).
Al-jarjawi, A. A. (.). Hikmatu At-tasyri' Wa Falsafatihi. Dalam A. A. Al-jarjawi, Hikmatu At-tasyri' Wa Falsafatihi (hal. 245-301). Jeddah: Al-haromain.
Al-Malibari, Z. B. (982 H). Bab Haji. Dalam Z. B. Al-Malibari, Fath Al-Mu'in (hal. 60-66). Surabaya, Indonesia: Dar Al-'Ilm.
Faizin, M. (2023, juni 5). 8 Adab Pulang Haji, Mulai Berdoa sampai Komitmen Untuk Lebih Baik. Diambil kembali dari nu.or.id: https://nu.or.id/nasional/8-adab-pulang-haji-mulai-berdoa-sampai-komitmen-untuk-lebih-baik-9Y12Z
Gumelar, A. (2023, Juni 5). 5 Rukun Haji Beserta Tata Cara Pelaksanaan dan Waktunya. Diambil kembali dari jabar.nu.or.id: https://jabar.nu.or.id/keislaman/5-rukun-haji-beserta-tata-cara-pelaksanaan-dan-waktunya-NJvcd
Yunus, M. (1936). Al-hajj. Dalam M. Yunus, Al-fiqhu Al-wadhihu (hal. 15-28). Jakarta: Maktabah As-sa'adiyah Putra.
20