Academia.eduAcademia.edu

Akhlak Tasawuf ; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian

2024

Tasawuf secara terminology didefinisikan oleh beberapa ahli dengan pengertian yang berbeda-beda. Sebagaimana Syekh Abdul Qadir al-Jailani mendefinisikan tasawuf adalah mensucikan hati serta melepaskan hawa nafsu dari akarnya dengan khalwat, riyadlah, taubat dan ikhlas. Al-Junaidi mendefinisikan tasawuf adalah kegiatan membersihkan hati dari yang mengacaukan pikiran manusia, meredupkan kelemahan, menjauhi Hasrat hawa nafsu, mendekati sesuatu hal yang diridhai Allah, memberikan nasihat kepada semua orang tanpa terkecuali, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memegang janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti ajaran Rasulullah pada sisi syari'at.

Abdus Salam Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian Abdus Salam T asawuf secara terminology didefinisikan oleh beberapa ahli dengan pengertian yang berbeda-beda. Sebagaimana Syekh Abdul Qadir al-Jailani mendefinisikan tasawuf adalah mensucikan hati serta melepaskan hawa nafsu dari akarnya dengan khalwat, riyadlah, taubat dan ikhlas. Al-Junaidi mendefinisikan tasawuf adalah kegiatan membersihkan hati dari yang mengacaukan pikiran manusia, meredupkan kelemahan, menjauhi Hasrat hawa nafsu, mendekati sesuatu hal yang diridhai Allah, memberikan nasihat kepada semua orang tanpa terkecuali, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memegang janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti ajaran Rasulullah pada sisi syari'at. Sementara menurut Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, guru besar tasawuf UIN Walisongo Semarang, mendefinisikan tasawuf adalah latihan secara sungguhsungguh (riyadlah dan mujahadah) guna membersihkan hati, meningkatkan keimanan dan memperdalam kerohanian mendekatkan diri terhadap Allah, sebagai wujud manusia untuk yang akhirnya semua perhatiannya terfokus kepada Allah. Didalam tasawuf ada yang disebut dengan Maqamat dan Ahwal yang merupakan dua konsep utama untuk menggambarkan perjalanan spiritual seorang sufi. Maqamat adalah tahapan spiritual yang dijalani melalui usaha dan disiplin pribadi. Sedangkan Ahwal adalah kondisi-kondisi spiritual yang dianugerahkan oleh Allah sebagai hasil dari latihan dan perjalanan spiritual. Prosesnya dimulai dengan maqam pertama yang disebut taubat, dimana seorang sufi bertaubat dari dosa yang pernah dilakukannya dan bertekad bulat untuk menjalani hidup dalam ketaatan penuh kepada Allah, serta meninggalkan segala bentuk maksiat. Seorang sufi akan berusaha mencapai maqam wara, yaitu kewaspadaan diri menjaga dari segala yang dilarang (diharamkan) dan dan juga hal-hal yang syubhat (meragukan). Maqam ini melibatkan peningkatan kesadaran dan kehati-hatian disetiap tindakan, memastikan bahwa semua yang dijalankan merupakan kehendak Allah. Wara mengajarkan seorang sufi untuk menjaga hati dan pikirannya dari halhal yang dapat menjauhkan dirinya dari Allah. Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 1 Abdus Salam Maqam berikutnya adalah zuhud, yang berarti asketisisme atau meninggalkan kesenangan duniawi. Dalam maqam zuhud, seorang sufi harus berusaha melepaskan keterikatan pada materi dan fokus pada kehidupan spiritual. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama dalam hidupnya. Sufi yang berada di maqam ini menjalani hidup secara sederhana, menghindari kemewahan, dan berusaha memperdalam hubungan spiritualnya dengan Allah. Selanjutnya, seorang sufi akan berusaha mencapai maqam sabar (kesabaran). Sabar dalam konteks tasawuf berarti bertahan dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup tanpa putus asa. Kesabaran dianggap sebagai salah satu sifat yang paling mulia, karena dengan sabar, seorang sufi dapat mengatasi berbagai rintangan dalam perjalanannya menuju Allah. Sabar juga mencakup ketabahan dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Setelah melalui maqam sabar, seorang sufi akan mencapai maqam syukur (rasa syukur). Dalam tingkatan ini, seorang sufi selalu bersyukur atas segala nikmat dianugerahkan Allah, baik yang besar atau kecil. Rasa syukur ini tentuk untuk memperkuat hubungan seorang sufi dengan Allah, karena dengan selalu bersyukur, hati menjadi lebih tenang dan nyaman. Syukur juga membantu seorang sufi untuk selalu melihat sisi positif dari setiap kejadian dalam hidupnya. Maqam tawakal (ketawakalan) adalah tahap dimana seorang sufi menyerahkan segala urusannya kepada Allah sepenuhnya. Di maqam ini, seorang sufi yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah bagian dari rencana illahi. Tawakal membutuhkan keyakinan yang kuat dan pemahaman bahwa segala usaha yang dilakukan harus disertai dengan penyerahan penuh kepada kehendak Allah. Ini membuat sufi selalu tenang dan tidak mudah goyah dalam menghadapi segala macam peristiwa. Tahapan berikutnya yaitu maqam ridha (kerelaan), dimana dia rela menerima segala ketentuan Allah tanpa merasa keberatan. Ridha merupakan maqam yang tinggi karena mencerminkan tingkat kepasrahan yang mendalam kepada kehendak Allah. Dalam maqam ini, seorang sufi tidak hanya menerima, tetapi juga merasa bahagia Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 2 Abdus Salam dengan apa yang telah ditetapkan Allah, baik itu sesuatu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Maqam mahabbah (cinta kepada Allah) adalah maqam yang sangat tinggi, dimana seorang sufi merasakan cinta yang mendalam kepada Allah. Cinta ini menguasai seluruh hati dan jiwanya, melebihi cinta kepada siapa dan apapun yang ada di dunia. Untuk mencapai maqam ini, seorang sufi harus melewati berbagai ujian untuk meningkatkan kualitas ibadahnya. Cinta kepada Allah mendorong sufi untuk selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dan menjauhi segala yang bisa merusak hubungan cintanya dengan Allah. Pada tahap-tahap maqamat tersebut, seorang sufi juga akan mengalami berbagai ahwal (kondisi spiritual) yang datang sebagai anugerah Allah. Ahwal bisa berupa perasaan kedamaian, kebahagiaan, atau bahkan pengalaman spiritual yang mendalam dan tidak bisa dijelaskan melalui ucapan atau kata-kata. Ahwal datang secara tiba-tiba dan tidak bisa diusahakan, berbeda dengan maqamat yang harus dicapai melalui usaha keras. Namun, ahwal ini membantu memperkuat maqam yang sedang dijalani oleh seorang sufi. Proses maqamat dan ahwal pada tasawuf menggambarkan perjalanan panjang dan mendalam seorang sufi menuju penyatuan dengan Allah. Setiap maqam dan hal yang dialami dan membantu sufi untuk semakin mendekatkan dirinya kepada Allah, meningkatkan kualitas spiritualnya, dan memperkuat hubungannya dengan Sang Maha Segalanya. Perjalanan ini tidak mudah serta memerlukan ketekunan, kesabaran, dan ketulusan hati yang luar biasa, Dimana hasilnya akan mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati dalam dekatnya hubungan dengan Allah. Karakter Akhlak Islam sebagai agama yang penuh kerahmatan dan salah satu rukun islam yang menjadi tiang agama adalah shalat. Shalat menjadi salah satu ibadah utama dalam Islam serta memiliki dampak positif yang besar dalam pembentukan karakter seorang muslim, termasuk juga didalam tasawuf. Pada tasawuf, shalat bukan sekadar Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 3 Abdus Salam kewajiban ritual rutinitas saja, tetapi juga sarana penting dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mengembangkan akhlak mulia. Karakter ibadah shalat dalam tasawuf melibatkan kedisiplinan, kekhusyukan, dan keikhlasan, yang semuanya merupakan dasar utama dalam membentuk dan memperkuat karakter akhlak seorang sufi. Salah satu karakter utama yang bisa memperkuat akhlak manusia melalui shalat adalah kedisiplinan. Shalat wajib dilaksanakan lima kali sehari pada waktu yang sudah ditentukan, mengajarkan seorang muslim untuk mengatur waktunya dengan baik dan taat pada jadwal yang telah ditetapkan. Disiplin dalam melaksanakan shalat ini mencerminkan komitmen seorang sufi dalam menjaga konsistensi ibadahnya dan menjalankan perintah Allah dengan tepat waktu, yang pada akhirnya mampu mengembangkan kedisiplinan pada aspke kehidupannya. Pada prose melakukan shalat butuh yang Namanya kekhusyukan, dimana kekhusyukan ini juga dibutuhkan dalam tasawuf. Kekhusyukan berarti fokus dan hadirnya hati dalam setiap gerakan pada bacaan shalat, merasakan kehadiran Allah dan berkomunikasi dengan-Nya dengan khidmat. Melalui kekhusyukan, seorang belajar untuk memusatkan pikirannya, mengendalikan gangguan duniawi, dan meningkatkan kesadaran spiritualnya. Ini membantu untuk selalu mengingat Allah dalam setiap situasi dan menjaga hati dari hal-hal yang dapat merusak hubungannya dengan Sang Pemaaf. Keikhlasan dalam shalat merupakan aspek terpenting lainnya yang diperkuat dalam tasawuf. Seorang penganut sufi melaksanakan shalat semata-mata hanya karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Keikhlasan ini mendorong seorang sufi untuk mengembangkan niat yang bersih dalam setiap tingkahlakunya, baik pada ibadah maupun pada kehidupan sehari-hari. Dengan menanamkan sifat Ikhlas pada diri manusia, seseorang mampu menjaga kemurnian hati dan menjauhkan diri dari sifat riya' (pamer) yang dapat merusak atau mengganggu ibadah. Shalat juga mengajarkan pentingnya rasa syukur pada ketundukan kepada Allah. Disetiap gerakan dan bacaan shalat, seorang sufi mengekspresikan rasa syukurnya Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 4 Abdus Salam atas segala nikmat yang telah dianugerakan Allah dan menunjukkan ketundukan penuh kepada-Nya. Rasa syukur ini membantu sufi untuk selalu menghargai apa yang dimiliki, mengembangkan sikap rendah hati, dan menghindari sifat sombong atau angkuh. Ketundukan dalam shalat juga mengajarkan pentingnya patuh dan taat pada perintah Allah pada segala aspek kehidupan. Melalui shalat pula, seorang bisa belajar untuk mengendalikan emosi pikiran dan hatinya. Shalat memerlukan ketenangan dan ketertiban, yang membantu seseorang untuk mengembangkan sikap sabar dan tidak mudah marah. Dalam tasawuf, pengendalian emosi sangat penting karena emosi yang tidak terkendali dapat merusak hubungan spiritual dengan Allah. Dengan belajar mengendalikan emosinya melalui shalat, sufi dapat menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup dengan lebih tenang dan bijaksana. Islam menganjurkan untuk menjalankan shalat berjamaah dan juga mengajarkan pentingnya kebersamaan dan persaudaraan. Dengan shalat berjamaah, seseorang bisa belajar untuk merendahkan diri dihadapan Allah bersama-sama dengan saudara seiman, tanpa memandang status sosial atau kedudukan. Ini membantu memperkuat ikatan ukhuwah (persaudaraan) di antara umat muslim dan mengembangkan sikap toleransi serta kerjasama dalam masyarakat. Shalat menjadi sarana untuk membersihkan hati dan jiwa. Dalam setiap sujud, seorang merasakan kerendahan diri dihadapan Allah, memohon ampunan atas dosa yang sudah dilakukan, dan bertekad untuk memperbaiki diri. Proses ini membantu sufi untuk terus melakukan introspeksi dan berusaha meningkatkan kualitas spiritualnya. Pembersihan hati menjadi hal penting pada tasawuf karena hati yang bersih adalah tempat yang ideal untuk menumbuhkan cinta dan kedekatan kepada Yang Maha Esa. Selain itu, dengan shalat mengajarkan kita semua atas pentingnya ketenangan dan refleksi. Dalam shalat, sufi diharuskan untuk meluangkan waktu sejenak dari kesibukan duniawi, menenangkan diri, dan merenungkan kebesaran Allah. Ketenangan dan refleksi ini membantu sufi untuk menjaga keseimbangan antara Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 5 Abdus Salam kehidupan duniawi dan kehidupan spiritual, serta memperkuat koneksi batin dengan Allah. Dengan melaksanakan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, seseorang belajar untuk taat pada sunnah dan perintah agama. Ketaatan ini bukan sekadar bentuk ritual rutinita shalat saja, tetapi juga dalam penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, shalat menjadi sarana penting dalam pembentukan karakter akhlak kekhusyukan, keikhlasan, tasawuf syukur, yang sabar, penuh dengan kebersamaan, kedisiplinan, pembersihan hati, ketenangan, dan ketaatan kepada Allah. Meski begitu, rukun islam yang ketiga dan keempat juga bisa kita ambil karakter yang mulia untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan mengeluarkan zakat maka harta benda seseorang akan menjadi bersih, tidak hanya harta saja, tapi jiwa manusia juga dibersihkan dengan mengeluarkan zakat. Dalam tasawuf, zakat adalah cara untuk mengembangkan kedermawanan. Memberikan sebagian harta kepada yang membutuhkan, seorang akan belajar untuk melepaskan diri dari kecintaan terhadap materi dan menumbuhkan sikap empati serta solidaritas sosial yang tinggi kepada sesama. Kedermawanan ini penting untuk menghilangkan sifat egois dan mementingkan diri sendiri, menggantikannya dengan rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Zakat mengajarkan manusia untuk memiliki sifat rendah hati. Kerendahan hati ini esensinya dalam tasawuf adalah memungkinkan seorang untuk selalu mengingat bahwa segala sesuatu yang dimiliki adalah karunia Allah dan dapat diambil kapan saja. Rasya Syukur bisa diaplikasikan dalam berbagai macam jenis. Berbagi rezeki bisa membuat seseorang menyadari nikmat yang diberikan Allah dan merasa bahagia dalam berbagi. Rasa syukur ini membantu seseorang untuk tetap positif dan puas dengan apa yang dimiliki, tanpa merasa kurang atau iri terhadap orang lain. Syukur ini memperkuat hubungan sufi dengan Allah, karena dengan bersyukur, seorang sufi mengakui kebesaran dan kemurahan Allah dalam hidupnya. Keikhlasan dalam mengeluarkan zakat juga sangat penting dalam menguatkan karakter akhlak untuk manusia. Memberikan zakat harus dilakukan dengan niat tulus Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 6 Abdus Salam karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari manusia. Keikhlasan ini membantu seseorang untuk membersihkan hati dari sifat riya' (pamer) dan menjadikan semua amal perbuatannya murni hanya untuk mencari kerindhaan Allah. Dalam tasawuf, karakter akhlak dalam wujud keikhlasan adalah kunci penting untuk mencapai maqam-maqam spiritual yang lebih tinggi dan memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta. Tidaknya hanya itu, dengan berzakat juga menanamkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seorang. Dengan menunaikan zakat, manusia akan belajar bahwa dirinya memiliki peran penting dalam kesejahteraan masyarakat. Tanggung jawab ini mendorong seseorang untuk selalu peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya dan berkontribusi dalam mengurangi kesenjangan sosial. Sikap ini sangat penting dalam akhlak tasawuf, karena menekankan pentingnya kasih sayang dan kebaikan kepada semua makhluk. Puasa dan Kesabaran Selama bulan ramadan ada kewajiban yang harus dilakukan semua umat muslim di dunia untuk melakukan kewajiban rukun islam ke tiga, yaitu ibadah puasa. Puasa merupakan ibadah yang mampu membentuk karakter spiritual seseorang. Salah satu karakter utama yang diperkuat melalui puasa adalah kesabaran. Dengan menahan diri dari makan, minum, dan berbagai kenikmatan duniawi dari fajar hingga matahari terbenam, seorang sufi belajar untuk mengendalikan nafsu dan mengatasi keinginankeinginan duniawi. Kesabaran ini sangat penting dalam tasawuf karena membantu sufi untuk tetap teguh dan istiqamah dalam menjalani ibadah dan menghadapi cobaan hidup. Dalam menjalankan ibadah puasa, seseorang harus mengikuti aturan yang ketat mengenai waktu dan perilaku, yang memerlukan disiplin tinggi. Disiplin ini mencerminkan komitmen seseorang dalam menjalankan perintah Allah dan menjaga integritas diri. Disiplin yang dibentuk melalui puasa kemudian diterapkan dalam Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 7 Abdus Salam kehidupan sehari-hari, sehingga akan membantu seseorang untuk selalu konsisten dalam beribadah dan menjaga akhlak dalam berperilaku sehari-hari. Karakter lain yang bisa dihasilkan dari melakukan ibadah puasa adalah Ikhlas/keikhlasan. Puasa adalah ibadah yang sangat private dan hanya Allah yang mengetahui sepenuhnya apakah seseorang sungguh-sungguh melakukan puasa atau tidak. Keikhlasan dalam berpuasa mengajarkan seseorang untuk melakukan segala sesuatu hanya karena Allah, tanpa mencari pengakuan dari orang lain. Keikhlasan memperkuat niatan seseorang dalam segala aspek kehidupannya, memastikan bahwa semua tindakannya dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah. Puasa selain menjadi kewajiban umat islam, juga bisa membantu membersihkan hati dan jiwa seseorang yang menjalankannya. Dari segi tasawuf, puasa dianggap sebagai salah satu cara paling efektif untuk mendetoksifikasi hati dari sifat-sifat buruk seperti kemarahan, iri hati, dan kebencian. Dengan menahan diri dari hal-hal yang dihalalkan pada hari biasa, seorang sufi diajak untuk lebih introspektif dan merenungkan kondisi spiritualnya. Pembersihan hati ini penting untuk mencapai maqam-maqam yang lebih tinggi dalam tasawuf dalam Upaya mendekatkan diri kepada Allah. Solidaritas terhadap sesama dan juga rasa empati bisa dilahirkan dari seseorang yang melakukan puasa. Salah satu caranya dengan merasakan lapar dan dahaga, seorang sufi lebih memahami penderitaan yang dialami oleh orang-orang kurang mampu dan membutuhkan dari segi ekonomi. Ini mendorong seorang sufi untuk lebih peduli dan aktif dalam membantu sesama, memperkuat ikatan sosial dan rasa kebersamaan dalam komunitas. Empati ini adalah salah satu ciri utama akhlak dalam tasawuf, yang menekankan pentingnya kasih sayang dan kebaikan kepada semua makhluk. Secara sederhananya mengamalkan ibadah zakat dan puasa, seseorang bisa memperkuat karakter akhlaknya, yaitu berupa disiplin, keikhlasan, kesabaran, empati, dan kerendahan hati, yang semuanya merupakan fondasi utama dalam perjalanan spiritual menuju kedekatan dengan Allah. Salah satu tokoh besar yang popular dalam bidang tasawuf, Imam Al Ghazali, atau disebut sebagai "Hujjatul Islam" (Bukti Islam), merupakan ulama luar biasa Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 8 Abdus Salam dalam sejarah Islam yang memberikan kontribusi signifikan dalam bidang tasawuf dan akhlak. Dalam karyanya yang menyebar seantero penjuru dan begitu terkenal, yaitu "Ihya' Ulumuddin" (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), Al Ghazali menyajikan panduan yang komplit dalam hal cara mencapai kebersihan hati dan kedekatan dengan Allah melalui menerapkan akhlak mulia. Ajaran-ajarannya menekankan pentingnya memperbaiki batin sebagai fondasi utama dalam berperilaku yang benar. Al Ghazali menekankan bahwa amal ibadah hanya akan diterima oleh Allah jika dilakukan dengan niat yang tulus semata-mata hanya untuk Allah. Keikhlasan dalam niat menjadi landasan utama dalam tasawuf, karena melalui niat yang murni, setiap tindakan sehari-hari bisa menjadi ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu juga menekankan pentingnya tazkiyatun nafs atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela seperti kesombongan, iri hati, dan cinta dunia. Menurutnya, pembersihan jiwa adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang sufi untuk mencapai derajat spiritual yang tinggi. Proses ini melibatkan introspeksi yang mendalam dan upaya terus-menerus untuk memperbaiki diri dan menghilangkan 9 segala sifat buruk. Tawakal, atau berserah diri kepada Allah menjadi prinsip penting dalam ajaran akhlak dari Al Ghazali. Seorang muslim harus berusaha semaksimal mungkin dalam segala hal, namun tetap menyadari bahwa hasil akhirnya berada di tangan Allah. Sikap tawakal ini membangun ketenangan batin dan kepercayaan penuh pada kehendak Allah, serta menghindarkan dari rasa putus asa dan ketidakpuasan. Selain itu juga menekankan pentingnya memiliki sikap sabar dan syukur. Sabar dalam menghadapi berbagai macam cobaan hidup dan syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah merupakan dua sifat yang harus dimiliki oleh setiap orang atau seorang sufi. Sabar dan syukur mengajarkan untuk selalu melihat sisi positif dalam setiap keadaan, sehingga hati menjadi tenang dan selalu dekat dengan Allah. Bersama Al Ghazali seorang sufi diajak untuk mengevaluasi diri, mengenali kesalahan dan dosa-dosanya, serta bertekad untuk memperbaiki diri. Praktik ini sangat penting dalam tasawuf karena membantu menjaga kebersihan hati dan keikhlasan niat. Muhasabah atau introspeksi diri, sebagai cara untuk memperbaiki Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian Abdus Salam akhlak dan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu juga menggunakan Mahabbah atau cinta kepada Allah yang merupakan inti dari ajaran tasawuf Al Ghazali. Cinta kepada Allah harus menjadi motivasi utama dalam setiap tindakan seorang sufi. Dengan cinta yang tulus kepada Allah, seorang sufi akan selalu berusaha untuk melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Cinta kepada Allah juga mendorong sufi untuk selalu mendekatkan diri melalui ibadah dan dzikir. Zuhud atau asketisme, merupakan juga salah satu ajaran akhlak yang ditekankan oleh Al Ghazali. Seorang sufi harus menjalani kehidupan sederhana dan tidak tergiur oleh kesenangan duniawi semata. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi menjadikan akhirat sebagai tujuan utama, sehingga hati tidak terikat pada hal-hal materi yang bersifat sementara. Selain zuhud, persaudaraan dan kasih sayang juga tidak kalah pentingnya untuk seorang sufi. Karena memiliki sikap kasih sayang, membantu sesama, dan menjaga ukhuwah (persaudaraan) islamiyah, tidak hanya memperkuat hubungan sosial tetapi juga mencerminkan akhlak mulia yang diajarkan dalam tasawuf. Cinta kepada Allah dimanifestasikan dengan mencintai sesama makhluk dengan penuh kasih sayang. Al Ghazali juga mengajarkan bahwa keikhlasan tidak hanya dalam ibadah ritual saja, tetapi juga dalam setiap aspek gerak kehidupan, termasuk muamalah. Seseorang harus memiliki integritas tinggi, jujur, dan adil dalam setiap perbuatan, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi. Keikhlasan dalam muamalah mencerminkan akhlak tasawuf yang sebenarnya, yaitu menjalani kehidupan dengan niat yang tulus dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan menginternalisasi ajaranajaran akhlak dari Imam Al Ghazali, kita mampu mencapai kebersihan hati dan kedekatan dengan Allah, serta menjalani kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai luhur yang mencerminkan akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupannya. Akhlak Tasawuf; Karakter Akhlak dan Perjalanan Kesufian 10