Academia.eduAcademia.edu

Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di Indonesia

2019

Perizinan di indonesia masih menyisakan tugas yang cukup banyak. Hal ini terkait dengan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan birokrat dalam memudahkan perizinan tambang, alih fungsi lahan dan sederet persoalan perizinan lainnya.Cukup banyak kasus korupsi perizinan yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lihat saja, berdasarkan peringkat dalam ease of doing business (EoDB) atau kemudahan berusaha 2016 versi World Bank Group, Indonesia berada pada posisi 109 dari 189 negara. Tak heran jika pemerintah berupaya "menggenjot" dengan menyederhanakan sistem perizinan.Sebab jika tidak diperbaiki sistem perizinan di daerah masih menjadi lahan empuk bagi pejabat daerah dalam melakukan korupsi perizinan, sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis. Kata Kunci : Korupsi Perizinan, Otonomi Daerah, Pejabat Daerah Abstract: Licensing in Indonesia still leaves a lot of tasks. This is related to the ab...

KORUPSI PERIZINAN DALAM PERJALANAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA Muhammad Zainul Arifin SH. MH Irsan, SH. M.Hum Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya email : [email protected], [email protected] Abstrak Perizinan di indonesia masih menyisakan tugas yang cukup banyak. Hal ini terkait dengan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan birokrat dalam memudahkan perizinan tambang, alih fungsi lahan dan sederet persoalan perizinan lainnya. Cukup banyak kasus korupsi perizinan yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lihat saja, berdasarkan peringkat dalam ease of doing business (EoDB) atau kemudahan berusaha 2016 versi World Bank Group, Indonesia berada pada posisi 109 dari 189 negara. Tak heran jika pemerintah berupaya "menggenjot" dengan menyederhanakan sistem perizinan. Sebab jika tidak diperbaiki sistem perizinan di daerah masih menjadi lahan empuk bagi pejabat daerah dalam melakukan korupsi perizinan, sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis. Kata Kunci : Korupsi Perizinan, Otonomi Daerah, Pejabat Daerah Abstract Licensing in Indonesia still leaves a lot of tasks. This is related to the abuse of authority carried out by regional heads together with bureaucrats in facilitating mining permits, land conversion and a range of other licensing issues. There are quite a lot of licensing corruption cases handled by the Corruption Eradication Commission (KPK). Just look, based on the ranking of ease of doing business (EoDB) or business ease 2016 version of the World Bank Group, Indonesia is in the position of 109 out of 189 countries. No wonder the government seeks to "boost" by simplifying the licensing system. Because if it is not repaired, the licensing system in the regions is still an easy area for local officials to conduct licensing corruption, making it difficult for businesses to expand and develop their business. Keywords : Licensing Corruption, Regional Autonomy, Regional Officials A. Pendahuluan Salah satu amanat Undang-Undang Dasar 1945 saat berdirinya Indonesia adalah memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Hal ini menjadi tugas penting bagi semua elemen untuk dapat saling bahu-membahu dalam mensejahterakan rakyat dan memberikan rasa aman termasuk saat dalam kegiatan ekonomi dan investasi di Negara ini. Salah satu per- soalan yang dihadapi dalam bidang perekonomian adalah masih rumitnya iklim investtasi di Indonesia dan korupsi di bidang perizinan menjadi masalah serius yang merata dan tersebar di seluruh pemerintah daerah negeri ini. Sebutlah apa yang terjadi di Meikarta dengan kasus korupsi dalam pengurusan izin yang melibatkan pejabat tingi pemerintah Kabupaten Bekasi dan petinggi Lippo 887 Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896 Grup. Katakanlah itu baru satu proses perizinan yang tersangkut korupsi. Lalu bagaimana dengan ratusan bahkan ribuan izin investasi yang bermasalah di negeri ini. Jika ditarik dari berbagai sisi kerugian Negara yang diakibatkan oleh korupsi sektor perizinan di Indonesia maka tidak main-main jumlah ruginya. Bisa mencapai triliunan rupiah dan semakin hari semakin parah modusnya. Belum ditambah dari sektor minyak bumi, gas alam, izin konsesi lahan, pembukaan hutan menjadi lahan produktif dan sederet izin-izin besar di negeri ini. Pelakunya adalah Aparatur Pemerintahan dan korporasi. Tidak jarang korupsi perizinan itu berkaitan dengan pembiayaan politik. Dan hampir semua elemen perizinan telah masuk dalam izin yang bermasalah dan rawan disalahgunakan. Lalu pertanyaan yang mendasar yang diajukan oleh penulis adalah bagaimana izin yang dikeluarkan oleh pemerintah ketika aparaturnya ditangkap karena kasus korupsi. Bukankah secara filosofis pemberian izin berfungsi untuk mengawasi dan mengendalikan aktifitas masyarakat agar tidak timbul kerugian pada pihak lain. Instrument izin bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, bukan sebaliknya hanya memberikan kemudahan kepada pada segelintir orang yang berdampak luas dalam menggerus hutan dan lahan di Negara ini. Oleh karena itulah untuk mendapatkan izin ada syarat dan prosedur yang harus dipatuhi sebab pemerintah harus memastikan agar izin yang diberikan tidak merugikan masyarakat dan kepentingan umum.1 Selain itu efek yang ditimbulkan bagi daerah seperti menghasilkan pandangan bahwa desentralisasi memiliki konsekuensi yang ambigu : pada satu sisi memungkinkan daerah untuk lebih memiliki kewenangan sehingga fleksibel dan responsif dalam melakukan pelayanan publik; tapi pada sisi lain, juga menyebabkan para pejabatnya lebih memiliki kesempatan untuk korup. Korupsi oleh pejabat terpilih dan pegawai pu1 Oce Madril, Membatalkan perizinan Koruptif, Kompas Kolom Opini, hlm. 7 888 blik dapat menjadi sumber utama ketidakpuasan publik terhadap pemerintah daerah. Ketika pejabat mengkorup uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau meminta uang dari individu atau perusahaan yang berbisnis dengan atau diatur oleh pemerintah daerah, maka akan terjadi kenaikan biaya pemerintah, peraturan yang tak dijalankan, dan secara umum mereduksi kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Akhirnya, korupsi menghancurkan harapan pelayanan publik yang baik sebagai tujuan desentralisasi itu sendiri. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa korupsi di daerah telah menyebabkan buruknya kualitas pelayanan publik, khususnya di sektor pendidikan, transportasi, kesehatan, investasi perizinan dan lain sebagainya.2 Maraknya korupsi di level lokal ini sejalan dengan kondisi serupa di level nasional. Indikasi maraknya praktek korupsi di Indonesia dapat dilihat dari angka persepsi korupsi, misalnya hasil studi yang dilakukan Transparency International. Secara global, dalam sepuluh tahun terakhir, survei Transparency International (TI) menempatkan Indonesia masuk dalam kelompok negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi. Dari Corruption Perception Index (CPI) untuk skor 10 (terbersih) hingga skor 0 (terkorup), Indonesia sejak tahun 2001 hingga 2010 selalu dibawah skor 3,0 atau masih tergolong negara sangat korup. Baru pada tahun 2012 tren positif kenaikan skor CPI mulai terlihat. Terbukti dengan perolehan skor Indonesia naik menjadi 3,2 Persen.3 B. Pembahasan 1. Desentralisasi dan Harapan Majunya Daerah Otonomi daerah merupakan proses pengejewantahan penerapan sistem desentralisasi. Dimana sistem desentrali2 Budi Setiyono, Memahami Korupsi Di Daerah Pasca Desentralisasi: Belajar Dari Empat Studi Kasus, Politika, Vol. 8, No. 1, April 2017, hlm. 28 3 Ibid Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi … sasi diterapkan sebagai tindak lanjut demokratisasi di Indonesia. Proses sejarah yang memaksa diterapkannya sistem desentralisasi yang bertujuan untuk mengurangi sentralitas kekuasaan pada pemerintah pusat. Sejarah telah membuktikan bahwa sentralitas pemerintah pusat menyebabkan sempitnya ruang bagi rakyat untuk mengembangkan potensi yang sebenarnya bermanfaat untuk keberlangsungan di segala bidang pemerintahan maupun non-pemerintahan. Hal ini juga berkaitan dengan hakikat sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu rakyat mempunyai kedaulatan tertinggi. Fakta sentralitas pemerintah pusat pada masa Orde Baru (Orba) terbukti telah menyalahi hakikat dari demokrasi, terlepas dari tidak jelasnya aturan demokrasi yang diterapkan di Indoneisa apakah langsung atau tidak langsung. Maka dari itu, sistem desentralisasi ditetapkan untuk membagi kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri atau sering disebut otonomi daerah.4 Negara-negara yang menggunakan sistem demokrasi secara faktanya tidak lepas dari permasalahan baik yang bersifat lokal maupun non lokal. Justru fakta menunjukkan bahwa negara demokrasi mengalami permasalahan yang sangat kompleks dibandingkan dengan negara non demokrasi. Masalah yang sering terjadi berkaitan dengan kedaulatan tertinggi yang dimiliki oleh rakyat. Era globalisasi menghadapkan Indonesia pada suatu tuntutan untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang secara merata, termasuk juga menuntut kesiapan setiap daerah untuk mampu berpengawasan serta di dalamnya. Antisipasi terhadap arus globalisasi ini diperlukan setiap daerah, terutama berkaitan dengan peluang dan tan- Muhammad Zainul Arifin Irsan tangan penanaman modal asing di daerah dan persaingan global di daerah.5 Didalam negara kesatuan tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan Pemerintah Pusat. Akan tetapi karena sistem pemerintahan Indonesia salah satunya menganut asas negara kesatuan yang didesentralisasikan, maka ada tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan adanya hubungan kewenangan dan pengawasan. Pasal 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan asas desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi adalah memberikan keleluasaan organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi. Dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintahan daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya, baik yang menyangkut policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Penjelasan asas desentralisasi sebagai pelaksanaan otonomi daerah di atas di dasarkan pada pengertian yang ada di konstitusi, yaitu berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 (Tentang Pemerintahan Daerah). Kemudian pada perkembangannya banyak definisi yang bermunculan sehingga menimbulkan perbedaan karena ditinjau dari sudut keilmuan yang berbeda yang kemudian berdampak pada perbedaan tujuan dari desentralisasi sebagai asas pelaksana otonomi daerah. Dimana permasalahan perbedaan tujuan desentralisasi karena adanya perbedaan dalam mengartikan- 4 Natal Kristiono, Buku Ajar Otonomi Daerah, Universitas Negeri Searang, 2015, hlm. 9 5 Ibid 889 Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896 nya justru semakin memperjelas atau memperinci tujuan dari desentralisasi tersebut Dari sisi kepentingan pemerintah daerah, tujuan pertama desentralisasi adalah untuk mewujudkan political equality. Melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal. Masyarakat di daerah dapat dengan elegan mempraktikkan bentuk-bentuk partisipasi politik, misalnya menjadi anggota partai politik dan kelompok kepentingan, mendapatkan kebebasan mengekspresikan kepentingan, dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan. Tujuan kedua desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local accountability. Melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan dapat tercipta peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak komunitasnya, yang meliputi hak untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan di daerah, serta hak untuk mengontrol pelaksanaan pemerintahan daerah. Tujuan ketiga desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local responsiveness. Asumsi dasar dari tujuan desentralisasi yang ketiga ini adalah: karena pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah yang dihadapi komunitasnya, pelaksanaan desentralisasi akan menjadi jalan terbaik untuk mengatasi masalah dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi di daerah. 2. Kasus Korupsi Perizinan Kepala Daerah Beberapa tahun terakhir kasus korupsi yang dihadapi terkait perizinan yang dilakukan oleh pejabat daerah jumlahnya makin hari makin banyak. Ditahun 2014 Bupati Bogor Rachmat Ya890 sin pada 7 Mei 2014 melakukan praktik korupsi yaitu jual beli izin alih fungsi hutan untuk perumahan elit yang dikelola PT Bukit Jonggol Asri sebesar Rp 5 miliar. Pada tahun 2015, Bupati Lombok Barat Zaini Arony dihukum 7 tahun penjara karena memeras pengusaha yang akan mengurus investasi izin wisata di kabupaten Lombok. Selanjutnya kasus korupsi yang menyangkut Bupati Buol, Amran Batalipu yang juga terseret korupsi di kasus perizinan tanah untuk usaha sawit. Kasus ini menyeret salah satu konglomerat di Indonesia, Hartati Murdaya, dimana perusahannya yang melakukan penyuapan tersebut. Suap dilakukan agar keluar izin perkebunan di Kecamatan Bukal Kab. Buol Sulawesi Tengah. Bupati Karawang nonaktif, Ade Swara dan istrinya yang juga anggota DPRD setempat, Nurlatifah dihukum 7 tahun dan 6 tahun penjara. Ade memeras Aking Saputra, CEO PT Tatar Kertabumi dalam rangka penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR). Selain dikenakan tindak pidana korupsi, keduanya juga dikenakan pasal pencucian uang. Fuad Amin selama menjadi Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan juga bermain-main dalam proses izin tambang. Salah satunya meminta sejumlah uang dari Direktur PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko. Atas perbuatannya, Fuad dihukum 8 tahun penjara.6 Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman, misalnya, dijadikan tersangka karena terindikasi menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin tambang kepada pengusaha. Bupati dua periode itu dinilai merugikan keuangan negara sedikitnya 2,7 triliun karena 6 Andi Saputra, Jejak 5 Bupati yang Terlibat Korupsi di Kasus Pengurusan Perizinan, dalam : https://news.detik.com, diakses pada tanggal 2 Januari 2018 Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi … menjual hasil produksi barang tambang secara melawan hukum.7 Tindakan serupa dilakukan oleh Bupati Kutai Kartanegara Rita Widya Sari. Ia dijadikan tersangka pada 28 September 2017 karena diduga menerima suap dan gratifikasi dalam pemberian perizinan dan pembangunan sejumlah proyek. Demikian pula halnya yang dilakukan oleh Walikota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Pada September 2017, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Bupati Batubara Orang Kaya Arya Zulkarnaen juga ditangkap KPK. Eddy menerima fee 10% dari tiap proyek pengadaan barang dan jasa di Kota Batu. Sementara, Arya menerima suap Rp 4,4 miliar dari tiga proyek senilai Rp 47,2 miliar.8 Pada akhir Agustus 2017, Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno juga ditangkap KPK. Ia diduga menerima aliran dana senilai total Rp 5,1 miliar yang kemudian digunakan sebagai mahar politik. Siti bermaksud kembali maju dalam perhelatan Pilkada 2018. Sementara, pada awal Agustus, KPK terlebih dahulu menciduk Bupati Pamekasan Achmad Syafii. Ia tersandung kasus dugaan suap dalam pengalokasian dana desa. Penyalahgunan kekuasaan Suap / Gratifikasi Korupsi Sejak awal reformasi yang ditandai dengan jatuhnya Soeharto dari kursi kepresidenan. Korupsi tidak mengenal waktu dan kondisi. Hampir setiap hari kita disuguhkan dengan berita Operasi 7 Ika Vera Tika, Laporan Akhir Tahun 2017 Hukum dan Kriminalitas: Kepala Daerah, Korupsi, dan Modus Baru, dalam : https://www.pikiranrakyat.com, diakses 2 Januari 2018. 8 Ibid. Muhammad Zainul Arifin Irsan Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK dan ini terus berlangsung hingga hari ini. Lebih jauh lagi para pejabat Negara tidak memiliki kepekaan Anti korupsi. Bukti ini ditunjukan dengan makin banyaknya kepala daerah yang memberi tempat terhormat bagi para mantan napi korupsi yang dipromosikan dalam jabatan-jabatan tertentu di lingkungan Pemda di Indonesia. Ini menjadi persoalan pelik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.9 Salah satu masalah yang dihadapi terkait korupsi adalah birokrasi pemerintahan. Secara tidak langsung pemerintah diberi kewenangan yang sangat besar sesuai dengan fungsinya yang diwujudkan dalam bentuk hak dan kewajiban. Sistem ini mendasarkan pada aspek hukum guna memberikan arah tuntutan berbagai kehidupan yang berakar pada keyakinan bangsa Indonesia. Secara tidak langsung birokrasi pemerintahan yang dalam hal ini adalah ASN (Aparatur Sipil Negara berkedudukan sebagai aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelengaraan tugas negara, Pemerintahan dan pembangunan. Dan secara garis besar objek hukum administrasi negara adalah kekuasaan pemerintah yang dalam kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh ASN. Dalam konteks birokrasi, pelaksanaan fungsi ASN berkenaan dengan konsep personal administration yang berarti bahwa administrasi dari suatu Negara adalah hasil produk dari pengaruh-pengaruh politik dan sosial sepanjang sejarah Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu suatu sistem administrasi tidak akan cukup dipahami dengan baik tanpa adanya pengetahuan administrasi dalam bentuk lampau. Perkembangan saat ini adalah Negara akan mengembangkan administrasinya deng9 Sulardi, Menyelamatkan Negara dari Bencana Korupsi, Setara Pers, 2013, hlm. 350 891 Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896 ini terjadi saat pembuatan, perubahan, atau pengecualian dari peraturan. Contohnya adalah pemberian pembebasan pajak bagi perusahaan besar. Penyuapan (Bribery) Bentuk penyuapan yang biasanya dilakukan dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia khususnya di bidang atau instansi yang mengadministrasikan penerimaan negara (revenue administration) dapat dibagi menjadi empat, antara lain; a. Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai. b. Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan ilegal. c. Pembayaran kembali (kick back) setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar di masa mendatang mendapat perlakuan yang lebih ringan daripada administrasi normal. d. Pembayaran untuk meyakinkan atau memperlancar proses penerbitan ijin (license) dan pembebasan (clearance).11 Penyalahgunaan / Penyelewengan (Misappropriation) Penyalahgunaan / penyelewengan dapat terjadi bila pengendalian administrasi (check and balances) dan pemeriksaan serta supervisi transaksi keuangan tidak berjalan dengan baik. Contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan, klasifikasi barang yang salah, serta kecurangan (fraud). Penggelapan (embezzlement) Korupsi ini adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang negara yang dikumpulkan, menyisakan sedikit atau tidak sama sekali. an sistem yang sama satu dengan lainnya. 3. Bentuk Korupsi Yang Terjadi Secara Umum Korupsi merupakan tindakan yang sangat tercela. Selain merugikan negara, tindakan korupsi juga dapat merugikan pelaku korupsi itu sendiri jika terbukti perbuatannya diketahui oleh badan penindak korupsi yang berwenang. Di Indonesia, klasifikasi tindakan korupsi secara garis besar dapat di golongkan dalam beberapa macam bentuk. Khusus untuk instansi yang melakukan administrasi penerimaan (revenue administration) yang meliputi instansi Pajak dan Bea Cukai, tidak termasuk Pemda dan pengelola penerimaan PNBP, tindakan korupsi dapat dibagikan menjadi beberapa jenis, antara lain :10 1. Korupsi Kecil-Kecilan (Petty Corruption) dan Korupsi Besar-Besaran (grand corruption). Korupsi kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas bertemu langsung dengan masyarakat. Korupsi ini disebut juga dengan nama korupsi rutin (routine corruption) atau korupsi untuk bertahan hidup (survival corruption). korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para pejabat junior dan pejabat tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional. contohnya adalah pungutan untuk mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di KPPN. sedangkan korupsi besarbesaran umumnya dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena korupsi jenis ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Korupsi 10 Chazawi Adami, Hukum Pidana Materil Dan Formil Korupsi Di Indonesia, Banyumedia, Malang, 2003, hlm. 54 892 2. 3. 4. 11 Muladi dan Barda Nawawi, Teori–Teori Dan Kebijakan Pidana, Cetakan ke 3, Alumni, Bandung, 2005, hlm. 86. Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi … Pemerasan (extortion) Pemerasan ini terjadi ketika masyarakat tidak mengetahui tentang peraturan yang berlaku, dan dari celah inilah para petugas melakukan pemerasan dengan menakut-nakuti masyarakat untuk membayar lebih mahal dari pada yang semestinya. 6. Perlindungan (patronage) Perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf berdasarkan suku, kedekatan personal, dan hubungan sosial lainnya tanpa mempertimbangkan prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut. Dari aspek lain Bentuk tindak pidana korupsi adalah rumusan tindak pidana korupsi yang berdiri sendiri dan dimuat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001 Dalam Undang-Undang tersebut, secara jelas dirumuskan mengenai unsurunsur tertentu yang diancam dengan ancaman pidana dan pemidanaan tertentu. a. Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi Berdasarkan Pasal 2 yaitu memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu badan korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Secara substansif, perbedaan korupsi dalam Pasal 8 dan Pasal 3 jika dilihat dari sebab beradanya objek dalam kekuasaan koruptor maka dalam pasal ini, objek kejahatan berada dalam kekuasaannnya yang disebabkan langsung oleh perbuatan yang dilarang in case atau memperkaya. Dalam rumusan perbuatan tersebut secara melawan hukum berasal dari kata Wedderrechttelijk yang dimaksudakan dengan cara melawan hukum yakni jika si pembuat dalam mewujudkan perbuatan mem- Muhammad Zainul Arifin Irsan 5. perkaya adalah tercela, dia tidak berhak untuk melakukan perbuatan dalam rangka memeperoleh atau menambah kekayaannya.12 Penjelasan umum dalam UndangUndang ini dimaksudkan bahwa keuangan negara merupakan seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk segala bagian hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengurusan dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan, sarana jabatan atau kedudukan. Dalam rumusan ini tindak pidana korupsi ini memiliki unsur-unsur yaitu unsur-unsur objektif yaitu perbuatan menyalahgunakan kewenangan, menyalahgunakan kesempatan, menyalahgunakan kewenangan, menyalahgunakan sarana yang ada padanya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara karena jabatan atau karena kedudukan, sedangkan unsur subjektif yaitu dengan tujuan menguntungkan sendiri, menguntungkan orang lain, menguntungkan suatu korporasi. Tindak Pidana Korupsi Suap Dalam tindak pidana korupsi suap ini mempunyai unsur objektif berupa perbuatan memberikan sesuatau, menjanjikan, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, unsur subyektifnya adalah dengan b. c. 12 Chazawi Adami, Loc.Cit. 893 Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896 maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuai dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan hak dan kewajiban tugasnya. 4. Membangun Pelayanan Daerah Yang Bebas Korupsi Dalam kajian teoretis, kualitas pelayanan perizinan usaha merupakan salah satu komponen tata kelola ekonomi daerah (local economic governance). Asumsinya, setiap komponen akan berperan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Termasuk perbaikan pelayanan perizinan. Karena itu, inisiatif pemerintah untuk mendorong perbaikan pelayanan perizinan di daerah patut diapresiasi. Pembenahan proses perizinan tak hanya memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, namun juga akan menambah daya tarik investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, korupsi dan kurangnya transparansi masih menjadi momok bagi tata kelola ekonomi daerah. Pelaku bisnis di semua tingkatan mengatakan, dua hal tersebut sebagai problem utama. Terutama dalam kegiatan lelang, pungutan tidak resmi, dan keadilan pengambilan keputusan. Ekonomi daerah masih bisa berharap pada sosok kepemimpinan kepala daerah. Pelaku usaha dalam studi ini mempersepsikan bahwa kepemimpinan yang kuat dari kepala daerah merupakan kunci untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kepala daerah yang berkarakter kuat mampu berinisiatif melakukan terobosan kebijakan. Begitu juga, keberaniannya menekan praktik korupsi di kalangan birokrasi. Reformasi pelayanan publik harus menjangkau perubahan yang mendasar dalam rutinitas kerja administrasi, budaya birokrasi, dan prosedur kerja instansi pemerintah guna memungkinkan dikembangkannya kepemimpinan yang 894 berwatak kerakyatan pada birokrasi publik. Dengan mempertimbangkan isuisu, tuntutan, kritik dan keluhan masyarakat akan buruknya kualitas pelayanan publik, maka diperlukan adanya reformasi oleh pemerintah dalam mengatur penyediaan jasa pelayanan publik. Beragam pelayanan publik yang responsif, kompetitif dan berkualitas kepada warga masyarakat, mutlak harus menjadi mindset bagi setiap penyelenggara pelayanan publik. Dalam hal ini juga pelu adanya pelayanan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pelayanan ini dimaksudkan untuk rakyat dan menjadi hak rakyat.13 Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan profesional. Dalam perjalanannya, terdapat banyak kendala yang dihadapi, diantaranya adalah penyalahgunaan wewenang, praktek KKN, dan lemahnya pengawasan. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi yang mengatur tentang pelaksanaan program reformasi birokrasi. Peraturan tersebut menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil utama yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Dalam rangka mengakselerasi pencapaian sasaran hasil tersebut, maka instansi pemerintah perlu untuk membangun pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi yang dapat menjadi percontohan penerapan pada unit-unit kerja lainnya.14 13 Yusrianto Kadir, Membangun Zona Integritas Dalam Upaya Pencegahan Korupsi Di Kabupaten Gorontalo, Researchgate, Jakarta, hlm. 25 14 Ibid Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi … Untuk itu, perlu secara konkret dilaksanakan program reformasi birokrasi pada unit kerja melalui upaya pembangunan Zona Integritas. Integritas dalam melayani publik harus diciptakan dalam lingkungan instansi pemerintah. Dalam rangka memberikan apresiasi kepada top manajemen yang memiliki komitmen terhadap pencegahan korupsi, Menteri PAN dan RB menerbitkan Permenpan dan RB Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi. Peraturan tersebut sebagai pedoman umum yang merupakan acuan bagi pejabat di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (K/L/Pemda) dalam rangka Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi. K/L/Pemda yang telah mencanangkan kesiapan/ kesanggupan menjadi K/L/ Pemda yang berpredikat ZI mewujudkan komitmen pencegahan korupsi melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi dalam bentuk yang lebih nyata secara terpadu dan disesuaikan dengan kebutuhan K/L/Pemda yang bersangkutan. Konsep Zona integritas sebenarnya berasal dari konsep island of integrity atau pulau integritas biasa digunakan oleh pemerintah maupun NGO untuk menunjukkan semangatnya dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Transparansi Internasional Indonesia (TII) mendefinisikan Island of integrity sebagai konsep "kepulauan" yang bisa bermakna institusi pemerintah/badan pemerintahan yang memiliki dan menerapkan konsepsi Sistem Integritas Nasional (National Integrity System/NIS) sehingga kewi- Muhammad Zainul Arifin Irsan bawaan dan integritas institusi tersebut mampu mewujudkan transparansi, akuntabilitas dan membuka ruang partisipasi masyarakat secara luas sehingga senantiasa terjaga dari praktek KKN dan praktek tercela lainnya. C. Kesimpulan Pengungkapan kasus korupsi perizinan di Indonesia memberikan sinyalemen bahwa semakin hari permasalahan perizinan menjadi persoalan serius yang harus dibenahi untuk dapat segera diselesaian. Penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi mutlak harus dilaukan sebagai cara untuk memperbaiki birokrasi negeri ini. Salah satu kewenangan tersebut adalah dengan cara melakukan pencabutan terhadap perizinan yang terindiasi koruptif. Halini diatur dalam ketentuan pasal 12 huruf G Undang-Undang KPK yang menyatakan bahwa KPK berwenang untuk mencabut sementara perizinan, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti permulaan yang cukkup ada hubungan dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa. Pencabutan sementara tersebut dmaksudkan untuk menghindari kerugian Negara yang lebih besar. Kemudian jika memang terbukti ada korupsi dalam penerbitan izin adalah tugas pemerintah untuk membatalkannya. Pemerintah harus berperan aktf untuk mengoreksi keptusan-keputusan yang koruptif. Ini berangkat dari asas ius contrarius actus yang menyatakan bahwa badan atau pejabat yang menerbitkan keputusan pemerintah dengan sendirinya berwenang untuk membatalkan keputusannya tersebut. Hal ini dapat menjadi cara bagi pemerintah untuk membatalkan izin yang terindikasi korupsi ataupun suap. 895 Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896 Daftar Pustaka Buku-Buku : Budi Setiyono, Memahami Korupsi Di Daerah Pasca Desentralisasi: Belajar Dari Empat Studi Kasus, Politika, Vol. 8, No. 1, April 2017. Chazawi Adami, Hukum Pidana Materil Dan Formil Korupsi Di Indonesia, Banyumedia, Malang, 2003. Muladi dan Barda Nawawi, Teori–Teori Dan Kebijakan Pidana, Cetakan ke 3, Alumni, Bandung, 2005. Natal Kristiono, Buku Ajar Otonomi Daerah, Universitas Negeri Searang, 2015. Oce Madril, Membatalkan perizinan Koruptif, Kompas Kolom Opini. Sulardi, Menyelamatkan Negara dari Bencana Korupsi, Setara Pers, 2013. Yusrianto Kadir, Membangun Zona Integritas Dalam Upaya Pencegahan Korupsi Di Kabupaten Gorontalo, Researchgate. Internet : Andi Saputra, Jejak 5 Bupati yang Terlibat Korupsi di Kasus Pengurusan Perizinan, dalam : https://news.detik.com, diakses pada tanggal 2 Januari 2018. Ika Vera Tika, Laporan Akhir Tahun 2017 Hukum dan Kriminalitas: Kepala Daerah, Korupsi, dan Modus Baru, https://www.pikiran-rakyat.com, diakses pada tanggal 2 januari 2018. 896