KORUPSI PERIZINAN DALAM PERJALANAN
OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Muhammad Zainul Arifin SH. MH
Irsan, SH. M.Hum
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
email :
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Perizinan di indonesia masih menyisakan tugas yang cukup banyak. Hal ini terkait dengan
penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan birokrat
dalam memudahkan perizinan tambang, alih fungsi lahan dan sederet persoalan perizinan
lainnya. Cukup banyak kasus korupsi perizinan yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Lihat saja, berdasarkan peringkat dalam ease of doing business (EoDB)
atau kemudahan berusaha 2016 versi World Bank Group, Indonesia berada pada posisi 109
dari 189 negara. Tak heran jika pemerintah berupaya "menggenjot" dengan
menyederhanakan sistem perizinan. Sebab jika tidak diperbaiki sistem perizinan di daerah
masih menjadi lahan empuk bagi pejabat daerah dalam melakukan korupsi perizinan,
sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis.
Kata Kunci : Korupsi Perizinan, Otonomi Daerah, Pejabat Daerah
Abstract
Licensing in Indonesia still leaves a lot of tasks. This is related to the abuse of authority
carried out by regional heads together with bureaucrats in facilitating mining permits,
land conversion and a range of other licensing issues. There are quite a lot of licensing
corruption cases handled by the Corruption Eradication Commission (KPK). Just look,
based on the ranking of ease of doing business (EoDB) or business ease 2016 version of
the World Bank Group, Indonesia is in the position of 109 out of 189 countries. No wonder
the government seeks to "boost" by simplifying the licensing system. Because if it is not
repaired, the licensing system in the regions is still an easy area for local officials to
conduct licensing corruption, making it difficult for businesses to expand and develop their
business.
Keywords : Licensing Corruption, Regional Autonomy, Regional Officials
A. Pendahuluan
Salah satu amanat Undang-Undang
Dasar 1945 saat berdirinya Indonesia adalah memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Hal ini menjadi tugas penting bagi semua elemen untuk
dapat saling bahu-membahu dalam mensejahterakan rakyat dan memberikan rasa aman termasuk saat dalam kegiatan ekonomi
dan investasi di Negara ini. Salah satu per-
soalan yang dihadapi dalam bidang perekonomian adalah masih rumitnya iklim investtasi di Indonesia dan korupsi di bidang perizinan menjadi masalah serius yang merata
dan tersebar di seluruh pemerintah daerah
negeri ini.
Sebutlah apa yang terjadi di Meikarta
dengan kasus korupsi dalam pengurusan
izin yang melibatkan pejabat tingi pemerintah Kabupaten Bekasi dan petinggi Lippo
887
Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896
Grup. Katakanlah itu baru satu proses perizinan yang tersangkut korupsi. Lalu bagaimana dengan ratusan bahkan ribuan izin investasi yang bermasalah di negeri ini. Jika
ditarik dari berbagai sisi kerugian Negara
yang diakibatkan oleh korupsi sektor perizinan di Indonesia maka tidak main-main
jumlah ruginya. Bisa mencapai triliunan rupiah dan semakin hari semakin parah modusnya. Belum ditambah dari sektor minyak
bumi, gas alam, izin konsesi lahan, pembukaan hutan menjadi lahan produktif dan sederet izin-izin besar di negeri ini.
Pelakunya adalah Aparatur Pemerintahan dan korporasi. Tidak jarang korupsi
perizinan itu berkaitan dengan pembiayaan
politik. Dan hampir semua elemen perizinan telah masuk dalam izin yang bermasalah dan rawan disalahgunakan. Lalu pertanyaan yang mendasar yang diajukan oleh
penulis adalah bagaimana izin yang dikeluarkan oleh pemerintah ketika aparaturnya
ditangkap karena kasus korupsi.
Bukankah secara filosofis pemberian
izin berfungsi untuk mengawasi dan mengendalikan aktifitas masyarakat agar tidak
timbul kerugian pada pihak lain. Instrument
izin bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, bukan sebaliknya hanya memberikan kemudahan kepada pada segelintir
orang yang berdampak luas dalam menggerus hutan dan lahan di Negara ini. Oleh
karena itulah untuk mendapatkan izin ada
syarat dan prosedur yang harus dipatuhi sebab pemerintah harus memastikan agar izin
yang diberikan tidak merugikan masyarakat
dan kepentingan umum.1
Selain itu efek yang ditimbulkan bagi
daerah seperti menghasilkan pandangan
bahwa desentralisasi memiliki konsekuensi
yang ambigu : pada satu sisi memungkinkan daerah untuk lebih memiliki kewenangan sehingga fleksibel dan responsif dalam
melakukan pelayanan publik; tapi pada sisi
lain, juga menyebabkan para pejabatnya lebih memiliki kesempatan untuk korup. Korupsi oleh pejabat terpilih dan pegawai pu1
Oce Madril, Membatalkan perizinan Koruptif, Kompas Kolom Opini, hlm. 7
888
blik dapat menjadi sumber utama ketidakpuasan publik terhadap pemerintah daerah.
Ketika pejabat mengkorup uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau meminta uang dari individu atau
perusahaan yang berbisnis dengan atau diatur oleh pemerintah daerah, maka akan terjadi kenaikan biaya pemerintah, peraturan
yang tak dijalankan, dan secara umum mereduksi kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Akhirnya, korupsi menghancurkan
harapan pelayanan publik yang baik sebagai
tujuan desentralisasi itu sendiri. Indonesia
Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa korupsi di daerah telah menyebabkan
buruknya kualitas pelayanan publik, khususnya di sektor pendidikan, transportasi,
kesehatan, investasi perizinan dan lain sebagainya.2
Maraknya korupsi di level lokal ini
sejalan dengan kondisi serupa di level nasional. Indikasi maraknya praktek korupsi di
Indonesia dapat dilihat dari angka persepsi
korupsi, misalnya hasil studi yang dilakukan Transparency International. Secara
global, dalam sepuluh tahun terakhir, survei
Transparency International (TI) menempatkan Indonesia masuk dalam kelompok negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi.
Dari Corruption Perception Index (CPI) untuk skor 10 (terbersih) hingga skor 0 (terkorup), Indonesia sejak tahun 2001 hingga
2010 selalu dibawah skor 3,0 atau masih
tergolong negara sangat korup. Baru pada
tahun 2012 tren positif kenaikan skor CPI
mulai terlihat. Terbukti dengan perolehan
skor Indonesia naik menjadi 3,2 Persen.3
B. Pembahasan
1. Desentralisasi dan Harapan Majunya Daerah
Otonomi daerah merupakan proses
pengejewantahan penerapan sistem desentralisasi. Dimana sistem desentrali2
Budi Setiyono, Memahami Korupsi Di
Daerah Pasca Desentralisasi: Belajar Dari Empat
Studi Kasus, Politika, Vol. 8, No. 1, April 2017, hlm.
28
3
Ibid
Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi …
sasi diterapkan sebagai tindak lanjut
demokratisasi di Indonesia. Proses sejarah yang memaksa diterapkannya sistem desentralisasi yang bertujuan untuk
mengurangi sentralitas kekuasaan pada
pemerintah pusat. Sejarah telah membuktikan bahwa sentralitas pemerintah
pusat menyebabkan sempitnya ruang
bagi rakyat untuk mengembangkan potensi yang sebenarnya bermanfaat untuk keberlangsungan di segala bidang
pemerintahan maupun non-pemerintahan. Hal ini juga berkaitan dengan hakikat sistem demokrasi yang diterapkan
di Indonesia, yaitu rakyat mempunyai
kedaulatan tertinggi. Fakta sentralitas
pemerintah pusat pada masa Orde Baru
(Orba) terbukti telah menyalahi hakikat
dari demokrasi, terlepas dari tidak jelasnya aturan demokrasi yang diterapkan di Indoneisa apakah langsung atau
tidak langsung. Maka dari itu, sistem
desentralisasi ditetapkan untuk membagi kekuasaan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Pemerintah
daerah memiliki wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri atau
sering disebut otonomi daerah.4
Negara-negara yang menggunakan
sistem demokrasi secara faktanya tidak
lepas dari permasalahan baik yang bersifat lokal maupun non lokal. Justru
fakta menunjukkan bahwa negara demokrasi mengalami permasalahan yang
sangat kompleks dibandingkan dengan
negara non demokrasi. Masalah yang
sering terjadi berkaitan dengan kedaulatan tertinggi yang dimiliki oleh rakyat. Era globalisasi menghadapkan Indonesia pada suatu tuntutan untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang secara merata, termasuk juga menuntut kesiapan setiap daerah untuk
mampu berpengawasan serta di dalamnya. Antisipasi terhadap arus globalisasi ini diperlukan setiap daerah, terutama berkaitan dengan peluang dan tan-
Muhammad Zainul Arifin
Irsan
tangan penanaman modal asing di daerah dan persaingan global di daerah.5
Didalam negara kesatuan tanggung
jawab pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di
tangan Pemerintah Pusat. Akan tetapi
karena sistem pemerintahan Indonesia
salah satunya menganut asas negara kesatuan yang didesentralisasikan, maka
ada tugas-tugas tertentu yang diurus
sendiri, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan
adanya hubungan kewenangan dan pengawasan.
Pasal 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun
2004 menjelaskan asas desentralisasi
dalam pelaksanaan otonomi adalah
memberikan keleluasaan organ daerah
otonom yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi. Dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang sepenuhnya
dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah tentang urusan tertentu,
sehingga pemerintahan daerah dapat
mengambil prakarsa sepenuhnya, baik
yang menyangkut policy, perencanaan,
pelaksanaan, maupun pembiayaannya.
Pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan agar menjadi urusan rumah tangganya sendiri.
Penjelasan asas desentralisasi sebagai pelaksanaan otonomi daerah di
atas di dasarkan pada pengertian yang
ada di konstitusi, yaitu berdasarkan UU
Nomor 32 Tahun 2004 (Tentang Pemerintahan Daerah). Kemudian pada perkembangannya banyak definisi yang
bermunculan sehingga menimbulkan
perbedaan karena ditinjau dari sudut
keilmuan yang berbeda yang kemudian
berdampak pada perbedaan tujuan dari
desentralisasi sebagai asas pelaksana
otonomi daerah. Dimana permasalahan
perbedaan tujuan desentralisasi karena
adanya perbedaan dalam mengartikan-
4
Natal Kristiono, Buku Ajar Otonomi Daerah, Universitas Negeri Searang, 2015, hlm. 9
5
Ibid
889
Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896
nya justru semakin memperjelas atau
memperinci tujuan dari desentralisasi
tersebut
Dari sisi kepentingan pemerintah
daerah, tujuan pertama desentralisasi
adalah untuk mewujudkan political equality. Melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan lebih membuka
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal. Masyarakat di daerah dapat dengan elegan mempraktikkan bentuk-bentuk partisipasi politik,
misalnya menjadi anggota partai politik
dan kelompok kepentingan, mendapatkan kebebasan mengekspresikan kepentingan, dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan. Tujuan kedua desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local accountability. Melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan dapat tercipta peningkatan kemampuan pemerintah daerah
dalam memperhatikan hak-hak komunitasnya, yang meliputi hak untuk ikut
serta dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan di
daerah, serta hak untuk mengontrol pelaksanaan pemerintahan daerah. Tujuan
ketiga desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local
responsiveness. Asumsi dasar dari tujuan desentralisasi yang ketiga ini adalah:
karena pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah yang
dihadapi komunitasnya, pelaksanaan
desentralisasi akan menjadi jalan terbaik untuk mengatasi masalah dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.
2.
Kasus Korupsi Perizinan Kepala
Daerah
Beberapa tahun terakhir kasus korupsi yang dihadapi terkait perizinan
yang dilakukan oleh pejabat daerah jumlahnya makin hari makin banyak. Ditahun 2014 Bupati Bogor Rachmat Ya890
sin pada 7 Mei 2014 melakukan praktik
korupsi yaitu jual beli izin alih fungsi
hutan untuk perumahan elit yang dikelola PT Bukit Jonggol Asri sebesar Rp
5 miliar. Pada tahun 2015, Bupati Lombok Barat Zaini Arony dihukum 7 tahun penjara karena memeras pengusaha
yang akan mengurus investasi izin wisata di kabupaten Lombok.
Selanjutnya kasus korupsi yang
menyangkut Bupati Buol, Amran Batalipu yang juga terseret korupsi di kasus
perizinan tanah untuk usaha sawit. Kasus ini menyeret salah satu konglomerat di Indonesia, Hartati Murdaya, dimana perusahannya yang melakukan
penyuapan tersebut. Suap dilakukan
agar keluar izin perkebunan di Kecamatan Bukal Kab. Buol Sulawesi Tengah.
Bupati Karawang nonaktif, Ade
Swara dan istrinya yang juga anggota
DPRD setempat, Nurlatifah dihukum 7
tahun dan 6 tahun penjara. Ade memeras Aking Saputra, CEO PT Tatar Kertabumi dalam rangka penerbitan Surat
Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR). Selain dikenakan tindak pidana
korupsi, keduanya juga dikenakan pasal pencucian uang. Fuad Amin selama
menjadi Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan juga bermain-main dalam proses izin tambang. Salah satunya meminta sejumlah uang dari Direktur PT
Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko. Atas perbuatannya, Fuad dihukum 8 tahun penjara.6
Eks Bupati Konawe Utara Aswad
Sulaiman, misalnya, dijadikan tersangka karena terindikasi menyalahgunakan
wewenang dalam pemberian izin tambang kepada pengusaha. Bupati dua periode itu dinilai merugikan keuangan
negara sedikitnya 2,7 triliun karena
6 Andi Saputra, Jejak 5 Bupati yang Terlibat Korupsi di Kasus Pengurusan Perizinan, dalam : https://news.detik.com, diakses pada tanggal 2
Januari 2018
Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi …
menjual hasil produksi barang tambang
secara melawan hukum.7
Tindakan serupa dilakukan oleh
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widya
Sari. Ia dijadikan tersangka pada 28
September 2017 karena diduga menerima suap dan gratifikasi dalam pemberian perizinan dan pembangunan sejumlah proyek. Demikian pula halnya yang dilakukan oleh Walikota Cilegon
Tubagus Iman Ariyadi. Pada September 2017, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Bupati Batubara Orang Kaya
Arya Zulkarnaen juga ditangkap KPK.
Eddy menerima fee 10% dari tiap proyek pengadaan barang dan jasa di Kota
Batu. Sementara, Arya menerima suap
Rp 4,4 miliar dari tiga proyek senilai
Rp 47,2 miliar.8
Pada akhir Agustus 2017, Wali
Kota Tegal Siti Mashita Soeparno juga
ditangkap KPK. Ia diduga menerima
aliran dana senilai total Rp 5,1 miliar
yang kemudian digunakan sebagai mahar politik. Siti bermaksud kembali maju dalam perhelatan Pilkada 2018.
Sementara, pada awal Agustus,
KPK terlebih dahulu menciduk Bupati
Pamekasan Achmad Syafii. Ia tersandung kasus dugaan suap dalam pengalokasian dana desa.
Penyalahgunan
kekuasaan
Suap /
Gratifikasi
Korupsi
Sejak awal reformasi yang ditandai
dengan jatuhnya Soeharto dari kursi
kepresidenan. Korupsi tidak mengenal
waktu dan kondisi. Hampir setiap hari
kita disuguhkan dengan berita Operasi
7
Ika Vera Tika, Laporan Akhir Tahun 2017
Hukum dan Kriminalitas: Kepala Daerah, Korupsi,
dan Modus Baru, dalam : https://www.pikiranrakyat.com, diakses 2 Januari 2018.
8
Ibid.
Muhammad Zainul Arifin
Irsan
Tangkap Tangan yang dilakukan oleh
KPK dan ini terus berlangsung hingga
hari ini. Lebih jauh lagi para pejabat
Negara tidak memiliki kepekaan Anti
korupsi. Bukti ini ditunjukan dengan
makin banyaknya kepala daerah yang
memberi tempat terhormat bagi para
mantan napi korupsi yang dipromosikan dalam jabatan-jabatan tertentu di
lingkungan Pemda di Indonesia. Ini
menjadi persoalan pelik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.9
Salah satu masalah yang dihadapi
terkait korupsi adalah birokrasi pemerintahan. Secara tidak langsung pemerintah diberi kewenangan yang sangat
besar sesuai dengan fungsinya yang diwujudkan dalam bentuk hak dan kewajiban. Sistem ini mendasarkan pada aspek hukum guna memberikan arah tuntutan berbagai kehidupan yang berakar
pada keyakinan bangsa Indonesia. Secara tidak langsung birokrasi pemerintahan yang dalam hal ini adalah ASN
(Aparatur Sipil Negara berkedudukan
sebagai aparatur Negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara professional, jujur,
adil dan merata dalam penyelengaraan
tugas negara, Pemerintahan dan pembangunan. Dan secara garis besar objek
hukum administrasi negara adalah kekuasaan pemerintah yang dalam kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh ASN.
Dalam konteks birokrasi, pelaksanaan fungsi ASN berkenaan dengan
konsep personal administration yang
berarti bahwa administrasi dari suatu
Negara adalah hasil produk dari pengaruh-pengaruh politik dan sosial sepanjang sejarah Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu suatu sistem administrasi tidak akan cukup dipahami
dengan baik tanpa adanya pengetahuan
administrasi dalam bentuk lampau. Perkembangan saat ini adalah Negara akan
mengembangkan administrasinya deng9
Sulardi, Menyelamatkan Negara dari Bencana Korupsi, Setara Pers, 2013, hlm. 350
891
Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896
ini terjadi saat pembuatan, perubahan, atau pengecualian dari peraturan. Contohnya adalah pemberian
pembebasan pajak bagi perusahaan
besar.
Penyuapan (Bribery) Bentuk penyuapan yang biasanya dilakukan
dalam birokrasi pemerintahan di
Indonesia khususnya di bidang
atau instansi yang mengadministrasikan penerimaan negara (revenue administration) dapat dibagi
menjadi empat, antara lain;
a. Pembayaran untuk menunda
atau mengurangi kewajiban
bayar pajak dan cukai.
b. Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata
terhadap kegiatan ilegal.
c. Pembayaran kembali (kick
back) setelah mendapatkan
pembebasan pajak, agar di
masa mendatang mendapat
perlakuan yang lebih ringan
daripada administrasi normal.
d. Pembayaran untuk meyakinkan atau memperlancar proses
penerbitan ijin (license) dan
pembebasan (clearance).11
Penyalahgunaan / Penyelewengan
(Misappropriation)
Penyalahgunaan / penyelewengan
dapat terjadi bila pengendalian administrasi (check and balances)
dan pemeriksaan serta supervisi
transaksi keuangan tidak berjalan
dengan baik. Contoh dari korupsi
jenis ini adalah pemalsuan catatan,
klasifikasi barang yang salah, serta
kecurangan (fraud).
Penggelapan (embezzlement) Korupsi ini adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang negara
yang dikumpulkan, menyisakan sedikit atau tidak sama sekali.
an sistem yang sama satu dengan lainnya.
3.
Bentuk Korupsi Yang Terjadi
Secara Umum
Korupsi merupakan tindakan yang
sangat tercela. Selain merugikan negara, tindakan korupsi juga dapat merugikan pelaku korupsi itu sendiri jika
terbukti perbuatannya diketahui oleh
badan penindak korupsi yang berwenang. Di Indonesia, klasifikasi tindakan
korupsi secara garis besar dapat di golongkan dalam beberapa macam bentuk. Khusus untuk instansi yang melakukan administrasi penerimaan (revenue administration) yang meliputi instansi Pajak dan Bea Cukai, tidak termasuk Pemda dan pengelola penerimaan PNBP, tindakan korupsi dapat dibagikan menjadi beberapa jenis, antara
lain :10
1. Korupsi Kecil-Kecilan (Petty Corruption) dan Korupsi Besar-Besaran (grand corruption). Korupsi
kecil-kecilan merupakan bentuk
korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah.
Korupsi ini biasanya cenderung
terjadi saat petugas bertemu langsung dengan masyarakat. Korupsi
ini disebut juga dengan nama korupsi rutin (routine corruption) atau korupsi untuk bertahan hidup
(survival corruption). korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan
oleh para pejabat junior dan pejabat tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional. contohnya adalah
pungutan untuk mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di
KPPN. sedangkan korupsi besarbesaran umumnya dijalankan oleh
pejabat level tinggi, karena korupsi
jenis ini melibatkan uang dalam
jumlah yang sangat besar. Korupsi
10
Chazawi Adami, Hukum Pidana Materil
Dan Formil Korupsi Di Indonesia, Banyumedia,
Malang, 2003, hlm. 54
892
2.
3.
4.
11
Muladi dan Barda Nawawi, Teori–Teori
Dan Kebijakan Pidana, Cetakan ke 3, Alumni,
Bandung, 2005, hlm. 86.
Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi …
Pemerasan (extortion) Pemerasan
ini terjadi ketika masyarakat tidak
mengetahui tentang peraturan yang
berlaku, dan dari celah inilah para
petugas melakukan pemerasan dengan menakut-nakuti masyarakat
untuk membayar lebih mahal dari
pada yang semestinya.
6. Perlindungan (patronage) Perlindungan dilakukan termasuk dalam
hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf berdasarkan suku, kedekatan personal, dan hubungan sosial lainnya tanpa mempertimbangkan prestasi dan kemampuan dari
seseorang tersebut.
Dari aspek lain Bentuk tindak pidana korupsi adalah rumusan tindak pidana korupsi yang berdiri sendiri dan
dimuat dalam Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001
Dalam Undang-Undang tersebut, secara jelas dirumuskan mengenai unsurunsur tertentu yang diancam dengan
ancaman pidana dan pemidanaan tertentu.
a. Tindak pidana korupsi dengan
memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
Berdasarkan Pasal 2 yaitu memperkaya diri sendiri, orang lain
atau suatu badan korporasi dengan
cara melawan hukum yang dapat
merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Secara substansif, perbedaan korupsi dalam
Pasal 8 dan Pasal 3 jika dilihat dari
sebab beradanya objek dalam kekuasaan koruptor maka dalam pasal ini, objek kejahatan berada dalam kekuasaannnya yang disebabkan langsung oleh perbuatan yang
dilarang in case atau memperkaya.
Dalam rumusan perbuatan tersebut
secara melawan hukum berasal dari kata Wedderrechttelijk yang dimaksudakan dengan cara melawan
hukum yakni jika si pembuat dalam mewujudkan perbuatan mem-
Muhammad Zainul Arifin
Irsan
5.
perkaya adalah tercela, dia tidak
berhak untuk melakukan perbuatan
dalam rangka memeperoleh atau
menambah kekayaannya.12
Penjelasan umum dalam UndangUndang ini dimaksudkan bahwa
keuangan negara merupakan seluruh kekayaan negara dalam bentuk
apapun baik yang dipisahkan atau
yang tidak dipisahkan, termasuk
segala bagian hak dan kewajiban
yang timbul karena berada dalam
penguasaan pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun
daerah dalam pengurusan dan pertanggung jawaban Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Yayasan, Badan Hukum
dan perusahaan yang menyertakan
modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan negara.
Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan, sarana jabatan atau kedudukan.
Dalam rumusan ini tindak pidana
korupsi ini memiliki unsur-unsur
yaitu unsur-unsur objektif yaitu
perbuatan menyalahgunakan kewenangan, menyalahgunakan kesempatan, menyalahgunakan kewenangan, menyalahgunakan sarana yang ada padanya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara karena jabatan
atau karena kedudukan, sedangkan
unsur subjektif yaitu dengan tujuan
menguntungkan sendiri, menguntungkan orang lain, menguntungkan suatu korporasi.
Tindak Pidana Korupsi Suap
Dalam tindak pidana korupsi suap
ini mempunyai unsur objektif berupa perbuatan memberikan sesuatau, menjanjikan, kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara,
unsur subyektifnya adalah dengan
b.
c.
12
Chazawi Adami, Loc.Cit.
893
Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuai dalam jabatannya sehingga
bertentangan dengan hak dan kewajiban tugasnya.
4.
Membangun Pelayanan Daerah
Yang Bebas Korupsi
Dalam kajian teoretis, kualitas pelayanan perizinan usaha merupakan salah satu komponen tata kelola ekonomi
daerah (local economic governance).
Asumsinya, setiap komponen akan berperan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Termasuk perbaikan pelayanan perizinan. Karena itu, inisiatif pemerintah untuk mendorong perbaikan
pelayanan perizinan di daerah patut diapresiasi. Pembenahan proses perizinan
tak hanya memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, namun juga akan menambah daya tarik investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Selain itu, korupsi dan kurangnya
transparansi masih menjadi momok bagi tata kelola ekonomi daerah. Pelaku
bisnis di semua tingkatan mengatakan,
dua hal tersebut sebagai problem utama. Terutama dalam kegiatan lelang,
pungutan tidak resmi, dan keadilan pengambilan keputusan.
Ekonomi daerah masih bisa berharap pada sosok kepemimpinan kepala
daerah. Pelaku usaha dalam studi ini
mempersepsikan bahwa kepemimpinan
yang kuat dari kepala daerah merupakan kunci untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kepala daerah
yang berkarakter kuat mampu berinisiatif melakukan terobosan kebijakan.
Begitu juga, keberaniannya menekan
praktik korupsi di kalangan birokrasi.
Reformasi pelayanan publik harus
menjangkau perubahan yang mendasar
dalam rutinitas kerja administrasi, budaya birokrasi, dan prosedur kerja instansi pemerintah guna memungkinkan
dikembangkannya kepemimpinan yang
894
berwatak kerakyatan pada birokrasi publik. Dengan mempertimbangkan isuisu, tuntutan, kritik dan keluhan masyarakat akan buruknya kualitas pelayanan
publik, maka diperlukan adanya reformasi oleh pemerintah dalam mengatur
penyediaan jasa pelayanan publik. Beragam pelayanan publik yang responsif, kompetitif dan berkualitas kepada
warga masyarakat, mutlak harus menjadi mindset bagi setiap penyelenggara
pelayanan publik. Dalam hal ini juga
pelu adanya pelayanan bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN), pelayanan ini dimaksudkan untuk rakyat dan
menjadi hak rakyat.13
Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan
penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif
dan efisien, sehingga dapat melayani
masyarakat secara cepat, tepat, dan
profesional. Dalam perjalanannya, terdapat banyak kendala yang dihadapi,
diantaranya adalah penyalahgunaan
wewenang, praktek KKN, dan lemahnya pengawasan. Sejalan dengan hal
tersebut, pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi yang mengatur tentang pelaksanaan program reformasi birokrasi.
Peraturan tersebut menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil utama yaitu
peningkatan kapasitas dan akuntabilitas
organisasi, pemerintah yang bersih dan
bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Dalam rangka mengakselerasi pencapaian sasaran hasil tersebut, maka instansi pemerintah perlu
untuk membangun pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi yang dapat menjadi percontohan penerapan pada unit-unit kerja lainnya.14
13
Yusrianto Kadir, Membangun Zona Integritas Dalam Upaya Pencegahan Korupsi Di Kabupaten Gorontalo, Researchgate, Jakarta, hlm. 25
14
Ibid
Korupsi Perizinan dalam Perjalanan Otonomi …
Untuk itu, perlu secara konkret dilaksanakan program reformasi birokrasi pada unit kerja melalui upaya
pembangunan Zona Integritas. Integritas dalam melayani publik harus diciptakan dalam lingkungan instansi pemerintah. Dalam rangka memberikan
apresiasi kepada top manajemen yang
memiliki komitmen terhadap pencegahan korupsi, Menteri PAN dan RB menerbitkan Permenpan dan RB Nomor
52 tahun 2014 tentang Pedoman Umum
Pembangunan Zona Integritas Menuju
Wilayah Bebas Dari Korupsi. Peraturan
tersebut sebagai pedoman umum yang
merupakan acuan bagi pejabat di lingkungan Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah (K/L/Pemda) dalam
rangka Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi.
K/L/Pemda yang telah mencanangkan
kesiapan/ kesanggupan menjadi K/L/
Pemda yang berpredikat ZI mewujudkan komitmen pencegahan korupsi melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi dalam bentuk yang
lebih nyata secara terpadu dan disesuaikan dengan kebutuhan K/L/Pemda
yang bersangkutan.
Konsep Zona integritas sebenarnya
berasal dari konsep island of integrity
atau pulau integritas biasa digunakan
oleh pemerintah maupun NGO untuk
menunjukkan semangatnya dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Transparansi Internasional Indonesia (TII) mendefinisikan
Island of integrity sebagai konsep "kepulauan" yang bisa bermakna institusi
pemerintah/badan pemerintahan yang
memiliki dan menerapkan konsepsi
Sistem Integritas Nasional (National
Integrity System/NIS) sehingga kewi-
Muhammad Zainul Arifin
Irsan
bawaan dan integritas institusi tersebut
mampu mewujudkan transparansi, akuntabilitas dan membuka ruang partisipasi masyarakat secara luas sehingga
senantiasa terjaga dari praktek KKN
dan praktek tercela lainnya.
C. Kesimpulan
Pengungkapan kasus korupsi perizinan di Indonesia memberikan sinyalemen
bahwa semakin hari permasalahan perizinan
menjadi persoalan serius yang harus dibenahi untuk dapat segera diselesaian. Penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi mutlak harus dilaukan
sebagai cara untuk memperbaiki birokrasi
negeri ini. Salah satu kewenangan tersebut
adalah dengan cara melakukan pencabutan
terhadap perizinan yang terindiasi koruptif.
Halini diatur dalam ketentuan pasal 12 huruf G Undang-Undang KPK yang menyatakan bahwa KPK berwenang untuk mencabut sementara perizinan, lisensi, serta
konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh
tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti permulaan yang cukkup ada
hubungan dengan tindak pidana korupsi
yang sedang diperiksa. Pencabutan sementara tersebut dmaksudkan untuk menghindari kerugian Negara yang lebih besar. Kemudian jika memang terbukti ada korupsi
dalam penerbitan izin adalah tugas pemerintah untuk membatalkannya. Pemerintah
harus berperan aktf untuk mengoreksi keptusan-keputusan yang koruptif. Ini berangkat dari asas ius contrarius actus yang
menyatakan bahwa badan atau pejabat yang
menerbitkan keputusan pemerintah dengan
sendirinya berwenang untuk membatalkan
keputusannya tersebut. Hal ini dapat menjadi cara bagi pemerintah untuk membatalkan
izin yang terindikasi korupsi ataupun suap.
895
Jurnal Lex Librum, Vol. V, No. 2, Juni 2019, hal. 887-896
Daftar Pustaka
Buku-Buku :
Budi Setiyono, Memahami Korupsi Di Daerah Pasca Desentralisasi: Belajar Dari Empat
Studi Kasus, Politika, Vol. 8, No. 1, April 2017.
Chazawi Adami, Hukum Pidana Materil Dan Formil Korupsi Di Indonesia, Banyumedia,
Malang, 2003.
Muladi dan Barda Nawawi, Teori–Teori Dan Kebijakan Pidana, Cetakan ke 3, Alumni,
Bandung, 2005.
Natal Kristiono, Buku Ajar Otonomi Daerah, Universitas Negeri Searang, 2015.
Oce Madril, Membatalkan perizinan Koruptif, Kompas Kolom Opini.
Sulardi, Menyelamatkan Negara dari Bencana Korupsi, Setara Pers, 2013.
Yusrianto Kadir, Membangun Zona Integritas Dalam Upaya Pencegahan Korupsi Di
Kabupaten Gorontalo, Researchgate.
Internet :
Andi Saputra, Jejak 5 Bupati yang Terlibat Korupsi di Kasus Pengurusan Perizinan,
dalam : https://news.detik.com, diakses pada tanggal 2 Januari 2018.
Ika Vera Tika, Laporan Akhir Tahun 2017 Hukum dan Kriminalitas: Kepala Daerah,
Korupsi, dan Modus Baru, https://www.pikiran-rakyat.com, diakses pada tanggal
2 januari 2018.
896