ALIH AKSARA
SERAT SITI DHUSUN
KRATON MATARAM KARTASURA
RENDRA AGUSTA
ALIH AKSARA SERAT SITI DHUSUN KRATON MATARAM
KARTASURA
©2023 Perpustakaan Nasional RI
Perpustakaan Nasional RI. Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Alih Aksara Serat Siti Dhusun Kraton Mataram Kartasura/ Rendra
Agusta —Jakarta: Perpusnas Press, 2023
88 hlm: 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-313-668-6
978-623-313-667-9 (PDF)
1. Manuskrip
I. Rendra Agusta
II. Perpustakaan Nasional
Pengalih Aksara
Penata Letak dan Desain Sampul
: Rendra Agusta
: Tim Perpusnas
Penerbit
Perpusnas PRESS
Anggota IKAPI
Jl. Salemba Raya 28 A, Jakarta
Telp (021) 3922746
Surel:
[email protected]
Laman: https://press.perpusnas.go.id
BUKU INI TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN
ii
SAMBUTAN
DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN BAHAN PUSTAKA
DAN JASA INFORMASI PERPUSTAKAAN
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mendefinisikan
naskah kuno sebagai dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak
diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun
di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun,
dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan
ilmu pengetahuan. Dibanding benda cagar budaya lainnya, naskah kuno
memang lebih rentan rusak, baik akibat kelembaban udara dan air (high
humidity and water), dirusak binatang pengerat (harmful insects, rats, and
rodents), ketidakpedulian, bencana alam, kebakaran, pencurian, maupun
karena diperjual-belikan oleh khalayah umum.
Naskah kuno mengandung berbagai informasi penting yang harus
diungkap dan disamapikan kepada masyarakat. Tetapi, naskah-naskah
kuno yang ada di Nusantara biasanya ditulis dalam aksara non-latin dan
bahasa daerah atau bahasa asing (Arab, Cina, Sansekerta, Belanda, Inggris,
Portugis, Prancis). Hal ini menjadi kesulitan tersendiri dalam memahami
naskah. Salah satu cara untuk mengungkap dan menyampaikan informasi
yang terkandung di dalam naskah kepada masyarakat adalah melalui
penelitian filologi. Saat ini penelitian naskah kuno masih sagat minim.
Sejalan dengan rencana strategis Perpusnas untuk menjalankan
fungsinya sebagai perpustakaan penelitian, sekaligus sebagai Pusat
Pernaskahan Nusantara, maka perlu dilakukan upaya akselerasi percepatan
penelitian naskah kuno yang berkualitas, memenuhi standar penelitian
filologis, merta mudah diakses oleh masyarakat. Dengan demikian,
Perpusnas menjadi lembaga yang berkonstribusi besar terhadap bidang
ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya di bidang pernaskahan.
Kegiatan ini merupakan kegiatan wajib di bidang pernaskahan di
Perpusnas, karena menjadi amanat Undang-Undang No. 43 Tahun 2017
Pasal 7 ayat 1 butir d yang mewajibkan Pemerintah untuk menjamin
ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan
(translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan
alih media (transmedia), juga Pasal 7 ayat 1 butir f yang berbunyi
iii
“Pemerintah berkewajiban meningkatkan kualitas dan kuantitas koleksi
perpustakaan”.
Sejak tahun 2015, sesuai dengan indikator kinerja di Perpusnas,
kegiatan Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran dan Kajian Naskah Kuno
Nusantara terus dilaksanakan secara rutin. Pada tahun 2023, Perpusnas
menargetkan 150 judul penerbitan dari hasil karya tulis tersebut. Berkat
kontribusi para penulis yang terdiri dari filolog, sastrawan, akademisi, dll,
kegiatan ini dapat terlaksana. Oleh karena itu, Perpustakaan Nasional
mengucapkan terima kasih kepada para kontributor yang telah
mengirimkan karya-karya terbaiknya. Secara khusus, Perpustakaan
Nasional juga mengucapkan terima kasih kepada Masyarakat Pernaskahan
Nusantara (Manassa) yang sejak awal terlibat dalam proses panjang seleksi
karya, penyuntingan, proofreading, hingga buku ini dapat terbit dan dibaca
oleh masyarakat. Kami berharap kiranya karya-karya yang dihasilkan dari
kegiatan ini bisa mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat, bukan
hanya bagi para penggiat naskah saja, namun juga lapisan masyarakat
lainnya sehingga bisa lebih banyak lagi yang mengenal dan peduli
terhadap warisan budaya bangsa kita.
Jakarta, 2023
Dra. Mariana Ginting
Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka
dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional RI
iv
PENGANTAR
Salam dan Bahagia!
Puji syukur kami haturkan kepada Sang Hyang Maha Gusti,
Summun Bonum yang senantiasa memberikan kelimpahan ilmu, kekuatan
raga, dan kebahagiaan jiwa kepada semua kita semua, semoga berkatnya
terus lumintu dalam kehidupan kita ke depan. Atas keberkahkan Entitas
Agung ini akhirnya penulis menyelesaikan buku ini dengan baik. Ucapan
terima kasih berikutnya penulis sampaikan kepada kepala Dinas
Kebudayaan Kota Surakarta, bapak ibu pegawai UPT Museum Radya
Pustaka, yang telah mengijinkan penulis untuk meneliti naskah ini. Secara
khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dua Filolog
handal penjaga ruang naskah, bapak Totok Yasmiran dan mbakyu Kurnia
yang sabar menemani penulis dalam penelitian. Selanjutnya kawankawan berdiskusi di museum yang juga memberi saran dan kritik yang
membangun, pakde Sumarno, Mas Rudy Wiratama, dan mbakyu Yenny,
matur nuwun. Selanjutnya, tidak bisa untuk tak disebut, kawan-kawan
Sraddha Institute yang juga ikut mengoreksi kembali pembacaan naskah
ini, Adi, Amel, Kukuh, Alfan, Afiq, Umu, Khirma, Jumirin al Thayibi,
Intan Driyo, Frengki, Rahma, Vira, dan Siti, tanpa kalian dunia
pernaskahan di komunitas ini menjadi sepi.
Penulis tentunya menyampaikan agunging panuwun kepada
lingkar kecil yang selalu menjadi support system terbesar sepanjang
hayat, Rama Agus Hartono, Mak Sri Rahayu, Eyang Paniyem Soekarno,
Mas Ignatius Indra Agusta, segenap keluarga Dipawijana dan
Resadikrama Lasa, semoga karya kecil ini bisa menjadi sekuntum bunga
pengharum meja makan keluarga. Ibarat tiada gading yang tak retak, pun
demikian karya penulis ini. Penulis tidak bisa menyebut satu per satu
orang-orang yang berpengaruh dalam proses penulisan alih bahasa ini,
intinya penulis hanya bisa ngaturke panuwun, matur nuwun. Selamat
membaca, semoga karya ini menjadi salah satu data pendukung kajian
historis Kepatihan yang agaknya belum begitu berkembang di
Vorstenlanden. Saran dan kritik senantiasa penulis nantikan dengan
secangkir teh di angkringan jalan Ir. Sutami. Manawa lwih luwangana,
manawi kurang tambuhena, apuranta riptaninghulun kadi tilas cekering
hayam ring pagagan. Hatur nuhun!
v
DAFTAR ISI
SAMBUTAN .......................................................................................... iii
PENGANTAR.......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
Penelusuran Naskah dan Alasan Pemilihan Naskah .................... 4
Deskripsi naskah .......................................................................... 5
Ringkasan isi ............................................................................... 6
Pedoman Penyuntingan ............................................................... 8
BAB II ALIH AKSARA ....................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 80
RIWAYAT PENULIS............................................................................ 82
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Naskah Siti Dhusun, berbeda dengan khazanah manuskrip Jawa
lainnya yang pada umumnya bersifat didaktis-moralistik ataupun naratifimajiner. Hal ini dikarenakan sifat dari isinya sendiri yang lebih merupakan
pratelan atau daftar lokasi bidang-bidang tanah, luasnya serta siapa yang
bertanggungjawab atas tanah tersebut, dalam hal ini menyangkut tata
kelola agraria yang berlaku di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta
maupun pendahulunya, yakni Keraton Kasunanan Kartasura ataupun
Mataram Islam. Tiap-tiap masa pada umumnya memproduksi sendiri
naskah siti dhusunnya, dan hal inilah yang menyebabkan paling tidak ada
dua puluh empat naskah induk Siti Dhusun yang tersebar di beberapa
perpustakaan baik milik negara maupun keraton-keraton Jawa, dan berasal
dari berbagai kurun waktu. Naskah Siti Dhusun dari masa ke masa juga
selalu mengalami revisi karena pergolakan politik. Gejala ini pun dapat
juga dimengerti karena perbatasan Yogyakarta dan Surakarta pun baru
dapat disepakati secara total pada tahun 1831, ketika Susuhunan
Pakubuwana VII menukarkan tanah Sokawati dan Pajang dengan Mataram
dan Gunungkidul kecuali Kotagede dan Imogiri yang tetap di bawah
kekuasaan Sunan (Houben, 1994:46-48).
Istilah siti dhusun sendiri, secara etimologis bermakna “tanahtanah pedesaan”. Soemarsaid Moertono lebih jauh mendefinisikan bahwa
siti dhusun adalah tanah-tanah pedesaan yang dikelola secara bagi hasil,
yakni sebagian dari hasil bumi tersebut menjadi milik dari para
penggarapnya dan sebagian lagi sebagai hak bagi orang yang diganjar
sebidang tanah tersebut sebagai lungguh atau tunjangan atas jabatan yang
disandangnya. Sistem pembagian hasil tanah tersebut beragam, mulai dari
maro (separuh untuk masing-masing pihak) ataupun dengan sistem-sistem
lain, yang meskipun telah disepakati secara adat namun dapat berubah
sesuai dengan kehendak Raja (Moertono,2017:165-166). Distribusi tanah
sebagai sumber daya alam kepada para pejabat di lingkungan keraton
Mataram dan penerusnya tentu tidak terlepas dari jatidiri yang
dibangunnya sebagai sebuah kerajaan agraris. Dalam pandangan
masyarakat ini, sosok bumi dipandang sebagai sebuah kekuatan alam
sarwadaya yang memiliki kelebihan mampu memberikan kamuktèn bagi
siapapun yang berada di atasnya, sehingga tidak mengherankan apabila
1
tanah sebagai bagian dari bumi didistribusikan oleh Raja kepada para
pejabat, sěntana dan nayaka sebagai bentuk penganugerahan kamuktèn
sekaligus ikatan politis yang harus dipatuhi dalam hubungan patron-klien.
Lebih lanjut lagi, Moertono menjelaskan bahwa siti dhusun sendiri
terdiri dari bermacam-macam jenis, tergantung dari cara pengelolaannya.
Jenis-jenis siti dhusun ini di antaranya adalah tanah yang diambil pajaknya
untuk pendapatan pribadi Raja (Houben menyebutnya sebagai mahosan
dalěm, atau pamajěgan dalěm; naskah Siti Dhusun menyebutnya sebagai
dhahar-dalěm, ‘[hak] yang dimakan Raja’), kemudian tanah yang dikelola
untuk memenuhi kebutuhan internal Keraton (narawita) serta tanah yang
tidak dikenakan pajak sebagai privilese atas hal-hal tertentu semisal yang
terkait dengan faktor historis, politis dan keagamaan, yakni pěrdikan.
Mengutip Van Vollenhoeven, siti dhusun yang dibagikan kepada para
sěntana dan nayaka pun masih dapat dibagi lagi menjadi dua, yakni
lungguh dan běngkok atau catu (Moertono, 2017:166-167). Lungguh atau
appanage adalah sebutan untuk sebidang tanah yang diberikan kepada
pejabat tertentu, di mana pejabat ini mempunyai hak atas keuntungan yang
dihasilkan darinya dan penduduknya, sementara Raja, walaupun dapat
menarik beberapa pajak darinya, namun tidak berhak untuk mengelolanya
secara langsung. Běngkok atau catu dipergunakan untuk menyebut “tanah
gaji”, yakni sebidang tanah yang diberikan oleh Raja kepada seseorang
yang dikehendaki dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
orang itu sendiri. Pada perkembangannya, setidaknya pada tahun 1744,
batasan antara lungguh dan catu menjadi baur dan perbandingan luasan
antara keduanya pun menjadi relatif sama karena lungguh semakin
menyempit. Akan tetapi, untuk membedakannya, Moertono berteori
bahwa lungguh semenjak terkait dengan jabatan fungsional dan struktural
seseorang, berlaku di wilayah Nagaragung; adapun běngkok atau catu
berlaku di Mancanagara (Moertono, 2017:168). Persebaran siti dhusun
berdasarkan “pemilik”nya tergolong tidak merata, karena terpencar-pencar
bahkan di tempat yang berjauhan. Hal ini, menurut Moertono, menjadi
pemicu terjadinya “perang desa” antar kelompok masyarakat setelah
Surakarta dibagi menjadi dua, Kasunanan dan Kasultanan Yogyakarta
pada tahun 1755. Perang desa ini baru dapat dihentikan setelah tahun 1831
batas-batas Kasunanan dan Kasultanan disepakati secara hukum, yang juga
pada gilirannya mengubah ruang lingkup, peran dan fungsi dari siti dhusun
itu sendiri.
2
Selain berfungsi sebagai sebuah hak yang didapat atas jabatan
maupun kedudukan tertentu yang dipegang oleh para sěntana dan nayaka,
pengelolaan siti dhusun oleh pihak-pihak ini juga menimbulkan
konsekuensi tertentu. Pemberian lungguh yang menghasilkan ulu-pamětu
(pendapatan) bermakna juga bahwa pejabat yang mendapatkannya tidak
berhak lagi untuk menerima gaji langsung dari Keraton. Kekuasaan penuh
yang diserahkan kepada pejabat pengelola siti dhusun bermakna pula
bahwa ia harus berswasembada untuk membiayai sendiri pelaksanaan
tugas dan kewajibannya. Kewajiban pengelola siti dhusun bertambah
dengan penyediaan “pangkalan pos” yang menyediakan bantuan tenaga
manusia, kuda dan lain sebagainya untuk penunjang pelayanan kereta pos,
serta membebankan biaya penyambutan raja atau para pembesar Belanda
termasuk akomodasi dan hiburan kepada pejabat terkait (Moertono,
2017:130-131). Hal ini tentu saja dirasakan berat meskipun seorang
pejabat Keraton akan diberi tambahan lungguh, sehingga banyak di antara
siti dhusun tersebut yang kemudian disewakan terutama kepada para
pengusaha Belanda dan Cina. Perubahan sistem pengelolaan siti dhusun ini
pada gilirannya mengubah cara pandang bangsawan terhadap bumi yang
semula diperlakukan sebagai sumber kamuktèn dalam konteks agraris
menjadi sumber penghasilan statis yang menjadikan mereka tidak lagi
berperan aktif di dalamnya. Gejala-gejala ini pada akhirnya akan
mengakhiri distribusi beberapa siti dhusun di tingkat jabatan tertentu dan
Keraton kemudian tampil sebagai pusat ekonomi politik yang lebih
sentralistik.
Keberadaan naskah Siti Dhusun dalam berbagai perpustakaan terutama
Keraton pada dasarnya menduduki peranan sebagai arsip, bukan sebagai
koleksi naskah candhi basa atau candhi pustaka yang memiliki fungsi
sebagai magi sastra dan sumber legitimasi secara spiritual. Uraian dalam
naskah Siti Dhusun dibagi menjadi tiga bagian, yakni tentang pemilik,
status tanah dan lokasinya, serta jumlah luasan tanah. Dalam naskah Siti
Dhusun koleksi Radya Pustaka, agak berbeda dengan pendapat Soemarsaid
Moertono dan Vollenhoeven, bentuk tanah siti dhusun dibagi menjadi dua,
yakni lěnggah dan karya, yang dapat diterjemahkan secara global sebagai
“tanah jabatan” dan “tanah gaji”. Selain itu terdapat pula beberapa kategori
tanah seperti ladosan dalěm, dhahar dalěm, patědhan dalěm dan kagungan
dalěm marica, yang menunjukkan bahwa tanah-tanah tersebut dikelola
untuk kepentingan Raja. Ditinjau dari namanya, kata ladosan dalěm berarti
3
“disajikan untuk raja”, barangkali dapat disamakan dengan mahosan dalěm
maupun pamajěgan dalěm, sementara dhahar dalěm dapat diartikan
sebagai “yang dimakan Raja”. Di sisi lain ada juga patědhan dalěm atau
“pemberian langsung dari Raja” dan kagungan dalěm marica atau
“(kebun) merica milik Raja”, yang barangkali juga merupakan sumber
pendapatan lain jika hasilnya dijual juga kepada para saudagar.
Penelusuran Naskah dan Alasan Pemilihan Naskah
Serat Siti Dhusun yang terdapat di katalog Javanese Language
Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive
Catalogus Level III (Nancy Florida, 1996) yang berada di Museum Radya
Pustaka Surakarta dengan nomor RP 128 (739.72 Bab b) Reel 16-39/5
(Nancy Florida, 1996:165). Dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks
yang memang dimaksudkan sebagai hukum dalam masyarakat atau hukum
adat. Di Jawa dikenal dengan anggêr-anggêr atau undang-undang (Baried,
1994, hal. 29). Selain itu kita juga mengenal adanya Pèngêtan, Pratelan,
Prangjanjèn, Rêrêpèn, dan lain-lainnya. Naskah dengan jenis – jenis ini
adalah karya prosa non-sastra. Perjanjian Giyanti memuat wilayah
Kesultanan Yogyakarta pada mulanya dibagi menjadi beberapa lapisan
yaitu Nagari Ngayogyakarta (Ibukota), Nagara Agung (wilayah utama atau
pendamping), dan Mancanagara (wilayah luar). Wilayah ibukota dan
nagaragung seluas 53.000 karya dan Mancanagara seluas 33.950 karya.
Selain itu, masih terdapat tambahan wilayah dari Danurejo I di Banyumas,
seluas 1.600 karya (sekitar 9,3544 km persegi).
Data-data mengenai perpindahan kekuasaan sejak perjanjian
Giyanti 1755 hingga perjanjian Klaten 1830 bukanlah hal yang mudah.
Pada tahun 1773, daftar registrasi tanah dalam Serat Klepu diganti dengan
Serat Ebuk Anyar. Kedua ini merupakan kompilasi wilayah YogyakartaSurakarta, hingga saat ini keberadaan kedua naskah ini dipertanyakan.
Pada tahun 1792 dan 1802, Sultan Hamengkubuwono II membagi
wilayahnya kembali untuk meningkatkan pendapatan keraton. Setelah itu,
wilayah Yogyakarta-Surakarta yang belum jelas batasnya juga makin
rumit ketika penambahan wilayah Pakualaman dan Mangkunegaran. Pada
tahun 1812, Raffles membuat perjanjian penataan ulang tanah-tanah
kerajaan yang lebih teratur (Ricklefs, 2002, hal. 114). Perjanjian Klaten
pada tanggal 27 September 1830 merupakan penataan akhir wilayah
keraton Yogyakarta maupun Surakarta yang lebih permanen. Naskah Siti
4
Dhusun menjadi penting dikaji untuk memberi pendasaran. Secara khusus,
teks dalam naskah Siti Dhusun RP 128 sangat dimungkinkan ditulis atau
disalin dari teks-teks siti dhusun sebelum perjanjian Giyanti dan atau
perjanjian-perjanjian pembagian tanah setelahnya.
Deskripsi naskah
a. Judul Naskah
Naskah berjudul Serat Siti Dhusun
b. Nomor Naskah
Nomor naskah berdasarkan nomor katalog RP 128
c. Naskah disimpan di Museum Radya Pustaka Surakarta.
d. Asal Naskah
Tidak diketahui
e. Keadaan Naskah
Naskah dalam keadaan rusak lembaran-lembaran naskah mengalami
kerusakan karena mikro organisme dikarenakan naskah SD
merupakan naskah yang sering digunakan masyarakat, jadi alih
tangan dari tangan satu dan lainnya mempengaruhi keadaan naskah.
Di bawah ini gambar keadaan naskah.
f. Ukuran Naskah
Ukuran Lembaran Naskah
panjang x lebar : 20,5 cm x 14,5 cm
g. Tebal Naskah
Tebal naskah berhalaman 132 halaman
Jumlah Baris Per halaman
Jumlah baris perhalaman 39 baris.
h. Huruf
1) Jenis tulisan aksara Jawa carik (tulisan tangan) dan beberapa huruf
latin berbahasa Indonesia. Pada beberapa teks menggunakan angka
Arab dan Angka Romawi.
2) Ditulis dengan pena
3) Ukuran huruf kecil
4) Bentuk huruf cursive (tegak lurus agak miring)
5) Huruf rapi dan mudah dibaca
6) Jarak huruf berdempetan, sehingga tampak penuh dalam teks.
7) Bekas tinta tembus
5
8) Warna tinta hitam, namun sudah kecoklatan dan terdapat cap
Museum Radya Pustaka.
9) Tanda baca dalam bahasa Jawa, yaitu penanda awal kalimat adȇgadȇg, penanda huruf mati atau pangkon serta penanda koma pada titik
(.).
i. Cara Penulisan
1) Pemakaian lembaran naskah ditulis pada bagian depan dan belakang
(recto dan verso).
2) Penempatan teks pada naskah ditulis dari kiri ke kanan.
3) Penomoran halaman menggunakan angka Latin.
j. Bahan Naskah
1) bahan naskah adalah kertas Eropa tanpa garis dan tidak disertai cap
(water mark).
2) Kualitas kertas tipis dan sudah rapuh.
k. Bahasa Naskah
Bahasa yang digunakan dalam naskah adalah bahasa Jawa ragam
ngoko dan kata serapan bahasa Indonesia.
l. Bentuk teks
Teks dalam naskah berbentuk prosa (gancaran)- arsip.
m. Umur Naskah
Tidak ada informasi
n. Penyalin
Tidak ada informasi
o. Asal Usul Naskah
Tidak ada informasi
p. Ikhtisar Teks
Teks memuat data tanah-tanah dan penguasa era Kartasura (?).
Ringkasan isi
Naskah Siti Dhusun koleksi Radyapustaka selain memberikan
informasi tentang toponimi dan latar belakang sejarah, juga menjadi
sebuah sumber terkait bagaimana lahan dibagi-bagi, diserahkan
pengelolaannya dan diperlakukan oleh para pengelolanya. Sebagai contoh,
dalam halaman 118 terdapat sebuah daftar Pémut karyannipun Kanjěng
Susuhunan (catatan tentang tanah karya milik Susuhunan). Gelar
Susuhunan tentu hanya merujuk kepada para penguasa Kartasura dan
Surakarta saja, karena Yogyakarta memilih untuk menggunakan gelar
6
Sultan. Dalam daftar ini, termuat banyak sekali nama desa yang sekarang
justru masuk dalam wilayah administratif Daerah Istimewa Yogyakarta,
seperti Bantul, Badawaluh (sekarang Bodowaluh, kecamatan Pundong),
Kumějing (Mejing, Sleman), dan beberapa desa Kasingasarèn “wilayah
kekuasaan Pangeran Singasari” yang di antaranya meliputi Patarana
(Potorono, Bantul), Pulokadang (Imogiri, Bantul), Badhoyo (Ponjong,
Gunungkidul), Silarong, Katěmbi (Tembi, Bantul) dan Karangmaja Bantul
milik Raden Rangga Mataram, serta sebuah daftar panjang dari tanah
Kapurobayan ing Matawis (tanah milik Pangeran Purbaya yang terletak di
wilayah Mataram lama). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ibukota
telah berpindah ke Wanakarta yang kemudian dikenal sebagai Kartasura,
akan tetapi ikatan dengan ‘Mataram Lama’ tetap dipertahankan, di
antaranya dengan keberadaan tanah lungguh dan karya kaum elite Keraton
yang masih berada di daerah tersebut, yang bisa saja merupakan kelanjutan
(nunggak sěmi) dari para leluhur dengan gelar yang sama. Dengan adanya
hal tersebut, maka tidak mengherankan apabila sepanjang 1755-1831
antara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta tampak saling
“berebut” daerah-daerah ini, bukan hanya karena faktor ekonomis sebagai
lumbung padi, namun juga sebagai sumber legitimasi sejalan dengan
pandangan negara agraris yakni bumi sebagai sarana mukti.
Serat Siti Dhusun koleksi Museum Radyapustaka merupakan salah
satu versi saja dari beberapa naskah induk Siti Dhusun. Naskah ini menjadi
unik, karena di dalamnya termuat pula beberapa gelar kuna seperti
Tuměnggung Mataram dan Rongga Mataram (Patih dan deputinya, sebuah
jabatan dari zaman Mataram Sultan Agung), Kandhuruwan Wilatikta, dan
lain sebagainya. Nama-nama ini dalam tata urutan kepangkatan di Keraton
Kasunanan Surakarta tidak lagi berlaku. Akan tetapi menarik juga bahwa
di sisi lain telah tercatat nama Kyai Arungbinang sebagai salah satu
pemilik siti dhusun. Orang yang tercatat dengan nama Ngabehi
Arungbinang pada zaman pra-Surakarta di antaranya adalah putra
Tumenggung Wiraguna I yang mundur karena usianya yang sudah sangat
tua (pada tahun 1736 ia telah berusia 90 tahun, bdk. Remmelink,
1994:105). Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa naskah teks Siti
Dhusun koleksi Radyapustaka setidak-tidaknya ditulis pada masa akhir
Kartasura, atau pada awal era Surakarta.
Selain dapat dikaji dari aspek ekonomis, hierarki sosial dan
ketataprajaan, naskah Siti Dhusun dapat menjadi sebuah sumber yang kaya
7
tentang sejarah lokal, terutama yang menyangkut asal-usul sebuah desa
atau daerah tertentu. Uraian tentang topik ini menjadi penting, utamanya
sebagai pijakan bagi warga setempat untuk membangkitkan kesadaran
tentang asal-usul dan peranan daerahnya pada masa lalu, Meskipun tidak
berisi uraian tentang sejarah pendirian sebuah desa, akan tetapi naskah Siti
Dhusun dapat menjadi sebuah sumber penting yang memuat perihal namanama daerah (toponimi) untuk dibandingkan dengan keadaan sekarang,
serta untuk melacak sejak kapan daerah tersebut eksis dan bagaimana
kedudukannya dalam tatakelola tanah di Keraton, utamanya MataramKartasura. Sebagai sebuah contoh, naskah Siti Dhusun menunjukkan
beberapa nama desa di bawah daftar dhusun paněkar milik Kadipaten, lalu
diserahkan pengelolaannya kepada Tuměnggung Mangunnagara,di
antaranya: Sala, Sěmanggi Baturana, Kědhung Lumbu, (pp. 62-63) yang
merupakan nama-nama daerah yang sekarang masuk ke dalam wilayah
administratif Kota Surakarta. Dengan demikian, naskah Siti Dhusun dapat
memberikan sebuah pandangan alternatif tentang sejarah asal-mula kota
Surakarta yang berbeda dengan anggapan umum yang condong kepada
cerita legenda.
Pedoman Penyuntingan
Tahap awal yang harus dilakukan dalam suntingan teks adalah
transliterasi. Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi
huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Ada dua tugas pokok seorang
filolog dalam transliterasi. Tugas pokok pertama adalah menjaga
kemurnian ragam bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata.
Penulisan kata yang menunjukkan ciri bahasa lama tetap dipertahankan
bentuk aslinya, dan tidak disesuaikan penulisannya menurut EYD. Tugas
pokok kedua yaitu dengan menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan
yang berlaku sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ragam
bahasa lama (Djamaris, 2006:19-20). Dalam transleterasi naskah SD ragam
bahasa lama tetap dipertahankan seperti nama kota Bayalali tetap ditulis
Bayalali walaupun sekarang ditulis Boyolali.
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang
bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah
yang dikritisi. Penyuntingan teks dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan
memperhatikan pedoman ejaan yang berlaku, penggunaan huruf kapital,
8
tanda-tanda baca, penyusunan alinea, dan bagian-bagian cerita (Djamaris,
2006: 9).
Dalam penelitian ini, pedoman yang digunakan sebagai acuan
dalam suntingan teks adalah Kamus Bausastra Djawa (Poerwadarminta)
dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang
Disempurnakan (Balai Bahasa Yogyakarta, Departemen Pendidikan
Nasional Pusat Bahasa).
Aparat kritik (apparatus criticus) merupakan suatu
pertanggungjawaban perbaikan bacaan dalam penelitian naskah yang
menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks
(Djamaris, 2006: 8). Dalam aparat kritik juga ditampilkan kelainan bacaan
yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam naskah. Jones dalam
(Robson, 1994: 23) mengungkapkan bahwa “edisi yang ideal harus
menonjolkan prestasi penulis asli dan bukan pengetahuan penyunting”.
Dalam hal menyajikan suntingan, ada dua alternatif yang bisa
dilakukan. Pertama, apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan
dalam teks tersebut, ia dapat memberikan tanda yang mengacu pada aparat
kritik; di sini ia menyarankan bacaan yang lebih baik. Kedua, pada tempattempat yang terdapat kesalahan, penyunting dapat memasukkan koreksi ke
dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang mengacu pada aparat
kritik; di sini bacaan asli akan didaftar dan ditandai. Dalam kedua metode
tersebut, penyunting harus menyatakan dan mempertanggungjawabkan
segala jenis perubahan yang dibuat agar bisa ditelusuri kembali bacaan
aslinya tanpa kesulitan yang berarti (Robson, 1994: 25).
Agar pembacaan dan pemahaman suntingan teks naskah SD dapat
dipahami di kalangan masyarakat yang lebih luas, maka dalam penyajian
suntingan teks ini digunakan tanda-tanda sebagai berikut.
a. Angka Arab dengan tanda [1], [2] dan seterusnya menunjukkan
pergantian halaman.
b. Angka Arab ukuran kecil di atas 1, 2, 3, dst menunjukkan nomor catatan
atau kritik teks pada kata yang terdapat kesalahan. Usulan kata yang
dianggap benar untuk kata yang dianggap salah, ditulis pada catatan
kaki. Jika terdapat kesalahan yang sama lebih dari satu kata, maka
nomor kritik teks hanya ditulis satu kali pada kata yang pertama
ditemukan. Selanjutnya, usulan kata yang dianggap benar dari
kesalahan kata yang sama akan mengikuti kritik teks pada kata yang
pertama tersebut. Misalnya, ditemukan kata sumbêr lebih dari satu,
9
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
maka kata yang dikritisi hanya pada kata sumbrê yang pertama
ditemukan dan pada bagian usulan akan ditulis “sumbêr* dan di tempat
yang lain”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kata sumbrê dikritisi
dengan kata sumbêr berdasarkan pertimbangan linguistik dan kata
sumbêr yang ditemukan kemudian, kritik teksnya mengikuti usulan
tersebut.
Keterangan mengenai ilustrasi ditulis di bagian atas grafik.
Tanda ^ di atas vokal e dibaca seperti dalam bahasa Indonesia kata
“rentan, sekarang”.
Tanda ` di atas vokal e dibaca seperti dalam bahasa Indonesia kata
“ember, sukses”.
Huruf vokal e dibaca seperti “e” dalam bahasa Indonesia pada kata
“enak”.
Tanda # menunjukkan bahwa kata tersebut dibetulkan berdasarkan
pertimbangan kontekstual.
Tanda * menunjukkan bahwa kata tersebut dibetulkan berdasarkan
pertimbangan linguistik.
Sastra laku ditransliterasikan dengan tidak mengulang konsonan
penutup pada kata berikutnya. Misalnya: ing Ngampèl
ditransliterasikan ing Ampèl.
Penulisan kata ulang (dwilingga) dalam dalam teks, akan
ditransliterasikan dengan menggunakan tanda hubung (-), misalnya
dandan akan ditransliterasikan dengan dandan-dandan.
Penulisan kata reduplikasi awal sebagian (dwipurwa), ditulis menurut
pelafalannya,
misalnya
gagadhuhanipun
ditransliterasikan
gêgadhuhanipun.
Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ dan mendapat akhiran
/-e/, /-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/ dalam penulisan aksara Jawa sering
ditulis dengan fonem /y/, tetapi dalam suntingan teks fonem akan
ditranslierasikan dengan huruf /h/, misalnya kaliyan ditransliterasikan
kalihan.
Penulisan awalan (prefiks) dipun diberi tanda hubung (-) jika bertemu
dengan konsonan /g/ dan /y/ untuk memperjelas kata dan menghindari
timbulnya kesalahpahaman dalam pembacaan suntingan teks.
Misalnya, dipungalih ditransliterasikan dipun-galih.
Penulisan kata konca, mongka, mongsa, dan bongsa, ditransliterasikan
secara konsisten dengan kanca, mangka, mangsa, dan bangsa.
10
o. Awalan /a/ pada amajêgi, anggliyêrna, anjawi dsb bukan merupakan
kesalahan penulis, melainkan merupakan style atau gaya penulis,
karena kata tersebut konsisten dari halaman awal sampai terakhir pada
naskah, yang maksudnya adalah majêgi, nggliyêrna, kajawi dll.
p. Akhiran /êna/ pada angaturêna, angethèrêna, amangsulêna dsb bukan
merupakan kesalahan penulis, melainkan merupakan style atau gaya
penulis, karena kata tersebut konsisten dari awal sampai terakhir pada
naskah, yang dimaksud ngaturna, ngethèrna, mangsulna dll.
q. Akhiran /ing/ pada kata wondening, bakdaning, sarèhning dsb bukan
merupakan kesalahan penulis, melainkan merupakan style atau gaya
penulis, karena kata tersebut konsisten dari awal sampai terakhir pada
naskah, yang dimaksud wondene, bakdane, sarèhne dll.
r. Pembenaran berdasarkan linguistik maupun kontekstual pada kata
yang sejenis maka akan dicetak huruf dicetak miring pada halaman
berikutnya. Misal lakuna suku kata pada gugung, atas dasar
pembenaran linguistik diganti menjadi gunggung. Apabila di halaman
berikutnya terdapat kata gugung tidak diberi catatan kaki, hanya
dicetak miring gunggung yang berarti idiom dengan sebelumnya.
s. Penulisa nama kota atau sinonimnya dipertahankan sesuai ragam yang
ada misalkan kata Waja, Waos dan Tosan. Pada kata tersebut tidak
dianggap sebagai sebuah kesalahan karena merupakan style penulis.
11
12
BAB II
ALIH AKSARA
No.
Uraian
||o|| Punika Gunggung Cacah Karya Siti Ingkang wontên
ing Priyayi Bumi Tanah Bumi Gedhe1
Karyanipun Radèn Tumênggung Mangkuyuda,
lênggahipun:2
[1] dasa, Kêtôngga Kuning kalihdasa
Tulung kalihwêlas
Pêngging kalihwêlas
Pôndhôk kalihwêllas
Kalianyar sakawan
Selamirah kalihwêlas
Kabakalan kalihwêlas
Malingi sakawan
Lilitri sakawan
Jêbungan sakawan
Wanglu kalihwêlas
1. Drêwèk Randhu Wawar kalihwêlas
Gêrômpôl sèkêt
Wirun sèkêt
Jati sèkêt
Gayam sèkêt
Jati Malang sèkêt
Maja sèkêt
Bêtôn sèkêt
Kênêp sèkêt
|| Karyanipun Radèn Tumênggung Mataram gangsalatus
1
Karya
20
12
12
12
4
12
12
4
4
4
12
12
50
50
50
50
50
50
50
50
500
Satu halaman hilang
Teks ini mengacu pada tulisan Drs. Radjiman, M.Pd tahun 2010. Saat ini tulisan
disimpan di perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Saat ini, baik di naskah
maupun di dalam microfilm, halaman yang ditulis tidak ditemukan.
2
13
2.
Lê3nggahipun
Pajangkungan, Garènjèng, Karoya kalihatus
Gugur sèkêt
Tambak Watu kalih[2]wêlas.
200
50
12
Ing Pamarôn kalih atus.
|| Karyanipun Martanêgara kawanatus
tiganglawe4
Lênggahipun
Ing Pucang kalihatus
Panggarôn sêwidak
Kalisalak sèkêt
Môndalangu sèkêt
Girinyana sèkêt
Kamal kawandasa
Ing Maja nêmbêlas
200
475
200
60
50
50
50
40
16
300
|| Karyanipun Radèn Tôndhamantri tigangatus
Lênggahipun
Ing Lêngking, Ngasinan, Karang Kelang karya
sakawandasa
40
1.000
|| Karyanipun Radèn Pangalasan sèwu
Lênggahipun
Ing Dilanggu sasiringe pitungatus
Ing Panirôn kalihatus
Ngulakan sèkêt
Tajêm sèkêt
[3]|| Punika Cacah Panumbak Anyar
lênggahipun
3. Ing Pakuthan Warông kawanatus
Kêdhung Gunting sèkêt
Kêmanukan sèkêt
3
4
Tidak mengunakan nga lêlêt.
Tiganglawe adalah bilangan bernilai tujuhpuluh lima.
14
700
200
50
50
400
50
50
50
Pacêkêlan sèkêt
Lubang Satabone kawanatus
Sêruwuh kalihatus
Mangir, Pahitan, Kêrêp kawanatus
Samawung kalihbêlah
Têpus satus
Bangsabara walungatus
Ing Tanjung Pituruh, Palasa, Karangwuluh
kawanatus
Pamêlaran satus
Ing Pangen, Batrêban, Kaliwatu, Tangkisan,
Samawung kawanatus
Ing Sela Tiyang, Kahônggapatèn, Balêndhung,
Kasmaran, Kêdhung Kawali sèkêt
Ing Tangkisan Kapôpôngan, Susu[4]kan
Madirra, Pamriyan, Têgês karya gangsalatus
Ing Sikil Buara gangsalatus
Ing Pijaja, Kalpu, Ayêm, Pandhak Alas,
Malang, Patunjungan kalihatus
Ing Lêngis Kêpuh satus
Ngampèl, Parigêlan kalihbêlah
Ing Rawa Bayêm sèkêt
Ing Kunir satus kawandasa
4.
Kalêng, Brêsole, Sêndhang sèkêt
Cêngkawak, Wanaganggu satus tigangdasa
Pucang Krêp satus sèkêt
Gintungan, Mêranti satus sêlawe
Ing Samanga, Rilusah, Bawung, Ngungaran,
Têlaga, Purbawana, Pacebongan, Têdhunan
sèkêt
Ing Ngadiksa satus
Ngawu-awu satus
Ing Kalibêndha, Kaliwuluh sèkêt
Gugung [5] karya
5.
15
400
200
400
150
100
800
400
100
400
50
500
500
200
100
150
50
140
50
130
150
125
50
100
100
50
||o||Punika Cacah Priyayi Sèwu
Lênggahipun:
Ing Jênar karya sèwu
Ing Kabutuh, Panggil, Pajuritan walungatus
Ing Lugu, Sokamanah, Talêpok Wêdhi
walungatus
Lelerep kalihatus
Kiyangkong kalihatus
Wawar, Pucang kalihatus
Ing Ngambal Setabone walungatus
Ing Patarangan satus
Ing Mangkawa satus
Ing Kuwur Babêndha Sini kawanatus
Ing Mirit satus
Pandhan satus
Kalêgen Wangsayudda kalihatus
Ing Gêrogo[6]l, Lêmbang Ngabang tigangatus
Patanahan kalihatus
Kalesan, Pagutan kalihatus
Ing Pangalang-ngalangan ing Munggu
kawanatus
Ing Kalêng, Puring sasiringe walungatus
Ing Wêton satus
6. Ing Kêtug Galing satabone Wiraprakasa
Ing Matahun sèkêt
Ing Manjung pitungdasa
Ing Balumpuh, Ngaliyan satus
Wunut, Karangtalun satus sèkêt
Ing Pangukan kalihatus
Ungaran sèkêt
Gugung karya [7]
7. Cacah Keprabôn
||o||Punika cacah Priyayi Bumi
16
1.000
800
800
200
200
200
800
100
100
400
100
100
200
300
200
200
400
800
100
800
50
70
100
150
200
50
Gadhahanipun
Kyai
Tumênggung
Mangkuyudda
Lênggahipun
Ing Suma sasiringe
Ing Pêtir sasiringe
Ing Gônda Wanadadi sasiringe
Ing Kapujan, Kalisat sasiringe
Ing Babadhan Pajatèn
Ing Watu Karung
Ing Nguwed
Ing Pakis Wiring
Ing Jati Parapag
Ing Taraju
Ing Garêgês
[8] Ing Marwah
Ing Piyagang
Ing Rancang Wasasraya ing Gêtas
Ing Jitar
Ing Pôndhôk
Ing Babadan Gunung Kalông
Ing Pagêlapan
8. Gugung
|| Gadhahanipun Tirtayudda
Ing Bulu
Ing Malêba, Garêgêsan
Ing Palumbon
200
100
100
100
100
100
100
100
100
60
50
50
50
45
25
25
20
12
1.332
225
25
50
Kabêbêngan, ing Bêbêngan
|| Gadhahanipun Ki Darwajaya
|| Galondhang Kapu[9]nukan
|| Gadhahanipun Ki Wiradika ing Pogung
9. || Gadhahanipun Ki Sutayuda ing Pogung
|| Gadhahipun Ki Sutayuda ing Kalesan
|| Ki Singayudda ing Palimbungan
Ing Garêgês
17
200
100
160
160
150
280
20
10.
|| Ki Surèngrana ing Toyasri
|| Ki Singadipa ing Gadhungan
|| Ki Kartilêksana ing Ngimbang
|| Ngabèhi Mangkusirana ing Wanagiri
Ing Wêddari
280
200
160
100
50
Ing Tinêmas Palasa
Ing Rawa Dherandhangan
100
25
[10] Ing Gandhôk
|| Gadhahipun Patra Kilasa ing Pakis Wiring
Ing Marwah Karang Gunung
|| Ki Wôngsagati ing Kamandhèn
|| Ki Wôngsadikara ing Bandhung
|| Ki Kartamênggala ing Garêgês
|| Ki Secayudda ing Parakan
|| Ki Saradita ing Juma
Ing Bawang Jawirangkah
Ing Kalesan
12
100
100
150
100
100
240
150
50
50
|| Ki Brajantaka ing Kêraji
|| Ki Jagamêrta ing Kalêgèn
|| Ki Surayudda ing Kabunan
200
200
110
[11] || Ki Yudastaka ing Tidêman
|| Ki Suradita ing Bêbêngan
|| Ki Wanènggita ing Wanalaba
|| Ki Martamênggala ing Garêges
Wah ladosan dalêm ing Parwadadi
Ing Têgal Jaha Pakêrokan
Gugung sabin mantri sadaya
Gugung sadaya kapanggih
|| o || Punika, cacah Bumija.
Gadhahanipun Kyai Tumênggung Natayuda,
lênggahipun.
18
115
200
115
100
100
50
4.527
5.859
50
Ing Kathitang
Ing Palaran
Ing Matabônga
100
50
[12] Ing Lalangrang
Ing Gondhang Kalurak
Ing Larang Padurêksa
Ing Bantir
Ing Kênthèng Gadhu
Ing Bolang Pawaluwan
Ing Payaman sasiringe
Ing Manjana
Ing Sampang Pamangunan
Ing Balusumbêr
Ing Kalijasa
Gugung
|| Gadhahane Ki Kartayuda ing Jombor
100
100
30
25
50
50
400
130
150
100
20
1.450
150
[13]Ing Palumbon
|| Ki Martasura ing Tadabaya
|| Ki Suralêgawa ing Gawok
|| Ki Nayadipa ing Samawana
|| Ki Jagasatru ing Giling
|| Ki Janasri ing Janasri
|| Dêmang Surantaka ing Kambasan Tangkisan
Ing Tumut
|| Ki Citrapati ing Gambasan
|| Ki Singadipa ing Kalêgèn
|| Ki Sumawijaya ing Giling
Ing Padurêksa, Watanggrowong, Tarubayan
50
180
100
200
100
150
300
130
100
300
120
120
[14]Ing Kênyènagung
Ing Palumbon
|| Ki Natawijaya ing Pakupèn
|| Ki Sutabaya ing Têmu
|| Ki Trunamênggala ing Tigawano
100
100
200
100
160
19
|| Ki Citramenggala ing Bêngkal Pakis Miring
Ing Kamanukan
|| Ki Balaki ing Balak
|| Ki Selanêgara ing Sela Pangpang
|| Ki Rêsayuda ing Tumandang
Ing Rongkad Kandhayakan
|| Ki Wirakêrti ing Tangkisan, Sêlote
|| Ki Suradira ing Gunung Pring
100
150
120
100
150
150
100
100
[15] Ki Astrajaya
|| Ki Darpayuda ing Giling
|| Ki Pranayuda ing Lampuyang
|| Ki Darpayuda ing Tiga Rukêm
|| Wah laladèn gadhahanipun Ki Danayuda ing
Rante
Gugung
Gugung sadaya kapanggih
100
100
100
120
100
4.220
5.670
|| o || Punika cacah sabin Numbak Anyar
Lênggahipun Kyai Tumênggung Jayasudarga
Ing Cangkrêp
Ing Cangkawak
Ing Kamanukan
[16] Ing Pacêkêlan
Ing Kêdhung Gunting
Ing Samangari
Ing Sêndhang
Ing Gintungan
Ing Maranti
Ing Ngalas Malang Kalêpu Pandhak Banjarsari
ing Selatilang
Ing Pijaja
Ing Balêbêr
Ing Têgês
Ing Kunir
Ing Ngampèl Parigêlan
20
150
125
70
70
70
50
50
100
25
50
100
25
25
140
150
50
[17] Ing Radhabayêm
Ing Pangèn
Ing Buara
Ing Karangwuluh
Ing Sabara
Ing Têgês Brajangan
Ing Ngadiksa
Ing Pucang
Ing Pakungan
Ing Kaliguci
Liru Ngontrawriya ing Kawanuhan
Gugung
|| Ki Astrajaya ing Wingka
25
25
50
150
50
100
25
300
50
25
2.050
200
[18]|| Ki Suramênggala ing Samawung
Ing Sêbara
Ing Sangubanyu
Ing Têgês
|| Ki Mangunarsa ing Kapopongan
Ing Pamriyan
Ing Susuk Mandira
Ing Tanjung
Ing Kawatrêban
|| Ki Catrapati ing Bata
|| Ki Nayayuda ing Buwara
Ing Wanaganggu
Ing Buwara malih
100
50
100
50
100
100
100
150
50
200
100
25
75
[19]|| Ki Sutadiwôngsa ing Pamêlaran
Ing Lêngis
Ing Pangèn
|| Ki Jayadirana ing Kêse
Ing Susuk Jêthak
Ing Palasa
Ing Sabara
100
100
200
50
50
25
25
21
Ing Galagah
|| Ki Singadipa ing Sangubanyu
|| Ki Pakujaya ing Butuh
Ing Ngupit
Ing Kêmit
Ki Catrawijaya ing Wingka
50
200
100
50
50
100
[20] Ing Lumbang
|| Ki Wiranaya ing Warong
|| Kang wontên Ônggatruna
|| Ki Kartawôngsa ing Singkil
|| Ki Wôngsayuda ing Lubang
Ing Pituruh
Ing Kaliwatu
|| Ki Martayuda ing Rawabayêm
Ing Samawung
Ing Pituruh
Ing Paitwan
|| Ki Wiraniti ing Pituruh
Ing Têgês
100
100
100
200
100
50
50
50
50
50
50
50
100
[21]Ing Pahitan
|| Ki Jalatri ing Têpus
Ing Bubutan
|| Ki Harsawijaya ing Saruwuh
Ing Jana
50
100
100
200
100
|| Ki Sumadirana ing Jômbang
Ing Pepe Kalimati
Ing Kaliwungu Karang Wuluh
|| Ki Jayadipa ing Sabara
|| Ki Jayudda ing Majir
Ing Pahitan
|| Ki Hastrawijaya ing Sêmawung
|| Ki Martadipa ing Sagara
100
100
100
300
100
100
250
100
22
[22] || Ki Hudasasana ing Jênar
Ing Lubang
|| Ki Panjangjiwa ing Lubang
Ing Butuh
Gugung
Gugung Numbak Anyar sadaya
100
100
100
100
5.550
7.600
|| o || Punika Cacah Priyayi Sèwu
|| Ki Sastrawijaya
|| Ki Jayasantika
|| Ki Sawunggaling
|| Ki Sêlingsingan
|| Ki Martadipa
|| Ki Hônggawôngsa
400
300
300
300
200
200
[23] || Ki Kartijaya
|| Ki Kartayudda
|| Ki Rôngga Ganjur
|| Ki Pranamanggala
|| Ki Kartimênggala
|| Ki Sêrangbaya
|| Ki Côndrayudda
|| Ki Wôngsahita
|| Ki Wanagati
|| Ki Wiraprakasa
|| Ki Rumpakbaya
|| Ki Singabaya
|| Ki Sêcagati
200
200
100
150
150
200
100
200
200
200
200
100
100
[24] || Dêmang Tinawijaya
|| Ki Narantaka
200
200
Wah lênggah ing Wadana Kêndhurunan
Wiltikta ing Gêrôjôgan
Ing Kajôran Samawana
125
100
23
Ing Jênar
Kalêbêt pun Jaya Patunjungan
Ing Balimbing
Ing Kaceme
Ing Bata
Ing Lelerep
Ing Kali Gubug, Kali Gintung
Ing Barêngkol Wanôjaya
200
80
125
100
200
200
100
175
[25]Ing Pamrêden
Ing Rangkah
Ing Telamaya Susuwuk Cêriwik ing Guntur,
Sompok, Ngalang-ngalang, Omba
Ing Karang Bôlông
Ing Wêtôn
Ing Puring
Ing Ngambal
Ing Kalêgn
Ing Pawêlutan
Ing Pajuritan
Ing Branjangan
Ing Pulagêtas
50
100
100
50
100
100
100
200
50
75
25
25
[26]Ing Ngalang-ngalanganè
Ing Bêndha
Ing Ngawu-awu
Ing Sangu Banyu
Ing Sabara
Ing Wingka
Ing Jangli
Gugung karya
200
50
100
100
100
100
100
2.950
Gugungipun sadaya sabining priyayi sèwu
kapanggih karya
7.150
24
27
28
[27] ||o|| Punnika, Cacah Dhusun Pannêkar,
gadhahannipun, Kyai Tumênggung Wiraguna,
lênggahipun.
ing Rambe Annak sasiringe
ing Bèsèran Malilir
ing Sukêrwe
ing Gamôl
ing Pasawahan
ing Têrayêm sasiringe
ing Dhadhawang
ing Kala Kêndhang
ing Tapèn
ing Candhi Lawang Pakamirèn Wanabaya
ing Randhu Gunting
[28]ing Pasêkarran
ing Cacaban Katêrrayêman
ing Katidharan
ing Pakêdhôn
ing Kêmbangsri
ing Gintungngan ing Mêrranti
ing Kali Galang
ing Pabelan
ing Gêtas
ing Pacabeyan
ing Soka
ing Pamatahan
ing Bagôr Kêdhungdawa
[29]ing Rambang
ing Lèngkông Pabelan
29
|| Gadhahipun Kyai Wirawôngsa.
ing Manggora sasiringe
ing Parupug
25
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
100
220
75
25
50
125
4
12
25
20
4
4
12
25
20
16
125
12
50
40
25
50
4
4
12
50
1.110
karya
karya
100
50
30
31
ing Citrasana sasiringe
ing Pagêr Gunung
ing Parikan
ing Galêdhêg Kasêmarangngan
ing Pundhuh
Kasêmbungan
ing Kapanjangngan
[30] ing Karanggayam
ing Katarôn
ing Kawilêt sasiringe
ing Kali Andông
ing Têmon
ing Sarab
ing Kawôngsanatan
ing Kathithang
ing Babadan Palawan Kasiyan Wanôkembang
ing Calêbung
|| Gadhahannipun Jaya Supônta, lênggahipun.
ing Jiyana
ing Lungge
[31] ing Kêdhung Kamal
ing Tegalbata
ing Kokap
||°||Gadhahhannipun Kyai Arung Binnang
ing Buwara
ing Benca
ing Bêrrenggông
ing Sampayak
ing Lugasaba
ing Kêrroya
ing Pucang Ngannôm Pakuthan
ing Ngandông Kulôn
gugung
26
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
100
8
50
25
25
9
8
4
20
100
28
140
100
20
20
20
4
831
140
80
50
25
25
320
100
60
25
25
16
25
20
50
32
33.
34
[32] || Gadhahannipun Huda Mênggala ing
Rawông
ing Pônggôl Kasudikan Kapêlussan
Ki Wiradirana, ing Pônggôl Parumpung
ing Tangkilan
ing Gunung Pring
ing Darpana lan Kacarikan
Dêmang Kartahudaya, gadhahannipun
ing Pikatan, Kathitang Kali Jeruk
ing Kandhi
ing Pamcannan
Ki Jagapati, ing Serrunni
ing Pamriyan
ing Tambak Lela
[33]ing Kalibêbêr, ing Kalibêbêr,
wah kang Manjalin Amalirang
Kyai Kartadiwôngsa, ing Pasranggahan
Wiraka
Ki Mgatsari, ing Taji Pagarukan
Ki Môndaraka, ing Jambangngan Katanggalan
ing Panjambosan
ing Sabawati
ing Pangngalussan
Ki Wôngsayudda, ing Delimas Jerro Jogan
Ki Ônggayudda, ing Ngijo
ing Buras Panulingngan
ing Winnông
Ki Singarêja, ing Manggora
[34] ing Kajêbugan
Ki Kartijaya, ing Soka Jêngkilung
nanging lumampah karya kalih wêlas
ing Palumbon
|| Gadhahannipun Ki Martanata
ing Kêrrèndhètan
ing Pajang Majasta
27
karya
karya
321
120
50
50
25
25
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
120
100
12
200
100
50
200
100
50
37
40
20
20
20
25
50
10
10
64
50
50
32
200
50
50
25
35
36
37
ing Pajanturan
ing Wèra
ing Kawageyan
ing Bangsri
ing Ngadira
ing Giri
[35] ing Cendhôl
ing Ngadilanggu
ing Kadêrrôn
ing Pacira Pasanggrahan
ing Karêsèn Pabannyôn Pamasaran
ing Têluk Jêmbul
Pepe Soka
ing Pabannyôn
|| Gadhahannipun Radèn Tambakbaya
ing Bukur
ing Wungarran
ing Gumêgêr
[36] ing Kasiyan
ing Bôkôr sasiringe
Rôngga Tôhjiwa, ing Pasêdho
ing Guyanngan
ing Kapônggôk Gaparang
|| Ki Wôngsanêgara, ing Bannyurip
|| Ki Nayahita, ing Gandhayakan
ing Kêdhung Galih
|| Ki Eka Manggala, ing Tampir
ing Langsur
ing Kalasan
|| Ki Surayasa, ing Pasalaman
|| Gadhahannipun Kyai Krêssula
[37]ing Kasurabayan Kagênthan Kêrrannôn
ing Kamiri Kabayatan
ing Ngingngas Barêng
ing Kocak Kacik sasiringe
28
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
12
25
12
25
12
12
12
10
50
4
20
16
50
50
25
25
50
100
50
50
100
50
50
55
25
25
100
50
25
50
40
10
18
38
39
40
|| Ki Dirandaka, ing Gopala
ing Jambangngan Pasanggrahan Patranalan
ing Kannaran
ing Wannasri Saranayan Katarukan Kadrêman
Kabrajan
ing Jawunut Kawêdhusan Kacandran
Kawujilan
|| Ki Patra Manggala, ing Nagasari
ing Babadan Wanaraja
ing Kêmbang
[38]ing Candhi Cacaban
ing Tigawanno
|| Kyai Wôngsadipa, ing Jawuh
ing Japuh malih
ing Sima
ing Wagal Sadayu
|| Ki Suta Mênggala, ing Jati Têngngah
|| Ki Cucuk, ing Toya Tengturus Galodhogan
|| Gadhahannipun Ki Sôntayudda
ing Ngasinnan Gêrrôgôl Kawarasan
ing Sumambung Tunjung Kali Kiping
|| Ki Surawitrama, ing Lètèr
|| Ki Sarwamanggala, ing Berrônggông
[39]ing Sinohan
ing Ngipang Wôngsanatan
ing Wanteyan
|| Gadhahannipun, Radèn Cakranêgara
ing Kali Kêndho
ing Pakiringan
ing Jumajar
ing Wannô Tingal
ing Bèjèn Bêrrangkal
ing Kasangngèn Kalidurèn Wangngundadi
ing Sarapadan Kawagêyan Pakuthan
Kali Gintung Jati Kajong Prakun Sumampir
29
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
25
32
40
25
50
4
25
20
80
25
32
23
150
40
125
200
200
25
50
16
12
50
50
25
8
4
4
5
6
8
50
50
41
42
ing Têluk
[40] ing Banna
ing Wannasri sasiringe
ing Katawang Ambawar
ing Gêgêrwaru
ing Ngaliyan Sudimara
karya
karya
karya
karya
karya
|| Gadhahannipun Ki Nayadipa, Pêrrambannan
ing Kacemme
ing Kasênnêng sasiringe
ing Kalera
gugung sabinning mantri
karya
karya
karya
karya
sadaya
|| Punnika gadhahannipun Kyai Tumênggung
Kartanêgara, lênggahipun
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
[41] ing Rema satabonne
ing Randhêgan
ing Jêrrakah
ing Bônjôk
ing Malowa
ing Lowanno
ing Paturassan
ing Putat
ing Karang Nôngka
ing Pasawahan
ing Wadhan
ing Bantar
ing Kêmasan
[42] ing Kali Lêmud
ing Pakintêlan
ing Pakiyôngan
ing Samawoya
30
25
12
25
60
50
40
25
4.873
7.455
400
150
100
100
50
50
80
25
16
20
8
25
8
25
25
50
8
1.140
400
50
100
43
44
45
|| Punnika, gadhahannipun Kyai Tumenggung
Kartanadi, lênggahipun ing Rema
ing Tapakyang
ing Sumbêr
ing Balekambang
ing Manukulan
ing Karangngasêm Kemiri
ing Pakarêngngan
[43] ing Jambangan
ing Patêmbungngan
ing Gêluntung
ing Putat
ing Kuwêl
ing Ngêlak Watukura
|| Gadhahannipun Ki Surawijaya, ing
Kacambahan
ing Kêbondalêm
ing Karêpussan
ing Marêbung
ing Kathithang
ing Tumanggung Parimana
[44] ing Kapaulan
ing Sèmpol
ing Gunung Lêmah
Ki Marta Manggala, ing Madura
ing Parêkannaji
ing Karang Gêtas sasiringe
ing Wadung Gêtas
Kyai Kartawijaya, ing Têpus Paladadi
Ing Jimus
Ing Pamilirran, Randhuwawar
Ki Praya Tarunna, ing Tuwuhan
ing Wanasidi
ing Karêkah Patonggongan
[45]||Kyai Randhêgan, ing Wungsung
31
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
100
50
50
12
16
4
40
8
100
60
990
8
8
4
12
4
8
2
12
50
50
100
50
12
53
50
25
50
30
25
50
25
32
4
12
25
46
47
48
ing Walasana
ing Rodhôn ing Karang Ngasem
ing Ngasinnan
ing Dalêssung
ing Ngujung
ing Suri
ing Silarông
Ki Sukup, ing Wannara
ing Bantul
ing Samayu
ing Sêmbung
ing Palêssan
[46] ing Pakalongan
ing Jamur
ing Kasinnan
ing Ngantên
ing Jêthak
ing Bêkang
ing Kêllabang
ing Lêmpênni
ing Cêppaga
ing Jimus
|| Kyai Singajaya Singapatra, lênggahipun ing
Tingkir Tambasan sasiringe
[47] ing Ngargaloka Salêbak Wukirre
Ki Polaman, ing Polaman
Ki Jagaripu, ing Katêman
ing Kasapuluh
|| Kyai Wasèngrana, ing Tumanggal
ing Bogor Siyana, Butuh Nagasari, cacah
Kawêrgayudan kala dhomassipun ing Matawis,
satus walung dasa, jwêng nging Kartasura,
lumampah
ing Kathithang Karangngasêm
ing Luma Jatiwera
32
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
25
8
25
50
50
12
4
25
25
25
16
8
16
25
16
12
4
300
12
50
25
25
60
180
50
25
50
50
25
25
50
75
25
49
50
|| Ki Martawôngsa, ing Nguwêd
ing Lamur
[48] ing Karêsan
||Ki Janala, ing Kêdhung Pring
|| Kyai Jayasasana, ing Tumanggal
ing Lawiyan
ing Lêngngis
ing Sela Bêntèr, Sapu Angin Tuwuhan Kamiri
ing Gunung Kêlir
ing Silarông Kêrragilan
ing Padhas Kawungngôn
ing Suruh Gumpang
ing Pamutêrran
|| Gadhahannipun Ki Wirangraga, ing Kali
Lunjar
[49]ing Kacingungngan
ing Katudhurran
|| Kyai Sêca Wêdana, ing Jasa
ing Têngaran
ing Bêlangkonang
ing Gumamol
ing Tambak Lela
ing Bogangngin
ing Kajêmogan
|| Gadhahhannipun Radèn Suradiningrat
ing Sannepa
ing Warèng
ing Jati
[50] ing Gaddhing
|| Ki Darpawôngsa, ing Sidayu
ing Kali Bêndhe Kali Wuluh
ing Gajiyan Sidayu
|| Gadhahhannipun, Kyai Wirancana ing Jamus
Kawadungngan Jatôhpati
33
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
25
25
8
16
8
8
8
80
25
30
100
50
25
60
50
16
13
50
50
75
25
100
44
16
234
100
66
50
50
karya
karya
50
51
ing Parêkannaji
ing Pèpèdan sasiringe
ing Kali Alang
karya
karya
karya
|| Gadhahhannipun Wiradipa, ing Jumênnêng
|| Kyai Wiradigda, Gunungsari Prabalingga
ing Kul Waru
52
||Gadhahannipun Radèn Jawirya, Lênggahi
[51] pun ing Tigawannô
ing Gêdhang Wanalaba Wanasari
ing Mêlês
ing Tarsaba
ing Bannyu Urip
ing Nagêl
ing Pakècèkan
ing Pulo Pakis
|| Gadhahannipun Ki Rêksa Praja, ing
Kayupuring
ing Jêthak
ing Karang Nôngka
ing Gondhang Lêgi
[52] ing Gintung Kasurabayan Tampingan
|| Ki Sutamanggala. Ing Jatisagi Jalêgi
ing Dungngus
ing Rondhôn
ing Gôwông
|| Ki Srênnèngpati, ing Jimbung
Pjah ing Rawa Salawe. Ing Tumanggal
|| Gadhahannipun Mas Kêcèr, ing Paseworan
|| Gadhahannipun Nradèn Nayu Mangkupraja
ing Pilang
ing Kali Cebong Paculêngngan
ing Bêrrambang
ing Kabaturan Kidul
34
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
100
40
100
50
50
40
8
4
100
25
25
25
25
50
37
25
25
75
60
50
50
20
25
16
53
[53] Ing Padurènan Sampak
Ing Purna
Ing Rasukan
|| Gadhahanipun Ki Mangun Nêgara,
Ing Bèra Maling Mati
Ing Gondhang Palawikan
Ing Lembasin
Ing Palunêng
Ing Wênteyan
Ing Kabirèn
Ing Babadan
Ing Boga Satabonè
54
[54] Ing Tralangu Satabonè
Ing Galuga
Ing Pamêngkang
Ing Gumulun
Ing Nganggaswangi
Ing Bayasari
Ing Kêmlaka
Ing Babareng
Ing Karasan
Ing Wêlonda
Ing Kaworan
Ing Kumutug Kalidhadhap
55
[55] ||Gadhahanipun Kyai Wirajaya
Ing Pakêbèan sasiringe
Ing Giri
Ing Jagadhayoh
Ing Pènding
Ing Kaworan
Ing Kaligayam
Ing Jiwa
Ing Payaman
karya
8
50
50
300
120
38
100
30
28
16
100
125
50
32
28
25
4
88
12
25
100
400
50
35
50
25
25
25
25
25
50
70
50
Ing Wungking
Ing Popoh
Ing Sobrah
Ing Malambang
50
50
75
56
[56] Ing Sêkar Bala
Ing Garindhang
Ing Palêmpukan
Ing Cuwela
Ing Babatu
Ing Pamalan Kacacaban
Ing Kêdhung Dawa
Ing Pandhawa
Ing Gêronong
Ing Gunung Sundha
Ing Karangmaja
Ing Bonggangin
Gugung Karya
50
25
12
12
16
8
25
25
25
25
12
57
[57] || Gadhahanipun Kyai Harya Mandura
Ing Palèt Tangkisan
Ing Sangkêtan
Ing Kanamengan
Ing Jampirasa
Ing Dadaha
Ing Bandhungina
Ing Banyu Urip
Ing Lawu
Gugung Karya
|| Gadhahanipun Kyai Asmaradana
Ing Gading
Ing Pasètrèn
Ingk Trasidi
Ing Kêmpong Kêmiri Amba
36
80
25
50
25
100
200
50
12
543
50
40
12
8
58
59
[58] Ing Dhawung
Ing Kapakisan
Ing Ponggol
Ing Jêthis
Ing Kêrapyak
Ing Palêmbon
Ing Pakêthukan
Ing Kagongan
Ing Wungaran Pangilon
Ing Kilayu Kêdhung Dawa
Gugung Karya
12
12
12
12
25
12
12
8
50
25
|| Gadhahanipun Pasingsingan
Ing Banyu Anyar
Ing Picis Pandhak
25
25
[59] Ing Kadhawukan
Ing Kasêmen
Ing Pasalakan
Ing Rèdên
Ing Samapura
Ing Pakênthingan
8
4
8
8
20
4
|| Gadhahane Ki Wirastra
Ing Ngêluk
|| Kyai Surantani, Ing Ngupit
100
100
|| Gadhahanipun Ki Rajagundhala
Ing Gumul
50
|| Gadhahanipun Ki Jiwaraga
Ing Candhi
Ing Dhompyong Palêsungan
50
50
37
|| Gadhahanipun Radèn Madurêtna
Ing Ngadibala
Ing Kabayèn
60
[60] || Gadhahanipun Radèn Nitiyuda,
ing Wêkas,
ing Ngarêng-arêng
Gugung sabin Mantri Panêkar sadaya
kapanggih
|| Punika dhusun gagantungan kang wontên,
Kyai Wirajaya,
Ing Sarusuh
Ing Mukit
Gunung lêmah
Ing Samapura
Ing Pawuluwan
Ing Matêsèh
Ing Kêpuh Sawit Banawisa
Gugung
61
62
|| Gadhahanipun Ki Rangga Pramana, ing
Balandhung
[61] Ing Kali Gintung
Ing Saron
Ing Janthir
Ing Karagilan Suwun
Ing Pipinggir
Ing Bêndungan
Gugung
|| Punika dhusun Panekar ing sumêrêp wontên
Kadipatèn, sampun tinarima dhatêng Kyai
Tumênggung Mangunêgara. Ing Cêlêp
Ing Kowangan
38
50
50
50
50
8.355
100
50
50
25
25
50
25
325
40
25
16
12
25
12
100
230
50
50
50
50
63
Ing Padurêksa
[62] Ing Ngarèn Martasari
Ing Curigan Wana Ayu
Ing Kêmbang, Surawana, Pawijènan, kapurun
Kali Kajar, satabone
Ing Pawelutan
Ing Balong
Ing Tuwak
Ing Banjaran
Ing Manguri Tigan, Gunung Kelir
Ing Kabêdhilan
Ing Karêcek Sokawaya
Ing Kendhung Lumbu
Ing Jêlapa
[63] Ing Pêrigi
Ing Lusuh Kamabaran
Ing Jati Teken
Ing Ngawèn
Ing Sêmanggi Baturana
Ing Sala
Ing Kaliniti
Ing Dhadhang Kêrêp
Ing Palatangan
Ing Kasiwal
Ing Pacabakan, Watu Gêdhong, Pakarutan
Ing Randhu Gowang
Ing Tana Bèrèng, Karanggongan, Jêrukan
64
80
140
50
16
8
12
20
26
25
25
25
50
25
50
25
50
30
100
25
8
4
32
8
5
60
50
16
50
25
4
7
25
[64] Ing Puddak
Ing Kawarasan
Ing Gugurung
Ing Gêgênting
Ing Butuh Kabakalan
Ing Rêjêng Padhas
39
65
Ing Maja
Ing Burêng
Ing Maja Gumunêng
Ing Dêrana
Ing Palunêng
Ing Salak
Ing Watu Tumpêng Talaga Panjaringan
[65]Ing Kasapuluh
Ing Malinjon
Ing Kêmbang Kuning
Ing Donan
Ing Malinjon Malih
Ing Ngajat
Ing Bayasari
Ing Karangasêm
Ing Tinêmbang
Ing Riringgit
Ing Têlawong
Ing Gêlang
Ing Pasèrènan
66
67
[66] Ing Ngêndho
Ing Pakiringan
Ing Kukupa
Ing Pantaran
Ing Lajêr Sasiringè
Ing Kawung Tirip
Ing Bala
Ing Bandhul
Ing Padhas Gondhang Tigarum
Ing Karang Gênêng
Ing Rêpaking
Ing Waringin Larik
Ing Babêran
40
300
30
16
25
25
8
50
50
30
40
80
16
8
25
100
12
4
12
8
12
4
8
170
25
25
2
25
12
10
8
16
25
[67] Ing Juwangi
Ing Gêlagah
Ing Badhingin
Ing Tugu
Ing Kebon Gula Malangbong
Ing Kêmadhu
Ing Dhêlok
Ing Garêmet
Ing Bibis
Ing Wawatu
Ing Gêtasmara
Ing Rèjèng Malih
Ing Panabilan
68
69
8
12
8
50
25
4
4
4
12
50
2
4
8
330
25
25
4
25
16
50
16
6
12
2.887
[68] Ing Kêmbang
Ing Dêrana Malih
Ing Camara
Ing Cèndhol
Ing Kapadan
Ing Cawèla
Ing Ngêpak
Ing Balimbing
Ing Bêlara
Ing Sumur Gumuling
Ing Kabongkotan
Gugung Karya
[69] || Punika dhusun Panêkar kang wontên ing
Purobayan
Ing Tangkisan
Ing Katonangan
Ing Karapyak Wanasri
Ing Kumuda Pasanggrahan
Ing Sadasan
41
100
20
50
50
50
50
12
Ing Paparè
Ing Pakotèsan Darini
Ing Kabirin
Ing Malowa
Ing Ngantên
Ing Kalata
Ing Mêlathèn Lemah Irêng Malinjon
70
32
25
25
25
100
50
16
8
12
12
8
25
8
16
4
698
[70] Ing Babadan
Ing Kêdhung Pengaron
Ing Ngampo
Ing Nagasari
Ing Daruju
Ing Kembar Mateseh
Inig Kali Nangka
Ingn Pasalakan Kebomati
Ing Pasawahan
Ing Kapadan
Gugung
50
71
72
|| Punika dhusun Panekar ing wonten ing
Kablitaran,
ing Capaka
[71]Ing Ngêndho sasiringe
Ing Kêthithang
Ing Jajêthis
Ing Kêthithang malih
Ing Karawatan
Ing Jetah
Ing Majasanga
Ing Mutung Sosoran
Ing Pawidan
Ing Pasumuran, Lambang Jubag, Jêthak,
Karanganyar
42
167
12
28
25
25
25
50
100
4
100
8
594
50
Ing Tenawas
Gugung
50
50
60
[72] || Punika sabin Panêkar dados [72]
Pajumatan
Ing Jêrukên
Ing Kulur
Ing Kadungdang
Ing Dawêgan
73
74
|| Sabin Panêkar kang dados Dhahar Dalêm
Ing Pamasaran
Ing Jêrètèn
Ing Kaliajir
Ing Têmpuran Trêsana
Ing Sêndhang Gumpang
Ing Pasadakan
Gugung
|| Punika sabin panêkar dados [73]Suranata
Ing Pulo Kadang
Ing Ngawèn
Ing Kasiwal Ngêkèl
Ing Kawijènan
Ing Ngadipira
Ing Kocak-Kacik
Ing Ngurèyan
Ing Panggang
Inh Sêrut
Ing Piyungan
Ing Têlawang
Gugung
|| Dhusun Panêkar kang sumêrêp Pangulu
[74] Ing Katanggalan
43
300
100
120
200
50
25
855
50
25
12
12
4
4
60
8
25
12
12
244
50
50
40
16
50
50
Ing Candhi
Ing Gagombang
Ing Karang Durèn
Ing Mandalangu
Ing Kêdungdang
Ing Kulur
Gugung Karya
50
306
80
50
5
|| Wah kang wontên para Kaji
Ing Barak
Ing Lusah
Ing Pêlang
75
20
20
50
50
145
150
50
25
70
16
50
36
12
654
|| Kang Wontên Urut Margi
Ing Saruwêd
Ing Sêmana
[75]Ing Jati
Ing Bakulan
Ing Banyu Wilis
Ing Pangayon
Ing Kêdhung Waringin
Ing Jêthak
Ing Jambu
Ing Ngasinan
Ing Bèji
Ing Samawa
Ing Kacandran
Gugung Karya
||Punika Dhusun Panêkar kang sumêrêp
Gêdhong
[76] Ing Ngadi Gunung Windusari Bêtra
Ing Winong
ing Mulih Gajêng Mbarèng
44
100
70
40
|| Wah kang wontên Gêdhong Kiwa, Ing
Sêmukêr
Ing Kanêrangan
Ing Matèsèh,
Ing Gêlang Palêsungan
Ing Karang Asêm
Gugung Karya
|| Sabin kang wontên Panandhôn
Ing Matèsèh
Ing Ramé
Ing Mandhak Wana Karsa
77
78.
25
25
37
50
12
359
300
50
100
[77] Ing Tampir
Ing Paèrkan
Ing Payaman Kêdhung Kêris
Gugung Karya
55
50
50
605
|| Dhusun Panêkar kang wonten Niyaga
Ing Bantur
Ing Sungkur
Ing Muruh
Ing Sawèla
100
25
50
25
|| Kang wontên Gamêl
|| Ing Gtas Karang Saba
|| Kang wontên Jagasura Ing Samalangu
|| Kang wonten Kanjêng Ratu, Ing Bèdhôyô
Ing Pakêm
50
100
25
50
[78] || Kang wontên Radèn Suradita ing Gêgêr
|| Kang wonten Kyai Tirta Wiguna, ing
Samana
ing Têmuwang
|| Kang wontên Rajamanggala ing Tambak
50
20
40
100
50
45
ing Patêbon
Ing Cibuk Gênitêm
Ing Ngêpas
|| Kang wontên Gowong Ing Kali Têpus,
Kamalipiran Kali Tèngkèk Kali Pêsi
|| Kang Wontên Êmban Ing Kamêjing
Gugung Karya
Gugung Sabin Panêkar kang kèsah
79
|| Dhusun Panêkar kang pêjah kaladhon [79]
karya
|| Titilar Kamangunnêgaran ing Têrayêm karya
sewu pêjah kaladhon kang walung ngatus.
|| Kang taksih gêsang karya kalihatus
|| Dhusun titilar Kamôndhalikan ing
Pawuluan,Gêtas Sawit karya
|| Pêjah kaladhon ing Jati santun pjah kaladhon
Dhusun titilar Kasingakartèn, kang pjah
kaladhon ing Têrayêm
|| Titilar Kasuradipan, ing mawis
|| Pêjah kaladhon, wah ing Tanjung karya
|| o ||Punika cacahi[tiu]pun Tiyang Dalêm
Kyai natahita, tiyang dalêm
[80] Kyai Jagapati, tiyang dalêm
Kyai Mêgatsari, tiyang dalêm
Kyai Wirasangkara, tiyang dalêm
Kyai Warak, tiyang dalêm
Kyai Wiramarta, tiyang dalêm
Kyai Paguwan, tiyang dalêm
Kyai Wiratmaka, tiyang dalêm
Kyai Antaraga, tiyang dalêm
Raden Singawêdana, tiyang dalêm
Kyai Sutamênggala, tiyang dalêm
Kyai Cucuk, tiyang dalêm
Kyai Wôngsadipa, tiyang dalêm
Kyai Wirônggakara, tiyang dalêm
46
100
50
60
50
945
8.702
1.258
800
200
118
50
140
50
2.000
200
100
100
50
80
125
50
80
25
25
200
80
30
50
[81]Kyai kartayuda, tiyang dalêm
Kyai Surantaka, tiyang dalêm
Kyai Martalura, tiyang dalêm
Kyai Saranaya, tiyang dalêm
Kyai Wirangunangngun, tiyang dalêm
Kyai Yuda, tiyang dalêm
Kyai Randhêgan, tiyang dalêm
25
42
80
200
80
100
303
||o|| Punika cacah dhusun Agêng,
Gadhahanipun Radèn Narya Pringgalaya ing
Bandhung karya
Ing Soka karya
Ing Brasole karya
100
50
25
[82] Ing Jatingarang karya
Ing Wunut karya
Ing Tangkisan karya
Ing Kaligêsing karya
Ing Wirun karya
Ing Trasina karya
Ing Karang jinêm karya
Ing Songalaba karya
Ing Rêmbug paninggalan karya
Ing Wadhas pakacangan karya
Ing Wanuraja karya
Ing Pogung karya
Ing Dêlanggu karya
[83] Ing Pakis karya
Ing Jêthis karya
Ing Pasawahan karya
Ing Ngêbong karya
Ing Sutananggan karya
Ing Kêrapyak gêrogol karya
Ing Waru papringan karya
25
25
12
50
50
50
20
8
2
4
2
100
200
25
25
25
25
16
25
50
47
Ing Kêbatan karya
Ing Sudimara karya
Ing Lumbung kêrêp bejen karya
Ing Lajur pasaraten karya
Ing Tambak satabone karya
Ing Kapandhanan karya
16
12
25
25
100
25
[84] Kapugêran dhuwêt karya
Ing Kajanggan Kaliwingka karya
Ing Parêgolan karya
Ing Kêmlandhingan karya
Gugung karya
|| Gadhahanipun Pangêran Mangkubumi
lênggahipun. Ing Panggêl karya
Ing Jêlapa karya
Ing Pawindhan, Lêmah irêng karya
Ing Karanganyar Bêndhungan karya
Ing Ngabêtan pêsu karya
Ing Ngalang karya
Ing Kaceme karya
25
25
12
8
1182
[85] Ing Bagêlen Jatingarang Karanganyar
karya
Ing priyana karya
Ing sasêren triwatang karya
Ing tandhongan karya
Kalambangakên ing pakayon sekêroya
Ing kalikotês karya
Ing gumamol karya
Gugung karya
|| Gadhahipun Raden Singaranu
Ing Sidakarsa Kôripan, dêliyun alas tuwa
Ing Cèpèr Kôripan Kasurabayan karya
Ing Pangabeyan karya
Ing Mundho kêbon kaliwon pundhuh karya
50
50
50
100
48
100
60
50
50
50
25
200
50
25
860
100
100
50
125
[86]Ing Bandhongan satabone karya
Ing Kêranon karya
Gugung karya
|| Gadhahanipun Raden Wirasari
Ing Muron kalisuren karya
Ing Sumbêr karya
Ing Saba karya
Ing Sumbêr malih karya
Ing Pakathèkan karya
Ing Jambangan Nalajaya karya
Ing sambeng karya
Ing kandhêl pamajêgan karya
Ing sukun karya
[87]Ing kêntheng karya
Ing kawajan karya
Ing kamêces karya
Ing salubu karya
Ing pagondhangan karya
Ing pasawahan kedhung karya
Ing jayapurusa ing tidhar karya
Gugung karya
|| Gadhahipun Raden Wirataruna, ing Jungkare
Ing papare karya
Ing tanggul baya pakalêngan karya
Ing samin karya
Ing sajamarta ing bata pakaren karya
[88]Ing kadaren karya
Ing gêsitan karya
Ing dilanggu karya
Gugung karya
|| Gadhahanipun Ki Malang Sumirang, ing
Saba karya
Ing ngiri karya
49
100
8
458
100
50
50
50
16
16
25
25
8
4
4
8
12
8
12
12
390
50
50
50
50
50
25
25
25
325
50
50
50
Ing jimus karya
Ing kayutêki karya
Ing ngandong karya
Ing ngasinan karya
|| Gadhahanipun Raden Wiranatpada
Ing susuruh pandonan mungkung karya
Ing lumbung kêrêp
[89] Ing tindak karya
Ing kêdhung pôh, lètèr karya
Ing gunung tawang
Ing sawiharaja tingarang karya
|| Gadhahipun Raden Ônggabaya
Ing pêrapag karya
Ing turun gunung kidul karya
Ing wanakarta karya
Ing gênting karya
Ing pagombangan paparê karya
Ing kabuntalan
Ing kasini karya
Ing jatisari karya
[90]|| Gadhahipun Raden Mantri5, Gunung
Tawang
Ing bara karya
Ing kêtug karya
Ing kaliwatu karya
|| Raden Dêmang Malangtuwa ing koripan
|| Raden Wiramênggala ing Sêndhang pitu
Ing pangukan karya
|| Raden Pulangjiwa ing kapêncar karya
|| Raden Buta Ijo
Ing linggi karya
Ing wangkis karya
5
Pemba
50
25
25
25
25
50
25
25
75
50
50
50
20
8
25
8
25
100
50
50
50
50
100
50
100
200
50
25
25
Ing kabakungan
|| Kyai Karanganyar Pacangakan Karanganyar
|| Ki Surônggamêrta ing pring ngapus karya
Ing katêguwan karya
Ing Jatimalang karya
|| Ki Sêcapati ing Kalêpu karya
Pacabeyan karya
Ing rôndul karya
100
25
25
25
50
8
16
[91] Ing Sumêngka karya
|| Wiralêksana ing carikan karya
Ing combongan karya
Gênting têngawan mati karya
|| Kyai kartinala ing kedhungpela
Ing randhu kuning
Ing kalilung
Ing jêthis karya
|| Kyai jatruna ing waladana karya
Ing wêtôn karya
|| Rôngga supatra ing baki cêrma karya
Ing kalayu watang
Ing babêran karya
|| Kyai hônggapati ing kuwêl jêbog jawiring
kabutuh pakundhen jêthis
|| Wirakusala ing baki karya
|| Ki Sutajaya ing Sumêngka karya
[92]Ing Papringan karya
Ing Sêragènnêlor
Ing Jajêthis karya
Ing Pagêru karya
Ing Maja bêndungan karya
Ing Katêguwan karya
Ing Kêrapyak karya
Ing Padhêdhêkan karya
Ing Pabutuwan karya
|| Kyai Karsawisa ing Wanasri karya
25
75
25
100
25
25
25
25
75
25
50
50
25
51
100
200
25
8
10
10
8
9
10
8
2
10
100
Ing têgal ruwak karya
|| Kyai Surawigata ing Tambong Kapunukan
ing tingkir karya
Ngangin kasembukan
|| Kyai Jagaripu Ing Sumur Gumuling
Ing Majasanga
Ing Dongeng Jêtak Karanganyar Lambang
Palasa
Sêlegrengan karya
Ing Mulih karya
Ing kalumprit karya
Ing samawana karya
25
[93] Ing kalêpu karya
Ing jatiraga karya
Ing kasangen karya
|| Ngabehi wirapatra ing koripan karya
Ing triyasa karya
Ing kalidêrês karya
Ing sumêngka
Ing kusambi rata karya
|| Kyai Trunaraga ing buwaran karya
Ing sumêngka karya
Ing taru karya
|| Kyai gagak pranala ing Lowanu karya
|| Kyai Sitinêgara ing Kêning Pacêkêlan Juthak
Kamal Kasirat
Ing sukun karya
Balapucang nganom
Ing kudur barubuh kathithang padurenan
|| Kyai sumabrata ing bata karya
Ing ngaliyan karya
Ing Panggarôn
6
40
12
50
25
25
50
12
50
50
50
200
|| Ngabehi Hudanêgara
150
52
75
25
50
50
25
25
8
8
6
100
20
50
40
100
50
100
ing kumêndhêng tangkil karya
Ing wanteyan karya
Ing kuwêl karya
Ing wêton karya
Ing kabutuh karya
Ing jajêthis karya
|| Raden dêmang malang nganem ing koripan
karya
|| Kyai martayuda ing waladana karya
Ing ngambal karya
|| Kyai ujumanuk ing koripan karya
|| Kyai puspajaya ing ngambal karya
Ing balêndhung karya
Ing jarakan karya
Ing kadutan kaluwih
|| Arya Tôndha mantri ing ngaliyan karya
Ing kalisat karya
Ing Panggaron karya
|| Punika cacah dhusun[95] gadhahanipun
Raden Tumênggung Natawijaya ing Bênêr
karya
Ing parêmbun karya
Ing muktisari karya
Ing ngardipasir karya
Ing babêndha karya
Ing winong karya
Ing gêrantung karya
Ing bubutan karya
Ing pakotesan
Ing sukangun karya
Ing giri gana karya
Ing sambirata karya
Ing padakan karya
Ing dhawung ngadi lingga
Kalibajing karya
Ing gêrogol
53
150
50
25
12
12
100
50
50
100
50
25
16
8
50
50
100
200
200
12
50
25
60
30
60
10
4
25
16
4
20
12
50
100
Gumul karya
Kabanthengan karya
Ing gêlayan pring tutul
Ing gumilap karya
Gugung karya
|| Gadhahanipun Dêmang Ngurawan ing
sumbêr karya
Ing Sangubanyu
50
12
4
894
400
100
[96]Kalisalak
Candhi karajan karya
Pinatak karya
Ing rendheng karya
Karêmbangan karya
Têgal sempu karya
Ponggok pakaringan
Ing pring ngapus
Ing pakilen karya
Ing wawongka
Kambangan dhuwêt
Pasucen kêdhung poh
Ing tanggêl gunung karya
Kapakisan
Pasalamas karya
Gugung karya
|| Gadhahanipun Ngabehi Singawacana
Ing candhi karya
Ing waru karya
Ing panusupan karya
Ing kaliwonan
Ing sudimara karya
Pasumuran karya
Ing wêdhi
Padhusunan malih
50
100
25
40
16
12
16
25
40
25
14
100
100
25
8
1.096
[97] Ngaruki karya
12
54
50
25
12
16
4
12
8
16
Kabayen karya
Ing carucuk karya
Ing babêran karya
Ing banyuputih
Ing karêkal karya
Gugung karya
|| Ngabehi sutawijaya
Ing kêmlaka karya
Ngasinan gondhang karya
Têrasan, karya
Sêrowol karya
Sarakopan karya
Kalikêpuh karya
Ing wêdhak kawu karya
Ing lêbak karya
Gugung karya
|| Kyai madurêtna
Ing ngadibala karya
Ing kabayen karya
|| Kyai hastracapa
Pangungakan karya
Kapurancak karya
Tambêlangyoman
Ing jênar karya
|| Raden jayamênggala
4
32
8
5
12
216
50
80
50
60
20
6
25
25
316
50
50
50
25
25
50
-
[98]Ing Pakuwon Sasarang Lolorog
Nayabayan Watugambang Karapyak Mangêbêl
Têmpuran Pakupen Margabaya karya
|| Raden tohpati
Ing babadan karya
Kapisangan karya
Katôngga karya
Ing guntur karya
Tambak pajalakan
Ing wanabaya karya
55
100
50
50
50
50
12
20
Ing bundêr karya
Ing katêmas karya
Ing badhôyô samirana karya
Ing cangkring
Ing watangan
Tangkilan karya
Sumampir karya
Ing pakupen karya
Ing sêmbung karya
Ing wot waru
Ing ngupit karya
Bayalangu ing pakiringan karya
Gugung karya
8
8
16
8
4
8
32
8
6
4
4
16
454
[99]|| Kyai Ônggadiwôngsa
ing koripan karya
Ing salam sumikir
|| Kyai sutasêntana
Ing tarsidi karya
Ing kapêncar karya
|| Raden suraprameya koripan karya
Ing tunggarana
Ing dhudhuwan karya
Ing samping karya
Ing sagiluh karya
Ing Kadhêndhan Bêranjangan Bandhung
Kêmiri
Cupuwatu Mangunan
|| Raden surèngrana
Ing kajiwan karya
Ing wawongka
Kalamênêng karya
Dhudhuwan karya
Karênen karya
Ing wanasraya
|| Ngabehi Jasanta
75
25
100
100
50
35
15
25
25
25
25
56
50
25
25
45
12
12
100
50
Ing sêlapangpang
Ing paniron
Ing lalangon
25
25
[100] Kajomboran karya
|| Kyai aryadikara
Ing toya
Ing pakiyongan
Ing gêmbongan kamiri
Ing kadhawukan
Ing pacira karya
Ing lambang jubag karya
Ing kiyong ngowi
|| Kyai sumadinala
Ing sumbêr karya
Ing jêdhi mêlathi kabanthengan gêritan
kagadhangan karya
Ing picis karya
Ing pucangsawit karya
Ing camêthuk karya
Ing kêdhung taw0n
|| Raden wiratmeja
Kalikêpuh
Ing kalera karya
Ing sudimara karya
Ing malanggaten
Ngêmplak karya
Bêndha puspatruna
Wadung gêtas karya
25
25
25
16
8
8
8
25
50
[101] Ing randhu jajar karya
Ing Bèjèn rêsayudha
Pamutêran karya
Undhagèn karya
Kêmiri sewu karya
Kajonggrangan karya
16
8
16
8
12
25
57
25
25
12
12
25
25
12
4
8
8
8
8
Katêguwan karya
Kalêbakan karya
Ing sêmbung saribid
|| Tumanggung Kêmbar karya
Ing lêmpar karya
Ing gabugan karya
Ing dongeng karya
Têmbêlang jajêthis
Pagumulan karya
Gugung karya
|| Kyai suradarsana
Ing têri karya
Pasekan kumêjing
Ing candhana karya
|| Kyai wirasamita
Wadung gêtas luwang karya
Ing ngêbongba karya
Tiruman karya
Gajiyan karya
Pakis karya
[102] Gêrigit karya
Ing gajiyan malih
|| Kyai sawakul
Jiwan kalikijing pring ngapus kalirêca
ngukiran samangkak karya
Ing ngaribaya karya
Ing baga karya
Ing rajêg karya
|| Kyai trunamenggala
Ing wêton karya
Ungaran karya
Ing kêradenan
Ing joran karya
Ing koripan karya
|| Raden Sumayuda
Ing puluhwatu karya
58
16
25
50
8
4
12
12
6
12
40
10
75
50
25
50
16
12
25
25
100
50
16
20
25
25
8
12
25
150
Ing pucung pandhak karya
|| Raden martawijaya
Ing koripan karya
Ing tindak karya
Ing sumangkak karya
|| Kyai jaya lalana
Ing kêlayu watang
Ing patarangan karya
Ing dresanan karya
50
50
25
25
50
75
8
[103] || Kyai wirapati
Ing lungge karya
|| Kyai malangjiwa
Ing pucang karya
Kalialang karya
Kalêpu pandharatan
Lêngking pawuluhan karya
|| Kyai tisnapraya
Ing rondul karya
Ing candhi karya
104
100
50
50
50
50
12
50
|| Punika cacah dhusun Kadanurêjan
Magêlang têngahan karya
Jêthak kêmiri munggul ing kêrôya
Ing tigawano
Garabag susukan
Margayasa karya
100
100
100
50
50
Diwarangan karya
Ing samalê karya
Tugur kêbon agung
Banaran tampusan
50
80
100
12
[104] Bêbêngan kalisalak karya
Ing gunung pring karya
Ing pagêrjurang karya
300
25
12
59
Ing bôlông karya
Ing patelan karya
Ing wana ayu karya
Ing sêlamanik karya
Ing candhana karya
Ing gadhing karya
Ing juwangi karya
Ing bêrôsôt
Ing kuwêl karya
Ing sima karya
Ing pêjangkungan karya
Ing gêtas sasiringe
|| Punika wuwuhanipun dhusun Kadanurêjan
Ngardi kidul pangungungan rawa timbangan
karya
Ing pagadhen karya
Ing gunungan karya
Kalikobok ing sôngganiten
Kaliyanten tingkir
Ing singasari karya
Ing karanggan karya
105
[105] Ing Narum
Ing Jabêlan
Ing Pamêllaran
Ing Pêllasa
Ngarèn
|| Wah dhusun Patdhan Dalêm ing Malésé
Ing Gunung Wujil
Wah ing Badhana
||Medal Kagungan Dalêm Marica
|| Punnika cacah dhusunnagêng kang wônten
Kadipatèn
Ing Kêmiri
Ing Pagêsingan
Ing Dukut Lamur
60
16
25
8
50
100
50
50
100
46
50
100
100
16
25
16
50
25
6
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
25
6
12
8
12
35
12
70
2042
25
25
12
Ing Pamacannan
Ing Taman Karya
Ing Pawêdhên
Ing Pagendhungngan
Ing Taman Karadènnan
Pakêbowan
Jômbôr
Pagêllangngan
Kapôpôngan, Têraju Kunning
106
107
Kacarikan
Ing Gabus
Palégugan Kambangan
Jajêthis
Kathithang
Tangkisan
Jêrragung
Ing Kampak
Ing Purna
Kali Kotès
Ing Manjung
Ing Tampir, Karang Lo, Tumagung, Larangan,
Wanasari
Ing Kêmit
Manjung malih
Kapundhung
Calêput
Puluh Watu
Puluh Watu malih
Ing Sanggung
Ing Sala
Gumunggung Wana Ayu
Jangli
Ing Jurug
Windujaya
Ngêmplak
61
25
25
12
25
12
25
12
25
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
25
12
12
25
25
25
50
25
50
8
10
50
100
50
25
50
25
25
20
50
118
50
100
50
25
8
108
Ing Kemplông
Balimbing Badhagas
Ing Mêllari
Ing Kôripan
Kabedhesan
Ing Gessing
Ngadipira
Iwadhasan
Paluputan
Pakutukan
Jajêthis
Ing Kumpul
Pilang Dungus
Sumbêr Kabdhilan
Bannyuasin, Pakacangngan, Kuncên
Ing Kamiri
Jêthak Pôpôngan
Ing Kêpuh
Prêkutut
Kali Kalông
Ing Wunut Kathithang
Ing Kadho
Talawông
Ing Ngêndhô
Ing Gêllodhogan
Ing Kêmbu
Ing Pandhannrangkang
Babadan Pangampunnan
Ing Jambu
Giri Kaminggirran
Ing Rantan
Kusambi Kêrrêp
Darana
Pranasutan
Kedhung Buntal Gêrraji
Deringo
62
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
4
50
8
25
25
50
25
5
5
8
8
12
25
40
12
12
8
25
12
12
25
4
25
50
50
12
12
12
4
12
4
4
3
6
8
8
109
Garitugu
Ing Butuh
Bagèndha, Garitan, Pilang, Jarak
Dhêlôk Sinta
Bêlothan
Karang Durèn, Gunung Sarèn, Kabôngkôtan
Karangdawa
Ing Prêjasa
Kadrèngngan [Kadrêngngan]
Ing Papahan
Ing Gugunung
Ing Kendhal
Gorawangngan
Kabuaran
Butuh Kunci
Jêthak Karangngannyar
Ngondarang Kawis
Karangwunni
Majakampir
Wadhas Gondhang
Ing Bawur
Ngarang
Karangmaja
Karanggongan
Ing Bala Gadhing, Kêdhung Lumbung,
Kaagassan, Kabanthèngan
Kêdhung Kuthung
Gêmblung
Parampallan
Malalé
Garojogan
Nglarangngan
Gêdhangngan
Karang Jati
Kapatihan
Bêrrujul Dhuwêt
63
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
12
4
25
6
16
30
12
12
12
20
3
10
50
25
50
25
10
25
10
25
12
25
2
25
25
30
8
25
50
25
25
12
25
25
50
110
111
Kasidan
karya
8
Ing Sêntul
Winnong Pagêpôkan
Kajoran
Kalèthèk
Kêdhung Bang, Kajagaragan,
Kasutagatèn,Kacandran
Kacéporan
Ngaran
Ciptaraga
Gêtassaji
Ing Tinuwu
NgolangNgilung, Ipalêmburran
Ing Wannasri
Ing Pêndhêm
Tugu Bannyurip
Mundhu, Gunnung Wujil, Kalasêman
Pagodhegan
Kabancankan Kidul
Kabancakan Lôr
Pasêllirran
Ing Joké
Ing Dhuwêt
Ing Padurêksa
Ing Pacangakan
Ing Kedhu
Ing Pucang
Ing Werru
Ing Ngalang-alang ngomba, Samarammé,
Gunung Côndhông, Gagênthan
Ing Ngrêkkadut
Ing Bangsri
Ing Dadari
Padhas Ulekan
Kawarasan Jerruknangngi
Ing Kalibèbèk
karya
8
12
8
12
25
64
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
8
4
25
50
25
8
12
4
25
12
12
8
8
25
8
8
8
8
150
200
50
50
28
8
50
12
25
8
Katunjangngan
Ing Sumur Gumuling
Ing Kêmbar ing Kedhu
Ing Tirum
Ing Soka
Ing Jêthak
Ing Bacêm
Pagarongan
Ing Lêngngis Tumanggung
Ing Kamasukan
Ing Dhuwet Kabôlôn
Ing Karêtêg
Kapokakan
Ing Pôjôk
Ing Karêssèn
Ing Karang Wunni
Pakêncalan Dalu Pangpang
Ing Pulo
Ing Ngeppu
Ing Kawêdhên
112
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
|| Punika gadhahannipun Pangérannarya
Panular
Ing Patra
Ing Tambak
Kasêmbôn
Ing Toya Urip
Ing Lètèr
Ing Ngardi
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
4
8
12
12
12
8
25
4
50
25
8
8
12
6
8
12
2
10
8
8
1016
100
50
50
50
50
25
325
gugung
karya
113
|| Pemut, dhusun Kapôrôbayan kang wônten
ing Matawis. Lênggahhipun
Ing Kêbon Tanjungsari
Ing Ngiri
Ing Karang Maja
65
karya
karya
12
8
50
114
Geneng, Ngasêm, Jêmbangan
Tanjungngan
Turus Kêmbar
Ing Jagir, Jêmawa, Banyusri, Lingga
Pagellokan
Ing Manggih
Jêthak
Ing Panusupan
Ing Lambang Pawijènnan, Kêbôn Tirip,
Tadhahan
Kakum Songgat
Ing Walang
Wah Kedhu. Ing Jêthak, Pôrrông
Gancaan
Balêmbêm, Kêsmaran
Kabakungannanusaba
Kalialang
Ing Pamutihan
Ing Samakatôn
Ing Gênnêngan Sapikul
Bang Wétan ing Bêtôn
Ing Barèngsèng
Pajalakan
Ing Gêlllang
Palumbôn
Ing Pôndhôk
Gêllang malih
Tampir Karang Lo
Ing Parêmbulan
Ing Kêmadhu
Ing Tu
||Punnika dhusun Kapurôbayan, ti ngagêngipun
Ing Wajong Kathithang
Jêrruk Gulung, Darawati, Banyusri
66
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
25
16
8
50
25
25
8
12
50
12
50
100
75
50
72
50
25
8
16
16
12
8
25
16
8
75
12
25
12
3.696
100
Ing Jômbôr
Ing Jêthak
Ing Bulus
Ing Pakêdhôn
Ing Pasalakan
Ing Palar
Ing Pakintêlan
Ing Kusambi Legi
Ing Sêmbung
Ing Sumbêr Karanggayam
Ing Kabakalan
Ing Wôt Galih
Ing Pabanyôn Kali Gondhang
Pawêlutan Kacêppit ing Karêssèn
Ing Sampayak
Ing Kamusuh
Ing Jumênnêng
115
116
|| Punika dhusun titilar Kajayamênggalan
Ing Gêblag
Kacêpit Pamêlikan
Karanggêdhé Pasikêpan
Kabadhégan
Ing Bannyu Mênnêng
Karujukan
Ing Bôbôk
Patalan
Karangasêm
Panjangjiwan
Ing Pangibing
Ing Drêmila
Ing Sulang
Ing Pandhak
Karang Bajang
Ing Sabênnya
67
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
50
8
4
4
1
2
8
8
100
12
50
25
16
16
50
100
25
25
16
25
25
25
100
8
16
8
16
16
50
6
50
25
16
8
Kadèn Dêringo
Ing Kalisat
Bakulan satabônne
Ing Sumbêr
Badhawang
Paparé
Dhuwêt
Ngrajêg
Sasarang, Pakuwôn, Lôlôrông
117
|| Punnika dhusun Kawiratarunnan
Ing Saméngin Kalêppu
Kaliurang
Kêmbangan satabônné
Purôbaya
Kalisat, Pagondhangngan
Ing Turi
Kukutu Gragôl
Ing Samaki Patapèn
Ing Manganti
Wôntên Dêmakkijo
Ing Samarahi
Ing Samakatôn, Pucang Gadhing
Gumampang Putat
Pannabin
Pakangkungngan
Patimbaran
Pasucèn Kusambak
Kusambak malih
Ing Sêmpu
Ing Tumanggal
Bannyu Urip
Bêrranjangngan Kadhêndhan
Pajangkaran
Silarông
Kalijaha
68
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
16
40
100
12
16
100
25
25
50
32
12
200
20
25
50
25
40
50
16
100
40
40
25
12
25
12
25
20
100
60
16
20
40
25
Kali Durèn
Sêrrayu
Kamotan
Pandhawa
Gêblag
Cangkring
Sukun Pangabéyan
Gadho
Tingas
Salam
gugung
karya
118
|| Pémut karyannipun Kangjêng Susuhunnan
Jômbôr Kapônggôk
Bantul
Kumêjing
Tambak Watu
Sangkèh
Badawaluh
Gunung Timbang
Karang Waru
Berranjang
Mangêkêl
Wawatu
Gunung Gêbang
Kartiwija
|| Punnika dhusun Kasingasarèn
Kaliurang
Kêdhung Banthèng
Balêthukan
Wana Kasiyan
Kulithak, Pucang Gadhing
69
50
100
100
8
4
25
25
8
12
8
-
50
50
50
30
50
50
50
30
50
25
30
30
12
502
gugung
karya
20
20
14
100
-
119
Kajômbôran, Kuricakan, Karangannyar,
Brayut
Sukêl Ban Pasapèn, Jêbugan, Banggala
Kaliyajar
Patarana
Gêmutri Pulo Kadang
Gadhuh
Mangunnéca
Gêrrôgôl
Pucangngannóm
Badhôyô
Silarông
Marukêm
Katêmbi
Kapurancak
|| Gadhahannipun Radèn Rôngga Mataram
Pucang Ngampang
Wanasigra
|| Dhusun Kadipanêgaran
Ing Sinuka
Caracab, Randhu Gowang, Pakatélan
Tirta Katôngga
Wawatu Karangmaja, Bantul
|| Gadhahannipun Wiramantri
Babêdhog
Pakalongan, Kali Arêng
gugung
karya
450
16
16
4
12
12
12
20
10
12
50
12
16
8
650
100
12
100
25
karya
50
50
30
10
120
|| Dhusun Têpasannan
Kamusuh satabônne
100
|| Gadhahannipun Radèn Narantaka
Kumêjing, Sidayu, Kabantulan, Katulungan
110
70
|| Gadhahannipun Radèn Pamôt
Ing Jamus
Soka satabône
Pawijénnan
Tarcala
Karékah
|| Dhusun Kapulangjiwan
Ing Soka
karya
karya
karya
karya
30
20
100
40
20
karya
100
|| Dhusun Kartinêgaran
Ing Kamlaka, ing Teka
400
|| Dhusun Kahonggabayan
Karang Gayam
121
karya
|| o || Punnika dhusun Kamangkubumèn
|| Sutadiwôngsa
Kartabôngsa, Céndhôl
|| Sutatrunna, Jimus
Ing Pamriyan
Ing Kali Gondhang
|| Sêcaraga, Silarông
Ing Bêndhungngan
|| Jatrunna ing Waru
Pandhannrangkang Pasétran
|| Kartimênggala, ing Rawa
|| Imbawôngsa, ing Sêmbuh
|| Jiwaraga, Matésèh ing Candhi
|| Sutatarunna Matésèh
|| Hônggadita Sumukêr
|| Wirasuta, Bango Nrijing
|| Wôngsatrunna, Sumuran
|| Singatrunna, Kapodhang
|| Sutajaya, Karang Nóngka
|| Wôngsacitra, Pakintêlan
71
karya
karya
karya
karya
karya
karya
50
10
8
6
4
2
8
6
12
8
12
50
100
50
8
8
12
4
8
4
122
|| Martayuda, Kêbôn Tompé
|| Hônggadriya, Babannan
|| Ki Dhapur, Gônggang
|| Wirakopa, Têrras
|| Puspawôngsa, Sungapan
|| Martajaya, Kadhôdhóng
|| Jasuta, Sumukêr
|| Ki Gêrrahul, Pasanggrahan
Ing Gêmutri
|| Sutanaya, Kalirêca
Ing Sêdayu
|| Martalêksana, Bangomati
|| Puspajaya, Bêndhungngan
Ki Sumêngka, Nglampèng
|| Sastrajaya, Katrêban
Ing Kannêrrangngan
|| Sutamanggala, Kaliwiru
Ing Gêtas
Ing Gupit
|| Cacah sabin Saragni kang nôngga damêl Ki
Wirahastra
Ing Ngêluk
Ing Têmbayat
Ki Bôbôs, ing Kaibôn
Kawarakan
Katôngga
Pacangngakan, Badhôyô
Prayadinôngga, ing Ngulakan
Wirô Pasawahan
123
Pacabeyan
|| Ki Madu, Kôpôk
Banjaran, Kajoran, Tandhalan
72
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
gugung
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
4
8
4
8
8
6
8
4
1
4
4
8
6
8
4
20
4
4
2
921
50
50
12
12
12
8
36
8
6
25
25
50
124
|| Brajawôngsa, ing Pacabakan, Watu
Gêdhông, Karangwuluh
|| Kartimenggala, Pannabin
Kasambèn
Ing Sêkar Suli
|| Hônggawôngsa, Palumbôn
Ing Kamusuk
|| Ki Ragajaya, Ngêluk
|| Sêcamênggala, Kasêndhèn
Ing Jêmbul
Palêmbôn
Pagêmblungan
|| Prayadita, Panggang
Paladadi
Ing Bôkôr
|| Cakratrunna, Gunung Gêlap, Parapag
|| Sutatrunna, Karang Lo
|| Ki Bêkang, ing Bêkang
Bagêm
Ing Manulis
|| Nalajaya, Mranggèn
Ing Cangkirang
Ing Kumusuk
|| Kartayudda, ing Panggang
Jiwatrunna, Minggir, Pôjôk Mandira
Wiranangga, Palumbôn
|| Ôntagati, Butuh
|| Kartasuta, Manulis
|| Jasuta, Kamusuk
|| Jakarti, Kannoman
|| Surantaka, Tambak
|| Sutawôngsa, Butuh
|| Sêdaréka, Butuh
|| Yudakarti, Kannoman
|| Nalaga, Kamusuk
|| Prayasuta, Pajatèn
73
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
16
5
2
12
12
25
8
8
6
2
12
8
4
12
12
12
6
6
10
2
12
25
25
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
125
126
|| Gugung damel Sarageni
|| Wuh pannaruwillipun: Citranaya, Bêkang
|| Ki Kêmasan, Mutihan
|| Martajiwa, Kalirêca
|| Ki Lodra, Rambé Annak
|| Wôngsabaya, Rambé Annak
|| Udagati, Pasuruwan
|| Kartawôngsa, Bêkang
|| Kartinaya, Bêkang
|| Ki Warga, Bêkang
|| Nalasuta, Bêkang
|| Jatasatru, Pépé
|| Jagawôngsa, Gunung Glap
|| Ki Hônggasuta
|| Kartanaya, Ngadipira
|| Jagawisa, Jêthak
|| Ki Pacira, ing Pacira
|| Ki Mutih, Mutihan
|| Sutaprana, Jêthis
|| Ki Rakitan, Padhalangngan
|| Citrasuta, Padhalangngan
Ing Katalan
|| Ki Dipa, ing Cépor
|| Narataya, Bakungan
|| Ki Blotha, Grôgôl
|| Wrêga, Kawargam
|| Jagabôngsa, Cépor
|| Ki Sara, Piji
|| Ki Wôngsa, Taruban
|| Ragil, Kalasêman
|| Sutaniti, Pajagalan
|| Sarataka, Gurung
|| Kartijaya, Bêkang
|| Brajataka, Idhawé Wanalapa
|| Nalajiwa, Pagemblungan
|| Patranaya, Katrêban
74
karya
karya
664
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
4
3
2
2
2
1
2
4
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
4
4
6
4
4
4
127
|| Martasuta ing Jêthis, Kaworran, Kawagéyan
|| Singasuta, Kaworan
|| Wôngsaprana, Trayu
|| Ki Lêbak, Kalêbakan
|| Prayatrunna, Nundhagèn
|| Ki Nyangkring, Garôgôl
|| Ki Gotran ing Gugur Jabal Kannil, Pagêr
Jurang
|| Ki Martadita, Surèn
|| Wêrgataka, Pagodhèkan
Bulur, Kabulurran
|| gugung Pannaruwil Saragni
4
6
8
8
8
8
7
8
6
2
152
|| o || Cacah sabin Singanêgara
|| Ki Pucang, Ngadipêksa
Jénggôl
Ing Sidayoga, ing Gintung Pêtung Wanakasa,
ing Toyanganti
|| Jatrunna, ing Sirnna, Baya Pacabéyan
Pacèkèlan
Kabanjêngngan
Têgal Paprangngan
Ing Bannyuripan
...Ki Martabangsa ing Palumbon...
|| Ki Barêbah, ing Kasingôn, ing Kalisana
|| Suratrunna, Bannyurip
|| Ki Sasak, Séngôn
Kalisan
|| Ki Nunggu, ing Jéngkol, ing Tigarong
Sêtradita, Toyahông
|| Martadita, Kalegèn ing Rajêg Kangkung
|| Ki Tambak ing Kêbôn Sêpêt
Ing Pirikan
Ing Têgal Paprangan
|| Ki Suruh ing Bêbêngan Kedhung Ngômba
Rèndèng Parigèn
8
12
4
75
karya
karya
karya
karya
karya
karya
karya
12
12
8
16
1
25
14
16
10
2
12
10
25
12
4
8
16
4
Gondhang
|| Nayataka, Jnarkèjèt
|| Wirapati ing Pacing
|| Ki Sasak, Séngôn
Gugung kang nagi? damel
128
129
karya
|| Wuh pannaruwillipun
|| Ki Sirahhan ing Sêmbung
|| Ki Gêllang ing Gêllang
|| Ki Wôngsasuwita ing Kapôkôh
|| Ki Juwik ing Kamangngunnan, Kamarédan
|| Tanucitra, Pakalangngan
|| Ki Trunna, Barêpan
|| Ki Pamarisèn, Jômbôr
|| Patrasari, Kasêdran, Kajaban
|| Ki Môndha, Tanjungan
|| Ki Wôngsasuta, Kapôkôh
|| Ki Kalurahan, Pades ...
|| Ki Pabadakan, Juru
|| Patranaya, Ngwantil
|| Ki Praya, Kawêrrôn ing Pingit
|| Ki Carik Karang Kêpuh
|| Ki Sasak, Séngôn
|| Martasuta, Kapôkôh
|| Ki Wiyara, Kabaturan
|| Ki Sendakarti, Cangkirang
|| Jasuta ing Gellang
|| Ki Patrasari, Kasêddran
|| Ki Pamarisèn, ing kêbo[129]nnan
|| Ki Nayakarti ing Kawit.
|| Ki Sêmbung ing Têgallurung
Ing Kalandhi
|| Ki Darpa ing Panggarôn
Ing Tirip
|| Sutapraya, Kapôkôh
|| Ki Sutakapa, Kelan
76
karya
karya
4
12
20
11
268
8
4
4
8
6
6
4
6
4
4
6
6
2
4
8
5
6
6
6
6
4
4
4
2
1
2
1
4
1
|| Ki Wêdhi ing Kajawan
|| Ki Patrasari, Seddran
|| Patrajaya, Seddran
|| Ki Padharan, Pasékan
|| Ki Wiyara, Kabaturan ing Kapatran
|| Ki Wôngsa, Ngariwan
|| Ki Naya, Paladdi
|| Hôngganala Kêbonturi
Gugung karya
130
|| o|| Punnika sabin Brajanala kang nanggi
damêl
Ki Wôngsaprana ing Karang Têngngah
Ing Pundhông
Ing Kacandhèn
Ing Kathithang
Ing Karang Pakèl
Ing Têgal Giri
|| Ki Mêrbang ing Jêthak
Sutanaya, Gôndasuli ing Sudimara
|| Ki Karti ing Papringan ing Gêmbôr
Citratrunna ing Mannyana
Martasuta, Candhi
|| Ki Pakiringan ing Kabadhêgan
Ing Lêmpênni
Ing Gêrrong
Karangwunni
Kajêthakan Karanggan
Karang Sambung
Wida Manglampir
Singagarita, Kathithang
Ing Karang Talun
|| Sutawôngsa, Sumbêr
|| Ki Garung ing Kabedhdhilan
|| Wôngsaraga, Gedhung Gubah
Jiwayudda, Sumampir
77
karya
karya
karya
karya
karya
karya
2
2
2
1
6
4
4
1
157
25
14
4
1
16
2
12
10
12
12
12
4
1
12
12
12
12
6
4
2
12
12
12
12
131
132
Gugung kang nôngga damêl
Wuh pannaruwillipun
[naskah korup dua baris]
|| Sêtrawôngsa, Jêthis
|| Ki Kagôk ing Kali Soka
|| Wôngsanala, Sayangngan
|| Singadêrpa, Bloran
Gugunung
|| Ki Bakalan ing Kabôngkótan
|| Ki Gêrragôl Séséla
|| Ki Wôngsa, Barêpan
...Ki Bangsapatra ing... Kedhung Kêpis Laris
|| Sutahita, Bangsri
|| Ki Saranôdda ing Saranandan
|| Ki Ragil ing Gêrragôl ing Gunung Gêllap
Ing Ki Pajang, ing Kêdhèn
Ki Kawangsan, Taruban
Ki Citralangu ing Brajanalan
Ing Karang... ing Ngawar
Ki Catur Majatèn
Ing Cupuwatu, Kopèk... jakarti, Ngênthak
kasadéyan
|| Ki Gandari ing Gadhing
Gugung pannaruwillipun
|| o|| Cacah sabin Kannoman
|| Ki Hônggasuta
|| Ki Patra(…)
…narasi …
Ing Pôjôk karya
|| Wiradita, Pundhông
|| Martasuta Kajurôn Kaliyura
|| Ki Hantinaya Candhi
|| Patradita, Bumi Sagara
Ing Jaligunan Trajayan
Gugung pidamêl
78
220
karya
2
3
4
1
1
2
1
2
8
6
2
2
2
2
2
40
8
1
karya
2
8
96
karya
50
karya
karya
karya
12
10
12
8
12
2
8
karya
karya
Wuh pa (naruwilipun)
|| Ki Marukêm
|| Wirapraya, ing Rawèh
(naskah korup)
79
karya
8
karya
10
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, R. (2013). Pengetan Kagungan Dalem Siti Dhusun. Surakarta:
UNS .
Baried, S. B. (1994). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Kemdikbud RI.
Carey, P. (2011). Kuasa Ramalan. Jakarta: KPG.
Djamaris, E. (2002). Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV. Manasco.
Florida, N. K. (1993). Javanese Literature in Surakarta Manuscripts:
Introduction and manuscripts of the Karaton Surakarta. Cornell
US: Southeast Asia Program - Cornell University.
Houbent, V. (2002). Keraton dan Kumpeni: Surakarta dan Yogyakarta
1830-1870. Jakarta: KITLV.
Knight, G. R. (2015). Trade and Empire in Early Nineteenth-Century
Southeast Asia: Gillian Maclaine and his Business Network
(Worlds of the East India Company) . Woodbridge UK: Boydell
Press.
Lindsay, J., Soetanto, R. M., Feinstein, A. H., & Behrend, T. E. (1994).
Katalog induk naskah-naskah Nusantara. Jilid 2 : Kraton
Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mujizah. (2014). Menyingkap Sejarah Perbudakan dalam Manuskrip
Indonesia: Surat Raja Tanette. Metasastra.
Poerwadarminta, W. (1935). Baoesastra Djawa. Batavia: J. B. Wolters'
Uitgevers = Maatschappaij N.V. Groningen.
Pudjiastuti, T. (2004). Surat-Surat Sultan Banten Koleksi Arsip Nasional
Republik Indonesia. Wacana.
Ramadhan, L. J. (2015). Perjanjian Klaten 1830: Dampaknya Pada
Kasultanan Yogyakarta. Yogyakarta: UNY.
Rcklefs, M. (2002). Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi, 17491792: Sejarah Pembagian Jawa. Yogyakarta: Mata Bangsa.
Robson, S. (1994). Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.
Roorda, T. (2002). Serat Angger-Angger Jawi. Yogyakarta: Kepel Press.
Soemantri, E. H. (1986). Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra
UNPAD.
Suryadi. (2007). Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan
Kaimuddin I. Humaniora, 284-301.
Sutopo, H. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
80
T. E. Behrend, A. H. (1990). Katalog induk naskah-naskah nusantara:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Ulbe Bosma, J. A.-C. (2007). Sugarlandia Revisited: Sugar and
Colonialism in Asia and the Americas, 1800-1940. New York:
Independent Publishing.
Weitzel, A. W. (1852). De oorlog op Java van 1825 tot 1830: hoofdzakelijk
bewerkt naar de nagelatene papieren van Z. Exc. den luitenantgeneraal baron Merkus de Kock. Michigan: University of
Michigan Library.
81
RIWAYAT PENULIS
Rendra Agusta, Filolog muda yang fokus pada naskah-naskah Jawa. Ia
menyelesaikan Studi S1 Sastra Jawa dan S2 Kajian Budaya di Universitas
Sebelas Maret. Salah satu kajiannya adalah Kajian Filologis Historis
terhadap korpus naskah Siti Dhusun di Yogyakarta dan Surakarta 17551830. Saat ini aktif berkegiatan di Komunitas Sraddha, sebuah komunitas
yang bergerak di bidang pernaskahan dan kesusasteraan Jawa Kuna dan
Klasik Mataram Islam. Penelitian terakhirnya terkait relasi Inskripsi
Pendek dan naskah-naskah di Kawasan Merapi-Merbabu. Ia dapat
dihubungi melalui email
[email protected].
82