Zaman Weda dalam Agama Hindu
Leopold Apri Zendo
Abstraksi
Dalam agama Hindu sumber keterangan tentang dunia dan manusia
terdapat di dalam Kitab Weda. Kitab Weda diwahyukan oleh dewa yang
tertinggi kepada para resi, para brahmana, dan para guru. Pewahyuan
tersebut terjadi pada waktu tertentu di mana dewa yang tertinggi
berfirman secara langsung di dalam hati para resi, para brahmana, dan
para guru mengenai kejadian-kejadian yang sedang dihadapi. Wahyu
itu diteruskan kepada orang lain secara lisan, dan kemudian dibukukan
dalam Kitab Weda. Pembukuan ini pun terjadi secara bertahap.
Pertama-tama terkumpulnya Weda Samhita, lalu Weda Brahmana, dan
yang terakhir Weda Upanisad.1
Kata Kunci: Weda Samhita, Weda Brahmana, Weda Upanisad
Pendahuluan
Kitab Weda terdiri dari Kitab Weda Samhita, Kitab Weda Brahmana, dan Kitab Weda
Upanisad. Kitab Weda Samhita merupakan suatu kumpulan mantra yang berbentuk syair.
Mantra ini digunakan untuk mengundang dewa hadir dalam upacara kurban. Sehingga
berhubungan dengan magi hitam. Kitab Weda Brahmana berisikan peraturan-peraturan dan
kewajiban-kewajiban keagamaan terutama berkaitan dengan kurban. Kitab Weda Upanisad
berisikan keterangan-keterangan mengenai asal usul alam semesta dan mengenai manusia dan
keselamatannya.2
Zaman Weda Samhita (Purba)
Zaman Weda Samhita dimulai dari tahun 1500 SM hingga kira-kira tahun 1000 SM.3
Hidup keagamaan orang Hindu pada zaman ini didasarkan atas Kitab-kitab yang disebut Weda
Sammita, artinya pengumpulan weda. Kata weda berakar dari kata Wid, artinya tahu. Dengan
demikian weda artinya pengetahuan. Tradisi Hindu meyakini bahwa Kitab-kitab ini diciptakan
1
Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 7-8.
Harun Hadiwijoyo, Sari …, hlm. 8.
3
Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.12.
2
1
oleh dewa Brahma. Isi dari kitab ini adalah wahyu dari dewa Brahma kepada para rsi (pendeta).
Bentuk wahyunya berupa mantra-mantra dan puji-pujian.4 Weda-weda ini disebut sruti karena
berasal dari wahyu dewa tertinggi. Sruti artinya apa yang didengar dari dewa tertinggi.5
Mantra-mantra dibukukan dalam empat bagian. Pertama, Rg-Weda. Isinya berupa
mantra-mantra dalam bentuk puji-pujian. Puji-pujian ini digunakan untuk mengundang para
dewa untuk hadir pada upacara-upacara kurban. Para imam atau pendeta yang mengucapkan
puji-pujian ini disebut hotr.6 Kedua, Sama-Weda. Isinya hampir sama dengan Rg-Weda kecuali
beberapa nyanyian. Puji-pujian diberi Sama, artinya lagu. Nyanyikan ini dilakukan oleh Udgart
pada waktu kurban dipersembahkan. Ketiga, Yajur-Weda. Berisikan yajus atau rapal. Para
imam atau pendeta yang mengucapkan yajus disebut Adwaryu. Yajus diucapkan saat
dilaksanakannya upacara kurban. Rapal digunakan untuk mengubah kurban-kurban menjadi
makanan dewa. Selain itu, dengan perantara rapal bahan-bahan yang dipersembahkan
dipindahkan ke alam dewata. Agar para dewa dapat menerima kurban yang dipersembahkan.
Keempat, Atharwa-Weda. Isinya berupa mantra-mantra sakti yang dihubungkan dengan bagian
keagamaan yang rendah seperti dalam sihir dan dan tenung. Sihir-sihir digunakan untuk
mencelakakan musuh, menyembuhkan orang sakit, mengusir roh jahat, dan sebagainya. 7
Kitab-kitab Weda Samhita mengatakan bahwa ada dua golongan zat hidup yang
kedudukannya lebih tinggi dari manusia, yaitu dewa-dewa dan para roh jahat. Dewa-dewa
memiliki sikap murah hati terhadap manusia dan mau menerima pujian manusia. Sedangkan
roh jahat memiliki sikap memusuhi manusia. Oleh karena itu, manusia harus melawan roh jahat
dengan bantuan para dewata atau upacara-upacara keagamaan. Kitab Rg-Weda menyebutkan
ada 33 dewata yang dibedakan atas dewa-dewa langit, angkasa, dan bumi.8
Dewa-dewa langit seperti dewa Waruna. Dia yang mengawasi tata-dunia atau rta. Dewa
Waruna bertugas memisahkan langit dan bumi, membuat peredaran benda angkasa berjalan
teratur, membuat sungai mengalir dengan baik, dan membuat musim dengan baik. Ia juga
bertugas memberikan ganjaran kepada orang baik dan menghukum orang jahat. Ciri-ciri orang
baik adalah mengikuti hukum rta.9 Kemudian ada dewa Surya. Ia dilukiskan sebagai dewa
yang sedang menaiki kereta dengan tujuh kuda. Ia bertugas memperpanjang hidup dan
4
hlm. 31.
Francis MacDonald Cornford, From Religion to Philosophy (USA: Princeton University Press, 1991),
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 15.
Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hlm. 60.
7
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 15-16.
8
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 15-16.
9
Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 15.
5
6
2
menyembuhkan penyakit-penyakit. Lalu ada dewa Wisnu. Dewa ini dipercaya hanya
melangkah tiga langkah. Langkah ketiga merupakan tempat kediaman para dewa (surga). Ada
juga dewa-dewa angkasa seperti dewa Indra. Ia merupakan dewa perang yang dilukiskan
sebagai bersenjatakan panah (wajra). Pembantunya adalah dewa Marut, yaitu dewa angin rebut.
Kemudian ada dewa Wayu atau dewa angin. Dewa bumi seperti dewi Prthiwi. Ia disembah
sebagai ibu. Lalu ada dewa Agni atau dewa api. Dewa ini sering diminta pertolongannya waktu
ada upacara keagamaan.10
Golongan zat hidup yang kedua yaitu roh jahat. Roh jahat ini dibagi dua yaitu yang
tinggi dan yang rendah martabatnya. Roh jahat yang tinggi martabatnya menjadi musuh para
dewa, seperti musuh dewa Indra yaitu Wrta (penguasa musim kemarau). Sedangkan roh jahat
yang rendah martabatnya seperti Raksa. Ia menampakkan diri sebagai manusia atau binatang.
Kemudian Pisaca yang suka makan daging mentah (jenazah).11
Pada zaman ini kurban menjadi pusat pemujaan. Karena orang-orang mengharapkan
kemurahan dewa-dewa. Dengan demikian mereka bisa terhindar dari roh-roh jahat. Kurban
yang dipersembahkan merupakan permohonan agar memperoleh keuntungan di masa depan.
Dan dengan harapan dewa tergerak hatinya untuk mengabulkan permohonan mereka. Ada dua
jenis kurban, yaitu kurban tetap dan kurban berkala. Kurban tetap dilakukan setiap pagi dan
sore, setiap bulan baru dan bulan purnama, dan setiap awal musim semi, hujan, dan dingin.
Sedangkan kurban berkala hanya dilakukan jika ada keperluan, misalnya kurban soma.12
Zaman Brahmana
Bagian Kitab Weda yang kedua adalah Kitab Brahmana. Kitab-kitab ini ditulis oleh
para Brahmana (imam) dalam bentuk prosa. Isi dari Kitab Brahmana adalah keteranganketerangan tentang kurban baik itu uraian tentang upacara-upacara kurban maupun mencari
asal-usul kurban. Ada lima ciri-ciri dari zaman Brahmana ini, yaitu: menitikberatkan pada
kurban, golongan yang paling berkuasa adalah para imam, berkembangnya asrama dan kasta,
terjadinya perubahan perangai para dewa, dan munculnya kitab-kitab Sutra. Zaman Brahmana
mulai kira-kira tahun 1000 SM hingga kira-kira tahun 750 SM.13
10
Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 14-15.
Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.16-17.
12
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 18.
13
Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 16.
11
3
Pada zaman Weda Purba kurban dipandang sebagai alat untuk memaksa para dewa
membantu manusia. Sehingga kurban dianggap suatu daya magis yang lebih berkuasa daripada
para dewa. Pandangan ini berkembang pada zaman Brahmana. Dalam zaman Brahmana kurban
menjadi alat untuk memperoleh kekuasaan atas dunia sekarang dan akhirat baik yang tampak
dan tak tampak, yang bernyawa maupun yang tak bernyawa. Orang yang mampu memperoleh
semua itu dianggap sebagai Tuhan dunia. Pada zaman ini muncul keterangan bahwa kurban
pada hakikatnya sudah ada sejak kekal. Contohnya penciptaan dunia yang dianggap sebagai
hasil kurban dari dewa Prajapati (Brahmana). Selain itu kurban juga dipandang sebagai
jembatan bagi manusia untuk menuju kebahagiaan. Secara mitologi kurban dilukiskan sebagai
makhluk hidup yang mempunyai anggota badan. Keberhasilan dari upacara kurban ada pada
rupa kurbannya. Maka, diperlukan para imam yang bisa menyusun rupa kurban dengan mantramantranya.14
Pada zaman Brahmana muncul berbagai kasta seperti kasta Brahmana (para imam),
kasta Ksatrya (orang yang memerintah), kasta Waisya (para pekerja), dan kasta Sudra (rakyat
jelata, budak, hamba). Kitab Rg-Weda mengatakan bahwa kasta muncul dari anggota tubuh
Purusa, yaitu pencipta dunia. Mulutnya dianggap kasta Brahmana, kedua tangannya dianggap
kasta Ksatrya, pahanya dianggap kasta Waisya, dan kakinya dianggap kasta Sudra. Walaupun
demikian, para ahli mengatakan bahwa bangsa Arya sudah mengenal tiga golongan yaitu
golongan imam, prajurit, dan pekerja. Hal ini diperkuat dengan kenyataan di Iran yang ada
kasta turunan yaitu kasta imam dan kasta prajurit.15
Kasta membuat hal baru muncul yaitu warna asrama dharma. Warna asrama dharma
merupakan suatu konsep sosial yang memberikan aturan-aturan dalam bertindak sesuai dengan
tingkatan kasta. Manusia terdiri dari empat tingkatan hidup. Pertama, Brahmacarya, yaitu
tahap menjadi murid. Anak-anak sampai umur 12 tahun harus belajar dari seorang guru. Simbol
diterima sebagai murid adalah upacara dwija, artinya sudah lahir kedua kali. Seorang murid
harus belajar tentang Kitab Weda Samhita, melayani api suci, dan menolong gurunya dalam
beternak dan mengemis. Kedua, Grhastha, yaitu tahap menjadi kepala keluarga. Seorang murid
harus menikah dan mempunyai anak (laki-laki). Anak laki-laki harus dimiliki karena hanya dia
yang bisa mengemban tugas keagamaan. Ia juga harus bertanggung jawab terhadap
keluarganya dengan berkurban, bersedekah, dan mempelajari Weda. Ketiga, Wanaprastha,
yaitu tahap menjadi pertapa. Ia harus meninggalkan keluarganya ke hutan untuk mempelajari
14
15
Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.17-19.
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 19.
4
kitab-kitab Aranyaka dan merenungkan kurban-kurban rohani. Keempat, Sannyana, yaitu
tahap penyangkalan. Ia harus meninggal segala-galanya dan hidup sebagai pengembara serta
mempelajari kitab Upanisad.16
Pada zaman ini ada beberapa dewa yang diturunkan kedudukannya dan bahkan tidak
dianggap ada. Misalnya dewa Waruna menjadi dewa laut, dewa Indra dan dewi Sawitri
disamakan dengan dewa Surya. Hanya dewa Wisnu yang dinaikkan kehormatannya. Kemudian
muncul kitab-kitab Sutra yang berisi pedoman atau petunjuk tentang ilmu Bahasa, upacaraupacara, tata bahasa dan kata, dan ilmu pengetahuan serta ditulis dalam kalimat-kalimat
pendek. Kitab-kitab ini bukan golongan Weda tetapi Wedangga (anggota Weda).17
Zaman Upanisad
Zaman Upanisad dimulai pada tahun 750 SM hingga tahun 500 SM. Sumber hidup
keagamaan pada zaman ini adalah kitab-kitab Aranyaka dan Upanisad. Kitab-kitab Aranyaka
ditulis oleh para pertapa yang berada di hutan (aranya). Isi dari kitab Aranyaka memiliki
persamaan dengan kitab Upanisad, dan berada di antara kitab Brahmana dan kitab Upanisad.
Upanisad artinya duduk di bawah kaki guru. Awalnya kata Upanisad digunakan untuk
menyebutkan ajaran para guru namun kemudian untuk digunakan untuk menyebut segala
macam rahasia yang bersifat mistik. Sebutan lain untuk kitab Upanisad adalah Wedanta, yang
artinya akhir Weda. Inti ajaran Upanisad adalah segala sesuatu dapat dikembalikan kepada satu
asas yaitu Brahman dan Atman. Brahman adalah asas alam semesta sedangkan Atman adalah
asas manusia.18
Pada mulanya Brahman adalah ilmu atau ucapan yang suci (nyanyian atau mantra).
Namun kemudian Brahman adalah doa. Dalam agama Brahmana, Brahman dipandang sebagai
sesuatu yang membuat upacara kurban menjadi mahakuasa. Orang yang bisa mengenal
Brahman dalam upacara kurban berarti mengenal dan menguasai alam semesta. Sedangkan
dalam Upanisad, Brahman adalah penyebab adanya atau yang menjadikan dunia. Hanya
Brahman yang dianggap nyata dan bebas.19
Dalam Weda Samhita, Atman diartikan jiwa, nafas, atau pribadi. Sedangkan dalam
kitab-kitab Brahmana, Atman diartikan sebagai pusat jasmani dan rohani manusia. Dalam kitab
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 19-20.
Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 20.
18
Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 22-24.
19
Harun Hadiwijoyo, Sari …, hlm. 24-25.
16
17
5
Upanisad dikatakan yang paling penting adalah nafas (atman). Dengan demikian artinya bahwa
atman adalah hakikat manusia yang sesungguhnya. Atman adalah subjek yang permanen. Jika
demikian jelaslah bahwa Brahman sama dengan Atman. Karena di dalam Atman, Brahman
menjadi imanen (yang tak terbatas menjadi terbatas). Ada dua istilah, Tat twam asi, yang
artinya itu (Brahman) adalah kamu, dan Aham Brahma asmi, yang artinya Aku adalah
Brahman.20
Pada zaman ini juga muncul istilah karma. Karma artinya perbuatan (kurban). Berkat
yang diberikan oleh para dewa tergantung dari pekerjaan yang dilakukan manusia dalam
kurban. Namun, golongan Wanaprastha dan Sanyasi menolak pendapat ini. Kedua golongan
ini mengatakan bahwa berkat dari dewa tergantung dari setiap perbuatan manusia. Orang akan
mengalami yang baik jika ia melakukan yang baik, dan mengalami yang jahat jika ia
melakukan yang jahat. Hal inilah yang dimaksud dengan karma. Ajaran tentang karma ini
membuat munculnya ajaran tentang samsara. Samsara adalah ajaran tentang perputaran
kelahiran (dilahirkan, hidup, mati, dilahirkan lagi, hidup, mati, dan seterusnya tiada putusputusnya). Samsara berlaku untuk manusia, segala makhluk, dan bahkan dewa-dewa. Manusia
ada Samsara karena ada keinginan. Untuk lepas dari keinginan maka manusia harus mengenal
dirinya sendiri. Jika orang tahu akan dirinya sebagai “Aku ini” ia akan bebas dari mati. Dalam
Upanisad manusia sampai kepada pantheisme. Tuhan ada di dalam segala sesuatu, dan manusia
pada hakikatnya adalah Tuhan.21
20
21
Harun Hadiwijoyo, Sari …, hlm. 25-26.
Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.22-23.
6
Bibliografi
Cornford, Francis MacDonald. From Religion to Philosophy. USA: Princeton University Press,
1991.
Hadiwijoyo, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985.
……….. . Sari Filsafat India. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979.
Keene, Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.
7