Academia.eduAcademia.edu

Zaman Weda dalam Agama Hindu

2023, Leopold Apri Zendo

Dalam agama Hindu sumber keterangan tentang dunia dan manusia terdapat di dalam Kitab Weda. Kitab Weda diwahyukan oleh dewa yang tertinggi kepada para resi, para brahmana, dan para guru. Pewahyuan tersebut terjadi pada waktu tertentu di mana dewa yang tertinggi berfirman secara langsung di dalam hati para resi, para brahmana, dan para guru mengenai kejadian-kejadian yang sedang dihadapi. Wahyu itu diteruskan kepada orang lain secara lisan, dan kemudian dibukukan dalam Kitab Weda. Pembukuan ini pun terjadi secara bertahap.

Zaman Weda dalam Agama Hindu Leopold Apri Zendo Abstraksi Dalam agama Hindu sumber keterangan tentang dunia dan manusia terdapat di dalam Kitab Weda. Kitab Weda diwahyukan oleh dewa yang tertinggi kepada para resi, para brahmana, dan para guru. Pewahyuan tersebut terjadi pada waktu tertentu di mana dewa yang tertinggi berfirman secara langsung di dalam hati para resi, para brahmana, dan para guru mengenai kejadian-kejadian yang sedang dihadapi. Wahyu itu diteruskan kepada orang lain secara lisan, dan kemudian dibukukan dalam Kitab Weda. Pembukuan ini pun terjadi secara bertahap. Pertama-tama terkumpulnya Weda Samhita, lalu Weda Brahmana, dan yang terakhir Weda Upanisad.1 Kata Kunci: Weda Samhita, Weda Brahmana, Weda Upanisad Pendahuluan Kitab Weda terdiri dari Kitab Weda Samhita, Kitab Weda Brahmana, dan Kitab Weda Upanisad. Kitab Weda Samhita merupakan suatu kumpulan mantra yang berbentuk syair. Mantra ini digunakan untuk mengundang dewa hadir dalam upacara kurban. Sehingga berhubungan dengan magi hitam. Kitab Weda Brahmana berisikan peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban keagamaan terutama berkaitan dengan kurban. Kitab Weda Upanisad berisikan keterangan-keterangan mengenai asal usul alam semesta dan mengenai manusia dan keselamatannya.2 Zaman Weda Samhita (Purba) Zaman Weda Samhita dimulai dari tahun 1500 SM hingga kira-kira tahun 1000 SM.3 Hidup keagamaan orang Hindu pada zaman ini didasarkan atas Kitab-kitab yang disebut Weda Sammita, artinya pengumpulan weda. Kata weda berakar dari kata Wid, artinya tahu. Dengan demikian weda artinya pengetahuan. Tradisi Hindu meyakini bahwa Kitab-kitab ini diciptakan 1 Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 7-8. Harun Hadiwijoyo, Sari …, hlm. 8. 3 Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.12. 2 1 oleh dewa Brahma. Isi dari kitab ini adalah wahyu dari dewa Brahma kepada para rsi (pendeta). Bentuk wahyunya berupa mantra-mantra dan puji-pujian.4 Weda-weda ini disebut sruti karena berasal dari wahyu dewa tertinggi. Sruti artinya apa yang didengar dari dewa tertinggi.5 Mantra-mantra dibukukan dalam empat bagian. Pertama, Rg-Weda. Isinya berupa mantra-mantra dalam bentuk puji-pujian. Puji-pujian ini digunakan untuk mengundang para dewa untuk hadir pada upacara-upacara kurban. Para imam atau pendeta yang mengucapkan puji-pujian ini disebut hotr.6 Kedua, Sama-Weda. Isinya hampir sama dengan Rg-Weda kecuali beberapa nyanyian. Puji-pujian diberi Sama, artinya lagu. Nyanyikan ini dilakukan oleh Udgart pada waktu kurban dipersembahkan. Ketiga, Yajur-Weda. Berisikan yajus atau rapal. Para imam atau pendeta yang mengucapkan yajus disebut Adwaryu. Yajus diucapkan saat dilaksanakannya upacara kurban. Rapal digunakan untuk mengubah kurban-kurban menjadi makanan dewa. Selain itu, dengan perantara rapal bahan-bahan yang dipersembahkan dipindahkan ke alam dewata. Agar para dewa dapat menerima kurban yang dipersembahkan. Keempat, Atharwa-Weda. Isinya berupa mantra-mantra sakti yang dihubungkan dengan bagian keagamaan yang rendah seperti dalam sihir dan dan tenung. Sihir-sihir digunakan untuk mencelakakan musuh, menyembuhkan orang sakit, mengusir roh jahat, dan sebagainya. 7 Kitab-kitab Weda Samhita mengatakan bahwa ada dua golongan zat hidup yang kedudukannya lebih tinggi dari manusia, yaitu dewa-dewa dan para roh jahat. Dewa-dewa memiliki sikap murah hati terhadap manusia dan mau menerima pujian manusia. Sedangkan roh jahat memiliki sikap memusuhi manusia. Oleh karena itu, manusia harus melawan roh jahat dengan bantuan para dewata atau upacara-upacara keagamaan. Kitab Rg-Weda menyebutkan ada 33 dewata yang dibedakan atas dewa-dewa langit, angkasa, dan bumi.8 Dewa-dewa langit seperti dewa Waruna. Dia yang mengawasi tata-dunia atau rta. Dewa Waruna bertugas memisahkan langit dan bumi, membuat peredaran benda angkasa berjalan teratur, membuat sungai mengalir dengan baik, dan membuat musim dengan baik. Ia juga bertugas memberikan ganjaran kepada orang baik dan menghukum orang jahat. Ciri-ciri orang baik adalah mengikuti hukum rta.9 Kemudian ada dewa Surya. Ia dilukiskan sebagai dewa yang sedang menaiki kereta dengan tujuh kuda. Ia bertugas memperpanjang hidup dan 4 hlm. 31. Francis MacDonald Cornford, From Religion to Philosophy (USA: Princeton University Press, 1991), Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 15. Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hlm. 60. 7 Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 15-16. 8 Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 15-16. 9 Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 15. 5 6 2 menyembuhkan penyakit-penyakit. Lalu ada dewa Wisnu. Dewa ini dipercaya hanya melangkah tiga langkah. Langkah ketiga merupakan tempat kediaman para dewa (surga). Ada juga dewa-dewa angkasa seperti dewa Indra. Ia merupakan dewa perang yang dilukiskan sebagai bersenjatakan panah (wajra). Pembantunya adalah dewa Marut, yaitu dewa angin rebut. Kemudian ada dewa Wayu atau dewa angin. Dewa bumi seperti dewi Prthiwi. Ia disembah sebagai ibu. Lalu ada dewa Agni atau dewa api. Dewa ini sering diminta pertolongannya waktu ada upacara keagamaan.10 Golongan zat hidup yang kedua yaitu roh jahat. Roh jahat ini dibagi dua yaitu yang tinggi dan yang rendah martabatnya. Roh jahat yang tinggi martabatnya menjadi musuh para dewa, seperti musuh dewa Indra yaitu Wrta (penguasa musim kemarau). Sedangkan roh jahat yang rendah martabatnya seperti Raksa. Ia menampakkan diri sebagai manusia atau binatang. Kemudian Pisaca yang suka makan daging mentah (jenazah).11 Pada zaman ini kurban menjadi pusat pemujaan. Karena orang-orang mengharapkan kemurahan dewa-dewa. Dengan demikian mereka bisa terhindar dari roh-roh jahat. Kurban yang dipersembahkan merupakan permohonan agar memperoleh keuntungan di masa depan. Dan dengan harapan dewa tergerak hatinya untuk mengabulkan permohonan mereka. Ada dua jenis kurban, yaitu kurban tetap dan kurban berkala. Kurban tetap dilakukan setiap pagi dan sore, setiap bulan baru dan bulan purnama, dan setiap awal musim semi, hujan, dan dingin. Sedangkan kurban berkala hanya dilakukan jika ada keperluan, misalnya kurban soma.12 Zaman Brahmana Bagian Kitab Weda yang kedua adalah Kitab Brahmana. Kitab-kitab ini ditulis oleh para Brahmana (imam) dalam bentuk prosa. Isi dari Kitab Brahmana adalah keteranganketerangan tentang kurban baik itu uraian tentang upacara-upacara kurban maupun mencari asal-usul kurban. Ada lima ciri-ciri dari zaman Brahmana ini, yaitu: menitikberatkan pada kurban, golongan yang paling berkuasa adalah para imam, berkembangnya asrama dan kasta, terjadinya perubahan perangai para dewa, dan munculnya kitab-kitab Sutra. Zaman Brahmana mulai kira-kira tahun 1000 SM hingga kira-kira tahun 750 SM.13 10 Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 14-15. Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.16-17. 12 Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 18. 13 Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 16. 11 3 Pada zaman Weda Purba kurban dipandang sebagai alat untuk memaksa para dewa membantu manusia. Sehingga kurban dianggap suatu daya magis yang lebih berkuasa daripada para dewa. Pandangan ini berkembang pada zaman Brahmana. Dalam zaman Brahmana kurban menjadi alat untuk memperoleh kekuasaan atas dunia sekarang dan akhirat baik yang tampak dan tak tampak, yang bernyawa maupun yang tak bernyawa. Orang yang mampu memperoleh semua itu dianggap sebagai Tuhan dunia. Pada zaman ini muncul keterangan bahwa kurban pada hakikatnya sudah ada sejak kekal. Contohnya penciptaan dunia yang dianggap sebagai hasil kurban dari dewa Prajapati (Brahmana). Selain itu kurban juga dipandang sebagai jembatan bagi manusia untuk menuju kebahagiaan. Secara mitologi kurban dilukiskan sebagai makhluk hidup yang mempunyai anggota badan. Keberhasilan dari upacara kurban ada pada rupa kurbannya. Maka, diperlukan para imam yang bisa menyusun rupa kurban dengan mantramantranya.14 Pada zaman Brahmana muncul berbagai kasta seperti kasta Brahmana (para imam), kasta Ksatrya (orang yang memerintah), kasta Waisya (para pekerja), dan kasta Sudra (rakyat jelata, budak, hamba). Kitab Rg-Weda mengatakan bahwa kasta muncul dari anggota tubuh Purusa, yaitu pencipta dunia. Mulutnya dianggap kasta Brahmana, kedua tangannya dianggap kasta Ksatrya, pahanya dianggap kasta Waisya, dan kakinya dianggap kasta Sudra. Walaupun demikian, para ahli mengatakan bahwa bangsa Arya sudah mengenal tiga golongan yaitu golongan imam, prajurit, dan pekerja. Hal ini diperkuat dengan kenyataan di Iran yang ada kasta turunan yaitu kasta imam dan kasta prajurit.15 Kasta membuat hal baru muncul yaitu warna asrama dharma. Warna asrama dharma merupakan suatu konsep sosial yang memberikan aturan-aturan dalam bertindak sesuai dengan tingkatan kasta. Manusia terdiri dari empat tingkatan hidup. Pertama, Brahmacarya, yaitu tahap menjadi murid. Anak-anak sampai umur 12 tahun harus belajar dari seorang guru. Simbol diterima sebagai murid adalah upacara dwija, artinya sudah lahir kedua kali. Seorang murid harus belajar tentang Kitab Weda Samhita, melayani api suci, dan menolong gurunya dalam beternak dan mengemis. Kedua, Grhastha, yaitu tahap menjadi kepala keluarga. Seorang murid harus menikah dan mempunyai anak (laki-laki). Anak laki-laki harus dimiliki karena hanya dia yang bisa mengemban tugas keagamaan. Ia juga harus bertanggung jawab terhadap keluarganya dengan berkurban, bersedekah, dan mempelajari Weda. Ketiga, Wanaprastha, yaitu tahap menjadi pertapa. Ia harus meninggalkan keluarganya ke hutan untuk mempelajari 14 15 Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.17-19. Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 19. 4 kitab-kitab Aranyaka dan merenungkan kurban-kurban rohani. Keempat, Sannyana, yaitu tahap penyangkalan. Ia harus meninggal segala-galanya dan hidup sebagai pengembara serta mempelajari kitab Upanisad.16 Pada zaman ini ada beberapa dewa yang diturunkan kedudukannya dan bahkan tidak dianggap ada. Misalnya dewa Waruna menjadi dewa laut, dewa Indra dan dewi Sawitri disamakan dengan dewa Surya. Hanya dewa Wisnu yang dinaikkan kehormatannya. Kemudian muncul kitab-kitab Sutra yang berisi pedoman atau petunjuk tentang ilmu Bahasa, upacaraupacara, tata bahasa dan kata, dan ilmu pengetahuan serta ditulis dalam kalimat-kalimat pendek. Kitab-kitab ini bukan golongan Weda tetapi Wedangga (anggota Weda).17 Zaman Upanisad Zaman Upanisad dimulai pada tahun 750 SM hingga tahun 500 SM. Sumber hidup keagamaan pada zaman ini adalah kitab-kitab Aranyaka dan Upanisad. Kitab-kitab Aranyaka ditulis oleh para pertapa yang berada di hutan (aranya). Isi dari kitab Aranyaka memiliki persamaan dengan kitab Upanisad, dan berada di antara kitab Brahmana dan kitab Upanisad. Upanisad artinya duduk di bawah kaki guru. Awalnya kata Upanisad digunakan untuk menyebutkan ajaran para guru namun kemudian untuk digunakan untuk menyebut segala macam rahasia yang bersifat mistik. Sebutan lain untuk kitab Upanisad adalah Wedanta, yang artinya akhir Weda. Inti ajaran Upanisad adalah segala sesuatu dapat dikembalikan kepada satu asas yaitu Brahman dan Atman. Brahman adalah asas alam semesta sedangkan Atman adalah asas manusia.18 Pada mulanya Brahman adalah ilmu atau ucapan yang suci (nyanyian atau mantra). Namun kemudian Brahman adalah doa. Dalam agama Brahmana, Brahman dipandang sebagai sesuatu yang membuat upacara kurban menjadi mahakuasa. Orang yang bisa mengenal Brahman dalam upacara kurban berarti mengenal dan menguasai alam semesta. Sedangkan dalam Upanisad, Brahman adalah penyebab adanya atau yang menjadikan dunia. Hanya Brahman yang dianggap nyata dan bebas.19 Dalam Weda Samhita, Atman diartikan jiwa, nafas, atau pribadi. Sedangkan dalam kitab-kitab Brahmana, Atman diartikan sebagai pusat jasmani dan rohani manusia. Dalam kitab Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 19-20. Harun Hadiwijoyo, Agama …, hlm. 20. 18 Harun Hadiwijoyo, Sari Filsafat India (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), hlm. 22-24. 19 Harun Hadiwijoyo, Sari …, hlm. 24-25. 16 17 5 Upanisad dikatakan yang paling penting adalah nafas (atman). Dengan demikian artinya bahwa atman adalah hakikat manusia yang sesungguhnya. Atman adalah subjek yang permanen. Jika demikian jelaslah bahwa Brahman sama dengan Atman. Karena di dalam Atman, Brahman menjadi imanen (yang tak terbatas menjadi terbatas). Ada dua istilah, Tat twam asi, yang artinya itu (Brahman) adalah kamu, dan Aham Brahma asmi, yang artinya Aku adalah Brahman.20 Pada zaman ini juga muncul istilah karma. Karma artinya perbuatan (kurban). Berkat yang diberikan oleh para dewa tergantung dari pekerjaan yang dilakukan manusia dalam kurban. Namun, golongan Wanaprastha dan Sanyasi menolak pendapat ini. Kedua golongan ini mengatakan bahwa berkat dari dewa tergantung dari setiap perbuatan manusia. Orang akan mengalami yang baik jika ia melakukan yang baik, dan mengalami yang jahat jika ia melakukan yang jahat. Hal inilah yang dimaksud dengan karma. Ajaran tentang karma ini membuat munculnya ajaran tentang samsara. Samsara adalah ajaran tentang perputaran kelahiran (dilahirkan, hidup, mati, dilahirkan lagi, hidup, mati, dan seterusnya tiada putusputusnya). Samsara berlaku untuk manusia, segala makhluk, dan bahkan dewa-dewa. Manusia ada Samsara karena ada keinginan. Untuk lepas dari keinginan maka manusia harus mengenal dirinya sendiri. Jika orang tahu akan dirinya sebagai “Aku ini” ia akan bebas dari mati. Dalam Upanisad manusia sampai kepada pantheisme. Tuhan ada di dalam segala sesuatu, dan manusia pada hakikatnya adalah Tuhan.21 20 21 Harun Hadiwijoyo, Sari …, hlm. 25-26. Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm.22-23. 6 Bibliografi Cornford, Francis MacDonald. From Religion to Philosophy. USA: Princeton University Press, 1991. Hadiwijoyo, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985. ……….. . Sari Filsafat India. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979. Keene, Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius, 2006. Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. 7