Academia.eduAcademia.edu

MASA DEPAN SARJANA HUKUM KITA

Naskah pidato Orasi Ilmiah dalam Sidang Senat Terbuka, Wisuda ke XXVI Program Sarjana dan Magister Hukum, IBLAM Law School, 12 Agustus 2023

MASA DEPAN SARJANA HUKUM KITA Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, SH. MH1 Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullah wabarakatuh Yang terhormat Ketua dan segenap anggota senat Akademika STIH IBLAM, Ketua STIH IBLAM, Ketua Yayasan LPIHM IBLAM, Kepala LLDIKTI Wilayah III Jakarta, para Wisudawan/Wati serta para undangan dan hadirin sekalian. Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, maka izinkan saya menghaturkan terima kasih dalam Sidang Senat Terbuka dengan Agenda Wisuda Sarjana dan Magister ke XXVI yang terhormat ini diundang untuk dapat menyampaikan orasi ilmiah dihadapan para hadirin yang saya hormati sekalian. Orasi Ilmiah yang hendak saya sampaikan berjudul “Masa Depan Sarjana Hukum Kita”. Masa depan merupakan sesuatu yang menarik dipertanyakan dikarenakan dapat melahirkan dua pertanyaan yang penting yaitu, apakah kita dapat memandang masa depan dengan optimis, atau justru pesimis. Suatu sikap yang optimis akan disadari apabila mengetahui bahwa kekuatan kita jauh lebih kuat daripada tantangan yang dihadapi, sedangkan sebaliknya, kita akan bersikap pesimis ketika diketahui bahwa ternyata kemampuan yang kita miliki ternyata belum cukup untuk menghadapi tantangan di masa mendatang. Terlepas dari apapun kesimpulannya nanti, pemetaan terhadap tantangan masa depan menjadi 1 Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta 1 hal yang penting karena akan terus mendorong kita untuk memiliki tekad memperkuat kapasitas diri kita. Orasi ilmiah saya ini dimaksudkan untuk mampu menjawab bagaimana dengan masa depan sarjana hukum kita?. Pertanyaan utama tersebut akan mampu dijawab apabila kita mampu menjawab dua pertanyaan pendahuluan yaitu, tantangan apa yang akan dihadapi sarjanan hukum kita ke depan? dan Hal-hal apa sajakah yang perlu diantisipasi bagi para sarjana hukum kita?. Dengan demikian beberapa pertanyaan tersebut merupakan pijakan bagi saya menguraikan orasi ilmiah ini. Para hadirin dan para Wisudawan/wati yang saya hormati. Apabila merunut waktu, usia pendidikan hukum di Indonesia telah berjalan lebih dari satu abad.2 Opleidingsschool voor de Inlandsche Rechtskundigen tercatat merupakan bentuk pertama lembaga pendidikan hukum di Indonesia yang berkedudukan yang setara dengan pendidikan menengah. Sekolah ini didirikan dengan maksudkan untuk mendidik pegawai pemerintah Hindia Belanda agar memahami dan memiliki ketrampilan berhukum.3 Pada tahun 1922, Opledingsschool berubah nama menjadi Rechtsschool. Lembaga pendidikan hukum ini bertahan sampai dengan 18 Mei 1928, kemudian dibubarkan. Sebelumnya, lembaga pendidikan ini telah tidak menerima siswa baru sejak tahun 1925. Sebagai gantinya, pada tanggal 28 Oktober 1924 lembaga pendidikan tinggi hukum 2 Dari sisi historis, pendidikan hukum di Hindia Belanda dimulai pada tanggal 26 Juni 1909 dengan didirikannya opleidingsschool voor Inlandsche Rechtskundigen. [Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Raja Gra ndo Persada, 1995, hlm. 145] 3 Diundangkan menurut Stb.No. 93/1909 Sedangkan pendidikan tinggi hukum itu sendiri baru diselenggarakan mulai tahun 1924, berdasarkan Hooger Onderwijs-Ordonnantie (Ordonansi Pendidikan Tinggi), Stb. No. 457/1924 2 didirikan dengan nama Rechtshoogesschool.4 Sekalipun pada mulanya penyelenggaraan pendidikan hukum lebih berorientasi pada hal-hal yang pragmatis, namun demikian sejarah telah mencatat bahwa lulusan pendidikan hukum dan pendidikan tinggi hukum ini tidak hanya memiliki pemahaman dan kemahiran berhukum, tetapi juga mampu memberikan konstribusi pemikiran dan melahirkan semangat nasionalisme, terhadap kemerdekaan Indonesia. Mereka yang telah belajar hukum ini, baik pada Rechtsschool/Rechtshoogesschool maupun yang berkesempatan melanjutkan pendidikan tinggi hukum di Belanda, telah menjadi peletak Indonesia sebagai Negara merdeka yang berkarakterkan negara (hukum) modern.5 Setelah lebih dari satu abad, pendidikan tinggi hukum (Indonesia) berjalan dengan problematika keilmuan yang memunculkan berbagai spekulasi penilaian yang berbeda-beda. Disatu sisi, menilai bahwa pendidikan tinggi hukum telah berusaha untuk menjawab berbagai tantangan zaman yang terus berkembang sehingga melahirkan corak pendidikan tinggi hukum yang sedikit banyak berbeda dibandingkan dengan pendidikan hukum yang konvensional, dan ini dianggap sebagai keniscayaan (conditio sine qua non).6 Sementara kelompok yang lain menilai bahwa perkembangan pendidikan tinggi hukum telah melacurkan diri 4 Gubernur Jenderal D. Fock pada tanggal 9 Oktober 1924 menetapkan Reglement van de Rechtshoogeschool (Reglemen Sekolah Tinggi Hukum), Stb. No. 457/1924 dan dinyatakan berlaku efektif pada saat dibukanya Rechtshoogesschool (disingkat RHS) 5 Dalam pandangan Max Weber, salah satu ciri negara modern dari perspektif hukum adalah sifat saling mengada. Artinya, hukum modern hanya bias dilahirkan oleh Negara modern. Sebaliknya, Negara modern hanya dapat bertahan dan dipertahankan dengan berinstrumentkan hukum modern. [David M. Trubek, Max Weber on Law and the Rise of Capitalism, Faculty Scholarship Series. 4001, 1972), hlm 221] 6 Sejatinya, perkembangan ilmu hukum sendiri tidaklah bersifat statis, demikian juga perkembangan paradigm hukum. Reaksi terhadap positivism hukum dengan corak pemikiran sociological jurisprudence, legal realism, critical legal studies dengan berbagai variannya, serta lahirnya legal postmodernism, menandakan dinamika pemikiran hukum yang tidak pernah stagnan diantara ahli hukum. Demikian juga, munculnya paradigma post positivism, critical paradigm, dan constructivism paradigm, merupakan bukti lain dari perkembangan ilmu hukum. [Norman K. Dezin, Yvanna S. Lincoln Handbook of Qualitative Research, (London: Sage Publications, 1996) hlm 22-23] 3 menjadi pendidikan sosial, dengan pendekatan dan metode ilmu-ilmu sosial, dan oleh karenanya perlu dilakukan reorientasi.7 Apabila merujuk evaluasi yang dilakukan oleh berbagai Guru Besar Ilmu Hukum, ternyata tujuan pendidikan hukum tidak otonom, Tujuan dari pendidikan hukum sangat bergantung pada apa yang dikehendaki oleh suatu pemerintahan ataupun kondisi yang spesi k berlaku di Indonesia.8 Namun demikian bila dilihat dari lulusan yang dihasilkan oleh fakultas hukum, berbagai tujuan pendidikan hukum tidak berpengaruh secara signi kan. Terlepas berbagai beberapa pandangan tersebut, pendidikan tinggi hukum memiliki peran yang penting dalam pencapaian tujuan negara. Saat ini, pendidikan tinggi hukum yang diasosiasikan sebagai fakultas hukum merupakan salah satu fakultas yang paling banyak didirikan di Indonesia. Hingga tahun 2018 telah ada 330 pendidikan tinggi hukum yang terdiri dari 306 fakultas dan 24 sekolah tinggi. Menurut perhitungan, jika masing-masing setiap tahun meluluskan 100 orang, maka dalam setiap tahun ada 13.000 sarjana hukum di Indonesia.9 Jumlah sesungguhnya saat ini tentu lebih besar lagi karena penerimaan mahasiswa baru setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, dikarenakan faktanya ada fakultas hukum yang menerima 700-an mahasiswa baru. maka, sebagai produsen Sarjana Hukum, tentu ukuran paling relevan terhadap keberhasilan pendidikan tinggi hukum adalah apakah lulusan itu memiliki peran positif bagi perkembangan bidang hukum. 7 Dari sekian banyak ilmuwan, yang gelisah dengan arus perkembangan ilmu hukum yang demikian adalah Peter Mahmud Marzuki. Dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum, secara panjang lebar menguraikan argumentasinya tentang arah pendidikan hukum yang telah terkontaminasi dengan ilmu sosial padahal (diargumentasikan) ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki karakter sebagai sui generis. [Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 1-39]. Sejajar dengan itu, argument Marzuki juga diamini oleh Titon [Titon Slamet Kurnia, Sri Harini Dwiyatmi, Dyah Hapsari Prananingrum, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah Orientasi, (Fakultas Hukum UKSW, Salatiga, 2009), hlm. 7-36] 8 Hikmahanto Juwana, Reformasi Pendidikan Hukum di Indonesia, (Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol 35 No. I, Januari- Maret 2005), hlm 2 9 Mardjono Reksodiputro, Menyelaraskan Pendidikan Tinggi Hukum Indonesia dengan Arah Pembangunan, Makalah disampaikan pada ulang tahun ke-15 Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, tanpa tahun. 4 Oleh karena itu tidak salah jika ada gugatan terhadap eksistensi dan peran pendidikan tinggi hukum jika melihat kondisi hukum di Indonesia yang belum banyak berubah, apalagi dihadapkan dengan hadirnya Revolusi Industri 4.0 atau The Fourth Industrial Revolution (4IR) yang tidak dapat dipungkiri merupakan konsep yang secara luas kerap diperbincangkan.10 Pembicaraan secara mendunia oleh berbagai kalangan khususnya para ekonom mengambil suatu kesimpulan terkini menyambut bergulirnya 4IR ditenggarai akan mendorong perubahan besar terhadap masa depan pendidikan khususnya dalam mempercepat peningkatan kemampuan berinovasi.11 Para hadirin dan para Wisudawan/wati yang saya hormati. Berdasarkan gambaran-gambaran di muka, maka tantangan yang dihadapi masa mendatang adalah iklim kompetitif sarjana hukum yang jauh lebih tinggi di bandingkan dari dekade-dekade sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh tiga hal yaitu, pertama, pergerakan peran materi hukum sebagai sarana stimulus (liberalization), kedua, tendensi penurunan biaya jasa hukum konvensional (the more for less problem) dan ketiga, perkembangan sarana yang mendukung sistem sosial yang berkarakter hyper-koneksitas (the hyper connectivity society). 10 Indikator yang sering digunakan oleh publik untuk menilai kondisi hukum di Indonesia adalah berbagai survey yang menghasilkan indeks korupsi dan membuat ranking lembaga-lembaga negara. Tahun 2013, survey Transparansi Internasional menunjukkan skor indeks korupsi Indonesia adalah 32 (nilai tertinggi 100) dan menempati peringkat 144 dari 177 negara. Sementara itu KPK mengeluarkan hasil survey yang menilai lembaga terkorup adalah kepolisian, DPR, dan pengadilan. Pada tahun 2012 Fitra mengeluarkan hasil analisis terhadap hasil Audit BPK yang menunjukkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga yang paling berpotensi korupsi dan merugikan keuangan negara hingga Rp.5,4 triliun. Pada tahun 2013 Indonesian Legal Rountable merilis hasil penelitian yang menunjukkan skor persepsi negara hukum Indonesia hanya 4,53 dari skala 1 - 10, serta skor independensi kekuasaan kehakiman hanya 4,72. [Muchamad Ali Safaat, Standarisasi Pendidikan Tinggi Hukum, Makalah pada Konferensi Nasional Pendidikan Tinggi Hukum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Trunojo, 31 Oktober 2014. hlm 3] 11 World Economic Forum, “Realizing Human Potential in the Fourth Industrial Revolution – An Agenda for Leaders to Shape the Future of Education, Gender and Work” (paper, World Economic Forum, Geneva, 2017). 5 Terhadap sumber tantangan yang pertama itu dilahirkan dari segi perkembangan materi hukum kita. Di masa depan akan ada kecenderungan mereformulasi bentuk materi hukum yang mampu mengorientasikan dirikan kepada misi (mission-driven).12 Pandangan ini akan semakin menjadi arah perencanaan materi hukum ke depan disebabkan sistem sosial yang juga semakin bergerak kearah hyper-connecivity, yaitu sistem sosial yang berorientasi pada misi dan inovasi. Sedangkan paradigma klasik yang meletakan materi hukum sebagai patron-patron dalam bertindak (rule-driven) menjadi jauh ditinggalkan.13 Sehingga isu tentang rasionalisasi regulasi akan terus berkembang hingga menemukan titik kesimbangan antara regulasi yang dianggap sebagai sarana membatasi berjalan seimbang dengan regulasi sebagai sarana stimulasi (pembebasan). Terhadap sumber tantangan yang kedua, sesungguhnya merupakan dari segi sumber daya manusia kita. Jumlah sarjana hukum yang meningkat setiap tahunnya jelas akan meningkatkan daya saing antar para sarjana hukum. di tambah dalam perkembangan satu dekade belakangan, Teknologi mulai memainkan peran yang lebih dalam pemberian jasa (legal service) kepada para pihak yang membutuhkan. Peran teknologi yang demikian masif mengakibatkan preferensi pengguna jasa hukum akan beralih kepada produk-produk jasa hukum berbasiskan teknologi dikarenakan sebagian kini peran sarjana hukum mulai tergantikan.14 Kemampuan penulusuran literatur dan sumber hukum yang pada 2-3 dekade lalu hanya dimiliki para sarjana hukum, namun masa kini telah digantikan pada berbagai sistem informasi dokumen hukum yang membuat pengguna jasa hukum mendapatkan informasi tersebut tanpa membutuhkan seorang sarjana hukum lagi. Sarjana hukum hanya diperlukan ketika literatur 12 Susskind, Richard. Tomorrow's lawyers: An introduction to your future. Oxford University Press, 2023. 13 Brescia, Raymond H., Walter McCarthy, Ashley McDonald, Kellan Potts, and Cassandra Rivais. "Embracing disruption: How technological change in the delivery of legal services can improve access to justice." Alb. L. Rev. 78 (2014): 553. 14 Appelbaum, Richard P. "The future of law in a global economy." In Commercial Law in East Asia, pp. 3-24. Routledge, 2017. 6 dan/atau sumber hukum telah ditemukan perlu untuk mendapatkan penjelasan mengenai normanya. Namun bahkan terkini, berbagai penjelasan tersebut bahkan sudah tersedia di berbagai sistem informasi yang menyediakan hal tersebut. Kondisi melahirkan apa yang di kemukakan Richard Susskind bahwa di masa depan, biaya jasa hukum akan semakin kompetitif apabila tidak mau menyebut murah. Kondisi inilah yang biasa disebut sebagai the more for less problem, yaitu situasi dimana tuntutan adanya pemberian jasa hukum yang memiliki ruang lingkup yang luas dengan harga yang lebih murah.15 Hal ini disebabkanya perkembangan materi hukum yang semakin memiliki konekti tas dan perubahan kebijakan seperti pergeseran red light legal policy ke green light legal policy. Pergeseran ini mengakibatkan biaya jasa hukum menjadi semakin murah yang juga berakibat adanya kompetisi kreati tas sarjana hukum dimasa mendatang untukm tidak hanya bergerak di bidang jasa, namun juga produk hukum semakin berkembang dewasa ini. Terhadap sumber tantangan yang ketiga, sesungguhnya merupakan tantangan yang didorong oleh perkembangan teknologi dan informasi. Perkembangan teknologi dan informasi mengakibatkan perkembangan kebiasaan pemberian jasa hukum. perkembangan teknologi dan arus informasi mengakibatkan pemberian jasa hukum ditafsirkan dengan produk teknologi itu sendiri. Seperti misalnya dahulu banyak sarjana hukum diperlukan untuk melakukan inventaris dan mengindenti kasi sumber hukum untuk keperluan bisnis atau pemerintahan, namun kini masalah itu dipecahkan dengan berbagai sistem informasi hukum yang mampu menemukan aturan yang terkonsolidasi maupun memetakan sumber hukum berdasarkan isu hukum yang diatur. Perkembangan teknologi ini jelas memberikan kemudahan dalam studi hukum ketika seseorang menempuh pendidikan hukum. Namun akan menjadi 15 Knake, Renee Newman. "Democratizing the delivery of legal services." Ohio St. LJ 73 (2012): 1. 7 kompetitor ketika terjun dalam profesi hukum.16 Pada akhirnya tantangan ini akan melahirkan berkembangnya produk-produk teknologi yang berfungsi sebagai pemberi jasa hukum. Namun, dibalik itu semua kemampuan sarjana hukum menciptakan hal yang demikian ini akan mengakibatkan tumbuhnya berbagai pekerjaan baru seperti misalnya legal knowledge engineer, legal technologist, legal process analysist, legal data scientist, legal risk manager atau Praktisi Online Dispute Resolution (ODR). Para hadirin dan para Wisudawan/wati yang saya hormati. Beberapa tantangan sebagaimana diuraikan di muka jelas akan mempengaruhi cara berhukum para sarjana hukum kita. Istilah berhukum yang saya maksud disini adalah bagaimana membuat dan menegakkan hukum. Pembuatan dan penegakkan hukum di masa depan akan mengalami paradigma jauh lebih “industrialis”. Paradigma ini akan membawa aspek positif yaitu dekolonialisasi materi-materi dan prosedur-prosedur hukum namun disisi lain juga bisa berimbas kepada desakralisasi prinsip-prinsip rule of law menjadi rule by law. Para sarjana hukum kita di masa mendatang perlu memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal yang mumpuni. Dua kemampuan tersebut adalah kemampuan beradaptasi dan kemampuan berkolaborasi. Kemampuan beradaptasi bukanlah kemampuan yang sporadis, melainkan dengan perencanaan. Setiap sarjana hukum kita harus mampu mengenali dan memetakan persoalan-persoalan di masyarakat sehingga dapat memetakan dan merencanakan bagaimana seorang sarjana hukum bersikap, berkarir, dan menciptakan inovasi dalam karirnya. Kemampuan adaptasi akan memerlukan kemampuan penguasaan teknologi, informasi dan bahasa asing. Penguasaan terhadap ketiganya akan memudahkan untuk menuju kemampuan berikutnya yaitu berkolaborasi. Saat ini kolaborasi 16 Ibnu Sina Chandranegara, Masa Depan Pendidikan hukum & Pendidikan Hukum di Masa Depan, dalam Ibnu Sina Chandranegara dan Lut i Marfungah (eds), Hukum Indonesia di Masa Depan, Jakarta: Radjawali Press, 2021 8 adalah salah satu cara yang signi kan dalam meningkatkan derajat kemampuan akademik dan praktis, jenjang karir, jaringan (networking), dan peningkatan nilai. Kemampuan kolaborasi juga akan meningkatkan daya saing bagi seorang sarjana hukum kita di masa depan. Seringkali dalam perkuliahan-perkuliahan saya memberikan suatu situasi paradoks yang terjadi kekinian dalam profesi hukum kita kini yaitu, seorang sarjana hukum ketika menjalankan studinya, ia akan di didik untuk bekerja secara orisinil, berupaya menulis karya ilmiah sesuai dengan kemandirian berpikir dengan patron metode riset yang telah baku, namun di dalam praktik dunia kerja, seorang sarjana hukum justru di didik untuk bekerja sesuai batas-batas yang telah ditentukan apabila tidak mau disebut menjiplak. Hal ini menunjukan bahwa ada selalu kesenjangan antara bagaimana seharusnya dengan bagaimana senyatanya khususnya dalam bagaimana praktik hukum. Kondisi ini merupakan kenyataan yang perlu disadari sebagai tantangan yang harus dihadapi. Namun, bukan berarti pula kondisi ini menjadikan sikap kita dalam berhukum menjadi skeptis. Dikarenakan tantangan ini juga menjadikan para sarjana hukum kita menemukan cara untuk meminimalisir deviasi penerapan hukum dan de sit kesadaran hukum akibat minimnya pemahaman materi-materi hukum yang terkini mengalami kovergensi antar sistem hukum lainnya.17 Para hadirin dan para Wisudawan/wati yang saya hormati. Pada akhir orasi saya ini, saya ingin berpesan kepada para wisudawan dan wisudawati untuk tetap optimis menghadapi tantangan zaman. Setiap orang ada zamannya dan setiap zaman ada orangnya. Postulat ini memberikan keyakinan kepada kita bahwa waktu akan menentukan relevansi kita. Hukum di masa-masa seperti ini sedang mengalami masa transformasi bentuk-bentuk hukum menjadikan kita semua harus memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dan 17 Ramli, Ahmad M. "Dinamika Konvergensi Hukum Telematika dalam Sistem Hukum Nasional." Jurnal Legislasi Indonesia 5, no. 4 (2018): 1-11. Ramadhan, Choky. "Konvergensi Civil Law dan Common Law di Indonesia dalam Penemuan dan Pembentukan Hukum." Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 30, no. 2 (2018): 213-229. 9 membuka sebesar-besarnya untuk berkolaborasi. Terlepas daripada itu tingkat kesarjanaan maupun master yang diemban harus tidak menghentikan dahaga saudara-saudara sekalian menuntut ilmu. Karena ilmu mumpuni yang disertai budi pekerti yang baik akan menjadikan kita tetap relevan ditengah-tengah perkembangan zaman. Teruntuk kepada orang tua, suami/istri, anak/kerabat dari para wisudawan dan wisudawati saya mengucapkan selamat atas direngkuhkan derajat keilmuan yang membanggakan ini. Dukungan yang tiada henti kepada para wisudawan/wisudawati selama menempuh studi merupakan faktor yang menentukan atas pencapaian yang rengkuh. Untuk selanjutnya, Dukungan dari bapak/ibu keluarga wisudawan/wati setelah prosesi wisuda ini merupakan hal yang juga sama pentingnya sama seperti saat para wisuda/wati menempuh studinya, karena tantangan dalam karir yang hendak dibangun akan jauh lebih berat dibandingkan saat studi ilmu hukum baik pada tingkat sarjana maupun pada tingkat magisternya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT jua kita memulangkan segala persoalan. Semoga Dia senantiasa memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Billahi sabilil haq fastabiqul khairaat Wassalamualaikum Wr. Wb Jakarta, 12 Agustus 2023 Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, SH. MH 10