BAB 2 (2)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Review Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Deviana dan Giantari (2016) yang penelitian tersebut bertujuan untuk


menjelaskan pengaruh shopping lifestyle dan fashion involement terhadap impulse
buying behavior masyarakat di Kota Denpasar. Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang responen. Data yang digunakan
dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan menggunakan
skala 5 likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
koefisien determinasi dan hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
shopping lifestyle dan fashion imvolement berpengaruh terhadap impulse buying
behavior masyarakat di Kota Denpasar.
Gumilang dan Nurcahya (2016) yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Price Discount dan Store Atmosphere terhadap Impulse Buying di
Matahari Department Store Cabang Denpasar. Penelitian ini berbentuk asosiatif
dan dilakukan di Matahari Department Store Cabang Denpasar. Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 128 orang. Teknik analisis data menggunakan koefisien
determinasi dan hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hipotesis
diterima. Price Discount memiliki pengaruh terhadap Impulse Buying, Store
Atmosphere memiliki pengaruh terhadap Impulse Buying.
Dananjaya dan Suparna (2016) yang penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana pengaruh availability of money, availability of time dan
fashion involvement terhadap hedonic tendency terhadap impulse buying
pelanggan produk fashion di Mall Bali Galeria. Pengumpulan data pada penelitian
ini menggunakan kuisioner. Jumlah sampel sebanyak 125 responden. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis koefisien determinasi dan hipotesis.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa availability of money, availability of time,
dan fashion involvement, hedonic tendency berpengaruh signifikan dan positif
terhadap impulse buying.

7
8

Umboh et al., (2018) yang tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement dan Sales Promotion terhadap
Impulse Buying Behavior Konsumen Wanita di MTC. Jenis Penelitian ini adalah
penelitian asosiatif dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Populasi dan
sampel dalam penelitian ini adalah konsumen wanita. Teknik analisis data yang
digunakan adalah koefisien determinasi dan hipotesis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial Shopping Lifestyle tidak berpengaruh
signifikan terhadap Impulse buying behavior Konsumen Wanita MTC Manado.
Secara parsial Fashion Involvement tidak berpengaruh signifikan terhadap
Impulse buying behavior Konsumen Wanita MTC Manado. Secara parsial Sales
Promotion berpengaruh signifikan terhadap Impulse buying behavior Konsumen
Wanita MTC Manado dan Secara simultan Shopping Lifestyle, Fashion
Involvement dan Sales Promotion berpengaruh signifikan terhadap Impulse
buying behavior Konsumen Wanita MTC Manado.
Hidayat dan Tryanti (2018) yang penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh Fashion Involvement dan Shopping Lifestyle
terhadap Impulsive Buying Mahasiswa Politeknik Negeri Batam. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif yang melibatkan 85 mahasiswa jurusan
Manajemen Bisnis sebagai responden. Pengumpulan data dilakukan dengan
penyebaran kuesioner. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan metode
analisis linier berganda. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa
variabel Fashion Involvement memiliki pengaruh negatif tetapi signifikan
terhadap Impulsive Buying dan variabel Shopping Lifestyle memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap Impulsive Buying. Sedangkan hasil penelitian
secara simultan menunjukkan bahwa kedua variabel bebas memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap Impulsive Buying.
Dhurup (2014) yang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
hedonis, keterlibatan dan kepuasan emosional terhadap perilaku pembelian
impulsif di antara kelompok universitas. Studi ini terletak dalam paradigma post-
positivis menggunakan metode kuantitatif. Sampel penelitian ini sebanayak 385
siswa yang dipilih secara acak yang terdaftar pada tahun 2013 dari sebuah
Universitas di Selatan Afrika. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga konstruk laten
9

independen, yaitu hedonis, keterlibatan dan kepuasan emosional berkorelasi


positif dengan perilaku pembelian impulsif di antara kelompok universitas.
Namun, hanya kepuasan emosional dan keterlibatan mode adalah prediktor
signifikan perilaku pembelian impulsif.
Khan et al., (2016) yang tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh faktor demografis (jenis kelamin) dan faktor situasional dan pribadi
terhadap impulse buying (perilaku pembelian impulsif). Sebuah kuesioner survei
diberikan untuk sampel yang nyaman dari 250 generasi Y konsumen pakaian
fashion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor demografis (jenis kelamin)
memiliki dampak paling kuat pada perilaku pembelian impulsif, diikuti oleh
faktor situasional dan pribadi. Temuan yang menarik adalah faktor demografi
(pendapatan); faktor situasional (pengaruh sosial) dan faktor pribadi (ekstraversi)
tidak merangsang perilaku pembelian impuls Generasi Y. Temuan ini
memungkinkan pemasar global untuk mengembangkan strategi segmentasi pasar
yang efektif.
Khuong dan Tran (2015) yang penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi langsung dan efek tidak langsung dari variabel intrinsik
konsumen pada impulse buying pelanggan terhadap produk-produk fashion di Ho
Chi Minh Kota, Vietnam. Data adalah dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner struktur dari 355 responden di empat mal mode paling terkenal di Ho
Chi Minh Kota. Regresi Berganda dan Analisis Jalur diterapkan sebagai metode
utama untuk menguji hipotesis penelitian. Akibatnya, ini studi menemukan
dampak langsung dari kebutuhan konsumen akan keunikan dan tingkat stimulasi
optimal pada pembelian impulsif saat hedonis pembelian tidak mengurangi
pengaruh pengeluaran sendiri konsumen kontrol dan kesadaran kebaruan mode
pada pembelian impulsif tingkah laku.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Pemasaran
2.2.1.1. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler dan Keller (2016:8) pemasaran adalah suatu proses
sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
10

menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dengan pihak


lain. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan
pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan
pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan (Kotler dan
Keller, 2016:10).
Menurut Harper et al., (2015:4) bahwa pemasaran adalah suatu
proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang
memungkinkan indidvidu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk
mengembangkan hubungan pertukaran.
Menurut Stanton (2015:7) pemasaran adalah suatu sistem total dari
kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang memuaskan
keinginan dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun konsumen
potensial.
Definisi di atas dapat dipahami bahwa pemasaran adalah suatu
proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan melalu penciptaan, penawaran dan pertukaran
(nilai) produk dengan pihak lain, dimana hal ini juga diharapkan mampu
memberikan kepuasan kepada pelanggannya.

2.2.1.2. Pengertian Strategi Pemasaran


Menurut Assauri (2010:15) strategi pemasaran adalah serangkaian
tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada
usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada
masingmasing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai
tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan
persaingan yang selalu berubah.
Menurut Swastha dan Handoko (2010:61) menyatakan bahwa setiap
perusahaan menjalankan strategi pemasaran untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Ada tiga tahap yang ditempuh perusahaan untuk menetapkan
strategi pemasaran, yaitu: (1) memilih konsumen yang dituju, (2)
11

mengidentifikasi keinginan konsumen, dan (3) menentukan bauran


pemasaran.
Menurut Tjiptono (2014:133) bahwa strategi pemasaran merupakan
suatu manajemen yang disusun untuk mempercepat pemecahan persolalan
pemasaran dan membuat keputusankeputusan yang bersifat strategis.
Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat
penyusunan strategi pada level yang berbeda. Pemasaran merupakan
fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal,
padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap
lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasaran memainkan peranan
penting dalam pengembangan strategi.
Dari pengertian di atas struktur manajemen pemasaran strategis
menggambarkan masukan yang digunakan perusahaan untuk
mengidentifikasi dan memilih strategi. Masukan tersebut diperoleh melalui
analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Kekuatan-kekuatan
lingkungan makro yang utama meliputi :demografi, teknologi, politik,
hukum dan sosial budaya yang mempengaruhi bisnis. Disamping itu perlu
selalu memonitor pelaku-pelaku lingkungan mikro yang utama yaitu :
pelanggan pesaing, saluran distribusi, pemasok, pendatang baru dan
produk pengganti yang akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
memperoleh laba dipasar sasaran.
2.2.2. Shopping Lifestyle
2.2.2.1. Pengertian Lifestyle
Menurut Kotler dan Keller (2016:37) gaya hidup adalah pola hidup
seseorang di dunia yang diekspresikan dalam suatu aktivitas, minatdan
opininya. Gaya hidup menggambarkan diri seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Gaya hidup juga menggambarkan tentang seluruh
pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi. Japarianto dan Sugiharto
(2011) menyatakan bahwa gaya hidup berbelanja adalah ekspresi tentang
lifestyle dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial.
Cara kita berbelanja akan mencerminkan status, martabat, dan kebiasaan.
12

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam


aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri
untuk merefleksikan status sosialnya, dikutip dari situs
www.jakartaconsulting.com. Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang,
yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya dan memanfaatkan
waktu yang dimilikinya. Gaya hidup berbeda dengan kepribadian.
Kepribadian lebih menggambarkan karakteristik terdalam yang ada pada
diri manusia. Sering disebut juga sebagai cara seseorang berfikir, merasa
dan berpersepsi. Walaupun kedua konsep tersebut berbeda, namun gaya
hidup dan kepribadian saling berhubungan.

2.2.2.2. Pengertian Shopping Lifestyle


Prastia (2013) mendefinisikan shopping lifestyle sebagai gaya hidup
konsumen pada kategori fashion yang menunjukkan sikapnya terhadap
merek, pengaruh dari iklan dan kepribadian. Lalu menurut Zablocki dan
Kanter dalam Japarianto dan Sugiharto (2011) shopping lifestyle mengacu
pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang
bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi,
shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk
mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai
produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan
kategori serupa.
Menurut Betty Jackson dalam Japarianto dan Sugiharto (2011)
mengatakan shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam
berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial. Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping lifestyle
merupakan cara seseorang untuk menggunakan waktu dan uang untuk
membeli berbagai macam produk yang mencerminkan perbedaan status
sosial.
2.2.2.3. Indikator Shopping Lifestyle
Kasali (2010:12) menyatakan bahwa indikator shopping lifestyle
sebagai berikut :
13

1. Aktivitas
Aktivitas adalah tindakan yang nyata seperti menonton suatu
medium, berbelanja di toko, atau menceritakan kepada tetangga
mengenai pelayanan yang baru. Aktivitas ini dapat berupa kerja,
hobi, acara sosial, liburan, hiburan, keanggotaan perkumpulan,
jelajah internet, berbelanja, dan olahraga. Aktivitas konsumen
merupakan karakteristik konsumen dalam kehidupan sehari-
harinya.
2. Interest
Interest (minat) merupakan objek peristiwa, atau topik dalam
tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus-
menerus kepadanya. Minat merupakan apa yang konsumen anggap
menarik untuk meluangkan waktu dan mengeluarkan uuang. Minat
merupakan faktor pribadi konsumen dalam mempengaruhi proses
pengambilan keputusan. Minat terdiri dari keluarga, rumah,
pekerjaan, komunitas, rekreasi, pakaian, makanan, media, prestasi.
3. Opinion
Opinion adalah jawaban lisan atau tertulis yang orang berikan
sebagai respons terhadap suatu stimulus. Opini merupakan
pendapat dari setiap konsumen yang berasal dari pribadi mereka
sendiri. Opini dapat berasal dari diri konsumen sendiri, isu sosial,
politik, bisnis, ekonomi, pendidikan, produk, masa depan, dan
budaya. Opini digunakan untuk mendeskripsikan penafsiran,
harapan, dan evaluasi seperti kepercayaan mengenai maksud
oroangn lain, antisipasi sehubungan dengan peristiwa masa datang,
dan penimbangan konsekuensi yang memberi ganjaran atau
menghukum dari jalannya tindakan alternatif.

2.2.3. Fashion Involvement

2.2.3.1. Pengertian Involvement


Involvement adalah status motivasi yang menggerakkan dan
mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka
14

membuat sebuah keputusan. Jika involvement suatu produk tinggi maka


seseorang akan mengalami tanggapan pengaruh yang lebih kuat seperti
emosi dan perasaan yang kuat (Setiadi, 2011:32).
Zaichkowsky dalam Japarianto dan Sugiharto (2011:85)
mendefinisikan keterlibatan sebagai hubungan seseorang terhadap sebuah
objek berdasarkan kebutuhan, nilai, dan ketertarikan. Lalu Mowen dan
Minor (2016:40) mendefinisikan keterlibatan sebagai sebagai pribadi yang
dirasakan penting dan atau keinginan konsumen terhadap disposisi barang,
ide, jasa, perolehan, dan konsumsi.
Celsi dan Olson dalam Japarianto dan Sugiharto (2011:77)
menyatakan bahwa selama keterlibatan konsumen tinggi, konsumen akan
memperhatikan informasi yang berhubungan dengan produk tersebut,
memberikan lebih banyak upaya untuk memahami produk tersebut dan
memfokuskan perhatian pada informasi produk yang terkait didalamnya.
Lalu Peter et al., (2009:84) mengemukakan keterlibatan adalah kondisi
motivasi yang memberi energi dan mengarahkan proses kognitif dan
afektif konsumen dan perilakunya saat mengambil keputusan.
Involvement adalah status motivasi yang menggerakkan dan
mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka
membuat sebuah keputusan. Jika involvement suatu produk tinggi maka
seseorang akan mengalami tanggapan pengaruh yang lebih kuat seperti
emosi dan perasaan yang kuat (Setiadi, 2015:32). Dengan demikian
involvement merupakan motivasi yang kuat dalam bentuk relevansi pribadi
yang sangat dirasakan dari suatu produk dan jasa dalam konteks tertentu.
Bahwasanya, keterlibatan meningkat pada kepentingan sesaat
terhadap produk konsumen yang terlibat dengan situasi tertentu atau dapat
terlibat dalam berbagai perilaku dibandingkan dengan mereka yang terlibat
rendah dengan situasi. Orang-orang lebih termotivasi untuk
mengalokasikan upaya kognitif yang diperlukan untuk mengevaluasi
manfaat sebenarnya dari suatu produk di bawah situasi keterlibatan yang
tinggi dari pada situasi keterlibatan yang rendah. Peter et al., (2009:84)
menyatakan bahwa keterlibatan merujuk pada persepsi konsumen
15

mengenai pentingnya dan relevansi pribadinya sebuah objek, peristiwa,


atau aktivitas. Konsumen terlibat dengan produk dan memiliki hubungan
personal denngan produk, jika dia memersepsikan bahwa sebuah produk
memiliki konsekuensi relevan secara personal.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, bahwa sebagian besar dari
literatur pemasaran memahami keterlibatan konsumen sebagai variabel
yang memungkinkan dan mengelompokkan konsumen ke dalam dua
kategori besar, yakni konsumen sangat terlibat dan rendah. Konsumen
sangat terlibat akan lebih mudah menerima rangsangan dari pesan iklan,
karena mereka akan diakuisisi sepanjang tahun. Banyaknya pengalaman
pribadi yang akan meningkatkan minat mereka terhadap produk
menyebabkan adanya kecenderungan untuk menerima informasi tentang
hal itu akan lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkat keterlibatan konsumen
dalam proses pengambilan keputusan pembelian telah mendapatkan
perhatian besar dalam literatur pemasaran umum baik untuk fungsi
mendorongnya maupun pengaruhnya terhadap sikap konsumen dan
perilaku.

2.2.3.2. Pengertian Fashion Involvement


Fashion involvement merupakan ketertarikan konsumen pada
kategori produk fashion yang didorong oleh kebutuhan dan ketertarikan
produk tersebut (Amiri et al., 2011). Involvement adalah keadaan motivasi
gairah atau kepentingan yang ditimbulkan oleh suatu stimulus tertentu atau
situasi dan ditampilkan melalui properti. Secara umum, keterlibatan
dikonseptualisasikan sebagai interaksi antara individu (konsumen) dan
objek (produk).
Mowen dan Minor (2005) menyebutkan keterlibatan adalah tingkat
kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang ditimbulkan oleh
sebuah rangsangan. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan,
konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan,
memahami dan mengelaborasi informasi tentang pembelian.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, bahwa dalam dunia pemasaran
fashion, fashion involvement mengacu pada tingkat ketertarikan dengan
16

kategori produk fashion (misalnya pakaian, sepatu, kerudung, dan


aksesoris). Fashion involvement mengacu pada sejauh mana seseorang
mendalami sejumlah konsep yang berhubungan dengan mode, termasuk
kesadaran, pengetahuan, minat dan reaksi.

2.2.3.3. Indikator Fashion Involvement


Peter et al., (2009:88) bahwa indikator fashion involvement adalah
sebagai berikut :
1. Relevansi diri instrinsik
Relevansi diri intrinsik adalah fungsi karakteristik konsumen dan
karakteristik produk, juga merupakan pengetahuan alat-tujuan.
a. Karakteristik konsumen
Karakteristik konsumen mencakup nilai dan tujuan hidup
seseorang, seperti: Konsep diri nilai-nilai dasar, tujuan dan
kebutuhan, sifat kepribadian dan keahlian. Konsumen
mendapatkan pengetahuan alat-tujuan melalui pengalaman
masa lalu dengan produk. Ketika mereka menggunakan sebuah
produk atau mengamati orang lain menggunakannya,
konsumen belajar bahwa atribut produk tertentu memiliki
konsekuensi yang membantu mencapai tujuan dan nilai
penting. Memiliki konsekuensi disukai dan tidak disukai.
Misalnya, (membuat teman terkesan, saya merasa nyaman dan
santai, terlalu banyak kesulitan saat menggunakan). Oleh
karena itu pengetahuan alat-tujuan disimpan dalam memori,
hal tersebut menjadi potensi sumber keterlibatan intrinsik.
Katakanlah jika pengetahuan tersebut diaktifkan dalam situasi
pengambilan keputusan, maka konsumen mengalami perasaan
relevansi personal atau keterlibatan dengan produk.
b. Karakteristik produk
Relevan adalah atribut produk berasosiasi dengan kosekuensi
fungsional (keuntungan dan risiko dugaan). Risiko dugaan
merupakan elemen penting dalam keterlibatan produk, karena
konsumen cenderung merasa terlibat dengan produk
17

berkonsekuensi negatif secara serius. Faktor produk lain yang


mempengaruhi sumber keterlibatan intrinsik adalah kenyataan
sosial dan komitmen waktu (membeli produk menyebabkan
munculnya rasa keterlibatan karena Anda berniat memilihnya
sejak lama).
2. Relevansi diri situasional
Relevansi diri situasional ditentukan oleh:
a. Aspek fisik
Saat itu dan lingkungan sosial mengaktifkan konsekuensi dan
nilai penting, kemudian membuat produk tersebut relevan.
Misalnya, sebuah tanda “diskon 50%” pada produk akan
mengaktifkan pikiran relevan dalam diri seseoorang yang
tertarik pada kegiatan tersebut (saya mendapatkan harga bagus
untuk produk ini). Dikarenakan banyak faktor lingkungan
berubah seiring waktu, maka relevansi diri situasional biasanya
mengaktifkan sementara hubungan alat tujuan antara produk,
konsekuensi dan nilai penting. Hubungan antara produk dan
konsekuensi personal mungkin hilang ketika situasinya
berubah. Sebagai contoh, keterlibatan seseorang dengan
pembelian produk tersebut mungkin hanya berlangsung selama
masa obral (promosi).
b. Aspek lingkungan sosial
Sosial dapat menciptakan relevansi diri situasional, misalnya
berbelanja dengan orang lain dapat membuat beberapa
konsumen lebih sadar diri daripada ketika berbelanja sendirian
(saya ingin membuat teman terkesan dengan selera gaya saya).
Pengamatan sejenak dalam lingkungan fisik, seperti
memperhatikan pajangan jendela toko, dapat mengaktifkan
pengetahuan alat-tujuan mengenai konsekuensi berkaitan
denngan produk tersebut yang dipajang (produk tersebut
terlihat bagus dipakai pada acara minggu depan).
18

2.2.4. Price Discount

2.2.4.1. Pengertian Price Discount


Kotler dan Keller (2016:93) discount adalah harga resmi yang
diberikan perusahaan kepada konsumen yang bersifat lunak demi
meningkatkan penjualan suatu produk barang atau jasa. Canon, et al.,
(2009:362) discount adalah pengurangan dari harga tercatat yang diajukan
penjual kepada pembeli yang apakah tidak melakukan fungsi pemasaran
tertentu atau melakukan fungsi pemasaran atau melakukan sendiri fungsi
itu.
Harga diskon adalah strategi promosi penjualan yang paling banyak
digunakan baik online maupun offline. Harga diskon adalah strategi
promosi penjualan berbasis harga di mana pelanggan kembali ditawarkan
produk yang sama dengan harga berkurang. Harga diskon dapat
ditawarkan sebagai pengurangan dalam hal persentase dari harga asli.
Diskon adalah pengurangan harga produk dari harga normal dalam periode
tertentu. Kotler dan Keller (2016:39), potongan harga adalah diskon
langsung dari harga untuk masing-masing produk yang dibeli selama
kurun waktu yang telah disebutkan.
Sutisna (2012:302) discount atau potongan harga adalah
pengurangan harga produk dari harga normal dalam periode tertentu.
Tjiptono (2014:166) discount merupakan potongan harga yang diberikan
oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas aktivitas tertentu
dari pembeli yang menyenangkan bagi penjual. Assauri (2010:49)
mengatakan bahwa discount merupakan potongan harga yang ada, dimana
pengurangan tersebut dapat berbentuk tunai atau berupa potongan yang
lain.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, bahwa penetapan harga diskon
menjadi modus operandi banyak perusahaan yang menawarkan produk dan
jasa sekaligus. Diskon menurunkan persepsi nilai sebuah penawaran.

2.2.4.2. Indikator Price Discount


Kotler dan Keller (2016:93) indikator price discount adalah sebagai
berikut:
19

1. Diskon
Diskon yaitu pengurangan harga bagi pembeli yang membayar
tagihannya tepat waktu. Pembeli bisa mendapatkan pengurangan
harga bila membayar dengan tepat waktu.
2. Diskon kuantitas
Pengurangan harga kepada mereka yang membeli volume besar.
Diskon kuantitas harus ditawarkan secara sama kepada semua
pelanggan dan tidak boleh melebihi penghematan biaya penjual.
Diskon kuantitas dapat ditawarkan pada setiap pesanan yang masuk
atau pada sejumlah unit yang dipesan sepanjang periode tertentu.
3. Diskon musiman
Pengurangan harga kepada mereka yang membeli barang atau jasa
di luar musim, contohnya pihak toko menawarkan diskon musiman
kepada konsumen dalam periode tertentu.

2.2.5. Impulse Buying

2.2.5.1. Pengertian Impulse Buying


Utami (2014:51) menjelaskan bahwa pembelian impulsif (impulse
buying behaviour) adalah pembelian yang terjadi ketika konsumen melihat
produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk
mendapatkannya, biasanya karena adanya ransangan yang menarik dari
toko tersebut. Ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan
pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat
sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih
dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional. Sebagian orang
menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan
stress, menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang
berubah secara signifikan, dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan.
Berdasarkan definisi di atas impulse buying adalah kondisi yang
memicu terjadinya unplanned purchase atau pembelian yang secara tiba-
tiba tanpa adanya rencana untuk membeli.
20

Menurut Loundon dan Bitta dalam Nisa’ (2015) tipe-tipe perilaku


impulse buying sebagai berikut:
a. Pure impulse atau pembelian impulsif murni yaitu: dorongan untuk
membeli produk baru, mencari variasi terhadap produk diluar
kebiasaannya tanpa adanya rencana sebelumnya sehingga terkesan
mendadak. Biasanya terjadi setelah konsumen melihat barang yang
dipajang. Pembelian tipe pure impulse adalah pembelian yang
dilakukan murni tanpa direncanakan. Konsumen memiliki
dorongan untuk membeli produk baru atau mencari variasi lain.
b. Reminder impulse atau pembelian impulsif karena pengalaman
yaitu: dorongan yang kuat saat konsumen teringat pada suatu iklan
maupun informasi lainnya tentang suatu produk dan sebelumnya
memang sudah memiliki keputusan akan membeli produk tersebut.
Sehingga ketika konsumen teringat akan hal itu mereka biasanya
langsung melakukan pembelian secara spontan tanpa
memimikirkan konsekuensi yang akan didapat pasca pembelian
yang telah dilakukan.
c. Suggestion impulse atau pembelian impulsif yang timbul karena
adanya dorongan yang didasarkan pada stimulus toko misalnya tata
letak produk dan kelengkapan produk serta didukung adanya saran
dari orang lain misalnya sales promotion dan keluarga atau teman
berbelanja. Pelayan toko yang memiliki orientasi tinggi pada
konsumen akan berupayah melayani kebutuhan dan keinginan
konsumen dengan baik sehingga konsumen yang semula tidak
ingin membeli menjadi tertarik. Interaksi langsung yang dilakukan
dengan baik antara konsumen dengan pelayan toko merupakan
elemen penting dalam pemasaran.

d. Planned impulse atau pembelian impulsif yang direncanakan yaitu


pembelian impulsif yang dilakukan karena sebenarnya sudah ada
rencana untuk membeli suatu produk akan tetapi karena barang
yang dimaksud habis dan mempertimbingkan kondisi penjualan
tertentu yang ditawarkan misalnya: harga khusus, kupon, potongan
21

harga dan lain-lainnya tanpa merencanakan produk yang akan


dibelinya.
Banyak faktor orang melakukan pembelian impulsif, tidak sedikit
orang melakukan pembelian secara tiba-tiba dan spontanitas karena
melihat kondisi penjualan yang ditawarkan oleh produsen misalnya
promo, diskon besar-besaran, distribusi masal, kupon berhadiah, harga
khusus, potongan harga dan lain-lainnya. Dengan kondisi penjualan yang
seperti itu konsumen tidak dapat menahan dorongan yang kuat sehingga
konsumen mengambil keputusan secara cepat untuk membeli barang-
barang yang kurang diperlukan.

2.2.5.2. Karakteristik Perilaku Impulse Buying


Berdasarkan penelitian Rook dalam Nisa’ (2015) konsumen yang
melakukan pembelian impulsif memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut:
a. Spontanitas: pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi
konsumen untuk membeli saat itu juga, seringkali disebabkan oleh
rangsangan visual di dalam toko
b. Dorongan untuk membeli dengan segera: adanya motivasi untuk
mengesampingkan hal-hal lain dan bertindak dengan seketika
c. Kesenangan dan stimuli: desakan mendadak untuk membeli sering
disertai dengan semangat serta emosi yang menyenangkan
b. Ketidakpedulian akan akibat: desakan untuk membeli dapat
menjadi begitu sulit ditolak, sehingga resiko yang mungkin timbul
akan diabaikan.
Pada proses membeli impulsif biasanya calon pembeli (konsumen)
langsung mengarah kepada suatu produk tertentu yang menarik bagi
dirinya dan kemudian melakukan pembelian secara cepat, tiba-tiba dan
tidak ada proses pencarian informasi lebih lanjut. Jadi, pada proses
membeli impulsif cenderung tidak memikirkan konsekuensi negatif pasca
pembelian dan pertimbangan yang lainnya.
22

2.2.5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying


Thai dalam Maghfiroh (2014) mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu:
a. Kondisi mood dan emosi konsumen, keadaan mood konsumen
dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Misalnya kondisi mood
konsumen yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang
memiliki mood negatif akan melakukan pembelian impulsif tinggi
dengan tujuan untuk mengurangi kondisi mood yang negatif
b. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok
yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan
cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif
c. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang
cenderung dibeli secara impulsif adalah poduk yang memiliki
tampilan menarik (bau yang menyenangkan, warna yang menarik),
cara memasarkannya, tempat dimana produk itu dijual. Tampilan
toko yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian
impulsif
d. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status
sosial. Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan
pembelian impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang
tinggal di daerah pinggiran kota
e. Variabel kepribadian individu. Kepribadian individu memiliki
pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

Sedangkan menurut Engel et al., (2014) faktor-faktor yang


mempengaruhi pembelian impulsif dibagi menjadi dua yaitu: faktor
personal dan faktor lingkungan. Faktor personal terdiri dari pembelajaran,
motivasi, kepribadian, kepercayaan, usia, sumberdaya konsumen dan gaya
hidup. Dan faktor lingkungan terdiri dari situasi, kelompok dan budaya.

2.2.5.4. Indikator Impulse Buying


Tjiptono (2016:213) indikator impulse buying adalah sebagai
berikut:
1. Urgensi untuk membeli
23

Urgensi untuk membeli dipicu oleh konfrontasi visual dengan


produk, namun hasrat berbelanja tidak selalu bergantung pada
stimulasi visual langsung.
2. Efek positif
Psikonalisis yang menggambarkan kendali hasrat sebagai hal yang
dibutuhkan secara sosial yang melahirkan prinsip kepuasan yang
mendorong gratifikasi yang segera namun dinyatakan sebagai
seorangn yang bereaksi pada kecenderungan prinsip kenyataan
terhadap kebebasan rasional.
3. Melihat-lihat toko
Sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat
untuk menghilangkan stress dan kepuasan konsumen secara positif
berhubungan terhadap dorongan hati untuk membeli atau belanja
yang tidak terencanakan.
4. Kenikmatan berbelanja
Kesenangan belanja merupakan pandangan bahwa pembelian
impulsif sebagai sumber kegembiraan individu. Hasrat ini datang
tiba-tiba dan memberikan kesenangan baru yang tiba-tiba.
5. Ketersediaan waktu
Faktor-faktor internal yang terbentuk dalam diri seseorang akan
menciptakan suatu keyakinan bahwa lingkungan toko merupakana
tempat yang menarik untuk menghabiskan waktu luang.
6. Ketersediaana uang
Sebagian orang menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati
seseorang berubah secara signifikan, dengan kata lain adalah
sumber kekuatan.
7. Kecenderungan pembelian impulsif
Tingkat kecenderungan partisipan berperilaku untuk membeli
secara spontan, dan tiba-tiba atau ingin membeli karena mengingat
apa yang pernah dipikirkan, atau secara sugesti ingin membeli, atau
akan direncanakan untuk membeli.
24

2.3. Hubungan antar Variabel Penelitian


2.3.1. Pengaruh Shopping Lifestyle terhadap Impulse Buying
Gaya hidup berbelanja menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang
untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai
produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori
serupa. Gaya hidup berbelanja juga merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam
berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial. Berbelanja menjadi salah
satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela
mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung
mengakibatkan impulse buying.
Menurut penelitian Japarianto dan Sugiharto (2011), shopping lifestyle
berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Begitu juga dengan
penelitian Deviana dan Giantari (2016) bahwa shopping lifestyle berpengaruh
signifikan terhadap impulse buying.

2.3.2. Pengaruh Fashion Involvement terhadap Impulse Buying


Involvemet adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk karena
kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut.
Konsumen dengan fashion involvement yang lebih tinggi memungkinkan terlibat
dalam pembelian impulsif yang berorientasi fashion.
Dananjaya dan Suparna (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara fashion involvement terhadap impulse buying dan
pembelian pakaian dimana konsumen dengan fashion involvement yang tinggi
lebih memungkinkan membeli pakaian. Berbanding terbalik dengan penelitian
Umboh, et al., (2018) yang secara parsial fashion involvement tidak berpengaruh
terhadap impulse buying.

2.3.3. Pengaruh Price Discount terhadap Impulse Buying


Price discount atau diskon harga bahwa semakin tinggi tingkat promosi
maka akan semakin tinggi juga keputusan impulse buying. Hal tersebut
dikarenakan price discount merupakan penghematan yang ditawarkan pada
konsumen dari harga normal akan suatu produk, yang tertera di produk atau
kemasan produk tersebut.
25

Menurut penelitian Gumilang dan Nurcahya (2016) bahwa price discount


berpengaruh signifikan terhadap impulse buying. Penelitian Wahyudi (2017)
menghasilkan bahwa pemberian price discount berpengaruh terhadap impulse
buying.
2.3.4. Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement dan Price Discount
terhadap Impulse Buying
Semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan tinggi pula tingkat
konsumsinya, yang mampu memicu terjadinya impulse buying. Dampak
positifnya akan berada pada pelaku bisnis yang akan memperoleh profit yang
semakin tinggi pula. Dengan adanya gaya hidup berbelanja, maka para pelaku
bisnis sangat dipacu untuk menyediakan berbagai fashion yang menjadi selera
konsumen, semakin banyak variasi fashion yang disediakan pelaku bisnis,
semakin tinggi pula peluang terjadinya impulse buying. Shopping lifestyle
merupakan kebiasaan konsumen dalam berbelanja yang dipengaruhi oleh
perubahan jaman, pendapatan konsumen, dan status sosial. Tidak semua
konsumen dapat dikategorikan memiliki shopping lifestyle ini, karena pendapatan,
sikap, serta status sosial dari konsumen juga berpengaruh pada shopping lifestyle.
Fashion involvement juga dapat mempengaruhi impulse buying karena biasanya
ketertarikan konsumen pada suatu mode fashion dapat memunculkan pembelian
yg tidak direncanakan, terlebih jika produk tersebut disertai dengan adanya
potongan harga (price discount).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suhriyanto dan Arifin (2018)
menunjukkan bahwa secara simultan shopping lifestyle, fashion involvement dan
price discount berpengaruh terhadap impulse buying.

2.4. Pengembangan Hipotesis


Sugiyono (2016:96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang
merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Berdasarkan kajian
teori dan kerangka berfikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
26

H1: Diduga terdapat pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying


H2: Diduga terdapat pengaruh fashion involvement terhadap impulse buying
H3: Diduga terdapat pengaruh price discount terhadap impulse buying
H4: Diduga terdapat pengaruh shopping lifestyle, fashion involvement dan price
discount terhadap impulse buying

2.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Dengan memperhatikan pengungkapan Masalah Pokok Penelitian (MPP)


maka terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel independen (bebas) dan
variabel dependen (terikat). Variabel independen (variabel yang menerangkan dan
mempengaruhi variabel lainnya) dalam penelitian ini adalah yaitu shopping
lifestyle, fashion involvement dan price discount, sedangkan variabel terikat
adalah impulse buying.
Beberapa hasil penelitian dan teori-teori yang relevan menyebutkan bahwa
setiap konsumen memiliki dorongan-dorongan yang kuat ketika melihat suatu
barang yang menarik hatinya. Lalu dilihat keyakinan konsumen terhadap mampu
tidaknya mengontrol perilakunya ketika dihadapkan pada situasi seperti itu yang
dapat terjadinya pembelian impulsif. Adapun arah pengaruh antarvariabel tersebut
dapat digambarkan seperti yang disajikan di bawah ini.

Gambar 2.1. Model Konsep Penelitian

Shopping
Lifestyle
(X1)
H1
Fashion
Impulse
Involvement
H2 Buying (Y)
(X2)

Price H3
Discount
(X3)

H4

Anda mungkin juga menyukai