Dinasti Abbasiyah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PERADABAN DINASTI ABBASIYAH

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhu Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu :
Nadia Rizky Fauziah S .Ag.,M .A.

Oleh :
Ai Naul Mardiyyah 2024010192951
Zahra Aulia Syafitri 2024010192982

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR


SARANG REMBANG
2024
PERADABAN DINASTI ABBASIYAH
Oleh: Ai Naul Mardiyyah dan Zahra Aulia Safitri
A. PENDAHULUAN

Setelah wafatnya Nabi Sollallohu alaihi wasallam islam mengalami


tiga kali pergantian pemerintahan yaitu pemerintahan Khulafaur Rasyidin,
Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Setiap masa pemerintahannya
mengalami kemajuan-kemajuan di berbagai bidangnya. Dari ketiga
pemerintahan tersebut Peradaban Dinasti Abbasiyah merupakan peradaban
yang paling berjaya dalam sejarah peradaban Islam.
Pada masa itu, Islam dikenal kaya akan khazanah keilmuannya,
banyak tokoh-tokoh intelektual muslim, berkembang pesatnya lembaga
pendidikan , teradisi ilmiah seperti diskusi dan gerakan penerjemah buku
dan lain sebagainya.1
Kejayaan Dinasti Abbasiyah diraih pada masa pemerintahan Harun
Ar-Rasyid, pada masa itu banyak pembangunan yang dilakukan Harun ar-
Rasyid seperti pembangunan rumah sakit, lembaga pendidikan, tempat-
tempat umum, pendidikan dan kesusastraan. Khalifah Harun Al-Rasyid
mendirikan lembaga ilmu pengetahuan yaitu Baitul Hikmah yang merupakan
sebuah pusat untuk menerjemahkan buku-buku, sebagai tempat penelitian, dan
pengkajian ilmu.

B. PENDIRIAN DINASTI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah di dirikan oleh Abu Al Abbas, nama lengkapnya


adalah Abdullah As-Syaffah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas.
Beliau lahir pada tahun 132 H/750 M dan meninggal pada 656 H/1258 M. Di
namakan Khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya merupakan
keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad Sallallohu ‘Alaihi Wasallam.
Pendirian dinasti ini diltarbelakangi karena kaum Abbasiyah ini merasa lebih
berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah

1
Kiki Muhammad Hakiki, “MENGKAJI ULANG SEJARAH POLITIK KEKUASAAN DINASTI ABBASIYAH,”
Jurnal TAPIs (Teropong Aspirasi Politik Islam) Vol 8, No (2012).

1
bagian dari Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat kepada Nabi
Muhammad Sallallohu ‘Alaihi Wasallam.2
Gerakan Bani Abbasiyah sudah berlangsung sejak masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan dinasti Umayyah.
Gerakannya begitu rapih dan tersembunyi sehingga tidak di ketahui pihak Bani
Umayyah. Selain itu, gerakan ini juga di dukung oleh kalangan Syi’ah, karena
dalam melakukan aksinya, para aktivisnya membawa bawa nama Bani Hasyim,
bukan Bani Abbas sehingga, secara tidak langsung, orang-orang Syi’ah merasa
di sertakan dalam perjuangan mereka.
Setelah Muhammad bin Ali wafat, ia digantikan oleh anaknya, Ibrahim
bin Muhammad. Pada 125 H, saat pemerintahan Bani Umayyah mengalami
kemunduran, Bani Abbas semakin menggencarkan aksinya. Empat tahun
kemudian, Ibrahim bin Muhammad mendeklarasikan gerakannya di Khurasan
melalui panglimanya, Abu Muslim al-Khurasani, khalifah terakhir Bani
Umayyah Marwan bin Muhammad mengetahui gerakan tersebut sehingga
Ibrahim pun ditangkap dan di penjara.
Posisi Ibrahim digantikan oleh adiknya, Abdullah bin Muhammad, yang
lebih di kenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Karena tekanan dari
pihak penguasa, bersama rombongannya ia berangkat ke kufah secara
sembunyi-sembunyi. Ketika itu, Marwan bin Muhammad mendengar
Abdullah as-Saffah dibaiat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah.
Mendengar hal itu Marwan bin Muhammad berangkat untuk
memadamkan “pemberontakan” As-Saffah. Abdullah bin Ali, paman As-
Saffah, bersama pasukannya bertarung dengan pasukan Marwan. Setelah
pertempuran sengit itu, marwan berhasil di bunuh di suatu desa bernama
Bushir pada tahun 132 H /750 M.
Wafatnya Khalifah Marwan bin Muhammad menjadi akhir dari
kekuasaan Bani Umayyah. Pada saat itu, pemerintahan Islam pun pindah
ke tangan penguasa baru yang berasal dari keturunan Hasyim atau
keturunan Abbas, yang kemudian disebut dengan Dinasti Abbasyiah.

2
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher2007), hlm. 143

2
C. SISTEM PEMERINTAHAN

Pemerintahan Bani Abbasiyah membagi masa pemerintahan


berdasarkan perubahan politik, sosial dan budaya. Para sejarawan
membaginya menjadi lima periode, yaitu:
1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode
pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut masa
pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan
Dinasti Buwaihi dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa
kekuasaan Dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan Khalifah
Abbasiyah, periode ini disebut juga masa pengaruh Turki
Kedua.
5. Periode kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa Khalifah
bebas dari pengaruh dinasi lain, tetapi kekuasaannya hanya
efektif di sekitar kota Bagdad.

Sementara itu, menurut Muhammad Hudlari Bek, kekuasaan Bani


Abbasiyah ada lima periode, sebagaimana berikut:3

1. Periode kekuatan dan penuh karya, berlangsung 100 tahun (132


H/750 M-232 H/847 M).
2. Periode Mamalik Turki, berlangsung 102 tahun (232 H/847 M-
334 H/945 M).
3. Periode berkuasanya raja-raja dinasti Buwaihi, berlangsung
113 tahun (334 H/945 M-447 H/1055 M).
4. Periode berkuasanya raja-raja dinasti Seljuk, berlangsung 83
tahun (447 H/1055 M-590 H/1194 M).

3
Maslani dan Ratu Suntiah, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Insan Mandiri, 2010), hlm. 96.

3
5. Periode bani Abbasiyah mendapat kembali pengaruh
politiknya, berlangsung 126 tahun (590 H/1194 M-656 H/1258
M).

Periode Pertama merupakan Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah,


pada masa itu para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Namun setelah masa ini, Dinasti Abbasiyah mulai merosot di bidang
politiknya, meskipun filsafat dan Ilmu pengetahuan terus berkembang.

Dasar-dasar pemrintahan Dinasti Abbasiyah diletakan dan


dibangun oleh Khalifah Abul Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur.
Sementara itu, puncak keemasan dari dinasti ini berada pada delepan
Khalifah setelahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785- 786 M),
Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim
(833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

D. KEMAJUAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH

Ketika kekhalifaan Islam di pegang oleh Bani Abbasiyah, kota


Baghdad yang merupakan kota terbesar kedua di Asia Barat Daya setelah
Teheran menjadi salah satu kota metropolitan yang menjadi saksi era
keemasan islam. Pada saat itu, Khalifah kedua Dinasti Abbasiya yaitu
Abu Ja’far al-Mansur memindahkan pemerintahan islam dari Damaskus ke
Baghdad.
Baghdad menjadi pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah
didasarkan atas berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial
serta geografis. Kota Baghdad di bangun oleh ahli bangunan yang terdiri
tas arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat, yang
didatangkan dari Syriah, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar
100.000 orang. Pembangunan ini membuat Baghdad menjadi kota yang
indah dan megah yang sarat filosofis.

4
Kota Baghdad semakin banyak di tinggali para cendekiawan dan
ilmuan ketika Dinasti Abbasiyah di pimpin oleh Harun ar-Rasyid. Sang
khalifah juga mendirikan Bayt al-Hikmah yang merupakan pusat aktivitas
keilmuan, mulai dari penelitian penerjemahan sekaligus perpustakaan.
Lembaga ini mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Ma’mun, beliau
juga membangun sebuah observatorium untuk penelitian astronomi ke
Bayt al-Hikmah.
Sejak saat itu, Bayt al-Hikmah menjadi pusat kegiatan intelektual
yang tidak tertandingi dinasti manapun. Bayt al-Hikmah menjadi tempat
penelitian ilmu-ilmu sosial maupun sains dan juga tempat
menerjemahkannya buku penting warisan peradaban pra-Islam ke dalam
bahasa Arab. Bahkan Philip K.Hitti menyatakan bahwa Bayt al-Hikmah
merupkan lembaga keilmuan paling penting yang pernah di bangun
peradaban manusia setelah Perpustakaan Alexandria yang didirikan sekitar
paruh pertama abad ke 3.
1. Seni Bangunan dan Tata Kota
Salah satu kemajuan Dinasti Abbasiyah di bidang ilmu
pengetahuan sosial budaya adalah seni bangunan dan arsitektur. Ibu kota
Dinasti Abbasiyah pernah dipindahkan dari Baghdad ke Samarra karena
pada masa khalifah al-Mu’tasim penduduk Baghdad pernah berkonflik
dengan warga Turki. Maka dari itu untuk menghindari konflik pusat
pemerintahan dipindahkan ke Samarra. Kemudian Samarra dipercantik
dengan membangun danau buatan dan lapangan.
Salah satu seni bangunan di kota Samarra adalah Masjid Agung
Samarra yang dibangun pada abad ke 9 oleh Khalifah al-Mutawakkil
Khalifah ke 10 Dinasti Abbasiyah. Masjid ini memiliki bentuk yang unik
karena menara masjid ini berbentuk seperti cangkang siput atau berbentuk
spiral. Menara ini disebut sebagai Menara Malwiya atau Menara Samarra.
Masjid ini juga merupakan salah satu masjd terluas dalam sejarah masjid
islam.
Masjid Agung Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,
sekitar 125 km sebelah utara Baghdad. Bangunan masjid dibuat dari batu

5
bata yang telah dibakar. Menara masjid ini memiliki luas 239 x 156 m.
Tiga jalan masuk sengaja dibangun oleh pemerintah setempat untuk
memudahkan mencapai masjid tersebut. Selain itu, di masjid ini terdapat
16 pintu masuk dan 17 lorong yang terhubung dengan ruang shalat dan
serambi masjid, ada panel dengan mozaik rangkap tiga. Sedangkan di
dinding masjid, ada panel dengan mozaik kaca biru gelap. Seni dan
arsitektur masjid ini terpengaruh pada seni yang berkembang pada masa-
masa sebelumnya. Misalnya, ukiran semen di dalam masjid dan deain
bunga yang geometris merupakan dekorasi awal bangunan islam.
Untuk mencapai puncak menara harus menggunakan tangga.
Uniknya, tangga melingkar ini dibangun berbarengan degan bangunan
menara yang spiral dan memiliki ketinggian 52 m itu. Bentuk menara yang
seperti ini mengingatkan pada menara Babel di masa kerajaan Bablonia di
Mesopotamia. Menara ini terbuat dari batu pasir. Dibagian atas menara
merupakan ruangan dari kayu yang digunakan untuk mengumandagkan
adzan. Bahkan UNESCO menetapkan Masjid Samarra di iraq ini masuk
daftar tempat bersejarah di dunia atau World Heritage Sites pada tahun
2007 silam.4
Pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil, dibangun sebuah
Nilometer di Pulau Rauda (Roda), Fustat (kota tua Kairo), Mesir.
Nilometer ini berfungsi untuk mengatur pengairan lahan-lahan pertanian di
wilayah Sungai Nil pada sepanjang Agustus hingga September. Jumlah air
yang di alirkan ini nantinya digunakan sebagai indikator penghitungan
pajak pengairan kepada pemerintah.
Nilometer ini dibangun pada 861 M yang dirancang oleh al-
Farghani dan arsitek Ahmad bin Muhammad al-Hasbi atas perintah
Khalifah Al-Mutawakkil.
Dalam buku Arsitektum Masjid dan Monumen Sejarah Muslim
karya Yulianto Sumalyo, Nilmometer merupakan bangunan beratap kubah
yang di atas dindingnya dikelilingi deretan jendela. Di bawah tanahnya
terdapat alat pengukur seperti sumur, yang dalamnya kurang lebih 12

4
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradabab Islam. (Yogyakarta: Noktah.2017) hlm.200

6
meter berbentuk segi empat yang terdiri atas kontruksi susunan balok batu.
Bagian paling dalamnya berbentuk lingkaran seperti sumur pada
umumnya. Di tengahnya terdapat tiang yang terbuat dari batu dan
menjulang tinggi ke atas hingga permukaan tanah. Pada tiang inilah
terdapat angka-angka dan garis untuk mengukur ketinggian air. Tiang
pengukut ini di bagi menjadi 19 hasta unuk mengukur ketinggian banjir
Sungai Nil. Dari sanalah masyarakat Mesir bisa melihat perubahan musim
dan kapan banjir akan melanda kawasan mereka.
Pada masa Khalifah Al-Mustansir dibangun juga sebuah bangunan
Mustanseriya College terkenal di 1232 sebagai perguruan tinggi pertama
di Arab-Islam, bersama dengan perumahan perpustakaan universitas besar
volume 80.000.
2. Jaringan Jalan
Sebagai ibu kota pemerintahan, kota Baghdad membuka beberapa
jalur dari dan menuju ke kota ini sehingga terciptanya integrasi dengan
kota-kota provinsi hingga wilayah perbatasan.
Terdapat dua periode yaitu pembangunan Jaringan jalan priode
utama dan periode kedua. Pada abad ke-9 semua jaringan transportasi
masih berpusat di kota Baghdad. Jalan utama atau jalan negara ini
menghubungkan kota Baghdad dengan kota provinsi yang strategis.
Periode kedua, yaitu pada abad ke-10 ketika banyak provinsi yang
berkembang sehingga pembangunan jaringan jalan di provinsi pun dibuat
karena memiliki fungsi yang sejajar dengan jalan negara. Pada saat itu,
keberadaan jalan juga sangat dibutuhkan oleh umat Islam yang selalu
berharap dapat mengunjungi kota suci Makkah dan Madinah.
Secara garis besar, terdapat empat jaringan jalan utama yang
semuanya bermula dari Baghdad sebagai ibu kota pemerintahan. Ada juga
yang disebut jaringan jalan kelima yang berupa jalur trasportasi air
melintasi Sungai Tigris menuju Basrah dan Teluk Arab.
Jaringan pertama adalah Jalan Raya Khurasan. Jalan utama tersebut
membentang dari Baghdad menuju wilayah timur laut dan utara hingga ke
kawasan perbatasan dengan Cina. Jalan ini melintasi kawasan di sepanjang

7
Sungai Syr Daria, melewati sejumlah kota yang akan mengarah pada
pelintasan jalan Sutra yang terkenal.
Jaringan kedua adalah Jalan Lintas Tenggara. Jalan utama ini
hampir paralel dengan jalan Khurasan hanya saja terpisahkan oleh padang
pasir luas yang terdapat di antara Khurasan dan Fans.
Jaringan ketiga ialah jalan Maghreb yang memiliki dua jalur. Jalur
pertama melalui Sungai Eufrat, ke wilayah barat melintasi kota Qairawan
di Tunisia. Sedangkan jalur lainnya melewati Mosul, bermula dari
Baghdad bertemu di lintasan paralel di sisi barat Sungai tigris menuju
Samarra serta Mosul.
Jaringan terakhir adalah jalur Haji. Jalan ini berawal dari Gerbang
Kufah di Baghdad menuju ke kota Kufah hingga ke Gurun Arabia sebelum
sampai ke Madinah atau Makkah.
3. Ilmu Pengetahuan
Selain kemajuan dibidang seni bangunan dan jaringan jalan Dinasti
Abbasiyah juga mencapai kemajuan dibidang Ilmu Pengetahuan bahkan
bukan hanya dalam bidang agama saja tetapi juga dibidang sains,
teknologi, filsafat, ekonomi dan bidang manajemen administrasi.
a. Bidang Ilmu Agama
Di Era ini kemajuan ilmu dan peradaban Era Abbasiyah
ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman, sosial dan
sains. Dibidang ilmu agama Dinasti abbasiyah mencatat beberapa
keilmuan seperti tafsir, hadist dan Fiqh. Pad tahun 143 H, para
ulama mulai menyusun buku dalam bentuk yang sistematis di
bidang ilmu agama.
Dalam bidang hukum atau fikih telah muncul empat mazhab
yang memiliki pendapat yang berbeda, diantaranya yaitu Mazhab
Hanafi yang dibawa oleh Imam Abu Hanifah (w. !50), mazhab al-
syafi’i yang dibawa oleh Imam Muhammad Idris al-Syafi’i (w.204
H), mazhab
Dalam bidang teologi, lahir aliran Mu’tazilah yang menjadi
aliran resmi kerajaan.Aliran lainnya adalah Ahlussunah wal

8
Jama’ah yang di bawa oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur
al-Maturidi.5 Dalam bidang hadist , juga mulai menghimpun
hadist-hadist Rasulullah menjadi satu himpunan, penghimpunan
hadist tersebut berpusat di Madinah, Mekkah Basrah, Kuffah dan
kota lainnya. Diantara ulamanya yang terkenal yaitu Ibn Jurayj (w.
150 H) penuliskumpulan hadist Makkah, Malik ibn Anas (w. 171
H) penulis Al-Muwatta’ nya Madinah, l-Awza’i di wilayah Syam,
Ibn Abi ‘Urubah dan Hammad ibn Salamah di Basrah, Ma’mar di
Yaman. Sufyan al-Tsauri di Kuffah, Muhammad ibn Ishaq (w. 151
H) penulis buku sejarah Al-Mughazi, Al-Layts ibn Sa’ad (w. 175 H
serta Abu Hanifah.
Pada awal abad ketiga, muncul penulisan hadits nabi dalam
bentuk Musnad. Tokoh penulis Musnad tersebut yaitu Ahmad ibn
Hanbal, ‘Ubaydullah ibn Musa al-‘Absy al-Kufi, Musaddad ibn
Musarhad al-Basri, Asad ibn Musa al-Amawi dan Nu’aym ibn
Hammad al- Khuza’i. Lalu pada pertengahan abad ketiga muncul
pemisahan hadits-hadits sahih dari yang dla’if sebagaimana
dilakukan oleh Al-Bukhari (w. 256), Muslim (w. 261), ibn Majah
(w. 273), Abu Dawud (w. 275), Al-Tirmidzi (w. 279), serta Al-
Nasa’i (w. 303).
Kemudian penulisan Ilmu Tafsir dilakukan pada masa itu mulai
dari tafsir lengkap dari al-fatihah sampai an-Nas. Menurut catatan
ibn al-nadim yang pertama kali menyusun tafsir lengkap tersebut
adalah yahya bin Ziyad al-Daylamy atau lebih dikenal dengan
sebutan al-Farra.6 Tetapi menurut pendapat lain ‘Abd al-Razzaq
ibn Hammam al-San’ani yang sejaman dengan Al-Farra juga mulai
menyusun kitab tafsir lengkap yang serupa. Dan masih banyak
karya-karya islam yang di buat pada masa itu.
b. Bidang sains dan Teknologi

5
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), h,8
6
Ibn al-Nadīm al-Baghdādi, Al-Fihrist, h. 73; Ahmad Shalabi, Mawsū`ah al-Tārikh al-Islāmi wa al-
Hadlārah al-Islāmiyah, Vol. 3, h. 233

9
Kemajuan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan sains dan dan
Teknologi juga berkembang mendahului Ilmu filsafat yang juga
berkembang di masa itu. Tokoh bidang Matematika yaitu
Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi pencetus ilmu algebra, dan
Algoritma, pencetus salah satu cabang Matematika yang diberi
nama oleh namanya. Kemudian Ilmu astronomi yang di dukung
langsung oleh Khalifah al-Mansur yang juga disebut sebagai
astronom.
Penelitian astronomi dimulai ketika Muhammad ibn Ibrahin al-
fazari menerjemahkan buku “Siddhanta” (Pengetahuan melalui
matahari) dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Arab. Tokoh
muslim astronomi yang terkenal pada masa ini yairu Al-Kwarizmi,
Ibn Jābir Al-Battāni (w. 929), Abu Rayhān al-Biruni (w.1048) serta
Nāsir al-Dīn al-Tūsi (w.1274).
Pada masa ini pila Ilmu Kedokteran berkembang dengan
ditandai oleh berdirinya sekolah kedokteran tinggi di Horaan
Syiria. Pada masa ini pula diadakan penerjemahan buku dari
bahasa Yunani ke bahasa Syiria. Ahli kedokteran pada masa ini
yaitu Ibnu Sina (Avicenna), al-Razi (Rhazes), Jabir dan Yuhanna
ibn Maskawayh. Pada masa ini juga mencatat penemuan-peneuan
yang sangat berguna hingga sekarang, salah satunya yaitu
pengembangan teknologi pembuatan kertas. Muncul juga
perpustakaan peminjaman buku pertama sepanjang sejarah.
c. Bidang Filsafat
Tokoh Filosof Muslim pada masa ini yaitu al-Kindi (w. 252 h),
al-Farabi (w. 337 H), Ibnu sina (w. 428 H). Dari kajian filsafat
yang ini juga melahirkan ilmuwan Islam yang popular, seperti
ilmuwan astronomi yang menemukan astrolabe, alat pengukur
ketinggian bintang yang dipelopori oleh al-Farazi (w. 777 M).
Ilmuwan lainnya adalah Umar Khayan, al Bantani, al-Biruni dan
lain-lain. Sedang dalam bidang matematika yang popular adalah al-
Khawarizmi (850 M).

10
E. RUNTUHNYADINASTI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah hampir 6 abad berkuasa, namun semuanya


mulai runtuh secara perlahan setelah Baghdad di luluk-lantak dihancurkan
oleh bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M.
Terdapat dua Faktor runtuhnya Dinasti Abbasiyah yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang menyebabkan runtuhnya dinasti Abbasiyah
yaitu sebagai berikut:
a. Lemahnya Khalifah
Salah satu faktor internal runtuhnya dinasti Abbasiyah yaitu
lemahnya Khalifah. Lemah dan tidak berdayanya Khalifah
yang di pilih pada saat itu menyebabkan wilayah yang di
pimpinnya tidak terkontrol dan berdampak munculnya
perselisihan di dalam lingkup politik sehingga politik
pemerintahan berpindah ke wilayah-wilayah kecil. Akhirnya
pemerintahan pusat menjadi hilang peran dan nama Khalifah
hanya sebatas lambang belaka saja.
Lemahnya Khalifah ini bisa dilihat pada masa
pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil yang tidak bisa
mengontrol orang-orang turki dalam pemerintahannya sehingga
timbul perselisihan yang berkepanjangan dengan orang-orang
turki tersebut. Bahkan Khalifah al-Mutawakkin ini wafat di
tangan anak kandungnya sendiri dengan bantuan orang-orang
Turki.
Kemudian Pada saat pemerintahan Khalifah al-Mustakfi
(ke-22), beliau memohon bantuan kepada Bani Buwaihi untuk
menyingkirkan orang-orang Turki, tetapi karena keberadaan
pemimpin yang lemah menyebabkan mereka tidak bisa
menahan pengaruh Bani Buwaihi yang memaksa Masyarakat
agar mengikuti paham Syi’ah.

11
Pada masa itu orang-orang Islam menganut suatu paham
yang beranggapan bahwa kedudukan Khalifah merupakan hak
suci masyarakat Arab, sehingga meskipun orang arab tersebut
tidak terlalu kuat mereka tetap membaiat nya menjadi
pemimpin Dinasti Abbasiyah.
b. Persaingan dengan Bangsa Lain
Adanya kecendrungan bangsa-bangsa Maroko, Mesir, Syria,
Irak, Persia, Turki dan India, untuk mendominasi kekuasaan
sudah ada sejak Dinasti Abbasiyah berdiri. Periode Pertama,
periode pengaruh Persia pertama. Periode Kedua masa
pengaruh Turki pertama. Periode Ketiga, masa kekuasaan
Dinasti Buwaihi dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah.
Periode Keempat, masa kekuasaan Dinasti Bani Seljuk dalam
pemerintahan Khalifah Abbasiyah, periode ini disebut juga
masa pengaruh Turki Kedua. Periode kelima, masa Khalifah
bebas dari pengaruh dinasi lain.
c. Kemerosotan Ekonomi
Pada masa itu, pendapat negara yang menurun sedangkan
pengeluaran negara semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena wilayah kekuasaan yang semakin menyempit, banyak
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri tidak lagi
membeyar upeti, terjadinya kerusuhan yang menyebabkan
pendapatan ekonomi masyarakat menurun dan
diperingankannya pajak.
Selain itu juga disebabkan oleh para mentri yang
menghamburkan uang dan mengambil keuntungan dari
pemungutan pajak. Sementara itu, kebutuhan negara semakin
meningkat untuk memberi gaji kepada tentara dan penjaga
yang sangat banyak.
d. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan dari berbagai Aliran seperti Mu’tazilah,
Syi’ah, Sunni, dan kelompok-kelompok garis keras yang

12
menjadikan pemerintahan dinasti Abbasiyah kesulitan untuk
menyatukan pahamnya.
2. Faktor Eksternal
Faktor Internal yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah
yaitu:7
a. Perang salib
Dinamakan perang Salib karena penyerangannya yang
dianggap suci oleh seluruh umat kristen dan dipimpin oleh
Godfrey.
Pada permulaan perang mereka berhasil mencapai Palestina
dan menduduku daerah sekitarnya. Korban dari serangan ini
tidak kurang dari 70.000 jiwa, bahkan mereka berhail merebut
Baitul Maqdis.
Kemudian pada tahun 1127 M, pasukan salib berhasil di
kalahkan di kota Aleppo dan Humah oleh seorang pahlawan
Islam sekaligus Gubernur Mosul. Beliau adalah Imaduddin
Zanki. Tetapi meskipun begitu peperangan ini menelan banyak
korban dan menyebabkan Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
semakin melemah.
b. Serangan Hulagu Khan (Bangsa Mongol)
Hulagu Khan merupakan pemimpin penguasa
Mongol dan sebagai pendiri kerajaan Mongol di Persia.
Ketika itu ia mengundang Khalifah al-Mu’tasim untuk
bekerja sama menganjurkan kelompok Hasyasyim
Ismailiyah tetapi tidak direspon oleh al-Mu’tasim.
Pada tahun 1256 M pasukan Hulagu menaklukkan
benteng Hasyasyim termasuk Alamud, bahkan mereka
menyembelih bayi-bayi dengan kejam pada tahun
berikutnya, Hulagu mengirim ultimatu kepada Khalifah
agar menyerah, tetapi ia enggan memberikan jawaban.8

7
Ibid., hlm.112.
8
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Tanpa
kotak:Tanpa Penerbit), hlm.182

13
Kemudian Pada tanggal 10 Februari 656 H/1258 M,
Hulagu dan pasukannya bergerak menyerang ke jantung
kota, dan khalifah beserta 300 pejabat dan Qadhi
menawarkan penyerahan diri tanpa syarat. Tetapi sepuluh
hari berikutnya mereka dibunuh, kota-kota dijarah dan
dibakar, mayoritas penduduk dan keluarga khalifah dibantai
habis, mayat-mayatnya tidak dikubur, tapi dibiarkan
bergeletakan di jalanan. Buku-buku yang terkumpul di Bayt
al-Hikmah dibakar dan dibuang ke Sungai Tigris sehingga
sungai yang jernih menjadi hitam kelam 9, hal itu
menyebabkan hilangnya karya-karya umat islam dalam
bidang pengetahuan.
Dinasti abbasiyah berakhir tergis setelah Baghdad
luluh lantak dihancurkan bangsa mongol pimpinan Hulagu
Khan. Lalu pada tahun 2003, peristiwa kelam itu terulang
kembali menimpa kota Baghdad dimana AS menyerang
Irak seperti yang dilakukan oleh tentara Mongol.
F. KESIMPULAN
Peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah merupakan
peradaban yang paling berjaya dalam Sejarah Peradaban islam.
Banyak kemajuan-kemajuan yang di capai pada masa itu sehingga
Peradaban Islam mencapai puncak keemasan, terutama kemajuan
dibidang Ilmu pengetahuan. Pada masa itu juga muncul tokoh-
tokoh muslim, dan semakin berkembangnya lembaga-lembaga
pendidikan Islam, sehingga dapat menjadi pembuktian bahwa
Dinasti Abbasiyah merupakan puncak kejayaan Islam.

9
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:Amzah, 2010), hlm 156-157.

14
Daftar Pustaka

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009

Azizi(al), Abdul Syukur. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, Yogyakarta : Noktah,


2017

Karim, Abdul M. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007

Maslani dan ratu Suntiah. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Insan Mandiri.2010

Nasition, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia
(UIN-Press). 1985

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana 2011

15

Anda mungkin juga menyukai