Latar Belakang Tugas Metode Penelitian 9 Halaman

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan dewasa ini, harus dipandang secara industri yang dapat menghasilkan jasa,
sudah barang tentu jasa yang dimaksudkan disini adalah jasa pendidikan, yaitu suatu
proses pelayanan untuk merubah pengetahuan, sikap dan tindakan keterampilan manusia
dari keadaan sebelumnya (belum berpendidikan) menjadi semakin baik (berpendidikan)
sebagai manusia seutuhnya. Lewat pendidikan orang mengharapkan semua bakat,
kemampuan dan kemungkinan yang dimiliki bisa dikembangkan secara maksimal, agar
orang bisa mandiri (menolong diri sendiri) dalam proses membangun pribadinya. Sedang
negara bisa maju bila semua warga negaranya berpendidikan dan memperoleh kesempatan
untuk mendapatkan penghasilan yang layak
Berbicara pendidikan tidak akan lepas dari lembaga pendidikan asli Indonesia

memiliki akar tradisi sangat kuat dilingkungan masyarakat Indonesia yaitu pesantren.

Pesantren merupakan produk budaya Indonesia yang indigenous yang berkembang sejalan

dengan proses Islamisasi di Nusantara Sebagai lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu

tingkat pendidikan dalam pesantren menjadi salah satu indikator untuk mengukur

kemajuan dan derajat kemakmuran suatu negara serta mengukur besarnya peranan setiap

warganegara dalam kegiatan-kegiatan yang membangun.1

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia seperti halnya

dengan makan dan minum. Jika makan dan minum mampu membuat manusia tumbuh,

berkembang dan bahkan bertahan hidup secara jasmani, maka pendidikan (ilmu

pengetahuan) mampu memelihara kesehatan rohaninya serta dapat menghantarkan dirinya

pada sebuah kesadaran puncak, yaitu sebagai makhluk yang sempurna, bermartabat,

1
Mastuki HS, MA, Pendidikan Pesantren antara Normativitas dan Objektivitas, Majalah Pesantren,
lakpesdam nu. Edisi I/ Th. 1/ 2002, hlm. 20.

1
beradab serta mulia, atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat menggugah manusia

untuk mengerti fungsi hidupnya di muka bumi ini, yaitu sebagai khalifah.2

Untuk menjalankan fungsi kekhalifahannya secara baik dan benar, manusia

membutuhkan pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan. Manusia yang menjalankan proses pendidikan dalam kaitannya dengan

sebuah upaya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan adalah manusia yang mengenal

fungsi hidupnya di bumi. Karena dalam menjalankan fungsi hidup ini tidak mudah dan

selalu dihadapkan berbagai rintangan dan masalah, maka ilmu pengetahuan menjadi solusi

akdemis yang bersifat komprehensif. Hal itu dikarenakan dalam ilmu pengetahuan

terdapat tiga unsur penting yaitu, ontologi, epestimologi dan aksiologi. Begitu pentingnya

pendidikan, dapat mengubah masyarakat, pemerintah, dan negara. Pemahaman seperti ini

lahir dari situasi dan kenyataan yang terjadi. Banyak para ahli mengatakan bahwa

rendahnya mutu pendidikan bangsa Indonesia pada zaman dahulu, menjadi salah satu

sebab lamanya dijajah oleh Belanda, sehingga mudah diadu domba (politic devide at

impera).

Pendidikan merupakan barometer penting dalam pembangunan nasional. Pendidikan

dikembangkan dan diimplementasikan guna mengembangkan potensi dan memenuhi hajat

hidup orang banyak. Potensi yang dikembangkan adalah potensi lahir dan potensi batin

agar menjadi manusia yang paripurna. Hal ini sebagaimana yang diamanatkan oleh

Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan

mengembangkan potensi peserta didik ke arah yang lebih baik.

Sebagai kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang
ingin dicapai (Nata, 2005). Pandangan hidup adalah dasar pembentukan tujuan
Pendidikan. Kendati demikian, pandangan itulah yang dapat membedakan redaksi dan
arah dari desain tujuan Pendidikan yang telah dibuat (Tafsir, 2006). Pendidikan dianggap

2
Muhammad Aditya Firdaus dan Rinda Fauzian, PENDIDIKAN AKHLAK KARIMAH BERBASIS
KULTUR PESANTREN,Uhamka, Volume 11, Nomor 2, November 2020, hal. 137

2
sebagai motor penggerak yang mempengaruhi seluruh aspek dan kegiatan manusia. Hal ini
sejalan dengan pendapat A.Tafsir, “Pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam
semua aspek dengan penjelasan bahwa, yang dimaksud pengembangan pribadi adalah
mencakup pendidikan oleh diri sendiri, oleh lingkungan dan pendidikan oleh orang lain
(guru) secara seluruh aspek yang mencakup jasmani, akal dan hati” (Tafsir, 2011)3
Kegiatan pembelajaran di lingkungan pesantren berbeda dengan kegiatan

pembelajaran di sekolah formal, hal yang demikian ini sesuai dengan pendapat Abdur

Rahman Saleh, bahwa:

“Pondok pesantren memiliki ciri sebagai berikut: 1) ada kiai yang mengajar dan

mendidik, 2) ada santri yang belajar dari kiai, 3) ada masjid, dan 4) ada

pondok/asrama tempat para santri bertempat tinggal. Walaupun bentuk pondok

pesantren mengalami perkembangan karena tuntutan kemajuan masyarakat, namun

ciri khas seperti yang disebutkan selalu nampak pada lembaga pendidikan tersebut.

Sistim pendidikan pondok pesantren terutama pada pondok pesantren yang asli

(belum dipengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan pendidikan) berbeda dengan

sistim lembaga-lembaga pendidikan lainnya” 4

Pesantren dengan segala keunikan yang dimilikinya masih diharapkan menjadi

penopang berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia. keaslian dan kekhasan

pesantren di samping sebagai khazanah tradisi budaya bangsa, juga merupakan kekautan

penyangga pilar pendidikan untuk memunculkan pemimpin bangsa yang bermoral. Oleh

sebab itu, arus globalisasi mengandaikan tuntutan profesionalisme dalam mengembangkan

sumber daya manusia yang bermutu. Realitas inilah yang menuntut adanya kultur lembaga

pendidikan pesantren sesuai tuntatan zaman. Signifikansi professionalism kultur

pendidikan pesantren menjadi sebuah keniscayaan di tengah dahsyatnya arus

industrialisasi dan perkembangan teknologi modern.


3
Muhammad Aditya Firdaus dan Rinda Fauzian, Ibid, hal. 137
4
Abdur Rahman Saleh. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren. Jakarta:Departemen Agama RI, 1982,
hal.10

3
Dalam memahami gejala modernitas yang kian dinamis, pesantren sebagaimana

diistilahkan Gus Dur ‘sub kultur’memiliki dua tanggung jawab secara bersamaan, yaitu

sebagai lembaga pendidikan agama Islam dan sebagai bagian integral masyarakat yang

bertanggung jawab terhadap perubahan dan rekayasa sosial. Dalam kaitannya dengan

respon keilmuan pesantren terhadap dinamika modernitas, setidaknya terdapat dua hal

utama yang perlu diperhatikan. Keduanya merupakan upaya kultural keilmuan pesantren,

sehingga peradigma keilmuannya tetap menemukan relevansinya dengan perkembangan

kontemporer. Pertama, pesantren muncul sebagai upaya pencerahan bagi kelangsungan

peradaban manusia di dunia. Kedua, dipandang sebagai lembaga pendidikan, maka

kurikulum pengajarannya setidaknya memiliki orientasi terhadap dinamika kekinian.

Sebab inilah, perlu dibangun kultur pesantren yang lebih memberdayakan sumber daya

manusia agar siap menghadapi gejala modernitas.5

Penjelasan ini senada dengan firman Allah Swt.

)٩( ‫ُقْل َه ْل َيْس َتِو ى اَّلِذ ْيَن َيْع َلُمْو َن َو اَّلِذ ْيَن اَل َيْع َلُمْو َن قلى ِاَمَّنا َيَتَذ َّك ُر ُاْو ُلوا اَاْلْلَباِب‬

Artinya: “Katakanlah, apakah sama orang – orang yang mengetahui dengan orang – orang

tidak mengetahui ? sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat

menerima pelajaran” (QS. Az-Zumar: 9)6

Hadis Nabi Muhammad Saw.

‫ ِّي َل اُن َعَل ِه الَّس اَل َنْي اْل اِل اْل ْل ِك‬: ‫ِض ا َع ا َقاَل‬ ‫َعِن اْبِن َعَّباٍس‬
‫ُم َب َم َو ُم َو‬ ‫ْي‬ ‫ُخ َر ُس ْيَم‬ ‫َر َي ُهلل ْنُه َم‬
‫اْلِعْلَم َف اْع َطى اْلُم ْل َك َو اْلَم اَل ِاِل ْخ ِتَي اِرِه اْلِعْلَم (رواه ابن عساكر و‬ ‫ِع‬
‫اْل ْلِم َفاْخ َت اَر‬
)‫الديلمي‬

5
Malik Fadjar, Visi Pembharuan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3N, 1998), 125
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, PT. Syamil Cipta Media, Bandung, 2005, hal. 459

4
Artinya: “Ibnu ‘Abbas r,a, berkata: Nabi Sulaiman a.s. diberi kesempatan untuk memilih

antara harta, kerajaan dan ilmu, maka ia memilih ilmu, maka diberi kerajaan dan

harta karena ia memilih ilmu, maka yang lainnya ikut padanya (HR. Ibn Asakir

dan Ad-Dailami)

Berbicara pendidikan tidak lepas dari lembaga pendidikan asli Indonesia memiliki
akar tradisi sangat kuat di lingkungan masyarakat Indonesia yaitu pesantren. Pesantren
merupakan produk budaya Indonesia yang indigenous yang berkembang sejalan dengan
proses islamisasi di Nusantara sebagai lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, tingkat
pendidikandalam pesantren menjadi salah satu indicator untuk mengukur kemajuan dan
derajat kemakmuran suatu negara serta mengukur besar peranan setiap warga negara dalam
kegiatan – kegiatan yang membangun.

“Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam (Islamic Educational Institution)


yang berdiri serta tumbuh dengan sendirinya dalam masyarakat, yang secara de facto oleh
masyarakat, sedang landasan yuridis formal belum dirumuskan oleh pemerintah dalam arti
khusus”7

Barangkali dasar – dasar yuridis formal yang bersifat umum bagi landasan
berkembangnya pondok pesantren ialah UUD 1945 pasal 31 yang menjaminkan hak setiap
warga Negara untuk mendapatkan pelajaran, yang kemudian dalam undang – undang
pendidikan dan pengajaran No. 12 Tahun 1954, No. 4 Tahun 1950 serta dalam
menyelenggarakan atau menjamin pendidikan.

Selain itu dapat kita pergunakan sebagai landasan yuridis formal Ketetapan MPRS
Tahun 1966 No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 2 yang menyatakan sebagai berikut:

Pendidikan nasional bertujuan untuk:

1. Mempertinggi mental moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama


2. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
3. Membina / mengembangkan fisik yang kuat dan sehat

“Hampir dapat dipastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari beberapa elemen dasar
yang selalu ada di dalamnya. Ada lima elemen pesantren, antara satu dengan yang lain

7
Arifin Muzayyin, Kapita Selecta Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal. 235-236

5
tidak dapat dipisahkan. Ke lima tersebut meliputi;Kyai, santri, pondok, masjid dan
pengajaran kitab – kitab Islam klasik, atau yang sering disebut dengan kitab kuning”8

“Seperti juga yang diungkapkan oleh Nurcholis Madjid bahwa “Pesantren itu terdiri
dari lima elemen pokok, yaitu: kyai, santri, masjid, pondok dan pengajaran kitab – kitab
Islam klasik. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan
membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk
lain”9

Secara rinci, Abdurrahman Wahid menjelaskan “pola umum pendidikan tradisional


meliputi dua aspek utama dalam kehidupan pesantren:

Pertama, pendidikan dan pengajaran berlangsung dalam sebuah struktur, metode dan
bahkan literatur yang bersifat tradisional, baik dalam bentuk pendidikan non formal seperti
halaqah maupun pendidikan formal seperti madrasah dengan ragam tingkatannya.

Kedua, pola umum pendidikan Islam tradisional selalu memelihara sub-kultur (tata nilai)
pesantren yang berdiri atas landasan ukhrawi yang terimplementasikan dalam bentuk
ketundukan mutlak kepada ulama, mengutakan ibadah sebagai wujud pengabdian, serta
memuliakan ustadz atau kyai demi memperoleh pengetahuan agama yang hakiki”10

Selanjutnya pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas
tertentu dalam kegiatan pembelajarannya, maka dengan ciri khas inilah yang
membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Seiring dengan
perkembangan zaman pendidikan dalam pesantren seharusnya menyesuaikan struktur
sesuai dengan kebutuhan proses perubahan sosial. Sehingga memberikan kepercayaan
kepada masyarakat, bahwa pendidikan yang ada dalam pesantren tersebut benar-benar
menjadi bagian industri, sebagai media pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of
excellent), mencetak sumber daya manusia (SDM), dana sebagai lembaga yang melakukan
perberdayaan masyarakat.

“Pesantren sebagai satu potret LSM terkenal mampu memainkan berbagai macam
peranan dalam proses pembangunan. Menurut Noeleen Heyzer, sebagaimana dikutip Afan

8
HM. Amin Haedari et. All, Masa Depan Pesantren, IRD PRESS, Jakarta, 2004, hal.25
9
Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam, Ciputat
Press, Jakarta, 2002, hal. 63
10
HM. Amin Haedari et.All, Op.Cit, Hal.23

6
Ghaffar (2001), terdapat tiga jenis peranan yang dapat dimainkan oleh berbagai LSM,
termasuk dalam hal pesantren, yaitu:

1. Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang sangat


esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
2. Meningkatkan pengaruh politik secara meluas, melalui jaringan kerja sama, baik dalam
satu negara maupun lembaga – lembaga internasional lainnya
3. Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan

Penjelasan ini seirama dengan firman Allah Swt.

‫َمْن َعِم َل َص اًحِلا ِم ْن َذَك ٍر َأْو ُاْنَثى َفَلُنْح ِيَيَّنُه َحَيوًة َطِّيَب ًة ج َو َلَنْج ِز َيَّنُه ْم َأْج َر ُه ْم ِبَاْح َس ِن‬
)٩٧( ‫ا َك ا ا ْع ُل َن‬
‫َم ُنْو َي َم ْو‬
Artinya: “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki – laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan akan kami berikan balasan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan”.11

Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa “inti dari pesantren itu adalah pendidikan
agama dan sikap beragama. Karenanya mata pelajaran yang diajarkan semata-mata
pelajaran agama”12

Dalam Persefektif Islam, “Pendidikan telah memainkan peran penting dalam upaya
melahirkan sumber daya manusia yang handal dan dapat menjawab tantangan zaman.
Sumber daya manusia tersebut merupakan gerakan human investment dalam istilah
Nurcholis Majid, karena memiliki keompleksitas keilmuan sejalan dengan universitas
Islam itu sendiri. Dan di sinilah letak korelasi positif antara bentuk pendidikan yang
dibangun dengan sasaran yang hendak dicapai”13

Sebagai suatu lembaga pendidikan yang hidup di tengah-tengah arus modernisasi,


maka agar eksistensinya tetap bisa dipertahankan, maka ada baiknya pendapat Nurcholis
Majid, “pesantren diwajibkan oleh tuntunan-tuntunan hidup didiknya kelas dalam
kaitannya dengan perkembangan zaman untuk membekali mereka dengan kemampuan –
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, PT Syamil Cipta Media, Bandung, 2005, hal.
278
12
Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
KENCANA, Jakarta, Hal.278
13
Yasmadi, Op.Cit, hal. 152

7
kemampuan nyata yang dapat melalui pendidikan atau pengajaran pengetahuan umum
secara memadai. Di bagian ini pun sebagaimana layaknya yang terjadi sekarang harus
bersedia kemungkinan mengadakan pilihan – pilihan jurusan bagi anak pendidikan
pesantren kiranya berada di sekitar terbentuknya manusia yang memiliki kesadaran setingi-
tingginya akan bimbingan Islam14.

Menurut jenisnya pondok pesantren dibedakan menjadi lima yaitu:

pertama, pondok pesantren yang paling sederhana. Disini masjid digunakan sebagai tempat
pengajaran agama Islam. Jenis ini khas bagi pesantren sufi dengan pengajian yang teratur
dalam masjid dengan pengajaran pribadi oleh kyai kepada anggota kaum.

Kedua, bentuk dasar dilengkapi dengan suatu pondok yang terpisah, asrama bagi para
santri yang sekaligus menjadi ruangan untuk tinggal dan belajar yang sederhana. Jenis ini
mempunyai semua komponen pesantren klasik.

Ketiga, pesantren itu dengan komponen-komponen klasik yang telah diperluas dengan
suatu madrasah. Kurikulum madrasah berorientasi pada sekolah-sekolah pemerintah resmi.

Keempat, selain perluasan komponen pesantren klasik dengan suatu madrasah, juga
mempunyai tambahan program pendidikan ketrampilan dan terapan bagi santri maupun
remaja desa sekitarnya. Seperti program pertanian, pertukangan, peternakan, menjahit, dan
sebagainya.

Kelima, pesantren modern yang disamping sektor pendidikan keIslaman klasik, juga
mencakup semua tingkat sekolah umum dari tingkat SD sampai pendidikan tinggi. Parallel
dengan itu diselenggarakan pendidikan ketrampilan.

Sedangkan pada umumnya pondok pesantren menurut Dhofier (1994: 30) dapat
dikelompok menjadi dua macam, yaitu: 1) pesantren salafi, yang mengkhususkan
mengajarkan agama hanya dengan menggunakan kitab klasik sebagai inti pendidikan, dan
2) pesantren kalafi, yaitu pondok pesantren yang selain mengajarkan kitab-kitab klasik
yang harus dipelajari juga memasukkan pelajaran umum sebagai inti pendidikan serta
menggunakan sistem pendidikan persekolahan (madrasah) dalam pengajarannya15.

14
Daulay, Haidar Putra, Op.Cit.hal.22
15
Qodir,Abdullah, MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DI PONDOK PESANTREN ALFALAH
BAKALAN KECAMATAN KALINYAMATAN KABUPATEN JEPARA, JMP, Volume 1 Nomor 3, Desember
2012

8
Pondok Pesantren Musthafawiyah adalah lembaga pendidikan. Melalui bidang
pendidikan pesantren pesantren melakukan transformasi sosial budaya. Pasalnya peran
pendidikan pesantren terbukti sangat efektif dan strategis melahirkan kader – kader yang
handal. Untuk itu Pondok Pesantren Musthafawiyah menyelenggarakan beberapa lembaga
pendidikan, baik lembaga pendidikan sekolah maupun lembaga pendidikan di luar sekolah.
Beberapa lembaga yang berdiri itu sebagai bentuk tanggung jawab Pondok Pesantren
Musthafawiyah dalam menjawab tantangan zaman. Pendidikan yang dilaksanakan di
Pondok Pesantren Musthafawiyah dikemas dalam pembinaan yang integratif antara
pendidikan di pondok dan lembaga formal. Artinya terjadi proses saling mendukung dan
melengkapi antara pendidikan yang dilaksanakan di asrama santri dengan pendidikan dan
pembinaan di lembaga formal. Pendidikan dan pembinaan yang dilakukan di sekolah
diperdalam di asrama santri yang di sesuaikan dengan jenjang pendidikan di lembaga
formal, sehingga pendidikan formal dan non formal tercipta budaya yang saling
mendukung. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti kultur / budaya bina santri
Pendidikan Pesantren Musthafawiyah karena budaya merupakan suatu yang penting untuk
menjalankan aktifitas pesantren sebagai roda dalam mewujudkan tujuan ideal yang dicita-
citakan sesuai dengan kebutuhan yang kemudian diperlakukan di pondok pesantren
tersebut.

“Budaya mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia


karena kebudayaan merupakan wahana dimana anak – anak manusia untuk pertama kali
dan seterusnya mengalami proses pembelajaran menjadi manusia melalui relasinya dengan
sesamanya, alam yang maha tinggi dalam kehidupan sehari – hari yang konkret dana pa
adanya. Itulah sebabnya kebudayaan disebut sebagai dunia kehidupan (life world)”16

“Budaya mempunyai peranan penting dalam proses membentuk nilai – nilai kemajuan
manusia”.17 Apalgi dalam lingkungan pondok pesantren. Dengan paparan latar belakang
diatas penulis ingin mengetahui secara jelas tentang “Kultur Pesantren Dalam
Membentuk Sumber Daya Manusia (Studi Kasus) di Pondok Pesantren Musthafawiyah
Kabupaten Mandailing Natal”

B. Rumusan Masalah

16
Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar- Ilmu Sosial Dasar-Ilmu Budaya Dasar,Pustaka
Setia, Bandung, 2000, hal. 139
17
Ahmadi, Abu,Sosiologi Pendidikan, PT RENITA CIPTA, Jakarta, 2007, hal.200

9
Berangkat dari latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kultur Pondok Pesantren Musthafawiyah dalam membentuk sumber
daya manusia (SDM) ?
2. Bagaimana proses pelaksanaan kultur di Pondok Pesantren Musthafawiyah
tersebut ?
3. Apa faktor – faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kultur di Pondok
Pesantren Musthafawiyah tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, maka dapat dijabarkan tujuan penelitian ini,
diantaranya :
1. Untuk mengetahui kultur Pondok Pesantren Musthafawiyah dalam membentuk
SDM
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan kultur di Pondok Pesantren Musthafawiyah
tersebut
3. Untuk mengetahui faktor – faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kultur
di Pondok Pesantren Musthafawiyah tersebut
D. Kegunaan Penelitian
1. Menurut waktu
a. Jangka Pendek
Manfaat tulisan ini dalam jangka pendek adalah mengubah persepsi
masyarakat tentang dunia pendidikan dalam pesantren
b. Jangka Panjang
Sedangkan manfaat jangka panjang adalah untuk mewujudkan pendidikan
dalam pesantren lebih terarah dan akomodatif terhadap perkembangan dunia
luar
2. Menurut Subjek Pelaku
a. Bagi Pemula
Sebagai sarana pengembangan diri secara aplikatif dari apa yang telah
didapatkan dari berbagai teori keilmuan di bangku perkulliahan. Selain itu,
sebagai sarana untuk menyumbangkan penyelenggaraan pendidikan yang lebih
baik terutama di pesantren
b. Bagi Masyarakat

10
Sebagai acuan masyarakat terutama calon santri dalam menentukan atau
memilih pesantren yang benar – benar sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki sehingga bisa mengembangkan diri.
c. Bagi pesantren dan pemerintah menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil
kebijakan yang menyangkut dunia pendidikan pesantren. Mengingat selama ini
kegagalan para lulusan dalam persaingan telah menjadikan dunia pendidikan
sebagai biang keroknya.
E. Batasan Istilah
1. Kultur yang dimaksud peneliti adalah budaya bina santri yang mengacu pada
sistem proses pembinaan dan pendidikan santri dalam bentuk kegiatan oleh elemen
– elemen organisasi kepesantrenan Pondok Pesantren Musthafawiyah sehingga
sistem yang diciptakan sesuai dengan tuntunan zaman.
2. Pesantren Musthafawiyah termasuk kategori pondok pesantren klasik yang
kesemuanya memiliki keterkaitan proses pendidikan forma dan non formal, yaitu
pendidikan formalnya di sekolah dan pendidikan non formalnya di mesjid dan di
asrama. Dan tiap – tiap asrama memiliki lembaga non formal sendiri – sendiri
dengan ciri khas masing – masing.
3. Banjar adalah nama suatu lingkungan perpondokan santri, misalnya: Banjar
Sibaweh, Banjar Muhajirin, Banjar Asy-Syuja’ dan lain – lain
4. Pokir adalah panggilan untuk santri yang belajar di Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purba Baru. Sedangkat fatayat adalah panggilan kepada santriwati
yang belajar di Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru
5. Dan sumber daya manusia yang dimaksudkan oleh peneliti adalah potensi para
pokir selama berproses mencari ilmu dalam lingkungan Pondok Pesantren
Musthafawiyah.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian ini, maka
pembahasan dibagi menjadi 5 bab. Dari bab per bab tersebut terdapat sub – sub bab
yang merupakan rangkaian untuk pembahasan dalam penelitian. Maka sistematika
pembahasannya dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
Bab I, Pendahuluan yang membahas mengenai; latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika
pembahasan

11
Bab II, Merupakan kajian teori, kisi – kisi pembahasan yang membahas: Tinjauan
tentang konsep pengertian kultur pesantren, fungsi kultur pesantren, faktor – faktor
yang mempengaruhi kultur pesantren, peran kiai dan kultur pesantren, pengertian
tentang sumber daya manusia, peningkatan sumber daya manusia, dimensi – dimensi
peningkatan sumber daya manusia, karakteristik ideal sumber daya manusia yang
berkualitas.
Bab III, Bagian metode penelitian yang membahas tentang metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian. Diantaranya lokasi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, analisis data, tahapan – tahapan penelitian, dan yang terakhir
adalah sistematika pembahasan
Bab IV, Bagian analisis dan hasil penelitian yang membahas mengenai: kultur
Pondok Pesantren Musthafawiyah dalam membentuk SDM, Proses pelaksanaan kultur
di Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru. Faktor – faktor pendukung
pelaksanaan kultur di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Faktor – faktor penghambat
Pelaksanaan kultur di Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru.
Bab V, Penutup dan merupakan bab terakhir dari seluruh rangkaian pembahasan,
yang berisi kesimpulan – kesimpulan dan saran

12

Anda mungkin juga menyukai