Nahdatul Ulama (Nu), Dari Organisasi Ke Politik 1952-1973
Nahdatul Ulama (Nu), Dari Organisasi Ke Politik 1952-1973
Nahdatul Ulama (Nu), Dari Organisasi Ke Politik 1952-1973
https://ejournal.iainponorogo.ac.id?index.php/jusan
KHOIRUN NIKMAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
[email protected]
32 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
Abstrak: Nahdatul Ulama (NU) tidak dapat dipisahkan dengan Sejarah
Nasional Indonesia. Perkembangan NU yang pesat tidak terlepas dari peran kiai
dan santri pondok pesantren. NU dalam politik tidak dapat diapandang sebelah
mata. Pada tahun 1955 Partai NU merupakan salah satu pemenang pemilu.
Kemenagan Partai NU terulang pada tahun 1971, menjadi pemenang pemilu
setelah Golkar. Namun pemerintah Orde baru melakukan kebijakan fusi
membuat Partai Nu menjadi tebatas eksistensinya. Dari peritiwa tersebut maka
muncul dua masalah yakni 1) Bagaimana perjalanan NU dari organisasi
keagamaan menjadi Partai Politik? 2) Bagaimana perubahan Partai NU berfusi
ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP)?. Metode penelitian yang akan
digunakan adalah library research (tinjauan pustaka) dengan pendekatan
kualitatif-eksploratif. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Perjalanan Partai
NU membawa hsasil yang luar biasa dengan prestasi kemenangannya pada
pemilu 1955. Puncak kemenagnagn NU pada pemilu 1971, mendulang suara
cukup besar setelah Golkar. Namun partai NU harus merelakan eksistensinya
karena peraturan pemerintah pada tahun 1973 menerapkan fusi partai politik.
Partai NU harus rela bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada masa itu posisi NU di PPP jarang didengar aspirasinya oleh pemerintah.
Tokoh NU di PPP digusur dari pencalonan anggota DPR-RI. Fusi partai politik
tidak berpihak kepada NU. Dalam tubuh Nu sering terjadi konflik antara ulama
dan politisi NU.
JUSAN 33
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
PENDAHULUAN
Kemunculan Nahdatul Ulama (NU) sebagai organisasi religius dan sosial,
politik keagamaan yang tidak dapat dipisahkan dengan peran kiai dan pesantren.
Kharsima kyai sangat mewarnai perjalanan Nahdatul Ulama. NU oleh para
pengamat dianggap sebagai organisasi tradisional sebagai antitesis kelompok
modernis.1 NU didirikan di Surabaya untuk menjawab dua tantangan besar pada
masa itu. Tantangannya yakni globalisasi wahhabi, ketika Arab Saudi dikuasai
oleh kelompok wahabi dan kedua pada saat dunia Islam banyak mengimpor
ajaran-ajaran wahabi dalam bentuk pemurnian agama, dan salafiah dengan cara
mereka masing-masing.2
NU berdiri sebagai bentuk reaksi dari luar terhadap gerakan pemurnian
dan pembaharuan yang dilakukan oleh kelompok modernes yang dalam hal ini
adalah Muhammadiyah dan Persis. NU tidak terlepas dai peran kyai dengan
komunitas utama di pesantren dan masyarakat pedesaan yang menjadi penyangga
utama kelompok Islam tradisonal.3 Organisasi NU merupakan salah satu
organisasi Islam terbesar di Indonesia yang anggotanya tersebar dari Sabang-
Merauke. Walaupun organisasi pendahulunya yaitu Muhammadiyah lebih dulu
berdiri, tetapi NU tidak kalah pengikutnya pada perkembangan organisasinya.
Nahdatul Ulama yang didrikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 .
NU mempunyai pengaruh besar di daerah Surabaya, Kediri dan
Bojonegoro, selanjutnya di Kudus dan sekitarnya pada awal terbentuknya. NU
juga turut aktif melawan sekutu Belanda pada awal perang kemerdekaan di
Surabaya, NU mengirim pemuda-pemudanya untuk berjuang melawan sekutu di
Surabaya. Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan
memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti
pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi
1
Firdaus Muhammad, “DINAMIKA PEMIKIRAN DAN GERAKAN POLITIK
NAHDLATUL ULAMA,” KALAM 10, No. 2 (February 23, 2017): 57,
https://doi.org/10.24042/klm.v9i1.320.
2
Nur Khalik Ridwan. 2010. .NU Dan Bangsa 1914-2010, (Yogyakarta: Ar-Ruzz) h. 41
3
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kiai (Jakarta,
1983).
34 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang
mendukung Sukarno.
Pasca pemberontakan PKI 1948, NU tampil sebagai salah satu golongan
yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor. NU
kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada
tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977
dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri
untuk kembali ke Khittah 1926 yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Sebagai partai Politik, NU merupakan salah satu partai yang mendulang
suara terbanyak pada pemilu 1971 sebesar 18,7%. Pada masa pemerintahan orde
baru, NU mulai menghadapi masalah. Pada 1973, pemerintah orde baru
merampingkan dari sepuluh partai menjadi dua partai saja. Dua partai yakni partai
aliran demokrasi dan partai aliran agama. Dengan kebijakan ini Partai Nu melebur
ke tubuh Parta Persatuan Pembangunan (PPP).4
Setelah perampingan partai atau lebih dikenal dengan fusi partai politik,
tokoh-tokoh NU tidak menempati posisi yang strategis dalam mengambil
kebijakan. Tokoh-tokoh NU menempati majlis syuro. Beberapa tokoh NU
disingkirikan dari pencalonan anggota DPR-RI, dan digantikan oleh calon yang
bukan prioritas , sihingga terjadilah konflik internal dikalangan NU sendiri.5
Pergeseran pandangan gerakan NU menunjukkan kedewasaan elit NU dalam
mengadaptasi setiap perubahan baik dalam politik keagamaanna, atau politik
kenengaraan.6
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan digunakan adalah library research (tinjauan
pustaka) dengan pendekatan kualitatif-eksploratif. Sumber pustaka untuk bahan
4
Muhammad Eko Subagtio, “PERJALANAN POLITIK NAHDLATUL ULAMA
TAHUN 1973-1984 Keluarnya Nahdlatul Ulama dari Partai Persatuan Pembangunan” 7, no. 2
(2019).
5
Choirul Anam, Pertumbuhan Dan Perkembangan NU (Surabaya: Bisma Satu, 1999).
h.356.
6
Muhammad, “DINAMIKA PEMIKIRAN DAN GERAKAN POLITIK NAHDLATUL
ULAMA.”
JUSAN 35
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
kajian dalam penelitaian menggunakan buku teks dan jurnal. Buku-buku yang
digunakan dalam tulisan ini seperti karya Choirul Anam dengan judul
Pertumbuhan dan perkembangan NU, M.C Ricklefs dengan judul Sejarah
Indonesia Modern, Nur Khalik ridwan dengan bukunya yang berjudul NU dan
Bangsa Setelah sumber terkumpul kemudian dianalisis , diverivikasi dan
penarikan kesimpulan.
7
M. Solahudin, Nahkoda Nahdliyin (Kediri: Pustaka Utama, 2013).h.1.
8
Solahudin. h. 3.
36 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
artinya kepala dan bestuur yang artinya pengurus. Istilah HBNO digunakan pada
masa sebelum kemerdekaan, kemudian digunakan istilah Pengurus Besar
Nahdatul Ulama (PBNU).
Forum permusyawaratan tertinggi di dalam NU awalanya digunakan
istilah kongres (ditulis Congres), yakni sejak kongres Nu ke 1 di Surabaya (1926).
Pada masa awal-awal terlaksananya kongres pada saat itu sudah luar biasa, karena
dimana-mana terjadi perang dan penjajahan. Minat peserta kongres sangat
banyak, karena NU tidak hanya membicarakan soal agama saja tetapi masalah
sosial dan ekonomi Indonesia. Selanjutnya digunakan istilah muktamar, yakni
sejak muktamar NU ke 16 di Purwokerto (1946). Nahdatul Ulama merupakan
organisasi yang terstruktur dan teroganisir dengan baik. Ini dibuktikan dengan
terlaksananya kongres yang dalam perkembangannya disebut Muktamar.9
Kongres diadakan berturut turut setahun sekali. Kongres 1 diadakan di
Surabaya (1926), konggres ke 2 diadakan lagi di Surabaya (1927), kongres ke
3 di Surabaya (1928), konggres ke 4 di Semarang (1929) , kongres ke 5 di
Pekalongan (1930), Kongres ke 6 di Cirebon (1931), kongres ke 7 di Bandung
(1932), konggres ke 8 di Jakarta (1933), konggres ke 9 di Banyuwangi
(1934), kongres ke 10 di Solo (1935), kongres ke 11 di Kalimantan (1936),
kongres ke 12 di Malang (1937), kongres ke 13 di Menes (1938), kongres ke
14 di Magelang (1939). Kongres ke 15 di Surabaya (1945).10
Nama Nahdlatul Ulama sendiri diusulkan oleh KH. Mas Alwi Abdul Aziz,
sedangkan lambang NU dibuat oleh KH. Ridlwan Abdullah. Kedua kiai ini
berasal dari Surabaya. Arti lambang NU itu adalah, bahwa bola dunia
mengingatkan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah,
ikaatan tali menunjukkan bahwa kita harus memperkuat tali persaudaraan atau
ukhuwah Islamiyah, 99 untaian tali menunjukkan asmaul Husna, bintang besar
menunjukkan nabi Mohammad dan bintang dua kiri kanan menunjukkan sahabat
nabi yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman Bin affan dan ali bin Abi Tahlib,
9
Ridwan, NU Dan Bangsa 1914-2010.h. 51
10
Ridwan. h.6.
JUSAN 37
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
empat bintang dibawah menandakan 4 Mahzab yaitu Maliki, Hanafi, Syafi‟i,
Hanbali,dan 9 bintang ini juga bisa diartikan 9 wali yang berjasa menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa. Dan tulisan arab Nahdatul Ulama murni atas kreasi
Kiai Ridwan. Kiai Ridwan mendapat inprasi lambang ini dari mimpinya.
Kantor NU pusat yang berada di Surabaya beberapa kali mengalami
perpindahan. Awalnya di kampung Kertopaten kediaman Wahab Hasbullah, lalu
pindah ke lawang Agung yang ada di jalan Sasak Surabaya, kemudian pindah ke
Kampung bubutan Surabaya keiaman KH Ridwan Abullah. Ketika Kota Surabaya
diduuki Belanda, kantor NU pindah ke Jalan Pengadangan Nomor 3 Pasuruan
keiaman KH. Muhammad Dahlan. Selanjutnya setelah kota pasuruan diduduki
Belanda kantor NU pindah ke Jalan Soetomo nomor 9 Madiun kediaman KH
Mahfudz Efendi.Berikutnya pada masa Agresi militerII ,kantor pusat NU kembali
lagi ke kampung Bubutan Surabaya. Lalupindah ke Jakarta dijalan Jawa no 112,
kemudian pindah lagi ke jalanmenteng raya no 22. Kemudian ke jalan Kramat
Raya no 164 sejak KH Muhammad Dahlan sebagai ketua umum PBNU.11
Perjalanan organisasi NU tidak sama mulusnya dengan tempat kantor NU,
sering berpindah pindah karena kondisi Indonesia pada saat itu sering terjadi
pemindahan kekuasaan antara Belanda, Jepang, Indonesia. Sehingga tidak
mengherankan kalau kantor NU sering berpindah pindah dan kantornya berada
disalah satu rumah pengurus atau ketua NU, karena dananya atau pemasukan
organisasi kala itu juga masih minim.
NU mempunyai organisasi yang berada dibawahnya yang disebut badan
Otonom seperti Muslimat yang melaksanakan kebijakan pada anggota perempuan
NU. Fatayat melaksanakan kebijakan pada anggota permpuan. GP Ansor
melaksanakan kebijakan pada anggota pemuda NU, IPNU untuk pelajar putra,
IPPNU untuk pelajar Putri. Sarbamusi untuk kesejahteraan dan ketenagakerjaan.
Pagar Nusa badan otonom NU yang melaksanakan pengembangan seni Bela diri
dan pencak silat yang didirikan di Pondok Lirboyo, Kediri tanggal 3 Januari 1986.
11
Solahudin, Nahkoda Nahdliyin.h.2.
38 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
Sebelum menjadi partai politik NU, kader- kader organisasi NU
bergabung ke Majelis Syuro Muslimin (Masyumi). Banyak sumbangan pemikiran
warga NU untuk partai Masyumi. Pada masa perjanjian Linggarjati Masyumi
merupakan salah satu partai yang menolak isi perjanjian tersebut, selain Masyumi
terdapat partai lain yang menolak isi perjanjian seperti PNI, Angkatan Comunis
Muda (ACOMA), Partai Rakyat Jelata, Partai Rakyat Indonesia, Laskar rakyat
Jawa Barat, Partai Wanita,.12
Pada tahun 1950 NU mengadakan muktamar yang ke 18 di Jakarta yang
memutuskan keluar dari masyumi, tetapi pelaksanaanya ditangguhkan sambil
mempersiapkan pendirian partai NU dan menunggu kesiapan orang-orang NU
yang duduk di Masyumi.13
Terjadi perpecahan antara kaum muslim tradisional dan modernis ditubuh
masyumi. Hal ini terjadi adanya perbedaan pendapat antara pihak modernis
dengan pihak tradisional. Pihak modernis disini maksudnya orang orang Masyumi
sedangkan pihak tradisional maksudnya adalah Kiai NU. Untuk pertama kalinya
jabatan menteri agama di berikan kepada pihak modernis dan bukannya kepada
Wachid Hasyim. Antara bulan April- Agustus 1952, Nahdatul Ulama menarik diri
dari Masyumi dan berubah menjadi partai politik sendiri yang dipimpin Wachid
Hasyim.14
Karena perbedaan orientasi politik dan ketidakadilan dalam pembagian
posisi politik, bahkan ideologi itulah NU keluar dari Masyumi dan menjadi partai
sendiri yang diputuskan dalam muktamar NU di palembang pada Oktober 1952.
Dalam Muktamar dihadiri oleh 234 utusan yang mewakili 86 dari 134 cabang Nu
se-Indonesia. Dampak dari keputusan menjadi partai politik, jika sebelumnya
hanya memfokuskan pada persoalan-persoalan sosial keagamaan, sejak muktamar
12
Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (Jilid IV) (Jakarta: Balai Pustaka,
1993).h.212
13
Abdul Mun’im DZ, Benturan NU PKI 1948-1965 (Depok: Langgar Swadaya,
2013).h.82.
14
M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: Serambi, 2008).h. 509.
JUSAN 39
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
tersebut NU menambahh kegiatannya di ranah politik. AD-ART tidak lagi
berbentuk jami’yah tetapi menjadi AD-ART Partai Politik NU.15
Penarikan diri dari Masyumi bukan hanya disebabkan pendirian keras M
Natsir di satu sisi dan KH Wahab Hasbullah di sisi lain ingin sama-sama bertahan.
M Natsir tidak memberikan konsesi Kementerian agama kepada NU, dan KH
Wahab Hasbullah tetap melihat NU yang besar tidak diberi konsesi kementerian
negara, termasuk kementerian agama adalah suatu kekeliruan yang besar karena
NU menyumbang besar dari sisi dukungan massa.16
Tujuan politik NU menjadi parpol kala itu yaitu penyaluran dana
pemerintah terhadap NU , mendapatkan peluang bisnis, dan menduduki jabatan
birokrasi. Sehingga NU menjadi terperosok kedalam kubangan yang dalam dan
keluar dari Khittah NU 1926, tujuan politik seperti itu tampaknya justru
menyebabkan NU terjerembab dalam kubangan orientasi politik materialistik ,
lalai pada politik kerakyatan. Bahkan NU dituduh sebagai oportunis. NU tidak
menunjukkan prestasi yang gemilang bahkan bisa dikatakan gagal.17 NU
mempunyai dua model politik yaitu kerakyatan dan kenegaraan. Namun NU tidak
mampu mempertahankan dua model politik tersebut karena godaan politik
kekuasaan baik ditokoh NU maupun dari luar NU. Walaupun pada dasarnya
kittah NU tidak berpolitik, akibat tergiur oleh politik kekuasaan akhirnya NU
membentuk parpol sendiri.
Padahal NU pada pemilu 1950 telah menyumbangkan suara
masyarakatnya untuk masyumi. Hasil perolehan suara pada pemilu 1950
Masyumi mendapat 49 kursi (21%), PNI 36 kursi (16%), PSI 17 Kursi (7,3%),
PKI 13 kursi (5,6%), Partai katolik 9 kursi (3,9%), Partai Kristen 5 kursi (2,2%),
dan Murba 4 kursi (1,7%).18 Jika dilihat dari perolehan suara pada tahun 1950
menempatkan Masyumi dalam kedudukan kursi yang terbanyak, tetapi sangat
15
Budi Sujati, “Dinamika Partai Nahdlatul Ulama pada Pemilihan Umum 1955 di Jawa
Barat,” Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam 8, no. 1 (April 23, 2020),
https://doi.org/10.24235/tamaddun.v8i1.6138.
16
Ridwan, NU Dan Bangsa 1914-2010.h. 111.
17
Kompas, Nahdatul Ulama-Dinamika Ideologi Dan Politik Kenegaraan (Jakarta:
Kompas, 2010).h.5.
18
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.h.503.
40 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
disayangkan suara yang diperoleh masyumi dari NU tidak dibalas dengan
pengangkatan Wachid hasyim sebagai menteri agama dari Masyumi. Hal ini
memberikan kekecewaan yang besar pada NU sehingga mendirikan partai NU.
Tahun 24 Juni 1953 NU muncul menjadi kekuatan partai politik baru
dikancah Nasional. Soekarno menunjuk tim formatur baru Mr. Wongsonegoro
dan NU muncul sebagi kekuatan baru. Tetapi NU menarik kembali menteri-
menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 karena keretakan di kabinet Ali
Sastroamijoyo Jilid I.19
Memasuki pemilu 1955 mulai terjadi benturan langsung antara NU dan
PKI, bermula saat PKI mendaftarkan tanda gambarnya pada Kementrian Dalam
Negri yang menyebutkan PKI sebagai partai orang komunis dan orang-orang tidak
berpartai. Hal ini ditentang oleh NU karena PKI berusaha mengklaim kelompok
lain belum tentu PKI. Setelah berdebat dengan Ketua Partai NU Idham Chalid
sebagai Ketua Umum partai NU dengan DN Aidit Sekjen CC-PKI yang
dimoderatori olek Menteri Dalam Negri R Soenarjoyang berasal dari NU,
akhirnya PKI bisa dikalahkan.20
Keteganganpun tidak hanya antara KH Idham Chalid dan DN Aidit tetapi
awal tahun 1955 akan dimulainya pemilu 1955 terjadi ketegangan di desa-desa
juga, ini disebabkan PKI memperluas wilayahnya untuk mendapatkan kursi
terbanyak dalam pemilu. Hal ini menyebabkan ketegangan antara simpatisan PKI
dan santri-santri NU yang berada di desa.21 Sehingga pada saat itu tahun 1955
bisa dilihat adanya ketegangan politik ditingkat desa secara tidak langsung antara
kelompok kelompok PKI dengan para santri NU yang kebanyakan mereka
bermukim di pedesaan. Masyarakat desa mudah dimasuki suatu paham jika
pemimpin mereka sudah terkena paham tersebut. Contohnya PKI telah
menggandenng para pemimpin desa untuk menyebarkan paham atau tujuan partai.
Pada tahun 1955 terjadi pemilu yang pertama di Indonesia. Hasil pemilu
1955 menunjukkan 6 partai besar politik yang mendapatkan 1 juta ke atas, yaitu
19
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (Jilid IV).h.314.
20
Mun’im DZ, Benturan NU PKI 1948-1965.h.82.
21
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.h.518.
JUSAN 41
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
PNI mendapatkan 8.434.653( 23,32 persen dengan 57 kursi). Masyumi
mendapatkan 7.903.886 (20,92 persen dengan 57 kursi), NU mendaptkan
6.955.141 (18,42 persen dengan 45 kursi), PKI mendapatkan 6.179.914 ( 16,36
persen dengan 39 kursi), PSII mendapatkan 1.091.160 (2,89 persen dengan 8
kursi).22 Pada tanggal 29 Spetember 1955 lebih dari 39 Juta rakyat Indonesia
memberikan suaranya dengan hasil pemilu I dimenagkan 4 partai yaitu PNI,
Masyumi, NU, PKI. Dan partai lainnya memperoleh suara jauh lebih kecil
daripada keempat partai tersebut.23
Walaupun NU merupakan partai yang baru berdiri kurang dari lima tahun
saat itu tetapi pendukungnya sangat banyak terhadap partai tersebut, menginagt
sebelum menjadi partai politik NU adalah arganisasi keagamaan yang sudah
mempunyai banyak anggota. Walaupun NU sudah keluar dari Masyumi tetapi
partai Masyumi masih diatas NU perolehan suaranya.
Hasil pemilu di Jawa tengah antara PKI, NU dan PNI seimbang. Wakil-
wakil hasil pemilu 1955 bersidang dalam konstituante yang berlarut larut dan
kembali membicarakan dasar negara. Tahun 1956 Kabinet Burhanudin digantikan
oleh kabinet Ali Sastroamijoyo. Kabinet tidak dapat lagi bertahan setelah NU
menarik dukungannnya pada awal bulan Maret. Ali Sastro Amijoyo sekali lagi
membentuk sebuah kabinet(Maret 1956-Maret 1957). Dia bertekad membentuk
koalisi PNI-Masyumi- NU, sehingga dia tidak perlu tergantung pada PKI.24
Pada tanggal 20 Maret 1956 dibentuk Kabinet Ali II. Susunan kabinet
koalisi ini terdiri dari PNI, Masyumi dan NU. PKI tidak dimasukkan dalam
susunan kabinet ini menyebabkan Presiden Soekarno tidak menyetujuinya..
Presiden berusaha mendesak keinginannya kepada Sukiman dari Masyumi dan
tokoh NU K.H Idham Chalid serta tokoh PNI dan PSII. Semua tokoh sependapat
tetap menolak PKI masuk ke dalam kabinet Ali II.25
22
Ricklefs,.h.520.
23
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (Jilid IV).h. 317.
24
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.h.522.
25
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (Jilid IV).h. 321.
42 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
Jadi bisa dilihat dari sikap para pemimpin bangsa pada saat itu, NU adalah
komposisi yang seimbang untuk membentuk kabinet yang harmonis, saat NU
menarik diri dari kabinet Burhanudin, keseimbangan koalisis goyah sehingga
Burhanudin memberikan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno.
Sehingga Presiden Soekarno harus menunjuk kabinet baru untuk menjalankan
pemerintahansehingga ditunjuk kabinet Ali sastoamijoyo jilid II untuk menyusun
koalisi baru. Kainet Ali tetap memasukkan NU sebagai koalisi dalam kabinetnya
karena mengingat NU merupakan salah satu partai mendulang suara terbnyak.
Pada tahun 1957 saat Soekarno membuat suatu gagasan untuk Indonesia
tentang demokrasi terpimpin banyak partai yang tidak setuju termasuk partai NU.
26
Pada masa demokrasi terpimpin tokoh NU yang diangkat sebagai wakil perdana
menteri adalah Idham Chalid”.27 Meskipun demokrasi terpimpin kabinet non
partai tetapi pada prakteknya terdapat koalisi antara NU dan PNI.
Setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959 Soekarno membuat sebuah kabinet
baru dengan nama kabinet kerja. Tetapi NU tidak dimasukkan ke inti kabinet
tetapi tokoh NU masuk kedalam Menteri Agama.28 Terjadi perdebatan alot
sebelum disahkannya dekrit presiden, antara partai partai besar termasuk NU.
Pada bulan Juli 1959, Dewan Nasional dibubarkan dibentuk DPA( Dewan
Pertimbangan Agung). Masyumi dan PSI tidak terwakili didalam kedualembaga
tersebut, PNI, PKI , NU dan partai lainnya terwakili didalamnya.
NU menolak hasil dekrit presiden pada poin pembubaran DPR hasil
pemilu. NU juga mengancam akan menarik tokoh-tokohnya jika hal itu terlaksana.
Namun ini diurungkan, karena Soekarno mengiming-imingi penambahan kursi
untuk partai NU. NU menolak duduk dalam satu kabinet dengan PKI dan menolak
NASAKOM-nya Soekarno.29
NU merupakan sebuah partai yang selalu ambil bagian pada masa itu, dan
setiap keputusan NU selalu berpengaruh, hal ini dikarenakan pendukung Partai
26
Notosusanto.h. 530.
27
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.h. 537.
28
Ricklefs,.h.522.
29
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (Jilid IV).h. 421.
JUSAN 43
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
NU sangatlah banyak. Sehingga tiap pergantian Kabinet NU selalu ikut andil.
Karena Soekarno semakin berkuasa pada masa demokrasi terpimpin, dan pada
saat itu ada 3 kekuatan partai besar yaitu, PNI (nasionalisme, NU (Agama), PKI
untuk (komunis), sehingga Soekarno mendoktrin sebuah ajaran NASAKOM,
yangterdiri dari 3 partai besar, yang menurutnya bisa disatukan di Indonesia.
Walaupun pada saat itu PKI belum masuk dalam kursi kabinet.
Walaupun banyak tokoh NU yang tidak setuju adanya ajaran NASAKOM
tetapi tetap saja presiden Soekarno merialisasikan NASAKOM. Dan PKI-lah yang
sangat diuntungkan pada masa itu, sedangkan NU kalah suara terhadap dukungan
PKI tentang ajaran NASAKOM, karena Aidit cenderung lebih dekat dengan
Soekarno saat itu. PKI memanfaatkan sebaik baiknya tempat yang diberikan oleh
presiden kepada partainya.30
30
Notosusanto.h. 425.
44 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
Pemfusian partai politik menjadi tiga pada masa orde baru merupakan
tujuan untuk menjaga stabilitas politik pemerintahan Soeharto, karena mengaca
pada sejarah jika terlalu banyak partai pada masa Soekarno akan sering terjadi
gejolak politik. Pemerintah berkeinginan menggabungkan partai-partai peserta
pemilu hanya menjadi tiga partai, yaitu PPP, PDI, dan Golkar. DPR dibentuk
berdasarkan 4 kelompok yaitu, angkatan bersenjata, GOLKAR, Golongan
Pembangunan Demokrasi, dan golongan pembangunan persatuan. Partai Islam
digabungkan dengan kelompok kedua dengan 94 kursi, semua partai non-Islam
dengan jumlah 35 bergabung dengan kelompok pertama, dan Golkar sebagai
mayoritas menjadi 231 kursi.31
Muktamar partai NU ke 25 diselenggarakan pada 1971 dengan keputusan
menolak fusi. Akibat kibijakan pemerintah yang kuat dan menekan, muktamar
NU akhirnya memberikan rekomendasi kepada PBNU untuk mengadakan
perubahan-perubahan organisasi sesuai dengan kondisi objektif. Akhirnya fusi
diterima dengan segala konsekuensinya. Secara formal PPP dideklarasikan pada
tanggal 5 Januari 1973 dengan menggabungkan partai NU, PSII, Parmusi, dan
Perti.
Ide fusi sebenarnya ditentang oleh banyak kalangan, termasuk bagian dari
partai NU, tetapi pada Pemilu 1971 belum dapat dilaksanakan. Para deklarator
partai ini ada lah KH Idham Chalid (Ketua PB NU), H Mohammad Syafaat
Mintaredja (Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI)), Haji Anwar
Tjokroaminoto (Ketua Umum PSII), Haji Rusli Halil (Ketua umum Partai Islam
(Perti)) dan Haji Masjkur (Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi
DPR).
KH Idham Chalid pada pemilu 1971terpilih sebagai ketua DPR-RI dan
MPR-RI sampai dengan tahun1978. Dilihat dengan terpilihnya kader NU Idham
Chalid menjadi anggota DPR dan MPR RI masa orde baru, menunjukkan
eksistensinya NU dalam dunia politik Indonesia masa itu. Walaupun pendidikan
31
Ridwan, NU Dan Bangsa 1914-2010.h.225.
JUSAN 45
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
beliau tidak sampai perguruan tinggi hanya mondok di Pesantern Gontor, tetapi
kemampuannya dalam berpolitik tidak diragukan lagi.32
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang didirikan ini berasaskan Islam
dan berlambangkan Ka’bah, tetapi dalam perjalanannya , akibat tekanan politik
kekuasaan orde baru, PPP menggunakan asas PANCASILA sesuai dengan sistm
politik dan peraturan perundang undangan yang berlaku sejak 1984. Salah satu
misi PPP adalah berkhidmad untuk berjuang dalam mewujudkan dan membina
manusia dan masyarakat yang beriman dan bertakwa kpada Allah, meningkatkan
mutu kehidupanberagama, mengembangkan ukuwah Islamiyah.
Struktur partai terdiri dari Jabatan ketua umum pada awalnya berbentuk
presidium yang terdiri dari KH Idham Kholid sebagai presiden Partai dengan
wakil presiden MintaredjaSH, M Gobel, Rusli Halil dan KH Masjkur. Jabatan
Presiden partai dalam perkembangannya dihapuskan dan hanya ada ketua umum.
Dalam sejarahnya , ketua umum PPP pertama yang diangkat adalah MS
Mintaredja (1973-1978). 33
Pemfusian yang dilakukan oleh pemerintahan orde baru menimbulkan
kecurigaan dikalangan para ulama dan kiai NU. Sehingga pada masa awal
pemfusia partai, NU lebih meletakkan dirinya sebagia pihak oposisi pemerintah
orde baru. Walaupun ada kiai NU yang sadar akan keuntungganya bergabung
dengan pemerintah. Walaupun banyak orang NU yang curiga terhadap fusi partai
politik menjadi 3 dengan partai NU berfusi ke PPP tetapi ada sebagian warga NU
yang mematuhi aturan pemerintah. 34 Kebijakan fusi partai ini membawa konflik
internal di PPP. Orde baru juga menekankan untuk semua partai politik
menerapkan Pancasila sebagai asas partai politik.35
32
Solahudin, Nahkoda Nahdliyin.h. 238.
33
Ridwan, NU Dan Bangsa 1914-2010.h. 226.
34
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.h.627.
35
Subagtio, “PERJALANAN POLITIK NAHDLATUL ULAMA TAHUN 1973-1984
Keluarnya Nahdlatul Ulama dari Partai Persatuan Pembangunan.”
46 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Choirul. Pertumbuhan Dan Perkembangan NU. Surabaya: Bisma Satu,
1999.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kiai.
Jakarta, 1983.
Kompas. Nahdatul Ulama-Dinamika Ideologi Dan Politik Kenegaraan.
Jakarta: Kompas, 2010.
Muhammad, Firdaus. “DINAMIKA PEMIKIRAN DAN GERAKAN POLITIK
NAHDLATUL ULAMA.” KALAM 10, no. 2 (February 23, 2017): 57.
https://doi.org/10.24042/klm.v9i1.320.
Mun’im DZ, Abdul. Benturan NU PKI 1948-1965. Depok: Langgar Swadaya,
2013.
Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia (Jilid IV). Jakarta: Balai
Pustaka, 1993.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi, 2008.
JUSAN 47
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023
Ridwan, Nur Khalik. NU Dan Bangsa 1914-2010. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2010.
Solahudin, M. Nahkoda Nahdliyin. Kediri: Pustaka Utama, 2013.
Subagtio, Muhammad Eko. “PERJALANAN POLITIK NAHDLATUL
ULAMA TAHUN 1973-1984 Keluarnya Nahdlatul Ulama dari Partai
Persatuan Pembangunan” 7, no. 2 (2019).
Sujati, Budi. “Dinamika Partai Nahdlatul Ulama pada Pemilihan Umum 1955 di
Jawa Barat.” Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
8, No. 1 (April 23, 2020). https://doi.org/10.24235/tamaddun.v8i1.6138.
48 JUSAN
Jurnal Sejarah Peradaban Islam Indonesia
Volume 01, Nomor 01, Juni 2023