Kel 1 Inovasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

BAB I

KONSEP INOVASI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Di dalam dunia pendidikan seorang guru
di harapkan mampu memberikan pengajaran
yang baik di dalam kelas, karena peran seorang
guru sangat mempengaruhi mutu pendidikan
dan hasil belajar yang akan di capai oleh peserta
didik. Namun masih banyak sekali guru – guru
yang belum melakukan perubahan dalam cara
pengajaran di dalam kelas yang mengikuti zaman
dan menyesuaikan karakterristik pesertadidik.
(Menurut Duhwi Indartingsih tahun Vol 5, No5,
tahun (2020) Salah satu faktor yang
mempengaruhi mutu Pendidikan di suatu negara
adalah kualitas guru karena guru adalah jantung
Pendidikan. Jika Indonesia memiliki guru yang
berkualitas, pendidikan nasional juga akan
berkualitas sejalan dengan Andi Sadrian tahun
(2023) Di abad 21 atau yang lebih dikenal
dengan era digital perkembangan teknologi yang
semakin pesat berdampak pada perkembangan
dunia pendidikan).
Hal tersebut juga tidak lepas dari adanya
tantangan guru di era digital yang semakin
kompleks dan berat. Kemampuan guru pada era
digital harus bisa lebih upgrade dalam
penggunaan teknologi dibandingkan peserta
didiknya. Sebab, penggunaan teknologi dalam
penerapan pembelajaran sangat berguna untuk
menunjang pembelajaran yang berkualitas.
Banyak sekali guru – guru yang merepkan
inovasi pendidikan di kelas atau biasa disebut
mengikuti pengajara zaman dulu seharusnya guru
menerpakan inovasi dari segi strategi, model,
metode, pendekatan, tak – tik , teknik, media
pembelajaran. (Menurut temuan Kristiawan
(2014) Guru sekarang masih banyak memakai
produk 80an, sementara muridnya sudah
memakai produk kontemporer dan Menurut R.
Rupnidah & Dadan Suryana tahun (2022) Media
pembelajaran merupakan aspek penting yang
menunjang proses belajar bagi anak usia dini
agar dapat mengembangkan semua aspek-aspek
perkembangan untuk persiapan pendidikan pada
jenjang selanjutnya).
Berdasarkan paragraf di atas dalam
sebuah lingkungan pendidikan guru berperan
penting dalam menjalankan pendidikan tersebut
berlangsung. Dimulai dari menelaah kurikulum
yang ditentukan pemerintah, pelaksanaan silabus,
dan hingga mencari cara efektif dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tentunya
guru harus menyesuaikan cara tersebut dengan
perkembangan zaman dan juga tuntutan
pendidikan di era ini.

A. Makna Hakiki Inovasi Pendidikan


Rusdiana (2014:27) menjelaskan inovasi
adalah gagasan, tindakan atau barang yang
dianggap baru oleh seseorang dan
kebaruannya itu bersifat relatif.
Sa’ud (2015:3) menjelaskan inovasi
adalah suatu ide, barang, kejadian, metode
yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal
yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat), baik itu berupa hasil
invention maupun diskoveri. Dalam hal ini
inovasi diadakan untuk mencapai tujuan
tertentu atau untuk memecahkan suatu
masalah tertentu.
Berdasarkan pemaparan di atas maka
dapatlah dipahami bahwa suatu hal yang
dilakukan atau diciptakan untuk membuat
nuansa baru agar lebih menarik perhatian
seseorang atau sekelompok orang.
Ahmadi (2014:38) mendefinisikan
pendidikan merupakan suatu proses interaksi
manusia dengan lingkungannya yang
berlangsung secara sadar dan terencana dalam
rangka mengembangkan segala potensinya,
baik jasmani dan rohani yang menimbulkan
perubahan positif dan kemajuan baik kognitif
afektif maupun psikomotorik yang
berlangsung secara terus menerus guna
mencapai tujuan hidupnya.
Selanjutnya Hafid dkk (2014:27)
menjelaskan pendidikan adalah usaha
manusia untuk menumbuh kembangkan
potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun
rohani untuk memperoleh hasil dan prestasi
sehingga ia dapat mencapai kedewasaan.
Berdasarkan pemaparan di atas maka
dapatlah dipahami bahwa pendidikan
merupakan proses di mana manusia
memberikan dan menerima sebuah interaksi
yang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan potensi diri dari manusia
tersebut.
Rusdiana (2014:46) menjelaskan inovasi
pendidikan adalah inovasi untuk
memecahkan masalah dalam pendidikan,
dalam hal ini mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan komponen sistem
pendidikan baik dalam arti sempit yaitu
tingkat lembaga pendidikan maupun arti luas
yaitu sistem pendidikan nasional.
Saud (2015:6) menjelaskan inovasi
pendidikan adalah suatu perubahan yang
baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada
sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk
meningkatkan kemampuan guna mencapai
tujuan tertentu dalam pendidikan.Inovasi
pendidikan adalah inovasi untuk
memecahkan masalah dalam pendidikan.
Inovasi pendidikan mencakup halhal yang
berhubungan dengan komponen sistem
pendidikan, baik dalam arti sempit, yaitu
tingkat lembaga pendidikan, maupun arti
luas, yaitu sistem pendidikan nasional.
Inovasi dalam dunia pendidikan dapat berupa
apa saja, produk ataupun sistem. Produk
misalnya, seorang guru menciptakan media
pembelajaran mock up untuk pembelajaran.
Sistem misalnya, carapenyampaian materi di
kelas dengan tanya jawab ataupun yang
lainnya yang bersifat metode. Inovasi dapat
dikreasikan sesuai pemanfaatannya, yang
menciptakan hal baru, memudahkan dalam
dunia pendidikan, serta mengarah pada
kemajuan. Inovasi di sekolah, terjadi pada
sistem sekolah yang meliputi komponen-
komponan yang ada. Di antaranya adalah
sistem pendidikan sekolah yang terdiri atas
kurikulum, tata tertib, dan manajemen
organisasi pusat sumber belajar. Selain itu,
yang lebih penting adalah inovasi dilakukan
pada sistem pembelajaran (yang berperan di
dalamnya adalah guru) karena secara
langsung yang melakukan pembelajaran di
kelas ialah guru. Keberhasilan pembelajaran
sebagian besar tanggung jawab guru. Inovasi
pendidikan adalah suatu ide, barang, metode
yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik berupa hasil inversi
(penemuan baru) atau discovery (baru
ditemukan orang), yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Berdasarkan diatas dapat disimpulkan
bahwa keberhasilan sebuah pendidikan yang
dilakukan terletak pada cara guru atau
pendidik menyampaikan materi/pengetahuan
agar dapat diterima secara efektif oleh peserta
didik.
A. SASARAN INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan


pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus
melibatkan semua unsur yang terkait di dalamnya,
seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti guru
dan siswa. Di samping itu, keberhasilan inovasi
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh satu atau dua
faktor, tetapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan
fasilitas (Putra dkk., 2020; Riswan dkk., 2022).
Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi
pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan
fasilitas, dan program/tujuan.
1. GURU

Guru merupakan kompetensi paling


menentukan dalam sistem pendidikan secara
keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral,
pertama, dan utama.Guru memegang peran utama
dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang
diselenggarakan secara formal disekolah.
(Syafaruddin.,dkk, 2012: 155).
Agar dunia pendidikan dapat lebih inovatif
diperlukan guru yang berkompeten dan memiliki
kreativitas yang tinggi. Guru harus mempunyai cara
menyampaikan pembelajaran agar belajar itu
menarik dan mudah dimengerti. Peran guru pada
inovasi di sekolah tidak terlepas dari tatanan
pembelajaran yang dilakukan di kelas. Guru harus
tetap memerhatikan sejumlah kepentingan siswa, di
samping harus memerhatikan suatu tindakan
inovasinya. Langkah-langkah perubahan yang
dilakukan oleh seorang guru pun tidak terlepas dari
beberapa aspek kompetensi yang harus dicapai,
seperti:
a. Planning Instructions (Merencanaan
Pembelajaran),
b. Implementing Instructions (Menerapkan
Pembelajaran),
c. Performing Administrative Duties
(Melaksanakan Tugas-Tugas Administratif),
Communicating (Berkomunikasi)
d. Development Personal Skills (Mengembangkan
Kemampuan Pribadi)
e. Developing Pupil Self (Mengembangkan
Kemampuan Peserta Didik)

Guru sebagai ujung tombak dalam


pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang
sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar.
Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat
menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di
kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus
pandai membawa siswanya pada tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian, dalam pembaharuan
pendidikan, keterlibatan guru mulai perencanaan
inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasinya memainkan peran penting bagi
keberhasilan inovasi pendidikan. Guru menempati
posisi kunci dan strategis dalam menciptakan
suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan
untuk mengarahkan siswa agar mencapai tujuan
secara optimal. Seorang guru tidak hanya harus
pintar dari segi intelektualnya, tetapi juga harus
memiliki kompetensi pedagogi, profesional,
individual, dan sosial. Selain itu, guru juga harus
kreatif dan inovatif. Untuk itu guru harus mampu
menempatkan dirinya sebagai diseminator,
informator, transmitter, transformator, organizer,
fasilitator, motivator, dan evaluator bagi terciptanya
proses pembelajaran yang dinamis dan inovatif.
Dari beberapa materi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Sasaran paling utama dalam
diciptakannya konsep inovasi pendidikan adalah
guru atau tenaga pengajar. Karena guru merupakan
garda terdepan dalam menciptakan efektivitas
pembelajaran di dalam kelas. Guru pun nantinya
akan menjadi pondasi dan penentu terkait
pemahaman dan pengetahuan para siswa atau peserta
didik. Sehingga, inovasi pun perlu dilakukan untuk
guru. Karena inovasi yang dilakukan pada guru akan
berdampak pada banyak hal. Inovasi yang dilakukan
dapat bermacam-macam. Mulai dari membuat RPP
atau rencana pelajaran, mengembangkan potensi
serta keterampilan siswa, menangani tugas
administrasi, pembelajaran yang efektif, dan
sebagainya.

2. SISWA

Siswa sebagai objek utama dalam pendidikan


maka siswa memegang peran yang dominan, dalam
hal mana siswa dapat menentukan keberhasilan
belajarmelalui penggunaan intelegensi, daya motorik,
pengalaman, kemauan dankomitmen yang timbul
dalam dirinya tanpa paksaan. Hal ini terjadi apabila
siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi
pendidikan, walaupun hanyadengan mengenalkan
kepada mereka tujuan perubahan, mulai dari
perencanaan
sampai pelaksanaan. Siswa dalam inovasi pendidikan
adalah sebagai penerima pelajaran, pemberi
materi pada sesama temannya, petunjuk
menjadi guru bagi yang lainnya.(Rusyidi &
Amiruddin, 2017:38).

Maka dari itu disini siswalah yang berperan


dalam memajukan inovasi pendidikan dengan
dibantu oleh guru. Tanpa adanya kemauan siswa, ma
ka inovasi pendidikan juga tidak akan berjalan
dengan maksimal sesuai tujuaninovasi yang
diinginkan. Siswa juga haruslah diberikan bimbingan
untukmelakukan perencanaan serta pelaksanaan
terhadap inovasi pendidikan.
Dari materi diatas maka dapat disimpulkan
bahwa Siswa merupakan tujuan atau target utama
dalam bidang pendidikan. Karena hasil atau
kemampuan siswa dapat menjadi tolok ukur untuk
menilai keberhasilan kurikulum dan tenaga pengajar.
Sehingga siswa pun perlu dilibatkan dalam inovasi
pendidikan. Karena memiliki peran pula untuk
mengembangkan dunia pendidikan.

3. KURIKULUM.
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi
kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan
perangkatnya, merupakan pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Kurikulum sekolah merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di
sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi
pendidikan, kurikulum memegang peranan yang
sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan.
Tanpa kurikulum, inovasi pendidikan tidak akan
berjalan sesuai dengan tujuan inovasi. Oleh karena
itu, dalam inovasi pendidikan, semua perubahan
yang hendak diterapkan harus sesuai dengan
perubahan kurikulum. Dengan kata lain, perubahan
kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan
dan tidak mustahil perubahan keduanya akan
berjalan searah.
Inovasi kurikulum adalah gagasan atau
praktik kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-
bagian yang potensial dari kurikulum tersebut
dengan tujuan memecahkan masalah atau mencapai
tujuan tertentu.
Inovasi berkaitan dengan pengambilan
keputusan yang diambil, baik menerima maupun
menolak hasil dari inovasi. Ibrahim (1988: 71-73)
menyebutkan bahwa tipe keputusan inovasi
pendidikan – termasuk di dalamnya inovasi
kurikulum– dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
(a) keputusan inovasi pendidikan opsional, yaitu
pemilihan menerima atau menolak inovasi
berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu
secara mandiri tanpa bergantung atau terpengaruh
dorongan anggota sosial lain; (b) keputusan inovasi
pendidikan kolektif, yaitu pemilihan menerima dan
menolak inovasi berdasarkan keputusan yang dibuat
secara bersama atas kesepakatan antaranggota sistem
sosial; (c) keputusan inovasi pendidikan otoritas,
yaitu pemilihan untuk menerima dan menolak
inovasi yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok
orang yang mempunyai kedudukan, status,
wewenang, dan kemampuan yang lebih tinggi
daripada anggota lain dalam sistem sosial; (d)
keputusan inovasi pendidikan kontingen, yaitu
pemilihan untuk menerima atau menolak keputusan
inovasi pendidikan baru dapat dilakukan setelah ada
keputusan yang mendahuluinya.

4. FASILITAS.
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana
pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar
mengajar. Dalam inovasi pendidikan, fasilitas ikut
memengaruhi kelangsungan inovasi yang akan
diterapkan. Tanpa fasilitas, pelaksanaan inovasi
pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.

5. LINGKUP SOSIAL MASYRAKAT.


Dalam menerapakan inovasi pendidikan,
lingkup sosial masyarakat tidak secara langsung
terlibat dalam perubahan tersebut, tetapi bisa
membawa dampak, baik positif maupun negatif,
dalam pelaksanaan pembaharuan pendidikan. Secara
langsung atau tidak, masyarakat terlibat dalam
pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam
pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat
menjadi lebih baik, terutama masyarakat tempat
peserta didik itu berasal. Keterlibatan masyarakat
dalam inovasi pendidikan akan membantu inovator
dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi
pendidikan.

B. BENTUK-BENTUK INOVASI
PENDIDIKAN
Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu
hangat dibicarakan dari masa ke masa. Isu ini selalu
muncul tatkala orang membicarakan tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam inovasi
pendidikan, secara umum dapat diberikan dua buah
model inovasi yang baru, yaitu sebagai berikut.
1. Top-down Model Top-down model,
yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh
pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang
diterapkan kepada bawahan, seperti halnya inovasi
pendidikan yang dilakukan oleh Kemendiknas dan
Kemenag selama ini.
Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di
Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga
asing cenderung merupakan “topdown inovation”.
Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai
usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau
pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk
meningkatkan efisiensi dan sebagainya.
Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan
kepada bawahan dengan cara mengajak,
menganjurkan, bahkan memaksakan suatu perubahan
untuk kepentingan bawahannya. Bawahan tidak
punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas
adalah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru
Pamong, Sekolah Persiapan Pembangunan, Guru
Pamong, Sekolah kecil, Sistem Pengajaran Modul,
Sistem Belajar Jarak Jauh, dan lain-lain.
Inovasi pendidikan yang berupa top-down
model tidak selamanya berhasil dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh banyak hal antara lain penolakan
para pelaksana seperti guru yang tidak dilibatkan
secara penuh, baik dalam perencananaan maupun
pelaksanaannya.

2. Bottom-up Model
yang lebih berupa bottom-up model dianggap
Inovasi sebagai suatu inovasi yang langgeng dan
tidak mudah berhenti karena para pelaksana dan
pencipta sama-sama terlibat, mulai dari perencanaan
sampai pada pelaksanaan. Oleh karena itu, masing-
masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan
suatu inovasi yang mereka ciptakan.
Bottom-up model adalah model inovasi dan
hasil ciptaan dari bawah serta dilaksanakan sebagai
upaya meningkatkan penyelenggaraan dan mutu
pendidikan. Model inovasi yang diciptakan
berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari
sekolah, guru atau masyarakat yang umumnya
disebut model Bottom-Up Innovation. Ada inovasi
yang juga dilakukan oleh guru-guru, yang disebut
dengan Bottom-Up Innovation. Model ini jarang
dilakukan di Indonesia karena bersifat sentralistis.
Pembahasan tentang model inovasi seperti
model Top-Down dan Bottom-Up telah banyak
dilakukan oleh para peneliti dan para ahli
pendidikan. Sudah banyak pembahasan tentang
inovasi pendidikan yang dilakukan, misalnya
perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar.
White (1988: 136-156) menguraikan beberapa aspek
yang berkaitan dengan inovasi, seperti tahapan-
tahapan dalam inovasi, karakteristik inovasi,
manajemen inovasi, dan sistem pendekatannya.
Di samping kedua model yang umum
tersebut, ada hal lain yang muncul tatkala
membicarakan inovasi pendidikan, yaitu: (1)
kendalakendala, termasuk resistensi dari pihak
pelaksana inovasi, seperti guru, siswa, masyarakat
dan sebagainya; (2) faktor-faktor seperti guru, siswa,
kurikulum, fasilitas, dan dana; (3) lingkup sosial
masyarakat.

C. Proses Keputusan Inovasi


Proses keputuan inovasi pendidikan adalah
proses yang dilalui atau ubit pengambilan keputusan
lain, mengimplementasikan dan menginformasikan
terhadap keputusan inovasi dalam bidang pendidikan
yang telah diambil (Ibrahim, 1988: 8788).
Proses keputusan inovasi pendidikan merupakan
serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka
waktu tertentu dan tidak berlangsung seketika
sehingga seseorang atau sekelompok orang
(organisasi) dapat menilai dan mempertimbangkan
inovasi pendidikan yang ditawarkan, kemudian
mengambil keputusan untuk menerima dan
menerapkan atau menolaknya.
Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu
membutuhkan waktu dan setiap saat tentu terjadi
perubahan.
Lamanya waktu yang dipergunakan selama
proses itu berbeda antara orang atau organisasi satu
dengan yang lain bergantung pada kepekaan orang
atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula,
selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu
terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai
proses itu dinyatakan berakhir.
Menurut Roger (1983), proses keputusan inovasi
terdiri atas lima tahap berikut.
1. Tahap pengetahuan (knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap
pengetahuan, yaitu tahap saat seseorang menyadari
adanya inovasi dan ingin tahu fungsi inovasi
tersebut. Menyadari dalam hal ini bukan memahami,
melainkan membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Menyadari atau membuka diri terhadap inovasi
tentu dilakukan secara aktif, bukan secara pasif.
Misalnya, pada acara siaran televisi disebutkan
bahwa pada jam 19.30 akan disiarkan tentang metode
baru cara mengajar berhitung di Sekolah Dasar. Guru
A yang mendengar dan melihat acara tersebut
menyadari bahwa ada metode baru tersebut, ia pun
mulai proses keputusan inovasi pada tahap
pengetahuan. Adapun Guru B walaupun mendengar
dan melihat acara TV, tidak ingin tahu maka belum
terjadi proses keputusan inovasi.
Seseorang yang menyadari perlunya mengetahui
inovasi tentu berdasarkan pengamatannya tentang
inovasi itu sesuai dengan kebutuhan, minat, atau
kepercayaannya. Pada contoh Guru A tersebut,
berarti ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia
memerlukannya.
Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena
kebetulan ia merasa membutuhkannya. Sekalipun
demikian, mungkin juga terjadi karena seseorang
membutuhkan sesuatu, untuk memenuhinya, ia
mengadakan inovasi. Dalam kenyataan di
masyarakat, hal ini jarang terjadi, karena banyak
orang tidak tahu apa yang diperlukan. Dalam bidang
pendidikan, misalnya yang dapat merasakan perlunya
perubahan adalah para pakar pendidikan, sedangkan
guru belum tentu menerima perubahan atau inovasi
yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan
pelaksanan tugasnya.
Setelah menyadari adanya inovasi dan membuka
dirinya untuk mengetahui inovasi, keaktifan untuk
memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu
bukan hanya berlangsung pada tahap pengetahuan,
tetapi juga pada tahap lain, bahkan sampai tahap
konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui
aspekaspek tertentu dari inovasi.

2. Tahap Bujukan
Pada tahap persuasi dari proses keputusan
inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi
atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada
tahap pengetahuan, proses kegiatan mental yang
utama bidang kognitif. Pada tahap persuasi, proses
kegiatan mental yang berperan utama adalah bidang
afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat
menyenangi inovasi sebelum tahu lebih dulu tentang
inovasi.
Dalam tahap persuasi lebih banyak keaktifan
mental yang memegang peran. Seseorang akan
berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi
dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada
tahap ini, berlangsung seleksi informasi disesuaikan
dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah,
peranan karakteristik inovasi dalam memengaruhi
proses keputusan inovasi.
Dalam tahap persuasi juga sangat penting peran
kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan
penerapan inovasi masa datang. Diperlukan
kemampuan untuk memproyeksikan penerapan
inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan
situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental
itu, diperlukan gambaran yang jelas tentang cara
pelaksanaan inovasi, jika mungkin sampai pada
konsekuensi inovasi.
Hasil tahap persuasi yang utama adalah adanya
penentuan menyenangi atau tidak menyenangi
inovasi. Diharapkan hasil tahap persuasi akan
mengarahkan proses keputusan inovasi. Dengan
dengan kata lain, ada kecenderungan kesesuaian
antara menyenangi inovasi dengan menerapkan
inovasi.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap
dengan aktivitas masih ada jarak. Orang yang
menyenangi inovasi belum tentu menerapkan
inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara
pengetahuansikap dengan penerapan (praktik).
Misalnya, seorang guru mengetahui metode diskusi,
mengetahui cara menggunakannya, dan senang
menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan
karena faktor tempat duduknya tidak memungkinkan,
jumlah siswanya terlalu besar, dan merasa khawatir
bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan. Perlu ada
bantuan pemecahan masalah.
3. Tahap Keputusan
Tahap keputusan dari proses inovasi berlangsung
jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah
untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi.
Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan
menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak
akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang menerima inovasi
setelah ia mencoba lebih dahulu atau mencoba
sebagian kecil lebih dahulu, kemudian dilanjutkan
secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai
dengan yang diharapkan. Inovasi yang dapat dicoba
bagian demi bagian akan lebih cepat diterima. Akan
tetapi, tidak semua inovasi dapat dicoba dengan
dipecah menjadi beberapa bagian.
Dalam kenyataannya, pada setiap tahap dalam
proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan
inovasi. Misalnya, penolakan dapat terjadi pada awal
tahap pengetahuan, tahap persuasi, atau setelah
konfirmasi, dan sebagainya.
Ada dua macam penolakan inovasi, yaitu: (1)
penolakan aktif, artinya penolakan inovasi setelah
mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau
mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan akhir
menolak inovasi, dan (2) penolakan pasif, artinya
penolakan inovasi tanpa pertimbangan.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara
pengetahuan, persuasi, dengan keputusan inovasi
sering berjalan bersamaan. Satu dengan yang lain
saling berkaitan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu
dan dalam kondisi tertentu dapat terjadi urutan:
pengetahuan keputusan inovasi kemudian persuasi.
4. Tahap Implementasi
Tahap implementasi dari proses keputusan
inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan
inovasi. Dalam tahap impelementasi berlangsung
keaktifan, baik mental maupun perbuatan. Keputusan
penerima gagasan atau ide dibuktikan dalam praktik.
Pada umumnya, implementasi mengikuti hasil
keputusan inovasi. Akan tetapi, dapat juga terjadi
karena sesuatu hal, seseorang sudah memutuskan
menerima inovasi, tetapi tidak diikuti implementasi.
Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan
yang tidak tersedia.
Tahap implementasi berlangsung dalam waktu
yang sangat lama, bergantung pada keadaan inovasi.
Suatu tanda bahwa tahap implementasi inovasi
berakhir jika penerapan inovasi sudah melembaga
dan menjadi halhal yang bersifat rutin atau
merupakan hal yang baru lagi.
Halhal yang memungkinkan terjadinya reinvensi
antara inovasi yang sangat komplek dan sukar
dimengerti, penerima inovasi kurang dapat
memahami inovasi karena sukar untuk menemui
agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan
berbagai kemungkinan komunikasi, apabila inovasi
diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat
luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki oleh
suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan re-
invensi.
5. Tahap Konfirmasi
Dalam tahap konfirmasi, seseorang mencari
penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya
dan dapat menarik kembali keputusannya jika
diperoleh informasi yang bertentangan dengan
informasi semula. Tahap konfirmasi sebenarnya
berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi
keputusan menerima atau menolak inovasi yang
berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas.
Selama dalam konfirmasi, seseorang berusaha
menghindari terjadinya disonansi, paling tidak
berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang
antara lain disebabkan terjadinya ketidakseimbangan
internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu
yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut
disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika
merasa dalam dirinya terjadi disonansi, ia akan
berusaha menghilangkannya atau menguranginya
dengan cara mengubah pengetahuan, sikap, atau
perbuatannya. Dalam hubungannya dengan difusi
inovasi, usaha mengurangi disonansi dapat dilakukan
dengan cara berikut.
a. Apabila seseorang menyadari suatu kebutuhan
dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan, misalnya dengan mencari informasi
tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap
pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
b. Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah
bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi
belum menetapkan keputusan untuk menerima
inovasi maka ia berusaha untuk menerimanya,
untuk mengurangi adanya disonansi antara yang
disenangi dan diyakini dengan yang dilakukan.
Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan
tahap implementasi dalam proses keputusan
inovasi.
c. Setelah seseorang menetapkan menerima dan
menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk
menolaknya, disonansi ini dapat dikurangi
dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan
penerapan inovasi (discontinuing). Ada
kemungkinan juga seseorang yang telah
menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian
diajak untuk menerimanya maka usaha
mengurangi disonansi dengan cara menerima
inovasi (mengubah keputusan semula).
Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi
atau mengikuti inovasi terlambat) pada tahap
konfirmasi dari proses keputusan inovasi.
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut,
berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang
sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan
sangat erat hubungannya, bahkan sukar dipisahkan
karena yang satu memengaruhi yang lain. Itulah
sebabnya, dalam kenyataan kadangkadang sukar
untuk mengubah keputusan yang sudah terlanjur
mapan dan disenangi, walaupun secara rasional
diketahui ada kelemahannya. Karena sering terjadi
untuk menghindari timbulnya disonansi, itu hanya
berubah mencari informasi yang dapat memperkuat
keputusannya. Dengan kata lain, orang itu
melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi
(selective exposure).
Untuk menghindari terjadinya drop out dalam
penerimaan dan implementasi inovasi (discontinue)
peranan agen pembaharu sangat dominan. Tanpa
monitoring dan penguatan, seseorang akan mudah
terpengaruh pada informasi negatif tentang inovasi.
D. Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh
seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial,
atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang
menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan
keputusan bersama atau berdasarkan paksaan
(kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut, dapat
dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi.

1. Keputusan Inovasi Opsional


Keputusan inovasi opsional adalah pemilihan
menerima atau menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang)
secara mandiri tanpa bergantung atau terpengaruh
dorongan anggota sistem sosial yang lain, meskipun
orang yang mengambil keputusan itu berdasarkan
norma sistem sosial atau hasil komunikasi
interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain.
Jadi, hakikat pengertian keputusan inovasi opsional
adalah individu yang berperan sebagai pengambil
keputusan untuk menerima atau menolak inovasi.
2. Keputusan Inovasi Kolektif
Keputusan inovasi kolektif adalah pemilihan
untuk menerima atau menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang dibuat secara bersamasama dengan
kesepakatan antaranggota sistem sosial. Semua
anggota sistem sosial harus menaati keputusan
bersama yang telah dibuat. Misalnya, atas
kesepakatan semua warga sekolah untuk tidak
membeli atk di sekitar sekolah yang kemudian
disahkan pada rapat semua warga sekolah.
Konsekuensinya semua warga sekolah tersebut harus
menaati keputusan yang telah dibuat, walaupun
mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu
yang masih berkeberatan.

3. Keputusan Inovasi Otoritas


Keputusan inovasi otoritas adalah pemilihan
untuk menerima atau menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang dibuat oleh seseorang atau
sekelompok orang yang mempunyai kedudukan,
status, wewenang, atau kemampuan yang lebih tinggi
daripada anggota lain dalam suatu sistem sosial. Para
anggota tidak mempunyai pengaruh atau peranan
dalam membuat keputusan inovasi. Mereka hanya
melaksanakan hasil yang telah diputuskan oleh unit
pengambil keputusan. Misalnya, seorang pimpinan
perusahaan memutuskan agar sejak tanggal 1 Januari
semua siswa harus memakai seragam batik. Dengan
demikian, semua siswa sebagai anggota sistem sosial
di sekolah itu harus melaksanakan halhal yang telah
diputuskan oleh sekolah.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut
merupakan rentangan (continuum) dari keputusan
opsional (individu dengan penuh tanggung jawab
secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan
dengan keputusan kolektif (individu memperoleh
sebagian wewenang untuk mengambil keputusan),
dan keputusan otoritas (individu tidak mempunyai
hak untuk ikut mengambil keputusan). Keputusan
kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam
organisasi formal, seperti perusahaan, sekolah,
perguruan tinggi, organisasi pemerintahan, dan
sebagainya. Keputusan opsional sering digunakan
dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen,
atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat
sebagai individu, bukan sebagai anggota organisasi
tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi
dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi
masih juga bergantung pada pelaksanaannya. Sering
terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan
keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahwa
keputusan opsional lebih cepat dari keputusan
kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan
dalam musyawarah antara anggota sistem sosial
mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi
inovasi bergantung pada berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk
menyebarluaskan inovasi dapat berubah dalam waktu
tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan
tali pengaman bagi pengendara mobil (automobil
seat belts). Pada mulanya pemasangan seatbelt di
mobil diserahkan kepada pemilik kendaraan yang
mampu membiayai pemasangannya. Jadi,
menggunakan keputusan opsional. Kemudian, pada
tahun berikutnya peraturan pemerintah
mempersyaratkan semua mobil baru harus dilengkapi
dengan tali pengaman. Jadi, keputusan inovasi
pemasangan tali pengaman dibuat secara kolektif.
Kemudian, banyak reaksi terhadap peraturan ini,
sehingga pemerintah kembali pada peraturan lama
keputusan menggunakan tali pengaman diserahkan
kepada tiap individu (tipe keputusan opsional).

4. Keputusan Inovasi Kontingensi (Contingent)


Keputusan inovasi kontingensi (contingent),
yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu
inovasi dapat dilakukan setelah ada keputusan
inovasi yang mendahuluinya. Misalnya, di sebuah
perguruan tinggi, seorang dosen tidak mungkin untuk
memutuskan secara opsional untuk memakai
komputer sebelum didahului keputusan oleh
pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan
fakultas dengan komputer. Jadi, ciri pokok dari
keputusan inovasi kontingen adalah digunakannya
dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian
untuk menangani suatu difusi inovasi, baik
keputusan opsional, kolektif, maupun otoritas.
Sistem sosial terlibat secara langsung dalam
proses keputusan inovasi kolektif, otoritas, dan
kontingen, serta mungkin tidak secara langsung
terlibat dalam keputusan inovasi opsional.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inovasi


Pendidikan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Inovasi Pendidikan. Lembaga pendidikan formal
seperti sekolah adalah suatu sub sistem dari sistem
sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial,
maka lembaga pendidikan formal tersebut juga akan
mengalami perubahan, maka hasilnya akan
berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena itu
suatu lembaga pendidikan memunyai beban yang
ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya
tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda
agar dapat menyiapkan diri menghadapi tantangan
kemajuan jaman.
Motivasi yang mendorong perlunya diadakan
inovasi pendidikan jika dilacak biasanya bersumber
pada dua hal yaitu:
1. Kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk
mengadakan respon terhadap tantangan
kebutuhan masyarakat.
2. Adanya usaha untuk menggunakan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat.
Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial
terjadi hubugan yang erat dan saling mempengaruhi.
Misalnya suatu sekolah telah dapat sukses
menyiapkan tenaga yang terdidik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maka dengan tenaga terdidik
berarti tingkat kehidupannya meningkat, dan cara
bekerjanya juga lebih baik. Tenaga terdidik akan
merasa tidak puas jika bekerja yang tidak
menggunakan kemampuan inteleknya, sehingga
perlu adanya penyesuaian dengan lapangan
pekerjaan.
Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan
yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya
hubungan interaktif antara lembaga pendidikan dan
masyarakat. Agar kita dapat lebih memahami tentang
perlunya perubahan pendidikan atau kebutuhan
adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari tiga
hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan
di sekolah, yaitu: Kegiatan belajar mengajar, Faktor
internal dan eksternal, dan Sistem pendidikan
(pengelolaan dan pengawasan).
1. Faktor kegiatan belajar mengajar
Hal yang menjadi kunci keberhasilan dalam
pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah
kemampuan guru sebagai tenaga profesional.
Guru sebagai tenaga yang telah dipandang
memiliki keahlian tertentu dalam bidang
pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk
mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat
mencapai tujuan tertentu, yang terjadinya
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan
tujuan Pendidikan Nasional dan tujuan
Institusional yang telah dirumuskan. Tetapi
dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan
belajar mengajar terdapat berbagai faktor yang
menyebabkan orang memandang bahwa
pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah
kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif,
dan kurang perhatian. Sebagai alasan mengapa
seseorang harus memandang tugas guru dalam
mengajar mengandung banyak kelemahan
tersebut, antara lain dikemukakan bahwa:
a. Keberhasilan tugas guru dalam mengelola
kegiatan belajar mengajarnsangat ditentukan
oleh hubungan interpersonal antara guru
dengan siswa
b. Belum ada kriteria yang baku tentang
bagaimana pengelolaan kegiatan belajar
mengajar yang efektif.
c. Dalam melaksanakan tugas mengelola
kegiatan belajar mengajar, guru menghadapi
sejumlah siswa yang berbeda satu dengan
yang lain baik mengenai kondisi fisik, mental
intelektual, sifat, minat, dan latar belakang
sosial ekonominya.
d. Guru juga menghadapi tantangan dalam
usahanya untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya, yaitu tanpa adanya
keseimbangan antara kemampuan dan
wewenangnya mengatur beban tugas yang
harus dilakukan, serta tanpa bantuan dari
lembaga dan tanpa adanya insentif yang
menunjang kegiatanya.
Dengan adanya kelemahan-kelemahan dalam
pelaksanaan pengelolaan kegiatan belajar
mengajar tersebut maka perlunya ada inovasi
pendidikan untuk mengatasi kelemahan tersebut,
atau bahkan dari sudut pandang yang lain dapat
juga dikatakan baha dengan adanya kelemahan-
kelemahan itu maka sukar penerapan inovasi
pendidikan secara efektif.
2. Faktor internal dan eksternal
Satu keunikan dari sistem pendidikan
ialah baik pelaksana maupun klien (yang
dilayani) adalah kelompok manusia. Perencana
inovasi pendidikan harus memeperhatikan mana
kelompok yang mempengaruhi dan kelompok
yang dipengaruhi oleh sekolah (sistem
pendidikan).
Faktor internal yang mempengaruhi
pelaksanaan sistem pendidikan dan dengan
sendirinya juga inovasi pendidikan ialah siswa.
Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap proses
inovasi karena tujuan pendidikan untuk mencapai
perubahan tingkah laku ssiwa. Jadi siswa sebagai
pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam
melaksanakan berbagai macam kebijakan
pendidikan
Faktor eksternal yang mempunyai
pengaruh dalam proses inovasi pendidian ialah
orang tua. Orang tua murid ikut mempunyai
peranan dalam menunjang kelancaran proses
inovasi pendidikan, baik ia sebagai penujang
secara moral membantu dan mendorong kegatan
siswa untuk melakukan kegiatan belajar sesuai
dengan yang diharapkan sekolah, maupun
sebagai penunjang pengadaan dana.
3. Sistem pendidikan (pengelolaan dan
pengawasan)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah diatur dengan aturan yang dibuat oleh
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai