LP Ca Cervix
LP Ca Cervix
LP Ca Cervix
Disusun Oleh :
Susismolia
NIM : 200102326
B. Klasifikasi
Penyebaran kanker serviks melalui beberapa fase. Pertama didahului dengan fase pra
kanker yang merupakan perubahan sel-sel normal menjadi premaligant (prakeganasan)
dari sel-sel rahim atau yang sering disebut dengan displasia. Kanker serviks dibagi
menjadi lima sadium yaitu stadium nol, stadium satu, stadium dua, stadium tiga, dan
stadium empat.
1. Pada kanker serviks stadium nol atau biasa disebut karsioma in situ sel kanker hanya
ditemukan pada lapisan serviks. Pada stadium satu sel kanker hanya ditemukan di
serviks (leher rahim). Kanker serviks stadium satu dibagi menjadi stadium IA1,
stadium IA2, stadium IB1 dan staium IB2.
2. Pada stadium dua, sel kanker telah melalui serviks dan menginvasi bagian atas vagina
tetapi sel kanker belum menyebar ke dinding pelvik (sepertiga bagian bawah vagina).
Kanker serviks stadium dibagi menjadi dua yaitu stadium IIA dan stadium IIB.
3. Pada kanker serviks stadium tiga sel kanker telah meyerang bagian pelvik atau bagian
bawah vagina. Kemungkinan sel kanker telah menyerang dinding panggul, apabila
kanker yang ada dalam ukuran besar dapat memblok seluruh urin dari ginjal sehingga
menyebabkan ginjal tidak berfungsi dengan baik. Kanker serviks stadium tiga dibagi
menjadi stadium IIIA dan stadim IIIB.
4. Pada kanker serviks stadium akhir atau stadium empat telah terjadi penyebaran sel
kanker kebagian tubuh lain seperti kandung kemih, rektum, paru-paru, tulang bahkan
hati. Kanker serviks tadium empat dibagi menjadi stadium IVA dan stadium IVB
(Astrid Savitri, 2015).
C. Etiologi
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks
yaitu:
5. HPV (Human papilloma virus) HPV adalah virus penyebab kutil genetalis
(Kandiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang
sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.
6. Merokok Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
7. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
8. Berganti-ganti pasangan seksual.
9. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di
bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita
yang menderita kanker serviks.
10. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran
(banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
11. Gangguan sistem kekebalan
12. Pemakaian Pil KB.
13. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
14. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara rutin).
(Nurarif, 2016).
D. Faktor resiko
Sejumlah faktor risiko telah dikaitkan dengan infeksi HPV yang secara konklusif
telah ditemukan terkait dengan peningkatan risiko adalah usia dan jumlah pasangan
seksual saat ini dan sebelumnya menurut Scheurer dalam Rafika (2018). Beberapa faktor
risiko lainnya dibahas di bawah ini:
1. Usia
Tingkat tertinggi infeksi HPV genital terjadi antara 15 dan 25 tahun, kemudian
menurun dengan mantap setelah usia 40 tahun menurut Wiley & Masongsong dalam
Rafika (2018). Pada beberapa populasi, terjadi peningkatan infeksi HPV non-
onkogenik pada kelompok usia pasca menopause menurut Herrero dalam Rafika
(2018) Ini mungkin hasil dari kekebalan yang didapat, faktor hormonal dan jumlah
pasangan seksual yang lebih sedikit menurut Scheurer dalam Rosyda (2018). Namun
wanita yang lebih tua tetap berisiko mengalami reaktivasi HPV onkogenik
dikarenakan adanya interaksi usia dan jumlah pasangan seksual selama hidup
menurut Brown & Weaver dalam Rafika (2018).
2. Jumlah pasangan seksual
HPV genital jarang terdeteksi pada anak-anak dan pada wanita yang tidak aktif
secara seksual namun segera setelah aktivitas seksual dimulai, kejadian meningkat
dengan tajam. Prediktor yang paling signifikan untuk mendapatkan infeksi tampaknya
merupakan jumlah pasangan seksual seumur hidup. Namun, karena infeksi ini begitu
umum, bahkan hanya memiliki satu pasangan seksual berisiko terinfeksi. 21% wanita
muda yang melaporkan satu pasangan seks penetrasi pria diuji positif terhadap DNA
HPV menurut Ley dalam Rafika (2018).
Kebanyakan wanita dan pria yang aktif secara seksual akan terinfeksi HPV pada
beberapa titik dalam hidup mereka dan beberapa mungkin berulang kali terinfeksi.
Waktu puncak terinfeksi baik untuk wanita maupun pria tidak lama setelah menjadi
aktif secara seksual. HPV ditularkan secara seksual, namun tidak selalu seks
penetratif. Kontak kulit ke kulit genital dapat sangat mungkin mentrasmisikan HPV
(Rafika, 2018).
Ada banyak jenis HPV, dan banyak yang tidak menimbulkan masalah infeksi
HPV biasanya mengalami remisi tanpa adanya intervensi dalam beberapa bulan
setelah akuisisi (sekitar 90%). Sebagian kecil dapat bertahan dan berlanjut ke kanker
(Rafika, 2018).
3. Kontrasepsi Oral
Sejumlah penelitian telah menemukan hubungan antara penggunaan kontrasepsi
oral dan infeksi HPV yang terlepas dari perilaku seksual dan faktor risiko lainnya.
Sebuah studi kuantitatif tentang hubungan antara kontrasepsi oral dan kanker serviks
menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang (> 5 tahun) dua kali
lipat berisiko terkena kanker serviks. Namun, risiko dapat turun setelah berhenti 10
tahun atau lebih menurut La Vecchia & Boccia dalam Rafika (2018).
4. Merokok
Memiliki hubungan tertinggi kedua dengan perkembangan displasia serviks
setelah infeksi HPV yang persisten. Hubungan antara tembakau, displasia dan kanker
terkait HPV telah dipelajari secara ekstensif, dan walaupun mekanisme karsinogenik
kausal yang tepat tetap tidak jelas. Namun sebuah penelitian mengemukakan bahwa
merokok meningkatkan risiko infeksi berikutnya dengan menurunkan kekebalan.
Terdapat data yang menunjukkan bahwa wanita dengan HPV onkogenik dan apusan
serviks abnormal tiga kali lebih mungkin untuk didiagnosis CIN3 atau lebih daripada
non-perokok menurut Mcintyre dalam Rafika (2018).
5. Paritas
Paritas tinggi dan sejumlah besar kehamilan telah dikaitkan dengan
perkembangan kanker serviks untuk waktu yang lama. Telah disarankan bahwa
kehamilan multipara mungkin memiliki efek traumatik atau imunosupresif kumulatif
pada serviks, sehingga mendorong perkembangan infeksi HPV. Kehamilan juga bisa
menginduksi efek hormonal pada serviks yang selanjutnya meningkatkan risiko
perkembangan onkogenik menurut Matos dalam Rafika (2018).
6. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap atau perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan. Pendidikan formal adalah segenap bentuk pendidikan atau pelatihan yang
bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Pendidikan informal yaitu pendidikan
yang terdapat di lingkungan sekolah dalam bentuk tidak terorganisasi (Kharisma,
2011).
E. Patofisiologi
Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30 tahun. Faktor
resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Paipilloma Virus (HPV) yang
ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain perkembangan kanker serviks adalah
aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang
meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan merokok (Price, 2012).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan epitel
kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona tranformasi).
Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang
berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan karsinoma in situ atau
High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului karsinoma invasif.
Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma
serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung kedalam jaringan para servikal.
Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih
progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau
meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale dan rongga endometrium. Invasi ke
kelenjar getah bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh
yang jauh (Price, 2012).
F. Pathway (WOC)
G. Manifestasi Klinis
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah sebagai berikut:
1) Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2) Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan
abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan seksual.
3) Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4) Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.
5) Nyeri disekitar vagina
6) Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
7) Nyeri pada anggota gerak (kaki).
8) Terjadi pembengkakan pada area kaki.
9) Sakit waktu hubungan seks.
10)Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau dan bercampur
dengan darah.
11)Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
12)Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid.
13)Sering pusing dan sinkope.
14)Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh
H. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Kematian janin
3. Infertile
4. Obstruksi ureter
5. Hidronefrosis
6. Gagal ginjal
7. Pemberntukan fistula
8. Anemia
9. Infeksi sistemik
10. trombositopenia
I. Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan darah, urinalisa (LEVEL 4)
- Urodinamik, sistografi (sesuai indikasi)
- USG Doppler tungkai (sesuai indikasi)
- Rontgen thoraks
- Bone scan, Spot foto
- CT scan / MRI (sesuai indikasi)
b. Pemeriksaan Diagnostik
Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita selama ±10-15
tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur skrining, namun
sebagian besar perempuan memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan
pemeriksaan baik melalui test paps smear maupun inspeksi visual dengan asam asetat
(IVA). Hasil penelitian, bahwa dari 171 perempuan yang mengetahui tentang kanker
serviks, hanya 24,5 % (42 perempuan) yang melakukan prosedur skrining
(Wuriningsih, 2016).
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim
(serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim
setelah memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan
terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka
kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan
warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).
Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang paling
disarankan oleh Departemen Kesehatan. Salah satu pertimbangannya karena
biayanya yang sangat murah. Namun perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan
hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode
deteksi lainnya yang lebih lanjut harus segera dilakukan (Wijaya, 2010).
WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat atas
prakanker (High-Grade Precancerous Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-
96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predictive
value) dan nilai prediksi negatif (negative predictive value) masing-masing antara
10-20% dan 92-97% (Wijaya, 2010).
Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas IVA
sejajar dengan pemeriksaan secara sitologi, akan tetapi spesifitasnya lebih
rendah. Keunggulan secara skrinning ini ialah cukup sederhana, murah, cepat,
hasil segera diketahui, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah
dilakukan. (Wijaya, 2010).
2. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini
munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak
sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya,
2010).
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa
menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari
setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kirakira dua hari sebelum
pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau penggunaan
pembersih vagina, karena bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau
menyembunyikan sel-sel abnormal (Wijaya, 2010).
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan di atas kursi periksa kandungan oleh
dokter atau bidan yang sudah ahli dengan menggunakan alat untuk membantu
membuka kelamin wanita. Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk
mengambil cairan yang mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini
kemudian diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikroskop (Wijaya, 2010).
Hasil pemeriksaan Pap smear biasanya akan keluar setelah dua atau tiga
minggu. Pada akhir pemeriksaan Pap smear, setiap wanita hendaknya
menanyakan kapan dia bisa menerima hasil pemeriksaan pap smear-nya dan apa
yang harus dipelajari darinya (Wijaya, 2010).
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Menurut (Wijaya, 2010) ada berbagai tindakan klinis yang bisa
dipilih untuk mengobati kanker serviks sesuai dengan tahap perkembangannya masing-
masing, yaitu:
1. Stadium 0 (Carsinoma in Situ) Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk
stadium 0 antara lain:
- Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu presedur eksisi dengan
menggunakan arus listrik bertegangan rendah untuk menghilangkan jaringan
abnormal serviks.
- Pembedahan LaserKonisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput
lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya
- Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat dingin) untuk
menghancurkan sel abnormal atau mengalami kelainan
- Total histerektomi (untuk wanita yang tidak bisa atau tidak menginginkan anak
lagi)
- Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan pembedahan).
2. Stadium I A Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:
- Total histerektomi dengan atau tanpa bilateral salpingoophorectomy,
- Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput lendir serviks dan
epitel serta kelenjarnya
- Histerektomi radikal yang dimodifikasi dan penghilangan kelenjar getah bening
- Terapi radiasi internal.
3. Stadium I B Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:
- Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal
- Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening
- Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi
dan kemoterapi
- Terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Stadium II Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:
- Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal serta kemoterapi,
- Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening
- Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi
dan kemoterapi
5. Stadium II B Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang diikuti dengan kemoterapi.
6. Stadium III Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi terapi radiasi
internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
7. Stadium IV A Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
8. Stadium IV B Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:
- Terapi radiasi sebagai terapi paliatif untuk mengatasi gejalagejala yang
disebabkan oleh kanker dan untuk meningkatkan kualitas hidup,
- Kemoterapi
- Tindakan klinis dengan obat-obatan anti kanker baru atau obat kombinasi.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan, pekerjaan,
jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan terakhir, asal suku
bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik, nama orangtua dan
pekerjaan orangtua.
b. Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama : Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan
seperti pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air
dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu
makan, dan anemia.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Menurut (Diananda, 2008) biasanya pasien
pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada
stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang
berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri
disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual muntah berlebihan, tidak nafsu
makan, dan anemia
3) Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki
riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat
penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).
4) Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu
faktor yang paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh
kelainan genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam
keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluarga yang
tidak ada riwayat di dalam keluarganya (Diananda, 2008).
5) Keadaan psikososial : Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap
penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan
dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri
pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah
pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak
berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder, 2013).
d. Data Khusus
1) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker serviks yang
perlu diketahui adalah:
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker serviks
tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atropi pada
masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi
pendarahan diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker
serviks.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
- Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks
terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering partus
semakin besar resiko mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani, 2017).
- Aktivitas dan istirahat: gejala
Kelemahan atau keletihan akibat anemia
Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam
hari
Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas dan keringat malam.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen
lingkungan dan tingkat stress yang tinggi (Mitayani, 2009).
- Integritas ego. Gejala: faktor stress, menolak diri atau menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious atau spiritual, masalah
tentang lesi cacat, pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai
diagnosis dan perasaan putus asa (Mitayani, 2009).
- Eliminasi Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis,
misalnya nyeri (Mitayani, 2009).
- Makan dan minum Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat,
tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet (Mitayani, 2009).
- Neurosensori Gejala : pusing, sinkope (Mitayani, 2009).
- Nyeri dan kenyamanan Gejala : adanya nyeri dengan derajat
bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat
sesuai dengan proses penyakit (Mitayani, 2009).
- Keamanan gejala : : pemajanan zat kimia toksik, karsinogen. Tanda :
demam, ruam kulit, ulserasi. (Mitayani, 2009).
- Seksualitas Perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik,
bau), perdarahan sehabis senggama (Mitayani, 2009).
- Integritas sosial Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu
dengan lingkungan, perasaan acuh (Mitayani, 2009).
- Pemeriksaan penunjang Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear,
koloskopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi
(Padila, 2015). Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi
karna biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
anemia karna penurunan hemaglobin. Nilai normalnya hemoglobin
wanita 12-16 gr/dl (Brunner, 2013).
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami rambut
rontok dan mudah tercabut.
2) Wajah
Konjungtiva anemis akibat perdarahan
3) Leher
Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium lanjut.
4) Abdomen
Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah akibat tumor
menekan saraf lumbosakralis (Padila, 2015)
5) Ekstermitas
Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak (kaki)
6) Genitalia
Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret berlebihan, keputihan,
peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner, 2013). Pada pasien kanker serviks
post kemoterapi biasanya mengalami perdarahan pervaginam.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI, kemungkinan
masalah yang muncul adalah sebagai berikut : (PPNI, 2017)
1. Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
5. Difisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
6. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh.
7. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia).
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1 Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan asuhan a. Identifikasi lokasi,
penekanan saraf keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi,
jam diharapkan pasien frekuensi, kualitas, dan
mampu untuk mengontrol intensitas nyeri
dan menunjukkan tingkat
nyeri dengan kriteria hasil : b. Identifikasi skala nyeri
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah disusun
dengan menggunakan pengetahuan perawat, perawat melakukan dua intervensi yaitu
mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner (NANDA, 2015).
Tujuan dari implementasi antara lain adalah: melakukan, membantu dan
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan
keperawatan untuk mecapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta
melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang
berkelanjutan dari klien (Asmadi, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan sebagai penialian status pasien dari efektivitas tindakan dan
pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam proses
keperawatan, serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan (NANDA, 2015).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam
mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum,
serta mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.