Laporan Pendahuluan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CA CERVIK DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :

Nama : BELA SAPIRA

Nim: 2341183

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKes

MAHARATU

PEKANBARU 2024

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
CA CERVIX

Oleh : Eliana

1. Kasus
Ca Cervix
2. Proses terjadinya masalah

a. Pengertian
Ca cervix atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi atau berada di
serviks. Serviks merupakan bagian terendah dari rahim, berbentuk silindirs yang
menonjol serta berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
Kanker terjadi jika terdapat-sel-sel dalam tubuh manusia yang tumbuh diluar

kendali. Serviks (leher rahim) merupakan bagian tubuh yang menghubungkan rahim ke
jalan lahir atau vagina. Serviks terdiri atas dua bagian yang berbeda yaitu endoservixs
yang terletak dekat dengan badan rahim dan ektoserviks (exoserviks) yang berada di
sebelah vagina (Februanti, 2019). Kedua bagian tersebut tersusun dari epitel yang
berbeda pada bagian endoserviks disusun atas epitel kolumnar sedangkan bagian
ektoserviks disusun atas epitel skuamosa. Daerah pertemuan antara kedua jenis epitel
tersebut dinamakan dengan sambungan skuamosa-klomunar (SSK) yang letaknya
dipengaruhi oleh faktor hormonal. Faktor hormonal tersebut berhubungan dengan
usia,aktivitas seksual serta paritas. SSK terletak di dalam ostium pada

perempuan yang berusia sangat muda dan perempuan menopause. Kemudian pada
perempuan yang usia reproduksi atau seksual aktif, sambungan tersebut terletak di
ostium eksternum karena adanya retraksi otot oleh prostaglandin atau trauma.
Perubahan fisiologis pada epitel leher rahim akan terjadi di masa kehidupan perempuan.
Epitel skuamosa akan mengggantikan epitel kolumnar yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian tersebut dinamakan dengan proses
metaplasia yang terjadi karena rendahnya PH vagina. Pada masa pubertas sering
dijumpai aktivitas metaplasia yang tinggi, secara morfogenik akan memunculkan dua
SSK yaitu SSK asli dan baru yang mana menjadi tempat pertemuan antara epitel
skuamosa baru dan epitel kolumnar. Daerah antara kedua

SSK disebut dengan Transformation Zone (T-Zone) (Kemenkes RI, 2013). b.

Penyebab
Ca cervix terjadi pada wanita disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) sub
tipe onkogenik (Februanti, 2019). Human Papilloma Virus (HPV) merupakan

virus yang masuk dalam keluarga Papillomaνiridae. HPV merupakan virus DNA
sirkuler rantai ganda, berukuran kecil dan tidak memiliki selubung (envelope). HPV
diklasifikasikan menjadi dua yaitu Low Risk-HPV (LR-HPV), dan High Risk-HPV (HR-
HPV) atau biasa disebut dengan HPV onkogenik (Evriarti dan Yasmon, 2019). Low Risk-
HPV (LR-HPV) atau HPV non-onkogenik yaitu tipe 6 dan 11 biasanya menyebabkan
penyakit kutil kelamin sedangkan Risk-HPV (HR-HPV) atau HPV onkogenik terdiri dari
tipe 16,18, 31,33,45,52,dan 58 (Kemenkes RI, 2013). Akan tetapi Risk-HPV (HR-HPV)
yang menjadi penyebab utama terjadinya lesi pra-ganas dan ganas pada Ca cervix
invasif adalah HPV tipe 16 dan 18 yang biasanya ditularkan

melalui hubungan seksual (Evriarti dan Yasmon, 2019).


c. Faktor risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks menurut
Kemenkes RI (2019) antara lain :

1. Genetik
Terdapat riwayat keluarga yang mengalami Ca cervix misalnya ibu atau adik
perempuan (Ardhiansyah, 2019). Riwayat keluarga berhubungan dengan kejadian
kanker serviks karena satu keluarga memiliki pola hidup yang sama misalnya
higgien, pola makan, dan kebiasaan sehari-hari yang mana dapat memicu

terjangkit Human Papiloma Virus (HPV) (Yuviska dan Amirus, 2015).


2. Aktivitas seksual pada usia muda
Seorang wanita yang melakukan aktivitas seksual di usia muda ≬ 82 thcum
kemungkinan lebih besar terkena Ca cervix yaitu 2,13 kali lebih berisiko
dibandingkan dengan wanita yang melakukan hubungan seksual lebih dari umur 16
tahun. Hal ini disebabkan karena pada wanita usia muda belum mencapai
kematangan serviks secara biologis. Infkesi HPV atau infeksi pertama kanker
biasanya sering terjadi setelah melakukan hubungan seksual yang pertama dimana
serviks yang belum matang lebih rentang terhadap infeksi HPV. Selain itu wanita

usia muda lebih berisiko karena pada periode dewasa muda akan terjadi
peningkatkan proses metaplasia sel skuamosa sehingga berisiko mengalami
transformasi atipik skuamosa meningkat kemudia menjadi neoplasia intraepitel
cerviks (Sulistiya dkk., 2017).
3. Berhubungan seksual dengan multipartner
Wanita yang melakukan hubungan seksual dengan enam atau lebih mitra laki-laki
yang berisiko tinggi (laki-laki yang berhubungan seks dengan perempuan). Hal ini
menyebabkan wanita memilii risiko 10 kali lebih besar mengalami CA Cervix
(Sondang dan Dian, 2014).

4. Merokok
Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat merusak DNA sel epitel skuamosa
dan bersamaan dengan infeksi HPV akan menyebabkan transformasi maligna.
Merokok juga dapat menurunkan daya tahan tubuh dalam upaya memerangi infeksi
HPV. Sehingga dapat dikatakan bahwa wanita yang telah lama memiliki kebiasaan
merokok berisiko lebih tinggi terkena penyakit Ca cervix (Irmayani, 2014).

5. Memiliki banyak anak


Seorang wanita yang memiliki banyak anak atau sering melahirkan berisiko terkena
penyakit kanker serviks karena pada wanita tersebut terdapat banyak lesi atau luka
di bagian organ reproduksi. Terlebih jika jarak persalinan yang terlalu pendek.
Sehingga memudahkan virus HPV untuk masuk ke rahim (Dianti dan
Isfandiari, 2017).

6. Gangguan imunitas
Menurunnya daya tahan tubuh atau gangguan imunitas berpengaruh terhadap
kejadian Ca cervix dimana daya tahan tubuh berperan penting dalam proses

penghancuran sel kanker dan menghambat penyebaran serta pertumbuhannya.


Menurunnya daya tahan tubuh atau gangguan imunitas biasa ditemui pada wanita
yang mengkonsumsi obat penurun daya tahan tubuh misalnya penderita autoimun
atau yang sedang menjalani transplantasi organ tubuh. Selain itu juga dapat terjadi
pada wanita yang menderita AIDS (Manoppo, 2016).

7. Sosial ekonomi yang rendah


Ca cervix yang terjadi pada wanita dengan sosial ekonomi yang rendah berkaitan
dengan kebersihan perseorangan, gizi dan imunitas. Hal ini terjadi karena pada
umumnya golongan sosial ekonomi rendah memiliki kualitas dan kuantitas

makanan yang kurang sehingga akan berpengaruh terhadap imunitas tubuh


(Sondang dan Dian, 2014).

8. Penggunaan pil KB
Penggunaan pil KB atau kontrasepsi hormonal selama lebih dari 4 atau 5 tahun akan
meningkatkan risiko terjadinya Ca cervix pada wanita yaitu sebesar 1,5-2,5 kali.
Kontrasepsi hormonal atau pil KB dapat menurunkan imunitas yang berkaitan
dengan menurunnya jumlah kadar nutrient seperti vitamin B12,B6,B2,
C, asam folat dan Zinc. Selain itu juga menyebabkan wanita lebih sensitive terhadap
HPV yang mana memicu terjadinya peradangan di area genetalia sehingga berisiko
lebih besar terkena Ca cervix (Putri Damayanti, 2013).

9. Penyakit menular seksual


Penderita penyakit menular seksual memiliki risiko tinggi terjangkit virus HPV yang
merupakan penyebab utama Ca cervix dengan risiko 2 kali lebih besar berisiko
terkena Ca cervix dibandingkan dengan wanita yang tidak terkena penyakit menular
seksual. Terdapat beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan
antara infeksi virus dengan terjadinya Ca cervix yaitu HPV,

virus papilloma atau virus kondiloma akuminata dan virus herpes simpleks (HSV-
2). Seseorang tidak akan langsung terkena kanker serviks setelah terinfeksi virus
melalui hubungan seksual melainkan membutuhkan waktu selama 20-30 tahun
kemudian (Putri Damayanti, 2013).

d. Tanda dan gejala


Wanita dengan Ca cervix awal dan pra-kanker biasanya tidak memiliki gejala. Biasanya
gejala akan muncul jika kanker menjadi lebih besar dan tumbuh disekitar jaringan. Jika
hal ini terjadi gejala yang paling umum menurut American Cancer Society (2019)
meliputi :

1. Perdarahan vagina yang tidak normal seperti perdarahan setelah berhubungan seks,
perdarahan setelahnya menopause, perdarahan dan bercak diantara periode atau
mengalami periode menstruasi yang lebih panjang atau lebih berat dari biasanya.

2. Keluarnya cairan yang tidak biasa dari vagina, cairan tersebut mungkin
mengandung darah dan dapat terjadi diantara periode menstruasi atau menopause.
Atau mengalami keputihan yang berlebih,

3. Nyeri saat berhubungan seks

4. Nyeri di daerah panggul

Tanda gejala yang terlihat pada penyakit yang lebih lanjut meliputi :

1. Pembengkakan pada kaki

2. Masalah buang air kecil atau buang air besar

3. Terdapat darah dalam urin.

e. Tipe kanker serviks

Menurut American Cancer Society (2016) Ca cervix dan pre-kanker serviks


diklasifikasikan berdasarkan tampilannya di laboratorium dengan mikroskop yaitu
menjadi 3 yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa


Jenis ini merupakan jenis utama dari Ca cervix yaitu 9 dari 10 wanita mengalami Ca
cervix dengan jenis karsinoma sel skuamosa. Jenis ini berkembang dari sel-sel
eksoserviks. Karsinoma sel skuamosa paling sering dimulai di zona transformasi
yaitu dimana eksoserviks bergabung dengan endoserviks.

2. Adenokarsinoma

Sebagian besar wanita juga mengalami Ca cervix dengan jenis adenokarsinoma.


Kanker ini berkembang dari sel kelenjar. Sel kelenjar tersebut merupakan penghasil
lendir dari endoserviks.

3. Karsinoma adenosquamous
CA cervix jenis ini lebih jarang dialami oleh wanita dimana karsinoma
adenosquamous memiliki fitur dari karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma
atau biasa disebut dengan karsinoma campuran.
Meskipun hampir semua jenis Ca cervix yang lebih banyak adalah karsinoma sel
skuamosa dan adenosquamos, jenis kanker lain juga dapat berkembang di serviks

seperti limfoma, sarcoma, dan melanoma yang biasa lebih sering terjadi dibagian tubuh
yang lain (Februanti, 2019).

f. Klasifikasi stadium Ca cervix


Menurut Bhatla dkk (2019) klasifikasi stadium Ca cervix berdasarkan FIGO meliputi

Stadium Keterangan

Karsinoma hanya terbatas pada serviks (perluasan ke korpus akan


diabaikan )

Karsinoma invasif hanya dapat didiagnosis dengan mikroskop, dengan


invasi terdalaa ≬ 5 aa lhm ejstemsi terkeshr ≥4 aa

Terukur invasi stroma lebi dari 3.0mm dan tidak lebih dari

0.5mm dengan ekstensi 7.0mm atau kurang.

1B Lesi terlihat secara klinis dan terbatas hanya di serviks uteri atau secara
mikroskopis lebih besar dari 1A.
1B1 Lesi terlihat secara klinis dengan dimensi terbesar ≤4.0 cm.

1B2 Lesi terlihat secara klinis berukurang dengan diameter terbesar

yaitu lebih dari 4.0 cm.


2 Karsinoma serviks menyerang daerah luar rahim tetapi tidak ke
dinding panggul atau ke sepertiga bagian bawah vagina.
2A Tanpa invasi ke parametrium.
2A1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
4.0 cm atau kurang
2A2 Lesi terlihat secara klinis berukuran diameter terbesar lebih dari
4.0 cm
2B Tumor dengan invasi ke parametrium yang jelas.

3 Tumor meluas ke dinding panggul dan atau mengenai sepertiga


bagian bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau
ginjal tidak berfungsi.

3A Melibatkan sepertiga bagian bawah vagina tanpa ekstensi (perluasan) ke


dinding panggul.
3B Perluasan ke dinding panggul dan/atau hidronefrosis atau tidak berfungisnya
ginjal
4A Telah terjadi penyebaran ke organ sekitarnya misalnya tumor telah
menginvasi mukos kandung kemih atau rectum.

4B Menyebar ke organ yang jauh.

g. Patofisiologi
Proses terjadinya ca cervix sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia.
Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang mampu mengubah perangai sel secara
genetic pada fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas.
Perubahan tersebut biasanya terjadi di Transformation Zone (T-Zone). Sel yang
mengalami perubahan atau mutasi dinamakan sel displastik sedangkan adanya kelainan
pada epitel disebut dengan dysplasia (Neoplasia Intraepitl Serviks/NIS) (Kemenkes RI,
2013). Perkembangan ca cervix berawal dari terjadinya displasia pada lapisan epitel
serviks yang dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma

in-situ (KIS). Kemudian setelah berhasil menembus membran basalis maka akan

berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif (Februanti, 2019). Lesi


displasia disebut juga dengan “lesi prakanker”. Perbedaan derajat displasia ditentukan
dari tebal epitel yang mengalami kelainan serta berat dan ringannya kelainan pada sel.

Sedangkan yang dimaksud dengan karsinoma in-situ merupakan gangguan maturasi


pada epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasive namun tidak terjadi
perubahan pada membrane basalisnya atau masih utuh. Lesi prakanker dengan derajat
ringan mampu mengalami regresi spontan dan kembali normal namun pada lesi dengan
derajat sedang dan berat memiliki potensi lebih tinggi untuk menjadi kanker invasive
(Kemenkes RI, 2013).

h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada ca cervix berupa pemeriksaan klinik
inspeksi, kolposkopi, rektoskopi, sistoskopi, biopsi serviks, USG, BNO -IVP, foto

toraks dan bone scan , CT scan atau MRI, PET scan. Adanya kecurigaan metastasis ke
kandung kemih atau rectum harus dikonfimasi dengan pemeriksanaan histologik dan
biopsy. Sedangkan pemeriksaan rektoskopi dan sistokopi dilakukan jika telah memasuki
stadium 1B2 atau lebih (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015). Penentuan
stadium klinik pada kanker serviks dapat didukung dengan melakukan beberapa
pemeriksaan penunjang. Selain itu pemeriksaan penunjang juga bermanfaat untuk
menetapkan jenis pengobatan dan memperbaiki prognosa dari kanker serviks.
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Aziz, dkk (2008)

1. Pemeriksaan laboratorium meliputi

a. Urinalistis rutin
b. SGOT, SGPT, albumin

c. Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematocrit.

d. BUN, serum kreatinin, CCT.

2. Pemeriksaan radiologi meliputi :

a. Foto toraks

b. IVP

c. Sistoskopi

d. Rektoskopi

i. Penegakan diagnosa awal ca cervix dapat dilakukan melalui beberapa tahapan


pemeriksaan yaitu :

1. Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA)


Deteksi dini ca cervix dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan IVA dimana

pemeriksaan ini dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu


puskesmas. IVA merupakan pemeriksaan serviks secara visual menggunakan asam
asetat yang sudah di encerkan dan dilihat apakah ada abnormalitas setelah
dilakukan pengolesan asam asetat 3-5%. Jika terdapat abnormalitas maka derah
tersebut akan berubah warna menjadi putih dengan batas tegas (acetowhite). Hasil
tersebut menunjukkan adanya indikasi lesi prakanker pada serviks. Apabila
dicurigai terdapat kanker, rujuk klien untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut
(Kementrian Kesehatan RI, 2015)
2. Pap smear

Pap smear adalah metode pemeriksaan atau skrining ca cervix dengan cara
mengambil sampel sitology dari serviks untuk menegaakkan diagnosa ca cervix.
Pemeriksaan ini memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi untuk mendiagnosa ca
cervix yaitu mencapai 98% dan memiliki tingkat spesifitas mencapai 93%. Tidak
menutup kemungkinan bahwa tes pap smear juga mungkin dapat memberikan hasil
negatif palsu (Pradnyana dkk., 2019).

3. Biopsi
Biopsi merupakan tindakan pengambilan sebagian kecil jaringan pada tubuh
manusia untuk dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskopis. Pada pasien ca

cervix jaringan yang diambil adalah jaringan serviks yang kemudian akan diteliti
oleh ahli patologi. Biopsi dilakukan apabila tampak suatu pertumbuhan abnormal
atau luka pada serviks. Selain itu juga karena hasil dari tes pap smear yang telah di
konfirmasi dengan pemeriksaan kolposkopi didapatkan hasil terdapat sel yang
abnormal atau kanker (Shadine dan Mahannad, 2012)

4. Ultrasunografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk skrining awal diagnostic ca cervix. Tetapi
pemeriksaan USG ini kurang akurat jika digunakan untuk mendeteksi ca cervix
dengan stadium dini meskipun dengan menggunakan USG transvaginal. USG

transvaginal adalah metode pemeriksaan yang dilakukan dengan memasukan alat


periksa ke dalam vagina guna megetahui kondisi didalam serviks. Pada ca cervix
stadium lanjut dapat ditemukan gambaran adanya abnormalitas. Pemeriksaan USG
transvaginal memiliki akurasi dengan sensitivitas 78.3% dan spesifitas 89%
(Pradnyana dkk., 2019).
j. Penatalaksanaan pada pasien ca cervix menurut Smeltzer, dkk (2017) antara lain :

1. Tindakan bedah

Tindakan bedah ini akan dilakukan dengan mengangkat tumor di cervik, rahim,
bagian dari vagina, jaringan di sekitar rahim, dan jaringan limfatik namun tetap
dengan mempertimbangkan usia pasien.

2. Radioterapi
Terdapat dua jenis radioterapi yang digunakan yaitu eksternal dan internal. Dalam
penanganan ca cervix biasanya kedua metode ini digunakan secara bersamaan guna
mendapatkan hasil pengobatan yang optimal.

a. Radioterapi eksternal dilakukan dengan menggunakan akselerator


linier untuk mengirimkan sinar radiasi berenergi tinggi ke tempat
tumor dan rongga
panggul untuk membasmi tumor.
b. Radioterapi internal adalah tindakan yang dilakukan di ruang
operasi dan pasien berada di bawah pengaruh anastesi umum. Alat
kecil akan dimasukkan ke dalam vagina pasien dan leher rahim
untuk memancarkan radiasi yang diperlukan sebagai pengobatan.
Paisen akan menjalani 3 hingga 4 sesi pengobatan dengan waktu
yang dibutuhkan setiap sesinya adalah 10 menit.

3. Kemoterapi
Pengobatan dengan kemoterapi dapat membantu mengecilkan ukuran tumor dan
melengkapi tindakan radioterapi untuk meningkatkan efek pengobatannya.

Sedangkan menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2015) penatalaksanaan


ca cervix meliputi

1. Tatalaksana lesi pra kanker


Penatalaksanaan ini disesuaikan dengan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan
meliputi sumber daya manusia dan juga sarana prasarana yang ada.Pada pelayanan
tingkat primer dengan saranan dan prasarana yang terbatas dapat dilakukan deteksi
dini atau skrining dengan jenis tes IV A dan juga papsmear. Jika hasil test
menunjukkan adanya lesi pra kanker maka akan dilakukan terapi berupa terapi NIS
dengan sestruksi local yang terdiri dari beberapa metode yatitu kemoterapi

dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode ini
ditujukan untuk destruksi local pada lapisan epitel serviks yang mengalami lesi
prakanker. Pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel
skuamosa yang baru.
2. Tatalaksana ca cervix invasif, penatalaksanaan ini disesuaikan dengan stadium
kanker serviks yang dialami oleh klien. Pada karsinoma in-situ akan dilakukan terapi
operasi berupa konisasi dengan mempertimbangkan usia pasien. Pada

stadium 0 1A1 dilakukan tindakan histerektomi simple sedangkan pada stadium IA2
hingga stadium IIA akan dilakukan operasi histerektomi radikal. Pasien yang
mengalami ca cervix stadium IIB-IIIB akan dilakukan tindakan radiasi atau
kemoradiasi sedangkan pada stadium IV terapi yang diberikan berupa radiasi
paliatif atau perawatan paliatif. Saat ini sudah berkembang juga pengobatan dengan
menggunakan pendekatan berbagai kombinasi seperti operasi, radiasi dan
kemoterapi yang disesuaikan dengan masalah tiap-tiap pasien.

3. Dukungan nutrisi
Terapi nutrisi yang adekuat diperlukan bagi pasien ca cervix karena mereka
berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker. Dukungan nutrisi dapat
diberikan mulai dengan skrinning gizi kemudian dilanjutkan pemberian
tatalaksanan nutrisi umum dan khusus. Tatalaksana nutrisi umum mencakup
kebutuhan nutrisi umum (penentuan jalur pemberian nutrisi, aktifitas fisik,
farmakoterapi, dan terapi nutrisi iperatif. Pasien kanker serviks biasanya akan
mengalamai gangguan penceranaan seperti mual muntah, konstipasi dan diare yang
disebabakan oleh tindakan kemoterapi, pembedaan atau radio-terapi. Saat terjadi
kondisi seperti diatas maka perlu diberikan terapi nutrisi khusus yang terdiri dari
edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa yang disesuaikan dengan

masalah dan status gizi pasien. Penderita kanker harusnya menerapkan pola makan
sehat yaitu tinggi sayur dan buah serta biji-bijian, rendah lemak dan menghindari
alkohol. Selain itu juga harus diseimbangi dengan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya secara teratur.

4. Rehabilitasi medik
Rehabilitasi medik dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan aktivitas kehidupan
sehari, hari, pengembalian kemampuan fungsi, dan meningkatkan kualitas hidup
pasien sesuai dengan kemampuan fungsional yang ada. Rehabilitasi medic dapat
dilakukan pada berbagai tahapan dan pengobatan penyakit yang disesuaikan

dengan tujuan penenganan rehabilitasi kanker, preventif, restorasi, suportif dan


paliatif

3. Pathway

Faktor Risiko
1. Genetik
2. Aktivitas seksual pada usia muda
3. Berhubungan seksual dengan multipartner
4. Merokok
5. 6. 7. 8.
9.

Perdarahan spontan

Penurunan cairan
untravaskular
Radioterapi

Rusaknya Mual muntah


jaringankulit

Reaksi kulit Nafsu makan


menurun

Kemerahan, Penurunanberat
kulit kering badan

<. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas pasien meliputi nama , umur, jrnis kelami, suku/bangsa, agama,


pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnose medis

b. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama
Biasanya pasien kanker serviks datang dengan keluhan intra servikal dan
disertai keputihan

2. Riwayat kesehatan sekarang


Stadium awal klien tidak merasakan keluhan atau gangguan, namun pada
stadium akhir yaitu 3 dan 4 biasanya klien mengalami gejala
perdaraha,keputihan, nyeri intraservikal.

3. Riwayat kesehatan dahulu


Penyakit yang pernah dialami pada sebelumnya.

4. Riwayat keluarga
Adanya keluarga yang memiliki penyakit yang sama

5. Riwayat psikososial

6. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan


Berkaitan dengan persepsi pasien terhadap kondisinya saat ini dan

bagaimana manajemen kesehatan yang telah ataupun belum dilakukan. b.

Pola Nutrisi

Perawat mengkaji pola nutrisi sebelum sakit dan sesudah sakit.

Biasanya pasien kanker yang telah menjalani pengobatan kemoterapi


mengalami defisit nutrisi karena merasa mual dan muntah serta nafsu
makan menurun.

c. Pola eliminasi
Pasien kanker serviks yang sudah memasuki stadium akhir atau
penyakitnya berlanjut akan mengalami gangguan BAB dan BAK. Serta
terdapat darah dalam urin.

d. Pola aktivitas dan latihan


Pasien dengan kanker serviks biasanya mengalami penurunan aktivitas

sehari-hari akibat rasa keletihan.


e. Pola istirahat dan tidur

Perawat mengkaji apakah terjadi gangguang tidur selama sebelum dan


sesudah sakit.

f. Pola persepsi kognitif


Perawat mengkaji persepsi kognitif pasien sebelum dan saat sakit
meliputi kemampuan berkomunikasi, pendengaran, penglihatan dan

persepsi sensori.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perawat mengkaji bagaiman pasien memandang dirinya dengan kondisi
saat ini, dan menanyakan apakah pasien merasa cemas dengan
kondisinya.

h. Pola peran dan hubungan


Perawat mengkaji peran pasien selama sebelum sakit dan saat sakit serta
hubungannya dengan keluarga maupun orang lain

i. Pola reproduksi

Perawat mengkaji bagaiman hubungan seksualitas pasien dan juga


terkait riwayat obsterti

j. Pola koping dan toleransi stres


Perawat mengkaji terkait koping atau acar mengatasi masalah yang
dilakukan oleh pasien sebelum dan saat sakit.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Perawat mengkaji terkait nilai dan kepercayaan yang dianut pasien
terutama yang berhubungan dengan kesehatan.

7. Riwayat Obsetri dan ginekologi

a. Riwayat menarche
b. Riwayat menikah

c. Riwayat penggunaan kontrasepsi

d. Riwayat persalinan dan kehamilan

e. Riwayat kelainan obstetric

8. Riwayat ginekologi

9. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

b. Tanda tanda-vital

c. Kepala

Dimulai dari rambut, wajah, mata, hidung, telinga, leher dan mulut.
Biasanya pasien kanker yang belum menjalani pengobatan kemoterapi
pemeriksaan fisik bagian kepala masih normal.

d. Dada
Dilakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Biasanya didapatkan hasil normal


e. Jantung
Dilakukan pemeriksaan inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi.

f. Abdomen
Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

g. Genetalia
Biasanya pada pasien kanker serviks terdapat lesi, adanya pengeluaran
cairan pervaginam, berbau

h. Ekstermitas

Kaki bengkak bagi yang sudah mengalami penyakit kanker lebih lanjut.

10. Pemeriksaan penunjang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Kronis b.d infiltrasi tumor, penekanan saraf

b. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif

c. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh (mis, proses penyakit)

d. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan

e. Ansietas b.d krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri, kurang terpapar
informasi

f. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

g. Risiko gangguan integritas kulit/ jaringan b.d terapi radiasi

h. Risiko Infeksi b.d peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan

5. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri Kronis Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)1
selama 3 x 24 jam keluhan klien menurun 1. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang Tingkat Nyeri (L.08066) memperberat
dan memperingan 1. Keluhan Nyeri cukup menurun nyeri.
(4) 3. Identifikasi pengaruh nyeri pada Kontrol Nyeri (L.08063) kualitas hidup

2. Knoenm-faamrmpuaaknolmogeinggunakan tceukknuikp 4.
jKikoalapbeorrlausi pemebrian analgesik
meningkat 5. Monitor efek samping
3. Pengkajian penggunaan analgesik
Status kenyamanan (L.08064) 6. Berikan teknik nonfarmakologis
4. Keluhatn tidak nyaman cukup untuk mengurangi nyeri (mis, menurun (4)
TENS, hipnosisi, akupresur, terapi music, terapi pijat, dll)

2 Hipovolemi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116) selama 1 x24 jam klien tidak
mengalami 1. Periksa tanda dan gejala risiko kekurangan volume cairan dengan hipovolemmia
kriteria hasil: 2. Anjurkan memperbanyak cairan oral
Status cairan (L.03028) Transfusi darah (I.02089)
1. Tekanan darah cukup membaik (4) 3. Monitor tanda-tanda vital sebelum,
2. Kadar Hemoglobin cukup membaik selama dan setelah transfusi
(4) 4. Berikan Nacl 0.9% 50-100 ml
3. Perasaan lemah cukup menurun (4) sebelum dilakukan transfusi darah
s gangguanintegritass k k k s y b b g 3gg3
3 kk k
dengan kriteria hasil : integritas kulit
Gunakan produk berbahan
Kemerahan cukup menurun (4) petroleum atau minyak pada kulit
Tekstur cukup membaik (4) kering
Kerusakan lapisan kulit sedang 3. Hindari produk berbahan dasar
(3) alkohol pada kulit kering
menggunakan
pelembab
Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya.

DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2016. About Cervical Cancer. 2016.

American Cancer Society. 2019. Cerνical Cancer Early Detection , Diagnosis , and Staging Can
Cerνical Cancer Be Found Early ? American Cancer Society.

Ardhiansyah, A. O. 2019. Deteksi Dini Kanker. Surabaya: Airlangga University Press.

Aziz, M Farid Witjaksono, Julianto Rasjidi, I. 2008. Panduan Pelayanan Medik Model
Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serνiks Dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.

Bhatla, N., J. S. Berek, M. Cuello Fredes, L. A. Denny, S. Grenman, K. Karunaratne, S. T.


Kehoe, I. Konishi, A. B. Olawaiye, J. Prat, R. Sankaranarayanan, J. Brierley, D. Mutch,
D. Querleu, D. Cibula, M. Quinn, H. Botha, L. Sigurd, L. Rice, H. S. Ryu, H. Ngan, J.
Mäenpää, A. Andrijono, G. Purwoto, A. Maheshwari, U. D. Bafna, M. Plante, dan J.
Natarajan. 2019. Revised figo staging for carcinoma of the cervix uteri. International
Journal of Gynecology and Obstetrics. 145(1):129’135.

Dianti, N. R. dan M. A. Isfandiari. 2017. Perbandingan risiko ca serviks berdasarkan personal


hygiene pada wanita usia subur di yayasan kanker wisnuwardhana surabaya. Jurnal
PROMKES. 4(1):82.

Evriarti, P. R. dan A. Yasmon. 2019. Patogenesis human papillomavirus (hpv) pada kanker
serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia. 8(1):23’32.

Februanti, S. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kanker Serνiks: Terintegrasi Dengan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI), Dan Standar Interνensi Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI.
Yogyakarta: Deepublish.

Irmayani. 2014. Faktor risiko yang berhubungan dengan lesi prakanker serviks pada wps tidak
langsung di wilayah kerja puskesmas meninting. Jurnal Kesehatan Prima. 8(2):1279’1291.

Kemenkes RI. 2013. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara Dan Kanker Leher
Rahim : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kemenkes RI. 2019. Apa saja faktor risiko kanker leher rahim. Diakses melalui
http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-kanker-dan-kelainan-
darah/page/9/apa-saja-faktor-risiko-kanker-leher-rahim pada Sabtu 6 Februari 2021 pukul
20.30.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Program nasional gerakan pencegahan dan deteksi dini
kanker leher rahim dan kanker payudara. Kementerian Kesehatan RI :1’47.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2015. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serνiks.


20l5 : Komite Penanggulangan Kanker Nasional Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai