LP ASKEP Ca Serviks
LP ASKEP Ca Serviks
LP ASKEP Ca Serviks
CA SERVIKS
Oleh :
MIA TRIANA
NIM. 433131490120020
2020/2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan
keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada
serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan atau
organ – organ lain disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012). Serviks
merupakan bagian dari organ reproduksi internal wanita tepatnya sepertiga bagian
bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan terletak diantara rahim (uterus)
dengan vagina (Kemenkes RI, 2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel
abnormal pada daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ)
(Wiknjosastro, 2008). Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh
infeksi virus HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2013).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada sel serviks
yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ)
serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ reproduksi wanita
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa 16 dan 18.
2. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang disebabkan
oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual (Petignat,
2007 dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa
intraephitelial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30
tahun keatas yang telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi
tersebut akan lebih meningkat apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan
seksual. Pada umumnya sebagian besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat
menetap (Kumar, 2007) Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1) Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda
(dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan
hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil
penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang
terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2) Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus
atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang
mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al
(2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko
mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali dibandingkan dengan wanita
dengan paritas ≤3.
3) Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut
menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen
infeksi virus (Rasjidi, 2009).
6) Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang
dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati
dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko
mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
yang memiliki personal hygiene yang baik.
7) Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E
yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat
mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat
meningkatkan risiko kanker serviks (Sukaca, 2009).
3. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya
adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat
pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus
ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten
akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks.
Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung
jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak
normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel
inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks
berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan
menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel
yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada
stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya
dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat
meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker
ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi
ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada
servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar
getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka
komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah
paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar,
empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).
4. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh kanker
telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk memetakan
stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan
Obstetri). Berdasarkan Federation of International Gynecology and Obsetrics
(FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma serviks terbagi atas:
Stadium Deskripsi
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium I Kanker telah tumbuh dalam serviks.
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih
besar dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran
tidak lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran
lebih besar dari 4 cm
Stadium II Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak
sampai pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi
parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3
bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai
masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks, namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai
III 1/3 bawah dinding vagina dana tau menyebabkan
hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa
ekstensi ke dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi
uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung
IV kemih, atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.
5. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah
sampai vagina
b. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit)
dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak
dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak
berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan
salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan
diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang
abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA
digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan
larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat
menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak
keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau
dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka
kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino
Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA
abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi
melalui pemeriksaan darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar
untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel
yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal
warnanya menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan
yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.
8. Kriteria Diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
a. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
b. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan
sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi
pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
c. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi
dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya.
d. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan
harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.
9. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis
secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
10. Komplikasi
a. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa :
1) Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
2) Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
3) Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
4) Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
5) Infertil
6) Gagal ginjal
7) Pembentukan fistula
8) Anemia
9) Infeksi sistemik
10) Trombositopenia
b. Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
1) Operasi : perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung kemih
maupun usus
2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi (infeksi
saluran kencing karena efek radiasi)
3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun, borok
pada daerah bekas suntikan.
11. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear dan skrining ini sangat efektif. Ada beberapa
protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya
deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak
kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma
serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya
setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada
wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak
hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan
umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau
lebih muda. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko
kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila usia
mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut
dengan hasil negatif.
12. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien
yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati
dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka
kejadian kanker serviks, antara lain : usia penderita, keadaan umum, tingkat klinis
keganasan, ciri - ciri histologik sel kanker, kemampuan tim kesehatan dan sarana
pengobatan yang tersedia (Mansjoer, 2005).
Stadiu Penyebaran kanker serviks Harapan Hidup
m 5 Tahun (%)
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai
vagina
3. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh
3. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit) dan
tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam
keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan
intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara
deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan
sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil
cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam
Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA
digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan
larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan
dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan
(acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15
menit.
b. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka
kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino
Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA
abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar
untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel
yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal
warnanya menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.
4. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Kronik berhubungan dengan infiltrasi tumor (kanker serviks)
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan intake dan outup tidak adekuat
3) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
(penyakit kanker serviks)
4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
5. Perencanaan Keperawatan
Dignosa Keperawatan Intervensi
Nyeri Kronis (D.0078) Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
sensorik atau emosinal yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berntensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. Tens, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolabirasi pemberian analgetik, jika perlu
Defisit Nutrisi (D.0019) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
seimbang.
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intolerasi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifkasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil penelitian laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Anjurkan diet yang di programkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Gangguan Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh (I.09305)
(D.0083) Definisi : Meningkatkan perbaikan perubahan persepsi
terhadap fisik pasien.
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi harapan citra tubuh berdasarakan tahap
perkembangan
- Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur
terkait citra tubuh
- Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan
isolasi sosial
- Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
- Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang
berubah
Terapeutik
- Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
- Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga
diri
- Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan dan
penuaan
- Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh
(mis. Luka, penyakit, pembedahan)
- Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tuvuh
secara realitas
- Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan perubahan citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan
citra tubuh
- Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra
tubuh
- Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig,
kosmetik)
- Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis.
Kelompok sebaya)
- Latih fungsi tubuh yang dimiliki
- Latih peningkatan penampilan diri (mis. Berdandan)
- Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
maupun kelompok
Defisit Pengetahuan Edukasi Kesehatan (I.12383)
(D.0111)
Definisi : mengajarkan pengelolaan faktor risiko penyakit dan
perilaku hidup bersih serta sehat
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta : American Cancer
Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical Cancer ?.
Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/causes-risks-
prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education intervention
(ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and treatment-related information
and support needs: results from a randomised, controlled trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita
Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector. University
Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy group
sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer Statistic.
Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle Aged
General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes. BMC Publik
Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. (2004). Nursing Interventions Classification
: Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm About Working
Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/default
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016). Indonesia :
Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016. Retrived from :
http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN 2012: Estimated
cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in 2012. Retrived from :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx.
Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit Kanker di
Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of Flavonoids: An
Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Moorhead, Sue et al. (2008). Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United
States of America : Mosby
NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC
Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker
PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.