Tugas MKWK 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL

CEGAH ISOLASI SOAIAL PASIEN JIWA

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi


Syarat-syarat untuk Menyelesaikan Tugas Proposal

DOSEN PEMBIMBING: Ns. Sutriyani, MAN


Disusun Oleh:
1. Diri Ana Putri (202202024)
2. Heny Oktaviani (202202023)
3. Berliana Lyvia Faneza (202201030)
4. Aisyah Rahma Agustin (202204008)
5. Agung suwito (202201029)
6. Melesti Puji Lestari (202201032)
7. Wika Nurazizah (202201031)

STIKes SAPTA BAKTI BENGKULU


2022
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena
tanpa kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas. Menurut Undang Undang No
36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara
fisik,mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup untuk
produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014
tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja, secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi terganggunya fungsi mental,
emosi,pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal, yang menjadi kelompok
gejala klinis yang disertai oleh penderita dan mengakibatkan terganggunya
fungsi humanistik individu1 Gangguan jiwa dikarakteristikkan sebagai respon
maladaptif diri terhadap lingkungan yang ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, tingkah
laku yang tidak sesuai dengan norma setempat dan kultural sehingga mengganggu fungsi
sosial, kerja dan fisik individu yang biasa disebut dengan skizofrenia (Sari & Maryatun,
2020). Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama
dalam pikiran,emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran
tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang
datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare
(perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan,
sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinas (Astuti,
2020). Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
area fungsi individu, termasuk berpikir,berkomunikasi, menerima, menginterpretasikan
realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit kronis, parah, dan
melumpuhkan, gangguan otak yang ditandai dengan pikiran kacau, waham, halusinasi,
dan perilaku aneh (Pardede 2018). Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik
yang memengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi,
mau untuk menerima, menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi.
Pasien skizofrenia sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar
dari masyarakat sekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit
medis lainnya. Penderita skizofrenia biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, dan
berusia 11-12 tahun menderita skizofrenia (Damanik, Pardede & Manalu. 2020). Hasil
Riskesdas (2018) didapatkan estimasi prevalensi orang
yang pernah menderita skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per 1000
penduduk. Hasil survey awal yang dilakukan di poliklinik rawat jalan Rumah
Sakit Jiwa Medan di temukan sebanyak 13.899 pasien yang rawat jalan
dibawa oleh keluarganya untuk berobat (Pardede, Ariyo, & Purba 2020).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Klien mungkin merasa di tolak,tidak diterima,kesepian,dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan
upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain maupun
berkomunikasi dengan orang lain (Badriah.2020). Isolasi sosial merupakan
salah satu masalah keperawatan yang banyak dialami oleh pasien gangguan
jiwa berat. Isolasi sosial sebagai suatu pengalaman menyendiri dari seseorang
dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau
keadaan yang mengancam. (Pardede, Hamid, & Putri, 2020). Gejala isolasi sosial
tersebut dibutuhkan rehabilitative yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik
membantu menyesuaikan diri, meningkatkan toleransi, dan meningkatkan kemampuan
pasien berisolasi Untuk meminimalkan dampak dari isolasi sosial dibutuhkan
pendekatan dan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi gejala pasien dengan
isolasi sosial. Peran perawat dalam menangani masalah pasien dengan isolasi sosial
antara lain, menerapkan standar asuhan keperawatan (Apriliani & Herliawati 2020)
Survei awal pada pembuatan asuhan keperawatan pada skizofrenia ini dilakukan di
Yayasan Pemenag Jiwa Sumatera dengan pasien Isolasi Sosial dengan pasien nama
inisial Tn. Y klien datang ke Yayasan Pemenangan Jiwa di antar adik klien karena
awalnya klien marah-marah, stres dan selalu menyediri.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah yang telah di paparkan pada latar belakang maka
rumusan masalah dalam askep ini yaitu Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial
Tn. Y di Yasasan Pemenang Jiwa Sumatera.

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada
Tn. Y dengan gangguan Isolasi Sosial di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, tanda dan gejala, etiologi,
penatalaksanaan medis dan keperawatan isolasi social
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. Y dengan
gangguan isolasi sosial.
c. Mahasiswa mampu melakukan menegakkan diagnosa pada Tn. Y
dengan isolasi sosial.
d. Mahasiswa mampu melakukan menetapkan perencanaan pada Tn.Y dengan
gangguan isolasi sosial.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. Y dengan
gangguan isolasi sosial.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. Y dengan gangguan isolasi
sosial.
g. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
yang diberikan pada Tn. Y dengan gangguan isolasi sosial.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Isolasi Sosial
2.1.1 Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam. Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam
mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien mengungkapkan
perasaan klien dengan kekerasan (Sukaesti. 2018). Isolasi sosial merupakan suatu
keadaan seseorang mengalami penurunan untuk melakukan interaksi dengan orang lain,
karena pasien merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, serta tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain atau orang disekitarnya (Kemenkes,
2019). Isolasi sosial merupakan gejala negatif pada skizofrenia dimanfaatkan oleh
pasien untuk menghindari orang lain agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
berhubungan dengan orang lain tidak terulang kembali.(Pardede 2021)
2.1.2 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala isolasi sosial meliputi : Kurangspontan, Apatis (acuh tak acuh terhadap
lingkungan), Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresisedih), Afek tumpul, Tidak merawat dan
memperhatikan kebersihan diri, Tidak ada atau kurang terhadap komunikasi verbal, Menolak
berhubungan dengan oranglain, Mengisolasi diri(menyendiri), Kurang sadar dengan lingkungan
sekitarnya, Asupan makan dan minuman terganggu, Aktivitas menurun dan Rendah diri.(Damanik,
Pardede & Manalu.2020).

 Subjektif
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampun berkonsentrasi
e. Perasaan ditolak

 Objektif
a. Banyak diam
b. Tidak mau bicara
c. Menyendiri
d. Tidak mau berinteraksi
e. Tampak sedih
f. Ekspresi datar dan dangkal
g. Kontak mata kurang
(Suciati, 2019)

2.1.3 Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengacam dirinya, kecemasa koping yang
sering yang digunakan adalah regras dan isolasi (Fairly,2018).

2.1.4 Etiologi
1. Predisposisi
Predisposisi adalah ada juga faktor presipitasi yang menjadi
penyebab antara lain adanya stressor sosial budaya serta stressor psikologis yang
dapat menyebabkan klien mengalami kecemasan(Arisandy, 2017).

a. Aspek Biologis
Sebagian besar faktor predisposisi pada klien yang diberikan terapi latihan
ketrampilan sosial adalah adanya riwayat genetik yaitu sebanyak 66,7%.
Faktor genetik memiliki peran terjadinya gangguan jiwa pada klien yang
menderita skizofrenia
b. Aspek Psikologis
Faktor predisposisi pada aspek psikologis sebagian besar akibat adanya
riwayat kegagalan/kehilangan (77,8%). Pengalaman kehilangan dan
kegagalan akan mempengaruhi respon individu dalam mengatasi
stresornya
c. Aspek sosial budaya
Dimana pada klien kelolaan didapatkan aspek sosial budaya
sebagian besar adalah pendidikan menengah dan social ekonomi rendah
masingmasing
2. Presipitasi
Merupakan faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
isolasi sosial: menarik diri adalah adanya tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik, adanya gangguan komunikasi
didalam keluarga, selain itu juga adanya norma-norma yang salah yang dianut
dalam keluarga serta faktor biologis berupa gen yang diturunkan dari keluarga yang
menyebabkan klien menderita gangguan jiwa (Arisandy, 2017).
2.1.5 Penatalaksanaan Medis
Menurut Yusuf ( 2015) Penatalakasanaan pada pasien skizofrenia dapat diberikan
dengan pemberian terapi yang diberikan secara komperehensif sesuai dengan tanda gejala dan
penyebab terjadinya penyakit. Pengalaman terapis akan menentukan pilihan alternatif yang tepat,
dan sering merupakan kombinasi antara satu terapi dengan lainya. Beberapa alternatif terapi yang
dapat diberikan antara lain dengan pendekatan farmakologi psikososial , rehabilitasi dan
program intervensi keluarga. (Henry, 2020)

1. Terapi Farmakologi
Pada pendekatan farmakologis, penderita skizofrenia biasanya diberikan obat
anti psikotik. Antipsikotik juga dikenal sebagai penenang mayor atau
neuroleptic. Pengobatan antipsikotik membantu mengendalikan perilaku
skizofrenia yang mencolok dan mengurangi kebutuhan untuk perawatan
rumah sakit jangka panjang apabila dikonsumsi pada saat pemeliharaanatau
secara teratur setelah episode akut. Prinsip pemberian farmakoterapi
pada skiofrenia adalah “start low, go slow” dimulai dengan dosis
rendah ditingkatkan sampai dosis noptimal kemudian diturunkan
perlahan untuk pemeliharaan. Berikut adalah sediaan antipsikotik yang sering
diberikan. Pemberian antipsikotik dilakukan melalui 3 tahapan dosis, initial,
optimal dan maintenance. Dosis optimal dipertahankan sampai 1-2 tahun.
Dosis maintenance diturunkan perlahan sampai mencapai dosis terkecil yang
mampu
2. Terapi psikososial
Salah satu dampak yang terjadi pada penderita skiofrenia adalah
menjalin hubungan sosial yang sulit. Hal ini dikarenakan skizofrenia merusak
fungsi sosial penderitanya. Untuk mengatasi hal tersebut, penderita diberikan
terapi psikososial yang bertujuan agar dapat kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya, mampu merawat diri sendiri, tidak bergantung pada
orang lain.
3. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit jiwa yang
dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, diantaranya terapi
okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis,
menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung
3-6 bulan
4. Program intervensi keluarga
Intervensi keluarga mempunyai banyak variasi namun pada
umumnya intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari
kehidupan sehari-hari, mendidik anggota keluarga tentang skizofrenia,
mengajarkan bagaimana cara berhubungan dengan cara yang tidak terlalu
frontal terhadap anggota keluarga yang menderita skiofrenia, meningkatkan
komunikasi dalam keluarga, dan memacu pemecahan masalah dan
keterampilan koping yang baik.

2.1.6 Pengertian Isolasi Sosial


Skizofrenia adalah gangguan jiwa dimana penderita tidak dapat
menghadirkan realita RTA (Reality Testing Ability) dengan benar dan
pemahaman diri sendiri (self insight) yang buruk (Hawari, 2016). Gejala positif
meliputi waham, halusinasi, gaduh gelisah, menganggap dirinya besar, pikiran
penuh kecurigaan dan gejala negatif meliputi sulit memahami pembicaraan
menarik diri atau mengasingkan diri, afek tumpul, sulit berfikir abstrak, pola pikir
stereotipe, pasif (Rachmawati, 2015). Salah satu gejala negatif skizofrenia adalah
isolasi sosial: menarik diri. Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana sesorang
individu terjadi penurunan interaksi atau bahkan tidak bisa berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya karena klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian dan klien tidak mampu berhubungan dengan orang lain (Yosep, 2010).
Sedangkan menurut Herdman (2015) isolasi sosial merupakan pengalaman
kesendirian secara individu yang dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai
keadaan yang negatif atau mengancam. Dari berbagai definisi diatas adapat ditarik
kesimpulan bahwa skizofrenia adalah gangguan jiwa dimana penderitanya tidak
bisa membedakan realita yang benar, skizofrenia juga memiliki gejala positif dan
negatif. Salah satu dampak negatif yaitu isolasi sosial, isolasi sosial : menarik diri
adalah keadaan dimana pengalaman seseorang mengalami penurunan interaksi
dan segan terhadap orang lain di sekitarnya atau bahkan tidak bisa berinteraksi
karena dirasa keadaan negatif atau mengancam (Hawari (2016), Rachmawati
(2015), Yosep (2010), Herdman (2015

2.1.7 fisik maupun psikis.


2.2.1 Respon Isolasi Sosial
Isolasi sosial merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi. Respon maladaptif adalah respon individu
dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya
dan lingkungan (Stuart, 2007).Respon adaptif adalah respon yang diterima
oleh norma sosial dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam
batas normal. Adapun respon adaptif tersebut adalah: Solitude.

Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di


lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara untuk mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.Otonomi. Suatu kemampuan individu untuk
menentukan dan menyampaikan ideide pikiran.Kebersamaan. Suatu keadaan dalam
hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk memberi dan
menerima.Saling ketergantungan. Saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam hubungan interpersonal.Respon Maladaptif adalah respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
2.2.2 Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tumbuh kembang setiap individu harus dilalui dengan sukses oleh setiap
keluarga, maka dari itu keluarga merupakan tempat yang paling penting dalam
menjalin hubungan. Kurangnya kasih sayang dan perhatian memberikan rasa
tidak aman dan menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
2. Faktor Sosial Budaya
Menarik diri dapat menjadi faktor pendukung terjadi isolasi sosial atau bisa
karena norma – norma yang salah dianut dalam suatu lingkungan.
3. Faktor BiologisGenetik salah satu faktor pendukung terjadinya isolasi sosial
dan menyebabkan gangguan hubungan interaksi.

2..2.3 Faktor Presipitasi


1. Faktor Ekternal
Stressor sosial budaya dapat memicu seperti kejadian perceraian, dipenjara,
kesepian, berpisah dengan orang yang disayang.
2. Faktor Internal
Psikologi seseorang salah satunya kecemasan yang berat dapat menurunkan
kemampuan interaksi individu.

2.3.4 Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan
data obyektif yaitu kurang spontan terhadap masalah yang ada, apatis (acuh
terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi bersedih), efek
tumpul, menghindar dari orang lain, tidak ada kontak mata atau kontak mata
kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dalam kamar, bahkan tidak
mampu merawat dan memperhatikan kebersihan diri (Dalami, Suliswati,
Rochimah et.al, 2009).
Selain itu beberapa tanda dan gejala lain yaitu komunikasi verbal menurun
bahkan sama sekali tidak ada, klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau
perawat (mengisolasi diri sendiri/menyendiri), menolak hubungan dengan orang
lain dengan memutuskan percakapan atau pergi bila diajak bercakap-cakap,
pasien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya, pada saat makan, terjadi
gangguan pada pemasukan makanan dan minuman sehingga terjadi retensi urine
dan feces, Pasien mengalami gangguan aktifitas atau aktifitas menurun dan pasien
tampak kurang energik sehingga pasien mengalami gangguan harga diri (Dalami,
Suliswati, Rochimah et.al, 2009).
BAB 3
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan setudi kasus keperawatan pada Tn.S dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,
sedangkan hasil pengkajian yang penulis dapatkan pada Tn.S adalah klien kurang
berenergi, lemah, malas beraktifitas, perasaan malu pada orang lain, tidak tidak
mampu berkosentrasi dan membuat keputusan, bingung, merasa tidak berguna,
menarik diri, tidak atau jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak memiliki
teman dekat, menjauh dari orang lain tidak ada kontak mata, berdiam diri di
kamar

2. Diagnose keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian adalah


isolasi sosial menarik diri.

3. Rencan keperawatan yang dapat dilakukan pada Tn.S meliputi tujuan umum klien
dapat berinteraksi dengan orang lain. Untuk tujuan pertama klien dapat membina
hubungan saling percaya.,tujuan khusus kedua klien dapat mengenal perasaan
yang menyebabkan prilaku menarik diri, tujuan khusus ke tiga klien dapat
mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, tujuan khusus keempat klein dapat berhubungan
denangan orang lain secara bertahap, dan tujuan khusus kelima klien mendapat
dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.

4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah di


susun. Penulisan melakukan implementasi pada Tn.S selam tiga hari. Pada hari
pertama perawat memberikan strategi pelaksanaan 1 (SP 1) yaitu membantu
klien mengenal penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain serta mengajarkan cara berkenalan. Pada hari
kedua dilaksanakan strategi pelaksanaan 2 (SP 2) yaitu mengajarkan klien 32
berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama seorang perawat).
Pada hari ketiga perawat melaksanakan strategi pelaksanaan 3 (SP 3) yaitu
mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap ( dengan orang kedua seorang
klien).

5. Evaluasi tindakan yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan


keperawatan
pada Tn.S sampai pada strategi pelaksanaan ketiga. Tn.S klien mampu membina
hubungan saling percaya dengan perawat, mengenal penyebab isolasi sosial
menarik diri, menyebutkan keuntungan berhubungan dan tidak berhubungan
dengan orang lain, mampu untuk dilatih cara berkenalan, mampu berkenalan
dengan seorang perawat di ruangan namun belum maksimal berkenalan dengan
klien lain karena Tn.S merasa malu dan menolak tanpa meberikan alasan yang
lain. Beberapa kesulitan yang dialami penulis dalam memberikan tindakan
keperawatan adalah tidak tercapai semua tujuan khusus karena keterbatasan
waktu serta keadaan klien yang kurang fokus dalam melakukan strategi
pelaksanaan yang diberikan oleh perawat. Selain itu proses keperawatan keluarga
tidak dapat tercapai karena selam proses keperawatan pada klien tidak ada
keluarga yang menjenguk.

B. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis member saran bagi:
1.Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada klien jiwa dengan seoptimal
mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan
fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.
3. Penulis
Diharapkan penulis dapat menggunakan dan memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien gangguan
jiwa dapat tercapai secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai