Bab I
Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau
pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya, lingkungan tempat
undang maupun agama tetapi juga dipengaruhi oleh adanya adat istiadat atau
perkawinan dan merupakan hal wajar yang dihadapi oleh setiap pasangan suami
istri. Apabila konflik dapat diselesaikan secara sehat dengan adanya penyesuaian
antar pasangan maka ketegangan maupun konflik yang terjadi bukanlah suatu hal
serta penerimaan satu sama lain (Allen & Olson 2001; Ebenuwa-Okoh, 2008).
1
2
pernikahan harus dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai dengan tingkat usia
kesejahteraan dan keharmonisan keluarga dapat dilihat dari harapan peran dan
pada pola interaksi dalam keluarga yang dilakukan sebelum, selama dan setelah
pernikahan. Apabila hal tersebut terpenuhi, maka permasalahan yang timbul tidak
menerapkan sikap saling terbuka, serta selalu menanamkan rasa cinta. Bila dalam
sebuah pernikahan tidak ada penyesuaian yang baik antar pasangan akan besar
Hal tersebut dapat dilihat dari data hasil rekapitulasi 33 Pengadilan Tinggi
Agama se-Indonesia sejak tahun 2005 – 2011 angka perceraian di Indonesia naik
3
drastis hingga 70% pertahun. Jika pada tahun 2005 angka perceraian hanya
55.509 kasus, maka pada tahun 2011 menjadi 320.000 kasus. Sebagian besar
Peradilan Agama tahun 2010, dari 285.184 perceraian, 32,3% kasus perceraian
Ag, Hakim Pengadilan Agama Cilegon, salah satu faktor terkait dibalik keputusan
masalah anak, kurangnya saling pengertian dan lain- lain. Tidak jarang
perselisihan antara suami dan istri berujung pada terjadinya tindak kekerasan pada
istri hal tersebut bersumber dari data yang menunjukkan bahwa 40% pasangan
Menurut data dari BkkbN yang dirilis awal tahun 2012, angka perceraian di
Indonesia saat ini telah mencapai rekor tertinggi se Asia Pasifik, Dari data
mencapai lebih dari 200.000 kasus. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI
antar pasangan. Banyak anggapan bahwa cinta dan romantisme dengan pasangan
biasanya hanya ada pada awal-awal pernikahan. Pasangan yang ideal adalah
mereka yang selain menjadi pasangan atau orang tua juga mampu menjadi
peningkatan sekitar 2-3% setiap bulan. Berdasarkan data pada bulan Januari
hingga September 2012, kasus perceraian di Kota Solo mencapai 582 kasus
dengan penyebab perceraian antara lain faktor tidak ada tanggungjawab antara
19%, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan krisis akhlak
dapat hidup harmonis dalam pernikahan karena adanaya penyesuaian yang baik
antar pasangan. Seperti halnya dengan Agus Purnomo dan Sri Puji Astuti Maria
Ulfa, warga asal Kota Magelang yang merupakan Keluarga Harmonis Sejahtera
dalam hal ini misalnya ketika ada suatu masalah dipecahkan bersama dan tidak
mudah percaya dengan yang orang lain katakan tentang anggota keluarga kita.
5
Dengan hal seperti itu kehidupan rumah tangga dan keluarga tetap harmonis
(Suaramerdeka.com, 2012).
Pasangan harmonis yang lainnya dapat diteladani dari Bapak B.J Habibie
dan Ibu Ainun. Dalam kehidupan pernikahan atau kehidupan rumah tangga Ibu
Ainun merupakan sosok istri yang selalu mendukung dan menjadi motivator bagi
suaminya. Beliau selalu sabar, dan konsisten memberi semangat serta kepedulian
yang sulit dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan keluarga dengan
melakukan pengorbanan, salah satunya ialah kerelaan Ibu Ainun untuk melepas
pekerjaannya demi mengurus keluarga dan anak. Hal tersebut ditunjukkan dalam
Widyawati juga dapat menjadi contoh pasangan yang harmonis ditengah begitu
maraknya perceraian. Menurut pasangan tersebut salah satu hal yang tidak boleh
ada dalam pernikahan yaitu rasa dendam. Selain itu kokohnya rumah tangga pada
pasangan yang telah menjalani pernikahan lebih dari 30 tahun ini tak lepas dari
6
komunikasi baik secara verbal, tetapi juga dalam sebuah tindakan untuk menjaga
menyatukan antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dan
Nilai rukun pada masyarakat Jawa bukan hanya sekedar falsafah sosial
Jawa, melainkan manifestasi batin yang dianut untuk mencapai dunia yang damai.
sopan santun dan saling menghargai satu sama lain. Prinsip hidup dunia damai
yang dipegang oleh orang Jawa adalah ”rukun agawe santosa, crah agawe
bubrah”. Arti ungkapan tersebut adalah rukun membuat hubungan menjadi kuat,
menghormati jika semua pihak dalam keadaan damai satu sama lain, suka
bekerjasama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat. Sehingga dapat
tercipta harmoni hidup dalam masyrakat karena sikap rukun dan saling
istri dalam kehidupan rumah tangga selalu mengedepankan sikap saling mengerti,
menghargai, dan saling membantu satu sama lain sehingga semua masalah yang
mendambakan kehidupan yang selalu cinta damai. Cinta damai dapat terwujud
jika antar pasangan tersebut dapat hidup rukun sebagai penyesuaian dalam
pernikahan. Karena pernikahan yang baik tidak hanya sekedar dilandasi oleh cinta
dan proses penyesuian diri dan adanya kemauan untuk menjaga kerukunan antar
pasangan suami istri jawa. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan
B. Tujuan
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari segi teoritis maupun
praktis :
1) Segi Teoritis
istri.
2) Segi Praktis
Jawa.
c. Bagi peneliti lain. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
E. Keaslian Penelitian
lokal dalam kajian psikologi masih jarang di temukan. Namun, penelitian tentang
9
nilai rukun dalam kajian psikologi telah dilakukan oleh Lestari (2013) mengenai
konsep dan transmisi nilai-nilai jujur, rukun, dan hormat. Nilai rukun juga di kaji
sosialisasi nilai rukun dan nilai hormat oleh orangtua kepada anak melalui
parenting konteks budaya jawa (Wibisono, 2009) dan Arini (2012) peran orang
tua dalam sosialisasi nilai rukun pada remaja dalam keluarga jawa.
memiliki anak (Alen dan Olson, 2001), pola penyesuaian perkawinan pada
periode awal (Anjani dan Suryanto, 2006), penyesuaian pernikahan pada wanita
kota dan pedesaan ( Chaudhrai dan Patel, 2009), dan penyesuaian perkawinan
pada pasangan yang berlatar belakang etnis batak dan etnis jawa (Prabowo,
2006).
yang dalam penelitan sebelumnya dikaji secara terpisah. Selain itu penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya dari segi konteks budaya dan informan
penelitian yaitu penelitian ini dilakukan dalam konteks yang berlatar belakang
sebelumnya.